Humanopolis

(1)

HUMANOPOLIS

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUMANOPOLIS

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

HUMANOPOLIS

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

Medan, Oktober 2014

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Achmad Delianur Nasution, ST. MT. IAI

Ketua Departemen Arsitektur

Koordinator Skripsi

Ir. N. Vinky Rahman, MT.

NIP.19660622 199702 1 001

Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan Tugas Akhir ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur, Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini adalah sebuah deskripsi dari keseluruhan proses perancangan Studio Perancangan Arsitektur 6. Setiap kegiatan didalamnya merupakan essay dari proses yang telah dijalani oleh penulis mulai dari pembahasan kerangka acuan kerja, pengambilan data, desain skematis dan konseptual, hingga bagaimana proses yang ada dibalik layar serta opini-opini subjektif penulis dalam merancang bangunan ini.

Selama proses hingga selesainya laporan ini, penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang turut andil dalam menyukseskannya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

• Bapak Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI sebagai Dosen Pembimbing yang selalu dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan arahan sejak dimulainya proses desain hingga selesai.

• Bapak Ir. Tavip K. Mustafa, MT, IAI sebagai Konsultan Profesional yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukkan yang sangat positif dan membuka wawasan yang lebih luas.

• Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Jurusan Arsitektur USU.

• Bapak Ahmad Windhu, ST, MT, IAI selaku penguji dari pihak arsitek profesional yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun.

• Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D selaku Ketua Koordinator Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi

• Seluruh staf pengajar, Bapak Ibu Dosen Arsitektur Universitas Sumatera Utara atas semua kritik dan sarannya selama asistensi.


(5)

• Orang tua penulis yang tidak ternilai artinya, Ayah dan Mama, Arie F. Batubara dan Sulastri Sukeningsih. Terima kasih atas seluruh dukungannya terutama doa yang selalu menjadi sumber kekuatan, motivasi dan inspirasi selama proses pengerjaan ini.

• Adik penulis Muhammad Fahrizal Rizky yang setia menemani dalam keadaan apapun. Now it’s my turn to support you..

• Para saudara Penulis yang tidak akan terlupakan, Kevin Shah Maulana, Qudrah Nooriman, Friza Luthfi, Ade Setya Franata, dan Ahmad Baqir Adrian. Kalian akan selalu ada di hati Penulis.

• Teman-teman satu kelompok Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi, terima kasih atas kebersamaannya. Semoga sukses selalu menyertai kita semua.

• Teman-teman Alur Profesi, antusiasme dan kebersamaan yang terjalin selalu memberikan semangat tersendiri disaat Penulis membutuhkannya.

• Teman-teman angkatan 2009, dari NIM 09-001 s/d 09-104 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan yang tidak terlupakan.

• Adik-adik dari angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang selalu ceria dan optimis dalam serta memberikan warna yang berbeda di kampus Arsitektur USU.

Akhir kata, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juni 2014


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

ABSTRAK ... viii

PROLOGUE A Humanopolis Design ... 1

Ruang Terbuka Publik ... 2

Humanopolis ... 3

Desain Kawasan Komersil ... 5

BAB 1 Langkah Awal ... 8

Kondisi Tapak ... 10

BAB 2 Ruang Publik, Ruang Untuk Semua ... 14

Transportasi Umum ... 14

Brisbane ... 16

South Bank ... 18

BAB 3 Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi ... 20

Desain yang Manusiawi ... 21


(7)

Stakeholder ... 23

Brainstoming ... 24

Riverfront ... 26

Mengakomodasi Kebutuhan ... 27

Ruang Untuk Semua ... 29

BAB 4 Menggubah Rasa Menjadi Massa ... 32

Menjawab Bentuk ... 33

Desain Zona ... 34

Menggubah Rasa ... 36

Proses yang Tidak Linear ... 38

Mengupas Kaidah Humanopolis ... 39

BAB 5 Memulai Kembali, Mencari Benang Merah ... 43

Abraham Maslow ... 45

Interpretasi Dalam Humanopolis ... 47

Evaluasi Tahap 1 ... 50

BAB 6 Sistem atau Desain ... 57

Pemisahan Zona ... 59

Impresi Pertama ... 61


(8)

Hasil Desain ... 67

EPILOGUE


(9)

DAFTAR GAMBAR

Ilustrasi 1 - Museum of Medieval Stockholm Riverside ... 1

Ilustrasi 2 – Sydney Harbour,Contoh Ruang Terbuka Riverfront ... 2

Ilustrasi 3 – South Bank Brisbane, Pedestrian di Pinggir Sungai Brisbane ... 4

Ilustrasi 4 – Jalur Sepeda, Melbourne ... 6

Ilustrasi 5 – Kondisi Eksisting Tapak, Telah Diratakan ... 9

Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak ... 9

Ilustrasi 7 - Vegetasi Sepanjang Tapak yang Bersebelahan Dengan Sungai ... 10

Ilustrasi 8 – Kondisi Jl. Guru Patimpus pada Sore Hari, pukul 17.00 ... 11

Ilustrasi 9 – Kepadatan Lalu Lintas DKI Jakarta ... 14

Ilustrasi 10 – Dimensi Bus berdasarkan Data Arsitek Neufert ... 15

Ilustrasi 11 – Pemberhentian Bus di Chermside, suburb Brisbane ... 17

Ilustrasi 12 – City Cat, Moda Transportasi Sekaligus Magnet Wisata Brisbane ... 18

Ilustrasi 13 – Festival Sebagai Generator Aktivitas ... 19

Ilustrasi 14 – Sempadan Bangunan yang Dimundurkan, serta Bangunan yang Dibagi Menjadi Beberapa Segmen ... 21

Ilustrasi 15 – Kerangka Berpikir Desain ... 25

Ilustrasi 16 - Gandaria City, Shopping Center di Jakarta, dikembangkan juga oleh Podomoro Group ... 28

Ilustrasi 17 – Indikasi Ruang Publik Ideal, Anak-anak dan Wanita Berkunjung dan Beraktivitas ... 30

Ilustrasi 18 - Pembagian Zona ... 34


(10)

Ilustrasi 20 - Permainan Tradisional ... 37

Ilustrasi 21 - Hierarki Kebutuhan Maslow ... 45

Ilustrasi 22 - Gubahan Massa Bangunan ... 47

Ilustrasi 23 - Gubahan Massa Awal, Pembagian Sesuai Zona ... 49

Ilustrasi 24 – Promenade ... 52

Ilustrasi 25 - Siteplan Awal ... 53

Ilustrasi 26 – Promenade ... 54

Ilustrasi 27 - Pembagian Zona, Mall (Kuning), Lobby Kantor (Jingga), dan Kantor (Biru) ... 59

Ilustrasi 28 - Jenis-Jenis Sistem Struktur ... 60

Ilustrasi 29 - Walt Disney Concert Hall ... 63

Ilustrasi 30 - Eksterior Bangunan, Fasade Dengan Secondary Skin ... 64

Ilustrasi 31 – Fitting Kaca Spider ... 65

Ilustrasi 32 - Potongan 3D, Mall (Hijau), Public Space (Kuning), Kantor (Merah) ... 68

Ilustrasi 33 - Groundplan (Kiri) dan Denah Lt. 2 (Kanan) ... 69

Ilustrasi 34 - Denah Lantai 3 (Kiri), dan Lt. 4 (Kanan) ... 71

Ilustrasi 35 - Denah Lt 6-10 (Kiri), Lt. 5 (Kanan) ... 72

Ilustrasi 37 - Denah Lt. 11 (Kiri) & Lt 12-19 (Kanan) ... 73


(11)

ABSTRAK

Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura, Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan. Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.

ABSTRACT

The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki, Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy, slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to accommodate human needs.


(12)

PROLOGUE

“A Humanopolis Design”

Penataan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan dengan kota-kota maju di dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura, Helsinki dan Sydney. Penggunaan kawasan muka sungai di kota-kota tersebut memberikan contoh bagaimana kawasan muka sungai dapat digunakan sebagai ruang terbuka publik yang sukses baik secara sosial ataupun komersil. Di dalam konteks ini kawasan muka sungai dapat didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di sepanjang sungai.1 Kondisi kawasan muka sungai di kota-kota besar di Indonesia identik dengan kawasan kumuh, ilegal, tidak tertata, miskin dan memiliki potensi kriminal yang tinggi. Kondisi ini diperparah lagi dengan pandangan umum bahwa kawasan muka sungai merupakan bagian belakang bangunan yang harus disembunyikan dalam desain bangunan.

Untuk dapat memperbaiki keadaan tersebut, peran arsitek sangat diperlukan dalam mendesain kawasan muka sungai sebagai area publik yang dapat diakses

1

“a land or property alongside the river”

http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/riverfront?q=riverfront


(13)

dan digunakan oleh berbagai macam kalangan. Untuk itu, dalam mendesain ruang terbuka publik yang sukses ada 4 kriteria kunci yang harus terpenuhi yaitu: 1. Access and

Linkage (kemudahan untuk diakses dan dicapai), 2. Comfort and Image (memiliki tempat

yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan

orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi

dimana orang saling bertemu satu sama lain)2. Kriteria diatas merupakan hasil dari observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project

for Public Spaces (PPS).

Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik yang sukses adalah ruang terbuka publik yang dapat dengan mudah dicapai dan dilalui, ruang terbuka publik tersebut juga harus dengan mudah terlihat baik

dari kejauhan atau dari jarak

yang lebih dekat. Kemudahan akses diatas harus dapat melayani berbagai jenis transportasi, baik itu pejalan kaki, pengendara sepeda, sepeda motor, mobil, ataupun kendaraan umum. Dengan banyaknya pilihan untuk mengunjungi sebuah ruang terbuka publik, maka semakin banyak kalangan yang dapat menjangkau ruang tersebut. Elemen kunci yang kedua dalam mendesain adalah kenyamanan dan citra, apakah sebuah ruang terbuka publik nyaman dan mampu merepresentasikan dirinya dengan citra yang baik.

2

Disadur dari jurnal Project for Public Spaces, http://www.pps.org/reference/grplacefeat/


(14)

Tingkat kenyamanan dan citra yang baik akan memberikan kesan yang baik di mata pengguna, kebersihan, keamanan, serta yang tidak kalah penting akan tetapi sering luput dari desain adalah ketersediaan tempat untuk duduk.

