Tinjauan Tentang Asas Kepastian Hukum

xxix yang terdapat dalam Pasal 191 Ayat 1 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. c Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan ini dijatuhkan jika perbuatan terdakwa yang terbukti itu bukan merupakan suatu tindak pidana, atau hilang sifat melawan hukumnya perbuatan karena dibenarkan oleh undang-undang Pasal 191 Ayat 2 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana KUHAP.

5. Tinjauan Tentang Asas Kepastian Hukum

Asas merupakan suatu alam pikiran, yang melatarbelakangi pembentuk norma hukum. Sedangkan asas hukum adalah cita-cita suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir untuk menciptakan norma hukum Chainur Arrasjid, 2000 : 36-37. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan multitafsir dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Demi menegakkan adanya kepastian hukum rechts-zeker- heids , baik ditinjau dari kepentingan orang yang dituntut maupun dari kepentingan orang yang dituntut maupun dari peraturan itu sendiri. Hal ini perlu ditegaskan karena dengan dituntutnya seorang tersangka maka diharapkan nasibnya menjadi jelas apakah yang bersangkutan telah bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana hasil penyidikan atau dibebaskan oleh pengadilan karena tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Apabila tidak dilakukan suatu penuntutan, maka secara tidak langsung tersangka nasibnya menjadi terkatung- xxx katung karena tidak adanya kepastian hukum Lilik Mulyadi, 2000 : 91. 3. Kerangka Pemikiran Keterangan kerangkan pemikiran : Suatu putusan Hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap dimungkinnya diajukannya suatu upaya hukum. Upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan adalah Peninjauan Kembali. Pengaturan mengenai pengajuan Peninjauan Kembali secara teoritik terdapat dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP yaitu pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali Ketentuan Pasal 263 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Peninjauan Kembali Jaksa Penuntut Umum Terdakwa Ketentuan Pasal 28 ayat 1 Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Makhamah Agung Ahli Waris Ketentuan Pasal 263 ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 xxxi adalah terpidana atau ahli warisnya yang memperoleh pemidanaan. Sedangkan dalam putusan bebas tidak dapat diajukan suatu Peninjauan Kembali, karena upaya hukum ini diperuntukkan sebagai upaya hukum terakhir terpidana apabila merasa belum tercapainya suatu keadilan kepadanya. Namun dalam praktek peradilan di Indonesia sekarang ini, Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan Peninjauan Kembali terhadap terdakwa yang sifatnya memberatkan. Hal ini berdasarkan atas yurisprudensi Mahkamah Agung yaitu sejak dikeluarkannya putusan Nomor 55 PKPid1996 dalam kasus Muchtar Pakpahan. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui tentang bagaimana upaya pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara peninjauan kembali korupsi BLBI dalam putusan Nomor 17 PKPid2007.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Perkara Peninjauan Kembali Korupsi BLBI dalam Putusan No. 17 PKPid2007.

1. Identitas Terdakwa

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA (Putusan Nomor : 39 PK/Pid.Sus/2011)

0 3 16

ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM HAKIM DALAM PEMBUKTIAN SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN DALAM MEMUTUS PERKARA KORUPSI GRATIFIKASI

0 5 105

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENILAI ALAT BUKTI YANG DIHADIRKAN PENUNTUT UMUM DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA PERCOBAAN PEMBUNUHAN

0 6 65

REKONSTRUKSI SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam Perkara Pidana Nomor 118 / Pid. B / 2004 dan Perkara Pidana Nomor 79 / Pid. B / 2007).

0 2 20

Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali Terpidana Atas Dasar Novum dan Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung Dalam Memutus Perkara Penipuan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/PID/2013).

0 0 12

TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU KEKELIRUAN YANG NYATA SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA KORUPSI GRATIFIKASI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 64 PK/Pid.Sus/2012).

0 2 11

KEADAAN BARU DAN KEKHILAFAN HAKIM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI II OLEH TERPIDANA PERKARA PERJUDIAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 112 PK/Pid/2012).

0 0 1

TINJAUAN KEADAAN BARU SEBAGAI ALASAN TERPIDANA MENGAJUKAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI DAN ARGUMENTASI HUKUM HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR : 167PK/PIDSUS/2011).

0 0 1

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM No.25/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Plg) -

0 0 75

ARGUMENTASI PENINJAUAN KEMBALI TERPIDANA DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS PENUNTUTAN TIDAK DAPAT DITERIMA KARENA NEBIS IN IDEM DALAM PERKARA PEMBUNUHAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 57 PK/PID/2015) - UNS Institutional Repository

0 1 15