d. Memusnahkan atau merusak fasilitas penerbangan atau turut campur secara
melawan hukum dalam pengoperasiannya sehingga membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan
e. Memberikan informasi yang tidak benar yang dapat membahayakan
keselamatan pesawat udara dalam penerbangan. f.
Wewenang dan kewajiban negara peserta di dalam Konvensi Montreal 1971 dapat dikatakan sama dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan
dalam Konvensi The Hague 1970. Adapun Pasal-Pasal yang mengaturnya adalah Pasal 11,12, dan 13.
5. Konvensi The Hague 1970
Konvensi The Hague 1970, Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan penguasaan
pesawat udara secara melawan hukum. Pada pokoknya konvensi ini mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana dan yurisdiksi. Pasal 1, memberikan batasan
mengenai kapan seseorang dianggap telah melakukan perampasan pengendalian pesawat udara secara melawan hukum, yaitu apabila seseorang tersebut telah
melakukan tindak pidana di dalam pesawat udara dalam penerbangan sebagai berikut:
a. Tindakan secara melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau setiap bentuk ancaman lain dengan tujuan untuk menguasai pesawat udara atau menguasai pengendalian pesawat udara.
b. Termasuk pula setiap orang yang membantu atau mencoba melakukan
tindakan tersebut. Dalam Pasal 2, Konvensi The Hague 1970 diatur mengenai
Universitas Sumatera Utara
ketentuan bahwa negara peserta konvensi diwajibkan untuk memasukkan tindak pidana dalam konvensi dengan mengancamkan hukuman ke dalam
hukum pidana nasionalnya. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat 3 menetapkan bahwa setiap negara peserta di dalam wilayah mana tersangka berada, apabila
terdapat cukup petunjuk wajib menahan tersangka atau mengambil tindakan lannya itu jangan sampai tersangka melarikan diri. Penahanan dan tindakan itu
dilakukan sesuai dengan hukum negara yang bersangkutan dengan ketentuan hanya boleh dilanjutkan sampai pada waktu yang diperlukan untuk
memungkinkan proses penuntutan atau ekstradisi. Selanjutnya dalam Pasal 11 menetapkan bahwa setiap negara peserta sesuai dengan undang-undang
nasionalnya secepat mungkin melaporkan kepada Perwakilan Council dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional International Civil Avation
Organization, setiap keterangan yang dimilikinya yang bersangkutan dengan kejahatan atau tindak pidana, tindakan yang telah diambil terhadap
penumpang dan pesawat udara yang menjadi sasaran kejahatan pembajakan, tindakan yang telah diambil terhadap tersangka dan proses-proses hukum yang
telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang