Karakteristik Kimia Tanah Akibat Penanaman Pohon Meranti (Shorea sp), Damar (Agathis Damara) dan Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lamk.) pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Titik Pengambilan Sampel Tanah

52
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Peta Kemiringan Lereng

53
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Peta Jenis Tanah

54
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Kriteria Sifat Tanah
Sifat Tanah Satuan
C (Karbon)
N
(Nitrogen)

C/N
P2O5 Total
P2O5 eksHCl
P-avl Bray
II
P-avl
through
P-avl olsen
K2O eksHCl
CaO eks
HCl
MgO eks
HCl
MnO eks
HCl
K-Tukar
Na-Tukar
Ca-Tukar
Mg-Tukar
KTK (CEC)

Kejenuhan
Basa
Kejenuhan
Al
EC
(Nedeco)

Rendah

Sedang

Tinggi

S.Tinggi

%
%

S.Renda
h

0,75

%
%

0,10

ppm

35

ppm

80

ppm
%

0,20


%

0,30

%

0,30

%

0,30

me/100
me/100
me/100
me/100
me/100
%

70


%

60

2,5

2,6-10

>10

Netral

Agak
Alkalis
7,6-8,5
6,1-6,5

Alkalis


Mmhos

S.Masa Masam
Agak
m
Masam
pH H20
6,5

55
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Foto Penelitian

Lahan Perkebunan Karet dengan Damar dan Meranti

Lahan Perkebunan Karet Monokultur

Lahan perkebunan Karet dengan Gaharu


56
Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 tahap kegiatan yaitu kegiatan
lapangan dan kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan lapangan dilaksanakan di
Lahan Perkebunan Karet di Desa Batu Jonjong dan Desa Timbang Lawan
Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Tahapan
kegiatan laboratorium yaitu analisis sampel tanah dilaksanakan di Laboratorium
Socfindo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai dengan bulan
Juni 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah terganggu
yang diambil di perkebunan karet dengan tanaman sela meranti, damar, gaharu
dan karet tanpa lahan sela (kontrol), label nama untuk menandai tiap contoh tanah,
kantong plastik dan karet gelang sebagai wadah contoh tanah, kotak sterefoam
untuk tempat sampel tanah, dan bahan – bahan lainnya untuk keperluan analisis
tanah di laboratorium.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global Positioning

System) sebagai alat untuk menentukan titik kordinat wilayah pengambilan sampel
tanah, bor tanah untuk mengambil contoh tanah yang terganggu, pisau atau parang
sebagai alat bantu untuk pengambilan contoh tanah, clinometer untuk mengukur
kemiringan lereng, kamera untuk medokumentasikan kegiatan, alat tulis menulis
untuk mencatat data, dan alat – alat lain yang diperlukan untuk analisis tanah di
laboratorium.

20
Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei
dengan analisis dekskriptif. Teknik sampling berdasarkan purposive sampling.
Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu, yaitu dilakukan sesuai kondisi lahan, waktu dan
kemudahan pencapaian lokasi. Sampel tanah yang akan di ambil adalah sebagai
berikut:
a.

Kontrol yaitu karet tanpa tanaman sela (


b.

Karet dengan tanaman sela gaharu (

c.

Karet dengan tanaman sela meranti (

d.

Karet dengan tanaman sela damar (

)

)
)
)

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan Persiapan
Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan terlebih dahulu diadakan
rencana penelitian yaitu konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,
pengadaan peta – peta yang berkaitan, penyusunan usulan penelitian, persiapan
alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pelaksanaan
Pengambilan contoh tanah di ambil melalui 3 lokasi yang berbeda yaitu
perkebunan karet dengan tanaman sela damar dan meranti, perkebunan karet tanpa
tanaman sela (kontrol) di Desa Batu Jonjong dan perkebunan karet dengan
tanaman sela gaharu di Desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok Kabupaten
Langkat. Tanaman karet berumur 20 tahun, sedangkan tanaman gaharu, damar
dan meranti berumur 15 tahun. Pengambilan sampel tanah di ambil di bawah

21
Universitas Sumatera Utara

tegakan di antara perlakuan tanaman yang di gunakan sebanyak 5 ulangan.
Pengambilan contoh tanah menggunakan bor tanah. Sebagai alat bantu dapat
digunakan pisau atau parang. Ukuran kedalaman tanahnya adalah 0 – 30 cm dan
30 – 60 cm. Setiap sampel tanah di ambil titik kordinatnya dengan menggunakan

GPS (Global Positioning System) sehingga dapat diketahui dimana tempat
pengambilan contoh tanahnya.
Rumus menentukan ulangan menggunakan rumus Federer (Sudjana, 1994):
t (n – 1) ≥ 15 dimana, t = jumlah perlakuan dan n = jumlah ulangan
4 (n – 1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n

≥ 15 + 4

4n

≥ 19

n

= 4,75 ( dibulatkan menjadi 5)

Jadi, Total pengambilan sampel

= 4 lokasi tanaman x 5 ulangan x 2
jenis ukuran kedalaman
= 40 sampel tanah

Analisis di Laboratorium
Sampel tanah yang telah di ambil di analisis di Laboratorium sesuai
parameter yang di ukur. Data yang di peroleh di olah dengan uji uji t pada taraf
5 % dengan pembanding sebagai berikut:
1.

vs

2.

vs

3.

vs

4.

vs

22
Universitas Sumatera Utara

5.

vs

6.

vs

Parameter Pengamatan
-

C- Organik dengan metode Walkey and Black

-

N- Total dengan metode Kjeldhal

-

pH H2O

-

P- Tersedia dengan metode Bray II

-

Basa-basa dapat dipertukarkan (K+, Ca++, Mg++, Na+) dengan metode
ekstraksi Amonium Asetat (NH4OAc) pH 7

