Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi

20

BAB 3 Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi

Sebuah kota yang ramah dan manusiawi merupakan kota yang mudah untuk dicapai, sehingga memungkinkan mobilitas untuk semua kalangan. 11 Pernyataan diatas menunjukan bagaimana bentuk rancangan sebuah kota di masa depan yang mudah untuk dicapai, terbuka untuk semua kalangan, dan ramah terhadap manusia. Selain dari hal yang sudah disebutkan, masih ada aspek lain yang mempengaruhi keramahan suatu kawasan dan bangunan, terutama ditinjau dari aspek desain bangunan. Bentukan massa dan desain fasade sebuah bangunan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi serta kenyamanan pengguna bangunan tersebut. Dalam beberapa dekade terakhir, desain bangunan memiliki kecenderungan bentang yang lebih lebar dan pintu masuk utamanya menjadi lebih minimalis atau dipindahkan dari depan jalan besar ke area parkir. 12 Kecenderungan bangunan dengan skala yang terlalu besar untuk manusia menyebabkan rasa tidak nyaman, tertekan dan kurang manusiawi untuk pengguna. Terbentuknya banyak ruang mati pada pedestrian dari bangunan yang masif menyebabkan jalan untuk manusia terasa sangat sempit, selain itu bentuk bangunan yang masif juga mengesankan bangunan menjadi monoton dan kurang variatif. Skala bangunan yang nyaman dapat dicapai dengan mengatur ukuran baik secara horizontal bentang bangunan atau secara vertikal tinggi bangunan. 11 Louise Kielgast, Gehl Architects – The Cities of The Future are People-Friendly City - http:denmark .dk engreen-liv ingbicy cle-culturethe-cities-of-the-future-are-people-friendly -cities 12 Pedestrian Friendly Code Directory: Human-Scale Building Facade - http:changelabsolutions.orgchildhood-obesityhuman-scale-building-facade Universitas Sumatera Utara 21 Desain yang manusiawi Secara horizontal, desain bangunan yang baik dapat dicapai dengan cara membagi menjadi modul- modul yang tidak terlalu lebar, sehingga terlihat lebih variatif dan manusiawi. Dalam kasus bangunan komersil fasade bangunan yang berukuran masif dapat dipecah menjadi retail-retail yang lebih kecil sehingga bangunan yang sebenar nya merupakan satu kesatuan yang besar menjadi kumpulan atau deretan retail yang lebih manusiawi dan ramah terhadap pengguna. Secara vertikal bangunan yang terlalu tinggi akan menghalangi cahaya matahari dan membuat pedestrian seakan-akan terhalangi oleh dinding yang sangat tinggi. Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tersebut ada dua alternatif yang dapat dilakukan, yang pertama adalah apabila sebuah bangunan dengan tinggi lebih dari 3 lantai, maka bangunan tersebut sebaiknya lebih dimundurkan dari garis sempadan bangunan GSB depan. Cara berikutnya adalah dengan menyusun bangunan secara bertingkat, sehingga efek kenaikan dan sudut pandang dari arah pejalan kaki tidak terlalu tinggi. Pendekatan desain lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemilihan material serta komponen pembentuk fasade. Pemilihan komponen fasade yang tepat akan sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keramahan bangunan terhadap Ilustrasi 14 – Sempadan Bangunan yang Dimundurkan, serta Bangunan yang Dibagi Menjadi Beberapa Segmen Universitas Sumatera Utara 22 pengguna. Pengolahan fasade bangunan sebaiknya memiliki pola yang terlihat dengan jelas dan teratur atau dikelompokan sehingga membentuk desain yang padu, kemudian elemen-elemen arsitektur seperti kolom, balok, kanopi, jendela dan pintu sebaiknya sejajar dengan bagian fasade yang berdekatan. Memperjelas batasan antara lantai juga dapat digunakan sebagai salah satu cara pendekatan untuk mencapai bangunan yang ideal. Membuat banyak bukaan atau membuat fasade lebih transparan di lantai dasar sehingga pengguna jalan dapat melihat ke dalam bangunan dapat membuat bangunan menjadi lebih ramah dan memperjelas batasan antara lantai bangunan. Pemilihan material fasade seperti yang sudah disebutkan diatas, memiliki peran yang tidak kalah penting. Contohnya