Menggubah Rasa Menjadi Massa

32

BAB 4 Menggubah Rasa Menjadi Massa

Bayangan dari tujuan desain mulai dapat dirasakan dan tervisualisasikan di dalam pikiran penulis. Sebuah tempat dimana semua semua kalangan dapat merasa aman untuk berinteraksi, bersosialisasi, melakukan aktivitas di luar ruangan sekaligus mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan di masa kini. Konsep dari rancangan bangunan yang akan penulis gunakan tentunya harus mencerminkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan seluruh pihak yang memiliki kepentingan di dalam proyek ini. Secara sadar penulis mengetahui bahwa setiap keputusan dari konsep tentunya harus berdasarkan analisis dan data yang telah dibuat dan dirancang sebelumnya. Bagaimanakah desain dari lansekap bangunan? Seperti apakah desain yang Humanopolis itu? Saat ini pertanyaan-pertanyaan itu sedang berputar di dalam pikiran penulis, terutama yang sangat menghantui adalah bagaimana cara melakukan desain yang Humanopolis? Penulis bahkan tidak berhasil menjawab pertanyaan tadi sampai saat asistensi dengan dosen pembimbing tiba. Penulis tidak berhasil menyelesaikan gambar yang dibutuhkan untuk asistensi, bahkan jangankan gambar terukur, sketsa mengenai bentuk bangunan pun tidak berhasil diselesaikan. Hanya diagram mengenai keterkaitan ruang yang berhasi dibuat walaupun dengan sangat seadanya, zona-zona bangunan yang dibuat oleh penulis berdasarkan analisis memang terlihat memenuhi kebutuhan, tetapi penulis tidak mampu mempresentasikannya dengan baik dan lengkap. Ruang yang telah disusun mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan program tetapi terlihat hanyalah seperti susunan ruang-ruang tanpa makna apapun. Dosen pembimbing penulis tidak melakukan penilaian apapun karena menganggap gambar tersebut tidak selesai, beliau hanya memberikan penilaian karena penulis berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau. Universitas Sumatera Utara 33 Menjawab Bentuk Sepanjang asistensi dengan beliau, penulis melihat bagaimana teman-teman satu kelompok penulis menjelaskan konsep mereka, dengan seksama penulis memperhatikan bagaimana proses mereka mendesain. Tetapi walaupun penulis begitu, tetap saja ide bagaimana desain yang seharusnya dibuat tidak mampu diwujudkan. Konsep hebat yang dibuat teman satu grup seperti ekspresi air, metafora aliran air, dan berbagai macam konsep lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan, sedangkan bagaimana dengan konsep penulis? Terlihat jelas bahwa penulis sedang berada di jalan buntu, tidak bisa mengeluarkan ide, penulis menyadari betul bahwa ada yang salah dengan apa yang dilakukan. Penulis merasa sangat bingung dengan pendekatan apa yang harus digunakan untuk mencapai sebuah desain yang Humanopolis. Pada awalnya penulis menggunakan pendekatan bentuk bangunan mengikuti fungsi ruang form follow function 20 karena tentunya kebutuhan dasar ruang harus terpenuhi terlebih dahulu, dan juga pada awal briefing disebutkan bahwa proyek ini lebih mendekati proyek nyata sehingga harus lebih hati-hati dalam merancang. Tetapi agaknya penulis memikirkan hal ini terlalu dalam, sehingga pada akhirnya penulis terjebak pada hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Desain apapun seharusnya memiliki proses yang tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah kasus, tempat dan konteksnya saja. Susunan blok-blok ruang yang telah terbentuk sangatlah jauh dari apa yang penulis inginkan, pada proses desain yang sebelumnya penulis tidak pernah terjebak hal yang seperti ini. Dalam rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, penulis mencoba