sampai alat berhenti 6
Melihat angka yang menunjukkan frekuensi nadi
7
Mengatur kembali baju dan posisi pasien 8
Memberitahukan hasil pengukuran tekanan nadi 9
Mencatat hasil pengukuran 10
Mencuci tangan C
TAHAP TERMINASI 1
Melakukan evaluasi tindakan 2
Menyampaikan rencana tindak lanjut 3
Mengakhiri wawancara dengan baik 4
Mendokumentasikan
ampiran 9 PROSEDUR PENGUKURAN FREKUENSI PERNAFASAN Brunner
Suddarth, 2009
A. TAHAP ORIENTASI
1 Memberikan salam menyapa pasien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan prosedur
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan pasien
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan sebelum tindakan
2 Mengatur posisi pasien
3 Menghitung frekuensi dan irama pernafasan 1 menit
4 Mencatat hasil perhitungan
5 Mencuci tangan
C TAHAP TERMINASI
1 Melakukan evaluasi tindakan
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut
3 Mengakhiri wawancara dengan baik
4 Mendokumentasikan
AMPIRAN 10
FORMUIR ISIAN PENEITIAN KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK REAKSASI NAFAS DAAM
PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG PTCA DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
No Kode
1. Nomor Responden
2. Tanggal Kateterisasi JantungPTCA
3. Nomer MR
4. Nama pasien :
5. Umur:
1. 20-30 tahun 2. 31- 50 tahun
ORM INTERVENSI RUANG :
3. 51- 70 tahun 4. 70 tahun
6. Jenis Kelamin
1. aki-laki 2. Perempuan
7. Pengalaman Kateterisasi Jantung
1. Satu kali 2. Dua 2 kali atau lebih
8. Diagnosa Penyakit. Jantung
9. Tindakan
1. Kateterisasi 2. PTCA 10.
Jam selesai kateterisasi jantung ,
11. okasi Tindakan
1. Radial 2. Femoral
12. Pengukuran tanda-tanda vital 1
2 jam post kateterisasi jantung di ruang rawat inap
T = mmHg Nadi = xmenit
R = xmenit 13.
Penilaian Skala Nyeri 1 = 2 jam post kateterisasi jantung di ruang
rawat inap ①②③④⑤⑥⑦⑧⑨⑩
14. Jam mulai kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam 2 jam post kateterisasi jantung selama 15 menit
, 15.
Jam mulai kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam 3 jam post
kateterisasi jantung selama 15 menit ,
16. Pengukuran tanda-tanda vital 2 =30
menit setelah intervensi kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam
yang kedua T = mmHg,
Nadi = xmenit R = xmenit
17. Penilaian Skala Nyeri 2 :
30 menit setelah intervensi kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam
yang kedua ①②③④⑤⑥⑦⑧⑨⑩
18. Observasi ekspresi wajah
1. Tampak kesakitan 2. Tidak kesakitan
= dipilih dan ditulis pada kolom kode Peneliti
Asisten Peneliti
AMPIRAN 11 FORMUIR ISIAN PENEITIAN
KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN TEKNIK REAKSASI NAFAS DAAM PADA PASIEN POST KATETERISASI JANTUNG PTCA
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA No
Kode 1
Nomor Responden 2
Tanggal Kateterisasi JantungPTCA 3
Nomer MR
ORM KONTROL RUANG :
4 Nama pasien :
5 Umur:
1. 20-30 tahun 2. 31- 50 tahun
3. 51- 70 tahun 4. 70 tahun
6 Jenis Kelamin
1. aki-laki 2. Perempuan
7 Pengalaman Kateterisasi Jantung 1. Satu kali
2. Dua 2 kali atau lebih 8
Diagnosa Penyakit. Jantung 9
Tindakan 1. Kateterisasi 2. PTCA
10 Jam selesai Kateterisasi Jantung
, 11
okasi 1. Radial
2. Femoral 12
Pengukuran tanda-tanda vital 1 2 jam post kateterisasi jantung
di ruang rawat inap T = mmHg
Nadi = xmenit R = xmenit
13 Pengukuran tanda-tanda vital 2 =
3,5 jam post kateterisasi jantung di ruang rawat inap
T = mmHg, Nadi = xmenit
R = xmenit 14
Penilaian Skala Nyeri 1 = 2 jam post kateterisasi jantung di ruang
rawat inap ①②③④⑤⑥⑦⑧⑨⑩
15 Penilaian Skala Nyeri 2 :
3 ,5 jam post kateterisasi jantung di ruang rawat inap
①②③④⑤⑥⑦⑧⑨⑩ 16
Observasi ekspresi wajah 1. Tampak kesakitan
2. Tidak kesakitan = dipilih dan ditulis pada kolom kode
Peneliti Asisten Peneliti
Normalitas
ests of Normality
erapi musikRelaksasi Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk Statistic
df Sig.
Statistic df
Sig. Nyeri pre terapi
erapi Musik Protap .293
19 .000
.774 19
.000 Sesuai Protap
.223 19
.014 .834
19 .004
Systole pre terapi erapi Musik Protap
.171 19
.146 .916
19 .096
Sesuai Protap .188
19 .074
.933 19
.197 Diastole pre terapi
erapi Musik Protap .143
19 .200
.965 19
.683
Sesuai Protap .186
19 .082
.942 19
.283 Nadi pre terapi
erapi Musik Protap .132
19 .200
.945 19
.328 Sesuai Protap
.200 19
.043 .893
19 .056
Respirasi pre terapi erapi Musik Protap
.280 19
.000 .786
19 .001
Sesuai Protap .248
19 .003
.885 19
.027 a. Lilliefors Significance Correction
. his is a lower bound of the true significance.
ests of Normality
erapi musikRelaksasi Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk Statistic
df Sig.
Statistic df
Sig. Nyeri post terapi
erapi Musik Protap .213
19 .023
.889 19
.031 Sesuai Protap
.218 19
.018 .869
19 .014
Systole post terapi erapi Musik Protap
.153 19
.200 .908
19 .067
Sesuai Protap .130
19 .200
.926 19
.146 Diastole post terapi
erapi Musik Protap .105
19 .200
.955 19
.471 Sesuai Protap
.151 19
.200 .920
19 .113
Nadi post terapi erapi Musik Protap
.186 19
.083 .909
19 .071
Sesuai Protap .138
19 .200
.925 19
.141 Respirasi post terapi
erapi Musik Protap .323
19 .000
.778 19
.001 Sesuai Protap
.294 19
.000 .836
19 .004
a. Lilliefors Significance Correction . his is a lower bound of the true significance.
ests of Normality
erapi musikRelaksasi Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk Statistic
df Sig.
Statistic df
Sig. Nyeri selisih
erapi Musik Protap .293
19 .000
.777 19
.001 Sesuai Protap
.482 19
.000 .507
19 .000
Systole selisih erapi Musik Protap
.185 19
.088 .851
19 .007
Sesuai Protap .206
19 .032
.824 19
.003 Diastole selisih
erapi Musik Protap .316
19 .000
.722 19
.000 Sesuai Protap
.261 19
.001 .810
19 .002
Nadi selisih erapi Musik Protap
.185 19
.085 .887
19 .029
Sesuai Protap .197
19 .050
.775 19
.001 Respirasi selisih
erapi Musik Protap .253
19 .002
.860 19
.010 Sesuai Protap
.259 19
.002 .798
19 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Group Statistics
erapi musikRelaksasi N
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean Usia1
erapi Musik Protap 19
55.26 11.040
2.533 Sesuai Protap
19 55.37
10.123 2.322
Independent Samples est
Levenes est for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95 Confidence Interval of the
Difference F
Sig. t
df Sig. 2-
tailed Mean
Difference Std. Error
Difference Lower
Upper
Usia1
Equal variances assumed
.417 .522
-.031 36
.976 -.105
3.436 -7.074
6.864 Equal variances
not assumed -.031
35.733 .976
-.105 3.436
-7.076 6.865
Jenis Kelamin erapi musikRelaksasi Crosstabulation
erapi musikRelaksasi otal
erapi Musik Protap
Sesuai Protap Jenis Kelamin
Laki-laki Count
12 14
26 within erapi
musikRelaksasi 63.2
73.7 68.4
Perempuan Count
7 5
12 within erapi
musikRelaksasi 36.8
26.3 31.6
otal Count
19 19
38 within erapi
musikRelaksasi 100.0
100.0 100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .487
a
1 .485
Continuity Correction
b
.122 1
.727 Likelihood Ratio
.489 1
.484 Fishers Exact est
.728 .364
Linear-by-Linear Association .474
1 .491
N of Valid Cases 38
a. 0 cells .0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 6.00.
b. Computed only for a 2x2 table
erapi musikRelaksasi otal
erapi Musik Protap
Sesuai Protap Pengalaman Catheter
Satu kali Count
16 15
31 within erapi
musikRelaksasi 84.2
78.9 81.6
Dua kali atau lebih Count
3 4
7
within erapi musikRelaksasi
15.8 21.1
18.4 otal
Count 19
19 38
within erapi musikRelaksasi
100.0 100.0
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .175
a
1 .676
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.176 1
.675 Fishers Exact est
1.000 .500
Linear-by-Linear Association .171
1 .680
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 3.50. b. Computed only for a 2x2 table
Usia50 Nyeriselkat Crosstabulation
Nyeriselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Usia50
= 50 tahun Count
13 13
26 of otal
34.2 34.2
68.4 50 tahun
Count 10
2 12
of otal 26.3
5.3 31.6
otal Count
23 15
38 of otal
60.5 39.5
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square 3.818
a
1 .051
Continuity Correction
b
2.551 1
.110 Likelihood Ratio
4.125 1
.042 Fishers Exact est
.077 .052
Linear-by-Linear Association 3.718
1 .054
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.74. b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Kelamin Nyeriselkat Crosstabulation
Nyeriselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Jenis Kelamin
Laki-laki Count
15 11
26 of otal
39.5 28.9
68.4 Perempuan
Count 8
4 12
of otal 21.1
10.5 31.6
otal Count
23 15
38 of otal
60.5 39.5
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .277
a
1 .599
Continuity Correction
b
.029 1
.866 Likelihood Ratio
.280 1
.597 Fishers Exact est
.728 .437
Linear-by-Linear Association .269
1 .604
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.74. b. Computed only for a 2x2 table
Pengalaman Catheter Nyeriselkat Crosstabulation
Nyeriselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Pengalaman Catheter
Satu kali Count
19 12
31 of otal
50.0 31.6
81.6 Dua kali atau lebih
Count 4
3 7
of otal 10.5
7.9 18.4
otal Count
23 15
38 of otal
60.5 39.5
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .041
a
1 .839
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.041 1
.840 Fishers Exact est
1.000 .581
Linear-by-Linear Association .040
1 .841
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 2.76. b. Computed only for a 2x2 table
Usia50 Systoleselkat Crosstabulation
Systoleselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Usia50
= 50 tahun Count
11 15
26 of otal
28.9 39.5
68.4 50 tahun
Count 3
9 12
of otal 7.9
23.7 31.6
otal Count
14 24
38 of otal
36.8 63.2
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square 1.057
a
1 .304
Continuity Correction
b
.444 1
.505 Likelihood Ratio
1.094 1
.295 Fishers Exact est
.472 .256
Linear-by-Linear Association 1.029
1 .310
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.42. b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Kelamin Systoleselkat Crosstabulation
Systoleselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Jenis Kelamin
Laki-laki Count
10 16
26 of otal
26.3 42.1
68.4 Perempuan
Count 4
8 12
of otal 10.5
21.1 31.6
otal Count
14 24
38 of otal
36.8 63.2
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .093
a
1 .761
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.094 1
.760 Fishers Exact est
1.000 .528
Linear-by-Linear Association .090
1 .764
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.42. b. Computed only for a 2x2 table
Pengalaman Catheter Systoleselkat Crosstabulation
Systoleselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Pengalaman Catheter
Satu kali Count
11 20
31 of otal
28.9 52.6
81.6 Dua kali atau lebih
Count 3
4 7
of otal 7.9
10.5 18.4
otal Count
14 24
38 of otal
36.8 63.2
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .133
a
1 .715
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.131 1
.717 Fishers Exact est
1.000 .517
Linear-by-Linear Association .130
1 .719
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 2.58.
b. Computed only for a 2x2 table
Usia50 Diastolekat Crosstabulation
Diastolekat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Usia50
= 50 tahun Count
9 17
26 of otal
23.7 44.7
68.4 50 tahun
Count 3
9 12
of otal 7.9
23.7 31.6
otal Count
12 26
38 of otal
31.6 68.4
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .351
a
1 .553
Continuity Correction
b
.047 1
.828 Likelihood Ratio
.360 1
.549 Fishers Exact est
.714 .421
Linear-by-Linear Association .342
1 .559
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 3.79. b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Kelamin Diastolekat Crosstabulation
Diastolekat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Jenis Kelamin
Laki-laki Count
8 18
26 of otal
21.1 47.4
68.4 Perempuan
Count 4
8 12
of otal 10.5
21.1 31.6
otal Count
12 26
38 of otal
31.6 68.4
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .025
a
1 .874
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.025 1
.875 Fishers Exact est
1.000 .579
Linear-by-Linear Association .024
1 .876
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 3.79.
b. Computed only for a 2x2 table
Pengalaman Catheter Diastolekat Crosstabulation
Diastolekat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Pengalaman Catheter
Satu kali Count
9 22
31 of otal
23.7 57.9
81.6 Dua kali atau lebih
Count 3
4 7
of otal 7.9
10.5 18.4
otal Count
12 26
38 of otal
31.6 68.4
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .505
a
1 .477
Continuity Correction
b
.068 1
.794 Likelihood Ratio
.486 1
.486 Fishers Exact est
.656 .385
Linear-by-Linear Association .492
1 .483
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 2.21. b. Computed only for a 2x2 table
Usia50 Nadiselkat Crosstabulation
Nadiselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Usia50
= 50 tahun Count
11 15
26 of otal
28.9 39.5
68.4 50 tahun
Count 5
7 12
of otal 13.2
18.4 31.6
otal Count
16 22
38 of otal
42.1 57.9
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .001
a
1 .970
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.001 1
.970 Fishers Exact est
1.000 .626
Linear-by-Linear Association .001
1 .971
N of Valid Cases 38
a. 0 cells .0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 5.05. b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Kelamin Nadiselkat Crosstabulation
Nadiselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Jenis Kelamin
Laki-laki Count
11 15
26 of otal
28.9 39.5
68.4 Perempuan
Count 5
7 12
of otal 13.2
18.4 31.6
otal Count
16 22
38 of otal
42.1 57.9
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .001
a
1 .970
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.001 1
.970 Fishers Exact est
1.000 .626
Linear-by-Linear Association .001
1 .971
N of Valid Cases 38
a. 0 cells .0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 5.05. b. Computed only for a 2x2 table
Pengalaman Catheter Nadiselkat Crosstabulation
Nadiselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Pengalaman Catheter
Satu kali Count
13 18
31 of otal
34.2 47.4
81.6 Dua kali atau lebih
Count 3
4 7
of otal 7.9
10.5 18.4
otal Count
16 22
38 of otal
42.1 57.9
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .002
a
1 .964
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.002 1
.964 Fishers Exact est
1.000 .641
Linear-by-Linear Association .002
1 .965
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 2.95. b. Computed only for a 2x2 table
Usia50 Respselkat Crosstabulation
Respselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan
Usia50 = 50 tahun
Count 16
10 26
of otal 42.1
26.3 68.4
50 tahun Count
8 4
12 of otal
21.1 10.5
31.6 otal
Count 24
14 38
of otal 63.2
36.8 100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .093
a
1 .761
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.094 1
.760 Fishers Exact est
1.000 .528
Linear-by-Linear Association .090
1 .764
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.42. b. Computed only for a 2x2 table
Jenis Kelamin Respselkat Crosstabulation
Respselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Jenis Kelamin
Laki-laki Count
17 9
26 of otal
44.7 23.7
68.4 Perempuan
Count 7
5 12
of otal 18.4
13.2 31.6
otal Count
24 14
38 of otal
63.2 36.8
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .175
a
1 .675
Continuity Correction
b
.003 1
.954 Likelihood Ratio
.174 1
.677 Fishers Exact est
.728 .472
Linear-by-Linear Association .171
1 .679
N of Valid Cases 38
a. 1 cells 25.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 4.42. b. Computed only for a 2x2 table
Pengalaman Catheter Respselkat Crosstabulation
Respselkat otal
Ada perubahan idak ada
perubahan Pengalaman Catheter
Satu kali Count
19 12
31 of otal
50.0 31.6
81.6 Dua kali atau lebih
Count 5
2 7
of otal 13.2
5.3 18.4
otal Count
24 14
38 of otal
63.2 36.8
100.0
Chi-Square ests
Value df
Asymp. Sig. 2- sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1- sided
Pearson Chi-Square .252
a
1 .615
Continuity Correction
b
.005 1
.945 Likelihood Ratio
.260 1
.610 Fishers Exact est
1.000 .483
Linear-by-Linear Association .246
1 .620
N of Valid Cases 38
a. 2 cells 50.0 have expected count less than 5. he minimum expected count is 2.58.
