Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan
INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR
EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN
SKRIPSI
OLEH :
NIM 111121092
ANWAR SYAHDAM H
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Karena oleh rahmat
dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Nunung Febriany Sitepu, S.kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu, serta dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu
selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Rosina Tarigan, SKp, M.kep, Sp. KMB dan Ibu Cholina Trisa Siregar, Skep, Ns, M.Kep, Sp. KMB selaku dosen penguji satu dan dosen penguji
(4)
5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan
staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 6. Teristimewa kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Saiful Anwar Sakti
Hutapea dan Ibu Jida Aisah Siregar yang telah memberikan dukungan
baik moril maupun materil, doa, serta bimbingan dan memotivasi bagi
penulis, juga adekku tercinta yang sudah memberikan semangat dan doa.
7. Teman-teman dan sahabatku Isan, nanda, nita, bg. zainal, bg. sonang, bg tandro, lucas, dedi, dll yang telah memberi dukungan dan saling berbagi
ilmu. Seluruh mahasiswa Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 dan orang-orang yang
kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan semangat,
motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.
8. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian
skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, terkhususnya ilmu keperawatan.
Medan, Februari 2013
(5)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG……….. i
PRAKATA………….………... ii
DAFTAR ISI………... iv
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR SKEMA………... ix
ABSTRAK……….. x
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang……… 1
2. Rumusan Masalah……… 3
3. Tujuan Penelitian………. 3
4. Manfaat penelitian……… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Nyeri……….. 5
1.1 Defenisi nyeri……… 5
1.2 Klasifikasi nyeri……….... 7
1.3 Fisiologi nyeri……… 11
1.3.1 Stimulus nyeri……….. 11
1.3.2 Reseptor nyeri……….. 13
1.3.3 Pathways nyeri………. 14
1.4 Teori nyeri………. 16
1.4.1 Teori spesifik……… 16
1.4.2 Teori pattern………. 17
1.4.3 Teori pengontrol nyeri……….. 17
1.5 Faktor yang mempengaruhi nyeri……… 19
1.5.1 Usia………... 20
1.5.2 Jenis kelamin……… 20
1.5.3 Kebudayaan………... 21
1.5.4 Makna nyeri……….. 22
(6)
1.5.6 Perhatian……….. 23
1.5.7 Ansietas……… 23
1.5.8 Keletihan……….. 23
1.5.9 Pengalaman sebelumnya……….. 23
1.5.10 Dukungan keluarga………. 24
1.6 Pengkajian nyeri……… 24
1.7 Nyeri post operasi……….. 26
2. Fraktur………. 30
2.1 Defenisi………. 30
2.2 Klasifikasi fraktur………... 30
2.3 Jenis fraktur ekstremitas bawah……… 32
2.3.1 Fraktur collum femur……….. 33
2.3.2 Fraktur subtrochanter femur……… 33
2.3.3 Fraktur batang femur………... 33
2.3.4 Fraktur patella……….. 34
2.3.5 Fraktur proximal tibia………. 34
2.3.6 Fraktur tulang tibia dan fibia……….. 35
2.4 Tahap penyembuhan tulang……… 35
2.4.1 Proses hematom……….……… 36
2.4.2 Proses proliferasi……….……… 36
2.4.3 Proses pembentukan callus………..……… 36
2.4.4 Proses konsolidasi……….…………. 37
2.4.5 Proses remodeling……….………. 37
2.5 Penatalaksanaan fraktur……….……. 37
2.4.1 Reduksi terbuka……….…. 38
2.4.2 Fiksasi eksternal……….. 38
2.4.3 Graft tulang………. 39
BAB III KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka konseptual……… 40
2. Defenisi operasional………. 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian……….. 42
2. Populasi dan sampel………. 42
2.1 Populasi………... 42
(7)
3. Lokasi dan waktu penelitian………. 43
4. Pertimbangan etik………... 43
5. Instrument penelitian……….. 44
6. Validitas dan reliabilitas………... 44
7. Pengumpulan data………... 44
8. Analisa data………. 45
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil 1.1 Karakteristik Responden……… 46
1.2 Intensitas Nyeri Pasien……… ….. 47
2. Pembahasan 2.1 Karakteristik Responden………. ….. 48
2.2 Intensitas Nyeri Responden……… 49
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan……….. 52
2. Saran dan Rekomendasi 2.1 Bagi Praktek Keperawatan... 53
2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan………. 53
2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya……….. 53
(8)
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Jadwal Tentative Penelitian
5. Lembar Surat pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan
6. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data dari RSUD Dr. Pirngadi Medan 7. Daftar Riwayat Hidup
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis………. 10
Tabel 2. Stimulus nyeri………... 12
Tabel 3. Derajat fraktur terbuka……….. 31
Tabel 4. Jenis fraktur………... 32
Tabel 5. Defenisi Operasional………. 41
Tabel 5.1 Distribusi proporsi pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr.Pirngadi Medan berdasarkan Sosiodemografi………. 46
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr. Pirngadi Medan berdasarkan intensitas nyeri………. 47
(10)
DAFTAR SKEMA
(11)
Judul : Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.
Peneliti : Anwar Syahdam H
NIM : 111121092
Fakultas : Fakultas Keperawatan Tahun Ajaran : 2012/2013
Abstrak
Nyeri pasca bedah merupakan gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah. Salah satu lokasi nyeri yang sering terjadi adalah operasi pada tulang panjang serta fraktur. Proses pembedahan pada fraktur adalah ORIF (Open reduction and internal fixation), fiksasi eksternal dan Graft tulang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, yaitu untuk melihat intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Banyak responden 76 orang dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive samplinge .Instrument yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah numeric rating scale (NRS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan pada tingkat nyeri berat 68.4% dan pada tingkat nyeri sedang 31.6%. Nyeri berat yang dirasakan pasien pasca operasi fraktur dapat juga terjadi karena kurangnya pemberian dosis obat analgetik atau painkiller dan semacam obat AINS (Anti Inflamasi non steroid), yang bekerja menekan proses transduksi, yang berarti dapat menekan proses sensitisasi ferifer.. Kesimpulan pada penelitian ini nyeri berat yang dirasakan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada pasien, nyeri mengakibatkan hilangnya selera makan karena menahan nyeri yang dirasakan, kurangnya aktivitas tidur juga merupakan akibat dari nyeri berat yang dirasakan, dengan kondisi seperti itu akan memperlambat proses penyembuhan
(12)
Judul : Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.
Peneliti : Anwar Syahdam H
NIM : 111121092
Fakultas : Fakultas Keperawatan Tahun Ajaran : 2012/2013
Abstrak
Nyeri pasca bedah merupakan gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah. Salah satu lokasi nyeri yang sering terjadi adalah operasi pada tulang panjang serta fraktur. Proses pembedahan pada fraktur adalah ORIF (Open reduction and internal fixation), fiksasi eksternal dan Graft tulang. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, yaitu untuk melihat intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Banyak responden 76 orang dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive samplinge .Instrument yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah numeric rating scale (NRS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan pada tingkat nyeri berat 68.4% dan pada tingkat nyeri sedang 31.6%. Nyeri berat yang dirasakan pasien pasca operasi fraktur dapat juga terjadi karena kurangnya pemberian dosis obat analgetik atau painkiller dan semacam obat AINS (Anti Inflamasi non steroid), yang bekerja menekan proses transduksi, yang berarti dapat menekan proses sensitisasi ferifer.. Kesimpulan pada penelitian ini nyeri berat yang dirasakan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada pasien, nyeri mengakibatkan hilangnya selera makan karena menahan nyeri yang dirasakan, kurangnya aktivitas tidur juga merupakan akibat dari nyeri berat yang dirasakan, dengan kondisi seperti itu akan memperlambat proses penyembuhan
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah.
(Sjamsuhidajat, 2005).
Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas
jaringan tubuh. Untuk menjaga homeostasis, tubuh melakukan mekanisme
untuk segera melakukan pemulihan pada jaringan tubuh yang mengalami
perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh
sehingga nyeri dirasakan oleh pasien (Wall & Jones, 1991). Pada proses
operasi digunakan anestesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat
dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, ia akan
merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan (Wall &
(14)
Dari segi pembedahan, lokasi nyeri pasca bedah yang paling sering
terjadi dan sifat nyerinya paling hebat (severe) adalah Operasi daerah abdominal dan operasi tulang panjang serta fraktur. Pada pembedahan yang
letaknya superficial, extrimitas, dinding rasa nyerinya sangat bervariasi, :
Nyeri hebat (severe) 5 – 15 %, Nyeri yang sedang (moderate) 30 – 50 % dari
penderita, Nyeri yang ringan atau tanpa nyeri : 50%, dari penderita. ( Bachtiar,
2012).
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur
meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open reduction and internal
fixation/ORIF). Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi
nyeri dan disabilitas (Smeltzer & Bare, 2002). Jenis pembedahan fraktur
lainnya adalah Fiksasi Eksternal terutama digunakan ketika terdapat luka dan
trauma pada jaringan lunak yang merupakan kontraindikasi langsung untuk
dilakukan pembedahan terhadap fraktur (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Brunner & Suddarth (2002) masalah yang sering muncul
segera setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang perawatan
dengan kondisi edema/bengkak, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan
kekuatan otot serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan
karena luka bekas operasi sehingga akan menimbulkan nyeri yang hebat dan
kadang kala menimbulkan obat anti nyeri yang tinggi.
Nyeri pasca bedah adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori,
(15)
Walaupun nyeri telah dikelola dengan baik, kira-kira 86% pasien mengalami
nyeri sedang ke hebat pasca bedah meskipun analgesik ditingkatkan (Harsono,
dalam perpustakaan Universitas Indonesia tahun 2010).
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial yang
dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut ( Alexander and Hill, 1987)..
Ada atau tidaknya nyeri hanya diketahui dari laporan pasien, jika pasien
mengatakan nyeri maka nyeri itu memang ada dan nyata. Tingkat keparahan
nyeri pun hanya diketahui oleh pasien yang sedang mengalami nyeri, karena
pasien tersebutlah yang paling mengerti bagaimana, dimana serta seberapa
berat intensitas nyeri yang dirasakan pasien tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di Rumah sakit
Dr. Pirngadi Medan.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas
bawah.
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas
(16)
4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat terhadap berbagai aspek, yaitu :
4.1.Bagi praktek keperawatan
Dalam praktek keperawatan, hasi penelitian ini bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan perawat yang adekuat dalam mengidentifikasi
intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah. dan dapat
dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan profesi
keperawatan pada umumnya.
4.2.Bagi pendidikan keperawatan
Dalam bidang pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini dapat
digunakan oleh perawat pendidik untuk mengembangkan metode
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memahami intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah.
dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian
asuhan keperawatan.
4.3.Bagi penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi
peneliti, sehingga, sehingga dapat menerapkan pengetahuan ilmiah yang
diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai intensitas nyeri pasien
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Nyeri
1.1 Defenisi Nyeri
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang
dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer & Bare 2002).
Nyeri adalah sebuah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut (definition
of the taxonomy committee of the international association for the study
of pain), ( Alexander and Hill, 1987).
Mouncastle mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori yang dibawa oleh stimulus sebagai akibat adanya ancaman atau
kerusakan jaringan, dapat disimpulkan adalah ketika seorang terluka
(secara fisis).
Defenisi di atas merupakan defenisi yang diterima sebagai
defenisi medis, meskipun begitu defenisi diatas hanya membatasi nyeri
sebagai bentuk dari kerusakan jaringan tubuh (Prasetyo, 2010).
(18)
dengan kerusakan jaringan, akan tetapi nyeri dapat saja timbul tanpa
adanya injury dimana nyeri timbul tanpa berhubungan dengan sumber yang diidentifikasi. Ardinata melanjutkan bahwa nyeri berdasarkan
mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap nyeri tersebut.
Konsep nyeri secara psikologis di kemukakan oleh strenbach
yaitu nyeri merupakan suatu hal yang abstrak , dimana nyeri terdapat
padanya :
a. Personality, dimana sensasi terhadap nyeri yang dirasakan individu satu bersifat pribadai (subjectif), artinya antara individu
satu dengan yang lainnya mengalami sensasi nyeri yang berbeda.
b. Adanya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap kerusakan jaringan.
c. Pola respon dari indvidu terhadap nyeri, sebagai alat proteksi untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh
nyeri..
Dalam ilmu keperawatan, defenisi yang dikemukaan oleh
McCaffery (1980) sering menjadi pedoman dalam mengartikan nyeri,
yaitu segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja seseorang mengatakan merasakan nyeri. Defenisi ini
menempatkan seorang pasien sebagai expert (ahli) di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan ,
sehingga hanyalah orang yang merasakan yang paling akurat dan tepat
(19)
Peran utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua
nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena
itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien
bahwa itu ada. (Smeltzer & Bare, 2002).
1.2 Klasifikasi Nyeri
Kategori dasar dari nyeri yang secara umum diketahui ada dua
kategori, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik (Smeltzer & Bare, 2002).
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut, atau intervensi
bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif
(ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (meinhart &
McCafery, 1983). Nyeri akut mengidentifikasi bahwa kerusakan atau
cedera telah terjadi, hal ini menarik perhatian pada kenyataannya bahwa
nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari
situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri (Smeltzer &
Bare, 2002).
Nyeri akut berlangsung beberapa jam dalam sehari, dan sering
disertai dengan tanda-tanda fisik seperti detak jantung cepat, berkeringat,
pucat, dan gangguan tidur. Contoh nyeri akut termasuk rasa sakit dari
lengan yang patah atau operasi (Bonica, 1990) diambil dari Suza (2007).
Nyeri akut berdurasi singkat, memiliki onset yang tiba-tiba, dan
terlokalisir. Nyeri ini biasanya diakibatkan oleh trauma, bedah, atau
(20)
saat sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri oto, nyeri saat
melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis
yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi,
peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang
mengalami nyeri akut akan memperlihatkan respon emosi dan prilaku
seperti menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajah atau
menyeringai. Klien akan melaporkan secara verbal adanya
ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan (Prasetyo,
2010). Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh
secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. (Smeltzer & Bare,
2002).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkiran dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobatinya
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri
kronik berlangsung lebih lama dari pada nyeri akut, intensitasnya
bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6
(21)
Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu nyeri
kronik maligna dan nyeri kronik nonmaligna. Karakteristik nyeri kronis
adalah penyembuhannya tidak dapat diprediksi meskipun penyebabnya
mudah ditentukan , nyeri kronis dapat menyebabkan klien merasa putus
asa dan frustasi. Klien yang mengalami nyeri kronis mungkin menarik
diri dan mengisolasi diri. Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan
fisik (Tamsuri, 2006), diambil dari wardani (2011).
Berikut dibawah ini perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis,
yang dikutip dari Port CM. Pathophysiologi ; Concepts of Altered health
State, ed. Ke- 4, Philadelphia, JB Lippincott, 1995.
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuan Memperingatkan klien
terhadap adanya
cedera/masalah
Memberikan alasan pada klien
untuk mencari, informasi
berkaitan dengan perawatan
dirinya.
Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent
Durasi
Intensitas
Durasi singkat (dari
beberapa detik sampai 6
bulan)
Ringan sampai berat
Durasi lama (6 bulan/lebih)
Ringan sampai berat
(22)
Otonom meningkat, volume
sekuncup meningkat
• Tekanan darah
meningkat
• Dilatasi pupil
meningkat
• Tegangan otot
meningkat
• Motilitas gastrointestinal
menurun
• Alira saliva menurun
otonom
• Vital sign dalam batas normal
Respon
Psikologis
Anxietas • Depresi
• Keputusasaan
• Mudah tersinggung/marah Respon
Fisik/Prilaku
• Menangis/mengerang • Mengerutkan dahi • Menyeringat • Mengeluh sakit
• Keterbatasan gerak • Kelesuan
• Penurunan libido • Kelelahan/kelemahan
• Mengeluh sakit hanya ketika dikaji
Contoh Nyeri bedah, Trauma Nyeri kanker, arthritis, euralgia.