Fungsi dan aktivitas adalah hal yang mendasar dan fundamental dalam mendesain sebuah ruang publik. Adanya sebuah kegiatan atau tempat yang dituju memberikan pengguna alasan untuk mengunjungi sebuah ruang publik, dimana kegiatan tersebut bisa merupakan kegiatan komersil ataupun non-komersil. Semakin banyak aktivitas yang dapat dilakukan dan pengguna memiliki kesempatan untuk berpartisipasi bersama, maka semakin baik untuk keberlangsungan dan kehidupan sebuah ruang terbuka publik. Selain itu keragaman aktivitas juga berarti semakin beragam kalangan yang akan datang dan menggunakan ruang publik tersebut. Keragaman pengguna merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan ruang terbuka publik, semakin beragam pengguna (anak-anak, wanita, orang tua juga menggunakannya) maka semakin sukses juga ruang terbuka publik. Kemudahan untuk bersosialisasi adalah hal yang paling sulit untuk dicapai, karena hal ini melibatkan banyak faktor seperti misalnya perasaan aman saat bertemu dengan orang asing. Saat hal ini terpenuhi, maka sebuah ruang terbuka publik akan menjadi hidup, karena terjadi interaksi antara satu pengguna dengan pengguna lain.

Humanopolis

Jika dielaborasi, maka seluruh faktor yang ada diatas dapat bermuara kepada satu hal yang paling fundamental, yaitu manusia. Tingkat kesuksesan sebuah bangunan atau ruang terbuka dapat dinilai secara objektif berdasarkan penggunanya, baik secara kualitas ataupun kuantitas. Secara kualitas sudah dijelaskan diatas, apakah manusia yang menggunakannya nyaman, senang dan menikmati bangunan atau fasilitas yang disediakan. Dari segi kuantitas tentu saja dilihat dari jumlah pemakai bangunan atau


(15)

ruang terbuka publik tersebut. Beranjak dari hal-hal tersebut, maka muncullah sebuah

pikiran yang timbul yaitu bagaimanakah cara merancang desain yang manusiawi terutama di kawasan komersial yang biasanya serba masif dan tertutup, sehingga manusia merasa nyaman dan menjadi satu kesatuan terhadap lingkungan binaan.

Konsep diatas sejalan dengan gagasan Peter Hall yaitu perencanaan Humanopolis

seperti disebutkan Budihardjo dan Hardjohubojo (2009) dalam bukunya yaitu sebagai rancangan kota yang lembut dan manusiawi, dengan menyembuhkan luka-luka yang diakibatkan oleh perlakuan manusia yang sewenang-wenang terhadap alam dan mengolah hubungan manusia dengan lingkungan binaannya secara lebih akrab.3 Hal yang ingin digarisbawahi adalah bagaimana cara menciptakan desain seperti yang disebutkan oleh Peter Hall? Apakah yang harus dilakukan oleh arsitek? Desain seperti apa yang manusiawi?

3

Humanopolis, Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan, Eko Budihardjo dan Sudanti Hardjohubojo


(16)

Kielgast (2014) dari Gehl Architects menyebutkan bahwa desain kota yang manusiawi adalah yang dapat dicapai dengan mudah oleh semua orang.4 Banyak kota di seluruh dunia memiliki masalah dengan kemacetan lalu lintas yang diperparah oleh kepadatan kota yang semakin meningkat. Dalam hal ini, penggunaan moda transportasi alternatif seperti sepeda tidak jarang menjadi cara tercepat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kembali ke konteks kota Medan, dimana belum menjadi sebuah kebiasaan sebuah bangunan menyediakan lahan parkir untuk sepeda. Sehingga dalam desain proyek ini, penggunaan moda transportasi alternatif seperti sepeda akan diberikan dukungan fasilitas parkir serta jalur khusus untuk sepeda.

Desain Kawasan Komersil

Dengan pemaparan yang sudah diberikan diatas, maka pembangunan kawasan komersil yang akan dilakukan hendaknya memenuhi faktor-faktor tersebut. Selain untuk memenuhi syarat 30% ruang terbuka hijau dalam desain, ruang terbuka publik dapat menjadi daya tarik tersendiri dari perencanaan ruang komersil dan hal ini berlaku juga sebaliknya, kawasan komersil dapat menjadi daya tarik juga bagi ruang terbuka hijau. Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini adalah sebuah kesempatan untuk melakukan integrasi antara ruang terbuka hijau, area komersil, dan kawasan muka sungai yang diharapkan akan menjadi sebuah gaya hidup baru masyarakat koda Medan.

4

Artikel Jan Gehl, http://denmark .dk /en/green-liv ing/bicy cle-culture/the-cities-of-the-future-are-people-friendly -cities/ 1/4


(17)

Perencanaan kawasan yang akan dibangun meliputi pusat perbelanjaan, tempat makan, kafe, pusat kebugaran, gedung parkir, taman

tematik dan kantor. Seluruh fasilitas yang disebutkan diatas merupakan perwujudan dari gaya hidup urban di kota Medan, diharapkan kawasan ini menjadi pusat kegiatan baru di kota Medan. Fungsi kawasan ini dapat melayani berbagai macam kebutuhan dan kegiatan pengguna, sebagai contoh misalnya pegawai kantoran yang berada di kawasan ataupun sekitar kawasan. Untuk menghemat waktu perjalanan dan biaya transportasi, sepeda seperti yang disinggung diatas dapat menjadi moda transportasi alternatif. Karyawan yang berkantor di sekitar kawasan dapat berangkat dan parkir di kawasan yang akan dibangun. Untuk pengendara kendaraan bermotor, disediakan gedung parkir berlangganan untuk menitipkan kendaraannya kemudian berjalan kaki ke tempat kerja masing-masing yang berada di sekitar tapak atau memilih untuk sarapan dan minum kopi terlebih dahulu di area makan. Khusus pengendara sepeda, disediakan fasilitas parkir sepeda yang dijamin keamanannya oleh pengelola dan asuransi sehingga pengguna dapat memarkir sepedanya dengan aman.

Masalah yang sering dihadapi oleh pengguna sepeda adalah saat mereka tiba di tempat tujuan, pengguna sepeda terkadang membutuhkan fasilitas untuk membersihkan badan yang berkeringat. Fasilitas pusat kebugaran disini menyediakan sarana untuk mandi dan loker untuk menyimpan baju kerja, jadi saat pengendara sepeda berangkat ke


(18)

kantor dapat tetap terjaga penampilannya. Integrasi kawasan komersil seperti ini, merupakan tanggapan dari kehidupan urban yang serba cepat dan dinamis, dimana pengguna tidak perlu berpindah kawasan untuk mendapatkan kebutuhannya. Konsep ini merupakan cerminan superblok yang lebih manusiawi dan tidak terbatas untuk kalangan tertentu saja yang artinya seluruh fasilitas-fasilitas diatas (kecuali kantor yang bersifat semi publik) dapat juga digunakan untuk umum

Aktivitas lainnya dapat berjalan secara paralel dengan kegiatan diatas, misalnya di pagi hari orang lanjut usia dan anak-anak dapat menggunakan ruang terbuka publik sebagai sarana rekreasi. Rangkaian aktivitas yang berlanjut ini sangat penting untuk memberikan kesinambungan kegiatan di dalam kawasan dan akan menjadikan kawasan ini tidak terlihat kosong. Dengan berbagai macam aktivitas yang dapat diakomodasi, diharapkan kedatangan pengunjung untuk beraktivitas di kawasan akan semakin besar.

Dengan berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan diatas, maka pembangunan kawasan komersil yang manusiawi serta terintegrasi dengan ruang terbuka publik dan kawasan muka sungai dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah perkotaan sekaligus menjadi gaya hidup baru yang lebih sehat, modern, dan ramah terhadap lingkungan.


(19)

ABSTRAK

Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura, Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan. Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.

ABSTRACT

The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki, Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy, slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to accommodate human needs.


(20)

BAB 1

Langkah Awal

Cuaca panas kota Medan di siang hari merupakan tantangan besar untuk penduduknya, bagaimana tidak dengan rata-rata suhu bisa mencapai 32 derajat celcius5 dapat dibayangkan seberapa panas dan tidak nyamannya melakukan kegiatan di luar ruangan. Jangankan untuk melakukannya, bagi beberapa orang sekedar membayangkannya saja bisa membuat lelah, mungkin hal itu yang ada di dalam pikiran orang-orang kota Medan, setidaknya mungkin itulah yang ada di kepala penulis pada siang itu. Namun teriknya siang itu tidaklah terlalu mempengaruhi kegiatan yang berlangsung di Studio Profesi Perancangan Arsitektur 6 USU yang menggunakan pendingin ruangan, walaupun belakangan perusahaan penyedia listrik negara sering “memaksa” pelanggan melakukan earth hour tanpa peringatan terlebih dahulu.

Setelah melakukan pembahasan mengenai topik desain yang akan dilakukan, pada 6 Maret 2014 penulis bersama kelompok perancangan melakukan diskusi dan

briefing dengan arsitek profesional, selaku konsultan dan pembimbing selama proses

pengerjaan desain. Konsultasi pertama ini terfokus kepada pembahasan mengenai Kerangka Acuan Kerja (KAK) proyek yang akan dilaksanakan dengan sangat detail menurut penulis. Hampir seluruh aspek yang ada dibahas satu persatu dengan teliti bersama arsitek profesional, dimulai dari aspek tapak, sosial hingga aspek sejarah. Diskusi yang dilakukan dengan arsitek profesional ternyata berhasil membuka mata penulis mengenai banyak hal, banyak sekali wawasan yang diberikan dan dibuka oleh beliau mengenai bagaimanakah sebuah desain harus dapat memecahkan masalah serta digunakan oleh penggunanya. Sebenarnya, masih banyak sekali hal-hal yang dibahas

5


(21)

Podomoro City Deli Maskapai Residensial Tapak Proyek V e g e ta si

dalam briefing tadi, tetapi jika dibahas dalam satu pembahasan penulis merasa tidak akan cukup waktu untuk mengejar deadline pengumpulan.

Setelah briefing selesai, penulis bersama dengan kolega berangkat menuju tapak proyek yang telah ditentukan untuk melakukan observasi dan melihat langsung keadaan tapak yang berada di Jl. Guru Patimpus, yaitu di sebuah

lahan kosong yang tepat berada di pinggir sungai Deli dan bersebelahan langsung dengan tapak Deli Plaza Medan. Tapak proyek sudah diratakan oleh pengembang sehingga kondisinya sudah rata dan tidak terdapat vegetasi di dalam tapak, hanya pada sepanjang pinggir sungai terdapat vegetasi berupa pepohonan besar dan semak-semak liar. Selain lokasi hal yang penting untuk menjadi perhatian adalah batas tapak dan kondiri eksisting dari bangunan. Tapak proyek berbatasan dengan Jl. Guru Patimpus di sisi utara yang merupakan akses dan jalan utama menuju ke tapak. Pada sisi barat, tapak berbatasan langsung dengan Sungai Deli yang

Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak


(22)

menjadi tema dan fokus utama dalam desain SPA 6 ini, dengan pemandangan keluar menghadap ke area pemakaman. Bagian selatan tapak berbatasan dengan area residensial yang memiliki akses tembusan menuju tapak, sedangkan sisi timur tapak berbatasan dengan tapak Podomoro City (kondisi eksisting Deli Plaza, sedang dalam pengembangan).