-

KTK dengan metode NH4OAc pH 7

-

Kejenuhan Basa

23
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
C - organik Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan C - organik tanah pada tiap perlakuan
tanaman (Tabel 1 ).
Tabel 1. Rataan C - organik tanah (%) pada sampel tanah
Rataan C – organik Tanah(%)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
0,67 (SR*)
0,69 (SR*)
K1
0,69 (SR*)
0,72 (SR*)
K2
0,74 (SR*)
0,27 (SR*)
K3
0,62 (SR*)
0,29 (SR*)
Keterangan : SR = Sangat Rendah
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 1 menunjukan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm nilai rataan
C – organik tanah (%) tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti
(K2) yaitu sebesar 0,74 % yang tergolong sangat rendah dan terendah diperoleh
pada karet dengan tanaman sela damar (K3) yaitu sebesar 0,62 % yang tergolong
sangat rendah sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm tertinggi pada karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) yaitu sebesar 0,72 % yang tergolong sangat rendah dan
terendah diperoleh perlakuan karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu
sebesar 0,27 % yang tergolong sangat rendah.
Hasil uji t pada rataan C – organik tanah pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 2.

24
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Uji t pada parameter rataan C – organik Tanah
Kedalaman Tegakan
T test
T tabel
0 – 30 cm
K0 vs K1
2,24
2,31
K0 vs K2
2,21
2,31
K0 vs K3
0,30
2,31
K1 vs K2
0,65
2,31
K1 vs K3
2,02
2,31
K2 vs K3
1,83
2,31
30 – 60 cm K0 vs K1
0,11
2,31
K0 vs K2
1,71
2,31
K0 vs K3
1,56
2,31
K1 vs K2
2,69
2,31
K1 vs K3
2,39
2,31
K2 vs K3
0,28
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,055tn
0,058tn
0,775tn
0,535tn
0,078tn
0,104tn
0,915tn
0,125tn
0,157tn
0,028*
0,044*
0,786tn

Pada Tabel 2 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, C – organik
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1), meranti (K2), dan damar (K3). C – organik tanah pada
karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela damar (K3) begitu juga
C – organik tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) tidak berbeda
nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman
30 – 60 cm menjelaskan bahwa C – organik tanah pada karet tanpa tanaman sela
(K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1), meranti
(K2), dan damar (K3). C – organik tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu
(K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan karet
dengan tanaman sela damar (K3) sedangkan C – organik tanah pada karet dengan
tanaman sela meranti (K2) menunjukan berbeda nyata terhadap karet dengan
tanaman sela damar (K3).

25
Universitas Sumatera Utara

Nitrogen Total Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan N - total pada tiap perlakuan tanaman
(Tabel 3 ).
Tabel 3. Rataan N – total Tanah (%) pada sampel tanah
Rataan N - total Tanah(%)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
0,11 (R*)
0,11 (R*)
K1
0,13 (R*)
0,15 (R*)
K2
0,13 (R*)
0,07 (SR*)
K3
0,13 (R*)
0,10 (R*)
Keterangan : SR = Sangat Rendah
R = Rendah
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rataan N - total tertinggi pada
kedalaman 0 – 30 cm diperoleh pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1), karet
dengan tanaman sela meranti (K2), karet dengan tanaman sela damar (K3) yaitu
masing – masing sebesar 0,13 % yang tergolong rendah dan terendah diperoleh
pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 0,11 % yang tergolong rendah
sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan N - total tertinggi diperoleh
pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) yaitu sebesar 0,15 % yang tergolong
rendah dan terendah diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu
sebesar 0,07 % yang tergolong sangat rendah.
Hasil uji t pada rataan N - total tanah pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 4.

26
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Uji t pada parameter rataan N – total Tanah
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,92
2,31
K0 vs K2
1,07
2,31
K0 vs K3
0,06
2,31
K1 vs K2
1,77
2,31
K1 vs K3
1,06
2,31
K2 vs K3
1,34
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
0,92
2,31
K0 vs K2
1,07
2,31
K0 vs K3
0,06
2,31
K1 vs K2
1,77
2,31
K1 vs K3
1,06
2,31
K2 vs K3
1,34
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,383tn
0,316tn
0,951tn
0,114tn
0,319tn
0,217tn
0,383tn
0,316tn
0,951tn
0,114tn
0,319tn
0,217tn

Pada Tabel 4 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, N – total
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1), meranti (K2), dan damar (K3). N – total tanah pada
karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela damar (K3) begitu juga
N – total tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) tidak berbeda nyata
terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm
menjelaskan bahwa pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata
dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1), meranti (K2), dan damar (K3).
N – total tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata
dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela
damar (K3) begitu juga N – total tanah pada karet dengan tanaman sela meranti
(K2) tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
Potensial Hidrogen (pH H2O) Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan pH tanah pada tiap perlakuan tanaman
(Tabel 5).

27
Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Rataan pH tanah pada sampel tanah
Rataan pH Tanah
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
4,12 (SM*)
4,29 (SM*)
K1
4,53 (M*)
4,28 (SM*)
K2
4,39 (SM*)
4,24 (SM*)
K3
4,14 (SM*)
4,26 (SM*)
Keterangan : SM = Sangat Masam
M = Masam
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai rataan
pH tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) yaitu sebesar
4,53 yang tergolong masam dan terendah diperoleh pada karet tanpa tanaman sela
(K0) yaitu sebesar 4,12 yang tergolong sangat masam sedangkan pada kedalaman
30 – 60 cm, nilai rataan pH tertinggi diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0)
yaitu sebesar 4,29 yang tergolong sangat masam dan terendah diperoleh pada
karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar 4,24 yang tergolong sangat
masam.
Hasil uji t pada rataan pH pada tiap perlakuan tanaman diperoleh seperti
yang tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji t pada parameter rataan pH pada sampel tanah
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
2,24
2,31
K0 vs K2
2,21
2,31
K0 vs K3
0,30
2,31
K1 vs K2
0,65
2,31
K1 vs K3
2,02
2,31
K2 vs K3
1,83
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
0,13
2,31
K0 vs K2
0,62
2,31
K0 vs K3
0,37
2,31
K1 vs K2
0,36
2,31
K1 vs K3
0,19
2,31
K2 vs K3
0,17
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,055tn
0,058tn
0,775tn
0,535tn
0,078tn
0,104tn
0,904tn
0,556tn
0,725tn
0,727tn
0,852tn
0,871tn

