Batas Kedaulatan Negara di Wilayah Udara Latar Belakang

E. Batas Kedaulatan Negara di Wilayah Udara

Kedaulatan suatu negara di ruang udara diatas wilayah teritorialnya bersifat utuh dan penuh. Ketentuan ini merupakan salah satu tiang pokok hukum Internasional yang mengatur ruang udara. Sifat kedaulatan yang penuh dari negara di ruang udara nasionalnya tersebut berbeda, misalnya dengan sifat kedaulatan negara di laut wilayahnya. karena sifatnya yang demikian, maka diruang udara nasional tidak dikenal hak lintas demi pihak asing seperti terdapat dilaut terotorial suatu Negara. 19 Negara berdaulat adalah, negara yang mempunyai kekuasaan tertinggi bebas dari kekuasaan negara lain, bebas dalam arti seluas-luasnya baik ke dalam maupun keluar, namun demikian tetap harus memperhatikan hukum internasional serta sopan santun dalam pergaulan internasional lainnya. Sampai saat ini belum ada konvensi internasional yang secara khusus mengatur wilayah suatu negara yang meliputi wilayah darat, pelaut maupun udara. 20 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tengtang penerbangan yang disahkan pada tanggal 17 desember 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009, sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan pengangkutan udara di indonesia karena Undang-Undang tersebut secara kompherensif berlaku secara extra teritorial, mengatur kedaulatan atas wilayah udara indonesia, pelangaran wilayah 19 May Rudi, Hukum Internasional 2, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 32 20 Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional Dan Internasional Publik public international and national air law, PT. Rajawali Prrees, Jakarta, 2012, hal. 233 Universitas Sumatera Utara kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran dan kebansaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoprasian pesawat udara, dan sebagainya. 21