(23)
1.3 Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa
berwarna abu- abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat
berinteraksi dengan sel- sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke
korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka
otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta assosiasi kebudayaan
dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dikutip dari Potter &
Perry 2005).
1.3.1 Stimulus Nyeri
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus dan
reseptor. Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap
stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan
adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat
berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik
(Prasetyo, 2010).
Terdapat beberapa jenis sitimulus nyeri menurut
(24)
Faktor penyebab Contoh
Mikroorganisme (virus,
bakteri, jamur dll)
Meningitis
Kimia Tersiram air keras
Tumor Ca. Mamae
Iskemia jaringan Jaringan miokard yang
mengalami iskemia karena
gangguan aliran darah pada
arteri koronaria
Listrik Terkena sengatan listrik
Spasme Spasme otot
Obstruksi Batu ginjal, batu ureter,
obstruksi usus
Panas Luka bakar
Fraktur Fraktur femur
Salah urat Keseleo, terpelintir
Radiasi Radiasi untuk pengobatan
kanker
Psikologis Berduka, konflik dll
Tabel 2. Stimulus nyeri
(25)
1.3.2 Reseptor Nyeri
Reseptor merupakan sel-sel khusus yang
mendeteksi perubahan-perubahan particular disekitarnya,
kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka
resptor-reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus
nyeri.reseptor ini dapat terbagi menjadi :
1. Exteroresptor
Yaitu reseptor yang berpengaruh terhadap
perubahan pada lingkungan eksternal, antara lain :
a. Corpusculum miessineri, corpus merkel : untuk merasakan stimulus taktil
(sentuh/rabaan).
b. Corpusculum Krausse, untuk merasakan rangsangan dingin
c. Corspusculu Ruffini, untuk merasakan rangsangan panas, merupakan ujung saraf
bebas yang terletak di dermis dan sub kutis.
2. Telereseptor
Merupakan reseptor yang sensitive terhadap
stimulus yang jauh.
3. Propioseptor
Merupakan reseptor yang menerima impuls primer
(26)
4. Interoseptor
Merupakan reseptor yang sensitif terhadap
perubahan pada organ-organ visceral dan pembuluh
darah.
Beberapa penggolongan lain dari resptor sensori :
1. Termoreseptor, reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
2. Mekanoreseptor, reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
Kemoreseptor, reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
1.3.3 Pathways Nyeri
Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat
proses, yaitu: tranduksi/ transduction,
transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/
perception (McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor,
1999).diambil dari Ardinata (2007).
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri
dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk &
Flor, 1999). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor
yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang
(27)
merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan (Ardinata, 2007).
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau
thermal (yaitu serabut A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri
lambat) biasanya dicetuskan oleh serabut saraf C. serabut
saraf A-delta mempunyai karakteristik menghantarkan
nyeri dengan cepat serta bermielinasi, dan serabut C yang
tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil dan bersifat
lambat dalam menghantarkan nyeri. Serabut A mengirim
sensasi tajam, teralokasi, dan jelas dalam melokalisasi
sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C
menyampaikan implus yang tidak terlokalisasi (bersifat
difusi), visceral dan terus-menerus (Prasetyo, 2010).
Tahapan selanjutnya adalah transmisi, Transmisi
adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang
membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak.
Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk
dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang
berdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-
axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi
ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic
melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex
(28)
Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus
paleospinothalamus pada bagian tengah medulla spnilasis.
Impuls ini memasuki formatio retikularis dan sistem limbik
yang mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta integrasi
dari sistem saraf otonom. Slow pain yang terjadi akan
membangkitkan emosi, sehingga timbul respon terkejut,
marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat
dingin dan jantung berdebar-debar (Prasetyo, 2010).
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural
dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociseptor
tersebut (Turk & Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan
system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai
di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol
oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri
ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex.
Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui
saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi
efektor (Ardinata, 2007).
1.4 Teori Nyeri
1.4.1 Teori Spesifik
Teori ini digambarkan oleh “Descartes’ pada abad ke- 17. teori
(29)
yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini
dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikanya
melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke thalamus, yang
akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi
sehingga timbul respons nyeri (Tamsuri, 2006)
1.4.2 Teori Pattern
Teori ini dikemukakan pada awal tahun 1900. Teori ini
mengemukakan bahwa terdapat dua serabut nyeri utama yaitu
serabut yang menghantarkan nyeri secara capat dan serabut yang
menghantarkan nyeri secara lambat. Stimulasi dari serabut saraf
ini membentuk sebuah “pattern/pola”. Teori ini juga
mengenalkan konsep “Central Summation” dimana impuls
perifer dari kedua saraf disatukan di spinal cord dan dari sana
hasil penyatuan impuls diteruskan ke otak untuk
diinterprestasikan (Prasetyo, 2010).
1.4.3 Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control)
Melzack & Wall (1965) pertama kali mengusulkan teori
mekanisme nyeri yakni teori “Gate Control” mereka menjel
askan teori gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat
semacam “pintu gerbang” yang dapat memfasilitasi atau
(30)
Melzack & Wall (1965), teori Gate Control menyatakan bahwa nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh interaksi dari
dua sistem, dua sistem tersebut adalah :
a. Substansia gelatinosa pada dorsal horn dimedulla spinalis.
b. Sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) yang terdapat pada batang otak.
Teori gate control menggambarkan bahwa ada
mekanisme pintu gerbang pada ujung syaraf ruas tulang belakang
(spinal cord) yang dapat meningkatkan atau menurunkan aliran
impuls saraf dari serat perifer menuju system saraf pusat.
Mekanisme pintu gerbang ini dipengaruhi oleh aktifitas A- Beta
berdiameter besar, A-Delta berdiameter kecil dan serabut c serta
pengaruh dari otak. Bila pintu tertutup berakibat tidak ada nyeri;
pintu terbuka, nyeri ; sebagian pintu terbuka, nyeri kurang.
Ketika pintu ditutup, transmisi impuls nyeri dihentikan di spinal
cord sehingga nyeri tidak mencapai tingkay yang disadari
(Reeder - Martin, 1984 ; Flynn & Heffron, 1984). Sereblum dan
thalamus disebut sebagai pusat control nyeri oleh melzak & Wall
(1965). Pesan sensori yang berbeda dialirkan langsung ke
serebrum. Pusat control memproses informasi dari 3 sumber,
yakni informasi sensori - diskriminatif, informasi motivasi-
(31)
nyeri diproses dalam konteks yang individual, variasi yang luas
dari respon nyeri dapat diamati (Flynn & Heffron, 1984 ; marie,
2002).
Teori ini menjelaskan bagaimana aktivitas tertentu
menurunkan persepsi nyeri. Respons pertama individu yang
terpukul ibu jarinya dengan palu adalah memasukkan ibu jarinya
ke dalam mulut atau dalam air dingin. Aksi ini menstimulasi
serabut tidak nyeri dalam tempat reseptor yang sama dengan
serabut perasa nyeri diaktifkan. Stimulasi sejumlah besar serabut
tidak nyeri, yang bersinaps pada serabut inhibitor dalam kornu
dorsalis, menghambat (sampai suatu tingkat) transmisi sensasi
nyeri dalam jaras asenden.
1.5 Faktor yang mempengaruhi nyeri
McCaffery dan Pasero (1999) mneyatakn bahwa hanya klienlah
yang paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Oleh
karena itu dikatakan klien sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi
masing-masing individu terhadap nyeri. Seorang perawat harus
menguasai dan memahami faktor-faktor tersebut agar dapat memberikan
pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan perawatan terhadap klien
yang mengalami masalah nyeri (Prasetyo, 2010). Faktor-faktor tersebut
(32)
1.5.1 Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak- anak dan lansia. Perbedaan
perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak- anak dan lansia
bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan
kata-kata juga mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua
orang tuanya ataupun pada perawat. Sebagian anak-anak
terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri
yang ia alami, mereka takut akan tindakan perawatan yang
harus mereka terima nantinya (Prasetyo, 2010).