28
Universitas Sumatera Utara

Pada Tabel 6 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, pH tanah
pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1), meranti (K2), dan damar (K3). pH tanah pada karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela damar (K3) begitu juga
pH tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) tidak berbeda nyata
terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm
menjelaskan bahwa pH tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1), meranti (K2), dan damar
(K3). pH tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata
dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela
damar (K3) begitu juga pH tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2)
tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
P - tersedia Tanah (P - Bray)
Hasil pengamatan diperoleh rataan P - tersedia (ppm) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 7).
Tabel 7. Rataan P – tersedia (ppm) pada sampel tanah
Rataan P - tersedia (ppm)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
17,31 (S*)
11,94 (R*)
K1
14,75 (R*)
11,11 (R*)
K2
34,73 (T*)
24,11 (S*)
K3
27,64 (T*)
22,11 (S*)
Keterangan : R = Rendah
S = Sedang
T = Tinggi
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai rataan
P - tersedia tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu

29
Universitas Sumatera Utara

sebesar 34,73 ppm yang tergolong tinggi dan terendah diperoleh pada karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) yaitu sebesar 14,75 ppm yang tergolong rendah
sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan P - tersedia tertinggi diperoleh
pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar 24,11 ppm yang
tergolong sedang dan terendah diperoleh pada karet dengan tanaman sela gaharu
(K1) yaitu sebesar 11,11 ppm yang tergolong rendah.
Hasil uji t pada rataan P - tersedia (mg/kg) pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji t pada parameter rataan P – tersedia Tanah
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,84
2,31
K0 vs K2
7,23
2,31
K0 vs K3
2,59
2,31
K1 vs K2
6,09
2,31
K1 vs K3
2,82
2,31
K2 vs K3
1,69
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
0,59
2,31
K0 vs K2
7,63
2,31
K0 vs K3
2,73
2,31
K1 vs K2
6,39
2,31
K1 vs K3
2,79
2,31
K2 vs K3
0,50
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,423tn
0,000*
0,032*
0,000*
0,022*
0,129tn
0,570tn
0,000*
0,026*
0,000*
0,023*
0,631tn

Pada Tabel 8 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, P - tersedia
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) sedangkan P - tersedia tanah pada karet tanpa tanaman
sela (K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan
damar (K3). P - tersedia tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1)
berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan
tanaman sela damar (K3) sedangkan P - tersedia tanah pada karet dengan tanaman
sela meranti (K2) tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar

30
Universitas Sumatera Utara

(K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm menjelaskan bahwa P - tersedia tanah pada
karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman
sela gaharu (K1). P - tersedia tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan damar (K3). P - tersedia
tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet
dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela damar (K3)
sedangkan P - tersedia tanah pada pada karet dengan tanaman sela meranti (K2)
tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
K – tukar Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan K - tukar (me / 100 gr) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 9).
Tabel 9. Rataan K - tukar (me / 100 gr) pada sampel tanah
Rataan K - tukar (me / 100 gr)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
0,51 (S*)
0,47 (S*)
K1
0,50 (S*)
0,49 (S*)
K2
0,20 (R*)
0,20 (R*)
K3
0,41 (S*)
0,39 (S*)
Keterangan : R = Rendah
S = Sedang
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai rataan
K - tukar tertinggi diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar
0,51 me / 100 gr yang tergolong sedang dan terendah diperoleh pada karet dengan
tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar 0,20 me / 100 gr yang tergolong rendah
sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan K - tukar tertinggi diperoleh
pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) yaitu sebesar 0,49 me / 100 gr yang

31
Universitas Sumatera Utara

tergolong sedang dan terendah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu
0,20 me / 100 gr yang tergolong rendah.
Hasil uji t pada rataan K - tukar (me / 100 gr) pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji t pada parameter rataan K - tukar (me / 100 gr)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,43
2,31
K0 vs K2
9,04
2,31
K0 vs K3
3,98
2,31
K1 vs K2
8,36
2,31
K1 vs K3
3,33
2,31
K2 vs K3
5,32
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
0,53
2,31
K0 vs K2
4,46
2,31
K0 vs K3
2,80
2,31
K1 vs K2
4,61
2,31
K1 vs K3
3,01
2,31
K2 vs K3
3,20
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,682tn
0,000*
0,004*
0,000*
0,010*
0,001*
0,611tn
0,002*
0,023*
0,002*
0,017*
0,013*

Pada Tabel 10 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 - 30 cm, K - tukar
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1). K - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0)
berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan damar (K3).
K - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan
karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman sela damar
(K3) begitu juga K - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2)
berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman
30 – 60 cm, K - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1). K - tukar tanah pada karet
tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti
(K2), dan damar (K3). K - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1)

32
Universitas Sumatera Utara

berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan
tanaman sela damar (K3) begitu juga K - tukar tanah pada karet dengan tanaman
sela meranti (K2) berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
Ca – tukar Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan Ca - tukar (me / 100 gr) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 11).
Tabel 11. Rataan Ca - tukar (me / 100 gr) pada sampel tanah
Rataan Ca - tukar (me / 100 gr)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
0,51 (SR*)
0,51 (SR*)
K1
0,57 (SR*)
0,44 (SR*)
K2
0,20 (SR*)
0,22 (SR*)
K3
0,56 (SR*)
0,69 (SR*)
Keterangan : SR = Sangat Rendah
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai
rataan Ca - tukar tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1)
yaitu sebesar 0,57 me / 100 gr yang tergolong sangat rendah dan terendah
diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar
0,20 me / 100 gr yang tergolong sangat rendah sedangkan kedalaman 30 – 60 cm,
rataan Ca - tukar tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela damar (K3)
yaitu sebesar 0,69 me / 100 gr yang tergolong sangat rendah dan terendah
diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu 0,20 me / 100 gr
yang tergolong sangat rendah.
Hasil uji t pada rataan Ca - tukar (me / 100 gr) pada tiap perlakuan
tanaman diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 12.