b. Computed only for a 2x2 table
Descriptive Statistics
erapi musikRelaksasi n
Mean Std. Deviation
Minimum Maximum
erapi Musik Protap Nyeri pre terapi
19 5.26
.806 4
6 Respirasi pre terapi
19 22.26
2.400 20
28 Nyeri post terapi
19 2.58
.902 1
4 Respirasi post terapi
19 19.89
1.243 18
22 Sesuai Protap
Nyeri pre terapi 19
4.26 1.195
3 6
Respirasi pre terapi 19
21.32 1.565
18 24
Nyeri post terapi 19
4.05 1.268
2 6
Respirasi post terapi 19
21.16 2.035
18 24
est Statistics
b
erapi musikRelaksasi Nyeri post terapi - Nyeri
pre terapi Respirasi post terapi -
Respirasi pre terapi
erapi Musik Protap Z
-3.895
a
-3.370
a
Asymp. Sig. 2-tailed .001
.001 Sesuai Protap
Z -2.000
a
-.418
a
Asymp. Sig. 2-tailed .065
.676 a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks est
Paired Samples Statistics
erapi musikRelaksasi Mean
n Std. Deviation
Std. Error Mean erapi Musik Protap
Pair 1 Systole pre terapi
127.95 19
21.099 4.840
Systole post terapi 121.68
19 12.526
2.874 Pair 2
Diastole pre terapi 79.42
19 10.308
2.365 Diastole post terapi
76.37 19
6.994 1.604
Pair 3 Nadi pre terapi
79.32 19
12.365 2.837
Nadi post terapi 77.32
19 10.231
2.347 Sesuai Protap
Pair 1 Systole pre terapi
130.21 19
20.060 4.602
Systole post terapi 129.32
19 19.672
4.513 Pair 2
Diastole pre terapi 75.63
19 9.622
2.207 Diastole post terapi
72.47 19
8.455 1.940
Pair 3 Nadi pre terapi
73.00 19
11.523 2.644
Nadi post terapi 69.37
19 7.960
1.826
Paired Samples est
erapi musikRelaksasi Paired Differences
t df
Sig. 2- tailed
95 Confidence Interval of the
Difference Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower Upper
erapi Musik Protap
Pair 1 Systole pre terapi -
Systole post terapi 6.263
10.785 2.474
1.065 11.461
2.531 18
.021 Pair 2
Diastole pre terapi - Diastole post terapi
3.053 4.288
.984 .986
5.119 3.103
18 .006
Pair 3 Nadi pre terapi - Nadi
post terapi 2.000
4.137 .949
.006 3.994
2.108 18
.049 Sesuai Protap Pair 1
Systole pre terapi - Systole post terapi
.895 8.812
2.022 -3.353
5.142 .443
18 .663
Pair 2 Diastole pre terapi -
Diastole post terapi 3.158
6.906 1.584
-.171 6.487
1.993 18
.062 Pair 3
Nadi pre terapi - Nadi post terapi
3.632 7.683
1.763 -.071
7.335 2.060
18 .054
Descriptive Statistics
N Mean
Std. Deviation Minimum
Maximum Nyeri pre terapi
38 4.76
1.125 3
6 Nyeri post terapi
38 3.32
1.317 1
6 Respirasi pre terapi
38 21.79
2.055 18
28 Respirasi post terapi
38 20.53
1.782 18
24 erapi musikRelaksasi
38 1.50
.507 1
2
Mann-Whitney est
est Statistics
b
Nyeri pre terapi Nyeri post terapi Respirasi pre
terapi Respirasi post
terapi Mann-Whitney U
94.000 66.500
147.500 119.500
Wilcoxon W 284.000
256.500 337.500
309.500
Z -2.623
-3.450 -1.024
-1.965 Asymp. Sig. 2-tailed
.100 .001
.306 .049
Exact Sig. [21-tailed Sig.] .011
a
.001
a
.339
a
.075
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: erapi musikRelaksasi
Group Statistics
erapi musikRelaksasi N
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean Systole pre terapi
erapi Musik Protap 19
127.95 21.099
4.840 Sesuai Protap
19 130.21
20.060 4.602
Diastole pre terapi erapi Musik Protap
19 78.89
10.397 2.385
Sesuai Protap 19
73.37 10.040
2.303 Nadi pre terapi
erapi Musik Protap 19
79.32 12.365
2.837 Sesuai Protap
19 73.00
11.523 2.644
Systole post terapi erapi Musik Protap
19 121.68
12.526 2.874
Sesuai Protap 19
129.32 19.672
4.513 Diastole post terapi
erapi Musik Protap 19
76.37 6.994
1.604 Sesuai Protap
19 72.47
8.455 1.940
Nadi post terapi erapi Musik Protap
19 77.32
10.231 2.347
Sesuai Protap 19
69.37 7.960
1.826
Independent Samples est
Levenes est for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95 Confidence Interval of the
Difference F
Sig. t
df Sig. 2-
tailed Mean
Difference Std. Error
Difference Lower
Upper Systole pre
terapi Equal variances
assumed .396
.533 -.339
36 .737
-2.263 6.679
-15.809 11.282
Equal variances not assumed
-.339 35.909
.737 -2.263
6.679 -15.810
11.284 Diastole pre
terapi Equal variances
assumed .461
.501 1.667
36 .249
5.526 3.316
-1.199 12.251
Equal variances not assumed
1.667 35.956
.249 5.526
3.316 -1.199
12.251 Nadi pre terapi Equal variances
assumed .014
.906 1.629
36 .112
6.316 3.878
-1.548 14.180
Equal variances not assumed
1.629 35.822
.112 6.316
3.878 -1.550
14.181
Systole post terapi
Equal variances assumed
1.761 .193
-1.426 36
.162 -7.632
5.350 -18.483
3.219 Equal variances
not assumed -1.426
30.535 .164
-7.632 5.350
-18.550 3.287
Diastole post terapi
Equal variances assumed
1.822 .186
1.547 36
.131 3.895
2.517 -1.211
9.000 Equal variances
not assumed 1.547
34.778 .131
3.895 2.517
-1.217 9.006
Nadi post terapi
Equal variances assumed
.222 .641
2.672 36
.011 7.947
2.974 1.916
13.979 Equal variances
not assumed 2.672
33.948 .011
7.947 2.974
1.903 13.991
Descriptive Statistics
N Mean
Std. Deviation Minimum
Maximum Nyeri selisih
38 1.45
1.389 4
Systole selisih 38
7.68 7.367
30 Diastole selisih
38 5.34
5.692 21
Nadi selisih 38
4.76 4.750
26 Respirasi selisih
38 1.84
1.838 8
erapi musikRelaksasi 38
1.50 .507
1 2
Mann-Whitney est
est Statistics
b
Nyeri selisih Systole selisih
Diastole selisih Nadi selisih
Respirasi selisih Mann-Whitney U
.000 126.500
163.500 159.500
128.000 Wilcoxon W
190.000 316.500
353.500 349.500
318.000 Z
-5.500 -1.586
-.500 -.619
-1.631 Asymp. Sig. 2-tailed
.001 .113
.617 .536
.103 Exact Sig. [21-tailed Sig.]
.000
a
.116
a
.624
a
.544
a
.130
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: erapi musikRelaksasi
Hubungan karakteristik dengan perubahan intensitas nyeri
Variabel
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Total
OR
p-value f
f f
Usia ≥ 50 tahun
13 34.2 13 34.2 26 68.4 3.818 0.041
50 tahun 10 26.3
2 5.3 12 31.6
Jenis Kelamin
aki-laki 15 39.5 11 28.9 26 68.4 0.277
0.599 Perempuan
8 21.1 4 10.5 12 31.6
Pengalaman Catheter
Satu kali 19 50.0 12 31.6 31 81.6 0.041
0.839 Dua kali atau lebih
4 10.5 3
7.9 7 18.4
Hubungan karakteristik dengan perubahan Systole
Variabel
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Total f
f
f OR
p-value Usia
= 50 tahun 11 28.9 15 39.5 26 68.4 1.057
0.304 50 tahun
3 7.9
9 23.7 12 31.6 Jenis Kelamin aki-laki
10 26.3 16 42.1 26 68.4 0.093 0.761
Perempuan 4 10.5
8 21.1 12 31.6 Pengalaman
Catheter Satu kali
11 28.9 20 52.6 31 81.6 0.133 0.715
Dua kali atau lebih 3
7.9 4 10.5
7 18.4
Hubungan karakteristik dengan perubahan Diastole
Variabel
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Total
OR
p-value f
f
Usia50 = 50 tahun
9 23.7 17 44.7 26 68.4 0.351 0.553
50 tahun 3
7.9 9 23.7 12 31.6
Jenis Kelamin
aki-laki 8 21.1 18 47.4 26 68.4 0.025
0.874 Perempuan
4 10.5 8 21.1 12 31.6
Pengalaman Catheter
Satu kali 9 23.7 22
22 31 81.6 0.505 0.477
Dua kali atau lebih
3 7.9
4 10.5 7 18.4
Hubungan karakteristik dengan perubahan Nadi
Variabel
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Total
OR p-value
f f
Usia50 = 50 tahun 11 28.9 15 39.5 26 68.4 0.001
0.970 50 tahun
5 13.2 7 18.4 12 31.6
Jenis Kelamin
aki-laki 11 28.9 15 39.5 26 68.4 0.001
0.970 Perempuan
5 13.2 7 18.4 12 31.6
Pengalaman Catheter
Satu kali 13 34.2 18 47.4 31 81.6 0.002
0.964 Dua kali
atau lebih 3
7.9 4 10.5
7 18.4
Hubungan karakteristik dengan perubahan respirasi
Variabel
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Total
OR p-value
f f
f Usia50
= 50 tahun 16 42.1 10 26.3 26 68.4 0.093
0.761 50 tahun
8 21.1 4 10.5 12 31.6
Jenis Kelamin
aki-laki 17 44.7
9 23.7 26 68.4 0.175 0.675
Perempuan 7 18.4
5 13.2 12 31.6 Pengalaman
Catheter Satu kali
19 50.0 12 31.6 31 81.6 0.252 0.615
Dua kali atau lebih
5 13.2 2
5.3 7 18.4
FKTIFITAS KOMBINASI TRAPI MUSIK DAN TKNIK RLAKSASI NAFAS DALAM TRHADAP PNURUNAN INTNSITAS NYRI
PADA PASIN POST KATTRISASI JANTUNG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Naskah Publikasi Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat
Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
NANIK SRI KHODRIYATI 20141050004
PROGRAM STUDY MAGISTR KPRAWATAN PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVRSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
LMBAR PNGSAHAN
Naskah Publikasi FKTIFITAS KOMBINASI TRAPI MUSIK DAN TKNIK RLAKSASI
NAFAS DALAM TRHADAP PNURUNAN INTNSITAS NYRI PASIN POST KATTRISASI JANTUNG
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Fitri Arofiati, S.Kep.,Ns., MAN.,Ph.D
3
BSTRCT
EFFECTIVENESSOFCOMBINATIONMUSICTHERAPYANDDEEPBREATHING RELAXATIONTECHNIQUETOWARDSDECREASINGPAIN
TOPATIENTWITHPOSTCARDIACCATHETERIZATION
Nanik Sri Khodriyati ¹, Arlina Dewi², Azizah Khoiriyati³
Student of Nursing Master, University of Muhammadiyah Yogyakarta.
˒³
Lecture of Graduate Program, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Email :
naniksri72yahoo.com
Background: Coronary heart disease can be identified diagnosed with cardiac catheterization action.
This action can cause discomfort pain. Pain management should be given appropriately, because free from pain is part of human rights. Pain can be derived using pharmacological and non-pharmacological
techniques. Non-pharmacological techniques include therapy with a combination of music and deep breathing relaxation techniques, which proved to show the effect of releasing pain, decreasing blood
pressure and heart rate.
Objective: To analyze the effectiveness of combination music therapy and deep breathing relaxation
towards decreasing pain intensity to patients with post cardiac catheterization.
Methods: Research design was quasi experiment with pre post test with control group using
consecutive sampling approach. Total samples were 38 respondents, divided of 19 respondents in intervention groups with a combination of music therapy and deep breathing relaxation and 19
respondents in control group with therapy of standard room with deep breathing relaxation techniques. Pain assessment used Numeric Rating Scale NRS, statistical test of data analysis used paired t test,
wilcoxon, independent sample t-test and mann-whitney.
Results: Statistical test results of paired t test, wilcoxon showed value of p value 0.05 so that the
combination of music therapy and deep breathing relaxation technique can significantly decrease pain intensity and stabilize the vital signs to patients with post cardiac catheterization, then analyzed the
differences of each variable and SOP hospital as a control with independent sample t-test and mann- whitney test. Results value of p value 0.05 for pain, respiration and pulse where as for systole, diastole
value of p value 0.05 and continued to mann-whitney test to compare decreasing of two variables with each p value 0.05, except pain value of p value 0.05 was thus statistically there was no
difference in stability of vital signs, between intervention group and control group, but decreasing pain was significant
. Conclusion: The combination of music therapy and deep-breathing relaxation technique is effective in
decreasing pain to patients with post cardiac catheterization.
Keywords: Combination music therapy and deep-breathing relaxation technique, pain, post cardiac
catheterization.
4
ABSTRAK EFEKTIFITASKOMBINASITERAPIMUSIKDANTEKNIKRELAKSASINAFASDALAM
TERHADAPPENURUNANINTENSITASNYERI PADAPASIENPOSTKATETERISASIJANTUNG
DIRSUPDR.SARDJITOYOGYAKARTA NanikSriKhodriyati¹,ArlinaDewi²,AzizahKhoiriyati³
¹Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. ˒³ Dosen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Email : naniksri72yahoo.com
Latar belakang: Penyakit Jantung Koroner dapat dikenalididiagnosis dengan tindakan kateterisasi
jantung. Tindakan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanannyeri. Nyeri harus diberikan penatalaksanaan secara tepat, karena bebas dari nyeri adalah bagian dari hak azazi manusia.
Nyeri dapat diturunkan menggunakan
teknik farmakologi dan non farmakologi. Teknik non farmakologi antara lain dengan terapi
musik dan teknik relaksasi nafas dalam
Musik dan relaksasi nafas dalam terbukti menunjukkan efek yaitu menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah dan denyut jantung.
Tujuan :Untuk menganalisis efektivitas kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien post kateterisasi jantung.
Metode:
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pre - post test with control group design, dengan
pendekatan consecutive sampling
. Jumlah sampel 38 responden, terdiri dari 19 kelompok intervensi dengan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam dan 19 kelompok kontrol dengan terapi standar
ruangan berupa teknik relaksasi nafas dalam. Penilaian nyeri menggunakan Numeric Rating Scale NRS,
analisa data menggunakan uji paired t- test, wilcoxon, independent sample t- test dan mann-whitney
.
Hasil: Hasil uji statistik
paired t- test, wilcoxon menunjukkan p value 0.05 sehingga kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam secara signifikan dapat menurunkan intensitas nyeri dan menstabilkan
vital sign pasien post kateterisasi jantung, kemudian hasil analisis perbedaan masing-masing variabel dengan uji
independent sample t- test dan mann-whitney p value 0.05 untuk nyeri, respirasi dan nadi, sedangkan untuk sistole, diastole p
value 0.05 dan dilanjutkan uji mann-whitney tes untuk melihat perbandingan penurunan dua variabel dengan masing-masing p value 0.05, kecuali nyeri p value 0.05 dengan demikian secara
statistik tidak ada perbedaan kestabilan vital sign, antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, tetapi
untuk nyeri penurunannya signifikan.
Kesimpulan: Kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam
efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien post kateterisasi jantung.
KataKunci: Kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam, nyeri post kateterisasi jantung.
5
PNDAHULUAN
Penyakit Jantung Koroner PJK menjadi kasus terbanyak pemicu kematian di negara-negara
maju, jumlah penderita penyakit ini tiap tahun semakin meningkat. Data WHO menyebutkan
bahwa 17,3 juta orang diperkirakan meninggal karena kardiovaskular pada tahun 2010, mewakili
30 dari semua kematian global. Dari data kematian tersebut, diperkirakan 7,3 juta yang
disebabkan oleh penyakit jantung koroner Smeltzer
et al, 2012. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 angka kematian akibat
penyakit jantung koroner akan meningkat 137 pada laki-laki dan 120 pada perempuan
Smeltzer
et al, 2012. Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis
Brunner Suddarth, 2009. PJK dapat dikenali didiagnosis dengan beberapa cara, mulai dari
teknik non invasif seperti elektrokardiografi EKG sampai pemeriksaan invasif seperti
koronografi kateterisasi jantung Guyton Hall, 2007. Kateterisasi jantung merupakan tindakan
prosedur diagnostik
invasif dengan cara memasukkan satu atau beberapa kateter ke dalam
jantung atau pembuluh darah koroner untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah,
mengetahui adanya penyumbatan dalam arteri
6
koroner, fungsi katup dan kelainan jantung Brunner Suddarth, 2009. Tindakan kateterisasi
jantung mempunyai beberapa risiko, selain mempunyai fungsi yang menunjang diagnostik,
yaitu: aritmia, emboli, perubahan saraf, iskemik, alergi dan komplikasi pembuluh darah
Aaronson Ward, 2010
. Tindakan kateterisasi jantung merupakan tindakan invasif yang akan
menimbulkan berbagai reaksi baik sebelum tindakan maupun setelah dilakukan tindakan
antara lain nyeri post tindakan, peningkatan tekanan darah ,frekuensi pernafasan dan frekuensi
nadi Brunner Suddarth, 2009. Tindakan keperawatan yang diperlukan post kateterisasi
jantung antara lain mengevaluasi keluhan pasien mengenai rasa nyeri ketidaknyamanan, kebas atau
kesemutan pada ekstrimitas yang dilakukan intervensi Brunner Suddarth, 2009.
Manajemen nyeri merupakan bagian dari perawatan pasien yang sangat penting.