Kondisi Tapak

Suasana tapak terasa tenang dan sejuk dikarenakan matahari sudah lebih condong ke arah barat sehingga terik yang terasa sejak tadi siang perlahan-lahan mereda. Terlebih lagi

vegetasi sepanjang pinggiran sungai yang telah disebutkan sebelumnya menambah rasa sejuk saat melakukan pengamatan. Penggunaan vegetasi dapat menurunkan panas yang ada di suatu wilayah atau bangunan dengan beberapa cara yaitu: menghalangi sinar matahari langsung, kemudian dengan cara evapotranspiration yaitu sebuah proses dimana

daun mengeluarkan air sisa fotosintesis yang kemudian menguap dan membantu mendinginkan udara. Vegetasi juga dapat menjaga suhu tanah menjadi lebih dingin

Ilustrasi 7 - Vegetasi Sepanjang Tapak yang Bersebelahan Dengan Sungai


(23)

karena meminimalisir turunnya kelembaban tanah.6 Walaupun suasana sejuk hanya terasa di sepanjang pinggiran sungai, paling tidak masih ada sebagian wilayah yang terasa nyaman untuk digunakan untuk berjalan kaki.

Kondisi ini sangat kontras dengan suasana di batas tapak sebelah utara yaitu sepanjang Jl. Guru Patimpus. Lalu lalang kendaraan bermotor disertai dengan

kemacetan yang lazim ditemui pada setiap jam pulang kantor membuat udara di utara tapak terasa lebih panas walaupun waktu sudah menunjukan pukul 17.30. Dengan sirkulasi yang satu arah, Jl.Guru Patimpus masih terhitung padat dan macet karena dilalui merupakan jalur terusan 2 jalan besar lainnya yaitu Jl. Balai Kota dan Jl. Perintis Kemerdekaan. Kepadatan jalan membuat beberapa pengendara sepeda motor menggunakan trotoar sebagai jalurnya, sedangkan penulis yang saat itu mengguakan jalur pejalan kaki hanya bisa mengalah saja saat jalur yang seharusnya digunakan diserobot oleh para oknum pengendara sepeda motor tersebut. Kondisi trotoar di sekitar tapak juga terhitung baik dan hanya memerlukan sedikit penataan tanpa perlu melakukan perombakan besar-besaran. Lebar trotoar yang mencapai 1,5 meter dirasakan sudah cukup nyaman digunakan untuk berjalan kaki walaupun ada beberapa halangan seperti vegetasi yang ditanam di trotoar atau penempatan halte bus yang tidak sesuai, sehingga

6

Artikel Bulleen Art & Garden, “Reducing the heat with vegetation” -

http://www.baag.com.au/?p=5985


(24)

tetap membutuhkan penataan lebih lanjut. Karena matahari yang semakin condong ke arah barat dan hari semakin gelap, maka observasi tapak di hari ini juga selesai.

Berdasarkan hasil observasi, maka dimulailah penyusunan data yang digunakan untuk menganalisis aspek-aspek yang berkaitan dengan desain proyek. Setiap data didokumentasikan dan disusun berdasarkan jenis datanya. Penulis mencari beberapa data selain dari observasi langsung, yaitu menggunakan data sekunder dari berbagai sumber diiantaranya peta kota Medan untuk mengetahui ukuran tapak, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Medan sebagai acuan fungsi bangunan di sekitarnya. Dengan menggabungkan data primer dan sekunder maka didapatkanlah hasil yang lebih akurat dari inventarisasi data sebelumnya. Berbagai macam data seperti fungsi bangunan sekitar, peruntukan lahan, alur sirkulasi kendaraan dan manusia, batas-batas tapak, garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, vegetasi tapak, arah matahari, angin, fasilitas tapak, utilitas dan lain-lain didokumentasikan secara terperinci.

Pada kesempatan diskusi berikutnya dengan konsultan profesional, kelompok penulis memberikan data yang telah di pilah-pilah, tetapi ternyata menurut konsultan profesional, masih banyak sekali kekurangan dalam dokumentasi data kelompok. Beliau memberikan penjelasan bagaimana sebuah data harus mencantumkan sumbernya apakah sumberya terpercaya atau tidak serta bagaimana validitas dari sumber tersebut. Selain itu beliau juga memberi tahu sebelum melakukan inventarisasi data dan observasi langsung ke lapangan, sebaiknya dilakukan perencanaan dan daftar hal-hal yang akan di amati. Beliau memberitahu agar pengumpulan data menjadi lebih efisien sehingga kelompok penulis dan tentunya penulis sendiri tidak membuang-buang waktu dalam pengerjaan hal-hal seperti ini. Dalam pembuatan rencana observasi ini beliau mengatakan bahwa selain data apa yang akan diambil perkiraan sumber dari data yang akan diambil juga harus


(25)

sudah dibuat, sehingga dalam pengerjaannya terdapat gambaran yang jelas serta penulis tahu harus pergi kemana dan melakukan apa untuk mendapatkan data tersebut.

Diskusi kali ini juga memberikan sebuah pencerahan bagi penulis, dimana pihak arsitek profesional membicarakan mengenai sejarah terbentuknya kota Medan yang dimulai oleh perdagangan. Pembahasan ini berlanjut sampai bagaimana etnis Tionghoa dan India datang ke kota Medan (Deli), serta transmigrasi besar-besaran dari pulau Jawa yang merupakan permulaan munculnya orang yang sekarang disebut Jawa Deli (orang Jawa yang menetap kemudian memiliki keturunan yang lahir di Deli). Selain itu juga cerita konon Laksamana Cheng Ho pernah berlabuh di kota Medan, dan mendirikan beberapa kelenteng disini, cerita-cerita tersebut sangatlah menarik bagi penulis karena selain membuka wawasan juga menginspirasi untuk mencari tahu lebih jauh lagi mengenai hal tersebut. Dalam pikiran penulis terbesit bahwa diskusi hari ini merupakan sebuah langkah awal, sebuah perjalanan yang panjang, walaupun sebenarnya tidak sepanjang yang dibayangkan, and the long journey started.


(26)

BAB 2

Ruang Publik, Ruang Untuk Semua

Dinginnya udara pagi kota Medan membuat tubuh dan mata terasa berat untuk meninggalkan kasur yang walaupun tidak mewah, tapi cukup nyaman bagi penulis. Waktu sudah menunjukan pukul 5.45 pagi, tapi rasa lelah setelah beraktivitas seharian kemarin agaknya tidak terbayarkan oleh tidur malam ini. Dalam pikiran tiba-tiba penulis terbayang bagaimana di setiap pagi yang dingin seperti ini masyarakat urban di Jakarta harus bangun jauh lebih awal daripada penulis sekarang untuk berangkat ke kantor atau sekolah dan menghindari kemacetan yang pada kenyataannya tetap tidak terhindari juga. Terlintas di dalam pikiran, jika

kota Medan tidak ditata dengan baik mungkin dalam 5, 10 atau 15 tahun lagi kondisi serupa dapat terjadi disini bahkan bisa jadi situasinya menjadi lebih akut

daripada kemacetan Jakarta.

Transportasi Umum

Situasi di kota-kota besar Indonesia pada pagi hari sangatlah identik antara satu sama lainnya, dimana jalan “dikuasai” oleh pengguna sepeda motor. Sangatlah jelas dan nyata jika dilihat dari jumlahnya pada tahun 2012 jumlah mobil penumpang berjumlah 10.432.2597, dan jika dibandingkan dengan jumlah sepeda motor? Angka yang sangat fantastis muncul yaitu 76.381.183, penulis bisa memastikan bahwa pembaca tidak salah

7

Badan Pusat Statistik “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2012” - http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17&notab=12


(27)

membaca ataupun terdapat kesalahan dalam penulisan, tujuh puluh enam juta sepeda motor berseliweran di jalanan Indonesia. Kondisi ini akan terlihat lebih buruk jika kita beranjak ke fakta berikutnya mengenai salah satu moda transportasi umum di Indonesia, yaitu bus. Jumlah total bus di seluruh Indonesia jika dibandingkan dengan mobil penumpang terlihat menyedihkan, apalagi jika dibandingkan dengan sepeda motor, yaitu hanya sejumlah 2.273.821.

Fakta-fakta diatas tentunya sangat menyedihkan jika ditelisik, terlebih lagi jika dibandingkan dengan kemampuan angkut dan luas jalan yang dibutuhkan per penumpang, bus memiliki efektifitas yang jauh lebih tinggi daripada mobil atau sepeda motor. Apabila dihitung, satu mobil dengan lebar rata-rata 1,5 m dan panjang 3-4 m, mampu mengangkut 4-6 orang maka didapatkan luas per mobil di jalan sekitar 6 m2 yang artinya menghabiskan area sekitar

1-1,5 m2per penumpang tanpa memperhitungkan jarak antar kendaraan. Sedangkan pada

bus dengan lebar 2,5 m dan panjang 12 m, daya angkutnya rata-rata adalah 50 orang sehingga luas per penumpangnya adalah 0,5 m2.8 Dapat dibayangkan efisiensi dengan bus saja mencapai 3x lipat dibandingkan mobil pribadi.

Lamunan penulis teralih sejenak karena tiba-tiba alarm berbunyi, pertanda penulis harus segera bersiap-siap pergi menuju kampus. Sepanjang jalan penulis tetap memikirkan lamunan pagi hari tadi, sambil membayangkan betapa nikmatnya jika kota ini memiliki sarana transportasi yang murah, mudah, nyaman dan aman. Sejujurnya bagi penulis menggunakan tranportasi umum jauh lebih menyenangkan dan nyaman

8

Dikutip dari bab Mencegah Keambrukan Lalu Lintas “Wawasan Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan” – Eko Budihardjo.


(28)

dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi, terlebih lagi jika harus menyetir sendiri. Karena perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dapat menjadi sangat melelahkan jika dilakukan pada jam-jam puncak kepadatan lalu lintas. Waktu yang terbuang pada saat seperti itu tentunya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif misalnya membaca buku, atau mungkin kegiatan rekreatif seperti mendengar musik dan bermain video game, yang hanya bisa dilakukan jika kita tidak sedang berkendara.

