E.  Batas Kedaulatan Negara di Wilayah Udara
Kedaulatan  suatu  negara  di  ruang  udara  diatas  wilayah  teritorialnya bersifat utuh dan penuh. Ketentuan ini merupakan salah satu tiang pokok hukum
Internasional yang mengatur ruang udara. Sifat kedaulatan yang penuh dari negara di  ruang  udara  nasionalnya  tersebut  berbeda,  misalnya  dengan  sifat  kedaulatan
negara  di  laut  wilayahnya.  karena  sifatnya  yang  demikian,  maka  diruang  udara nasional tidak dikenal hak lintas demi pihak asing seperti terdapat dilaut terotorial
suatu Negara.
19
Negara  berdaulat  adalah,  negara  yang  mempunyai  kekuasaan  tertinggi bebas dari kekuasaan negara lain, bebas dalam arti seluas-luasnya baik ke dalam
maupun keluar, namun demikian tetap harus memperhatikan hukum internasional serta sopan santun  dalam  pergaulan internasional  lainnya. Sampai  saat  ini belum
ada  konvensi  internasional  yang  secara  khusus  mengatur  wilayah  suatu  negara yang meliputi wilayah darat, pelaut maupun udara.
20
Undang-Undang  No  1  Tahun  2009  tengtang  penerbangan  yang  disahkan pada  tanggal  17  desember  2008  dan  mulai  berlaku  pada  tanggal  1  Januari  2009,
sangat  menjanjikan  terhadap  pertumbuhan  pengangkutan  udara  di  indonesia karena  Undang-Undang  tersebut  secara  kompherensif  berlaku  secara  extra
teritorial, mengatur kedaulatan atas wilayah udara indonesia, pelangaran  wilayah
19
May Rudi, Hukum Internasional 2, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 32
20
Martono dan Amad Sudiro,  Hukum Udara Nasional Dan Internasional Publik public international and national air law, PT. Rajawali Prrees, Jakarta, 2012, hal. 233
Universitas Sumatera Utara
kedaulatan,  produksi  pesawat  udara,  pendaftaran  dan  kebansaan  pesawat  udara, kelaikudaraan dan pengoprasian pesawat udara, dan sebagainya.
21
F.  Pengaturan Hukum terhadap Kedaulatan Negara berdasarkan di Ruang
Udara Konvensi
1. Konvensi Paris
Konvensi  Paris  13  Oktober  1919  merupakan  konvensi  internasional  yang ditandatangani pada tanggal 13 Oktober 1919 di Paris yang diikuti oleh 27 negara
yang  terdiri  dari  negara-negara  sekutu,  dan  Amerika  Latin.  Konvensi  ini  mulai berlaku  pada  tanggal  11  Juli  1922  dan  merupakan  konvensi  pertama  mengenai
pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan udara. Konvensi  Paris  ini  dijalankan  hanya  dengan  negara-negara  yang  menang
Perang  Dunia  I  dan  negara  yang  merupakan  bekas  musuh  hanya  dapat  menjadi negara  pihak,  itupun  setelah  terdaftar  menjadi  keanggotaan  Liga  Bangsa-Bangsa
LBB atau atas keputusan 3 atau 4 negara anggota pada konvensi.
22
Konvensi  Paris  1919  juga  membentuk  Komisi  Internasional  yaitu  suatu organisasi untuk mengawasi pelaksanaan dan pengembangan ketentuan-ketentuan
yang terdapat di dalam konvensi.
23
Banyak terjadi perubahan terhadap konvensi ini, dimulai dengan Protokol Tambahan tanggal 1 Mei 1920, kemudian pengaturan tanggal 14 Desember 1926,
21
Satu Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antar Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 48
22
Boer  Mauna.  Hukum  Internasional  :  Pengertian,  Peranan  dan  Fungsi  dalam  Era Dinamika Global. Edisi Kedua. Bandung, Alumni. 2005. hal 381
23 JG. Starke, Pengantar Hukum Internasional I,Edisi Kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika, 1999. hal 382
Universitas Sumatera Utara
dan berakhir dengan Protokol 15 Juni  1929. Selain itu, Jerman juga mengajukan perubahan  terhadap  ketentuan-ketentuan  yang  elah  ada  yang  dilakukan  oleh
Komisi Internasional Navigasi Udara dalam sidangnya di Paris tanggal 10-15 Juni 1929.