The Joint Commission on the Accreditation of Healthcare
Organization JCAHO
tahun 2000,
mengembangkan standar pengelolaan nyeri bagi institusi kesehatan dengan menyatakan bahwa
keluhan nyeri harus dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan
diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat.
World Health Organization WHO tahun 2002
menyatakan bahwa bebas dari nyeri adalah bagian dari hak azazi manusia. Nyeri dinyatakan sebagai
tanda-tanda vital kelima oleh
The American Pain Society tahun 2003, dalam Smeltzer Bare, 2012
Standar JCI Assessment of Patient AOP standar 17
menyatakan bahwa semua pasien rawat inap dan rawat jalan diskrining untuk rasa sakit dan
dilakukan assessmen nyeri. Standar JCI yang lain
yaitu Care of Patient COP 6.4 disebutkan bahwa
mewajibkan pasien untuk dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
Penurunan nyeri pada pasien dapat diupayakan dengan mendekatkan teman atau
keluarga,
memberikan informasi
teoritis, memberikan teknik relaksasi, memberikan terapi
musik dan guided imagery agar pasien bisa
mengurangi nyeri Buzatto, 2010; Apriani, 2011. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan
nyeri dengan meminimalkan aktifitas simpatis dalam sistem saraf otonom sehingga dapat
mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri Tarwoto, 2011;
Hastuti,dkk., 2013. Mendengarkan musik yang sesuai dan mengatur pola nafas yang lambat secara
teratur memberikan efek ketenangan pada tubuh baik secara fisik dan psikis. Apabila tubuh merasa
nyaman sistem kerja tubuh akan sesuai, jantung berdenyut secara normal, transport oksigen pada
sel tubuh terpenuhi, metabolisme tubuh sesuai kebutuhan, homeostasis tubuh seimbang dan tidak
memicu timbulnya stresor. Kondisi ini akan mengoptimalkan tubuh dalam mengatasi terjadinya
komplikasi penyakit jantung Anderson,
et al. 2010; Nilsson, 2008.
Terapi musik belum diterapkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan belum ada standar
7 prosedur operasionalnya, demikian juga dengan
kombinasi antara terapi musik dan relaksasi nafas dalam. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
ingin melihat sejauh mana “kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam efektif
menurunkan intensitas nyeri pada pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta”. Tujuan penelitian untuk menganalisis
efektivitas kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri
dan
vital sign pasien post kateterisasi jantung. Musik merupakan sebuah rangsangan
pendengaran yang terorganisir yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya
Bally
et al, 2010. Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan hasil
yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pascaoperasi klien Potter dan Perry, 2005. Jenis
musik pain relief maupun natural healing yang mempunyai karakteristik frekuensi 40-60 hz dan
tempo 61-80 beatmenit memenuhi kriteria sebagai terapi musik untuk relaksasi yang dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri minimal satu hari satu kali Perdana, A., 2016.
Mekanisme musik dalam menurunkan nyeri menurut Tuner 2010, bahwa musik dihasilkan
dari stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensorik asenden ke neuron-neuron
Reticular Activating System RAS. Stimulus ini kemudian ditransmisikan oleh nuclei spesifik dari
thalamus melewati area-area korteks cerebral, sistem limbik dan korpus collosum serta melewati
area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Sistem saraf otonom berisi saraf
simpatis dan para simpatis. Musik dapat memberikan rangsangan pada saraf simpatis dan
saraf parasimpatis untuk menghasilkan respon relaksasi. Karakteristik respon relaksasi yang
ditimbulkan berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot dan tidur. Musik dan nyeri
mempunyai persamaan penting yaitu bahwa keduanya bisa digolongkan sebagai
input sensor dan
output. Sensori input berarti bahwa ketika musik terdengar, sinyal dikirim keotak ketika rasa sakit
dirasakan Journal of the American Association for
Musik Therapist, 2011. Mekanisme musik dalam perubahan tanda-
tanda vital. Musik merangsang pengeluaran endorphin
dan mengurangi
pengeluaran katekolamin seperti epineprin dan norepineprin
dari medulla adrenal, penurunan hormone ini akan mengurangi vasokontriksi yang diakibatkan oleh
nyeri sehingga membantu memperbaiki tanda- tanda vital diantaranya adalah penurunan kekuatan
kontraksi ventrikel yang dimanisfestasikan dengan adanya kestabilan tekanan darah dan denyut
jantung dengan hasil akhir dapat menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah dan konsumsi
oksigen Bally
et al, 2010.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan
nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks
dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri
8 sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf
perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada
menurunnya persepsi nyeri Brunner Suddart, 2009.
METODEPENELITIAN
Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan
pre - post test with control group design
, dimana pada kelompok pertama diberikan perlakuan terapi musik dan relaksasi nafas dalam
serta terapi standar ruangan, kelompok kedua tidak diberikan perlakuan memakai protap rumah
sakitterapi
standar ruangan.
Kemudian membandingkan hasil pengukuran kelompok satu
dan kelompok dua. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang telah dilakukan
tindakan kateterisasi jantung dengan atau tanpa PTCA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling dengan
pendekatan consecutive sampling, besar sampel untuk
kelompok intervensi 19 pasien dan kelompok kontrol 19 pasien. Kriteria inklusi: pasien yang
telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung dengan atau tanpa intervensi
PTCA di RSUP DR. Sardjito. Pasien telah kembali ke ruang rawat inap
setelah dari ruang kateterisasi jantung. Skala nyeri dengan
Numerik Rating Scale ≥ 2. Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran. Pasien suka
mendengarkan musik. Umur 25-75 tahun. Kriteria eksklusi: penderita gangguan jiwa misalnya
gangguan mental organik, skizoprenia, retardasi mental, dll. Sebelum 2 jam post kateterisasi
jantun, bebat untuk menekan arteri radialis dan bantal pasir untuk penekanan arteri femoralis
dilepas. Pasien mengalami komplikasi berat post kateterisasi jantung.
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan Instalasi Rawat Jantung IRJAN RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada bulan Mei 2016. Variabel bebasnya yaitu kombinasi terapi musik
dan teknik relaksasi nafas dalam. Variabel terikat yaitu penurunan intensitas nyeri dan kestabilan
vital sign. Instrumen yang digunakan Numeric Rating
Scale NRS Teknik analisa data: analisa data univariat
untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
pengalaman dilakukan kateterisasi jantung pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang
berbentuk angka frekuensi atau angka prosentase. Analisa data bivariat untuk melihat adanya
pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik
wilcoxon dengan nilai signifikasi p-
value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal dengan melihat pengaruh
skala nyeri dan respirasi serta menggunakan uji
statistik paired t-test dengan nilai signifikasi p-value ˂
0,05 karena distribusi normal dengan melihat perubahan sistole, diastole, nadi, sebelum dan
sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam
Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-
value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal untuk melihat analisis perbedaan skala
nyeri dan respirasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol serta uji
independen t-test dengan
9 nilai signifikasi p-
value ˂ 0,05 karena distribusi normal, untuk melihat analisis perbedaan sistole,
diastole, nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Uji
mann whitney dengan nilai signifikasi p-
value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal untuk analisis selisih nyeri, systole, diastole,
nadi, respirasi pada kelompok intervensi dan kontrol Dahlan, 2011.
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
1. AnalisisKarakteristikResponden
Analisis univariat
pada penelitian
ini menggambarkan
karakteristik responden
meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman dilakukan kateterisasi jantung di IRJAN RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta.
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pengalaman pernah dilakukan
kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Mei 2016, N=38
Variabel Intervensi
n=19 Kontrol
n=19 p-value
Usia
Mean ±SD 55,26 ±11,04
55,37±10,12 0,98
JenisKelamin
F, Laki-laki
Perempuan 12
7 63,2
36,8 14
5 73,7
26,3 0,49
Pengalaman
F, Satu kali
Dua kali 16
3 84,2
15,8 15
4 78,9
21,1 0,68
Sumber : Data Primer tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.1. menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik usia, jenis kelamin,
pengalaman pernah dilakukan kateterisasi jantung antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
2. AnalisisSkalaNyeridan Vital SignSebelum
dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada
KelompokIntervensidanKelompokKontrol.
Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan pengaruh pemberian kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol
Tabel 4.2 Rata rata Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi
Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Pada Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Mei 2016, N=38
Variabel
n Mean
SD Min
Mak p-value
I n
t e
r v
e
Nyeri pre terapi 19
5.26 ±0.806 4
6
0.001
10
n s
i
Nyeri post terapi 19
2.58 ±0.902 1
4 Sistole pre terapi
19 127.95 ±21.099
101 170
0.021 Sistole post terapi
19 121.68 ±12.526
106 145
Diastole pre terapi 19
79.42 ±10.308 60
105 0.006
Diastole post terapi 19
76.37 ±6.994 65
90 Nadi pre terapi
19 79.32 ±12.365
60 105
0.049 Nadi post terapi
19 77.32 ±10.231
65 100
Respirasi pre terapi 19
22.26 ±2.400 20
28 0.001
Respirasi post terapi 19
19.89 ±1.243 18
22
K o
n
t r
o l
Nyeri pre 19
4.26 ±1.195 3
6
0.065 Nyeri post
19 4.05 ±1.268
2 6
Sistole pre 19
130.21 ±20.060 102
180 0.663
Sistole post 19
129.32 ±19.672 103
181 Diastole pre
19 75.63 ±9.622
60 90
0.062 Diastole post
19 72.47 ±8.455
60 87
Nadi pre 19
73.00 ±11.523 60
98 0.054
Nadi post 19
69.37 ±7.960 59
83 Respirasi pre
19 21.32 ±1.565
18 24 0.676
Respirasi post 19
21.16 ±2.035 18
24
p ˂ 0,05 based on Paired t-test
p ˂ 0,05 based on Wilcoxon
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna untuk skala nyeri, tekanan darah sistole,
tekanan darah diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada kelompok intervensi.
Sedangkan rata-rata skala nyeri ,tekanan darh, nadi dan respirasi pada kelompok control sebelum dan
sesudah mendapatkan terapi standar ruangan hasil uji statistik nilai p
value ˃ 0,05 berarti tidak ada
11 pengaruh yang bermakna untuk skala nyeri,
tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, frekuensi nadi dan frekuensi respirasi pada
kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan protap Rumah Sakit.
3. Analisis perbedaan Skala Nyeri dan Vital Sign
Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada
kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol. Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan
perbedaan skala nyeri dan vital sign sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol
Tabel.4.3 Rata-rata Perbedaan Skala Nyeri dan Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian
Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Mei 2016, N=38
n
Mean SD
Min Mak
p-value Pre
Nyeri
Intervensi 19
5.26 ±0.806
4 6 0.100
Kontrol 19
4.26 ±1.195
3 6
Sistole
Intervensi
19 127.95 ±21.099
101 170
0.737 Kontrol
19 130.21 ±20.060
102 180
Diastole
Intervensi
19 79.42
±10.308 60
105 0.249
Kontrol 19
75.63 ±9.622
60 90
Nadi
Intervensi 19
79.32 ±12.365
60 105
0.112 Kontrol
19 73.00
±11.523 60
98
Respirasi
Intervensi 19
22.26 ±2.400
20 28 0.306
Kontrol 19
21.32 ±1.565
18 24
Post Nyeri
Intervensi
19 2.58
±0.902 1
4 0.001 Kontrol
19 4.05
±1.268 2
6
Sistole
Intervensi
19 121.68 ±12.526
106 145
0.162 Kontrol
19 129.32 ±19.672
103 181
Diastole
Intervensi
19 76.37
±6.994 65
90 0.131
Kontrol 19
72.47 ±8.455
60 87
Nadi
Intervensi 19
77.32 ±10.231
65 100
0.011 Kontrol
19 69.37
±7.960 59
83
Respirasi
Intervensi 19
19.89 1.243
18 22 0.049
Kontrol 19
21.16 2.035
18 24
Tabel 4.3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nyeri, tekanan darah
systole, diastole, nadi, respirasi pre perlakuan pada kelompok intervensi dan kontrol p
value ˃ 0,05. Sedangkan rata-rata skala nyeri, nadi dan respirasi
sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara skala nyeri post pada kelompok intervensi
dan kontrol p
value ˂ 0,05. Sedangkan untuk sistole dan diastole tidak terdapat perbedaan yang
p ˂ 0,05 based on Independent sample t- test
p ˂ 0,05 based on Mann whitney
1 bermakna
post perlakuan pada kelompok intervensi dan kontrol p
value ˃ 0,05. 4. Analisis Selisih Skala Nyeri dan
Vital Sign Sesudah Pemberian Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi
Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.
Analisis bivariat penelitian ini menggambarkan selisih rata-rata skala nyeri dan vital sign sesudah
pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok Intervensi dan
kelompok kontrol. Tabel 4.4 Selisih Rata-rata Skala Nyeri dan
Vital Sign Sebelum dan Sesudah Pemberian Kombinasi
Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada
Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Mei 2016, N=38
Variabel
Kelompok n
Mean SD
p- value
Nyeri Intervensi
19 2.68 ±0.749
0.001 Kontrol
19 0.21 ±0.419
Sistole Intervensi
19 9.32 ±8.131
0.113 Kontrol
19 6.05 ±6.311
Diastole Intervensi
19 4.21 ±3.172
0.617 Kontrol
19 6.47 ±7.336
Nadi Intervensi
19 3.79 ±2.485
0.536 Kontrol
19 5.74 ±6.181
Respirasi Intervensi 19
2.37 ±2.140 0.103
Kontrol 19
1.32 ±1.336
p ˂ 0,05 based on Mann whitney
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan selisih rata-rata skala nyeri pada kelompok intervensi 2.68±0.749, sedangkan
kelompok kontrol 0.21±0.419. Hal ini menunjukkan terdapat selisih perubahan skala
nyeri antara kelompok intervensi setelah diberikan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas
dalam, dan secara statistik bermakna dengan p value ˂ 0,05. Sedangkan untuk selisih rata-rata
tekanan darah sistole, diastole, nadi, respirasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
menunjukkan tidak terdapat perubahan selisih tekanan darah p
value ˃ 0,05.
PEMBAHASAN 1. KarakteristikResponden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden dalam penelitian ini homogen rata- rata usia responden 55,26,±11,04 untuk
kelompok intervensi dan 55,37±10,12 untuk kelompok
kontrol, penelitian
ini menunjukkan bahwa pada usia rentang antara
45 sampai dengan 65 tahun mempunyai gangguan penyakit jantung koroner, hal ini
sesuai pendapat Kern, 2003 mengatakan bahwa PJK lebih sering menyerang usia
dewasa tua karena pada usia dewasa tua memiliki faktor risiko yang lebih besar seperti
adanya riwayat merokok, kadar kolesterol total dan LDL yang meningkat, hipertensi,
DM dan faktor usia sendiri.
Kejadian penyakit jantung koroner akan
semakin bertambah
dengan bertambahnya usia kondisi ini diakibatkan
karena pada tahap proses penuaan akan
13 mengubah
fungsi vaskuler
termasuk perubahan endotel pembuluh darah. Endotel
pembuluh darah atau lapisan sel terdalam dari struktur pembuluh darah ini akan
meningkatkan produksi
endothelin ET yang merupakan vasokostriktor kuat pada saat
proses penuaan, kondisi ini berperan terhadap proses terjadinya arterosklerosis
Lewis, 2000.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia
dengan intensitas nyeri, demikian juga hasil penelitian usia dengan
vital sign tidak ada signifikasinya walaupun menurut teori usia juga
mempengaruhi tekanan darah, nadi dan kecepatan pernafasan pasien Ganong, 2001. Hal ini
dimungkinkan karena usia dalam penelitian ini homogen atau setara , sehingga tidak berbeda
dalam klasifikasinya. Data yang diperoleh dari responden pada
kedua kelompok menunjukkan 68,4 responden berjenis kelamin laki-laki dan 31,6 berjenis
kelamin perempuan, hal ini berarti sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik jenis kelamin antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa laki-laki lebih banyak
menderita penyakit jantung dibandingkan dengan perempuan menurut Menyar, 2009
Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan,
namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding insidensi
pada laki-laki. Dari hasil penelitian tidak ada hubungan
antara nyeri dengan jenis kelamin, sehingga ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri
Smeltzer and Bare, 2012 dan menurut Potter Perry 2005, juga mengatakan bahwa antara laki-
laki dan perempuan secara umum tidak mempunyai perbedaan yang bermakna terhadap
nyeri. Karakteristik
responden berdasarkan
pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebelumnya, dalam penelitian ini sebagian
besar responden belum memiliki pengalaman dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebesar
81,6. Penelitian lain menunjukkan mayoritas responden belum memiliki pengalaman operasi
sebelumnya sebesar 60 Ayudianingsih, 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengalaman pernah dilakukan tindakan kateterisasi jantung sebelumnya
atau tidak, dengan intensitas nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal
ini sesuai dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa setiap individu belajar dari pengalaman
nyeri, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu
tersebut akan mudah menghadapi nyeri pada masa yang akan datang Prasetyo, 2010, dan apabila
pernah mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi
14 atau sensasi terhadap nyeri sebagai sesuatu yang
tidak menyenangkan Potter Perry, 2005.