Pada lansia seorang perawat harus melakukan pengkajian
lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri.
Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
Terkadang penyakitnya berbeda-beda yang diderita lansia
menimbulkan gejala yang sama. (Prasetyo, 2010).
1.5.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri
(33)
apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu
faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan
yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, menganggap
bahwa seorang anak laki- laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2005).
Penelitian terakhir memperlihatkan hormone seks
pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi
terhadap nyeri. Hormone seks testosterone menaikkan
ambang nyeri pada percobaan binatang, sedangkan estrogen
meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri.
Bagaimanapun, pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi
oleh personal, social, budaya dan lain-lain (Prasetyo, 2010).
1.5.3 Kebudayaan
Setiap suku dan budaya mempersepsikan sakit
dengan cara yang berbeda (Waddle & et al, 1998) dan juga
berbeda dalam mengekspresikan perilaku mereka yang
berhubungan dengan nyeri (Lofvander & Furhoff,
2002).
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang
mengartikan nyeri, bagaimana mereka memperlihatkan
(34)
dirasakannya. Masyarakat dalan suatu kebudayaan mungkin
merasa bangga bila tidak merasakan nyeri karena mereka
menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan sesuatu yang
dapat ditahan (Berger, 1992).
1.5.4 Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi tehadap
nyeri. Seorang wanita yang merasakan nyeri saat bersalin
akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita
lainnya yang nyeri karena dipukul oleh pasangannya
(Prasetyo, 2010).
1.5.5 Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas
dan tingkat keparahan pada masing-masing individu. Nyeri
yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi
merupakan nyeri yang berat, dalam kaitannya dengan
kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada
yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul,
(35)
1.5.6 Perhatian
Tingkat perhatian seorang terhadap nyeri akan
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan
upaya pengalihan dihubungkan dengan penurunan respon
nyeri. Konsep inilah yang mendasari berbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi
terbimbing dan masase (Prasetyo, 2010).
1.5.7 Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat
kompleks, ansietas yang dirasakan seseorang seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan perasaan ansietas (Prasetyo, 2010).
1.5.8 Keletihan
Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan
koping individu (Prasetyo, 2010).
1.5.9 Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi
(36)
berarti bahwa individu tersebut akan mudah dalam
menghadapi nyeri pada masa yang mendatang. Seseorang
yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai
pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010).
1.5.10 Dukungan Keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan
dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga
lain, atau teman terdekat. Walaupun nyeri masih dirasakan
oleh klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan (Prasetyo, 2010).
1.6 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang factual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan
diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan pengobatan yang tepat
dan memudahkan dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang
diberikan (Prasetyo, 2010).
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam
memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan &
Girton (1984) mengidentifikasi komponen-komponen tersebut,
(37)
a. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus
mempercayai ketika klien melaporkan adanya nyeri, walaupun
dalam observasi tidak ditemukan adanya cedera atau luka.
Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah nyata.
b. Karakterisitik nyeri (Metode P, Q, R, S, T) Faktor Pencetus ( P: provocate)
Perawat dalam mengkaji tentang penyebab atau
stimulus-stimulus nyeri ada klien, dalam ini perawat juga dapat
melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang
mengalamai cedera. Apabila dicurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplorasi
perasaan-perasaan apa yang mencetuskan nyeri.
Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan
nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut,
berpindah-pindah, seperti ditindih, perih, tertusuk, dan
lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakannya.
Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri, maka klien diminta untuk
(38)
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, minta
klien untuk melacak nyeri dari titik yang paling nyeri.
Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan
karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini
klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan
sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau nyeri berat. Namun
kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda
bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan khusus
yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat.
Hal ini juga bisa disebabkan karena memang pengalaman
nyeri pada masing-masing individu berbeda-beda.
1.7 Nyeri Post Operasi
Nyeri postoperasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil
pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda-
beda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari rumah sakit
ke rumah sakit yang lain. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang
sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang mengalami
nyeri post operasi.
Nyeri post operasi biasanya ditemukan dalam pengkajian klinikal,
(39)
lingkup keperawatan. Dengan menggali nyeri post operasi akan
membantu orang lain untuk mengerti dan dapat mengaplikasikan nyeri
post operasi kepada pasien yang mengalami pembedahan. Aspek dari
nyeri post operasi adalah untuk menyelidiki adanya pengalaman nyeri
yang mencakup persepsi dan perilaku tentang nyeri (Suza, 2007).
Toxonomi Comitte of the international Association untuk
pembelajaran tentang nyeri mendefenisikan nyeri post operasi sebagai
sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosi yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial atau nyata atau
menggambarkan terminology suatu kerusakan (Alexander, 1987 ).
Nyeri post operasi adalah suatu reaksi yang kompleks pada
jaringan yang terluka pada proses pembedahan yang dapat menstimulasi
hypersensitivitas pada system syaraf pusat, nyeri ini hanya dapat
dirasakan setelah adanya prosedur operasi
(www.surgeryencyclopedia.com). Nyeri post operasi dapat menjadi
faktor penting yang mempengaruhi persepsi pasien tentang
perkembangan dan kesembuhanya. Lebih tinggi nyeri yang dirasakan
pasien, maka makin rendah harapan sembuh menurut pasien berdasarkan
sifat subjektif nyeri, sulit mendapatkan hubungan langsung antara
intensitas nyeri dengan tingkat komplikasi post operasi secara fisik dan
psikologis. Walaupun intensitas nyeri berhubungan dengan peningkatan
(40)
jantung (Puntillo & Weiss, 1994, diambil dari Torrance & surginson,
1997).
Operasi pembedahan, seperti luka karena kecelakaan atau
penyakit, menghasilkan kerusakan jaringan lokal dengan akibat
pelepasan zat alogenic dan dari rentetan rangsangan berbahaya, yang
transduser oleh nociceptor ke impuls yang ditransmisikan ke neuraxis
dengan A delta dan C serat. Alogenic zat seperti kalium dan ion
hidrogen, asam laktat, serotonin, bradikinin dan prostaglandin yang
merangsang dan nociceptors sensitif yang bertahan setelah operasi
(Suza, 2007).
Menurut Mc. Caffery (Diambil dari Tamsuri, 2006).
Teknik yang diterapkan dalam mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam
dua kelompok utama, yaitu tindakan pengobatan (farmalogis) dan
tindakan nonfarmakologis (tanpa pengobatan).
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi
penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid
Anti-Inflamasi Drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik. Analgesik opioid
(narkotik) terdiri dari berbagai derivate dari opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberi
efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini mengadakan ikatan
dengan reseptor opiate (ada beberapa reseptor opiate sepertu mu, delta,
dan alpa) dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan
(41)
Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan
pusat pernapasan dan batuk di medulla batang otak. dampak lain
dari narkotik adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat sehingga
kebutuhan dosis obat akan meningkat. Analgesik non-opioid
(analgesik non-narkotik) atau sering disebut juga Nonsteroid
Anti-InflammatoryDrugs, (NSAIDs) seperti aspirin, asetaminofen, dan ibu
profen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi
dan anti-demam (anti-piretik). Obat-obat golongan ini menyebabkan
penurunan nyeri yang bekerja pada ujung-ujung syaraf perifer di daerah
yang mengalami cedera, dengan menurunkan kadar mediator peradangan
yang dibangkitkan oleh sel-sel yang mengalami cedera (Tamsuri, 2006).