24
2. Konvensi Chicago 1944
Konvensi  Chicago  merupakan  konvensi  yang  mengatur  tentang penerbangan  sipil  internasional.  Konvensi  ini  merupakan  revisi  dari  konvensi
Paris  1919,  karena  disebutkan  kebebasan  navigasi  udara  dalam  Konvensi  Paris merupakan  hasil  konsensi  internasional  yang  diberikan  kepada  negara-negara
penandatanganan  konvensi.  Konvensi  Chicago  ini  diadakan  di  Chicago  atas undangan  Amerika  Serikat  dan  dihadiri  oleh  53  negara  tanpa  Uni  Soviet  pada
tanggal  1  November  sampai  7  Desember  1944.  Konvensi  ini  mulai  berlaku tanggal 7 April 1947. Pada Pasal 9 konvensi Chicago 1944 mengatur tentang area
terlarang, yang merupakan modifikasi dari Konvensi Paris. Yang termasuk dalam area  terlarang  ini  yaitu  tidak  ada  lagi  perbedaan  pesawat  yang  diperbolehkan
memasuki  zona  larangan  terbang  dan  negara  yang  memiliki  kedaulatan  lah  yang memerintahkan pesawat yang melanggar zona untuk mendarat dan di periksa. Hal
ini sangat berbeda dengan konvensi Paris yang menyebutkan bahwa pesawat yang melanggar  zona  larangan  diwajibkan  untuk  segera  mendarat  di  lapangan  udara
terdekat di luar zona
24
Ibid., hal 383
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan dan operasional yang tercantum dalam konvensi Chicago 1944. Hal  ini  penting  karena  setiap  perjanjian  angkutan  udara  bilateral  selalu  mengacu
kepada ketentuan-ketentuan konvensi Internasional  Air  Services  Agreement  Signed  at  Chicago  on  7  Desember
1944. Persetujuaan penerbangan lintas internasional atau internatinoal air services transit  agreement  IASTA  of  1944  merupakan  perjanjian  internasional  yang
bersifat multilateral yang mempertukarkan hak-hak penerbangan five freedom of the air yang sering dipertukarkan dalam perjanjian angkutan udara internasional.
Hak-hak kebebasan udara tersebut  merupakan kebebasan udara ke-1 1
st
freedom of  the  air,  yaitu  hak  untuk  terbang  melintasi  overfly  negara  lain  tanpa
melakukan  pendaratan  dan  hak  kebebasan  udara  ke-2
2nd
freedom  of  the  air adalah hak untuk melakukan pendaratan dinegara lain untuk keperluan oprasional
techical  landing  dan  tidak  berhak  untuk  mengambil  dan    atau  menurunkan penumpang dan  atau cargo secara komersial.
25
International  Air  Transport  Agreement  Signed  at  Chicago  on  Desember 1944.  Persetujuan  Tranportasi  Udara  Internasional  atau  International  Air
Transport  Agreement  IATA  of  1944  juga  merupakan  perjanjian  internasional secara multilateral  yang mempertukarkan hak-hak kebebasan udara five freedom
of the air masing masing kebebasan udara ke-1,2,3,4 dan ke-5. Kebebasan udara ke-3  3
rd
freedom  of  the  air  adalah  hak  untuk  mengangkut  penumpang,  barang, dan pos secara komersial dari negara yang berjanji lainnya.
26
25 K  Martono,  Pengantar  Hukum  Udara  Nasional  dan  Internasional  bagian  Pertama, PT.RajaGrafindo Persada, jakarta,2007,hal 12
26
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3.  Konvensi Tokyo 196
Untuk dapat dikatakan tindak pidana dalam Pasal 1 Konvensi Tokyo 1963, harus memenuhi 4 unsur berikut:27
a. Dilakukan di dalam pesawat udara.
b. Pesawat udara tersebut harus didaftarkan di negara peserta konvensi.
c. Pesawat udara sedang berada dalam penerbangan di atas laut lepasbebas.
d. Pesawat udara sedang berada di atas daerah lain di luar wilayah dari suatu
negara. Konvensi  Tokyo  1963  tersebut  telah  diratifikasi  oleh  Indonesia  dengan
Undang-undang  No.  2  Tahun  1976  dan  ditindaklanjuti  dengan  UU  No.  4  Tahun 1976 tentang perubahan  dan penambahan beberapa Pasal  dalam  KUHP  bertalian
dengan  perluasan  berlakunya  ketentuan  perundang-undangan  pidana,  kejahatan penerbangan, dan kejahatan terhadap saranaprasarana penerbangan. Sehubungan
dengan hal tersebut Pasal 3 KUHP mengalami perubahan sehingga berbunyi: “Ketentuan  pidana  dalam  perundang-undangan  Indonesia  berlaku  bagi  setiap
orang  yang  di  luar  wilayah  Indonesia  melakukan  tindak  pidana  di  dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”. Mengenai negara mana yang berhak
melaksanakan  yurisdiksi  terhadap  tindak  pidana  sebagaimana  tercantum  dalam Pasal  3  Konvensi  Tokyo  1963  ditetapkan  pada  negara  di  tempat  pesawat  udara
tersebut didaftarkan.