F. Pengaturan Hukum terhadap Kedaulatan Negara berdasarkan di Ruang

Udara Konvensi 1. Konvensi Paris Konvensi Paris 13 Oktober 1919 merupakan konvensi internasional yang ditandatangani pada tanggal 13 Oktober 1919 di Paris yang diikuti oleh 27 negara yang terdiri dari negara-negara sekutu, dan Amerika Latin. Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 11 Juli 1922 dan merupakan konvensi pertama mengenai pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Konvensi Paris ini dijalankan hanya dengan negara-negara yang menang Perang Dunia I dan negara yang merupakan bekas musuh hanya dapat menjadi negara pihak, itupun setelah terdaftar menjadi keanggotaan Liga Bangsa-Bangsa LBB atau atas keputusan 3 atau 4 negara anggota pada konvensi. 22 Konvensi Paris 1919 juga membentuk Komisi Internasional yaitu suatu organisasi untuk mengawasi pelaksanaan dan pengembangan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam konvensi. 23 Banyak terjadi perubahan terhadap konvensi ini, dimulai dengan Protokol Tambahan tanggal 1 Mei 1920, kemudian pengaturan tanggal 14 Desember 1926, 21 Satu Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antar Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 48 22 Boer Mauna. Hukum Internasional : Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Edisi Kedua. Bandung, Alumni. 2005. hal 381 23 JG. Starke, Pengantar Hukum Internasional I,Edisi Kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika, 1999. hal 382 Universitas Sumatera Utara dan berakhir dengan Protokol 15 Juni 1929. Selain itu, Jerman juga mengajukan perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang elah ada yang dilakukan oleh Komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di Paris tanggal 10-15 Juni 1929. 24 2. Konvensi Chicago 1944 Konvensi Chicago merupakan konvensi yang mengatur tentang penerbangan sipil internasional. Konvensi ini merupakan revisi dari konvensi Paris 1919, karena disebutkan kebebasan navigasi udara dalam Konvensi Paris merupakan hasil konsensi internasional yang diberikan kepada negara-negara penandatanganan konvensi. Konvensi Chicago ini diadakan di Chicago atas undangan Amerika Serikat dan dihadiri oleh 53 negara tanpa Uni Soviet pada tanggal 1 November sampai 7 Desember 1944. Konvensi ini mulai berlaku tanggal 7 April 1947. Pada Pasal 9 konvensi Chicago 1944 mengatur tentang area terlarang, yang merupakan modifikasi dari Konvensi Paris. Yang termasuk dalam area terlarang ini yaitu tidak ada lagi perbedaan pesawat yang diperbolehkan memasuki zona larangan terbang dan negara yang memiliki kedaulatan lah yang memerintahkan pesawat yang melanggar zona untuk mendarat dan di periksa. Hal ini sangat berbeda dengan konvensi Paris yang menyebutkan bahwa pesawat yang melanggar zona larangan diwajibkan untuk segera mendarat di lapangan udara terdekat di luar zona 24 Ibid., hal 383 Universitas Sumatera Utara Ketentuan dan operasional yang tercantum dalam konvensi Chicago 1944. Hal ini penting karena setiap perjanjian angkutan udara bilateral selalu mengacu kepada ketentuan-ketentuan konvensi Internasional Air Services Agreement Signed at Chicago on 7 Desember 1944. Persetujuaan penerbangan lintas internasional atau internatinoal air services transit agreement IASTA of 1944 merupakan perjanjian internasional yang bersifat multilateral yang mempertukarkan hak-hak penerbangan five freedom of the air yang sering dipertukarkan dalam perjanjian angkutan udara internasional. Hak-hak kebebasan udara tersebut merupakan kebebasan udara ke-1 1 st freedom of the air, yaitu hak untuk terbang melintasi overfly negara lain tanpa melakukan pendaratan dan hak kebebasan udara ke-2 2nd freedom of the air adalah hak untuk melakukan pendaratan dinegara lain untuk keperluan oprasional techical landing dan tidak berhak untuk mengambil dan atau menurunkan penumpang dan atau cargo secara komersial. 25 International Air Transport Agreement Signed at Chicago on Desember 1944. Persetujuan Tranportasi Udara Internasional atau International Air Transport Agreement IATA of 1944 juga merupakan perjanjian internasional secara multilateral yang mempertukarkan hak-hak kebebasan udara five freedom of the air masing masing kebebasan udara ke-1,2,3,4 dan ke-5. Kebebasan udara ke-3 3 rd freedom of the air adalah hak untuk mengangkut penumpang, barang, dan pos secara komersial dari negara yang berjanji lainnya. 26 25 K Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional bagian Pertama, PT.RajaGrafindo Persada, jakarta,2007,hal 12 26 Ibid Universitas Sumatera Utara

3. Konvensi Tokyo 196

Untuk dapat dikatakan tindak pidana dalam Pasal 1 Konvensi Tokyo 1963, harus memenuhi 4 unsur berikut:27 a. Dilakukan di dalam pesawat udara. b. Pesawat udara tersebut harus didaftarkan di negara peserta konvensi. c. Pesawat udara sedang berada dalam penerbangan di atas laut lepasbebas. d. Pesawat udara sedang berada di atas daerah lain di luar wilayah dari suatu negara. Konvensi Tokyo 1963 tersebut telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1976 dan ditindaklanjuti dengan UU No. 4 Tahun 1976 tentang perubahan dan penambahan beberapa Pasal dalam KUHP bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan penerbangan, dan kejahatan terhadap saranaprasarana penerbangan. Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 3 KUHP mengalami perubahan sehingga berbunyi: “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”. Mengenai negara mana yang berhak melaksanakan yurisdiksi terhadap tindak pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Konvensi Tokyo 1963 ditetapkan pada negara di tempat pesawat udara tersebut didaftarkan. 27 http:lawlowlew.blogspot.com201307hukum-udara-dan-angkasa-kejahatan.html diakses 14 Februari 2016 Universitas Sumatera Utara