2. PengaruhSkalaNyeridan Vital SignSebelum
dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok
IntervensidanKelompokKontrol.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan intensitas nyeri dan kestabilan
vital sign tekanan darah sistole, diastole, frekuensi nadi dan
frekuensi respirasi pada pasien penyakit jantung
koroner pada pre intervensi dan post intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat
penurunan yang bermakna untuk skala nyeri dan vital sign, tetapi terdapat perubahan penurunan
antara pre post pada kelompok intervensi yang secara statistik bermakna maupun pre post pada
kelompok kontrol yang secara statistik tidak bermakna. Perubahan penurunan yang lebih kecil
pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok intervensi membuktikan bahwa
perlakuan dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam membuat pasien lebih relaks
dan intensitas nyeri serta vital sign lebih stabil dibandingkan hanya menggunakan protap rumah
sakit yang berupa teknik relaksasi nafas dalam saja. Penelitian ini didukung oleh Turana, 2008
mengatakan bahwa musik membuat rasa tenang dan nyaman, juga dapat mengurangi kecemasan,
nyeri dan membuat lebih relaks dengan memberikan efek akhir positif terhadap kestabilan
tekanan darah, detak jantung, nadi dan laju nafas. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan
gelombang otak dan berpengaruh terhadap kestabilan irama pernafasan, denyut jantung dan
tekanan darah manusia Bally et al, 2010.
Kelompok kontrol yang mendapatkan terapi standar ruangan menunjukkan hasil yang
tidak bermakna, sedangkan berdasarkan beberapa penelitian terdapat perbedaan antara kelompok
sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar. Berdasarkan penelitian Novita 2012 menyatakan
bahwa terdapat perbedaan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar.
Menurut analisa peneliti bahwa pada kelompok kontrol hanya dianjurkan tarik nafas dalam oleh
perawat ruangan tanpa instruksi yang rinci seperti yang tercantum dalam standar prosedur
operasional Rumah Sakit yang ada.
. Perbedaan Skala Nyeri Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan Sebelum dan Sesudah
KombinasiTerapiMusikdanRelaksasiNafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan
KelompokKontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan perlakuan terjadi
penurunan nyeri lebih besar dibandingkan yang hanya menggunakan protap Rumah Sakit. Sebelum
perlakuan kelompok intervensi skala nyerinya lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan tidak
bermakna. Sesudah
perlakuan, kelompok intervensi skala nyerinya lebih rendah secara
bermakna dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan perbedaan tekanan darah sistole dan
diastole, nadi, pernafasan antara kelompok intervensi lebih tinggi dari pada kelompok kontrol.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok
15 post skala nyeri, frekuensi nadi dan frekuensi
respirasi menurun karena kelompok tersebut mendapatkan teknik relaksasi nafas dalam, tetapi
yang menjadi perbedaan menurunnya masing- masing variabel berbeda, karena pada kelompok
intervensi mendapat perlakuan yang lebih yaitu dengan terapi musik, tetapi pada kelompok kontrol
hanya mendapatkan teknik relaksasi nafas dalam saja. Penelitian yang mendukung dari penelitian ini
adalah tentang pengaruh
comfort technical intervention dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur Susanti, 2014,
dimana diperoleh perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol. Pada dasarnya beatketukan yg mempunyai frekuensi tertentu atau hertz akan
meningkatkan kerja saraf parasimpatik dan menekan saraf simpatik sehingga dengan
tertutupnya saraf simpatik respon jantung akan menurunkan denyutnya. Untuk respon emosinya
berada di system
limbic. Irama dengan hertz tertentu akan merangsang sistem emosi di sistem
limbic lebih tenang dan lebih stabil sehingga akan meningkatkan kerja saraf parasimpatik sehingga
denyutan jantung menjadi normalstabil Santoso, 2015. Musik dan relaksasi membuat rasa tenang
dan nyaman serta membuat pasien lebih relaks dengan hasil akhir memberikan efek positif
terhadap detak jantung Suselo, 2010.
4. Selisih Skala Nyeri dan Vital sign Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Musik dan
Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok IntervensidanKelompokKontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat selisih yang bermakna pada nyeri, sedangkan untuk
vital sign tidak terdapat selisih yang bermakna pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Perbedaan selisih dari masing-masing variabel berbeda, karena pada kelompok intervensi
mendapatkan perlakuan yang lebih yaitu dengan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam,
tetapi pada kelompok kontrol hanya sesuai dengan protap Rumah sakit yang ada. Dalam penelitian ini
yang dilakukan 1 hari didapatkan hasil terjadi penurunan rata-rata intensitas nyeri pada
kelompok intervensi sebesar 2,68 poin dan dibandingkan dengan kelompok kontrol secara
statistik bermakna, hal ini didukung beberapa penelitian antara lain musik efektif untuk
manajemen nyeri pasca operasi jantung karena terjadi penurunan intensitas nyeri pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tanpa terapi musik Jafari,
et al. , 2012 Penelitian tentang kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
femur yang dilakukan selama 3 hari masing-masing 20 menit didapatkan hasil terjadi penurunan
intensitas nyeri sesudah dilakukan intervensi sebesar 5 poin oleh Susanti 2014.
Hasil dalam penelitian ini didapatkan pada kelompok intervensi selisih sistole 9,32 poin,
secara statistik tidak bermakna, untuk selisih diastole pada penelitian ini didapatkan pada
kelompok intervensi 4,21 poin, secara statistik
16 tidak bermakna, selisih frekuensi nadi 3,79 poin,
secara statistik tidak bermakna, untuk selisih frekuensi respirasi pada penelitian ini didapatkan
hasil pada kelompok intervensi 2,37 poin, secara statistik tidak bermakna, menurut peneliti hal ini
disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan dalam 1 hari dengan rentang 1,5 jam, sehingga
lama waktu intervensi juga berpengaruh sesuai penelitian yang dilakukan Tori 2008 bahwa
relaksasi yang dilakukan secara teratur dan jangka waktu yang lama akan membantu mengendalikan
emosi sehingga berdampak pada sistem syaraf otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi
dan pernafasan. Synder, 2002 dalam Tori 2008 menyebutkan bahwa salah satu langkah dalam
terapi musik maupun relaksasi adalah memilih tempat yang tenang dan bebas dari gangguan
orang lain. Ruangan yang tenang akan memungkinkan seseorang untuk berkonsentrasi
menikmati terapi yang diberikan. Responden dalam penelitian ini tidak berada di ruang khusus
tetapi di ruang rawat inap, dimana ada yang satu kamar untuk 1 orang ada yang untuk 2 dan ada
yang 3 orang serta ada dibatasi korden antar pasien, sehingga masih memungkinkan ada
stimulus yang menyebabkan responden kurang berkosentrasi saat intervensi. Penggunaan headset
juga belum 100 menjamin responden tidak mendengar suara dari luar, hal ini berdampak tidak
ada perbedaan tekanan darah, nadi, respirasi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Musik
merangsang
pengeluaran endorphin
dan mengurangi pengeluaran katekolamin seperti
epineprin dan norepineprin dari medulla adrenal, penurunan
hormone ini akan mengurangi vasokontriksi yang diakibatkan oleh nyeri sehingga
membantu memperbaiki tanda-tanda vital diantaranya adalah penurunan kekuatan kontraksi
ventrikel yang dimanisfestasikan dengan adanya kestabilan tekanan darah dan denyut jantung
dengan hasil akhir dapat menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah dan konsumsi oksigen Bally
et al, 2010. Perbedaan nadi dan pernafasan sebelum
dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan tidak mengalami penurunan yang
signifikan Penelitian relaksasi nafas dalam yang di
lakukan oleh Anderson et al. 2010, selama 4
minggu hasil pengukuran tekanan darah setiap hari menunjukkan hasil penurunan tekanan darah
sistolik rata-rata 11 poin dan diastolik 6 poin. Hasil penelitian lain menurut Sebastian, 2014
ditemukan dengan
slow breathing dapat menurunkan tekanan darah sistolik 6,7 mmHg dan tekanan
darah diastolik 4,9 mmHg dimana nilai p=0,001 α 0,05. Kombinasi terapi musik dan teknik
relaksasi nafas dalam berpengaruh menurunkan tekanan darah secara bertahap sampai ke batas
normal sesuai dengan sistem adaptasi tubuh Muttaqin, 2009. Hal ini didukung hasil penelitian
tentang kombinasi terapi musik dan
slow deep breathing selama 14 hari menunjukkan pada
kelompok intervensi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 41,46 poin dan distolik sebesar
37,52 yang berarti penurunan tekanan darah secara signifikan. Kombinasi dari kedua terapi non
farmakologis ini memberikan hasil lebih baik
17 dibandingkan dengan menggunakan salah satu
terapi non farmakologis. Berdasarkan hasil penelitian Suselo 2010,
pemberian terapi musik selama 3 hari berturut- turut menunjukkan penurunan rata-rata tekanan
darah sitolik sebesar 39,34 poin dan penurunan rata-rata tekanan darah distolik sebesar 7 poin.
Hasil dalam penelitian ini didapatkan pada kelompok intervensi selisih sistole 9,32 poin,
secara statistik tidak bermakna, untuk selisih diastole pada penelitian ini didapatkan pada
kelompok intervensi 4,21 poin, secara statistik tidak bermakna, selisih frekuensi nadi 3,79 poin,
secara statistik tidak bermakna, untuk selisih frekuensi respirasi pada penelitian ini didapatkan
hasil pada kelompok intervensi 2,37 poin, secara statistik tidak bermakna, menurut peneliti hal ini
disebabkan karena penelitian ini hanya dilakukan dalam 1 hari dengan rentang 1,5 jam, sehingga
lama waktu intervensi juga berpengaruh sesuai penelitian yang dilakukan Tori 2008 bahwa
relaksasi yang dilakukan secara teratur dan jangka waktu yang lama akan membantu mengendalikan
emosi sehingga berdampak pada sistem syaraf otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi
dan pernafasan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti berasumsi bahwa kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam yang dilakukan mengambil waktu minimal 15 menit karena masa rawat inap
pasien pendek yaitu 2 hari dan keluhan yang dirasakan pasien rentang 2 sampai 6 jam setelah
dilakukan kateterisasi jantung, kemudian intervensi kadang jam berkunjung sehingga kurang
konsentrasi. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan
lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon
endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang
saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu
dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri
Brunner Suddart, 2009. Hasil observasi pada responden terjadi
peningkatan kenyamanan, dimana saat penelitian sebelum dilakukan kombinasi terapi musik dan
teknik relaksasi nafas dalam respon responden memperlihatkan expresi wajah tampak menahan
sakit dan setelah intervensi ± 80 tampak relaks. Pemberian intervensi pada kelompok kontrol skala
nyerinya tetap, kemungkinan karena standar prosedur operasional yang sudah ada diruangan
kurang optimal pelaksanaannya.
KESIMPULANDANSARAN Kesimpulan
1. Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin,
pengalaman pernah dilakukan kateterisasi atau tidak dengan intensitas nyeri dan
vital sign 2. Ada pengaruh pemberian kombinasi terapi
musik dan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan
kestabilan vital sign kelompok intervensi pada
18 pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. 3. Tidak ada pengaruh pemberian kombinasi
terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan
kestabilan vital sign kelompok kontrol pada
pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
4. Ada perbedaan perubahan intensitas nyeri, respirasi dan nadi
sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam
pada pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol.
5. Tidak ada perbedaan perubahan sistole dan diastole
sesudah diberikan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam pada
pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta antara kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol.
Saran 1. Bagi RSUP Dr. Sardjito
Terapi komplementer berupa kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan intensitas nyeri dan menstabilkan vital sign pada pasien post kateterisasi jantung
bisa diterapkan sebagai intervensi keperawatan mandiri. Hal ini diharapkan menjadi
pertimbangan oleh pihak manajemen Rumah sakit untuk menyediakan fasilitasruangan
khusus yang diperlukan khususnya untuk intervensi terapi musik serta peraturan untuk
menjaga ketenangan selama pasien dilakukan kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi
nafas dalam .
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
tentang kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam yang dikembangkan lebih
lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih lama pada
pasien post operasi atau tindakan invasif yang lain yang mempunyai masa rawat inap yang
lebih panjang minimal satu minggu.
DAFTARPUSTAKA
Aaronson Ward 2010. At a glance: Sistem
kardiovaskular Jakarta: Penerbit Erlangga. American Music Therapy Association.2011.
Music Therapy The New York Times Company.Diakses 12 Desember 2015 dari
http:www.Musictherapy.orgaboutqu ates
. Anderson DE, McNeely JD and Windham. 2010.
Regular slow-breathing axercise effects on blood pressure and breathing patterns at
rest. Journal of Human Hypertension 24, 807-
813 , diakses 09 Desember 2015 dari
http:Journal+of Human+Hypertension .
Brunner and Suddarths 2009, Textbook of
Medical-Surgical Nursing, USA Buzzato.
2010. Anxiety Before Cardiac
Catheterization, Brazil. Dahlan. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan
Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika.
19 Deivi,SK. Sefti,SJ. Hendro,B. 2015. Pengaruh
Pemberian Musik Terhadap Skala Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Pada
Pasien Pasca Operasi Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah Sakit TK. III
07.06.01 R.W Monginsidi Manado. ejournal
Keperawatan e-Kp Volume 3 Nomor 2. Dezta, 2011 Hubungan gaya hidup dengan
kejadian penyakit jantung koroner, Bandung.
Dody S. 2012. Intervention of Relaxation Music Therapy and Nature Sound to Pain and
Anxiety Level of Patient: Literature Review
Gonzales , et al 2010. Effec of Guided Imagery
on Postoperative Outcome in Patiens Undergoing
same-Day Surgical
Procedures : A Randomized, Single blind study.
AAN Journal . vol .78, No. 3 181. Hamel, W.J. 2009. Femoral artery closure after
cardiac catheterization. Critical Care Nurse.
29:39-46 dari http:ccn.aacnjournals.org
Hariadi, 2010. faktor faktor resiko tindakan kateterisasi jantung diRS jantung dan
pembuluh darah harapan kita Jakarta. Hastuti. Umi I, Abdul M 2013. Pengaruh Teknik
Relaksasi Nafas
Dalam terhadap
Penurunan Sensasi Nyeri pada Perawatan Luka Pasien dengan Ulkus Diabetik di
RSUP Dr. Sardjito. Posted on October 25, 2013 .
Jafari H, Amir E and Aria S 2012 The effects of
listening to preferred music on pain intensity after open heart surgery
Iranian journal of nursing and midwifery research
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations.2000.
Pain: current
understanding of assessment, management, and treatments. National Pharmaceutical
Council, Inc
Juli, J. 2012 faktor – faktor yang menyebabkan Penyakit jantung koroner di RS jantung
dan pembuluh darah harapan kita Jakarta. Dari
http:lib.ui.ac.id Kemenkes. 2013.
Riset kesehatan dasar 2013 Diakses pada tanggal 4 Agustus 2014
dari www.litbang.depkes.go.id
. Kern, M.J. 2003. The cardiac catheterization
handbook5
th
Ed. St. LouisMisouri. Mosby.
Margareta,E.,Gill,SD.2009. Music as a Nursing Intervention For Post Operative Pains : A
Systematic Review . Journal of Perianesthesia Nursing, 24.9:370-383
diakses 20 Desember 2014 dari http: www.ncbi.nlm.nih.govpubmed1996210
4. Menyar. 2009. Comparison of Men and Women
With Acute Coronary Syndrome in Six Middle Eastern Countries,
AM J Carddio Motahedian,E.,Saeid,M.,Ebrahim,H.,Marzieh,L.,2
012. The effect of Music Therapy on Postoperative Pain Intensity in Patients
Under spinal Anesthesia. Iran J Crit Care
Nurs 5.3: 139-144 diakses 13 November 2014
dari http:www.inhc.irbrowse.phpa_id
. Nilsson
, U. 2008. The Anxiety and Pain-
Reducing Effects of Music Interventions :
A Systematic Review, 780, 782, 785-794, 797- 807.
Novita, D. 2012. Pengaruh terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi ORIF di
RSUDAM Propinsi Lampung. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Perdana, A. 2016. Pain relief dan natural healing
untuk relaksasi, Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang Otak, Jepara Jawa tengah.
Potter Perry . 2005. Fundamental Keperawatan
Volume 2.Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Purwanto, Edi. 2011.
Jurnal Efek Musik Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Operasi di Ruang Bedah RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta.
Prasetyo,N.S.2010. Konsep dan Proses Keperawatan
Nyeri. Graha Ilmu : Yogyakarta. Santoso. 2015.Fisiologi Manusia: dari sel ke
system. Edisi2. EGC. Jakarta. Sebastian, 2014. Efektifitas Kombinasi terapi
Musik dan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien
0 Hipertensi.
Tesis. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2012.
Buku ajar keperawatan medical-bedah. Edisi 8. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta Susanti. 2014. Pengaruh Kombinasi Terapi
Musik dan Relaksasi Nafas Dalam dengan Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur
Femur. Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Sussanne M Cutshall; et.al. 2011. Effect of the
Combination of Music and nature Sounds on Pain and Anxiety in Cardiac surgical Patients:
A Randomized Study. Alternative Therapies JulAug 2011, vol. 17. No. 4: 16-21.
Suselo. 2010. Efektifitan Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-tanda Vital pada Pasien
Hipertensi Primer di Rumah Sakit Umum Jayapura Tesis. Universitas Indonesia.
Jakarta. Tarwoto. 2011. Pengaruh Latihan slow Deep
Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala
Ringan. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Tim Terapi Musik. 2016.TerapiMusikUntuk mengurangi nyeri dan Relaksasi diakses 04
Desember 2015
dari http:www.terapimusik.com.
Tori. 2008. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Status Hemodinamik pada Pasien Koma.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No 2, Hal 115-120
Tubagus,EN. 2015. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada pasien
Dengan Post Operasi Di RSUD A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung.
Jurnal Kesehatan Volume VI, Nomor 1, hal 14-22
Turana.2008. Stres, Hipertensi dan Terapi Musik. diakses 23 Desember 2015 dari
http:www.tanya dokter.com .