Brisbane

Tak disangka-sangka lamunan tadi pagi memberikan ide bagaimana proyek desain Perancangan Arsitektur 6 seharusnya dibuat. Penulis mendapatkan ide bagaimana sebuah kota dan kawasan haruslah memberikan rasa nyaman dan manusiawi terhadap penggunanya. Segala aspeknya sebaiknya memperhatikan unsur-unsur manusia dan tanggapannya terhadap lingkungan sekitar. Penulis memutuskan aspek manusia dan lingkungan sekitar akan menjadi kerangka serta pondasi dari desain yang akan penulis buat nantinya. Mengapa? Karena pertanyaan pertama dan yang paling fundamental setelah sebuah lingkungan binaan dirancang dan dibangun adalah, apakah tempat itu digunakan oleh penggunanya? Menurut sudut pandang pribadi penulis, dalam konteks ini apalah guna estetika jika tidak memberikan manfaat bagi penggunanya.

Berangkat dari kerangka tersebut, maka penulis memulai proses menganalisa aspek-aspek yang akan mempengaruhi desain kawasan dan bangunan. Banyak sekali aspek yang harus dianalisa sebelum melakukan desain bangunan, mulai dari aspek tapak sampai ke manusianya itu sendiri. Aspek pertama yang akan dianalis adalah masalah akses menuju tapak, hal ini membawa penulis ke memori 7 tahun yang lalu saat penulis mengunjungi salah satu kota di Australia. Pada satu sore disana kebetulan penulis memiliki waktu yang agak senggang dan memutuskan untuk pergi ke Brisbane River,


(29)

yaitu sungai yang membelah kota Brisbane menjadi 2 bagian utara dan selatan. Untuk pergi kesana penulis harus berjalan kaki kira-kira 600 m untuk mencapai pemberhentian bus terdekat, dan penulis melakukan itu dengan perasaan yang senang tanpa keberatan sama sekali selain karena jaraknya yang tidak terlalu jauh9 kemudian dapat ditempuh dengan sangat nyaman dengan lebar pedestrian kurang lebih 2 m serta dipenuhi dengan vegetasi yang rindang dan udara yang bersih.

Sekitar 3 menit setelah sampai di halte, bus tiba sesuai jadwal yang terpajang di papan informasi, sangat kontras jika dibandingkan

pengalaman penulis saat

menunggu Transjakarta beberapa bulan yang lalu, saat itu penulis menunggu bus datang lebih dari satu jam di dalam kotak besi yang sangat panas. Kembali ke perjalanan ke

Brisbane River, perjalanan memakan kurang lebih 20 menit untuk sampai ke

pemberhentian bus terdekat. Mudahnya akses untuk pergi kesana merupakan salah satu alasan mengapa tempat ini ramai dikunjungi, walaupun sebenarnya hampir semua daerah di Brisbane terjangkau dengan transportasi publik dan nyaman dilalui, tetapi sekali lagi hal ini memberikan gambaran bagaimana pentingnya kemudahan akses terutama pejalan kaki untuk mencapai suatu tempat.

9

Walkcore – Measure walkability score - http://www.walkscore.com/methodology.shtml Ilustrasi 11 – Pemberhentian Bus di Chermside, suburb Brisbane


(30)

South Bank

Desain dari South Bank- namadaerah ini disebut- memang dengan sengaja dibuat

sebagai tempat berkumpul penduduk Brisbane. Terdapat berbagai macam fasilitas yang mendukung seperti jogging track, stan makanan toilet umum dan sebagainya. Bahkan

tidak Cuma fasilitas umum, terdapat juga titik-titik yang dapat menjadi generator aktivitas seperti moda transportasi Citycat, sebuah kapal yang namanya diambil dari catfish (ikan

lele) karena bentuknya yang mirip dengan ikan lele dan digunakan untuk menyeberangi sungai serta kini

berhasil menjadi salah satu magnet wisata yang menarik bagi turis, museum seni,

amphiteater,

apartemen, mini market dan lain-lain. Saat itu, penulis tidak menyadari bahwa desain disepanjang muka sungai itu sangat berhasil mengakomodasi kebutuhan penggunanya, yang ada dipikiran hanyalah bagaimana suasana saat itu tidak pernah penulis temukan di Indonesia. Bagaimana penduduk kota Brisbane berbaur dan bercampur di tempat tersebut, mulai dari turis, warga lokal, kulit hitam, kulit putih, asia semua bercampur disana. Bayangan tempat nilah yang menjadi acuan bagaimana kegiatan di muka sungai desain studio perancangan arsitektur 6 seharusnya.

Banyaknya generator aktivitas disana serta dikombinasikan dengan mudahnya dan nyamannya akses menjadi faktor yang sangat besar bagaimana sebuah tempat bisa memiliki tingkat okupansi yang tinggi dan tetap nyaman digunakan. Penulis sangat


(31)

terkesima bagaimana banyak sekali orang menggunakan South

Bank dalam beraktivitas

dan bersosialisasi. Keragaman ini juga menunjukan bahwa

ruang terbuka publik tersebut secara desain telah sukses10 dan dapat menjadi acuan untuk desain ruang terbuka yang baik. Keragaman aktivitas tadi tidak terlepas dari banyaknya titik-titik aktivitas yang ada disana seperti disebutkan diatas, oleh karena itu penulis berpikiran bagaimana desain riverfront penulis nanti memiliki keragaman aktivitas yang

dapat dilakukan dan mampu mengakomodasi aktivitas-aktivitas tersebut. Potensi ini sungguhnya ada, karena secara umum penduduk kota Medan terdiri dari berbagai macam golongan, suku agama dan alatar belakang yang berbeda-beda. Kemampuan penulis untuk merangkul pihak-pihak inilah yang nantinya akan menjadi kunci keberhasilan desainnya.

10

Project for Public Spaces | What Mak es a Successful Place? - http://www.pps.org/reference/grplacefeat/5/6


(32)

BAB 3

Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi

Sebuah kota yang ramah dan manusiawi merupakan kota yang mudah untuk dicapai, sehingga memungkinkan mobilitas untuk semua kalangan.11 Pernyataan diatas menunjukan bagaimana bentuk rancangan sebuah kota di masa depan yang mudah untuk dicapai, terbuka untuk semua kalangan, dan ramah terhadap manusia. Selain dari hal yang sudah disebutkan, masih ada aspek lain yang mempengaruhi keramahan suatu kawasan dan bangunan, terutama ditinjau dari aspek desain bangunan. Bentukan massa dan desain fasade sebuah bangunan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi serta kenyamanan pengguna bangunan tersebut.

Dalam beberapa dekade terakhir, desain bangunan memiliki kecenderungan bentang yang lebih lebar dan pintu masuk utamanya menjadi lebih minimalis atau dipindahkan dari depan jalan besar ke area parkir.12 Kecenderungan bangunan dengan skala yang terlalu besar untuk manusia menyebabkan rasa tidak nyaman, tertekan dan kurang manusiawi untuk pengguna. Terbentuknya banyak ruang mati pada pedestrian dari bangunan yang masif menyebabkan jalan untuk manusia terasa sangat sempit, selain itu bentuk bangunan yang masif juga mengesankan bangunan menjadi monoton dan kurang variatif. Skala bangunan yang nyaman dapat dicapai dengan mengatur ukuran baik secara horizontal (bentang bangunan) atau secara vertikal (tinggi bangunan).

11

Louise Kielgast, Gehl Architects – The Cities of The Future are People-Friendly City -

http://denmark .dk /en/green-liv ing/bicy cle-culture/the-cities-of-the-future-are-people-friendly -cities/

12

Pedestrian Friendly Code Directory: Human-Scale Building Facade -


(33)

Desain yang manusiawi

Secara horizontal, desain bangunan yang baik dapat dicapai dengan cara membagi menjadi modul-modul yang tidak terlalu lebar, sehingga terlihat lebih variatif dan manusiawi. Dalam kasus bangunan komersil fasade bangunan yang berukuran masif dapat dipecah menjadi retail-retail yang lebih kecil sehingga bangunan yang sebenar nya merupakan satu kesatuan yang besar menjadi kumpulan atau deretan retail yang lebih manusiawi dan ramah terhadap

pengguna. Secara vertikal bangunan yang terlalu tinggi akan menghalangi cahaya matahari dan membuat pedestrian seakan-akan terhalangi oleh dinding yang sangat tinggi. Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tersebut ada dua alternatif yang dapat dilakukan, yang pertama adalah apabila sebuah bangunan dengan tinggi lebih dari 3 lantai, maka bangunan tersebut sebaiknya lebih dimundurkan dari garis sempadan bangunan (GSB) depan. Cara berikutnya adalah dengan menyusun bangunan secara bertingkat, sehingga efek kenaikan dan sudut pandang dari arah pejalan kaki tidak terlalu tinggi.

Pendekatan desain lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemilihan material serta komponen pembentuk fasade. Pemilihan komponen fasade yang tepat akan sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keramahan bangunan terhadap

Ilustrasi 14 – Sempadan Bangunan yang Dimundurkan, serta Bangunan yang Dibagi Menjadi Beberapa Segmen


(34)

pengguna. Pengolahan fasade bangunan sebaiknya memiliki pola yang terlihat dengan jelas dan teratur atau dikelompokan sehingga membentuk desain yang padu, kemudian elemen-elemen arsitektur seperti kolom, balok, kanopi, jendela dan pintu sebaiknya sejajar dengan bagian fasade yang berdekatan. Memperjelas batasan antara lantai juga dapat digunakan sebagai salah satu cara pendekatan untuk mencapai bangunan yang ideal. Membuat banyak bukaan atau membuat fasade lebih transparan di lantai dasar sehingga pengguna jalan dapat melihat ke dalam bangunan dapat membuat bangunan menjadi lebih ramah dan memperjelas batasan antara lantai bangunan. Pemilihan material fasade seperti yang sudah disebutkan diatas, memiliki peran yang tidak kalah penting. Contohnya adalah penggunaan material seperti batu alam dan bata ekspose, akan memberikan kesan yang lebih alami serta memiliki skala yang lebih manusiawi dibandingkan dengan menggunakan aluminium composite panel (ACP). Aplikasi material

yang bertekstur dan bermodul lebih kecil dapat memberikan kesan yang ramah dari bangunan, karena material yang lebih kecil akan terasa lebih dekat dan memberikan kesan seakan material tersebut dapat disentuh.

Penerapan Dalam Humanopolis

Berbagai konsep dan model desain diatas memiliki hubungan yang sangat erat dengan bagaimana menciptakan kota yang manusiawi atau Humanopolis. Penerapan konsep-konsep diatas secara tidak langsung juga merupakan penerapan konsep dari Humanopolis yang sangat penting jika mengingat kondisi perkotaan yang serba masif dan menekan. Konsep Humanopolis yang menekankan pentingnya sebuah kota memiliki interkoneksi antara satu bangunan ke bangunan lainnya dalam bentuk pedestrian yang terstruktur serta penggunaan berbagai elemen-elemen penghias citra kota seperti lampu taman, bangku, rerumputan, patung, air mancur dan sebagainya untuk melembutkan kota dari citra masif dan menekan.