27 http:lawlowlew.blogspot.com201307hukum-udara-dan-angkasa-kejahatan.html diakses 14 Februari 2016
Universitas Sumatera Utara
4.  Konvensi Montreal 1971
Konvensi Montreal 1971, Convention for the Suppresion of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation, yaitu konvensi yang mengatur pemberantasan
tindakan melawan hukum yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. Pada pokoknya  Konvensi  Montreal  1971  ini  mengatur  tentang  ruang  lingkup  tindak
pidana,  yurisdiksi,  dan  wewenang  kapten  pilot.  Pasal  1  ayat  1  Konvensi Montreal 1971 mengatur tindak pidana sebagai berikut:
a. Setiap  orang  melakukan  kejahatan  jika  ia  melawan  hukum  dan  dengan
sengaja: 1
Sebuah.  melakukan  tindakan  kekerasan  terhadap  orang  di  atas  pesawat dalam  penerbangan  jika  tindakan  yang  mungkin  membahayakan
keselamatan pesawat yang ; ata 2
Menghancurkan  sebuah  pesawat  dalam  layanan  atau  menyebabkan kerusakan  pesawat  tersebut  yang  membuat  ia  mampu  terbang  atau  yang
kemungkinan akan membahayakan keselamatan dalam penerbangan ; atau 3
Tempat  atau  menyebabkan  untuk  ditempatkan  di  pesawat  terbang  dalam pelayanan,  dengan  cara  apapun,  perangkat  atau  zat  yang  kemungkinan
akan menghancurkan pesawat itu, atau untuk menyebabkan kerusakan itu yang  membuat  ia  tidak  mampu  penerbangan,  atau  untuk  menyebabkan
kerusakan  itu  yang  cenderung  membahayakan  keselamatan  dalam penerbangan ; atau
Universitas Sumatera Utara
4 Menghancurkan  atau  merusak  fasilitas  navigasi  udara  atau  mengganggu
operasi  mereka,  jika  ada  tindakan  tersebut  mungkin  membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan ; atau
5 mengkomunikasikan  informasi  yang  dia  tahu  palsu,  sehingga
membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan . b.
Setiap orang juga melakukan kejahatan jika dia : 1
Sebuah.  mencoba  melakukan  tindak  pidana  yang  disebutkan  dalam  ayat 1 Pasal ini ; atau
2 Kaki tangan dari orang yang melakukan atau mencoba untuk melakukan
pelanggaran tersebut Dengan  demikian  ruang  lingkup  tindak  pidana  atau  kejahatan  yang
ditentukan dalam Pasal 1, meliputi: a.
Dengan sengaja melakukan tindakan kekerasan  terhadap seseorang di  dalam pesawat  udara  yang  sedang  berada  dalam  penerbangan  dan  tindakannya  itu
dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut. b.
Dengan  sengaja  dan  secara  melawan  hukm  merusak  pesawat  udara  dalam dinas  atau  menyebabkan  pesawat  udara  tersebut  tidak  mampu  untuk
melakukan  penerbangan  dengan  sempurna  sehingga  membahayakan keselamatan dalam penerbangannya.
c. Menempatkan  atau  memungkinkan  ditempatkannya  suatu  bahan  peledak,
suatu  zat  dalam  pesawat  udara  dalam  dinas  dengan  cara  bagaimanpun, sehingga  dapat  memusnahkan  atau  menyebabkan  kerusakan  pesawat  udara
yang dapat membahayakan keselamatan dalam penerbangan.
Universitas Sumatera Utara
d. Memusnahkan  atau  merusak  fasilitas  penerbangan  atau  turut  campur  secara
melawan  hukum  dalam  pengoperasiannya  sehingga  membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan
e. Memberikan  informasi  yang  tidak  benar  yang  dapat  membahayakan
keselamatan pesawat udara dalam penerbangan. f.
Wewenang dan kewajiban negara peserta di dalam Konvensi Montreal 1971 dapat  dikatakan  sama  dengan  ketentuan-ketentuan  sebagaimana  ditetapkan
dalam  Konvensi  The  Hague  1970.  Adapun  Pasal-Pasal  yang  mengaturnya adalah Pasal 11,12, dan 13.