adalah penggunaan material seperti batu alam dan bata ekspose, akan memberikan kesan yang lebih alami serta memiliki skala yang lebih manusiawi dibandingkan dengan menggunakan aluminium composite panel ACP. Aplikasi material yang bertekstur dan bermodul lebih kecil dapat memberikan kesan yang ramah dari bangunan, karena material yang lebih kecil akan terasa lebih dekat dan memberikan kesan seakan material tersebut dapat disentuh. Penerapan Dalam Humanopolis Berbagai konsep dan model desain diatas memiliki hubungan yang sangat erat dengan bagaimana menciptakan kota yang manusiawi atau Humanopolis. Penerapan konsep-konsep diatas secara tidak langsung juga merupakan penerapan konsep dari Humanopolis yang sangat penting jika mengingat kondisi perkotaan yang serba masif dan menekan. Konsep Humanopolis yang menekankan pentingnya sebuah kota memiliki interkoneksi antara satu bangunan ke bangunan lainnya dalam bentuk pedestrian yang terstruktur serta penggunaan berbagai elemen-elemen penghias citra kota seperti lampu taman, bangku, rerumputan, patung, air mancur dan sebagainya untuk melembutkan kota dari citra masif dan menekan. Universitas Sumatera Utara 23 Perancangan bangunan yang lebih ramah terhadap manusia akan mendorong kenaikan penggunaan ruang publik, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi sosial antar pengguna semakin tinggi juga. Jika dikaitkan dengan konsep Humanopolis, hal diatas menurut Budihardjo 2009 mencerminkan salah satu prinsip Humanopolis yaitu bagaimana runag-ruang perkotaan yang ada saling dihubungkan satu sama lain, sehingga menjadi satu kesatuan berupa ruang perkotaan yang bersifat sosial. 13 Penciptaan ruang- ruang sosial inilah yang akan memperkaya pengalaman serta interaksi antara manusia yang terjadi di ruang publik. Stakeholder Dalam upaya membangun sebuah kota yang ideal untuk manusia, tentunya banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya atau disebut juga sebagai Stakeholder. Seluruh pihak yang terlibat harus berperan aktif tanpa terkecuali agar pembangunan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Pihak-pihak yang terlibat dalam merancang sebuah kota atau kawasan yang baik dan manusiawi terdiri dari: 1. Investor, 2. Desainer, 3. Pemerintah, 4. Pengguna, dan 5. Masyarakat sekitar. Investor sebagai pemegang dana merupakan pihak yang memiliki wewenang tertinggi dalam sebuah pembangunan yang mana berlanjut atau tidaknya sebuah proyek sangatlah bergantung kepada keputusan investor. Tujuan utama seorang atau sekelompok investor dalam pembangunan tentunya mendapatkan keuntungan dari investasinya, sehingga terkadang investor sering luput dalam penggunaan atau desain yang manusiawi. Untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, maka peranan desainer disini juga tidak kalah penting. Selain merancang bangunankotakawasan, seorang desainer juga harus mampu mengedukasi investor tentang faktor-faktor sosial dan manusia di dalam 13 Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan – Eko Budiharjo Universitas Sumatera Utara 24 pembangunan proyek. Komunikasi yang baik antara desainer dan investor dapat menghasilkan sebuah kolaborasi yang kuat sehingga membantu terciptanya desain yang ideal. Kemampuan berdiplomasi dan bernegosiasi sangatlah penting sehingga tujuan dari desain tetap tercapai tanpa masalah dengan pihak owner atau investor. Pemegang kepentingan lainnya adalah pemerintah, baik itu dalam skala kota, provinsi atau nasional. Pemerintah memiliki peran sebagai regulator atau penegak peraturan untuk memastikan sebuah proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara atau wilayah tersebut. Sebagai regulator, tentunya pemerintah harus memiliki ketegasan dan tidak pandang bulu dalam menegakkan peraturan, sehingga dengan konsistensi tersebut akan tercipta iklim yang positif dan disiplin dalam setiap proyek yang ada. Sebuah perencanaan dapat dikatakan atau dinilai sukses apabila satu hal ini terpenuhi, yaitu: bangunan berhasil berdiri dan digunakan, serta