33
Universitas Sumatera Utara

Tabel 12. Uji t pada parameter rataan Ca - tukar (me / 100 gr)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,46
2,31
K0 vs K2
4,34
2,31
K0 vs K3
2,00
2,31
K1 vs K2
2,62
2,31
K1 vs K3
0,08
2,31
K2 vs K3
5,20
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
3,42
2,31
K0 vs K2
3,69
2,31
K0 vs K3
2,90
2,31
K1 vs K2
2,73
2,31
K1 vs K3
3,85
2,31
K2 vs K3
4,71
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,655tn
0,002*
0,080tn
0,031*
0,937tn
0,001*
0,009*
0,006*
0,020*
0,026*
0,005*
0,002*

Pada Tabel 12 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, Ca - tukar
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) dan karet dengan tanaman sela damar (K3) sementara
Ca - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet
dengan tanaman sela meranti (K2). Ca - tukar tanah pada karet dengan tanaman
sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2)
sementara Ca - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak
berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3) sedangkan Ca - tukar
tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) berbeda nyata terhadap karet
dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm menjelaskan bahwa
Ca - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet
dengan tanaman sela gaharu (K1), karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan
damar (K3). Ca - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2), dan karet dengan tanaman
sela damar (K3) begitu juga Ca - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela
meranti (K2) berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).

34
Universitas Sumatera Utara

Mg – tukar Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan Mg - tukar (me / 100 gr) tanah pada
tiap perlakuan tanaman (Tabel 13).
Tabel 13. Rataan Mg - tukar (me / 100 gr) pada sampel tanah
Rataan Mg - tukar (me / 100 gr)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
0,17 (SR*)
0,13 (SR*)
K1
0,12 (SR*)
0,10 (SR*)
K2
0,10 (SR*)
0,08 (SR*)
K3
0,13 (SR*)
0,11 (SR*)
Keterangan : SR = Sangat Rendah
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa kedalaman 0 – 30 cm, nilai rataan
Mg - tukar tertinggi diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar
0,17 me / 100 gr yang tergolong sangat rendah dan terendah diperoleh pada karet
dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar 0,10 me / 100 gr yang tergolong
sangat rendah sedangkan kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan Mg - tukar tertinggi
diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 0,13 me / 100 gr yang
tergolong sangat rendah dan terendah diperoleh pada karet dengan tanaman sela
meranti (K2) yaitu sebesar 0,08 me / 100 gr yang tergolong sangat rendah.
Hasil uji t pada rataan Mg - tukar (me / 100 gr) pada tiap perlakuan
tanaman diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 14.

35
Universitas Sumatera Utara

Tabel 14. Uji t pada parameter rataan Mg - tukar (me / 100 gr)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
2,71
2,31
K0 vs K2
4,16
2,31
K0 vs K3
2,28
2,31
K1 vs K2
2,33
2,31
K1 vs K3
0,50
2,31
K2 vs K3
2,61
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
3,80
2,31
K0 vs K2
3,59
2,31
K0 vs K3
1,81
2,31
K1 vs K2
1,57
2,31
K1 vs K3
1,18
2,31
K2 vs K3
2,22
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,027*
0,003*
0,052tn
0,048*
0,633tn
0,031*
0,005*
0,007*
0,108tn
0,155tn
0,272tn
0,057tn

Pada Tabel 14 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm,
Mg - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) dan karet dengan tanaman sela meranti (K2)
sementara Mg - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3). Mg - tukar tanah pada karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela
meranti (K2) sementara Mg - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu
(K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3) sedangkan
Mg - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) berbeda nyata
terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm
menjelaskan bahwa Mg - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1) dan karet dengan tanaman
sela meranti (K2) sementara Mg - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0)
tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3). Mg - tukar
tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan
karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan karet dengan tanaman sela damar

36
Universitas Sumatera Utara

(K3) begitu juga Mg - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2)
tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
Na – tukar Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan Na - tukar (me / 100 gr) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 15).
Tabel 15. Rataan Na - tukar (me / 100 gr) pada sampel tanah
Rataan Na - tukar (me / 100 gr)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
1,50 (ST*)
1,33 (ST*)
K1
2,16 (ST*)
1,98 (ST*)
K2
2,38 (ST*)
3,29 (ST*)
K3
4,52 (ST*)
4,52 (ST*)
Keterangan : ST = Sangat Tinggi
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai
rataan Na - tukar tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela damar (K3)
yaitu sebesar 4,52 me / 100 gr yang tergolong sangat tinggi dan terendah
diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 1,50 me / 100 gr yang
tergolong sangat tinggi sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan
Na - tukar tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela damar (K3) yaitu
sebesar 4,52 me / 100 gr yang tergolong sangat tinggi dan terendah diperoleh pada
karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 1,33 me / 100 gr yang tergolong
sangat tinggi.
Hasil uji t pada rataan Na - tukar (me / 100 gr) pada tiap perlakuan
tanaman diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 16.