5.  Konvensi The Hague 1970
Konvensi  The  Hague  1970,  Convention  for  the  Suppression  of  Unlawful Seizure  of  Aircraft,  yaitu  konvensi  yang  mengatur  pemberantasan  penguasaan
pesawat  udara  secara  melawan  hukum.  Pada  pokoknya  konvensi  ini  mengatur tentang ruang lingkup tindak pidana dan yurisdiksi. Pasal 1, memberikan batasan
mengenai  kapan  seseorang  dianggap  telah  melakukan  perampasan  pengendalian pesawat  udara  secara  melawan  hukum,  yaitu  apabila  seseorang  tersebut  telah
melakukan  tindak  pidana  di  dalam  pesawat  udara  dalam  penerbangan  sebagai berikut:
a. Tindakan secara melawan hukum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
atau  setiap  bentuk  ancaman  lain  dengan  tujuan  untuk  menguasai  pesawat udara atau menguasai pengendalian pesawat udara.
b. Termasuk  pula  setiap  orang  yang  membantu  atau  mencoba  melakukan
tindakan tersebut. Dalam Pasal 2, Konvensi The Hague 1970 diatur mengenai
Universitas Sumatera Utara
ketentuan  bahwa  negara  peserta  konvensi  diwajibkan  untuk  memasukkan tindak  pidana  dalam  konvensi  dengan  mengancamkan  hukuman  ke  dalam
hukum  pidana  nasionalnya.  Selanjutnya  pada  Pasal  6  ayat  3  menetapkan bahwa setiap negara peserta di dalam wilayah mana tersangka berada, apabila
terdapat  cukup  petunjuk  wajib  menahan  tersangka  atau  mengambil  tindakan lannya itu jangan sampai tersangka melarikan diri. Penahanan dan tindakan itu
dilakukan  sesuai  dengan  hukum  negara  yang  bersangkutan  dengan  ketentuan hanya  boleh  dilanjutkan  sampai  pada  waktu  yang  diperlukan  untuk
memungkinkan proses penuntutan atau ekstradisi. Selanjutnya dalam Pasal 11 menetapkan  bahwa  setiap  negara  peserta  sesuai  dengan  undang-undang
nasionalnya  secepat  mungkin  melaporkan  kepada  Perwakilan  Council  dari Organisasi  Penerbangan  Sipil  Internasional  International  Civil  Avation
Organization, setiap keterangan  yang dimilikinya  yang bersangkutan dengan kejahatan  atau  tindak  pidana,  tindakan  yang  telah  diambil  terhadap
penumpang  dan  pesawat  udara  yang  menjadi  sasaran  kejahatan  pembajakan, tindakan yang telah diambil terhadap tersangka dan proses-proses hukum yang
telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
H.  Latar Belakang
Indonesia  yang  telah  menjadi  anggota  organisasi  penerbangan  sipil internasional sejak 20 April 1950 telah menyempurnakan Undang-undang Nomor.
19  tahun  1992  dengan  Undang-undang  Nomor  1  tahun  2009,  Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 disusun dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan
memperhatikan  kebutuhan  pertumbuhan  transportasi  udara  di  Indonesia,  karena itu Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara
Indonesi,  pelanggaran  wilayah  kedaulatan,  produksi  pesawat  udara,  pendaftaran, dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara,
keselamatan  dan  keamanaan  didalam  pesawat  udara,  pengadaan  pesawat  udara, asuransi  pesawat  udara,  independensi,  investigasi  kecelakaan  pesawat  udara,
pembentukan  majelis  profesi  penerbangan,  lembaga  penyelenggaraan  pelayanan umum,  berbagai  jenis  angkutan  udara  baik  niaga  berjadwal,  tidak  berjadwal
maupun  niaga  dalam  negeri  maupun  luar  negeri,  modal  harus  single  majority shares  tetap  berada  pada  warga  negara  Indonesia  atau  badan  hukum  Indonesia,
persyaratan minimum mendirikan perusahaan penerbangan baru harus mempunyai sepuluh  pesawat  udara,  lima  dimiliki  dan  lima  dikuasai,  perhitungan  tarif
transportasi  udara  berdasarkan  komponen  tarif  jarak,  pajak,  iuran  wajib  asuransi dan  biaya  tambahan,  pelayanan  bagi  penyandang  cacat,  orang  lanjut  usia,  anak
dibawah  umur,  pengangkutan  bahan  dan  atau  barang  berbahaya  dangerous
Universitas Sumatera Utara
goods ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, komponen tanggung jawab  pengangkut,  asuransi  tanggung  jawab  pengangkut,  tanggung  jawab
pengangkut terhadap
pihak ketiga
thrid parties
liability, tatanan
kebandarudaraan  baik  lokasi  maupun  persyaratannya,  obstacles,  perubahan  iklim yang  menimbulkan  panas  bumi  sumber  daya  manusia  baik  dibidang  operasi
penerbangan,  teknisi  bandar  udara  maupun  navigasi  penerbangan,  fasilitas navigasi  penerbanga,  otoritas  bandar  udara,  pelayanan  bandar  udara,  keamanan
penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan single air service provider, penegakan hukum, penerapan sanksi administratif yang selama
ini  tidak  diatur,  budaya  keselamatan  penerbangan,  penanggulangan  tindakan melawan hukum, dan berbagai ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur, guna
mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional. Udara  merupakan  salah  satu  sumber  daya  alam  dan  unsur  lingkungan.