memberikan rasa nyaman dalam menggunakannya. Untuk itu, peran pengguna sebagai stakeholder juga sangatlah krusial. Dapat dibayangkan sebuah bangunan telah selesai dibangun, dengan desain yang secara visual sangat luar biasa tetapi tidak digunakan oleh penggunanya. Selain itu sebuah proyek juga harus memperhatikan dampak pembangunan terhadap masyarakat sekitar. Jika pembangunan sebuah proyek ternyata mengganggu masyarakat sekitar, tentunya hal ini akan menjadi masalah di kemudian hari. Terjadinya demonstrasi, penuntutan secara hukum terhadap pemilik, desainer atau regulator dapat terjadi jika sebuah proyek melewati batas kenyamanan dan privasi masyarakat sekitar yang tentu akan menyebabkan terhambatnya proses pembangunan tersebut. Brainstorming Masih terbayang-bayang di benak penulis bagaimana sebuah kawasan muka sungai dapat menjadi tempat yang penting dalam kehidupan masyarakat sekitarnya dan Universitas Sumatera Utara 25 alangkah indahnya jika kota Medan yang sebenarnya memiliki potensi tersebut karena dilintasi dua sungai besar yaitu sungai Deli dan sungai Babura dapat menyadari serta memenuhi potensi tersebut. Jauh api dari panggang rasanya untuk mewujudkan kawasan yang ideal jika melihat kondisi nyata di lapangan bagaimana pengelolaan dan penataan kawasan muka sungai-sungai diatas, tetapi hal itu juga terasa sangat dekat karena seperti disebutkan sebelumnya, sebenarnya potensi untuk mewujukannya ada di depan mata kita semua. Analisis yang dilakukan oleh penulis satu minggu yang lalu pada intinya telah sedikit menyerempet mengenai bangunan apa yang akan dibangun dan apa yang menjadi tema individu dalam desain, darimana penulis mendapatkan inspirasi untuk mewujudkan Riverfront Urban Lifestyle Konteks Desain Riverfront Kebutuhan Masyarakat Humanopolis Kawasan Komersil Ruang Terbuka Publik Mengakomodasi Ruang Publik Komersil Ilustrasi 15 – Kerangka Berpikir Desain Universitas Sumatera Utara 26 hal ini, serta mengapa hal ini sangat penting untuk dilakukan. Untuk dapat menentukan tema spesifik tentunya, penulis harus merujuk terhadap tema besar yang telah diberikan, serta tema kelompok penulis sendiri. Tema individu ini haruslah mencerminkan, serta mengaitkan antara kedua tema tersebut menurutku yang ternyata setelah melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, beliau juga memberikan saran yang serupa terhadap kelompok kami. Dengan bermodalkan pendapat dari dosen pembimbing, penulis mulai dengan melakukan brainstorming 14 yaitu sebuah proses diskusi untuk menghasilan ide dan pemecahan masalah, serta mind mapping 15 yaitu sebuah teknik untuk memvisualisasikan hubungan antara beberapa ide atau potongan informasi, setiap ide atau informasi yang ada ditulis dan dihubungkan dengan garis atau kurva untuk menunjukan tingkat keeratan dan kepentingan hubungan dari ide atau informasi tersebut. Penulis menganggap proses ini sangat penting untuk dilakukan, karena jika tidak didahulu dengan melakukan hal tersebut maka akan terjadi kecenderungan pengerjaan yang tidak fokus dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Riverfront Maka penulis mengawali proses ini dengan melakukan identifikasi terhadap tema utama yaitu Riverfront atau kawasan muka sungai. Kawasan muka sungai dapat didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di sepanjang sungai 16 . Jika ditelisik lebih jauh lagi, maka pembahasan kawasan muka sungai akan mencakup mengenai sungai itu sendiri, garis sempadan sungai dan jalan inspeksi, profil sungai, kedalaman, lebar sungai, kondisi eksisting, bangunan di sepanjang sungai, ruang terbuka dan sebagainya. Tema kedua adalah urban lifestyle, secara harfiah jika diartikan adalah 14 Brainstorm Definition - http:www.oxforddictionaries.comdefinitionenglishbrainstorm 15 What is Mind Mapping? http:www.businessdictionary.comdefinitionmind-mapping.html 16 “a land or property alongside the river” http:www.oxforddictionaries.comdefinitionenglishriverfront?q=riverfront Universitas Sumatera Utara 27 gaya hidup perkotaan. Seperti