37
Universitas Sumatera Utara

Tabel 16. Uji t pada parameter rataan Na - tukar (me / 100 gr)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,99
2,31
K0 vs K2
1,96
2,31
K0 vs K3
17,42
2,31
K1 vs K2
0,28
2,31
K1 vs K3
3,63
2,31
K2 vs K3
5,12
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
1,01
2,31
K0 vs K2
2,34
2,31
K0 vs K3
88,05
2,31
K1 vs K2
1,24
2,31
K1 vs K3
3,93
2,31
K2 vs K3
1,47
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,351tn
0,086tn
0,000*
0,785tn
0,007*
0,001*
0,341tn
0,048*
0,000*
0,252tn
0,004*
0,180tn

Pada Tabel 16 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, Na - tukar
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) dan karet dengan tanaman sela meranti (K2) sementara
Na - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet
dengan tanaman sela damar (K3). Na - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela
gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2)
sementara Na - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda
nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3) begitu juga Na - tukar tanah
pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) berbeda nyata terhadap karet dengan
tanaman sela damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm menjelaskan bahwa
Na - tukar tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan
karet dengan tanaman sela gaharu (K1) sementara Na - tukar tanah pada karet
tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti
(K2) dan karet dengan tanaman sela damar (K3). Na - tukar tanah pada karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela meranti (K2) sementara Na - tukar tanah pada karet dengan tanaman

38
Universitas Sumatera Utara

sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela damar (K3)
sedangkan Na - tukar tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) tidak
berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Hasil pengamatan diperoleh rataan KTK (me / 100 gr) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 17).
Tabel 17. Rataan KTK (me / 100 gr) pada sampel tanah
Rataan KTK (me / 100 gr)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
31,74 (T*)
39,39 (T*)
K1
30,69 (T*)
28,16 (T*)
K2
16,42 (R*)
15,32 (R*)
K3
17,36 (S*)
16,74 (S*)
Keterangan : T = Tinggi
S = Sedang
R = Rendah
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai
rataan KTK tertinggi diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar
31,74 me / 100 gr yang tergolong tinggi dan terendah diperoleh pada karet dengan
tanaman sela meranti (K2) yaitu sebesar 16,42 me / 100 gr yang tergolong rendah
sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan KTK tertinggi diperoleh pada
karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 39,39 me / 100 gr yang tergolong
tinggi dan terendah diperoleh pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) yaitu
sebesar 15,32 me / 100 gr yang tergolong rendah.
Hasil uji t pada rataan KTK (me / 100 gr) pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 18.

39
Universitas Sumatera Utara

Tabel 18. Uji t pada parameter rataan KTK (me / 100 gr)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
0,18
2,31
K0 vs K2
3,71
2,31
K0 vs K3
3,80
2,31
K1 vs K2
2,68
2,31
K1 vs K3
2,63
2,31
K2 vs K3
0,30
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
2,12
2,31
K0 vs K2
5,19
2,31
K0 vs K3
4,23
2,31
K1 vs K2
4,23
2,31
K1 vs K3
2,82
2,31
K2 vs K3
0,45
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,859tn
0,006*
0,005*
0,028*
0,030*
0,770tn
0,067tn
0,001*
0,003*
0,003*
0,023*
0,663tn

Pada Tabel 18 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, KTK
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) sementara KTK tanah pada karet tanpa tanaman sela
(K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan karet
dengan tanaman sela damar (K3). KTK tanah pada karet dengan tanaman sela
gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan
karet dengan tanaman sela damar (K3) sedangkan KTK tanah pada karet dengan
tanaman sela meranti (K2) tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela
damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm menjelaskan bahwa KTK tanah pada
karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan tanaman
sela gaharu (K1) sementara KTK tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0)
berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan karet dengan
tanaman sela damar (K3). KTK tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1)
berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2) dan karet dengan
tanaman sela damar (K3) sedangkan KTK tanah pada karet dengan tanaman sela
meranti (K2) tidak berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).

40
Universitas Sumatera Utara

Kejenuhan Basa
Hasil pengamatan diperoleh rataan Kejenuhan Basa (%) tanah pada tiap
perlakuan tanaman (Tabel 19).
Tabel 19. Rataan Kejenuhan Basa (%) pada sampel tanah
Rataan Kejenuhan Basa (%)
Jenis Perlakuan
0 – 30 cm
30 – 60 cm
K0
8,74 (SR*)
6,50 (SR*)
K1
11,30 (SR*)
11,53 (SR*)
K2
18,52 (SR*)
23,97 (R*)
K3
33,77 (R*)
39,03 (S*)
Keterangan : SR = Sangat Rendah
R = Rendah
S = Sedang
* = kriteria BPT 2005
Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm, nilai
rataan Kejenuhan Basa tertinggi diperoleh pada karet dengan tanaman sela damar
(K3) yaitu sebesar 33,77 % yang tergolong rendah dan terendah diperoleh pada
karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu sebesar 8,74 % yang tergolong sangat rendah
sedangkan pada kedalaman 30 – 60 cm, nilai rataan Kejenuhan Basa tertinggi
diperoleh pada karet dengan tanaman sela damar (K3) yaitu sebesar 39,03 % yang
tergolong sedang dan terendah diperoleh pada karet tanpa tanaman sela (K0) yaitu
sebesar 6,50 % yang tergolong sangat rendah.
Hasil uji t pada rataan Kejenuhan Basa (%) pada tiap perlakuan tanaman
diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 20.

41
Universitas Sumatera Utara

Tabel 20. Uji t pada parameter rataan Kejenuhan Basa (%)
Kedalaman
Tegakan
T test
T tabel
0 - 30 cm
K0 vs K1
1,16
2,31
K0 vs K2
2,65
2,31
K0 vs K3
7,26
2,31
K1 vs K2
1,73
2,31
K1 vs K3
5,69
2,31
K2 vs K3
3,09
2,31
30 -60 cm
K0 vs K1
1,54
2,31
K0 vs K2
4,06
2,31
K0 vs K3
4,55
2,31
K1 vs K2
2,34
2,31
K1 vs K3
3,52
2,31
K2 vs K3
1,82
2,31
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

Signifikan
0,281tn
0,029*
0,000*
0,121tn
0,000*
0,015*
0,163tn
0,004*
0,002*
0,047*
0,008*
0,107tn