1
Udara  selain  mengandung  sumber  daya  alam  yang  dapat  dimanfaatkan  bagi pembangunan  untuk  kemakmuran  rakyat,  udara  juga  dapat  dimanfaatkan  untuk
kepentingan lain misalnya kepentingan politik. Karakteristik sumber daya alam di udara terdiri dari: sumber daya energi surya dan angin, sumber daya gas, sumber
daya  ruang.  Kekhasan  wilayah  udara  Indonesia  sebagai  negara  kepulauan  yang berada  di  antara  Benua  Asia-Australia,  serta  di  dua  Samudera  Pasifik-Hindia
menyebabkan wilayah udara  Indonesia menjadi  penggerak sirkulasi  udara  global dan  pembentukan  iklim  dunia  yang  merupakan  keunggulan  strategis  wilayah
1
Philip Kristanto, Ekologi Industri,Andi, Yagyakarta, 2002, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
udara  Indonesia.
2
Tiga  aspek  yang  harus  diperhatikan  dalam  rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya  yang terkandung
di dalamnya, yakni: 1.
Aspek keamanan dan keselamatan, 2.
Aspek pertahanan negara, dan 3.
Aspek lingkungan hidup. Pertahanan dan keamanan negara adalah segala upaya  untuk  mempertahankan  kadaulatan  negara,  keutuhan  wilayah
negara,  dan  keselamatan  segenap  bangsa  dari  ancaman  dan  gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
3
Wilayah  udara  Indonesia  yang  luas,  dengan  banyaknya  kegiatan penerbangan  berpotensi  mengundang  kerawanan  terjadi  kecelakaan  udara  dan
ancaman  pelanggaran  wilayah  udara  Indonesia.  Ancaman  pelanggaran  wilayah udara  nasional,  selain  mengganggu  keamanan  nasional  yang  berkaitan  dengan
kegiatan  penerbangan,  juga  berpengaruh  terhadap  kedaulatan  wilayah  apabila ditinjau  dari  aspek  pertahanan  negara.  Kemungkinan-kemungkinan  yang  terjadi
pada  saat  penerbangan  antara  lain;  pesawat  tidak  teridentifikasi  terdiri  atas pesawat  yang dianggap  menyimpang dari jalurnya  atau pesawat  yang dilaporkan
beroperasi  di  daerah  tertentu  tetapi  tidak  memberikan  identitasnya  kepada  ATS otoritas pelayanan lalu lintas udara.
4
2
Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional
3
Pasal 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
4
Peraturan  Keselamatan  Penerbangan  Sipil  PKPS  Bagian  170  Peraturan  Lalu  Lintas Udara, 170.024.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa  kasus  pelanggaran  wilayah  udara  Indonesia  oleh  pesawat- pesawat  komersil  dan  militer  asing,  misalnya:
5
terjadi  ketegangan  antara Indonesia-Australia  terkait  banyaknya  penerbangan  gelap  black  flight  dan
penerbangan tanpa izin. Pesawat-pesawat F-5 Tiger TNI AU mengusir pesawat jet F-18 Hornet milik angkatan udara Australia yang dinilai telah memasuki wilayah
udara  Indonesia  di  atas  pulau  Roti  tanpa  izin.  Tahun  2003,  lima  pesawat  F-18 Hornet  AS  nyaris  menembak  pesawat  F-16  TNI  AU  yang  sedang  melakukan
identifikasi atas penerbangan yang di lakukan di barat laut Pulau Bawean, ketika pesawat F-16 TNI AU mengontak pesawat F-18, kedua peswat tersebut tidak ada
jawaban, mereka mengunci lock on dan bersiap untuk menembak pesawat F-16 TNI AU.
Di Gunung Salak pada tanggal 9 Mei 2012, pesawat Sukhoi Superjet 100 merupakan  pesawat  penumpang  Rusia,  menghilang  dalam  penerbangan
demonstrasi yang berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Salah satu peran  yang  dipertanyakan  dalam  kecelakaan  pesawat  Sukhoi  Superjet  ini  adalah
peran ATS atau Air Traffic Control Services karena  memberi izin pesawat untuk turun dari 10.000 ft ke ketinggian 6000 ft.