menyusun dan mendesain lagi dari awal. Penulis memulai dengan membuat batasan pada tapak sesuai 20 Louis Sullivan – September 3, 1856 - April 14, 1924 Arsitek Amerika. Universitas Sumatera Utara 34 garis sempadan, kemudian menarik garis mengikuti bentukan sungai sebagai referensi batas serta bentuk bangunan. Penulis menyusun sedemikian rupa sehingga terbentuk susunan retail mengikuti alur sungai serta dapat membentuk sebuah arcade. Bentukan ini dimaksudkan agar desain bangunan menjadi lebih dinamis dan tidak monoton, walaupun penulis sendiri menganggap bahwa bentukan ini masih hampa, tidak memiliki jiwa dan tidak memeiliki landasan desain yang kuat. Walaupun begitu penulis tetap melanjutkan desain karena dituntut untuk menyelesaikan gambar saat asistensi berikutnya tiba. Desain Zona Dalam program ruang sebelumnya, penulis menyediakan tempat yang ditujukann kepada pedagang kaki lima serta UMKM untuk berjualan dagangannya, sebagai respon yang menunjukan bahwa bangunan ini merupakan milik semua lapisan masyarakat dan bukan untuk kalangan tertentu saja. Penempatan zona UMKM dan pedagang kaki lima berada pada daerah muka sungai dan dilengkapi dengan taman serta fasilitas umum sehingga daerah tersebut menjadi lebih hidup dan menjadi generator aktivitas. Susunan ruang ini diharapkan dapat membentuk sebuah Promenade di dalam tapak, yaitu daerah yang merupakan ruang terbuka publik, yang pada umumnya berada di pinggiran sungai yang berguna sebagai tempat rekreasi atau sebagai penghias. 21 21 http:dictionary.reference.combrowsepromenade Ilustrasi 18 - Pembagian Zona Universitas Sumatera Utara 35 Tentunya penulis tidak melupakan desain dari akses tapak, terlebih lagi hal ini merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut kemudahan serta kenyamanan pengguna untuk menuju ke ruang-ruang yang ada di dalam tapak. Akses untuk pejalan kaki yang nyaman dan tidak bersinggungan dengan kendaraan bermotor secara langsung merupakan hal yang penting untuk diaplikasikan, terutama karena desain bangunan ini memiliki orientasi terhadap kebutuhan dan kenyamanan manusia pengguna. Dalam desain ini, penulis memisahkan akses antara area menurunkan penumpang dan area pejalan kaki yang menggunakan kendaraan umum, kemudian untuk mencegah pejalan kaki dan kendaraan bermotor bersinggungan, maka akses kendaraan bermotor sete lah menurunkan penumpang segera diturunkan menggunakan ramp langsung menuju ke basement sehingga membuat persinggungan antara kendaraan dan manusia tidak terjadi karena berada di ketinggian permukaan tanah yang berbeda. Kemudian akses untuk pejalan kaki tadi didesain sehingga pengguna dapat menentukan pilihan ke arah manakah mereka akan menuju, mungkin langsung ke dalam area mall, arcade, atau memilih untuk mengunjungi ruang publik dan galeri UMKM. Akses tapak juga menyedikan area dari Podomoro City menuju ke bangunan dan ruang terbuka publik yang disediakan oleh proyek ini, sehingga pengguna Podomoro City dapat menikmati area terbuka, kafe dan Ilustrasi 19 - Promenade Pada Bagian Pinggir Sungai HIghlight Coklat Universitas Sumatera Utara 36 fasilitas-fasilitas lainnya yang dimiliki proyek ini secara lebih mudah. Transisi antar bangunan dimanfaatkan sebagai area publik dimana orang-orang dapat berinteraksi satu sama lain sehingga tercipta suasana yang lebih cair. Setelah dibuat akses untuk pedestrian, pengunaan vegetasi di tapak juga merupakan aspek yang penting, karena vegetasi selain berfungsi sebagai elemen yang menambah estetika dapat juga menurunkan iklim mikro pada suatu daerah jika mempunyai area tutup minimal seluas 30 dari lansekap. 