Van Kouten, M.E 1999.Nonpharmacologis pain
management for postoperative coronary artery by pass surgery patients The Journal of nursing
scholarship 152 31:127
World Health Organization. 2002. World Health
Organization Report
Genewa.
69
A I PENDAHULUAN
. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler telah menjadi salah satu masalah penting
kesehatan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit Jantung Koroner PJK menjadi kasus terbanyak pemicu kematian di negara-negara maju, jumlah
penderita penyakit ini tiap tahun semakin meningkat. Data WHO menyebutkan bahwa 17,3 juta orang diperkirakan meninggal karena kardiovaskular pada tahun
2010, mewakili 30 dari semua kematian global. Dari data kematian tersebut, diperkirakan 7,3 juta yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner Smeltzer t
al, 2012. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 pada laki-laki dan 120
pada perempuan Smeltzer t al, 2012.
P
enyebab utama PJK adalah aterosklerosis. Kelainan penyakit ini sudah mulai terjadi pada usia muda, diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia
antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi
plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi mempercepat pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun nyeri dada
Brunner Suddarth, 2009.
2
PJK dapat dikenali didiagnosis dengan beberapa cara, mulai dari teknik non invasif seperti elektrokardiografi EKG sampai pemeriksaan invasif seperti
koronografi kateterisasi jantung Guyton Hall, 2007. Kateterisasi jantung merupakan tindakan prosedur diagnostik invasif dengan cara memasukkan satu
atau beberapa kateter ke dalam jantung atau pembuluh darah koroner untuk menentukan saturasi oksigen dalam darah, mengetahui adanya penyumbatan
dalam arteri koroner, fungsi katup dan kelainan jantung Brunner Suddarth, 2009.
Tindakan kateterisasi jantung mempunyai beberapa risiko, selain mempunyai fungsi yang menunjang diagnostik, yaitu: aritmia, emboli, perubahan
saraf, iskemik, alergi dan komplikasi pembuluh darah aronson Ward, 2010
. Tindakan kateterisasi jantung merupakan tindakan invasif yang akan
menimbulkan berbagai reaksi baik sebelum tindakan maupun setelah dilakukan tindakan antara lain nyeri post tindakan,
peningkatan tekanan darah ,frekuensi pernafasan dan frekuensi nadi
Brunner Suddarth, 2009. Tindakan keperawatan
yang diperlukan post kateterisasi jantung antara lain mengevaluasi keluhan pasien mengenai rasa nyeri ketidaknyamanan, kebas atau kesemutan pada
ekstrimitas yang dilakukan intervensi Brunner Suddarth, 2009. Manajemen nyeri merupakan bagian dari perawatan pasien yang sangat
penting. Th Joint Commission on th Accrditation of Halthcar Organization JCAHO tahun 2000, mengembangkan standar pengelolaan nyeri bagi institusi
kesehatan dengan menyatakan bahwa keluhan nyeri harus dinilai pada semua
3
pasien karena mereka mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. World Halth Organization WHO tahun
2002 menyatakan bahwa bebas dari nyeri adalah bagian dari hak azazi manusia. Nyeri dinyatakan sebagai tanda-tanda vital kelima oleh Th Amrican Pain
Socity tahun 2003, dalam Smeltzer Bare, 2012. Standar JCI Assssmnt of Patint AOP standar 1.7 disebutkan semua pasien rawat inap dan rawat jalan
diskrining untuk rasa sakit dan dilakukan assessmen nyeri. Standar JCI yang lain yaitu Car of Patint COP 6.4 disebutkan bahwa
mewajibkan pasien untuk dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
Berdasarkan data yang didapat dari ruang tindakan kateterisasi jantung di RSUP DR. Sardjito bulan Januari sampai dengan gustus 2015 terdapat
1.181 pasien, dimana 778 pasien 66 menjalani kateterisasi jantung saja dan 403 pasien 34 dilakukan koronografi langsung PTCA+Stnt, sedangkan
data pasien yang masuk di ruang ICCU dari bulan Januari sampai dengan gustus 2015 setelah menjalani kateterisasi jantung PTCA sebanyak 240
pasien.
Berdasar hasil wawancara mendalam dengan 10 orang pasien di ruang perawatan ICCU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta setelah dilakukan tindakan
kateterisasi jantung ada yang mengeluh nyeri 5 orang, pegel dan kebas 3 orang , tidak nyaman 2 orang.
Menurut NANDA 2015 bahwa yang dimaksud nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan
oleh pasien sehingga dapat disimpulkan bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan pasien merupakan suatu keadaan nyeri.
4
Keluhan nyeri yang dirasakan pasien setelah dikaji dari 10 pasien ada
8 orang 80 mengatakan nyeri sedang dengan skala nyeri antara 5 sampai 6, sedangkan
yang 2 orang 20 hanya merasakan nyeri ringan dengan skala 2-3.
Pasien kateterisasi jantung saat akan dilakukan tindakan mendapatkan lidokain 20 mg
atau 2 . Hasil wawancara dengan penanggung jawab ruang kateterisasi jantung RSUP Dr. Sardjito dikatakan bahwa sebagian besar respon pasien setelah
dilakukan tindakan kateterisasi jantung ekspresi wajah menahan sakit karena nyeri dan kebas yang dialami pasien di daerah yang dilakukan tindakan.
Penyebab timbulnya nyeri ketidaknyamanan pada pasien post kateterisasi jantung antara lain: adanya luka bekas tindakan invasif, letak area yang
dilakukan tindakan dan respon pasien yang berbeda dalam merasakan nyeri Jong,M.t al,2004. Setelah kateterisasi jantung pasien dilakukan immobilisasi
dengan pembebatan pada daerah tindakan untuk mencegah perdarahan yang dilakukan selama 6 jam post tindakan Hamel, 2009. Nyeri pada pasien
kateterisasi jantung menjadi signifikan apabila tidak mendapatkan penanganan yang memadai, dapat menyebabkan ketegangan, gelisah dan kecemasan.
Penurunan nyeri pada pasien dapat diupayakan dengan mendekatkan teman atau keluarga, memberikan informasi teoritis, memberikan teknik
relaksasi, memberikan terapi musik dan guidd imagry agar pasien bisa mengurangi nyeri
Buzatto, 2010; priani, 2011. Manajemen nyeri pasca bedah meliputi pemberian terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi berupa
intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagry dan
5
biofdback Potter Perry, 2005. Beberapa terapi non farmakologi yang bisa digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri pasien post tindakan invasif diatas,
peneliti memilih terapi musik dan relaksasi nafas dalam, hal ini didukung beberapa penelitian tentang efektifitas dari kedua teknik tersebut antara lain
terapi musik efektif sebagai metode non farmakologi, murah, non invasif dan memiliki efek untuk mengurangi intensitas nyeri pasca operasi Margareta t al,
2009; Jafari t al, 2012; Motahedian t al, 2012; Deivi, dkk. 2015. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktifitas simpatis dalam system saraf otonom sehingga dapat mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri
Tarwoto, 2011; Hastuti,dkk., 2013. Mendengarkan musik yang sesuai dan mengatur pola nafas yang lambat secara teratur memberikan efek ketenangan
pada tubuh baik secara fisik dan psikis. pabila tubuh merasa nyaman sistem kerja tubuh akan sesuai, jantung berdenyut secara normal, transport oksigen pada
sel tubuh terpenuhi, metabolisme tubuh sesuai kebutuhan, homeostasis tubuh seimbang dan tidak memicu timbulnya stresor. Kondisi ini akan mengoptimalkan
tubuh dalam mengatasi terjadinya komplikasi penyakit jantung nderson, t al. 2010; Nilsson, 2008.
Teori Kolcaba mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat diaplikasikan oleh perawat
kepada pasien dengan masalah nyeri yang meliputi tiga bentuk kenyamanan akan keringanan rlif, ketenangan as, dan keadaan yang lebih baik
6
transcdnc yang dapat terpenuhi dalam empat kontex pengalaman yang meliputi aspek fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan dan banyak
menggunakan comfort tchnical intrvntion, coaching maupun comfort food yang didalamnya termasuk terapi musik dan relaksasi nafas dalam
Tomey M, lligood M, 2006.
Pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam belum diterapkan secara optimal untuk menurunkan nyeri, walaupun di standar prosedur operasional sudah
tercantum di manajemen pengelolaan nyeri, karena dalam pelaksanaannya baru terbatas pada menganjurkan tarik nafas dalam dan belum di follow up sudah
sesuai atau belum dengan SPO. Terapi musik belum diterapkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan belum ada standar prosedur operasionalnya, demikian
juga dengan kombinasi antara terapi musik dan relaksasi nafas dalam. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melihat sejauh mana
“kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam efektif menurunkan intensitas nyeri dan menstabilkan vital sign pada pasien post kateterisasi jantung
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah ngka kejadian penyakit jantung semakin meningkat, salah satu
pemeriksaan diagnostik dan terapi yang dilakukan adalah kateterisasi jantungPTCA, terdapat 66 pasien kateterisasi jantung dan yang langsung PTCA
dan stnt 34 di RSUP Dr. Sardjito. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
7
tindakan kateterisasi jantung dapat menimbulkan ketidaknyamanan nyeri, upaya penurunan nyeri bisa diberikan dengan terapi non farmakologi.
Penggunaan terapi musik maupun teknik relaksasi nafas dalam merupakan terapi non farmakologi yang telah terbukti secara signifikan dapat menurunkan
nyeri pasien dengan berbagai kasus penyakit dan apalagi bila dikombinasi antara terapi musik dengan relaksasi nafas dalam. Oleh sebab itu maka perlu di lakukan
penelitian untuk membuktikan, apakah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam efektif dapat menurunkan nyeri dan menstabilkan vital
sign pasien post kateterisasi jantung ? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas kombinasi
terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri dan vital sign pada pasien post kateterisasi jantung.
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan intensitas nyeri dan vital sign.
b. Untuk mengetahui intensitas nyeri dan vital sign pasien post kateterisasi jantung pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan
kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta .
8
c. Untuk mengetahui intensitas nyeri dan vital sign pasien post kateterisasi jantung pada kelompok kontrol tanpa dilakukan kombinasi terapi musik
dan relaksasi nafas dalam di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta . d. Untuk menganalisis perbedaan kedua kelompok yaitu antara kelompok
yang dilakukan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam dan pada kelompok kontrol.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Keilmuan
Penelitian ini sebagai vidnc basd dalam mengembangkan intervensi dengan terapi non farmakologi kombinasi terapi musik dan relaksasi
nafas dalam. 2. Manfaat Praktis Guna Laksana
a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan intervensi kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam .
b. Mengurangi tingkat ketidaknyamanannyeri pasien post kateterisasi jantung.
c. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya pasien post kateterisasi jantung.
9
E. Penelitian Terkait Penelitian yang terkait dengan yang akan penulis lakukan ada beberapa
yang hampir sama tetapi ada perbedaan baik kasus maupun tempat penelitian dan belum ada judul yang sama dengan yang akan penulis lakukan :
1. Th ffcts of listning to prfrrd music on pain intnsity aftr opn hart surgry oleh Jafari, t al. 2012
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek mendengarkan musik terhadap intensitas nyeri pasca operasi jantung, sampel sebanyak 60 orang
terbagi dalam kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi yang diberikan terapi musik dengan headpone selama 30 menit dan kemudian
diukur dengan numerik rating skala. Hasil menunjukkan bahwa terapi musik efektif untuk manajemen nyeri pasca operasi jantung karena terjadi
penurunan intensitas nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tanpa terapi musik. Persamaan dengan penelitian
ini adalah penggunaan terapi musik dan instrumen yang dipakai yaitu numerik rating skala, perbedaannya peneliti menggunakan kombinasi
terapi musik dan relaksasi nafas dalam dan sampelnya pasien post kateterisasi jantung PTCA
2. Effct of th combination of music and natur sounds on pain and anxity in cardiac surgical patints: a randomizd study oleh Susanne, M. t al
2011. Desain penelitian ini randomizd control trial. Sampelnya pasien bedah jantung dengan jumlah sampel sesuai kriteria inklusi 173 pasien,
0
hasilnya menunjukkan adanya penurunan nilai nyeri untuk kelompok musik kombinasi kombinasi musik dan suara alam dibandingan dengan
kelompok kontrol perawatan standar dengan p=0,0010,05. Rata-rata relaksasi pasien untuk kelompok musik kombinasi meningkat
dibandingkan kelompok kontrol p=0,030,05. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama sama menggunakan terapi musik pada pasien
jantung untuk menurunkan nyeri, perbedaannya pada penelitian ini dengan desain quasi ksprimn dan kombinasinya dengan relaksasi nafas dalam
pada pasien post kateterisasi jantung PTCA. 3. Pengaruh comfort tchnical intrvntion dengan kombinasi terapi musik
dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur oleh Susanti 2014.
Desain penelitiaannya quasi ksprimn pr post tst dengan kelompok kontrol 21 responden selama 20 menit dalam 3 hari. Hasil penelitian
diperoleh perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain
penelitiaanya, penggunaan terapi musik dan relaksasi nafas dalam. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah sampel penelitian pada pasien
post tindakan kateterisasi jantung PTCA. 4. Intervensi terapi musik relaksasi dan suara alam natur sound terhadap
tingkat nyeri dan kecemasan: literatur review oleh Dody Setiawan 2012. Metode yang digunakan adalah literature review dengan studi kepustakaan
dan pencarian elektronik yang menggunakan search engine EBSCO host MEDLINE, GALE infotract.galgroup dan google dengan kata kunci
yang digunakan yaitu patints, ancity, pain, rlaxation, music dan natur. Hasil review dari beberapa artikel penelitian tersebut menunjukkan bahwa
76 perawatan standar ruangan yang dikombinasikan dengan terapi musik lebih efektif menurunkan tingkat kecemasan dan 76,2 efektif
menurunkan tingkat nyeri pada pasien dibandingkan tanpa terapi musik. 75 perawatan standar yang dikombinasikan dengan terapi suara alam
lebih efektif menurunkan kecemasan dan 100 efektif menurunkan tingkat nyeri pasien dibandingkan tanpa terapi suara alam. Perawatan
standar yang dikombinasikan dengan gabungan antara terapi musik relaksasi dan suara alam menunjukkan bahwa 100 efektif menurunkan
nyeri dan kecemasan pasien. Persamaan dengan penelitian ini adalah penggunaan terapi musik dan relaksasi nafas dalam dalam menurunkan
tingkat nyeri. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah sampel penelitian ini khusus pada pasien post tindakan kateterisasi jantung PTCA,
sedangkan penelitian terdahulu secara umum pada pasien yang dilakukan tindakan invasiv
5. Efektifitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-tanda Vital pada Pasien Hipertensi Primer di Rumah Sakit Umum Jayapura oleh Suselo
2010. Desain penelitiaannya quasi ksprimn dngan pndkatan pr post tst dengan kelompok kontrol 30 responden selama 30 menit dalam 2
2
kali sehari selama 3 hari. Pengukuran tanda-tanda vital dilakukan 15 menit sebelum dan 15 menit sesudah intervensi, sedangkan untuk kelompok
kontrol dilakukan pengukuran pada pemeriksaan awal dan dilanjutkan 1 jam dari pemeriksaan awal. Hasil penelitian diperoleh rata-rata penurunan
tanda-tanda vital setelah intervensi terapi musik pada kelompok intervensi lebih besar dibanding kelompok kontrol p valu 0,05. Persamaan
dengan penelitian ini adalah desain penelitiaanya, penggunaan terapi musik pengaruhnya terhadap penurunankestabilan tanda-tanda vital.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah sampel penelitian pada pasien post tindakan kateterisasi jantung PTCA.
6. Nonpharmacologis pain managmnt for postoprativ coronary artry
by pass surgry patints oleh Van Kouten, 1999. Tujuan penelitian ini untuk mendokumentasikan seberapa sering metode
non-farmakologis dilaksanakan selain farmakologis dan apa efeknya terhadap penurunan nyeri post operasi coronary artry by pass surgry.
Sampel 20 pasien pasca operasi bypass arteri koroner graft CABG pasien. Hasilnya ditemukan bahwa pada kelompok yang mendapatkan
terapi farmakologis yang dikombinasikan dengan terapi non farmakologis teknik relaksasi menunjukan penurunan nyeri yang lebih banyak
dibandingkan kelompok yang hanya mendapatkan terapi farmakologis. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan teknik relaksasi
untuk menurunkan nyeri dan sama-sama pada pasien jantung, sedangkan
3
perbedaannya penelitian ini variabel bebasnya selain teknik relaksasi tetapi juga dikombinasi dengan terapi musik dan ada yang dilakukan pada
pasien yang menjalani prosedur diagnostik yaitu kateterisasi jantung selain juga tindakan PTCA.
7. Effct of music thrapy on pain discomfort, and dprssion for patints with lg fracturs oleh Kwon 2006
Tujuan penelitian ini untuk menentukan efek terapi musik terhadap ketidaknyamanan nyeri dan depresi pada pasien dengan fraktur kaki. Hasil
penelitian menunjukkan terapi musik merupakan metode yang efektif untuk mengurangi nyeriketidaknyamanan dan depresi. Persamaan dengan
yang akan dilakukan peneliti adalah penggunaan terapi musik untuk mengurangi nyeriketidaknyamanan pada pasien setelah tindakan invasif,
sedangkan perbedaannya dengan yang akan dilakukan peneliti selain terapi musik juga dikombinasi dengan relaksasi nafas dalam .