4. Konvensi Montreal 1971

Konvensi Montreal 1971, Convention for the Suppresion of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan tindakan melawan hukum yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. Pada pokoknya Konvensi Montreal 1971 ini mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana, yurisdiksi, dan wewenang kapten pilot. Pasal 1 ayat 1 Konvensi Montreal 1971 mengatur tindak pidana sebagai berikut: a. Setiap orang melakukan kejahatan jika ia melawan hukum dan dengan sengaja: 1 Sebuah. melakukan tindakan kekerasan terhadap orang di atas pesawat dalam penerbangan jika tindakan yang mungkin membahayakan keselamatan pesawat yang ; ata 2 Menghancurkan sebuah pesawat dalam layanan atau menyebabkan kerusakan pesawat tersebut yang membuat ia mampu terbang atau yang kemungkinan akan membahayakan keselamatan dalam penerbangan ; atau 3 Tempat atau menyebabkan untuk ditempatkan di pesawat terbang dalam pelayanan, dengan cara apapun, perangkat atau zat yang kemungkinan akan menghancurkan pesawat itu, atau untuk menyebabkan kerusakan itu yang membuat ia tidak mampu penerbangan, atau untuk menyebabkan kerusakan itu yang cenderung membahayakan keselamatan dalam penerbangan ; atau Universitas Sumatera Utara 4 Menghancurkan atau merusak fasilitas navigasi udara atau mengganggu operasi mereka, jika ada tindakan tersebut mungkin membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan ; atau 5 mengkomunikasikan informasi yang dia tahu palsu, sehingga membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan . b. Setiap orang juga melakukan kejahatan jika dia : 1 Sebuah. mencoba melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam ayat 1 Pasal ini ; atau 2 Kaki tangan dari orang yang melakukan atau mencoba untuk melakukan pelanggaran tersebut Dengan demikian ruang lingkup tindak pidana atau kejahatan yang ditentukan dalam Pasal 1, meliputi: a. Dengan sengaja melakukan tindakan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara yang sedang berada dalam penerbangan dan tindakannya itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut. b. Dengan sengaja dan secara melawan hukm merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan pesawat udara tersebut tidak mampu untuk melakukan penerbangan dengan sempurna sehingga membahayakan keselamatan dalam penerbangannya. c. Menempatkan atau memungkinkan ditempatkannya suatu bahan peledak, suatu zat dalam pesawat udara dalam dinas dengan cara bagaimanpun, sehingga dapat memusnahkan atau menyebabkan kerusakan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan dalam penerbangan. Universitas Sumatera Utara d. Memusnahkan atau merusak fasilitas penerbangan atau turut campur secara melawan hukum dalam pengoperasiannya sehingga membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan e. Memberikan informasi yang tidak benar yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan. f. Wewenang dan kewajiban negara peserta di dalam Konvensi Montreal 1971 dapat dikatakan sama dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi The Hague 1970. Adapun Pasal-Pasal yang mengaturnya adalah Pasal 11,12, dan 13.