(35)

Perancangan bangunan yang lebih ramah terhadap manusia akan mendorong kenaikan penggunaan ruang publik, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi sosial antar pengguna semakin tinggi juga. Jika dikaitkan dengan konsep Humanopolis, hal diatas menurut Budihardjo (2009) mencerminkan salah satu prinsip Humanopolis yaitu bagaimana runag-ruang perkotaan yang ada saling dihubungkan satu sama lain, sehingga menjadi satu kesatuan berupa ruang perkotaan yang bersifat sosial.13 Penciptaan ruang-ruang sosial inilah yang akan memperkaya pengalaman serta interaksi antara manusia yang terjadi di ruang publik.

Stakeholder

Dalam upaya membangun sebuah kota yang ideal untuk manusia, tentunya banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya atau disebut juga sebagai

Stakeholder. Seluruh pihak yang terlibat harus berperan aktif tanpa terkecuali agar

pembangunan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Pihak-pihak yang terlibat dalam merancang sebuah kota atau kawasan yang baik dan manusiawi terdiri dari: 1. Investor, 2. Desainer, 3. Pemerintah, 4. Pengguna, dan 5. Masyarakat sekitar. Investor sebagai pemegang dana merupakan pihak yang memiliki wewenang tertinggi dalam sebuah pembangunan yang mana berlanjut atau tidaknya sebuah proyek sangatlah bergantung kepada keputusan investor. Tujuan utama seorang atau sekelompok investor dalam pembangunan tentunya mendapatkan keuntungan dari investasinya, sehingga terkadang investor sering luput dalam penggunaan atau desain yang manusiawi.

Untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, maka peranan desainer disini juga tidak kalah penting. Selain merancang bangunan/kota/kawasan, seorang desainer juga harus mampu mengedukasi investor tentang faktor-faktor sosial dan manusia di dalam

13


(36)

pembangunan proyek. Komunikasi yang baik antara desainer dan investor dapat menghasilkan sebuah kolaborasi yang kuat sehingga membantu terciptanya desain yang ideal. Kemampuan berdiplomasi dan bernegosiasi sangatlah penting sehingga tujuan dari desain tetap tercapai tanpa masalah dengan pihak owner atau investor. Pemegang

kepentingan lainnya adalah pemerintah, baik itu dalam skala kota, provinsi atau nasional. Pemerintah memiliki peran sebagai regulator atau penegak peraturan untuk memastikan sebuah proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara atau wilayah tersebut. Sebagai regulator, tentunya pemerintah harus memiliki ketegasan dan tidak pandang bulu dalam menegakkan peraturan, sehingga dengan konsistensi tersebut akan tercipta iklim yang positif dan disiplin dalam setiap proyek yang ada.

Sebuah perencanaan dapat dikatakan atau dinilai sukses apabila satu hal ini terpenuhi, yaitu: bangunan berhasil berdiri dan digunakan, serta memberikan rasa nyaman dalam menggunakannya. Untuk itu, peran pengguna sebagai stakeholder juga sangatlah krusial. Dapat dibayangkan sebuah bangunan telah selesai dibangun, dengan desain yang secara visual sangat luar biasa tetapi tidak digunakan oleh penggunanya. Selain itu sebuah proyek juga harus memperhatikan dampak pembangunan terhadap masyarakat sekitar. Jika pembangunan sebuah proyek ternyata mengganggu masyarakat sekitar, tentunya hal ini akan menjadi masalah di kemudian hari. Terjadinya demonstrasi, penuntutan secara hukum terhadap pemilik, desainer atau regulator dapat terjadi jika sebuah proyek melewati batas kenyamanan dan privasi masyarakat sekitar yang tentu akan menyebabkan terhambatnya proses pembangunan tersebut.

Brainstorming

Masih terbayang-bayang di benak penulis bagaimana sebuah kawasan muka sungai dapat menjadi tempat yang penting dalam kehidupan masyarakat sekitarnya dan


(37)

alangkah indahnya jika kota Medan yang sebenarnya memiliki potensi tersebut karena dilintasi dua sungai besar yaitu sungai Deli dan sungai Babura dapat menyadari serta memenuhi potensi tersebut. Jauh api dari panggang rasanya untuk mewujudkan kawasan yang ideal jika melihat kondisi nyata di lapangan bagaimana pengelolaan dan penataan kawasan muka sungai-sungai diatas, tetapi hal itu juga terasa sangat dekat karena seperti disebutkan sebelumnya, sebenarnya potensi untuk mewujukannya ada di depan mata kita semua.

Analisis yang dilakukan oleh penulis satu minggu yang lalu pada intinya telah sedikit menyerempet mengenai bangunan apa yang akan dibangun dan apa yang menjadi tema individu dalam desain, darimana penulis mendapatkan inspirasi untuk mewujudkan

Riverfront Urban Lifestyle

Konteks Desain Riverfront

Kebutuhan Masyarakat

Humanopolis

Kawasan Komersil Ruang Terbuka

Publik

Mengakomodasi Ruang Publik & Komersil


(38)

hal ini, serta mengapa hal ini sangat penting untuk dilakukan. Untuk dapat menentukan tema spesifik tentunya, penulis harus merujuk terhadap tema besar yang telah diberikan, serta tema kelompok penulis sendiri. Tema individu ini haruslah mencerminkan, serta mengaitkan antara kedua tema tersebut menurutku yang ternyata setelah melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, beliau juga memberikan saran yang serupa terhadap kelompok kami. Dengan bermodalkan pendapat dari dosen pembimbing, penulis mulai dengan melakukan brainstorming14 yaitu sebuah proses diskusi untuk menghasilan

ide dan pemecahan masalah, serta mind mapping15 yaitu sebuah teknik untuk

memvisualisasikan hubungan antara beberapa ide atau potongan informasi, setiap ide atau informasi yang ada ditulis dan dihubungkan dengan garis atau kurva untuk menunjukan tingkat keeratan dan kepentingan hubungan dari ide atau informasi tersebut. Penulis menganggap proses ini sangat penting untuk dilakukan, karena jika tidak didahulu dengan melakukan hal tersebut maka akan terjadi kecenderungan pengerjaan yang tidak fokus dan tidak memiliki tujuan yang jelas.

Riverfront

Maka penulis mengawali proses ini dengan melakukan identifikasi terhadap tema utama yaitu Riverfront atau kawasan muka sungai. Kawasan muka sungai dapat

didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di sepanjang sungai16. Jika ditelisik lebih jauh lagi, maka pembahasan kawasan muka sungai akan mencakup mengenai sungai itu sendiri, garis sempadan sungai dan jalan inspeksi, profil sungai, kedalaman, lebar sungai, kondisi eksisting, bangunan di sepanjang sungai, ruang terbuka dan sebagainya. Tema kedua adalah urban lifestyle, secara harfiah jika diartikan adalah

14

Brainstorm Definition - http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/brainstorm 15What is Mind Mapping? http://www.businessdictionary.com/definition/mind-mapping.html 16

“a land or property alongside the river”


(39)

gaya hidup perkotaan. Seperti apakah yang dimaksud dengna gaya hidup perkotaan? Bagaimana gaya hidup perkotaan tersebut berlangsung? Siapa pelakunya?

Tulang punggung dari gaya hidup perkotaan secara umum dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat kota memenuhi kebutuhannya, baik dari sisi ekonomi atau sosial. Dari hasil diskusi dengan konsultan profesional, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan yang menjadi roda ekonomi utama di perkotaan adalah kegiatan perdagangan. Sangatlah logis jika disimpulkan, karena dengan keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal, melakukan kegiatan produksi tentunya akan mmbutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak efisien. Perdagangan disini juga tidak hanya terbatas pada barang namun termasuk di dalamnya penyediaan jasa, serta pusat-pusat perkantoran dari berbagai macam perusahaan. Gaya hidup masyarakat perkotaan juga sangat dipengaruhi terhadap kebutuhan sosial masyarakat itu sendiri, mulai dari hal apa yang dilakukan oleh masyarakat kota tersebut untuk bersosialisasi? Kemanakah tempat yang dituju jika ingin bertemu dengan teman, kolega atau pasangan? Apa yang dilakukan untuk mendapatkan hiburan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas akan mampu mendefinisikan secara umum bagaimana kehidupan masyarakat perkotaan di suatu kota.

Mengakomodasi Kebutuhan

Kemampuan memilah-milah, dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan tadi akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari desain yang akan dibuat. Penulis menyadari hal tersebut menjadi penting karena memang tugas dari seorang arsitek adalah memecahkan masalah yang ada. Kota Medan seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, memiliki pusat-pusat perkantoran dan perekonomian yang menjadi simpul dari perputaran ekonomi kota. Penulis juga merupakan bagian dari hal tersebut, karena setiap pagi harus berangkat kuliah bersama dengan para pekerja yang tentunya menuju kantor atau tempat kerjanya


(40)

masing-masing. Sebuah kantor dengan jam kerja yang normal beroperasi dari pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore, 8 jam, bahkan lebih jika menghitung waktu perjalanan pulang dan pergi, waktu kita dalam satu hari dihabiskan di tempat kerja. Gambaran ini yang akan diakomodasi lewat desain, dengan membangun kawasan perkantoran kreatif yang terpadu dimana pekerja dapat memenuhi kebutuhan seperti sarapan pagi, makan siang atau tempat untuk bersantai dan mendapatkan hiburan di dalam kawasan perkantorannya tanpa perlu pergi ke tempat yang lebih jauh.

Sebagai bagian dari masyarakat kota Medan, tentunya penulis secara umum mengetahui bagaimana kebiasaan masyarakat kota ini untuk mencari dan mendapatkan hiburan. Tanpa

perlu menjadi pengamat yang ahli penulis dapat melihat

sebuah fenomena bagaimana ramainya pusat-pusat perbelanjaan pada setiap akhir pekan, bahkan pernah dalam satu ketika penulis membutuhkan waktu hampir satu jam untuk keluar dari salah satu pusat perbelanjaan. Pengalaman penulis menunjukan bahwa masyarakat kota Medan dan secara lebih luas lagi di kota-kota besar di Indonesia mencari sumber hiburan di pusat perbelanjaan. Misalnya di kota Jakarta, pertambahan pusat perbelanjaan sangat fantastis angkanya, dimana 10 tahun yang lalu hanya terdapat kurang dari 50 pusat perbelanjaan eningkat lebih dari 3 kali lipat pada tahun 2013 menjadi 170

Ilustrasi 16 - Gandaria City, Shopping Center di Jakarta, dikembangkan juga oleh Podomoro Group


(41)

pusat perbelanjaan.17 Kondisi serupa juga ditemui di kota Medan yang mulai membangun pusat-pusat perbelanjaan baru seperti Medan Focal Point, Center Point Medan, Hermes Place, dan yang sedang dalam proses pembangunan seperti Deli Podomoro City. Perkembangan diatas tentunya bukan tanpa latar belakang, sebab hukum ekonomi pasti berlaku disini, dimana ada permintaan maka disitu akan muncul suplai. Adanya kebutuhan akan pusat perbelanjaan baru juga mendorong pengembang untuk membangun pusat-pusat perbelanjaan.