8. Pengaruh latihan slow dp brathing terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan oleh Tarwoto 2011.
Desain penelitiaannya quasi ksprimn pr post tst dengan kelompok kontrol 21 responden selama 15 menit. Hasil penelitian diperoleh
perbedaan yang bermakna intensitas nyeri kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain
penelitiaanya, penggunaan teknik relaksasi nafas dalam. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah variabel bebasnya yaitu penggunaan
4
kombinasi terapi musik dengan teknik relaksasi nafas dalam, sampel penelitian pada pasien post tindakan kateterisasi jantung PTCA.
5
5
A II TINJAUAN PUSTAKA
. Landasan Teori 1. Penyakit Jantung Koroner
a. Pengertian Penyakit jantung koroner PJK merupakan penyakit jantung dan
pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis akibat
timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan Judith, 2005.
b. Penyebab Penyebab penyakit jantung koroner secara pasti belum diketahui,
tetapi secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK. Berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologis
prospektif menurut Framingham 2009, diketahui bahwa faktor risiko seseorang untuk menderita PJK ditentukan melalui interaksi dua atau
lebih faktor risiko antara lain: faktor biologis yang tidak dapat diubah yang meliputi: hereditas, umur lebih dari 40 tahun makin tua risiko
makin besar, jenis kelamin, insiden pada pria lebih tinggi dari pada wanita wanita risikonya meningkat sesudah menopouse. Sedangkan
faktor biologis yang dapat diubah meliputi: dislipidemia, tekanan darah
6
tinggi hipertensi, merokok, obesitas, diabates mellitus, diet tinggi lemak jenuh dan kalori serta stres psikologis berlebihan, inaktifitas fisik
Dezta,H., 2011.
NormalarteryAtheroscleroticartery Gambar2.1
Potongan arteri koroner
diambil dari Medical-surgicalNursing, 2009
c. Kejadian PJK Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama
kematian pada pria maupun wanita baik di negara maju maupun berkembang, untuk pria dan wanita risiko penyakit kardiovaskuler
meningkat seiring dengan peningkatan usia, riwayat merokok, hipertensi, lipid darah, level glukosa serta obesitas sentral Bernis,
2007; Devon, 2002. PJK tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena PJK meskipun kasusnya tidak sebesar
pada laki-laki. Pada orang yang berumur 65 tahun ke atas, ditemukan 20 PJK pada laki-laki dan 12 pada wanita Menyar, 2009.
Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang
7
meninggal dunia akibat penyakit kardiovaskuler terutama PJK 7,2 juta dan stroke5,5 juta.
2. Kateterisasi Jantung CoronaryAngiografy. Kateterisasi jantung merupakan prosedur invasif dengan
memasukkan satu atau lebih kateter ke jantung dan pembuluh darah tertentu untuk memvisualisasikan ruang jantung, katup, pembuluh
darah besar, dan arteri koroner. Prosedur ini untuk membantu dalam diagnosis, pencegahan perkembangan kondisi jantung dan evaluasi
yang akurat serta pengobatan yang kritis pada pasien Brunner Suddart, 2009.
8
Gambar 2.2 kses masuk kateter jantung
diambil dari http:www.massgeneral.orgheartcenterservicesprocedure
a. Indikasi. Pemeriksaan kateterisasi jantung menurut Brunner Suddart 2009
dapat dilakukan pada penyakit koroner yang sudah diketahui atau diduga berupa: angina tidak stabil, serangan angina baru, evaluasi
sebelum tindakan operasi, iskemia, hasil treadmil positif, nyeri dada atipikal atau spasme koroner, angina pektoris, gagal trombolitik,
shock, komplikasi mekanik ventrikel septal defek, ruptur dindingotot polos.
b. Kontra Indikasi. Kontra indikasi relatif antara lain :penyakit gagal jantung kongestif
yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, aritmia, penyakit pembuluh darah serebral yang kurang dari satu bulan, infeksidemam,
elektrolit tidak seimbang, perdarahan gastrointestinal, kehamilan, antikoagulasi perdarahan akut tidak terkontrol, pasien tidak
kooperatif, keracunan obat seperti digitalis, phennothiazid, gagal ginjal. Sedangkan kontra indikasi mutlak tidak boleh dilakukan
apabila tidak cukup perlengkapan atau fasilitas Muttaqin, 2009.
9
c. Intervensi Keperawatan Menurut Brunner Suddart 2009, intervensi perawat yang dilakukan
setelah pasien dilakukan kateterisasi jantung adalah: 1 mati posisi akses kateter adanya perdarahan atau hematoma
dan menilai denyut nadi perifer pada bagian ekstremitas yang dilakukan kateterisasi dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsa di
ekstremitas bawah pulse, radial dalam ekstremitas atas setiap 15 menit selama 1 jam, dan kemudian setiap 1 sampai 2 jam
sampai pulse stabil. 2 Evaluasi suhu dan warna ekstremitas yang terkena dan setiap
pasien keluhan nyeri, mati rasa kesemutan, atau sensasi untuk menentukan
tanda-tanda insufisiensi
arteri, laporkan
perubahannya segera. 3 Memantau adanya disritmia dengan mengamati monitor jantung
atau dengan menilai pulsa apikal dan perifer untuk perubahan dalam tingkat dan irama.
4 Menginformasikan pasien bahwa jika prosedur ini dilakukan percutaneously melalui arteri femoral, pasien akan tetap pada
istirahat di tempat tidur dengan kaki yang lurus dan kepala diangkat ke 30 derajat selama 2 sampai 6 jam dengan penekanan
untuk mencegah perdarahan Hamel, 2009.
20
5 Untuk kenyamanan, pasien bisa berbalik dari sisi ke sisi tetap dengan kaki yang lurus.
6 Menginformasikan pasien jika prosedur ini dilakukan melalui arteri radialis, pasien akan tetap pada istirahat di tempat tidur
tangan lurus selama 2 sampai 6 jam dengan bebat fiksasi Hamel, 2009.
7 njurkan pasien untuk melaporkan nyeri dada dan perdarahan atau tiba-tiba ketidaknyamanan dari akses tusukan kateter
segera Juli, 2012. 8 Mendorong cairan untuk meningkatkan output urin dan
mengeluarkan obat kontras. 9 Pasien post kateterisasi jantung PCI diobservasi selama 24 jam
dan apabila tak ada komplikasi diperbolehkan rawat jalan pulang Tim RSJPD, 2014.
d. Komplikasi. Hal-hal yang kemungkinan bisa terjadi akibat tindakan kateterisasi
jantung menurut Farouque,etal 2005: 1 Komplikasi mayor antara lain: tromboemboli, infark miokard,
alergi kontras seperti: spasme laring, spasme bronkus, hipotensi berat atau henti jantung, aritmia berat seperti: ventrikel fibrilasi,
kematian.
2
2 Komplikasi minor: aritmia sinus bradikardi, ventrikel premature beat dan ventrikel takikardi, alergi ringan, seperti erupsi
kulit,perdarahan pada tempat tusukan atau hematom, infeksi, edema paru, komplikasi jarang seperti: ruptur pembuluh darah,
kateter melilit, kateter putus, perforasi arteria koroner, nyeri daerah tusukan.
3. PercutaneousTransluminalCoronaryAngioplasty PTCA.
PTCA adalah prosedur terapi untuk memperbaiki aliran darah ke
miokard dengan balon kateter pada daerah penyempitan koroner dan mengembangkannya. Sehingga lumen tersebut akan lebih lebar dari
semula sehingga terjadi perbaikan aliran darah. Stent adalah alat yang ditanamkan pada pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis
untuk mempertahankan pembukaan koroner secara mekanis Brunner Suddart, 2009
Gambar2.3 PercutaneousTransluminalCoronaryAngioplasty
Diambil dariMedical-surgicalNursing, 2009
22
Gambar2.4 Insertionofacoronaryarterystent
Diambil dari Medical-surgicalNursing, 2009
a. Indikasinya antara lain pada penyakit jantung koroner dengan bukti iskemik, angina tidak stabil, infark miokard dengan haemodinamik
memburuk, kelainan katup, primary PTCA pada akut miokard infark sedangkan indikasi pemasangan stent meliputi: restenosis pada grafts,
penutupan mendadak dari diseksi sesudah PTCA dan risiko tinggi untuk kolaps, restenosis setelah tindakan PTCA, robekan intima pada post
PTCABrunner Suddart, 2009 . b. Kontra Indikasi.
Kontra indikasi pada PTCA atau pemasangan stentadalah pada disfungsi ventrikel yang berat Wajan, 2010 .
23
c. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi antara lain: angina, aritmia, perdarahan,
spasme tiba-tiba dari pembuluh darah koroner, hipotensi, reoklusi, iskemik tungkai, infark miokard, kematian Bally et al, 2010.
Komplikasi pada tempat akses: perdarahan, hematom, ekimosis, pseudoaneurisma, nyeri lokal dan memar Hamel, 2009. Menurut
penelitian prospektif oleh Higgins, Odom 2008, komplikasi vaskuler pascaintervensi koroner perkutan dari 1089 pasien sebanyak 35.7
meliputi perdarahan 22,4, hematom 7,1, perdarahan dan hematom 6, pseudoaneurisma dengan diagnosis ultrasound 0,37.
4. Konsep Intensitas Nyeri a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang terjadi akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.
Berkaitan dengan hal tersebut, nyeri yang dirasakan oleh individu yang mengalami post-operasi, bisa dari skala yang paling ringan hingga terberat
Brunner Suddart, 2009 b. Patofisiologi Nyeri
danya rangsangan pembedahan menimbulkan kerusakan pada jaringan yang kemudian akan melepaskan zat antara lain: histamine,
24
serotonin, plasmakini, bradikinin, prostaglandin yang disebut mediator nyeri. Mediator ini merangsang reseptor nyeri yang terletak di ujung saraf
bebas dari kulit, selaput lendir dan jaringan lain sehingga rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia akan
merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokontriksi yang akan meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme
otot yang pada akhirnya akan menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan
pengiriman impuls nyeri ke medula spinalis ke otak terus berjalan sehingga terjadi persepsi nyeri Smeltzer Bare, 2012.
Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri
adalah suatu proses elektrofisiologis. da 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsis yaitu:
1
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika
nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. ktivasi reseptor ini nociceptors merupakan sebagai
bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.
2
TransmisiTransmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi
melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil
25
ke sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen akan berakson pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan
melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
3
ModulasiModulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi
melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf
pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
ditransmisikan melalui saraf-saraf descenden ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
4
PersepsiPerception
Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan
tetapi juga meliputi cognitionpengenalan dan memorymengingat. Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional dan behavioralperilaku
juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut
suatu fenomena yang melibatkan multidimensional. c. Faktor- faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah :
26
1. Usia
Usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki respon yang
berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Nyeri dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara menafsirkan
nyeri ada dua: pertama, rasa sakit adalah normal dari proses penuaan, kedua sebagai tanda penuaan menurut Smeltzer dan Bare 2012.
2. Jenis kelamin
Respon nyeri di pengaruhi oleh jenis kelamin. Telah dilakukan penelitian terhadap sampel 100 pasien untuk mengetahui perbedaan
respon nyeri antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya menunjukan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon
nyeri yaitu perempuan mempunyai respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura
yang menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan
nyeri Smeltzer dan Bare, 2012. 3. udaya
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Orang
Jawa dan Batak mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri,
27
bahwa pasien Jawa mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit
melalui kegiatan keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain, pasien
Batak merespon nyeri dengan berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sehingga
menunjukkan ekspresif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang berbeda dinyatakan dalam cara yang berbeda yang
mempengaruhi persepsi nyeri Smeltzer dan Bare, 2012.
4.Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan
persisten Smeltzer dan Bare, 2012. Pasien yang pernah mengalami
nyeri dan tidak mampu mengatasi nyeri ,maka akan mempunyai persepsi terhadap nyeri sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan Potter
Perry, 2005; Bradt Dileo, 2009.
5.Perhatian
Tingkat perhatian seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat akan
meningkatkan respon nyeri, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
28
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri Prasetyo, 2010.
6.Kecemasan Ansietas
Hubungan antara nyeri dan cemas bersifat kompleks, cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas Prasetyo, 2010. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Gill 1990 yang dikutip dalam Buzzato 2010,
yang melaporkan adanya suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi.
d. Penatalaksanaan Nyeri 1.Farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat narkotik, nonopiat OINS obat anti inflamasi
nonsteroid, obat-obat adjuvans atau koanalgesik. nalgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik
meredakan nyeri dan memberikan perasaan euphoria Berman, et al. 2009. Nonopiat analgesik non-narkotik termasuk obat OINS
seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan
29
tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah luka Berman, et al. 2009.
nalgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri
kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, dapat membantu mengurangi spasme otot yang
menyakitkan, kecemasan, stres, dan menguatkan strategi nyeri lainnya sehingga klien dapat tidur nyenyak Berman, etal. 2009.
2.Non Farmakologi Manajemen nyeri non farmakologik yang dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri adalah terapi musik, relaksasi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres dan pijat
Van Kouten, 1999. Beberapa peneliti percaya bahwa intervensi keperawatan non-farmakologis, digunakan
dalam kombinasi dengan analgesik, dapat membantu mengurangi rasa sakit. Teknik ini dapat membantu pasien mencapai rasa kontrol atas
rasa sakit Van Kouten, 1999. a.Relaksasi
Relaksasi merupakan managemen nyeri non farmakologi yang mempunyai efek sangat baik untuk mengatasi nyeri. Relaksasi akan
menyebabkan penurunan hormon adrenalin dengan penurunan hormon adrenalin akan menyebabkan rasa tenang, rasa tenang akan
menyebabkan aktifitas saraf simpatik menurun sehingga akan
30
menyebabkan penurunan nyeri. Menurut penelitian Houston dan Jesurum dalam Purwanto, 2011 penggunaan tehnik relaksasiThe
quickrelaxationtechnique QRT dan kombinasi farmakologisyang dilakukan pada 24 pasien yang berumur 70 tahun dimana obyek
penelitian sedang menjalani bedah jantung bypassdi ruang ICU, hasil penelitian ini menunjukan setengah dari sampel yang diteliti
merasakan nyeri hilang dengan cepat dari pada kelompok yang tidak diberi relaksasi.
b.Terapi Musik Terapi musik merupakan bagian dari tehnik relaksasi yang
dapat digunakan di ruang ICU yang mempunyai efek menenangkan. Efek terapi musik pada nyeri pada pasien kanker dengan berbagai
diagnosa telah mengungkapkan banyak manfaat diantaranya meningkatkan kenyamanan dan relaksasi dengan pengurangan nyeri,
stress yang dikarenakan pengobatan, cemas, mual dan muntah
Li Mei. et al , 2011.
Metode pereda nyeri non-farmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah, termasuk pemberian terapi
musik bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri Purwanto, 2008.
e. Instrument Pengukuran Nyeri
1.NumericalRatingScaleNRS
3
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan
pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga10, di bawah ini, nol 0 merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh 10,
suatu nyeri yang sangat hebat. Keterangan :
Tidak Nyeri = Bila skala intensitas nyeri numerik 0, Nyeri ringan = bila skala intensitas nyeri numerik 1 -3, Nyeri sedang = bila skala intensitas
nyeri numerik 4-7, Nyeri hebat = bila skala intensitas nyeri numerik 8-10, menurut Smeltzer dan Bare, 2012.
2 VisualAnalogueScaleVS Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual
nalog Scale Potter dan Perry, 2005. Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm atau 100 mm, dengan penggambaran
verbal pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 tanpa nyeri sampai angka10 nyeri terberat.
3 SF-MPQ TheShort-FormMcGillPainQuestionnaire Instrumen ini berbentuk kuesner yang komponennya terdiri dari
15 deskriptor 11 sensorik; 4 afektif yang dinilai pada skala intensitas
sebagai 0 = tidak ada , 1 = ringan, 2 = sedang atau 3 = berat.
32
15 deskriptor itu meliputi denyutan, pengambilan gambar ekspresi, penusukan, kaku, kram, perih sekali, panas terbakar, sakit, berat, lembut,
membelah, melelahkan, menjijikkan, menakutkan,menyiksa Li Mei et al, 2011.
f. Vitalsign pada nyeri
Pengukuran vital sign memberikan informasi yang sangat penting terutama mengenai status kesehatan secara umum. Vital sign meliputi:
tekanan darah, frekuensi nadi, suhu tubuh, dan frekuensi pernafasan. Pengukuran ini harus dibandingkan dengan rentang normal dan
pengukuran sebelumnnya.
1 Tekanan darah Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding
arteri. Tekanan darah mempunyai dua komponen yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan
darah maksimum pada arteri ketika kontraksi ventrikel kiri. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan saat istirahat yaitu tekanan dari
darah antar ventrikel PotterPerry, 2005. Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada saat darah dipompa oleh
jantung keseluruh anggota tubuh manusia Guyton Hall, 2007. Tabel 2.5
33
Klasifikasi pengukuran tekanan darah
Kategori Tekanan Sistolik
mmHg Tekanan Diastolik
mmHg Hipotensi
119 79
Normal 120
80 Pre hipertensi
120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 Ringan 140-159
90-99 Hipertensi Stage 2 Sedang
160-179 100-109
Hipertensi Stage 3 Berat 180
110 JointNationalCommittee-VII, 2003
2 Nadi Jantung akan memompa melalui aorta dan pembuluh darah perifer.
Pemompaan ini darah akan menekan dinding arteri, menciptakan gelombang tekanan seiring dengan denyut jantung yang pada perifer
akan terasa detak nadi. Nadi pada radial tangan adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung Guyton
Hall, 2007. Kekuatan denyut nadi ditentukan tekanan denyut. pabila tekanan denyut tinggi, gelombang denyut mungkin cukup besar untuk
dapat diraba atau bahkan didengar oleh individu yang bersangkutan Guyton Hall, 2007. Menurut Ganong 2003 frekuensi nadi dewasa
dan usia lanjut: normal 60-100 x menit. 3 Suhu tubuh
Produksi panas yang terjadi sebagian rentang dari metabolism dan ketika berolahraga. Suhu tubuh secara umum diatur oleh hipotalamus.
Suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
34
hipotalamus. Rentang suhu normal untuk dewasa 36,4 -37,2 °C Ganong, 2003
4 Frekuensi pernafasan Untuk mengetahui irama pernafasan dilakukan inspeksi. Frekuensi
pernafasan dilakukan satu kali nafas dan sekali hembusan nafas ekspirasi. Rentang normal frekuensi pernafasan pada orang dewasa
yaitu 12-20 kalimenit Ganong, 2003. dapun yang mempengaruhi kecepatan pernafasan diantaranya usia, suhu, aktifitas, jenis kelamin,
dan status kesehatan.
5. Teori Kenyamanan Khaterine Kolcaba
Kenyamanan adalah suatu konsep yang mempunyai hubungan yang kuat dengan ilmu perawatan. Perawat menyediakan kenyamanan ke
pasien dan keluarga-keluarga mereka melalui intervensi dengan orientasi pengukuran kenyamanan. Kondisi keluarga dan pasien diperkuat dengan
tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan melibatkan perilaku Tomey, lligood, 2006.
Peningkatan kenyamanan adalah sesuatu hasil ilmu perawatan yang merupakan bagian penting dari teori comfort, mereka secara teoritis
dihubungkan dengan suatu kecenderungan ke arah kenyamanan yang ditingkatkan setiap saat, dan dengan sendirinya klien akan mencapai
kesehatan yang diinginkan dalam mencari kesembuhan .
35
HealthCareNeedsadalahkebutuhan pelayanan kesehatan untuk
pemenuhan kenyamanan bagi pasien Kolcaba, 2010. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan yang
kesemuanya membutuhkan monitoring, laporan verbal maupun non verbal
.
Comfort diartikan sebagai suatu pengalaman yang immediate yang menjadi sebuah kekuatan melalui kebutuhan akan keringanan relief,
ketenangan ease dan transcedence keadaan yang lebih baik, yang dapat terpenuhi dalam empat kontex pengalaman yang meliputi aspek fisik,
psikospiritual, sosial dan lingkungan Kolcaba, 2010; Tomey lligood, 2006 . Comfortmeasuresdiartikan sebagai suatu intervensi keperawatan
yang didesain untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang spesifik
dibutuhkan oleh pasien. Enhanced comfort merupakan sebuah outcome
yang langsung diharapkan pada pelayanan keperawatan, mengacu pada teori comfort ini. Intervening variables didefinisikan sebagai kekuatan
yang berinteraksi sehingga mempengaruhi persepsi penerima kenyamanan secara keseluruhan. Variabel ini meliputi pengalaman masa lalu, usia,
sikap, status emosional, support system, prognosis, financial dan keseluruhan elemen dalam pengalaman si penerima. Health Seeking
Behavior HSBs merupakan sebuah kategori yang luas dari outcome berikutnya yang berhubungan dengan pencarian kesehatan yang
didefinisikan oleh penerima saat konsultasi dengan perawat Kolcaba,
36
2010. Teori kenyamanan kolcaba ini bisa diterapkan dalam praktek antara lain seperti di dalam keperawatan kebidanan, katheterisasi jantung,
perawatan kritis, pekerja rumah sakit, keperawatan bedah tulang, keperawatan perioperatif.
Kolcaba menyatakan bahwa perawatan untuk kenyamanan memerlukan sekurangnya tiga tipe intervensi comfort yaitu teknis
pengukuran kenyamanan, merupakan intervensi yang dibuat untuk mempertahankan homeostasis dan mengontrol nyeri yang ada, seperti
memantau tanda-tanda vital, hasil kimia darah, juga termasuk pengobatan nyeri. Tehnis tindakan ini didesain untuk membantu mempertahankan atau
mengembalikan fungsi fisik dan kenyamanan, serta mencegah komplikasi. Coaching mengajarkan meliputi intervensi yang didesain untuk
menurunkan kecemasan, memberikan informasi, harapan, mendengarkan dan membantu perencanaan pemulihan recovery dan integrasi secara
realistis atau dalam menghadapi kematian dengan cara yang sesuai dengan budayanya. Comfortfood untuk jiwa, meliputi intervensi yang menjadikan
penguatan dalam sesuatu hal yang tidak dapat dirasakan. Terapi untuk kenyamanan psikologis meliputi pemijatan, adaptasi lingkungan yang
meningkatkan kedamaian dan ketenangan, guided imagery, terapi musik, mengenang, dan lain lain.
6. Konsep Terapi Musik
37
Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya Bally et al, 2010. Musik mempunyai kemampuan untuk mengetahui ketidakmampuan yang dialami oleh setiap orang, ketika
musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan dan memerihara kesehatan fisik, mental, emosianal, sosial
dan spiritual dari setiap individu. Hal ini dikarenakan, musik memiliki beberapa kelebihan, seperti musik bersifat universal, nyaman dan
menyenangkan, berstruktur. Perlu diingat bahwa banyak proses dalam hidup kita berakar dari
irama sebagai contoh, napas kita detak jantung, dan pulsasi berulang dan berirama. Hal inilah yang mendasari kita dalam merawat pasien dengan
terapi musik Sebastian, 2014. Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri pasca operasi klien Potter dan Perry, 2005. a. Pengertian
Musik pada dasarnya merupakan bagian dari seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaannya. Karya musik harus
memenuhi syarat tertentu yang merupakan system yang ditopang oleh berbagai komponen seperti melodi, harmoni, ritme, warna suara, tempo,
dinamika, dan bentuk Bradt Dileo, 2009. Menurut Potter dan Perry
38
2005, terapi musik digunakan sebagai teknik untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Terapi musik bekerja langsung pada organ dan sistem saraf pendengaran kemudian dikirim pada sistem limbik di otak atau daerah
yang mengatur emosi Tim terapi musik, 2016. Terapi musik merupakan proses antara terapis musik dengan klien menggunakan
musik untuk membantu dan mempertahankan kesehatan dari aspek fisik, emosional, mental, sosial, estetika dan spiritual. Dengan terapi musik
yang sesuai dengan kebutuhan klien baik secara elemen musik pitch, tempo, trimbe dan dinamika akan memberikan respon pada individu
untuk menenangkan emosi, meningkatkan kesehatan, mengembangkan kemampuan kognitif dan komunikasi American Music Therapy
Association, 2011.
b. Jenis Terapi Musik Manfaat terbesar pada sistem kardiovaskular terdapat pada musik
klasik dan musik meditasi, sedangkan music heavy mental dan techno tidak efektif dan dapat berbahaya karena dapat menyebabkan stress dan
aritmia yang mengancam jiwa Jafari et al., 2012. Musik vocal dan orchestra menghasilkan korelasi signifikan lebih baik terhadap sinyal
kardiovaskular dan pernafasan dibandingkan dengan jenis musik dengan penekanan Jafari etal., 2012. Jenis musik pain relief maupun natural
39
healing yang mempunyai karakteristik frekuensi 40-60 hz dan tempo 61- 80 beatmenit memenuhi kriteria sebagai terapi musik untuk relaksasi
yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri minimal satu hari satu kali Perdana, ., 2016.
c. Elemen terapi musik Empat elemen musik yang menjadi dasar perlakuan pada terapi
musik karena setiap gangguan yang dialami klien membutukan penekanan pada elemen yang berbeda dan terdapat dalam berbagai jenis
musik yaitu: 1 Pitch
Nada dihasilkan melalui vibrasi pada kecepatan tertentu yang dikenal dengan sebutan pitch, yang diukur dalam hertz, hal ini dapat didengar
karena membuat molekul-molekul udara bergetar dalam kecepatan yang sama. Bila vibrasi ini bertemu dengan telinga pendengaran maka
akan terjadi proses persepsi dan kognitif dalam otak yang dapat menyimpulkan jenis nada tertentu.
2 Tempo Rata-rata satuan waktu pada sebuah musik dimainkan yang
mengambarkan kecepatan musik tersebut. 3 Trimbe
Disebut juga warna suara atau kualitas suara. Jika dua alat musik, misalnya gitar dan trombone dimainkan bersama-sama pada nada dasar
40
pitch yang sama maka dapat dibedakan antara suara gitar dan suara trombone, karena keduanya memiliki warna suara yang berbeda.
4 Dinamika spek musik yang terkait dengan tingkat kekerasan musik, atau
gradasi kekerasan dan kelembutan suara musik. Pemilihan parameter musik yang digunakan untuk relaksasi
menurut Wigram et al, 2011 dalam Sebastian 2014 adalah frekuensi 60-90 Hz, dinamika sedikit perubahan, melodi dinamik
dengan tempo 60-80 beatsmenit. Karakteristik musik yang bersifat terapi yaitu musik yang nondramatis, dinamikanya bisa
diprediksi,memiliki nada yang lembut, harmonis dan tidak berlirik, temponya 60-80 xmenit Bally, 2010.
Satuan volume untuk mendengarkan musik getaran suara adalah decibel dB. Untuk mendengarkan musik menggunakan headset
dengan volume 60-90 dB. Volume musik yang dinyatakan comfortable adalah memiliki volume 60 dB. Volume yang dapat menimbulkan efek
terapi adalah 40-60 dB bisa dilakukan saat menjelang tidur selama 30 menit untuk mendapatkan efek relaksasi maksimum sedangkan terapi
minimal dilakukan dua kali sehari selama minimal 15 menit Nilsson, 2008; hmad, 2012 .
Terapi musik diberikan dalam waktu yang berbeda-beda akan memberikan efek yang berbeda-beda. Lama waktu memperdengarkan
4
terapi musik sangat tergantung keadaan pasien yang akan dilakukan terapi musik. Pada beberapa pasien, terapi musik yang hanya sebentar
sudah dapat memberikan efek yang positif, tetapi ada yang dalam waktu lama, baru memberikan efek positif yang sedikit kepada
pasiennya, dengan demikian, antara satu orang dengan yang lain bisa berbeda
.
Prinsip dasar yang harus dipegang dalam memberikan terapi musik adalah bahwa terapi musik yang tepat sesuai parameter dan jenis
musik tidak akan memberikan dampak yang membahayakan pasien walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama Mucci Mucci,
2002. d. Mekanisme Musik Dalam Menurunkan Nyeri
Menurut Tuner 2010 musik dihasilkan dari stimulus yang dikirim dari akson-akson serabut sensorik asenden ke neuron-neuron
Reticular Activating System RAS. Stimulus ini kemudian ditransmisikan oleh nuclei spesifik dari thalamus melewati area-area
korteks cerebral, sistem limbik dan korpus collosum serta melewati area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Sistem saraf
otonom berisi saraf simpatis dan para simpatis. Musik dapat memberikan rangsangan pada saraf simpatis dan saraf parasimpatis
untuk menghasilkan respon relaksasi. Karakteristik respon relaksasi
42
yang ditimbulkan berupa penurunan frekuensi nadi, relaksasi otot dan tidur.
Musik mampu menghasilkan stimulus yang dapat merangsang pengeluaran endorphine yang menghasilkan golongan opiate dan
gland-pituitary yang dapat mempengaruhi mood dan memori seseorang sehingga akan lebih rileks Denisie and Downey, 2009.
Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphins substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa
sakitnyeri yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri di sistem saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, musik juga
bekerja pada sistem limbik yang akan dihantarkan kepada sistem saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi
kontraksi otot Potter Perry, 2005. Musik dan nyeri mempunyai persamaan penting yaitu bahwa
keduanya bisa digolongkan sebagai inputsensor dan output. Sensori input berarti bahwa ketika musik terdengar, sinyal dikirim keotak
ketika rasa sakit dirasakan. Jika getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi dekat dengan getaran rasa sakit, maka persepsi psikologis
rasa sakit akan diubah dan dihilangkan Journal of the American AssociationforMusikTherapist, 2011.
e. Mekanisme Musik Dalam Perubahan VitalSign
43
Musik merangsang pengeluaran endorphin dan mengurangi pengeluaran katekolamin seperti epineprin dan norepineprin dari
medulla adrenal, penurunan hormone ini akan mengurangi vasokontriksi yang diakibatkan oleh nyeri sehingga membantu
memperbaiki tanda-tanda vital diantaranya adalah penurunan kekuatan kontraksi ventrikel yang dimanisfestasikan dengan adanya kestabilan
tekanan darah dan denyut jantung dengan hasil akhir dapat menurunkan frekuensi nadi, tekanan darah dan konsumsi oksigen
Bally etal, 2010. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak dan berpengaruh terhadap kestabilan irama
pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah manusia Bally et al, 2010.
Musik dan relaksasi membuat rasa tenang dan nyaman serta membuat pasien lebih relaks dengan hasil akhir memberikan efek
positif terhadap tekanan darah, detak jantung dan laju pernafasan Suselo, 2010. Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan
frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri dan menurunkan tekanan darah Bally et al,
2010.
7. Teknik Relaksasi Nafas Dalam a. Pengertian
44
Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat di lakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan
pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan,frekuensi jantung dan ketegangan otot Kristianto,
2013. Teknik relaksasi merupakan alternatif non obat-obatan dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping plasebo dan
distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif
dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,
stress fisik dan emosi pada nyeri Potter Perry, 2005. b.Tujuan relaksasi nafas dalam
Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik,
memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik
untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional, membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan
rasa sakit nyeri Djohan, 2006. Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik
pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien, dan untuk mengurangi
45
kerja bernafas. Latihan pernafasan diajarkan untuk penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif dengan tujuan
memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menurunkan nyeri Brunner
Suddart, 2009. Tehnik nafas dalam yang dilakukan pada penderita ini
adalah dengan cara sebagai berikut: 1 tur posisi penderita dengan posisi duduk di tempat tidur atau dikursi. 2 Letakkan satu
tangan penderita di atas abdomen tepat di bawah iga dan tangan lainnya pada tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan dada
dan abdomen saat bernafas. 3 Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat
maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik. 4 Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan
dan sedikit terbuka sambil mengencangkan mengkontraksi otot- otot abdomen dalam 4 detik. 5 Lakukan pengulangan selama 1
menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, ikuti dengan periode istirahat 2 menit. 6 Lakukan dalam lima siklus selama 15
menit disarikan dari Suddart Brunner, 2009. Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan
untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan
46
agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. dapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus
dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan
hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke
kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri Brunner Suddart,
2009. Teknik relaksasi juga dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigen darah serta menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi kerja jantung,dan
menghentikan siklus nyeri. Tarwoto, 2011. Menurut Van Kouten, 1999 bahwa ada pengaruh yang
signifikan strategi manajemen nyeri non farmakologis dengan teknik relaksasi pada klien post operasi coronaryarterybypass
graft.
5
B. Kerangka Teori
- Indikasi : Unstabil
angina, gagal trombolitik, hasil
tredmill +,IM
- Kontraindikasi:
Disfungsi ventrikel yang berat
- Komplikasi:
Hematom,perdarahan, aritmia, nyeri
lokalketidaknyamanan Penyakit Jantung
Koroner :
Prosedur Diagnostik
Prosedur terapi
Tindakan invasive Kateterisasi jantung
dan PTCA Intervensi Keperawatan
dg pendekatan kolcaba
Teknical
Choacing
Comfortfood Terapi Musik, Relaksasi,
massase Faktor yg
mempengaruhi nyeri :
Umur
Sex
Pendidikan
Pengalaman
Budaya
Perhatian
Kecemasan
Evaluasi :
Intensitas nyeri berkurang
TD, Nadi, Respirasi stabilnormal
Cidera jaringan
Pelepasan mediator prostaglandin,histamine,
bradikinin, serotonin PIN PTHWY
Tranduksi ktifitas listrik pada
ujung saraf sensoris
Transmisi perambatan impuls diteruskan ke sentral yaitu medulla
spinalis,sel neuron di kornu dorsalis,peningkatan tonus system saraf
otonom simpatis
Modulasi Interaksi system analgesic
endogen endorphin, bila impuls masuk lebih dominan akan terjadi sensible
nyeri
Persepsi impuls akan diteruskan ke
kortek sensorik sehingga terjadi intepretasi
Nyeri 0-10
Managemen farmakologi:
nalgetik non
opiate
nalgetik opiate
djuvan
Gambar 2.6 Sumber : Tommey M, lligood M 2006;
Brunner Suddart ,2009 ; Price Wilson 2005.
46
C. KERNGK KONSEP
Gambar 2.7 Keterangan :
: Diteliti : Tidak diteliti
Post Tindakan Kateterisasi Jantung PTCA
Hematom
ritmia
Nyeri ketidaknyamanan
Faktor yang mempengaruhi :
Counfoundingfactor
Umur
Jenis kelamin
Pengalaman
Nursing Intervensi
Perubahan Intensitas Nyeri Kestabilan TD, Nadi, Respirasi
Kombinasi terapi musik dan Relaksasi Nafas Dalam
Non Farmakologi
Budaya
Perhatian
Kecemasan Farmakologi
47
D. Hipotesis Berdasarkan kerangka teori tersebut diatas, maka hipotesis penelitian ini
adalah: Ha = da perbedaan intensitas nyeri dan vital sign pada pasien post
kateterisasi jantungPTCA sebelum dan sesudah dilakukan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi.