Pada Tabel 20 menjelaskan bahwa pada kedalaman 0 – 30 cm,
Kejenuhan Basa tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata
dengan karet dengan tanaman sela gaharu (K1) sementara Kejenuhan Basa tanah
pada karet tanpa tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman
sela meranti (K2) dan karet dengan tanaman sela damar (K3). Kejenuhan Basa
tanah pada karet dengan tanaman sela gaharu (K1) tidak berbeda nyata dengan
karet dengan tanaman sela meranti (K2) sementara Kejenuhan Basa tanah pada
karet dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela damar (K3) begitu juga Kejenuhan Basa tanah pada karet dengan
tanaman sela meranti (K2) berbeda nyata terhadap karet dengan tanaman sela
damar (K3). Pada kedalaman 30 – 60 cm menjelaskan bahwa Kejenuhan Basa
tanah pada karet tanpa tanaman sela (K0) tidak berbeda nyata dengan karet dengan
tanaman sela gaharu (K1) sementara Kejenuhan Basa tanah pada karet tanpa
tanaman sela (K0) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela meranti (K2)
dan karet dengan tanaman sela damar (K3). Kejenuhan Basa tanah pada karet
dengan tanaman sela gaharu (K1) berbeda nyata dengan karet dengan tanaman sela

42
Universitas Sumatera Utara

meranti (K2) dan karet dengan tanaman sela damar (K3) sedangkan Kejenuhan
Basa tanah pada karet dengan tanaman sela meranti (K2) tidak berbeda nyata
terhadap karet dengan tanaman sela damar (K3).
Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kadar
C – organik tanah pada setiap perlakuan baik pada kedalaman 0 – 30 cm maupun
30 – 60 cm berada pada kriteria sangat rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh
faktor umur tanaman yang semakin bertambah yaitu karet sebagai tanaman utama
mencapai umur 20 tahun dan gaharu sebagai tanaman sela mencapai 15 tahun
yang dapat menyebabkan penurunan kandungan C – organik. Hal ini sesuai
dengan literatur Monde (2009) yang menyatakan bahwa kandungan karbon
organik tanah akan terus menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman,
baik yang ditanam dengan monokultur maupun yang ditanam dengan sistem
agroforestri.
Faktor yang mempengaruhi ketersediaan karbon dalam tanah adalah jenis
tanah, dan pola pengelolaan tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Yasin (2007),
yang menyatakan setiap tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbedabeda. sesuai dengan karakteristik tanahnya dan penggunaan lahannya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kadar
N - total tanah pada setiap perlakuan baik pada kedalaman 0 – 30 cm maupun
30 – 60 cm berada pada kriteria sangat rendah hingga rendah. Hal ini dikarenakan
daerah tersebut memiliki iklim basah sehingga mudah menguap dan tercuci unsur
nitrogen. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik, dkk., (2011) yang menyatakan
bahwa kehilangan nitrogen dari tanah terdiri dari kehilangan dalam bentuk gas

43
Universitas Sumatera Utara

(N2, N2O, NO, dan NH3), kehilangan akibat pencucian, dan kehilangan hara
panen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pH tanah
rendah pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi ion H+ lebih besar terjerap daripada konsentrasi ion OH- dalam larutan
tanah sehingga pH tanah menurun (sangat masam - masam). Hal ini sesuai dengan
literatur hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar ion
H+ di dalam tanah, maka semakin masamlah tanah tersebut.
Hal yang diduga menyebabkan tanah masam karena ada beberapa sumber
yang menyebabkan kemasaman tanah. Beberapa sumber kemasaman tanah adalah
bahan organik tanah, mineral liat, mineral oksida, polimer Al dan Fe,
garam-garam terlarut, dan karbon dioksida. Semakin tinggi kadar bahan organik
yang menghasilkan asam-asam organik akan menyebabkan tanah semakin masam.
Hal tersebut sesuai dengan literatur Soepardi (1983), yang menyebutkan bahwa
proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik
maupun asam anorganik, sehingga menimbulkan suasana asam.
Pada karet dengan tanaman sela meranti memiliki ketersediaan P yang
tinggi. Hal ini diduga adanya aktivitas mikroba pelarut P yang mempunyai enzim
fosfatase dalam melepaskan P dari ikatan P-organik. Dimana kinerja fosfatase ini
juga dipengaruhi oleh pH tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Fitriadi (2012)
menyatakan bahwa ketersediaan P sangat tergantung pada aktivitas mikrobia
untuk melakukan proses mineralisasi.
Pada karet dengan tanaman sela gaharu dan karet tanpa tanaman sela yang
memiliki kalium dapat dipertukarkan yang tergolong sedang dikarenakan pernah

44
Universitas Sumatera Utara

diberikan pupuk kalium pada tegakan tersebut sehingga menyumbangkan hara K.
Hal ini sesuai dengan literatur Damanik , dkk., (2011) yang menyatakan bahwa
kalium dapat bertambah dalam tanah melalui berbagai sumber termasuk pupuk
perdagangan.
Pada beberapa tegakan yang memiliki kalium dapat dipertukarkan yang
tergolong rendah disebabkan oleh tercucinya unsur kalium yang dikarenakan
daerah tersebut beriklim basah. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya
ketersediaan kalium dikarenakan kalium segera tersedia hanya meliputi satu
sampai dua persen dari seluruh jumlah unsur kalium dalam tanah mineral. Hal ini
sesuai dengan literatur Hakim, dkk., (1986) yang menyatakan bahwa kalium yang
tersedia hanya meliputi 1 - 2 % dari seluruh kalium yang terdapat pada
kebanyakan tanah mineral.
Kalsium pada tanah dapat mengurangi tingkat kemasaman tanah tetapi
yang terdapat dari hasil penelitian bahwa pH tanah sangat masam sehingga
kalsium juga tidak tersedia dalam tanah hal ini dikarenakan ion Al3+ yang tersedia
dalam larutan tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Hakim, dkk., (1986) yang
menyatakan bahwa Kalsium merupakan kation yang sering dihubungkan dengan
kemasaman tanah, disebabkan ia dapat mengurangi efek kemasaman.
Ketersediaan magnesium pada tanah juga dipengaruhi oleh kemasaman
tanah. Hasil pH tanah yang dianalisis tergolong sangat masam. Hal ini yang
menyebabkan ketersediaan magnesium rendah. Hal ini sesuai dengan literatur
Hakim, dkk., (1986) yang menyatakan ketersediaan magnesium bagi tanaman
akan berkurang pada tanah-tanah yang mempunyai kemasaman tinggi. Hal ini
disebabkan karena adanya dalam jumlah yang sangat besar mineral liat tipe 2:1.