Ruang Untuk Semua

Tetapi pembangunan ini juga memiliki dampak yang negatif karena dapat menimbulkan segregasi sosial atau ekonomi. Kesenjangan antara si miskin dan si kaya akan sangat terasa, terutama dengan kesan eksklusif yang ditimbulkan oleh sebuah mall.

Belum lagi sebagai ruang publik, penulis juga melihat kecenderungan mall sebagai sebuah ruang publik yang sangat artifisial18 karena tidak benar-benar bisa digunakan dan dinikmati oleh setiap kalangan. Selain itu mall juga tidak memberikan ruang kepada pedagang-pedagang kecil yang memiliki modal sedikit dan tidak mampu menyewa ruang di mall tersebut. Kalaupun misalnya dipaksakan, berapa lama pedagang tersebut akan bertahan disana jika memang kemampuannya tidak mencukupi untuk menyewa tempat tersebut. Faktor ketiga yang menjadi masalah dalam pembangunan sebuah pusat perbelanjaan adalah perubahan pandangan terhadap pusat perbelanjaan itu sendiri. Pusat perbelanjaan kini bukanlah sekedar tempat untuk berbelanja atau mencari hiburan, tetapi telah menjadi sebuah landmark untuk daerah dimana pusat perbelanjaan tersebut berada.

17

Artikel Info Bisnis Internasional -

http://www.infobisnisinternasional.com/berita/lifestyle/11/april/2013/gempuran-pusat-belanja

18

Masihkah Kota-Kota Indonesia Butuh Mall? -


(42)

Untuk menjembatani sebuah ruang terbuka yang inklusif, alami, cair dan memiliki tingkat sosial yang tinggi, maka penulis berpikiran bagaimana mendesain sebuah shopping mall dan kantor yang terintegrasi, tetapi juga menyediakan ruang

terbuka yang cukup dan dapat menjadi sarana berekspresi dan bersosialisasi bagi masyarakat dan penggunanya. Tentunya desain bangunan ini haruslah memberikan sebuah perasaan yang serupa dengan pengalaman pengunjung pusat perbelanjaan tetapi memiliki nilai lebih dan tidak artifisial. Penggunaan pusat perbelanjaan sebagai tempat rekreasi dan kegiatan sosial merupakan wujud yang sangat nyata kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik, dengan landasan inilah maka desain yang yang penulis buat adalah pusat perbelanjaan yang memiliki sifat terbuka (open), mudah dicapai (accessble), dan

ramah (friendly). Dalam beberapa kesempatan penulis sering mengeluhkan kepada

teman-teman penulis, bahwa kota ini sangat kekurangan ruang publik, walaupun ada ruang-ruang publik tersebut tetap saja banyak fakotr yang membuat penulis enggan untuk kesana seperti keamanan, kebersihan, pencapaian tempat yang sulit, tidak adanya fasilitas umum dan banyak lagi yang lainnya.

Jadi desain yang seperti apakah yang ideal dalam mendesain ruang publik? Plaing tidak ada 4 kriteria kunci yang harus terpenuhi yaitu: 1. Access

and Linkage (kemudahan untuk

diakses dan dicapai), 2. Comfort

and Image (memiliki tempat

yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan

Ilustrasi 17 – Indikasi Ruang Publik Ideal, Anak-anak dan Wanita Berkunjung dan Beraktivitas


(43)

orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi

dimana orang saling bertemu satu sama lain)19. Kriteria diatas merupakan hasil dari observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project for Public Spaces (PPS). Minggu lalu penulis sudah berbagi bagaimana pengalaman penulis dalam merasakan sebuah ruang publik yang nyaman, tentunya perwujudan seperti itulah yang ingin dirancang kali ini sehingga diharapkan bangunan ini dapat menjadi pelopor kecil transisi perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan menjadi lebih menghargai serta mengubah persepsi mengenai ruang terbuka publik itu sendiri yang jika diterapkan oleh pengembang-pengembang lain, akan memberikan efek yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat perkotaan kota Medan.

19


(44)

BAB 4

Menggubah Rasa Menjadi Massa

Bayangan dari tujuan desain mulai dapat dirasakan dan tervisualisasikan di dalam pikiran penulis. Sebuah tempat dimana semua semua kalangan dapat merasa aman untuk berinteraksi, bersosialisasi, melakukan aktivitas di luar ruangan sekaligus mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan di masa kini. Konsep dari rancangan bangunan yang akan penulis gunakan tentunya harus mencerminkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan seluruh pihak yang memiliki kepentingan di dalam proyek ini. Secara sadar penulis mengetahui bahwa setiap keputusan dari konsep tentunya harus berdasarkan analisis dan data yang telah dibuat dan dirancang sebelumnya. Bagaimanakah desain dari lansekap bangunan? Seperti apakah desain yang Humanopolis itu? Saat ini pertanyaan-pertanyaan itu sedang berputar di dalam pikiran penulis, terutama yang sangat menghantui adalah bagaimana cara melakukan desain yang Humanopolis?

Penulis bahkan tidak berhasil menjawab pertanyaan tadi sampai saat asistensi dengan dosen pembimbing tiba. Penulis tidak berhasil menyelesaikan gambar yang dibutuhkan untuk asistensi, bahkan jangankan gambar terukur, sketsa mengenai bentuk bangunan pun tidak berhasil diselesaikan. Hanya diagram mengenai keterkaitan ruang yang berhasi dibuat walaupun dengan sangat seadanya, zona-zona bangunan yang dibuat oleh penulis berdasarkan analisis memang terlihat memenuhi kebutuhan, tetapi penulis tidak mampu mempresentasikannya dengan baik dan lengkap. Ruang yang telah disusun mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan program tetapi terlihat hanyalah seperti susunan ruang-ruang tanpa makna apapun. Dosen pembimbing penulis tidak melakukan penilaian apapun karena menganggap gambar tersebut tidak selesai, beliau hanya memberikan penilaian karena penulis berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau.


(45)

Menjawab Bentuk

Sepanjang asistensi dengan beliau, penulis melihat bagaimana teman-teman satu kelompok penulis menjelaskan konsep mereka, dengan seksama penulis memperhatikan bagaimana proses mereka mendesain. Tetapi walaupun penulis begitu, tetap saja ide bagaimana desain yang seharusnya dibuat tidak mampu diwujudkan. Konsep hebat yang dibuat teman satu grup seperti ekspresi air, metafora aliran air, dan berbagai macam konsep lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan, sedangkan bagaimana dengan konsep penulis? Terlihat jelas bahwa penulis sedang berada di jalan buntu, tidak bisa mengeluarkan ide, penulis menyadari betul bahwa ada yang salah dengan apa yang dilakukan. Penulis merasa sangat bingung dengan pendekatan apa yang harus digunakan untuk mencapai sebuah desain yang Humanopolis.

Pada awalnya penulis menggunakan pendekatan bentuk bangunan mengikuti fungsi ruang (form follow function)20 karena tentunya kebutuhan dasar ruang harus

terpenuhi terlebih dahulu, dan juga pada awal briefing disebutkan bahwa proyek ini lebih mendekati proyek nyata sehingga harus lebih hati-hati dalam merancang. Tetapi agaknya penulis memikirkan hal ini terlalu dalam, sehingga pada akhirnya penulis terjebak pada hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Desain apapun seharusnya memiliki proses yang tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah kasus, tempat dan konteksnya saja. Susunan blok-blok ruang yang telah terbentuk sangatlah jauh dari apa yang penulis inginkan, pada proses desain yang sebelumnya penulis tidak pernah terjebak hal yang seperti ini.

Dalam rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, penulis mencoba menyusun dan mendesain lagi dari awal. Penulis memulai dengan membuat batasan pada tapak sesuai

20


(46)

garis sempadan, kemudian menarik garis mengikuti bentukan sungai sebagai referensi batas serta bentuk bangunan. Penulis menyusun sedemikian rupa sehingga terbentuk susunan retail mengikuti alur sungai serta dapat membentuk sebuah arcade. Bentukan ini dimaksudkan agar desain bangunan menjadi lebih dinamis dan tidak monoton, walaupun penulis sendiri menganggap bahwa bentukan ini masih hampa, tidak memiliki jiwa dan tidak memeiliki landasan desain yang kuat. Walaupun begitu penulis tetap melanjutkan desain karena dituntut untuk menyelesaikan gambar saat asistensi berikutnya tiba.

Desain Zona

Dalam program ruang sebelumnya, penulis menyediakan tempat yang ditujukann kepada pedagang kaki lima serta UMKM untuk berjualan dagangannya, sebagai respon

yang menunjukan bahwa bangunan ini merupakan milik semua lapisan masyarakat dan bukan untuk kalangan tertentu saja. Penempatan zona UMKM dan pedagang kaki lima berada pada daerah muka sungai dan dilengkapi dengan taman serta fasilitas umum sehingga daerah tersebut menjadi lebih hidup dan menjadi generator aktivitas. Susunan ruang ini diharapkan dapat membentuk sebuah Promenade di dalam tapak, yaitu daerah

yang merupakan ruang terbuka publik, yang pada umumnya berada di pinggiran sungai yang berguna sebagai tempat rekreasi atau sebagai penghias.21

21

http://dictionary.reference.com/browse/promenade Ilustrasi 18 - Pembagian Zona


(47)

Tentunya penulis tidak melupakan desain dari akses tapak, terlebih lagi hal ini merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut kemudahan serta kenyamanan pengguna untuk menuju ke ruang-ruang yang ada di dalam tapak. Akses untuk pejalan kaki yang nyaman dan tidak bersinggungan dengan kendaraan bermotor secara langsung merupakan hal yang penting untuk diaplikasikan, terutama karena desain bangunan ini

memiliki orientasi terhadap kebutuhan dan kenyamanan manusia (pengguna). Dalam desain ini, penulis memisahkan akses antara area menurunkan penumpang dan area pejalan kaki yang menggunakan kendaraan umum, kemudian untuk mencegah pejalan kaki dan kendaraan bermotor bersinggungan, maka akses kendaraan bermotor sete lah menurunkan penumpang segera diturunkan menggunakan ramp langsung menuju ke basement sehingga membuat persinggungan antara kendaraan dan manusia tidak terjadi karena berada di ketinggian permukaan tanah yang berbeda. Kemudian akses untuk pejalan kaki tadi didesain sehingga pengguna dapat menentukan pilihan ke arah manakah mereka akan menuju, mungkin langsung ke dalam area mall, arcade, atau memilih untuk mengunjungi ruang publik dan galeri UMKM. Akses tapak juga menyedikan area dari Podomoro City menuju ke bangunan dan ruang terbuka publik yang disediakan oleh proyek ini, sehingga pengguna Podomoro City dapat menikmati area terbuka, kafe dan


(48)

fasilitas-fasilitas lainnya yang dimiliki proyek ini secara lebih mudah. Transisi antar bangunan dimanfaatkan sebagai area publik dimana orang-orang dapat berinteraksi satu sama lain sehingga tercipta suasana yang lebih cair.