22 Jenis pepohonan dengan bidang tutup besar seperti beringin, flamboyan, angsana, dapat menjadi alternatif untuk mencapai bidang tutup yang lebih besar, atau dengan menggunakan pohon yang berpotensi memiliki nilai guna seperti kelengkeng, kelapa, dan lainnya sehingga saat berbuah dapat diambil dan dinikmati oleh pengguna tapak. Suasana teduh yang ada akan lebih mengundang dan lebih nyaman kepada pengguna terutama di iklim tropis, yang kecenderungan orang akan menghindari panas matahari karena memang kita terkena matahari sepanjang tahun langsung dan memilih berada di dalam ruangan. Menggubah Rasa Untuk mengajak pengguna baik dari shopping mall, kantor pada bangunan ini, dari Podomoro City, atau dari luar tapak untuk menikmati ruang terbuka yang disediakan, tentunya diperlukan faktor lainnya, yaitu sebuah pengalaman yang didapatkan jika mengunjungi area tersebut. Perwujudan untuk mencapai hal ini dilakukan dengan menggunakan pedagang kaki lima dan UMKM seperti disebutkan diatas, tetapi kali ini tujuan mengapa pedagang kaki lima dan UMKM diakomodasi akan dijelaskan lebih lanjut. Sebagai generasi yang masih sempat merasakan hari-hari tanpa berbagai macam 22 Tauhid 2008 –“ KAJIAN JARAK JANGKAU EFEK VEGETASI POHON TERHADAP SUHU UDARA PADA SIANG HARI DI PERKOTAAN” Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Universitas Sumatera Utara 37 gadget yang bertebaran di masa sekarang, tentunya penulis merasakan kerinduan akan ingatan bermain sepak bola di taman, berjalan di pinggir sungai, serta pergi ke daerah rawa hanya karena senang berjalan-jalan, kemudian membeli jajanan dari pedagang- pedagang kaki lima yang ada sedang berjualan di taman. Tentu untuk menghadirkan suasana tersebut, penulis tidak melakukannya dengan membuat rawa yang liar seperti dulu, tetapi dengan mengolah ruang terbuka dan pedagang kaki lima itu sendiri. Menghadirkan kondisi tersebut akan membangkitkan ingatan banyak orang serta akan menjadi nostalgia yang indah menurut hemat penulis, serta memberikan kesempatan kepada generasi yang tidak merasakan hal-hal semacam itu dalam bentuk yang telah disesuaikan dengan zaman. Konsep-konsep itulah secara garis besar yang akan penulis tuangkan kedalam desain, tentunya penulis harus menyelesaikan konsep ini secara visual dan digambarkan dengan baik. Karena jika tidak, konsep-konsep tadi akan hilang bersama kenangan dan menjadi angan-angan seperti ingatan masa kecil akan indahnya pengalaman ketika bermain-main di tanah kosong, rawa-rawa, wangi rerumputan setelah hujan, menuruni bukit-bukit kecil di pinggir sungai dan indahnya berteduh dari hujan dengan menggunakan daun pisang. Ilustrasi 20 - Permainan Tradisional Universitas Sumatera Utara 38 Proses Yang Tidak Linear Setelah berkutat dengan berbagai macam konsep sebelumnya, penulis kemudian memulai desain bangunan dengan acuan konsep tersebut. Setelah berhari-hari mencoba menyelesaikan denah dan rancangan tapak bangunan, penulis selalu menemui kesulitan dalam menyusun konsep ruang dan zoning bangunan baik secara horizontal maupun vertikal. Pendekatan desain berdasarkan kebutuhan ruang saja, dan tidak menggunakan konsep tertentu ternyata sangat sulit untuk diterapkan karena tidak ada garis besar desain yang menjadi panduan serta tujuan bagaimana bangunan ini akan terbangun pada akhirnya. Menggunakan pendekatan ini menyebabkan batasan-batasan dari ruang menjadi tidak jelas dan membuat konsep serta program ruang menjadi lebih sulit ditafsirkan, sebab tidak adanya batasan yang nyata sejauh apakah sebuah ruang dapat dibentuk. Pendekatan tanpa panduan atau garis besar juga menyebabkan desain penulis menjadi sangat