45
Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya mineral liat ini maka magnesium akan terjerat antara kisi-kisi
mineral tersebut, ketika menjadi pengembangan dan pengkerutan dari kisi-kisinya.
Ketersediaan Na yang tinggi disebabkan oleh adanya sifat antagonis pada
saat pertukaran kation. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang
menyatakan bahwa keterikatan Mg pada situs pertukaran kation lebih lemah
dibanding Ca dan keterikatan K lebih lemah dibanding Na sehingga umumnya
kadar Na umumnya selalu lebih tinggi dibanding K.
Kapasitas pertukaran kation yang tinggi disebabkan oleh permukaan
koloid tanah lebih didominasi kation asam. Hal ini sesuai dengan literatur
Amran, dkk., (2015) yang menyatakan bahwa kation yang dipertukarkan dapat
berupa kation pembawa sifat asam maupun basa. Kation pembawa sifat asam akan
berkontribusi pada keasaman tanah. Kation pembawa sifat asam diantaranya Al3+,
H+, Fe3+ sedangkan kation pembawa sifat basa diantaranya Ca2+, Mg2+, K+, Na+,
Zn2+.
Kejenuhan basa merupakan salah satu sifat kimia tanah yang menyatakan
subur atau tidaknya tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejenuhan basa
adalah kemampuan kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Diduga pada
tanaman karet dengan damar memiliki kemampuan dalam bentuk kation yang
dapat dipertukarkan sehingga meningkatkan kejenuhan basa sedangkan yang
memiliki kejenuhan basa rendah disebabkan oleh pengaruh pH tanah yang sangat
masam. Hal ini sesuai dengan literatur Hausenbuiller (1982) yang menyatakan
bahwa tingkat kejenuhan basa di dalam tanah berbeda-beda dengan dua alasan
utama. Alasan pertama yaitu pebedaan muatan efektif, dan kemampuan kation
dalam bentuk dapat dipertukarkan, dengan perbedaan pH.

46
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Penanaman tanaman

sela gaharu, meranti dan damar tidak memberikan

perbedaan yang nyata pada C – organik tanah, N – total tanah, dan pH tanah
sampai kedalaman 60 cm.
2.

Penanaman tanaman sela gaharu tidak memberikan perbedaan yang nyata
terhadap P – tersedia tanah, K – tukar tanah, KTK tanah, kejenuhan basa dan
berbeda nyata dengan tanaman sela meranti dan damar sampai kedalaman
60 cm.

3.

Tanaman sela meranti sampai kedalaman 60 cm memberikan perbedaan yang
nyata terhadap Ca – tukar tanah, Mg – tukar tanah dan pada Na – tukar tanah
di kedalaman 30 - 60 cm sedangkan kedalaman 0 – 30 cm tidak memberikan
perbedaan yang nyata. Tanaman sela damar pada kedalaman 30 – 60 cm
memberikan perbedaan yang nyata terhadap Ca – tukar tanah, Na – tukar
tanah dan pada kedalaman 0 – 30 cm tidak memberikan perbedaan yang nyata
terhadap Ca – tukar tanah, Mg – tukar tanah sedangkan pada Na – tukar tanah
memberikan perbedaan yang nyata.

Saran
Sebaiknya penanaman karet dengan sistem tumpang sari yang memberikan
perbaikan terhadap sifat kimia tanah adalah dengan penanaman tanaman sela
meranti dan damar.

47
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)
Tanaman karet merupakan salah satu tanaman perkebunan primadona
yang banyak dibudidayakan karena hasil tanamannya dapat dijadikan sebagai
bahan baku dalam bidang industri contohnya lateks. Kedudukan tanaman karet
(Hevea brassiliensis Muell Arg.) dalam taksonomi adalah yaitu: Kingdom :
Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas :
Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Hevea,
Spesies : Hevea brassiliensis Muell Arg. (Stenis, 1978).
Sifat - sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara
lain: solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas.
Aerase dan drainase cukup. Tekstur tanah remah, porous dan dapat menahan air.
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir. Tanah bergambut tidak lebih dari
20 cm. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro.
Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5. Kemiringan tanah < 16% dan permukaan
air tanah < 100 cm (Anwar, 2006).
Tanaman ini tumbuh optimal di dataran rendah antara 0-200 meter diatas
permukaan laut. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya semakin lambat
dan hasil lateksnya rendah. Ketinggian lebih dari 600 m dpl kurang cocok untuk
pertumbuhan tanaman karet. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2000 – 4000 mm/tahun,
yakni pada ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan
karet yang baik memerlukan suhu antara 250 - 3500C, dengan suhu optimal ratarata 2800C (Setyamidjaja, 1993).