Setelah dibuat akses untuk pedestrian, pengunaan vegetasi di tapak juga merupakan aspek yang penting, karena vegetasi selain berfungsi sebagai elemen yang menambah estetika dapat juga menurunkan iklim mikro pada suatu daerah jika mempunyai area tutup minimal seluas 30% dari lansekap.22 Jenis pepohonan dengan bidang tutup besar seperti beringin, flamboyan, angsana, dapat menjadi alternatif untuk mencapai bidang tutup yang lebih besar, atau dengan menggunakan pohon yang berpotensi memiliki nilai guna seperti kelengkeng, kelapa, dan lainnya sehingga saat berbuah dapat diambil dan dinikmati oleh pengguna tapak. Suasana teduh yang ada akan lebih mengundang dan lebih nyaman kepada pengguna terutama di iklim tropis, yang kecenderungan orang akan menghindari panas matahari (karena memang kita terkena matahari sepanjang tahun!) langsung dan memilih berada di dalam ruangan.

Menggubah Rasa

Untuk mengajak pengguna baik dari shopping mall, kantor pada bangunan ini, dari Podomoro City, atau dari luar tapak untuk menikmati ruang terbuka yang disediakan, tentunya diperlukan faktor lainnya, yaitu sebuah pengalaman yang didapatkan jika mengunjungi area tersebut. Perwujudan untuk mencapai hal ini dilakukan dengan menggunakan pedagang kaki lima dan UMKM seperti disebutkan diatas, tetapi kali ini tujuan mengapa pedagang kaki lima dan UMKM diakomodasi akan dijelaskan lebih lanjut. Sebagai generasi yang masih sempat merasakan hari-hari tanpa berbagai macam

22 Tauhid (2008) –“ KAJIAN JARAK JANGKAU EFEK VEGETASI POHON TERHADAP SUHU UDARA

PADA SIANG HARI DI PERKOTAAN” Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang


(49)

gadget yang bertebaran di masa sekarang, tentunya penulis merasakan kerinduan akan

ingatan bermain sepak bola di taman, berjalan di pinggir sungai, serta pergi ke daerah rawa hanya karena senang berjalan-jalan, kemudian membeli jajanan dari pedagang-pedagang kaki lima yang ada sedang berjualan di taman. Tentu untuk menghadirkan suasana tersebut, penulis tidak melakukannya dengan membuat rawa yang liar seperti dulu, tetapi dengan mengolah ruang terbuka dan pedagang kaki lima itu sendiri. Menghadirkan kondisi tersebut akan membangkitkan ingatan banyak orang serta akan menjadi nostalgia yang indah menurut hemat penulis, serta memberikan kesempatan kepada generasi yang tidak merasakan hal-hal semacam itu dalam bentuk yang telah disesuaikan dengan zaman.

Konsep-konsep itulah secara garis besar yang akan penulis tuangkan kedalam desain, tentunya penulis harus menyelesaikan konsep ini secara visual dan digambarkan dengan baik. Karena jika tidak, konsep-konsep tadi akan hilang bersama kenangan dan menjadi angan-angan seperti ingatan masa kecil akan indahnya pengalaman ketika bermain-main di tanah

kosong, rawa-rawa, wangi rerumputan setelah hujan, menuruni bukit-bukit kecil di pinggir sungai dan indahnya berteduh dari hujan dengan menggunakan daun pisang.


(50)

Proses Yang Tidak Linear

Setelah berkutat dengan berbagai macam konsep sebelumnya, penulis kemudian memulai desain bangunan dengan acuan konsep tersebut. Setelah berhari-hari mencoba menyelesaikan denah dan rancangan tapak bangunan, penulis selalu menemui kesulitan dalam menyusun konsep ruang dan zoning bangunan baik secara horizontal maupun

vertikal. Pendekatan desain berdasarkan kebutuhan ruang saja, dan tidak menggunakan konsep tertentu ternyata sangat sulit untuk diterapkan karena tidak ada garis besar desain yang menjadi panduan serta tujuan bagaimana bangunan ini akan terbangun pada akhirnya. Menggunakan pendekatan ini menyebabkan batasan-batasan dari ruang menjadi tidak jelas dan membuat konsep serta program ruang menjadi lebih sulit ditafsirkan, sebab tidak adanya batasan yang nyata sejauh apakah sebuah ruang dapat dibentuk. Pendekatan tanpa panduan atau garis besar juga menyebabkan desain penulis menjadi sangat monoton dan tidak terlihat sama sekali sisi etetikanya, bentukan bangunan menjadi terkotak-kotak dan hanya terlihat seperti kumpulan bujur sangkar yang disusun sehingga membentuk ruang, kosong, tanpa arti dan makna.

Dilatarbelakangi hal tersebut penulis memutuskan untuk mengulangi proses desain dari awal lagi dengan mencoba menggali konsep konsep yang dapat mewujudkan desain yang Humanopolis. Karena penulis merasakan bahwa masih ada jarak antara desain bangunan yang ideal dengan konsep dan tema desain yang telah ditentukan sebelumnya yaitu Humanopolis. Penulis belum mendapatkan “jembatan” penghubung yang dapat mengantarkan desain menjadi sebuah bangunan yang Humanopolis, sehingga bentukan bangunan dan zoning bangunan yang dapat mencerminkan hal tersebut. Selama

ini interpertasi penulis terhadap tema dan konsep masih berhenti sampai bangunan harus benar-benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tetapi kemudian penulis tersadar bahwa seluruh konsep dan tema arsitektur yang ada, baik yang memiliki bentuk sangat


(51)

modular atau yang memiliki bentuk abstrak sekalipun, tetap harus memenuhi atau paling tidak sesuai dengan standar-standar dan ketentuan ruang yang berlaku.

Penulis mencoba mencari benang merah antara tema desian sehingga tema tersebut dapat ditransformasikan kedalam desain bangunan, dalam upaya mencari pencerahan penulis mencoba untuk meminta saran kepada beberapa rekan sesama mahasiswa arsitektur, mulai dari yang sudah lulus sampai yang baru menyelesaikan kuliahnya. Penulis menjelaskan kepada beberapa rekan penulis bagaimana tentang konsep desain penulis, sehingga rekan-rekan penulis dapat memberikan saran dan masukan tentang bagaimana cara untuk membuat desain yang sesuai dengan tema Humanopolis. Setelah berdiskusi dengan beberapa rekan, penulis mendapatkan banyak sekali masukan bagaimana ide mereka mengenai bentukan massa bangunan yang Humanopolis itu. Salah satu ide yang diberikan oleh rekan penulis adalah bagaimana jika bentukan bangunan yang Humanopolis dibentuk dari metafora anatomi tubuh manusia yang ditransformasi menjadi bangunan. Menurut penulis ide tersebut cukup menarik, tetapi dalam konteks Humanopolis, konsep tersebut kurang kuat dan tidak memiliki dasar yang jelas, hal ini sangat jelas karena menurut interpretasi penulis, Humanopolis merupakan satu tema yang memiliki orientasi besar terhadap manusia secara keseluruhan, sehingga bentukan bangunan bukanlah sekedar interpretasi bentuk yang sempit, tetapi harus memiliki alasan tersendiri yang sesuai unsur-unsur Humanopolis.

Mengupas Kaidah Humanopolis

Diskusi ini terfokus bagaimana sebuah Humanopolis itu seharusnya, karena desain yang memenuhi kaidah Humanopolis haruslah memiliki unsur-unsur yang mampu memanusiawikan bangunan dengan segala perangkat mekanikal, elektrikal dan


(52)

strukturalnya yang masif serta keras itu.23 Elemen-elemen tapak yang berhadapan langsung dengan manusia diharapkan mampu menetralisir unsur-unsur yang keras diatas, sehingga bangunan terasa lebih manusiawi dan dapat dirasakan langsung oleh manusia itu sendiri. Maka kemudian timbul sebuah ide yaitu bagaimana jika ide bentuk bangunan dan susunan massa serta zoning didasarkan dari aspek yang paling fundamental dalam tema

Humanopolis, yaitu manusia. Manusia merupakan pangkal dari semua jenis pendekatan untuk mewujudkan desain manusiawi, karena apapun pendekatannya tentunya tujuan dari pendekatan tersebut bermuara kepada bagaimana cara untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia selaku pengguna lingkungan binaan tersebut, tentunya dengan tetap memperhatikan konteks dan tidak merusak lingkungan sekitar yang telah ada sebelumnya.

Setelah memutuskan apa yang menjadi aspek fundamental dari pendekatan desain, maka penulis memulai melakukan pencarian dan brainstorming mengenai hal-hal

yang berhubungan dengan manusia. Pencarian dimulai dengan menilik kembali hubungan manusia dengan arsitektur itu sendiri. Jika ditelisik, kita tentunya setuju jika sebuah bangunan dibangun dikarenakan adanya kebutuhan yang berhubungan dengan penggunanya nanti yaitu manusia. Bahkan bangunan seperti kebun binatang dibangun selain untuk mennjaga dan melestarikan hewan, digunakan sebagai sebuah tempat yang membuat manusia dapat melihat hewan-hewan dari seluruh dunia secara aman dan murah. Jadi dapat disimpulkan bahwa bangunan dirancang dan dibangun agar dapat memenuhi kebutuhan manusia yang tiada habisnya. Berangkat dari kebutuhan manusia, maka penulis kemudian melakukan riset dan pencarian yang lebih banyak lagi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan manusia. Didapatkanah beberapa hal yang

23

Humanopolis, Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan, Eko Budihardjo dan


(1)

Atmadijaja, Indra Saleh. 2009. Masihkah Kota-kota Indonesia Butuh Mall? (Online), (http://www.penataanruang.net/bulletin/view/_printart.asp?idart=126).