monoton dan tidak terlihat sama sekali sisi etetikanya, bentukan bangunan menjadi terkotak-kotak dan hanya terlihat seperti kumpulan bujur sangkar yang disusun sehingga membentuk ruang, kosong, tanpa arti dan makna. Dilatarbelakangi hal tersebut penulis memutuskan untuk mengulangi proses desain dari awal lagi dengan mencoba menggali konsep konsep yang dapat mewujudkan desain yang Humanopolis. Karena penulis merasakan bahwa masih ada jarak antara desain bangunan yang ideal dengan konsep dan tema desain yang telah ditentukan sebelumnya yaitu Humanopolis. Penulis belum mendapatkan “jembatan” penghubung yang dapat mengantarkan desain menjadi sebuah bangunan yang Humanopolis, sehingga bentukan bangunan dan zoning bangunan yang dapat mencerminkan hal tersebut. Selama ini interpertasi penulis terhadap tema dan konsep masih berhenti sampai bangunan harus benar-benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tetapi kemudian penulis tersadar bahwa seluruh konsep dan tema arsitektur yang ada, baik yang memiliki bentuk sangat Universitas Sumatera Utara 39 modular atau yang memiliki bentuk abstrak sekalipun, tetap harus memenuhi atau paling tidak sesuai dengan standar-standar dan ketentuan ruang yang berlaku. Penulis mencoba mencari benang merah antara tema desian sehingga tema tersebut dapat ditransformasikan kedalam desain bangunan, dalam upaya mencari pencerahan penulis mencoba untuk meminta saran kepada beberapa rekan sesama mahasiswa arsitektur, mulai dari yang sudah lulus sampai yang baru menyelesaikan kuliahnya. Penulis menjelaskan kepada beberapa rekan penulis bagaimana tentang konsep desain penulis, sehingga rekan-rekan penulis dapat memberikan saran dan masukan tentang bagaimana cara untuk membuat desain yang sesuai dengan tema Humanopolis. Setelah berdiskusi dengan beberapa rekan, penulis mendapatkan banyak sekali masukan bagaimana ide mereka mengenai bentukan massa bangunan yang Humanopolis itu. Salah satu ide yang diberikan oleh rekan penulis adalah bagaimana jika bentukan bangunan yang Humanopolis dibentuk dari metafora anatomi tubuh manusia yang ditransformasi menjadi bangunan. Menurut penulis ide tersebut cukup menarik, tetapi dalam konteks Humanopolis, konsep tersebut kurang kuat dan tidak memiliki dasar yang jelas, hal ini sangat jelas karena menurut interpretasi penulis, Humanopolis merupakan satu tema yang memiliki orientasi besar terhadap manusia secara keseluruhan, sehingga bentukan bangunan bukanlah sekedar interpretasi bentuk yang sempit, tetapi harus memiliki alasan tersendiri yang sesuai unsur-unsur Humanopolis. Mengupas Kaidah Humanopolis Diskusi ini terfokus bagaimana sebuah Humanopolis itu seharusnya, karena desain yang memenuhi kaidah Humanopolis haruslah memiliki unsur-unsur yang mampu memanusiawikan bangunan dengan segala perangkat mekanikal, elektrikal dan Universitas Sumatera Utara 40 strukturalnya yang masif serta keras itu. 23 Elemen-elemen tapak yang berhadapan langsung dengan manusia diharapkan mampu menetralisir unsur-unsur yang keras diatas, sehingga bangunan terasa lebih manusiawi dan dapat dirasakan langsung oleh manusia itu sendiri. Maka kemudian timbul sebuah ide yaitu bagaimana jika ide bentuk bangunan dan susunan massa serta zoning didasarkan dari aspek yang paling fundamental dalam tema Humanopolis, yaitu manusia. Manusia merupakan pangkal dari semua jenis pendekatan untuk mewujudkan desain manusiawi, karena apapun pendekatannya tentunya tujuan dari pendekatan tersebut bermuara kepada bagaimana cara untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia selaku pengguna lingkungan binaan tersebut, tentunya