Tanggal  15 Maret  2014, penerbangan MH370 milik  Malaysia dinyatakan hilang,  banyak  media  asing  yang  menyatakan  bahwa  pesawat  tersebut  melewati
wilayah Indonesia, namun hal ini dibantah oleh Menteri Pertahanan Indonesia[12] Menurut  Direktur  Teknologi  PT  Dirgantara  Indonesia,  pesawat  tersebut  tidak
5
Mufti  Makaarim  A,  Strategi  Pengelolaan  dan  Pertahanan  Wilayah  Perbatasan  Udara Republik  Indonesia:  Tantngan  Aspek  Politik,  Yuridis  dan  Operasional,  Disampaikan  Dalam
Seminar  Perumusan  Kebijakan  Pengelolaan  Terpadu  Wilayah  Perbatasan,  Dep.  Pertahanan  RI, Jakarta, 2008, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
terdeteksi  radar  sipil  Indonesia  karena  zona  menengah  yang  menjadi  wilayah terbang  penerbangan  sipil  memiliki  lalu  lintas  udara  sangat  padat  sehingga  tidak
teridentifikasi  saat  berpindah  jalur,  dan  radar  militer  lebih  sulit  untuk mengidentifikasi pesawat sipil karena data yang ditampilkan sangat banyak.
6
Pesawat  udara  Indonesia  yang  terbang  di  atas  teritorial  Indonesia diwajibkan melapor ke menara pengontrol lalu lintas udara yang dikendalikan FIR
Singapura  sehingga  dirasa  kurang  nyaman  bagi  pesawat  udara  Indonesia.
7
Pendelegasian pengaturan lalu lintas udara di wilayah Batam, Provinsi Kepulauan Riau,  kepada  otoritas  Singapura  sejak  tahun  1946  hingga  sekarang.  Penerbang
Indonesia  yang  hendak  melintas  wilayah  udara  di  Batam  harus  meminta  izin dahulu ke Singapura
.8
Pengendalian  lalu  lintas  udara,  mengoperasikan  dua  wilayah  FIR  flight Information Region, yakni FIR Jakarta dan FIR Makassar, dan masih dibantu FIR
Singapura  untuk  sektor  a,  b  dan  c  wilayah  di  atas  Batam,  Matak  dan Natuna.
9
Terkait  dengan  pengendalian  lalu  lintas  udara  di  Indonesia,  dalam seminar Internasional Air Power 2014 Klub Eksekutif Persada Purnawira, Kamis
17  April  2014  membahas  khusus  mengenai  pentingnya  FIR  di  kendalikan  dan dikontrol  oleh  Indonesia.10 Pada  tahun  2008,  Kosekhanudnas  mencatat  militer
6
Ibid.
7
Urgensi Pengaturan Lalu  Lintas Ruang Udara Indonesia Guna Memantapkan Stabilitas Keamanan
Wilayah Udara
Nasional Dalam
Rangka Memperkokoh
Kedaulatan NKRI             http:www.lemhannas.go.idportalimagesstorieshumasjurnaledisi16jurnal20ed
isi2016_materi208.pdf diakses tanggal 1 Maret 2016.
8
Chappy Hakim,
Wilayah Udara
dikelola negara
lain diam,
apalagi Penyadapan,   melalui   :http:politik.rmol.coread20131112132983  diakses  tanggal  1  Maret
2016.
9
TNI  AU  Akan  Kembalikan  Kadaulatan  Udara  Dari  Negara  Asing,  posted  oleh  Efran Syah, 17 April 2004, melalui :  http:www.artileri.org201404diakses tanggal 1 Maret 2016.
10
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Singapura  18  kali  melanggar  batas  wilayah  Indonesia,  pelatihan  militer  negara Singapura di wilayah udara Indonesia khususnya di atas wilayah udara kepulauan
Riau tanpa izin negara Indonesia karena FIR di atas wilayah tersebut berada pada kontrol negara Singapura.