Terapi pada nyeri post operasi ringan sampai sedang harus
dimulai dengan menggunakan NSAIDs, kecuali kontraindikasi (AHCPR,
1992 dikutip dar Potter & Perry 2005). Walaupun mekanisme kerja
pasti NSAIDs tidak diketahui, NSAIDs diyakini bekerja
menghambat sintesis prostaglandin (McKenry dan Salerno, 1995)
dan menghambat respon selular selama inflamasi. Kebanyakan
NSAIDs bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi
transmisi dan resepsi stimulasi nyeri. Tidak seperti opiat, NSAIDs tidak
menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak mengganggu
fungsi berkemih atau defekasi (AHCPR, 1992 dikutip dari Potter &
(42)
2. Fraktur
2.1Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2002). Akibat trauma
pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan fraktur dapat berupatrauma langsung, misalnya yang
sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur
pada tibia dan fibula dan juga dapat berupa trauma tidak langsung
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula
atau radius distal patah (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
2.2Klasifikasi Fraktur
Sjamsuhidajat (2005) mengatakan Fraktur dapat dibagi menurut
(43)
fraktur tertutup dan fraktur terbuka yang memungkinkan kuman dari luar
masuk ke luka sampai ke tulang yang patah.
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh
berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang, derajat fraktur
terbuka dapat dilihat pada tabel berikut :
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi < 2 cm Sederhana, dislokasi
fragmen minimal
II Laserasi > 2 cm. kontusi otot
sekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka kebar, rusak hebat atau
hilangnya jaringan di sekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada
yang hilang
Tabel 3. Derajat fraktur terbuka
Dikutip dari : Sjamsuhidrajat (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC
Fraktur juga dapat dibagi menurut garis frakturnya, misalnya patah
tulang sederhana, patah tulang kominutif pengecilan, patah tulang
segmental, patah daun hijau, fraktur impaksi, fraktur kompresi, fraktur
impresi. Ada juga fraktur yang tidak disebabkan oleh trauma, tetapi
disebabkan oleh adanya proses patologis, misalnya tumor. Ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang dan disebut fraktur patologis
(44)
Fraktur lainnya adalah fraktur fisura, yang disebabkan oleh beban
lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur
kelelahan, akan tetapi fraktur fisura lebih sering disebabkan cedera
(Sjamsuhidajat, 2005). Berikut tabel yang menjelaskan fraktur menurut
garis frakturnya
Jenis Contoh
Fisura Diafisis Metatarsal
Serong sederhana Diafisis metacarpal
Lintang sederhana Diafisis tibia
Kominutif Diafisis femur
Segmental Diafisis tibia
Dahan hijau Diafisis radius pada anak
Kompresi Korpus vertebra Th XII
Impaksi Epifisis radius distal
Impresi Tulang tengkorak
Patologis Tumor diafisis humerus
Tabel 4. Jenis fraktur
Dikutip dari : Sjamsuhidrajat (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC
2.3Jenis fraktur ekstremitas bawah
Menurut Lewis et al (2000) jenis-jenis fraktur pada bagian
(45)
2.3.1 Fraktur collum femur (fraktur hip)
Mekanisme fraktur dapat disebabkan oleh trauma
langsung (direct) dan trauma tidak langsung (indirect). Trauma
langsung (direct) biasanya penderita jatuh dengan posisi miring
dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda
keras. Trauma tidak langsung (indirect) disebabkan gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur
terikat kuat dengan ligamen didalam acetabulum oleh ligamen
iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur didaerah
collum femur. fraktur leher femur kebanyakan terjadi pada
wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulang sudah mengalami
osteoporosis.
2.3.2 Fraktur subtrochanter femur
Fraktur subtrochanter femur ialah dimana garis patah
berada 5 cm distal dari trochanter minor. Mekanisme fraktur
biasanya trauma langsung dapat terjadi pada orang tua biasanya
disebabkan oleh trauma yang ringan seperti jatuh dan
terpeleset dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan
kecepatan tinnggi.
2.3.3 Fraktur batang femur
Mekanisme trauma biasanya terjadi karena trauma
langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau
(46)
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak sehingga
menimbulkan shock pada penderita. Secara klinis penderita tidak
dapat bangun, bukan saja karena nyeri tetapi juga karena
ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi
keluar, terlihat lebih pendek dan bengkak pada bagian proximal
akibat perdarahan kedalam jaringan lunak.
2.3.4 Fraktur patella
Mekanisme Fraktur dapat disebabkan karena trauma
langsung atau tidak langsung. Trauma tidak langsung disebabkan
karena tarikan yang sangat kuat dari otot kuadrisep yang
membentuk muskulotendineus melekat pada patella. Hal ini sering
disertai pada penderita yang jatuh dimana tungkai bawah
menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot kuadrisep kontraksi
secara keras, untuk mempertahankan kestabilan lutut. Fraktur
langsung dapat disebabkan penderita jatuh dalam posisi lutut
fleksi, dimana patella terbentur dengan lantai.
2.3.5 Fraktur proximal tibia
Mekanisme trauma biasanya terjadi trauma langsung
dari arah samping lutut, dimana kakinya masih terfiksir
ditanah. Gaya dari samping ini menyebabkan permukaan
sendi bagian lateral tibia akan menerima beban yang sangat besar
yang akhirnya akan menyebabkan fraktur intraartikuler atau terjadi
(47)
kemungkinan yang lain penderita jatuh dari ketinggian yang akan
menyebabkan penekanan vertikal pada permukaan sendi. Hal ini
akan menyebabkan patah intra artikular berbentuk T atau Y.
2.3.6 Fraktur tulang tibia dan fibula
Mekanisme trauma biasanya dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung akibat
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian lebih dari 4 cm,
fraktur yang terjadi biasanya fraktur terbuka. Sedangkan yang tidak
langsung diakibatkan oleh gaya gerak tubuh sendiri. Biasanya
fraktur tibia fibula dengan garis patah spiral dan tidak sama tinggi
pada tibia pada bagian distal sedang fibula pada bagian proksimal.
Trauma tidak langsung dapat disebabkan oleh cedera pada waktu
olah raga dan biasanya fraktur yang terjadi yaitu tertutup.
Gambaran klinisnya berupa pembengkakan dan karena
kompartemen otot merupakan sistem yang tertutup, dapat
terjadi sindrom kompartemen dengan gangguan vaskularisasi
kaki.
2.4Tahap penyembuhan tulang
Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran
tulang dan umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien
(48)
proses penyembuhan fraktur, maka dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
2.4.1 Proses hematom.
Merupakan proses terjadinya pengeluaran darah hingga
terbentuk hematom (bekuan darah) pada daerah terjadinya
fraktur tersebut, dan yang mengelilingi bagian dasar
fragmen. Hematom ini kemudian akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga
hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler
didalamnya (Sjamsuhidajat, 2005).
2.4.2 Proses proliferasi.
Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh
darah menjadi memadat, dan terjadi perbaikan aliran
pembuluh darah (Pakpahan, 1996).
2.4.3 Proses pembentukan callus
Pada orang dewasa pembentukan callus antara 6-8 minggu,
sedangkan pada anak-anak 2 minggu. Callus merupakan
proses pembentukan tulang baru, dimana callus dapat
terbentuk diluar tulang (subperiosteal callus) dan didalam
tulang (endosteal callus). Proses perbaikan tulang
terjadi sedemikian rupa, sehingga trabekula yang dibentuk
(49)
bersatu dengan ujung-ujung tulang yang patah sehingga
membentuk suatu callus tulang (Smeltzer & Bare, 2002).
2.4.4 Proses konsolidasi (penggabungan)
Perkembangan callus secara terus-menerus, dan terjadi
pemadatan tulang seperti sebelum terjadi fraktur,
konsolidasi terbentuk antara 6-12 minggu (ossificasi)
dan antara 12-26 minggu (matur). Tahap ini disebut
dengan penggabungan atau penggabungan secara
terus-menerus (Smeltzer & Bare, 2002).
2.4.5 Proses remodeling.
Proses remodeling merupakan tahapan terakhir dalam
penyembuhan tulang, dan proses pengembalian bentuk
seperti semula. Proses terjadinya remodeling antara 1-2
tahun setelah terjadinya callus dan konsolidasi
(Smeltzer & Bare, 2002).