apakah yang dimaksud dengna gaya hidup perkotaan? Bagaimana gaya hidup perkotaan tersebut berlangsung? Siapa pelakunya? Tulang punggung dari gaya hidup perkotaan secara umum dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat kota memenuhi kebutuhannya, baik dari sisi ekonomi atau sosial. Dari hasil diskusi dengan konsultan profesional, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan yang menjadi roda ekonomi utama di perkotaan adalah kegiatan perdagangan. Sangatlah logis jika disimpulkan, karena dengan keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, melakukan kegiatan produksi tentunya akan mmbutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak efisien. Perdagangan disini juga tidak hanya terbatas pada barang namun termasuk di dalamnya penyediaan jasa, serta pusat-pusat perkantoran dari berbagai macam perusahaan. Gaya hidup masyarakat perkotaan juga sangat dipengaruhi terhadap kebutuhan sosial masyarakat itu sendiri, mulai dari hal apa yang dilakukan oleh masyarakat kota tersebut untuk bersosialisasi? Kemanakah tempat yang dituju jika ingin bertemu dengan teman, kolega atau pasangan? Apa yang dilakukan untuk mendapatkan hiburan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas akan mampu mendefinisikan secara umum bagaimana kehidupan masyarakat perkotaan di suatu kota. Mengakomodasi Kebutuhan Kemampuan memilah-milah, dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan tadi akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari desain yang akan dibuat. Penulis menyadari hal tersebut menjadi penting karena memang tugas dari seorang arsitek adalah memecahkan masalah yang ada. Kota Medan seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, memiliki pusat-pusat perkantoran dan perekonomian yang menjadi simpul dari perputaran ekonomi kota. Penulis juga merupakan bagian dari hal tersebut, karena setiap pagi harus berangkat kuliah bersama dengan para pekerja yang tentunya menuju kantor atau tempat kerjanya Universitas Sumatera Utara 28 masing-masing. Sebuah kantor dengan jam kerja yang normal beroperasi dari pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore, 8 jam, bahkan lebih jika menghitung waktu perjalanan pulang dan pergi, waktu kita dalam satu hari dihabiskan di tempat kerja. Gambaran ini yang akan diakomodasi lewat desain, dengan membangun kawasan perkantoran kreatif yang terpadu dimana pekerja dapat memenuhi kebutuhan seperti sarapan pagi, makan siang atau tempat untuk bersantai dan mendapatkan hiburan di dalam kawasan perkantorannya tanpa perlu pergi ke tempat yang lebih jauh. Sebagai bagian dari masyarakat kota Medan, tentunya penulis secara umum mengetahui bagaimana kebiasaan masyarakat kota ini untuk mencari dan mendapatkan hiburan. Tanpa perlu menjadi pengamat yang ahli penulis dapat melihat sebuah fenomena bagaimana ramainya pusat-pusat perbelanjaan pada setiap akhir pekan, bahkan pernah dalam satu ketika penulis membutuhkan waktu hampir satu jam untuk keluar dari salah satu pusat perbelanjaan. Pengalaman penulis menunjukan bahwa masyarakat kota Medan dan secara lebih luas lagi di kota-kota besar di Indonesia mencari sumber hiburan di pusat perbelanjaan. Misalnya di kota Jakarta, pertambahan pusat perbelanjaan sangat fantastis angkanya, dimana 10 tahun yang lalu hanya terdapat kurang dari 50 pusat perbelanjaan eningkat lebih dari 3 kali lipat pada tahun 2013 menjadi 170 Ilustrasi 16 - Gandaria City, Shopping Center di Jakarta, dikembangkan juga oleh Podomoro Group Universitas Sumatera Utara 29 pusat perbelanjaan. 