Pengendalian  wilayah  udara  Indonesia  oleh  negara  lain  tidak  sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 1 Tentang Penerbangan, Pasal 6 dan Pasal
5  menyatakan  bahwa  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  berdaulat  penuh  dan eksklusif  atas  wilayah  udara  Indonesia.  Dalam  rangka  penyelenggaraan
kedaulatan  negara  atas  wilayah  udara  Indonesia,  Pemerintah  melaksanakan wewenang  dan  tanggung  jawab  pengaturan  ruang  udara  salah  satunya  untuk
kepentingan pertahanan negara. Peraturan  Presiden  Nomor  7  Tahun  2008  tentang  Kebijakan  Umum
Pertahanan  Negara,  ancaman,  yang  dihadapi  Indonesia  dapat  berupa  ancaman militer  maupun  ancaman  non  militer,  sehingga  kekuatan  pertahanan  diperlukan
untuk  menghadapi  kedua  jenis  ancaman  tersebut  sesuai  dengan  ketentuan perundang-undangan.  Agar  pengerahan  dan  penggunaan  kekuatan  pertahanan
dapat terlaksana secara efektif dan efisien, diupayakan keterpaduan yang sinergis antara unsur militer dengan unsur militer lainnya, maupun antara kekuatan militer
dengan kekuatan nir militer. Keterpaduan antara unsur militer diwujudkan dalam keterpaduan  Tri-Matra,  yakni  keterpaduan  antar  kekuatan  darat,  kekuatan  laut,
dan kekuatan udara. Kedaulatan  merupakan  salah  satu  prinsip  dasar  bagi  terciptanyahubungan
internasional  yang  damai.  Kedaulatan  atas  wilayah  adalah  kewenangan  yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki  suatu  negara  untuk melaksanakan  kewenangannya  sebatas  dalam wilayah-wilayah yang telahmenjadi bagian dari kekuasaannya.
11
Bagi  suatu negara, wilayahnya terdiri dari wilayah darat,wilayah laut dan wilayah  udara.  Seperti  halnya  wilayah  darat  dan  laut,wilayah  udara  pun
mempunyai  arti  yang  penting.  Ruang  udara  penting  untuk:
12
menjamin keselamatan  penerbangan,  salah  satu  sumber  pendapatan  negara,  melindungi
warga  negara  dari  serangan  negara  lain,  sarana  nilai  tawar  dalam  perjanjian internasional.
Sebelum Konvensi Paris Tahun 1919 dan Konvensi Chicago Tahun 1944, mengenai  ruang  udara  yang  berada  di  atas  wilayah  suatu  negara  yang  berdaulat,
belum ada suatu aturan yang menetapkan bahwa ruang udara tersebut tunduk pada kedaulatan  negara  tersebut.Kemudian  setelah  ditetapkannya  Konvensi  Paris
Tahun  1919  dankemudian  diikuti  dengan  Konvensi  Chicago  Tahun  1944  maka diakui bahwa  ruang  udara  yang  berada  di  atas  wilyah  suatu  negara,  tunduk
padakedaulatan  negara  tersebut.Dalam  Pasal  1  konvensi  Chicago  Tahun  1944 Tentang Penerbangan Sipil Internasional dikatakan bahwa setiap negara memiliki
kedaulatan  yang lengkap dan  eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya. Oleh karena itu maka Negara lain harus menghormatikedaulatan suatu negara atas
ruang udara yang dikuasainya. Sikap hormatitu dapat ditunjukan misalnya dengan meminta  izin  dari  negara  yang bersangkutan  sebelum  melintas  melalui  wilayah
udaranya.  Kedaulatannegara  atas  ruang  udara  ini  juga  dicantumkan  dalam
11
Thontowi.  J.  dan  Iskandar.  P, Hukum  Internasional  Kontemporer ,  Jakarta,  2006,  hal. 169.
12
Martono.  H.  K, Kamus  Hukum  dan  Regulasi  Penerbangan,  Edisi  Pertama, Jakarta,2007, hal. 281.
Universitas Sumatera Utara
konvensi  Hukum  LautTahun  1982  Pasal  2  dan  khusus  mengenai  kedaulatan  atas ruang  udara  diatas  perairan  kepulauan  dicantumkan  dalam  Pasal  49  ayat  2.
Selanjutnya  dalam  Pasal  3  butir  d  ditegaskan  bahwa  penerbangan pesawat  udara Negara  tidak  boleh  mengganggu  keamanan  navigasi penerbangan  pesawat  sipil.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan keselamatan penerbangan. Sampai  batas  mana  kedaulatan  negara  di  ruang  udara  sebenarnya  dapat
dilihat  secara  horizontal  maupun  vertikal.  Secara  horizontal  negara  memiliki kedaulatan atas ruang udara di atas daratan dan perairan sampai laut teritorialnya.
Ruang  udara  di  atas  zona  tambahan,  ZEE  sudah  bukan  di  bawah  kedaulatan negara  kolong.  Apalagi  ruang  udara  di  atas  laut  lepas,  milik  seluruh  umat
manusia. Adapun batas kedaulatan negara atas ruang udara secara vertikal sampai saat  ini  belumlah  jelas.  Hal  ini  dikarenakan  belum  adanya  kesepakatan  sampai
dimana  ketinggian  ruang  udara  dan  mulai  ketinggian  berapa  ruang  angkasa dimulai.
Kedaulatan  yang  penuh  dan  eksklusif  yang  dimilikinya,  negara  berhak melakukan  pengaturan  terhadap  penerbangan  di  ruang  udaranya.  Pengaturan  ini
diperlukan  agar  penyelenggaraan  penerbangan  berlangsung  engan  aman  dan efisien dan teratur.