5. Konvensi The Hague 1970

Konvensi The Hague 1970, Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan penguasaan pesawat udara secara melawan hukum. Pada pokoknya konvensi ini mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana dan yurisdiksi. Pasal 1, memberikan batasan mengenai kapan seseorang dianggap telah melakukan perampasan pengendalian pesawat udara secara melawan hukum, yaitu apabila seseorang tersebut telah melakukan tindak pidana di dalam pesawat udara dalam penerbangan sebagai berikut: a. Tindakan secara melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau setiap bentuk ancaman lain dengan tujuan untuk menguasai pesawat udara atau menguasai pengendalian pesawat udara. b. Termasuk pula setiap orang yang membantu atau mencoba melakukan tindakan tersebut. Dalam Pasal 2, Konvensi The Hague 1970 diatur mengenai Universitas Sumatera Utara ketentuan bahwa negara peserta konvensi diwajibkan untuk memasukkan tindak pidana dalam konvensi dengan mengancamkan hukuman ke dalam hukum pidana nasionalnya. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat 3 menetapkan bahwa setiap negara peserta di dalam wilayah mana tersangka berada, apabila terdapat cukup petunjuk wajib menahan tersangka atau mengambil tindakan lannya itu jangan sampai tersangka melarikan diri. Penahanan dan tindakan itu dilakukan sesuai dengan hukum negara yang bersangkutan dengan ketentuan hanya boleh dilanjutkan sampai pada waktu yang diperlukan untuk memungkinkan proses penuntutan atau ekstradisi. Selanjutnya dalam Pasal 11 menetapkan bahwa setiap negara peserta sesuai dengan undang-undang nasionalnya secepat mungkin melaporkan kepada Perwakilan Council dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional International Civil Avation Organization, setiap keterangan yang dimilikinya yang bersangkutan dengan kejahatan atau tindak pidana, tindakan yang telah diambil terhadap penumpang dan pesawat udara yang menjadi sasaran kejahatan pembajakan, tindakan yang telah diambil terhadap tersangka dan proses-proses hukum yang telah dilakukan. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Indonesia yang telah menjadi anggota organisasi penerbangan sipil internasional sejak 20 April 1950 telah menyempurnakan Undang-undang Nomor. 19 tahun 1992 dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 2009, Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 disusun dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan memperhatikan kebutuhan pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena itu Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara Indonesi, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran, dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan keamanaan didalam pesawat udara, pengadaan pesawat udara, asuransi pesawat udara, independensi, investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggaraan pelayanan umum, berbagai jenis angkutan udara baik niaga berjadwal, tidak berjadwal maupun niaga dalam negeri maupun luar negeri, modal harus single majority shares tetap berada pada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, persyaratan minimum mendirikan perusahaan penerbangan baru harus mempunyai sepuluh pesawat udara, lima dimiliki dan lima dikuasai, perhitungan tarif transportasi udara berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan, pelayanan bagi penyandang cacat, orang lanjut usia, anak dibawah umur, pengangkutan bahan dan atau barang berbahaya dangerous Universitas Sumatera Utara goods ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, komponen tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab pengangkut, tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga thrid parties liability, tatanan kebandarudaraan baik lokasi maupun persyaratannya, obstacles, perubahan iklim yang menimbulkan panas bumi sumber daya manusia baik dibidang operasi penerbangan, teknisi bandar udara maupun navigasi penerbangan, fasilitas navigasi penerbanga, otoritas bandar udara, pelayanan bandar udara, keamanan penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan single air service provider, penegakan hukum, penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur, budaya keselamatan penerbangan, penanggulangan tindakan melawan hukum, dan berbagai ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur, guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional. Udara merupakan salah satu sumber daya alam dan unsur lingkungan. 1 Udara selain mengandung sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan untuk kemakmuran rakyat, udara juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain misalnya kepentingan politik. Karakteristik sumber daya alam di udara terdiri dari: sumber daya energi surya dan angin, sumber daya gas, sumber daya ruang. Kekhasan wilayah udara Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara Benua Asia-Australia, serta di dua Samudera Pasifik-Hindia menyebabkan wilayah udara Indonesia menjadi penggerak sirkulasi udara global dan pembentukan iklim dunia yang merupakan keunggulan strategis wilayah 1 Philip Kristanto, Ekologi Industri,Andi, Yagyakarta, 2002, hal. 40. Universitas Sumatera Utara udara Indonesia. 2 Tiga aspek yang harus diperhatikan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya, yakni: 1. Aspek keamanan dan keselamatan, 2. Aspek pertahanan negara, dan 3. Aspek lingkungan hidup. Pertahanan dan keamanan negara adalah segala upaya untuk mempertahankan kadaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. 