4
Universitas Sumatera Utara

Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi
cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan
tanah yang terlalu tinggi. Tanaman ini masih bisa tumbuh dengan baik pada
kisaran pH 3,5 – 7,5 dan kemiringan lereng < 16 %. Meskipun demikian, tanaman
karet akan berproduksi maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5 – 6
(Setiawan dan Andoko, 2000).
Pada tanaman karet umur 25 tahun masih terdapat lateks karena tanaman
karet memiliki daur hidup sekitar 30 tahun, kemudian akan mengalami penurunan
produksi seiring berjalannya waktu. Boerhendhy dan Agustina (2006) menyatakan
siklus tanaman karet adalah sekitar 30 tahun, terbagi atas fase TBM 5 tahun dan
TM 25 tahun. Setelah masa tersebut, tanaman karet tidak produktif lagi sehingga
perlu diremajakan.
Karet merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang memiliki
peran cukup penting dalam perekonomian nasional. Sampai saat ini, permintaan
akan hasil karet masih tinggi dikarenakan semakin meluasnya penggunaan karet
sehingga permintaan terhadap bahan baku pun meningkat. Namun, perkebunan
karet rakyat tidak dikelola dengan baik dan tanaman karet tua jarang diremajakan
dengan tanaman baru. Hal tersebut menyebabkan produktivitas perkebunan karet
rakyat sangat rendah (Silangit, dkk., 2014).
Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Jenis A. malaccensis di wilayah potensial dapat mencapai tinggi pohon
sekitar 40 m dan diameter 80 cm, beberapa nama daerah seperti : ahir, karas,
gaharu, garu, halim, kereh, mengkaras dan seringak. Tumbuh pada ketinggian
hingga 750 m dpl pada hutan dataran rendah dan pegunungan, pada daerah yang

5
Universitas Sumatera Utara

beriklim panas dengan suhu rata-rata 32 0C dan kelembaban sekitar 70 %, dengan
curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem
hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan pegunungan, bahkan
dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim. Tumbuhan penghasil gaharu
sesuai peta sebaran tumbuh tidak memerlukan syarat yang spesifik terhadap lahan
serta iklim. Berdasarkan aspek tersebut tumbuhan penghasil gaharu dapat
dikembangkan pada berbagai jenis tanah serta iklim (Sumarna, 2012).
Pada dasarnya dengan memperhatikan peta sebaran tumbuh pohon
penghasil gaharu yang realtif luas dan dapat dijumpai pada berbagai kondisi
ekologis lahan tumbuh, baik pada lahan dengan kesuburan tinggi, sedang serta
pada lahan-lahan marginal, maka secara teknis tumbuhan penghasil gaharu dapat
tumbuh dan dibudidayakan di berbagai kondisi jenis serta tipe lahan apa saja
(Thusteven, 2014).
Gaharu merupakan salah satu tanaman hutan yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi, karena kayunya mengandung resin yang harum. Resin beraroma
ini berasal dari tanaman jenis Aquilaria, Gyrinops, dan Gonystylus. Pada saat ini
keberadaan gaharu semakin langka, karena perburuan gaharu di alam terus
meningkat dan para pemburu gaharu alam tidak hanya memungut dari pohon yang
mati melainkan juga menebang pohon hidup, sehingga semakin mengancam
populasi dan kelestarian produksi gaharu. Di sisi lain, harga gaharu terus
meningkat, sehingga mendorong upaya budidaya gaharu terutama di wilayah Asia
Tenggara. Di Indonesia gaharu sangat prospektif untuk dikembangkan, karena
memiliki potensi biologis berupa beragamnya spesies tumbuhan penghasil gaharu,

6
Universitas Sumatera Utara

masih luasnya lahan-lahan hutan yang sesuai untuk pengembangan gaharu, dan
teknologi induksi telah tersedia (Suharti, 2010).
Tanaman Meranti (Shorea sp.)
Meranti dapat ditanam di kebun karet dengan sistem wanatani yang
ditanam di antara pohon karet dengan memperhatikan aspek budidaya meranti dan
karet. Persaingan dalam penyerapan hara dan cahaya matahari antara tanaman
pokok karet dengan meranti dapat diatasi dengan mengetahui informasi teknis
budidaya kedua jenis. Pohon meranti memiliki model tajuk seperti mahkota
(crown canopy), sehingga tajuknya tidak akan menaungi pohon karet. Jika
dibandingkan dengan pohon mahoni yang memiliki model tajuk seperti payung,
jenis mahoni dan karet akan bersaing dalam mencari cahaya matahari. Persaingan
penyerapan hara antara meranti dengan karet dapat diatasi dengan mengatur jarak
tanam yang sesuai. Dalam budidaya meranti, jarak tanam awal yang umum
diterapkan dengan jarak 3 x 3 m atau 2 x 3 m, yang bertujuan untuk membentuk
batang pohon yang lurus. Selanjutnya pada tahun kelima, dilakukan penjarangan
pohon untuk mengurangi persaingan penyerapan hara, sehingga pohon meranti
terpacu untuk meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Pada kebun karet
campur dengan meranti, jarak tanam meranti dapat diatur sejak awal penanaman
meranti, sehingga penjarangan pada tahun kelima tidak perlu dilakukan. Dengan
laju pertumbuhan diameter meranti sebesar 1,8-2 cm/tahun, diharapkan kayu
meranti dapat dipanen pada umur 20-25 tahun (Tata, dkk., 2008).
Potensi tiap pertumbuhan meranti pada sistem jalur di areal TPTJ untuk
riap diameter sekitar 1,72 cm/tahun dan riap tinggi sekitar 1,75 cm/tahun, lebih
tinggi dari pertumbuhan umum di hutan alam yang hanya sekitar sekitar

7
Universitas Sumatera Utara

0,5 cm/tahun. Sifat fisik tanah meliputi bulk density berkisar antara 0.81 gr/cm3 –
1.18 gr/cm3, porositas tanah 53,61% - 69,35% dan kadar air tersedia 6.56% 12.79%. Sifat kimia tanah meliputi pH tanah berkisar antara 4.6 – 5.5, Karbon (C)
organik 1.51 – 2.31%, Nitrogen (N) 0.1 – 0.19 %, Pospor (P) di areal TPTJ PT.
SJM berkisar antara 9.3 – 16.2 ppm, Kalium (K) tanah berkisar 90 – 98 %
(Hardiansyah, 2012).
Tanaman Damar (Agathis dammara sp.)
Pohon damar merupakan salah satu pohon asli Indonesia dan penghasil
utama getah

Dokumen yang terkait

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 4 98

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 0 11

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 0 2

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 0 3

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 0 17

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 0 3

Dampak Penanaman Pohon Hutan Pada Lahan Sela Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

0 1 17