13
Namun  pada  tanggal  3  juli  2003,  empat  pesawatF-18  Hornet  milik angkatan  Laut  Amerika  Serikat  telah  melakukan penerbangan  tanpa  izin  di  atas
laut  Jawa,  sebelah  barat  Pulau  Bawean.Pesawat  F-18  Hornet  yang  merupakan
13
Yasidi Hambali, “Aspek-Aspek Hukum dari Penataan dan pengawasan Wilayah Udara Nasional”, makalah pada penataran hukum udara dan ruang angkasa, FH Universitas Padjadjaran,
Bandung 5-17 September 1994, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
pesawat  udara  negara  ini, bahkan  sempat  melakukan  manuver  dalam  jalur penerbangan sipil  Green 63 dekat  Pulau  Bawean atau 66 mil  laut dari Surabaya.
Manuver  merekamengganggu  lalu  lintas  penerbangan  sipil  yang  menggunakan jalur tersebut  dan  terlihat  visual  oleh  awak  kokpit  pesawat  boeing  737
–200 Bouraq yang tengah menuju Surabaya.Apa yang telah dilakukan oleh Pesawat F-
18  Hornet  tersebut jelas  telah  melanggar  ketentuan  yang  telah  diatur  dalam Konvensi ChicagoTahun 1944.
14
Konvensi  Chicago  1944  dilengkapi  dengan  Air  Transport  Agreement. Pasal 1 perjanjian ini mengatur mengenai the five freedom of the air yang terdiri
dari hak untuk terbang melewati wilayah teritorial negara lain tanpa mendarat, hak untuk  mendarat  di  negara  lain  untuk  non  traffic  purposes  seperti  hanya  untuk
refuelling,  hak  untuk  menurunkan  penumpang,  surat  dan  kargo  yang  berangkat dari negara dimana pesawat tersebut terdaftar, hak untuk mengambil penumpang,
surat  dan  kargo  untuk  dibawa  ke  negaranya  dan  hak  untuk  mengambil penumpang, suratdan kargo untuk tujuan negara lain dan menurunkannya di setiap
negara tujuan. Berdasarkan  uraian  di  atas  merasa  tertarik  memilih  judul  Pelanggaran
Pesawat  F-18  Hornet  Milik  Amerika  Serikat  Diwilayah  Kedaulatan  Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944.
14
Gerald  Aditya  Bunga.  Pelanggaran  Pesawat  F-18  Hornet  Milik  Amerika  Serikat  Di Wilayah  Kedaulatan  Indonesia  Ditinjau  Dari  Konvensi  Chicago  Tahun  1944  dan  Konvensi
Hukum Laut Tahun 1982  http:www.academia.edu3691216diakses tanggal 1 Desember 2015.
Universitas Sumatera Utara
I.  Perumusan Masalah
Berdasarkan  latar  belakang  di  atas  maka  perumusan  masalah  dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana  kedaulatan  negara  di  ruang  udara  berdasarkan  Konvensi
Chicago 1944? 2.
Bagaimana  pelanggaran  kedaulatan  wilayah  yang  telah  dilakukan  oleh pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat?
3. Bagaimana  akibat  hukum  pelanggaran  pesawat  F-18  Hornet  milik
Amerika  Serikat  diwilayah  kedaulatan  Indonesia  ditinjau  dari  Konvensi Chicago Tahun 1944?
J.  Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun  yang  menjadi  tujuan  penelitian  dalam  skripsi  ini  adalah  sebagai
berikut:
1. Untuk  mengetahui  kedaulatan  negara  di  ruang  udara  berdasarkan
Konvensi Chicago 1944. 2.
Untuk  mengetahui  pelanggaran  kedaulatan  wilayah  yang  telah  dilakukan oleh Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat
3. Untuk mengetahui akibat hukum pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik
Amerika  Serikat  diwilayah  kedaulatan  Indonesia  ditinjau  dari  Konvensi Chicago Tahun 1944.
Penulisan  skripsi  ini  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  setidaknya dalam dua hal, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Manfaat teoritis
Penulis  berharap  skripsi  ini  semakin  menambah  wawasan  dan  ilmu pengetahuan  di  bidang  hukum,  khususnya  yang  berhubungan  dengan  Akibat
Hukum  Pelanggaran  Pesawat  F-18  Hornet  Milik  Amerika  Serikat  Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944.
2. Manfaat praktis
Skripsi  ini,  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  bagi  masyarakat, khususnya  para  pihak  yang  terkait  Pelanggaran  Pesawat  F-18  Hornet  Milik
Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia.
K.  Keaslian Penulisan