Ho = Tidak ada perbedaan intensitas nyeri dan vitalsign pada pasien post kateterisasi jantungPTCA sebelum dan sesudah diberikan terapi
standar ruangan pada kelompok kontrol.
48
A III METODE PENELITIAN
. Desain penelitian Desain penelitian ini adalah uasi eksperiment dengan
pre - post test with control group design
, dimana pada kelompok pertama diberikan perlakuan terapi musik dan relaksasi nafas dalam serta terapi standar
ruangan, kelompok kedua tidak diberikan perlakuan memakai protap rumah sakitterapi standar ruangan. Kemudian membandingkan hasil pengukuran
kelompok satu dan kelompok dua. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign pada pasien post kateterisasi jantung di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Rancangan ini dapat
diilustrasikan sebagai berikut :
Gb 3.1 Desain Penelitian
Sampel Penelitian
Consecutive Sampling
Kombinasi terapi Musik dan
Relaksasi Nafas Dalam serta Terapi
Standar Ruangan Kelompok
Intervensi
Kelompok Kontrol
B Terapi Standar
Ruangan D
C
49
Keterangan : Intensitas nyeri dan vital sign sebelum dilakukan kombinasi terapi musik
dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi B Intensitas nyeri dan vital sign sebelum dilakukan terapi standar ruangan
pada kelompok kontrol C Intensitas nyeri dan vital sign setelah dilakukan kombinasi terapi musik
dan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi D Intensitas nyeri dan vital sign setelah dilakukan terapi standar ruangan
pada kelompok kontrol B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang telah
dilakukan tindakan kateterisasi jantung dengan atau tanpa PTCA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Sampel Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non
probability sampling dengan pendekatan consecutive sampling. Besarsampel pada usulan penelitian ini menggunakan uji dua kelompok
atau lebih berpasangan menurut Kusuma,K.D., 2011 , dengan perhitungan :
2Õ² Z1-α
2+
Z1-β ² n₁ = n₂ =
µ1- µ2 ²
50
Keterangan : n₁= n₂ : Jumlah sampel
α : Tingkat kemaknaan β : Kekuatan penelitian
µ1 : Nilai mean kelompok kontrol µ2 : Nilai mean kelompok intervensi .
µ1- µ2 : Beda mean antara kedua kelompok Õ : Estimasi standar deviasi dari beda mean kedua kelompok
Õ²
:
Estimasi varian kedua kelompok dengan rumus : ½ µ1²+ µ2² Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yaitu oleh Susanti tentang pengaruh
kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam dengan penurunan intensitas nyeri diketahui standar deviasi sebesar 1.105, nilai perbedaan
rata-rata kedua kelompok sebesar 1.0 untuk menguji hipotesis menggunakan derajat kemaknaan sebesar 5 dan kekuatan uji sebesar
80 sehingga besar sampel minimal dalam penelitian ini :
Dengan demikian besar sampel untuk kelompok intervensi 19 pasien dan kelompok kontrol 19 pasien.
2Õ² Z1-α
2+
Z1-β ² n₁ = n₂ = [ -------------]
µ1- µ2 ² 2.1.105²x
1.96+0.84
² = [ --------------------]
1.0
²
=
19 subyek penelitian
51
Kriteria Inklusi: a. Pasien yang telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung dengan atau
tanpa intervensi PTCA di RSUP DR. Sardjito. b. Pasien telah kembali ke ruang rawat inap setelah dari ruang kateterisasi
jantung c. Skala nyeri dengan Numerik Rating Scale ≥ 2
d. Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran e. Pasien suka mendengarkan musik
f. Umur 25-75 tahun Kriteria Eksklusi:
a. Penderita Gangguan Jiwa misalnya gangguan mental organik, skizoprenia, retardasi mental, dll
b. Sebelum 2 jam post kateterisasi jantung bebat untuk menekan arteri radialis dan bantal pasir untuk penekanan arteri femoralis dilepas
c. Pasien mengalami komplikasi berat post kateterisasi jantung C. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan Instalasi Rawat Jantung IRJN RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan tanggal
9 Mei sd 6 Juni 2016. D. Variabel Penelitian
a.Variabel bebasnya yaitu kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi nafas dalam
b.Variabel terikat yaitu penurunan intensitas nyeri dan kestabilan vital sign.
52
E. Definisi Operasional Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Cara ukur Hasil ukur
Skala ukur
Intensitas nyeri
Tekanan Darah
Sistole
Tekanan Darah
Diastol
Frekuensi Pernafasan
Merupakan derajat
ketidaknyamanan akibat adanya tindakan invasif
yang dialami oleh pasien post kateterisasi jantung
PTCA sebelum dan setelah
mendapatkan pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman
nyeri dengan kombinasi terapi
musik dan relaksasi nafas dalam atau terapi standar
ruangan yang
digambarkan dengan
skala NRS 0-10 Tekanan Darah Sistole
adalah tekanan darah maksimum pada arteri
ketika kontraksi ventrikel kiri
Tekanan Darah Diastol adalah
pengukuran tekanan arteri pada saat
jantung beristirahat
diantara pompaan Frekuensi
pernafasan adalah banyaknya proses
keluar masuk udara ke dalam dan keluar paru
pada responden Melakukan wawancara
dan observasi
Menggunakan Numeric Rating Scale NRS
Mengisi lembar
observasi sesuai dg hasil yg tertera pada
Sphygnomanometer digital
Mengisi lembar
observasi sesuai dg hasil yg tertera pada
Sphygnomanometer digital
Jam tangan yang ada detiknya
0-10
-
mmHg
mmHg
xmenit Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
53
Frekuensi Nadi
Terapi Musik
Teknik Relaksasi
nafas dalam
Pasien post Kateterisasi
jantung
PTCA Frekuensi nadi adalah
banyaknya gerakan pada pembuluh darah arteri
pada responden yang dihasilkan oleh kontraksi
dari ventrikel kiri jantung Pemberian
tindakan mandiri
keperawatan dengan terapi musik
menggunakan headphone pada pasien
post kateterisasi jantung yang telah kembali ke
ruang rawat inap dengan mendengarkan
musik yang telah dipilih oleh
responden sesuai standar terapi musik selama 15
menit,minimal satu kali Pemberian
metode bernafas secara menda
lam dengan frekuensi kurang dari 10xmenit
yang dilakukan sambil mendengarkan
terapi musik selama 15 menit
dengan mengacu
panduan kombinasi
terapi musik
dan relaksasi nafas dalam
yang dibimbing oleh penelitiasisten peneliti
Pasien jantung koroner yang dilakukan tindakan
Kateterisasi jantung
PTCA oleh
dokter selama 1 sampai 2 jam
di radiologi ruang kateterisasi jantung
Mengisi lembar
observasi sesuai dg hasil yg tertera pada
Sphygnomanometer digital
Observasi menggunakan
MP3 dengan
headphone, Indikator :
F: 40-60 Hz T:60-80 Beatsmenit
Waktu 15 menit Non lirik
Observasi menggunakan panduan
kombinasi terapi musik dan teknik relaksasi
nafas dalam
Melakukan wawancara dan observasi pada
perawat,dokter yang menyiapkan
dan melakukan tindakan
xmenit Rasio
F. Instrumen Penelitian
55
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas
dalam dan protap ruangan menggunakan Numeric Rating Scale NRS , karena lebih mudah digunakan pasien maupun peneliti dan validitas
reabilitasnya baik menunjukkan konsistensi dan hubungan kekuatan yang baik Tubagus, 2015.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas
karena peneliti menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Liu
Herr 2007 dalam Tubagus, 2015, penelitian ini membandingkan empat skala nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale Revised FPS-R, VRS, dan VAS pada
klien pasca bedah menunjukkan bahwa keempat skala nyeri menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik. Menurut Tubagus, 2015, uji reliabilitas
menggunakan intraclass correlation coefficients ICCs dan keempat skala nyeri ini menunjukkan konsistensi penilaian pasca bedah setiap harinya
0,673 - 0,825 dan mempunyai hubungan kekuatan r = 0,71-0,99.
H. Cara Pengumpulan Data 1. Sumber data
56
a. Data primer Data yang diperoleh secara langsung menggunakan instrumen dengan
mengukur intensitas nyeri dan vital sign dengan metode wawancara dan pengukuran pada pasien post kateterisasi jantung PTCA di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. b. Data sekunder
Pengumpulan data sebagai penunjang atau pelengkap data yang didapatkan dari rekam medik dan keperawatan di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. 2. Tahapan penelitian
a. Tahap persiapan 1. Melakukan rekruitmen asisten penelitian dan melakukan informed
consent yaitu satu orang perawat yang bertugas memberikan informasi tentang penelitian dan permohonan kesediaan untuk
menjadi responden informed consent dan melakukan wawancara untuk penilaian nyeri menggunakan instrumen NRS, dan
memberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam serta mengukur vital sign.
2. Menyamakan persepsi tehnik penilaian NRS dan cara pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam serta
pengukuran vital sign. 3. Memberikan informasi terhadap pasien atau keluarga tentang
maksud dan tujuan penelitian.
57
4. Menawarkan kesukarelaan pasien untuk menjadi responden penelitian.
5. Meminta informed consent apabila pasien bersedia menjadi responden penelitian.
6. Memberikan kesempatan pasien untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas.
7. Memberikan dukungan psikologis selama penelitian a. Memperbolehkan keluarga untuk mendampingi apabila pasien
menginginkan. b. Memberi kesempatan untuk berhentiistirahat apabila pasien
kelelahan. c. Memperbolehkan responden untuk berhenti dan
tidak melanjutkan penelitian apa bila tidak berkenan di hati.
b. Tahap pelaksanaan 1 Menanyakan kesiapan pasien dalam pelaksanaan penelitian
2 Melakukan pemilihan kelompok intervensi atau kontrol tidak secara random, untuk pasien yang datang lebih dahulu di
kelompokkan sebagai kelompok intervensi jika memenuhi kriteria inklusi dan setelah cukup 19 responden, pasien selanjutnya sebagai
kelompok kontrol. 3 Menyiapkan pasien dan peralatan sesuai dengan pemilihan terapi
4 Mengamati keadaan umum, ekspresi wajah pasien dan mengukur vital sign 2 jam dan 3,5 jam post kateterisasi jantung pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 5 Pengukuran vital sign meliputi tekanan darah, frekuensi nadi dan
frekuensi pernafasan. 6 Melakukan pengukuran intensitas nyeri 2 jam dan 3,5 jam post
kateterisasi jantung pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan melakukan wawancara dan observasi pasien sesuai
instrumen NRS. 7 Melakukan pencatatan intensitas nyeri dari hasil pengukuran.
8 Pada kelompok intervensi diberikan terapi musik dan pada saat bersamaan pasien dianjurkan relaksasi nafas dalam dengan tarik
nafas melalui hidung dan mengeluarkan lewat mulut secara perlahan-lahan dengan waktu kombinasi terapi selama 15 menit
sebanyak dua kali yaitu pada 2 jam setelah tindakan dan 3 jam setelah tindakan kateterisasi jantungPTCA.
9 Melakukan pencatatan intensitas nyeri pasien berdasarkan pengukuran NRS setelah diberikan kombinasi terapi musik dan
relaksasi nafas dalam untuk kelompok intervensi dan terapi standar ruangan untuk kelompok kontrol.
58
c. lur Penelitian
Gambar 3.2
Pasien Post Kateterisasi JantungPTCA
Pasien diruang perawatan 2 jam dan 3,5 jam setelah dilakukan tindakan kateterisasi jantung PTCA dilakukan pengukuran
vital sign
dan diukur tingkat nyeri dengan NRS untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Kelompok Intervensi diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam
selama 15 menit pada 2 jam ,3 jam post tindakan kateterisasi jantungPTCA
Pemilihan Sampel
Kelompok kontrol dengan Terapi standar ruanganProtap
ruangan
Pasien diruang perawatan,
1 hari sebelumnya diambil data
,diberikan informasi penelitian,pengisian surat persetujuan,wawancara berkaitan
tujuan penelitian 59
I. Teknik analisa data a. nalisa data univariat
nalisa data univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman
dilakukan kateterisasi jantung pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang berbentuk angka frekuensi atau angka prosentase.
b. nalisa data bivariat nalisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antara
variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik wilcoxon dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi tidak
normal dengan melihat pengaruh skala nyeri dan respirasi, sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam serta
menggunakan uji statistik paired t-test dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi normal dengan melihat perubahan sistole, diastole,
nadi, sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam.
Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal untuk melihat analisis perbedaan skala nyeri,
respirasi dan nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol serta uji independen t-test dengan nilai signifikasi p-value ˃ 0,05 karena
distribusi normal, untuk melihat analisis perbedaan systole dan diastole pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
60
Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena distribusi tidak normal untuk analisis selisih nyeri, sistole, diastole, nadi,
respirasi pada kelompok intervensi dan kontrol Dahlan, 2011; Nursalam, 2013; Sugiyono, 2009.
J. Etika penelitian Menurut Hidayat 2008 masalah etika penelitian keperawatan
merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka
segi etika penelitian harus diperhatikan. Penelitian ini mengajukan persyaratan dari komite etik penelitian kedokteran dan kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada dengan terbitnya surat keterangan kelaikan etik nomor: KEFK741EC2016 dan ijin penelitian
dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta nomor: LB.02.01II.2112782016. Setiap orang yang terlibat dengan penelitian ini diberi penjelasan dan
diminta untuk menandatangani informed consent yang tersedia. Pelaksanaan penelitian ini mempertimbangkan 5 petunjuk yang
ditetapkan oleh American Nursing Assosiation N yang meliputi: 1. Self determination
Semua responden dalam penelitian ini diberikan hak otonomi untuk menentukan keputusan berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam
penelitian tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan setelah diberi penjelasan apabila menyetujui menandatangani lembar persetujuan
atau informed consent.
61
2. Privacy and Dignity. Selama penelitian peneliti menjaga privacy responden dengan
melakukan intervensi pada tempat yang nyaman dan setiap data dalam konteks penelitian yang diberikan oleh responden tidak dalam bentuk
paksaan. 3. Anominity and Confidentialy.
Selama proses penelitian responden yang di bagi dalam dua kelompok di berikan kode kode 1 untuk kelompok intervensi dan kode 2 untuk
kelompok kontrol dan nama responden di isi dalam bentuk inisial oleh responden.
4. Fair Treatment Responden mempunyai hak untuk dilakukan intervensi yang sama
oleh peneliti tanpa diskriminasi. 5. Protection from Discomfort and Harm.
Peneliti mempertahankan aspek kenyamanan responden baik fisik, psikologis maupun social selama proses penelitian. Berdasarkan
literatur yang diperoleh efek negatif dari terapi musik dan slow deep breathing belum ada, namun demikian peneliti tetap memberikan
antisipasi yang mungkin dialami responden.
62
3
A IV HASIL PENELITIAN DAN PEMAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tentang efektifitas kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada pasien post kateterisasi jantung ini dilaksanakan di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Instalasi Rawat Jantung pada bulan Mei 2016. Instalasi Rawat Jantung IRJAN merupakan pelayanan di bidang
kardiovaskuler dan menjadi pusat jantung terpadu di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan, yang memiliki jenis
pelayanan ntensive Cardiac Care Unit ICCU dengan kapasitas 15 tempat tidur, ntermediate Cardiac Care IMCC dengan kapasitas 5
tempat tidur, ruang rawat inap Anggrek 1 dengan 27 tempat tidur yang terdiridarikelas1ada3bed,kelas2ada12beddankelas3ada12bed
serta mempunyai pelayanan diagnostic non invasive, diagnostic invasive ,intervensi invasivedanrehabilitasijantungfaseIdanII.
Pada saat penelitian di IRJAN sudah mempunyai standar prosedur operasionalSPOtentangmelatihpasienuntukbernafasdalamdansudah
tertulisdalamlembarpendidikankesehatanyangharusdiberikankepada pasien
.
Jumlah pasien yang masuk di ruang CCU dari bulan Januari sampai dengan Agustus 2015 setelah menjalani kateterisasi jantung
PTCAsebanyak240pasien.
Jumlah responden dalam penelitian ini 38 pasien yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dengan jumlah masing-masing 19 pasien. Selama proses penelitian ini tidak ada pasien yang mengundurkan diri atau drop out. Pelaksanaan
penelitian dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 9 Mei sd 6 Juni 2016, dimulai dari pengumpulan data karakteristik responden dan pengukuran
vital sign dan skala nyeri yang dilakukan masing masing responden dua kalisebelumdansesudahintervensi.
Hasil pengumpulan data ini disajikan dalam bentuk tabel analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik responden dengan
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase sedangkan bivariat dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antara variabel bebas
denganvariabelterikatdenganmenggunakanujistatistikwilcoxon karena distribusitidaknormaldenganmelihatpengaruhskalanyeridanrespirasi
sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi musik dan relaksasi nafasdalam dengannilaisignifikasip-value˂0,05serta menggunakanuji
statistik paired t-test untuk distribusi normal dengan melihat pengaruh sistole, diastole, nadi sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi
musikdanrelaksasinafasdalamdengannilaisignifikasip-value˂0,05. Uji mann whitney dengan nilai signifikasi p-value ˂ 0,05 karena
distribusi tidak normal untuk melihat analisis perbedaan skala nyeri, respirasi dan nadi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol serta
uji independen t-test dengan nilai signifikasi p-value ˃ 0,05 karena