3 Wilayah udara Indonesia yang luas, dengan banyaknya kegiatan penerbangan berpotensi mengundang kerawanan terjadi kecelakaan udara dan ancaman pelanggaran wilayah udara Indonesia. Ancaman pelanggaran wilayah udara nasional, selain mengganggu keamanan nasional yang berkaitan dengan kegiatan penerbangan, juga berpengaruh terhadap kedaulatan wilayah apabila ditinjau dari aspek pertahanan negara. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada saat penerbangan antara lain; pesawat tidak teridentifikasi terdiri atas pesawat yang dianggap menyimpang dari jalurnya atau pesawat yang dilaporkan beroperasi di daerah tertentu tetapi tidak memberikan identitasnya kepada ATS otoritas pelayanan lalu lintas udara. 4 2 Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional 3 Pasal 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara 4 Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil PKPS Bagian 170 Peraturan Lalu Lintas Udara, 170.024. Universitas Sumatera Utara Beberapa kasus pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat- pesawat komersil dan militer asing, misalnya: 5 terjadi ketegangan antara Indonesia-Australia terkait banyaknya penerbangan gelap black flight dan penerbangan tanpa izin. Pesawat-pesawat F-5 Tiger TNI AU mengusir pesawat jet F-18 Hornet milik angkatan udara Australia yang dinilai telah memasuki wilayah udara Indonesia di atas pulau Roti tanpa izin. Tahun 2003, lima pesawat F-18 Hornet AS nyaris menembak pesawat F-16 TNI AU yang sedang melakukan identifikasi atas penerbangan yang di lakukan di barat laut Pulau Bawean, ketika pesawat F-16 TNI AU mengontak pesawat F-18, kedua peswat tersebut tidak ada jawaban, mereka mengunci lock on dan bersiap untuk menembak pesawat F-16 TNI AU. Di Gunung Salak pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet 100 merupakan pesawat penumpang Rusia, menghilang dalam penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Salah satu peran yang dipertanyakan dalam kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet ini adalah peran ATS atau Air Traffic Control Services karena memberi izin pesawat untuk turun dari 10.000 ft ke ketinggian 6000 ft. Tanggal 15 Maret 2014, penerbangan MH370 milik Malaysia dinyatakan hilang, banyak media asing yang menyatakan bahwa pesawat tersebut melewati wilayah Indonesia, namun hal ini dibantah oleh Menteri Pertahanan Indonesia[12] Menurut Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, pesawat tersebut tidak 5 Mufti Makaarim A, Strategi Pengelolaan dan Pertahanan Wilayah Perbatasan Udara Republik Indonesia: Tantngan Aspek Politik, Yuridis dan Operasional, Disampaikan Dalam Seminar Perumusan Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Perbatasan, Dep. Pertahanan RI, Jakarta, 2008, hal. 4. Universitas Sumatera Utara terdeteksi radar sipil Indonesia karena zona menengah yang menjadi wilayah terbang penerbangan sipil memiliki lalu lintas udara sangat padat sehingga tidak teridentifikasi saat berpindah jalur, dan radar militer lebih sulit untuk mengidentifikasi pesawat sipil karena data yang ditampilkan sangat banyak. 6 Pesawat udara Indonesia yang terbang di atas teritorial Indonesia diwajibkan melapor ke menara pengontrol lalu lintas udara yang dikendalikan FIR Singapura sehingga dirasa kurang nyaman bagi pesawat udara Indonesia. 7 Pendelegasian pengaturan lalu lintas udara di wilayah Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kepada otoritas Singapura sejak tahun 1946 hingga sekarang. Penerbang Indonesia yang hendak melintas wilayah udara di Batam harus meminta izin dahulu ke Singapura .8 Pengendalian lalu lintas udara, mengoperasikan dua wilayah FIR flight Information Region, yakni FIR Jakarta dan FIR Makassar, dan masih dibantu FIR Singapura untuk sektor a, b dan c wilayah di atas Batam, Matak dan Natuna. 9 Terkait dengan pengendalian lalu lintas udara di Indonesia, dalam seminar Internasional Air Power 2014 Klub Eksekutif Persada Purnawira, Kamis 17 April 2014 membahas khusus mengenai pentingnya FIR di kendalikan dan dikontrol oleh Indonesia.10 Pada tahun 2008, Kosekhanudnas mencatat militer 6 Ibid. 7 Urgensi Pengaturan Lalu Lintas Ruang Udara Indonesia Guna Memantapkan Stabilitas Keamanan Wilayah Udara Nasional Dalam Rangka Memperkokoh Kedaulatan NKRI http:www.lemhannas.go.idportalimagesstorieshumasjurnaledisi16jurnal20ed isi2016_materi208.pdf diakses tanggal 1 Maret 2016. 8 Chappy Hakim, Wilayah Udara dikelola negara lain diam, apalagi Penyadapan, melalui :http:politik.rmol.coread20131112132983 diakses tanggal 1 Maret 2016. 9 TNI AU Akan Kembalikan Kadaulatan Udara Dari Negara Asing, posted oleh Efran Syah, 17 April 2004, melalui : http:www.artileri.org201404diakses tanggal 1 Maret 2016. 10 Ibid. Universitas Sumatera Utara Singapura 18 kali melanggar batas wilayah Indonesia, pelatihan militer negara Singapura di wilayah udara Indonesia khususnya di atas wilayah udara kepulauan Riau tanpa izin negara Indonesia karena FIR di atas wilayah tersebut berada pada kontrol negara Singapura. Pengendalian wilayah udara Indonesia oleh negara lain tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 1 Tentang Penerbangan, Pasal 6 dan Pasal 5 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia. Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara salah satunya untuk kepentingan pertahanan negara. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, ancaman, yang dihadapi Indonesia dapat berupa ancaman militer maupun ancaman non militer, sehingga kekuatan pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Agar pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan dapat terlaksana secara efektif dan efisien, diupayakan keterpaduan yang sinergis antara unsur militer dengan unsur militer lainnya, maupun antara kekuatan militer dengan kekuatan nir militer. Keterpaduan antara unsur militer diwujudkan dalam keterpaduan Tri-Matra, yakni keterpaduan antar kekuatan darat, kekuatan laut, dan kekuatan udara. Kedaulatan merupakan salah satu prinsip dasar bagi terciptanyahubungan internasional yang damai. Kedaulatan atas wilayah adalah kewenangan yang Universitas Sumatera Utara dimiliki suatu negara untuk melaksanakan kewenangannya sebatas dalam wilayah-wilayah yang telahmenjadi bagian dari kekuasaannya. 11 Bagi suatu negara, wilayahnya terdiri dari wilayah darat,wilayah laut dan wilayah udara. Seperti halnya wilayah darat dan laut,wilayah udara pun mempunyai arti yang penting. Ruang udara penting untuk: 12 menjamin keselamatan penerbangan, salah satu sumber pendapatan negara, melindungi warga negara dari serangan negara lain, sarana nilai tawar dalam perjanjian internasional. Sebelum Konvensi Paris Tahun 1919 dan Konvensi Chicago Tahun 1944, mengenai ruang udara yang berada di atas wilayah suatu negara yang berdaulat, belum ada suatu aturan yang menetapkan bahwa ruang udara tersebut tunduk pada kedaulatan negara tersebut.Kemudian setelah ditetapkannya Konvensi Paris Tahun 1919 dankemudian diikuti dengan Konvensi Chicago Tahun 1944 maka diakui bahwa ruang udara yang berada di atas wilyah suatu negara, tunduk padakedaulatan negara tersebut.Dalam Pasal 1 konvensi Chicago Tahun 1944 Tentang Penerbangan Sipil Internasional dikatakan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya. Oleh karena itu maka Negara lain harus menghormatikedaulatan suatu negara atas ruang udara yang dikuasainya. Sikap hormatitu dapat ditunjukan misalnya dengan meminta izin dari negara yang bersangkutan sebelum melintas melalui wilayah udaranya. Kedaulatannegara atas ruang udara ini juga dicantumkan dalam 11 Thontowi. J. dan Iskandar. P, Hukum Internasional Kontemporer , Jakarta, 2006, hal. 169. 12 Martono. H. K, Kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan, Edisi Pertama, Jakarta,2007, hal. 281. Universitas Sumatera Utara konvensi Hukum LautTahun 1982 Pasal 2 dan khusus mengenai kedaulatan atas ruang udara diatas perairan kepulauan dicantumkan dalam Pasal 49 ayat 2. Selanjutnya dalam Pasal 3 butir d ditegaskan bahwa penerbangan pesawat udara Negara tidak boleh mengganggu keamanan navigasi penerbangan pesawat sipil. Hal ini sangat erat kaitannya dengan keselamatan penerbangan. Sampai batas mana kedaulatan negara di ruang udara sebenarnya dapat dilihat secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal negara memiliki kedaulatan atas ruang udara di atas daratan dan perairan sampai laut teritorialnya. Ruang udara di atas zona tambahan, ZEE sudah bukan di bawah kedaulatan negara kolong. Apalagi ruang udara di atas laut lepas, milik seluruh umat manusia. Adapun batas kedaulatan negara atas ruang udara secara vertikal sampai saat ini belumlah jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya kesepakatan sampai dimana ketinggian ruang udara dan mulai ketinggian berapa ruang angkasa dimulai. Kedaulatan yang penuh dan eksklusif yang dimilikinya, negara berhak melakukan pengaturan terhadap penerbangan di ruang udaranya. Pengaturan ini diperlukan agar penyelenggaraan penerbangan berlangsung engan aman dan efisien dan teratur. 13 Namun pada tanggal 3 juli 2003, empat pesawatF-18 Hornet milik angkatan Laut Amerika Serikat telah melakukan penerbangan tanpa izin di atas laut Jawa, sebelah barat Pulau Bawean.Pesawat F-18 Hornet yang merupakan 13 Yasidi Hambali, “Aspek-Aspek Hukum dari Penataan dan pengawasan Wilayah Udara Nasional”, makalah pada penataran hukum udara dan ruang angkasa, FH Universitas Padjadjaran, Bandung 5-17 September 1994, hal. 7 Universitas Sumatera Utara pesawat udara negara ini, bahkan sempat melakukan manuver dalam jalur penerbangan sipil Green 63 dekat Pulau Bawean atau 66 mil laut dari Surabaya. Manuver merekamengganggu lalu lintas penerbangan sipil yang menggunakan jalur tersebut dan terlihat visual oleh awak kokpit pesawat boeing 737 –200 Bouraq yang tengah menuju Surabaya.Apa yang telah dilakukan oleh Pesawat F- 18 Hornet tersebut jelas telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi ChicagoTahun 1944. 14 Konvensi Chicago 1944 dilengkapi dengan Air Transport Agreement. Pasal 1 perjanjian ini mengatur mengenai the five freedom of the air yang terdiri dari hak untuk terbang melewati wilayah teritorial negara lain tanpa mendarat, hak untuk mendarat di negara lain untuk non traffic purposes seperti hanya untuk refuelling, hak untuk menurunkan penumpang, surat dan kargo yang berangkat dari negara dimana pesawat tersebut terdaftar, hak untuk mengambil penumpang, surat dan kargo untuk dibawa ke negaranya dan hak untuk mengambil penumpang, suratdan kargo untuk tujuan negara lain dan menurunkannya di setiap negara tujuan. Berdasarkan uraian di atas merasa tertarik memilih judul Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944. 14 Gerald Aditya Bunga. Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Di Wilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944 dan Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 http:www.academia.edu3691216diakses tanggal 1 Desember 2015. Universitas Sumatera Utara