2.5Penatalaksanaan fraktur
Prinsip penatalaksanaan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula dan mempertahankan posisi tersebut selama masa
penyembuhan (Sjamsuhidajat, 2005).
Pada kasus fraktur ringan penatalaksaan hanya dengan metode
reposisi, traksi, imobilisasi dengan cara membidai bagian tulang yang
(50)
dilakukan dengan cara operatif (Sjamsuhidajat, 2005). Menurut Smeltzer
& Bare (2002) Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
pasien fraktur meliputi :
1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (open reduction and
internal fixation/ORIF). Fiksasi internal dengan pembedahan
terbuka akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukkaan paku, sekrup atau pin kedalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas,
mengurangi nyeri dan disabilitas.
2. Fiksasi eksternal, digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan dukungan
yang stabil untuk fraktur comminuted (hancur & remuk)
sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan
aktif. Fraktur complicated pada femur dan tibia serta pelvis
diatasi dengan fiksator eksterna, garis fraktur direduksi,
disejajarkan dan diimmobilsasi dengan sejumlah pin yang
dimasukkan kedalam fragmen tulang. Pin yang telah terpasang
dijaga tetap dalam posisinya yang dikaitkan pada kerangkanya,
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi dini
(51)
3. Graft Tulang yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilisasi
sendi, mengisi defek atau perangsangan untuk penyembuhan.
Tipe graft yang digunakan tergantung pada lokasi fraktur,
kondisi tulang dan jumlah tulang yang hilang karena injuri.
Graft tulang mungkin dari tulang pasien sendiri (autograft) atau
tulang dari tissue bank (allograft). Graft tulang dengan autograft
biasanya diambil dari bagian atas tulang iliaka, dimana terdapat
tulang kortikal dan cancellous bone. Cancellous graft mungkin
diambil dari ileum, olecranon, atau distal radius; cortical graft
mungkin diambil dari tibia, fibula atau iga. Graft tulang dengan
allograft dilakukan ketika tulang dari pasien itu tidak tersedia
karena kualitas tidak baik atau karena prosedur sekunder tidak
(52)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi
Intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
konseptual penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 1. Kerangka penelitian
Intensitas Nyeri Pasien Pasca
Operasi Fraktur Ekstremitas
Bawah
BERAT
RINGAN
SEDANG
(53)
2. Defenisi Operasional
Variable
Defenisi
Operasional
Alat Ukur
Hasil
Skala
Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Tingkat keparahan
nyeri pasien yang
telah melakukan
pembedahan atau
operasi akibat fraktur
di bagian ekstremitas
bawah, dengan jenis
operasi yaitu, ORIF,
fiksasi eksternal dan
graft tulang Skala Pengukur Nyeri yaitu NRS (Numeric Rating Scale) 1-3: Nyeri ringan 4-6: Nyeri sedang 7-10: Nyeri Berat Numerik
(54)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif, yaitu
mengidentifikasi intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas
bawah di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi dan Sampel
2.1.Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari
saja (Hidayat, 2003). Populasi pada penelitian ini adalah pasien pasca
operasi fraktur ekstremitas bawah.
2.2.Sampel
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 96, dengan rumus sebagai
berikut :
�= Z2
1−α2. p(1−p)
�2
=
(1,96)2�0,50(0,5) 0,102(55)
47
n = besar sampel minimum
Z
1−α2
=
Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu � = harga proporsi di populasi� = kesalahn absolut yang dapat ditoleransi
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama bulan November - Desember, dan
penelitian ini berlokasi di rumah sakit umum Dr. Pirngadi Medan.
4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada
institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan
mengajukan permohonan izin kepada direktur Rumah Sakit Dr.Pirngadi
Medan, tempat penelitian dilakukan. Setelah mendapatkan izin persetujuan
kemudian melakukan pendekatan kepada responden, memperkenalkan diri
serta menyampaikan tujuan dan manfaat penelitian kepada responden, dan jika
responden bersedia menjadi sampel maka akan diberikan informed consent
sebagai persetujuan menjadi sampel, jika responden menolak, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga
keamanan dan kenyamanan privasi responden, maka peneliti tidak akan
mencantumkan nama dan menggantinya dengan kode (Anonimity), dan
(56)
48
5. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian
berisi data demografi dan skala pengukuran intensitas nyeri yaitu NRS yang
dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada. Data demografi meliputi
usia, paritas dan pendidikan dll, sedangkan bagian kedua adalah skala nyeri
yaitu : 0 tidak ada nyeri, 1-3 Nyeri ringan, 4-5 Nyeri Sedang, 7-10 Nyeri
Berat.
6. Validitas dan Reliabilitas
Alat ukur harus diuji validitas dan realibilitasnya. Dalam penelitian ini alat
ukur yang digunakan untuk mengukur skala nyeri adalah alat ukur yang sudah
baku berdasarkan literatur sehingga tidak perlu lagi di uji validitas dan
realibilitasnya. Intrument Numeric Rating Scale memiliki kevalidan dari uji validitas dan reliabilitas dari penelitian Li, Liu & Herr yang membandingkan
empat skala nyeri dengan hasil menunjukkan konsistensi penilaian pasca bedah
setiap harinya (0,673-0,825) dan mempunyai hubungan kekuatan (r =
0,71-0,99)
7. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari
institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara,
kemudian mengirimkan permohonan izin ketempat penelitian. Setelah
(57)
49
tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden.
Kemudian peneliti meminta responden untuk menanda tangani informed consent lalu mengisi kuesioner yang telah diberikan. (Potter & Perry, 2005).
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data kembali dengan
memeriksa semua kuesioner apakah data dan jawaban sudah lengkap dan
benar (editing). Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data serta pengambilan
kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam bentuk tabel. Tahap terakhir
dilakukan cleaning dan entry yakni pemeriksaan semua data yang telah
dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya
(58)
50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1. HASIL
Dalam bab ini akan di uraikan hasil penelitian intensitas nyeri pasien pasca
operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr. pringadi Medan, selama
bulan November s/d Desember 2012 dengan jumlah responden 76 orang.
1.1Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Distribusi proporsi pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr.Pirngadi Medan berdasarkan Sosiodemografi
Karakteristik Jumlah
F %
1. Umur (Tahun) 13-21 22-28 31-41 44-67 19 29 19 9 25.0 38.2 25.0 11.8 2. Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan 51 25 67.1 32.9 3. Agama
Islam Katholik Protestan 35 14 27 46.1 18.4 35.5 4. Suku
Melayu Batak Jawa Aceh 8 47 18 3 10.5 61.8 23.7 3.9 5. Pendidikan
SD SMP SMA Diploma Sarjana Dll 1 9 36 11 18 1 1.3 11.8 47.4 14.5 23.7 1.3 6. Pekerjaan
PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Tidak Bekerja 13 11 28 24 17.1 14.5 36.8 31.6
(59)
51
Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa pasien pasca operasi fraktur
ekstremitas bawah berdasarkan karakteristik demografi sebagai berikut:
Pada karakteristik usia, proporsi tertinggi adalah kelompok usia 22 - 28
sebesar 38.2% (29 orang). Pada karakteristik jenis kelamin, proporsi
tertinggi adalah laki-laki 67.1% (51 orang) dibandingkan Perempuan
32.9% (25 orang). Pada karakteristik agama, proporsi tertinggi pada agama
Islam 46.1% (35 orang). Pada karakteristik suku, proporsi tertinggi adalah
suku batak sebesar 61.8% (47 orang). Pada karakteristik pendidikan,
proporsi tertinggi adalah SMA sebesar 47.4% (36 orang). Pada
karakteristik pekerjaan, proporsi tertinggi adalah wiraswasta yaitu 36.8%
(28 orang).
1.2Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operas Fraktur Ekstremitas Bawah Di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di RSUD Dr. Pirngadi Medan berdasarkan intensitas nyeri
INTENSITAS NYERI JUMLAH
F %
Nyeri sedang Nyeri berat
24 52
31.6 68.4
Total 76 100
Pada tabel 5.3 diketahui proporsi tertinggi adalah nyeri berat sebesar 68.4% (52 orang) dibandingkan nyeri sedang sebesar 31.6% (24 orang).
(60)
52
2. PEMBAHASAN
2.1Karakteristik Responden
Hasil penelitiaan pada karakteristik responden menunjukkan bahwa
hampir setengah responden berusia 22-28 tahun sebesar 38.2%. Berk
(2007) mengungkapkan bahwa usia 22-28 tahun merupakan usia dewasa
muda, Brunner & Suddart (2001) menegaskan bahwa semakin tinggi usia
maka respon terhadap nyeri semakin menurun Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Harahap, (2007) yang menemukan bahwa
pada masa dewasa muda, mereka mempunyai kemampuan dalan menahan
rasa nyeri, tetapi pada masa dewasa muda juga lebih ekspresif
menyampaikan nyeri. Thumboo, dkk (2002) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri dan fungsional pada pasien orang
Asia menunjukkan bahwa nyeri yang lebih ringan berhubungan dengan
usia yang lebih muda.
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden
berjenis kelamin laki-laki 67.1%. Gill (1990) diambil dari (Potter & perry,
2005) yang menyatakan jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang beragama Islam 46.1%, Protestan
35.5%, Khatolik 18.4%.
Pada karakteristik suku, didapat setengah dari keseluruhan responden
(61)
53
Pasien Batak jauh lebih ekspresif dibanding pasien suku Jawa, meskipun
kedua suku tersebut berasal dari Indonesia (Suza, 2007), suku batak
merupakan suku yang apreasiatif dalam mengungkapkan nyeri yang
dirasakannya (Jihan, 2009), pada penelitian yang dilakukan wardani
(2010) pada pasien fraktur di RSUP H. Adam Malik mendapatkan hasil
bahwa pada suku batak yang merasakan nyeri berat sebesar 65.2%.
Setengah dari responden berpendidikan SMA 47.4%. Menurut Gill,
(1990) bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengalamanya
dalam menangani nyeri yang dirasakanya. Dan hampir setengah responden
36.8% pekerjaan wiraswasta.
2.2Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah
Hasil penelitian dengan menggunakan instrument pengukur nyeri
Numeric Rating Scale (NRS), menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden 68.4% merasakan nyeri berat pasca operasi fraktur ekstremitas
bawah, dan 31.6% responden merasakan nyeri sedang pasca operasi
fraktur ekstremitas bawah. Tindakan operasi yang dilakukan meliputi
pembedahan ORIF dan Fiksasi Eksternal, Yang bertujuan untuk
memperbaiki kerusakan tulang. Hasil ini sesuai dengan yang dijelaskan
Brunner & Suddart (2002) bahwa kebanyakan pembedahan ortopedi
adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
(62)
54
pasien akan merasakan nyeri sangat berat, penyebab nyeri yang dirasakan
adalah edema, hematoma dan spasme otot (Brunner & Suddarth, 2002).
Nyeri berat yang dirasakan pasien pasca operasi fraktur dapat juga
terjadi karena kurangnya pemberian dosis obat analgetik atau painkiller
dan semacam obat AINS( Anti Inflamasi non steroid), yang bekerja menekan proses transduksi, yang berarti dapat menekan proses sensitisasi
ferifer. (Shone, 1995).Penggunaan analgetik AINS pada nyeri pasca bedah
Orif umumnya kurang begitu efektif pada 24-36 jam pertama oleh karena
tidak bisa menurunkan score VAS dari 2 ke 0,sehingga diperlukan
tambahan analgetik Opioid. Opioid analgesik diindikasikan untuk nyeri
sedang sampai berat. Zat-zat ini memiliki daya menghalang nyeri yang
kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di sistem saraf pusat. Umumnya
bersifat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (Tan,
2000). Pemberian analgetik Opioid seringkali ditakuti oleh perawat oleh
karena efek samping yang terjadi, disamping kekhawatiran
penyalahgunaan. Tetapi, pemberian opoid tidak serta menghilangkan nyeri
pasca operasi, jika dosis analgesik opioid cukup adekuat dan telah
diberikan secara reguler, namun perbaikan nyerinya minimal, atau pasien
yang mengalami efek samping berlebihan, maka pendekatan pengobatan
yang terpilih adalah kombinasi obat opioid lemah dengan obat non opioid.
(Gunawan, 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan responden dalam
(63)
55
berbedanya intensitas nyeri pada responden adalah adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi individu dalam merasakan nyeri, seperti faktor usia,
jenis kelamin, kebudayaan, pengalaman seseorang dalam mengalami nyeri
serta persepsi seseorang dalam mengartikan arti nyeri tersebut (Prasetyo,
2010).
Pada penelitian ini menunjukkan setengah dari responden
merasakan nyeri berat, nyeri berat yang dirasakan secara terus menerus
akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada
pasien, nyeri mengakibatkan hilangnya selera makan karena menahan
nyeri yang dirasakan, kurangnya aktivitas tidur juga merupakan akibat dari
nyeri berat yang dirasakan, dengan kondisi seperti itu akan memperlambat
proses penyembuhan (Kozier, 2009). Jika nyeri terus berlanjut maka akan
mengakibatkan dampak negative bagi penderita seperti penurunan gerakan
nafas, refleks batuk terhambat, mempermudah terjadinya atelektase dan
komplikasi paru yang lain, ketakutan mobilisasi awal, meningkatkan
resiko trombo emboli, meningkatkan release cathekolamine yang berakibat
kerja jantung, meningkat dan resisten insulin sehingga tidak
menguntungkan bagi pasien jantung koroner
mempermudah terjadinya Deep vein thrombosis, menurunkan sirkulasi darah splancnicus yang berakibat penurunan motilitas gastro intestinal
sehingga mudah terjadi illeus paralitik bahkan perdarahan karena gastritis
(64)
56
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari Hasil penelitian Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Daerah Dr. Pirngadi Medan, dapat diambil
kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut :
1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien pasca operasi
fraktur ekstremitas bawah di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan pada tingkat
nyeri berat 68.4% dan pada tingkat nyeri sedang 31.6%.
Edema, hematoma dan spasme otot merupakan penyebab nyeri yang
dirasakan. Intensitas berat yang dirasakan pasien pasca operasi fraktur dapat
terjadi karena kurangnya pemberian dosis obat analgetik atau painkiller dan semacam obat AINS ( Anti Inflamasi non steroid), yang bekerja menekan proses transduksi yang berarti dapat menekan proses sensitisasi ferifer.
Nyeri berat yang dirasakan secara terus menerus akan menyebabkan
terjadinya berbagai gangguan kenyamanan pada pasien, nyeri mengakibatkan
hilangnya selera makan karena menahan nyeri yang dirasakan, kurangnya
aktivitas tidur juga merupakan akibat dari nyeri berat yang dirasakan, dengan
(65)
57
2.Saran dan Rekomendasi
2.1 Bagi Praktek keperawatan
Perawat dalam menjalani praktek harus lebih memahami dan mengerti
nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri yang optimal dan benar
akan dapat mempercepat penanganan nyeri yang dirasakan pasien.
2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat pendidik
untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami intensitas nyeri
pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah. dan mempersiapkan
mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian asuhan keperawatan.
2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini masih banyak kekurangan, bagi peneliti selanjutnya yang
ingin meneliti hal yang sama yaitu intenitas nyeri, diharapkan untuk
memilih rumah sakit yang lebih memiliki pasien yang banyak dengan
waktu yang lebih lama. Instrument yang dipakai tidaklah hanya
menggunakan NRS (numeric rating scale) tetapi juga ditambahkan instrument observasi tanda-tanda vital pasien dalam merasakan nyeri yang
(66)
58
DAFTAR PUSTAKA
Ardinata, D. (2007). Multidimensional nyeri, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2: Universitas Sumatera Utara.
Bachtiar, F. (2012). Nyeri pasca operasi. Diakses dari http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/02/nyeri-pasca-operasi/ pada tanggal 31Mei 2012
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi ke-8, Vol.), Jakarta : EGC
Gunawan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Harahap, (2007). The Relationship Among Pain Intensity, pain Acceptance, and Pain Behavior in Patients with Cronic Cancer Pain In Medan, Indonesia : Head of Health Departement of North Sumatera University.