dengan tetap memperhatikan konteks dan tidak merusak lingkungan sekitar yang telah ada sebelumnya. Setelah memutuskan apa yang menjadi aspek fundamental dari pendekatan desain, maka penulis memulai melakukan pencarian dan brainstorming mengenai hal-hal yang berhubungan dengan manusia. Pencarian dimulai dengan menilik kembali hubungan manusia dengan arsitektur itu sendiri. Jika ditelisik, kita tentunya setuju jika sebuah bangunan dibangun dikarenakan adanya kebutuhan yang berhubungan dengan penggunanya nanti yaitu manusia. Bahkan bangunan seperti kebun binatang dibangun selain untuk mennjaga dan melestarikan hewan, digunakan sebagai sebuah tempat yang membuat manusia dapat melihat hewan-hewan dari seluruh dunia secara aman dan murah. Jadi dapat disimpulkan bahwa bangunan dirancang dan dibangun agar dapat memenuhi kebutuhan manusia yang tiada habisnya. Berangkat dari kebutuhan manusia, maka penulis kemudian melakukan riset dan pencarian yang lebih banyak lagi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan manusia. Didapatkanah beberapa hal yang 23 Humanopolis, Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan, Eko Budihardjo dan Sudanti Hardjohubojo Universitas Sumatera Utara 41 menarik, seperti teori supply demand 24 yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin tinggi permintaan atau kebutuhan maka harga yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya, dan jika jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan tersebut memiliki jumlah yang lebih banyak daripada permintaan, maka harganya semakin rendah, hal ini juga berlaku sebaliknya. Teori tersebut sempat menarik perhatian penulis, tetapi setelah dikaji lebih jauh penulis tidak mendapatkan korelasi antara teori tersebut dengan tujuan penulis pada awalnya, yaitu mendesain bangunan dengan prinsip-prinsip Humanopolis. Setelah melakukan riset yang cukup panjang, ternyata hasil yang didapatkan masih jauh dari apa yang diharapkan. Teori-teori yang didapatkan belum berhasil merepresentasikan dan menjadi dasar bentuk bangunan dan desain yang memenuhi kaidah dalam tema Humanopolis. Keadaan ini jelas membuat penulis sedikit frustasi, karena waktu tidak pernah mau berkompromi dengan apapun. Setiap menit yang dilalui sangatlah berharga dan tidak boleh disia-siakan begitu saja, sehingga ketidakmampuan penulis dalam menginterpretasikan tema yang sebelumnya telah penulis tentukan dan pilih sendiri merupakan sebuah pukulan telak serta halangan yang sangat menghambat proses desain bangunan di Studio Perancangan Arsitektur 6 yang harus penulis selesaikan segera. Dengan waktu yang semakin menipis ini, rasa panik mulai muncul di diri penulis sehingga terkadang ada satu hari penulis tidak dapat memperoleh kemajuan yang berarti dalam proses desain atau riset kali ini. Keadaan yang belum pernah penulis alami sebelumnya ini diperparah lagi karena tekanan yang sangat besar untuk menyelesaikan apa yang sudah penulis pilih sebelumnya serta tekanan waktu yang semakin dekat dengan preview desain pertama membuat rasa frustasi itu datang terus menerus. Pada akhirnya, penulis menutup minggu ini tanpa hasil yang berarti, tidak ada kemajuan yang signifikan 24 Supply and Demand Theory http:www.investopedia.comuniversityeconomicseconomics3.asp Universitas Sumatera Utara 42 dalam proses desain studio penulis. Penulis hanya bisa terus mencoba dan berusaha mudah-mudahan pada minggu yang akan datang, mulai didapatkan titik terang dari desain yang penulis lakukan dan dapat memulai untuk merancang secara skematis bangunan tersebut. Universitas Sumatera Utara 43

BAB 5 Memulai Kembali, Mencari Benang Merah