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana kedaulatan negara di ruang udara berdasarkan Konvensi Chicago 1944? 2. Bagaimana pelanggaran kedaulatan wilayah yang telah dilakukan oleh pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat? 3. Bagaimana akibat hukum pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat diwilayah kedaulatan Indonesia ditinjau dari Konvensi Chicago Tahun 1944? J. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kedaulatan negara di ruang udara berdasarkan Konvensi Chicago 1944. 2. Untuk mengetahui pelanggaran kedaulatan wilayah yang telah dilakukan oleh Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat 3. Untuk mengetahui akibat hukum pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat diwilayah kedaulatan Indonesia ditinjau dari Konvensi Chicago Tahun 1944. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat setidaknya dalam dua hal, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Manfaat teoritis Penulis berharap skripsi ini semakin menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya yang berhubungan dengan Akibat Hukum Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944. 2. Manfaat praktis Skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya para pihak yang terkait Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia.

K. Keaslian Penulisan

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) INDONESIA-SINGAPURA DI KEPULAUAN NATUNA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 SERTA PENGARUH TERHADAP KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

0 3 10

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) INDONESIA-SINGAPURA DI KEPULAUAN NATUNA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 SERTA PENGARUH TERHADAP KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

0 2 23

PENUTUP KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) INDONESIA-SINGAPURA DI KEPULAUAN NATUNA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 SERTA PENGARUH TERHADAP KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.

0 2 34

Penetapan Laik Terbang Pesawat Udara Indonesia Dikaitkan Dengan Konvensi Chicago 1944.

0 0 6

STATUS HUKUM PESAWAT UDARA SIPIL YANG DIGUNAKAN SEBAGAI SENJATA PENGHANCUR BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944.

0 0 2

Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 7

Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 1

Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 21

Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944

0 1 11

Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944

0 0 4