4 Tugas Referat
protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak
luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik.
1,2,3
BAB II NEURALGIA POST HERPETIKA
II. 1 Definisi
Neuralgia post herpetik PHN merupakan komplikasi yang serius dari herpes zooster yang sering terjadi pada orang tua.
Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan.
Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri yang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap satu bulan setelah
BagianSMF Ilmu Penyakit Saraf Fak.Kedokteran Unsyiah Banda Aceh, Juni 2010
5 Tugas Referat
onset ruam herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya selama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin,
1994, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Tahun 1999, Browsher
mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap atau timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah onset ruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling
tersering digunakan adalah definisi menurut Dworkin
. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The International Association for Study of Pain IASP menggolongkan neuralgia post herpetika sebagai nyeri
kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.
1,2,3
Neuralgia pascaherpetik NPH merupakan sindrom nyeri neuropatik yang sangat mengganggu akibat infeksi Herpes zoster. NPH biasanya terjadi pada populasi usia pertengahan
dan usia lanjut serta menetap hingga bertahun-tahun setelah penyembuhan erupsi cacar. Sejumlah pendekatan dilakukan untuk mengatasi nyeri akibat zoster, menghambat
progresivitasnya menuju NPH dan mengatasi NPH. Beberapa dari pendekatan ini terbukti efektif namun NPH masih saja merupakan sumber rasa frustrasi bagi pasien dan dokter.
NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 30 hari setelah onset gejala awal erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya diekspresikan sebagai sensasi terbakar
burning atau tertusuk-tusuk shooting atau gatal itching, bahkan yang lebih berat lagi terjadi allodinia rabaan atau hembusan angin dirasakan sebagai nyeri dan hiperalgesia sensasi nyeri
yang dirasakan berlipat ganda. Pada pasien dengan NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena. Pada satu penelitian, hampir seluruh penderita memiliki area
erupsi yang sangat sensitif terhadap nyeri, dengan sensasi abnormal terhadap sentuhan ringan, nyeri atau temperature pada area kulit yang terkena. Nyeri umumnya dipresipitasi oleh gerakan
allodinia mekanik atau perubahan suhu allodinia termal. Sementara pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa derajat defisit sensorik berhubungan dengan beratnya nyeri. Selain itu, pasien
dengan NPH lebih cenderung mengalami perubahan sensorik dibanding penderita dengan zoster yang sembuh tanpa neuralgia.
BagianSMF Ilmu Penyakit Saraf Fak.Kedokteran Unsyiah Banda Aceh, Juni 2010
6 Tugas Referat
Nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia postherpetik merupakan tipe nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan perubahan proses signal sistem saraf pusat.
Aktivasi simpatis sistem saraf otonom yang intens pada area kulit yang terlibat merupakan akibat dari proses inflamasi peradangan akut yang menyebabkan vasokonstriksi penciutan
pembuluh darah, trombosis intravaskuler penyumbatan pembuluh darah dan iskemia kekurangan aliran darah dari saraf tersebut. Pasca cedera saraf, terjadi pelepasan impuls saraf
tepi secara spontan, ambang aktivasi yang rendah dan respon berlebih terhadap rangsangan. Pertumbuhan akson serat saraf baru setelah cedera tersebut membentuk saraf baru yang justru
memiliki kecenderungan memprovokasi pelepasan impuls berlebih. Aktivitas perifer saraf tepi yang berlebihan tersebut diduga sebagai pencetus perubahan sifat saraf, sebagai akibatnya,
terjadi respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap segala rangsang. Perubahan yang terjadi ini sangat kompleks sehingga mungkin tidak dapat diatasi dengan satu jenis terapi saja.
II. 2 Etiologi