Hidayat, A. (2003). Riset Keperawatan & Tehknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika
Hill, Alexander J.I (1987). Postoperative Pain Control, Oxford : Black Well Scientific Publ
Jihan, (2009). Efektivitas Terapi Kognitif (Cognitive behavior Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.
King, M. (2002). Bedah Primer Trauma. Jakarta: EGC
Kozier, B et.all. (2009). Buku Ajar Praktek Kepererawatan Klinis. Jakarta: EGC Li L, Liu X, Herr K. Postoperative pain intensity assessment: a comparison of four scales in Chinese adults (on line
Mangku G. 2005. Nyeri dan Mutu Kehidupan, Buletin IDI, Denpasar.
Potter & Perry. (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC
Prasetyo, S. (2010). Konsep dan proses nyeri, Yogyakarta: Graha Ilmu Sjamsulhidayat. (2005), Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, Jakarta: EGC
Smeltzer dan Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta : EGC.
(67)
59
Sujati, W (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur : Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.
Suza, D. (2007). Pain Experiences and Pain Management in Postoperative Patients, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40: Universitas Sumatera Utara.
Tamsuri, A. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri, Jakarta : EGC
Tan, Rahardja K.(2000) Obat-Obat Penting Khasiat dan Penggunaannya. Jakarta: Salemba
Torrance, C. & Serginson. E. (1997). Surgical nursing. Bridgend, midglamorgan: WBC Bokk Manufacturers Ltd
Wardani (2010). Perilaku Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP H. Adam Malik Medan.
(68)
60
Lampiran 1
Surat Persetujuan Resmi (Informed Concent)
INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT Dr. PIRNGADI MEDAN
Saya Anwar Syahdam Hutapea NIM: 111121092 mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian mengenai intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah di Rumah sakit Dr. Pirngadi Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi intensitas nyeri pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah. Agar tercapainya tujuan dari penelitian ini, saya selaku peneliti mengharapkan partisipasi saudara sebagai responden. Saya sebagai peneliti menjamin kerahasiaan identitas saudara, serta tidak akan menyakiti fisik dan psikologis, dan tidak menimbulkan serta meninggalkan kecacatan fisik maupun psikologi saudara. Informasi yang saya dapatkan dari saudara akan dipergunakan dalam mengembangkan Ilmu Keperawatan.
Apabila saudara tidak bersedia menjadi bagian dari responden selama penelitian saya, saudara berhak menolak untuk tidak ikut berperan serta dalam penelitian ini, anda tidak akan diberikan sanksi dan saya akan menjaga dan menghormati hak-hak anda. Apabila saudara bersedia menjadi responden selama penelitian saya, maka saudara dipersilahkan menandatangani formulir di bawah ini.
Peneliti: Tanda Tangan :
Anwar Syahdam Hutapea Tanggal :
Email: syahdam.anwar@yahoo.co.id No. Responden: (diisi oleh peneliti) HP : 085231011991
(69)
61
Lampiran 2
Instrumen Penelitian
1. Data demografi
Petunjuk pengisian : Isilah data di bawah ini dengan lengkap. Berilah
tanda check list (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda
1. Nomor Responden :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
4. Agama : Islam Kristen
Katolik Hindu
Budha
5. Suku Bangsa : Melayu Batak
Jawa Aceh
Lain-lain sebutkan
(...)
6. Pendidikan : SD SMP
SMU Sarjana
(70)
62
7. Pekerjaan : PNS Pegawai
BUMN
Wiraswasta Pegawai
Swasta
Tidak Bekerja
8. Diagnosa Penyakit :
9. Jenis Pembedahan : ORIF ( Open Reduction and Internal Fixation
Fikasasi Eksternal
Graft Tulang
2. Pengukuran Skala Nyeri
Petunjuk pengisian : dari angka 0 sampai 10, jika 0 dianggap tidak ada nyeri dan angka 10 mewakili rasa nyeri yang sangat berat, di angka mana nyeri yang anda rasakan, berikan tanda silang (×) pada angka yang anda rasakan mewakili nyeri anda.
0
1
2 3
4 5 6 7 8 9 10
Klasifikasi :
0
= Tidak ada nyeri
1-3
= Nyeri ringan
4-6
= Nyeri sedang
(71)
63
kategori usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 13-21 19 25.0 25.0 25.0
22-28 29 38.2 38.2 63.2
31-41 19 25.0 25.0 88.2
44-67 9 11.8 11.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 51 67.1 67.1 67.1
perempuan 25 32.9 32.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
agama responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid islam 35 46.1 46.1 46.1
katholik 14 18.4 18.4 64.5
protestan 27 35.5 35.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
suku responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid melayu 8 10.5 10.5 10.5
batak 47 61.8 61.8 72.4
jawa 18 23.7 23.7 96.1
aceh 3 3.9 3.9 100.0
(72)
64
pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SD 1 1.3 1.3 1.3
SMP 9 11.8 11.8 13.2
SMA 36 47.4 47.4 60.5
Diploma 11 14.5 14.5 75.0
Sarjana 18 23.7 23.7 98.7
dll 1 1.3 1.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
pekerjaan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid PNS 13 17.1 17.1 17.1
Pegawai swasta 11 14.5 14.5 31.6
Wiraswasta 28 36.8 36.8 68.4
tidak bekerja 24 31.6 31.6 100.0
Total 76 100.0 100.0
intensitas nyeri responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid nyeri sedang 24 31.6 31.6 31.6
nyeri berat 52 68.4 68.4 100.0
(73)
65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
Nama : ANWAR SYAHDAM HUTAPEA
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 31 Januari 1991
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga : 2 Bersaudara
Alamat Rumah : JL. Bubu Gg. Sialagundi No.15 Medan
Riwayat Pendidikan
1. SD Muhammadiyah 27 Tahun 1996 – 2002 2. MTS Muhammadiyah Sidomulyo kwala madu: Tahun 2002 – 2005 3. MA Muhammadiyah Sidomulyo kwala madu: Tahun 2005 – 2008 4. DIII Keperawatan Sumatera Utara: Tahun 2009 – 2011
(74)
(75)
(76)
(1)
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 13-21 19 25.0 25.0 25.0
22-28 29 38.2 38.2 63.2
31-41 19 25.0 25.0 88.2
44-67 9 11.8 11.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 51 67.1 67.1 67.1
perempuan 25 32.9 32.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
agama responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid islam 35 46.1 46.1 46.1
katholik 14 18.4 18.4 64.5
protestan 27 35.5 35.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
suku responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid melayu 8 10.5 10.5 10.5
batak 47 61.8 61.8 72.4
(2)
pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SD 1 1.3 1.3 1.3
SMP 9 11.8 11.8 13.2
SMA 36 47.4 47.4 60.5
Diploma 11 14.5 14.5 75.0
Sarjana 18 23.7 23.7 98.7
dll 1 1.3 1.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
pekerjaan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid PNS 13 17.1 17.1 17.1
Pegawai swasta 11 14.5 14.5 31.6
Wiraswasta 28 36.8 36.8 68.4
tidak bekerja 24 31.6 31.6 100.0
Total 76 100.0 100.0
intensitas nyeri responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(3)
Identitas Pribadi
Nama
: ANWAR SYAHDAM HUTAPEA
Tempat / Tanggal Lahir
: Medan / 31 Januari 1991
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga
: 2 Bersaudara
Alamat Rumah
: JL. Bubu Gg. Sialagundi No.15 Medan
Riwayat Pendidikan
1.
SD Muhammadiyah 27
Tahun 1996 – 2002
2.
MTS Muhammadiyah Sidomulyo kwala madu:
Tahun 2002 – 2005
3.
MA Muhammadiyah Sidomulyo kwala madu:
Tahun 2005 – 2008
4.
DIII Keperawatan Sumatera Utara:
Tahun 2009 – 2011
(4)
(5)
(6)