Tauhid. (2008). Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Siang Hari (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang). Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Maslow, Abraham. (1943) A Preface to Motivational Theory . Psychosomatic Medicine, 5, 85-92.

Maslow, Abraham. (1954). Motivation and personality. New York, NY: Harper. pp. 91.

Maslow, Abraham (1998). Towards a Psychology of Being. Wiley; 3rd edition. p. 89.


(2)

EPILOGUE

Setelah merekapitulasi apa yang telah dikerjakan selama kurang lebih 15 minggu,

akhirnya tiba juga tahap evaluasi desain yaitu preview 2 yang menjadi sidang akhir Studio

Perancangan Arsitektur 6 sekaligus penutup seluruh rangkaian kegiatan studio ini.

Perasaan lelah, gugup, ragu, jenuh dan sebagainya tentu menyelimuti pikiran seluruh

peserta studio ini. Termasuk penulis yang merasakan hal-hal tersebut, tetapi anehnya

menjelang pengumpulan gambar, penulis tidak merasakan hal yang sama seperti saat

sidang preview 1, kali ini suasana terasa lebih tenang dan tidak terasa kepanikan berlebih

seperti saat itu. Mungkin kejenuhan dan kepasrahan terhadap hasil akhir telah

mengalihkan pikiran dari perasaaan semacam itu sehingga penulis benar-benar merasa

tenang, yang kemudian jika dipikirkan kembali sebenarnya perasaan tenang saat itu

sangat mengerikan.

Hari-hari penuh ketenangan tersebut juga ternyata dibarengi oleh kepasifan dalam

proses pengerjaan desain. Tentunya hal ini akan menjadi sangat menakutkan untuk setiap

orang yang sedang mengejar deadline, sebab perasaan semacam ini mampu membuat kita

terlena atau bahkan berpikiran bahwa proses ini lewat tanpa perlu dipikirkan terlalu jauh.

Pikiran berbahaya semacam ini terlintas berkali-kali di pikiran penulis dan sempat

membuat penulis tidak melakukan proses apapun dalam 2 hari penuh. Beruntung penulis

memiliki orang tua sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan penuh, baik itu

lewat telepon, pesan singkat, pesan instan, atau bertemu langsung. Dukungan-dukungan

seperti ini sangat penting dalam segala aspek kehidupan, penulis percaya bahwa dengan

adanya dukungan seperti ini pekerjaan akan terasa lebih mudah, serta menjadi lebih

bermakna karena hasil dari pekerjaan tersebut tentu akan didedikasikan kepada seluruh


(3)

Kembali ke tahapan desain, pada minggu ini memasuki tahapan presentasi akhir.

Progres yang dilakukan penulis sebenarnya sudah hampir selesai semua, namun

kendala-kendala seperti yang disebutkan diatas ternyata menjadi halangan yang besar dalam

menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikan oleh penulis. Intstruksi yang diberikan

oleh koordinator Studio Perancangan Arsitektur 6 ini sebenarnya sangat jelas dan

terstruktur. Desain dan layout dari poster presentasi dibuat terlebih dahulu, kemudian

diverifikasi untuk memeriksa seberapa jauh progres yang telah dikerjakan oleh peserta

studio. Dengan bantuan asisten koordinator, maka proses tersebut dimulai dan

berlangsung selama satu minggu. Mulailah giliran penulis untuk diverifikasi, satu demi

satu gambar yang telah selesai dibuat diverifikasi sesuai dengan layout yang telah

dikumpulkan sebelumnya. Validasi gambar yang sudah ada pun dilakukan sehingga dapat

dilakukan penilaian terhadap proses desain ini. Untungnya proses ini berhasil dilewati

dengan baik, tentunya tetap dengan dukungan dari erbagai pihak, khusus kali ini penulis

benar-enar menaruh hormat terhadap koordinator dan asisten koordinator Studio

Perancangan Arsitektur 6, terlihat betul bagaimana dedikasi beliau terhadap mata kuliah

ini, serta perhatianna terhadap para mahasiswa peserta studio ini. Bentuk dukungan

koordinator seperti ini, yang selalu hadir di studio, memberikan bimbingan saat

diperlukan tentunya merupakan contoh positif yang sebelumnya penulis tidak rasakan di

studio-studio yang telah penulis lewati.

Setelah validasi selesai, maka mulailah perjuangan akhir, yaitu menyusun poster

untuk disajikan pada sidang akhir studio. Penulis merasakan jika mengerjakan hanya di

studio saja dirasa tidak cukup, maka akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah

salah satu sahabat yang kebetulan dekat dengan kampus. Inilah juga salah satu dukungan


(4)

poster untuk presentasi akhir. Selama 2 hari penuh penulis menginap dan menumpang

mengerjakan tugas disana, dan dukungan moral yang diberikan oleh sahabat-sahabat

tentunya sangat membantu penulis untuk berjuang menyelesaikan proses ini. Sempat

beberapa kali penulis merasakan putus asa saat mengerjakan, tetapi diingatkan untuk

menyelesaikan proses yang sebenarnya tinggal sedikit lagi ini. Sampai akhirnya penulis

mampu menyelesaikan gambar dan mencetaknya sehari sebelum pameran dibuka.

Ternyata setelah gambar dipasang di tempat pameran, penulis diingatkan oleh

asisten koordinator bahwa masih ada maket yang harus dikerjakan. Pada awalnya penulis

merasa tidak mungkin untuk mengerjakan maket tersebut dalam waktu yang tersisa,

sehingga penulis merasa tidak mampu untuk mengerjakannya. Tetapi ternyata asisten

kordinator dengan semangat dan antusiasmenya mampu menularkan hal tersebut dan

membuat penulis memutuskan untuk mengerjakan maket tersebut. Ditemani seorang

sahabat lainnya, penulis kemudian membeli bahan-bahan maket di daerah kampus, total

biaya yang dikeluarkan ternyata kurang dari Rp 100.000 dan ternyata sesuai dengan apa

yang diberitahukan oleh koordinator. Teringat salah satu pesan di milis yang disampaikan

oleh koordinator bahwa pembuatan maket merupakan bagian dari proses perancangan dan

bukanlah sekedar pelengkap penyajian atau bagian hura-hura yang pada akhirnya

membuang banyak biaya yang tidak diperlukan. Menurut penulis tentunya hal ini adalah

sesuatu yang harus dipikirkan juga kedepannya, karena memang benar apa yang

disampaikan oleh beliau. Sebagai bagian dari studi, maka tentunya ini tidak harus mahal

dan lebih mudah untuk peserta studi untuk mengerjakannya. Bahkan ada satu kata yang

menjadi penutup pesan dari beliau yaitu “nonsense”, setelah dipikir-pikir memang benar

demikian adanya, menjadi tak berarti lagi proses tersebut jika melibatkan biaya


(5)

Ada kejadian menarik, lucu sekaligus agak tragis sebnarnya saat mulai

mengerjakan maket tersebut. Masih dirumah salah satu sahabat penulis yang ditumpangi

untuk mengerjakan poster, beberapa sahabat lainnya datang untuk memberikan bantuan

dalam pembuatan maket. Pengerjaan direncanakan dimulai jam 12 malam, karena

memang waktu saat semua tiba dirumah sudah menunjukan pukul 11 malam, sehingga

waktu satu jam digunakan untuk beristirahat terlebih dahulu. Tetapi ternyata, semua

orang diruangan tersebut tertidur hingga waktu subuh. Bahkan salah satu sahabat yang

tidak ikut tidur larut pada malam-malam sebelumnya ikut tertidur sampai subuh. Setelah

terbangun dari tidur, penulis yang bangun paling awal melihat jam dan langsung

merasakan bahwa tak mungkin menyelesaikan semuanya dalam waktu sesingkat ini.

Mungkin inilah perasaan putus asa penulis yang benar-benar terasa sepanjang pengerjaan

maket studi ini. Tetapi salah satu sahabat meyakinkan untuk tetap melanjutkan, sebab

masih ada waktu 24 jam penuh sebelum sidang dan dia yakin apapun hasilnya, pasti

maket itu bisa diselesaikan dan dibawa saat sidang.

Setelah merasa yakin, maka proses pengerjaan maket pun dimulai. Penulis dan

sahabat-sahabat memulai dengan membuat tapak maket sederhana dengan mencetak di

atas kertas dan di tempel di atas stirofoam yang dilapis kertas karton hitam. Kemudian

untuk modelnya, penulis menggunakan gambar 3 dimensi yang dibuat di sketchup,

kemudian dpecah-pecah menurut permukaan yang akan dibuat pada maket. Proses ini

tentunya memakan waktu yang tidak sebentar, karena untuk memisah-misahkan

permukaan tersebut tidaklah mudah dan tidak sedikit jumlahnya. Tetapi jika dikerjakan

tentu pada akhirnya akan selesai juga. Setelah penulis berhasil memecah permukaan yang

akan digunakan, permukaan tersebut dicetak diatas kertas kemudian ditempel pada kertas


(6)

akhirnya maket bangunan ini pun berhasil dibuat. Walaupun dengan segala kekurangan

disana-sini, tetapi maket tersebut berhasil dibuat dan nyata wujudnya. Setelah dibawa ke

kampus untuk disimpan sebelum sidang, maka malam ini digunakan untuk istirahat dan

menyimpan tenaga serta berdoa untuk sidang keesokan harinya. Hari-hari panjang

pengerjaan perancangan di studio ini mencapai titik akhirnya. Sampai tulisan ini selesai

ditulis, hasil dari sidang belum dikeluarkan juga, mudah-mudahan seluruh peserta studio

diluluskan dengan nilai yang memuaskan dan mampu melanjutkan apa-apa yang ingin

dicapai atau dikerjakannya.

Mungkin ini hanya sekedar kalimat yang menjadi penutup dari seluruh proses

yang panjang. Masih jelas betul dikepala penulis bagaimana pada awalnya penylis

memulai skripsi ini, tidak terasa sudah sampai pada bagian akhir dan ini adalah draf

terakhir yang akan dikirim sebelum disusun menjadi satu kesatuan tulisan yang lebih rapi

dan terorganisir. Banyak sekali hal yang terjadi sepanjang penulisan skripsi dan

pengerjaan desain studio perancangan arsitektur 6 ini. Puji syukur sebesar-besarnya

tentunya diucapkan kepada Allah SWT oleh penulis karena dikuatkan untuk mencapai

proses ini. Sebelum penulis mulai mengucapkan kata-kata yang diluar topik lagi, maka

penulis ingin mengucapkan sampai jumpa, mudah-mudahan ada kesempatan untuk