17 Kondisi serupa juga ditemui di kota Medan yang mulai membangun pusat-pusat perbelanjaan baru seperti Medan Focal Point, Center Point Medan, Hermes Place, dan yang sedang dalam proses pembangunan seperti Deli Podomoro City. Perkembangan diatas tentunya bukan tanpa latar belakang, sebab hukum ekonomi pasti berlaku disini, dimana ada permintaan maka disitu akan muncul suplai. Adanya kebutuhan akan pusat perbelanjaan baru juga mendorong pengembang untuk membangun pusat-pusat perbelanjaan. Ruang Untuk Semua Tetapi pembangunan ini juga memiliki dampak yang negatif karena dapat menimbulkan segregasi sosial atau ekonomi. Kesenjangan antara si miskin dan si kaya akan sangat terasa, terutama dengan kesan eksklusif yang ditimbulkan oleh sebuah mall. Belum lagi sebagai ruang publik, penulis juga melihat kecenderungan mall sebagai sebuah ruang publik yang sangat artifisial 18 karena tidak benar-benar bisa digunakan dan dinikmati oleh setiap kalangan. Selain itu mall juga tidak memberikan ruang kepada pedagang-pedagang kecil yang memiliki modal sedikit dan tidak mampu menyewa ruang di mall tersebut. Kalaupun misalnya dipaksakan, berapa lama pedagang tersebut akan bertahan disana jika memang kemampuannya tidak mencukupi untuk menyewa tempat tersebut. Faktor ketiga yang menjadi masalah dalam pembangunan sebuah pusat perbelanjaan adalah perubahan pandangan terhadap pusat perbelanjaan itu sendiri. Pusat perbelanjaan kini bukanlah sekedar tempat untuk berbelanja atau mencari hiburan, tetapi telah menjadi sebuah landmark untuk daerah dimana pusat perbelanjaan tersebut berada. 17 Artikel Info Bisnis Internasional - http:www.infobisnisinternasional.comberitalifestyle11april2013gempuran-pusat-belanja 18 Masihkah Kota-Kota Indonesia Butuh Mall? - http:bulletin.penataanruang.netindex.asp?mod=_fullartidart=126 Universitas Sumatera Utara 30 Untuk menjembatani sebuah ruang terbuka yang inklusif, alami, cair dan memiliki tingkat sosial yang tinggi, maka penulis berpikiran bagaimana mendesain sebuah shopping mall dan kantor yang terintegrasi, tetapi juga menyediakan ruang terbuka yang cukup dan dapat menjadi sarana berekspresi dan bersosialisasi bagi masyarakat dan penggunanya. Tentunya desain bangunan ini haruslah memberikan sebuah perasaan yang serupa dengan pengalaman pengunjung pusat perbelanjaan tetapi memiliki nilai lebih dan tidak artifisial. Penggunaan pusat perbelanjaan sebagai tempat rekreasi dan kegiatan sosial merupakan wujud yang sangat nyata kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik, dengan landasan inilah maka desain yang yang penulis buat adalah pusat perbelanjaan yang memiliki sifat terbuka open, mudah dicapai accessble, dan ramah friendly. Dalam beberapa kesempatan penulis sering mengeluhkan kepada teman-teman penulis, bahwa kota ini sangat kekurangan ruang publik, walaupun ada ruang-ruang publik tersebut tetap saja banyak fakotr yang membuat penulis enggan untuk kesana seperti keamanan, kebersihan, pencapaian tempat yang sulit, tidak adanya fasilitas umum dan banyak lagi yang lainnya. Jadi desain yang seperti apakah yang ideal dalam mendesain ruang publik? Plaing tidak ada 4 kriteria kunci yang harus terpenuhi yaitu: 1. Access and Linkage kemudahan untuk diakses dan dicapai, 2. Comfort and Image memiliki tempat yang nyaman serta memiliki citra yang baik, 3. Uses and Activity terdapat kegiatan dan Ilustrasi 17 – Indikasi Ruang Publik Ideal, Anak-anak dan Wanita Berkunjung dan Beraktivitas Universitas Sumatera Utara 31 orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya, 4. Sociability kemudahan bersosialisasi dimana orang saling bertemu satu sama lain 19 . Kriteria diatas merupakan hasil dari observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project for Public Spaces PPS. Minggu lalu penulis sudah berbagi bagaimana pengalaman penulis dalam merasakan sebuah ruang publik yang nyaman, tentunya perwujudan seperti itulah yang ingin dirancang kali ini sehingga diharapkan bangunan ini dapat menjadi pelopor kecil transisi perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan menjadi lebih menghargai serta mengubah persepsi mengenai ruang terbuka publik itu sendiri yang jika diterapkan oleh pengembang-pengembang lain, akan memberikan efek yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat perkotaan kota Medan. 19 Disadur dari jurnal Project for Public Spaces, http:www.pps.orgreferencegrplacefeat Universitas Sumatera Utara 32

BAB 4 Menggubah Rasa Menjadi Massa