Penalaan Power System Stabilizer (Pss) Menggunakan Genetic Algorithm (Studi Kasus : Pltu 2 Sumut Pangkalan Susu)

(1)

LAMPIRAN

A

(Data Teknis Sistem Tenaga)

Keterangan:

 VA Base = 258.8 MVA  V Base = 275 kV

A.1 Data Generator Pangkalan Susu

Tabel A1 Data Generator PLTU Pangkalan Susu

Parameter Satuan Nilai

Produsen Beijing Beizhong Steam Turbine

Generator Co.,Ltd.

Daya Semu Nominal MVA 258.8

Daya Aktif Nominal MW 220

Faktor Daya - 0.85

Tegangan Nominal kV 15.75

Arus Nominal A 9488

Jumlah Fasa - 3

Kecepatan Nominal rpm 3000

Jumlah Kutub - 2

Konstanta Inersia H detik 4.098 Konstanta Redaman D - 5 Reaktansi sinkron sumbu d (unsaturated) Xd pu 0.0070674 Reaktansi sinkron sumbu q (unsaturated) Xq pu 0.0070674 Reaktansi transien sumbu d (unsaturated) Xd' pu 0.00087576 Reaktansi transien sumbu q (unsaturated) Xq' pu 0.00087576 Konstanta waktu transien T’d0 detik 6.5470 Konstanta waktu regulator Ta detik 0.05 Konstanta waktu transduser TR detik 0.05 Konstanta regulator Ka - 50


(2)

A.2 Saluran Transmisi

Tabel A.2 Reaktansi Saluran Transmisi Parameter X

Ohm/km/fasa

L

Panjang (km)

X*L*3

Reaktansi Total (ohm)

Reaktansi (pu)

base = 292.214 ohm

R 0,034

69,9 7,1298 0,02439

jXL 0,293 61,4421 0,21026

A.3 Transformator Daya

Tabel A.3 Reaktansi Transformator Daya

Variabel Nilai Satuan

Daya nominal 260 MVA

V nominal 300 kV

R 0,003365 pu

j XL 0,16825 pu

A.4 Total Reaktansi Diluar Generator

Tabel A.4 Reaktansi Total

Sumber R j XL

Transformator 0,003365 0,16825 Saluran Transmisi 0,02439 0,21026

R total 0,027755


(3)

B

Penalaan PSS B.1 Hasil Penalaan PSS

Tabel B.1 Hasil Penalaan Parameter PSS

Parameter GA Non-GA

T1 0.4379 0.15 T2 0.0763 0.01 T3 0.2607 0.18 T4 0.0524 0.01

T7 5 5

T8 0.2 0.2

T9 0.1 0.1

Tw1 5 5

Tw2 5 5

Tw3 5 5

Kpss 3 3

Ks2 0,61 0,61

M 5 5


(4)

47

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kundur P., “Power System Stability and Control”, McGraw-Hill, New York, 1994

[2] Adi Soeprijanto, “Desain Kontroler Untuk Kestabilan Dinamik Sistem Tenaga

Listrik”, ITS Press, Surabaya, 2012

[3] Rashidi Mehran, Rashidi Farzan & Monavar Hamid, “Tuning of Power System Stabilizer via Genetic Algorithm for Stabilization of Power Systems”, IEEE,

2003

[4] Michael J. Basler & Richard C. Schaefer, “Understanding Power System Stability”, IEEE 2005

[5] Mondal Debasish, Chakrabarti Abhijit & Sengupta Aparajita, “Power System Small Signal Stability Analisis and Control”, Academic Press, Oxforfd, 2014

[6] Robandi, Imam. “Modern Power System Control”, Penerbit Andi, Yogyakarta,

2009

[7] Santoso Ari, Pramonohadi Sasongko, Suharyanto. “Kombinasional AVR dan

PSS Generator Dengan Kendali Logika Fuzzy Dan Konvensional Pada Peredaman Osilasi Frekuensi Rendah”, Seminar Nasional Komputer dan Elektro Universitas Surakarta. 2012

[8] State Grid Hubei Electric Power System Institute. “Test Report for Power System Stabilizer (PSS) of Indonesia Medan Power Plant (Unit 1)”, PLTU


(5)

48

[9] Beijing Jisi Electric Co., Ltd. “GEC-300 Excitation Control System Technical

Instruction”, Beijing, 2007

[10] The Institute of Electrical and Electronics Engineers. “IEEE Recommended Practice for Excitation System Models for Power System Stability Studies”,

IEEE, New York, 1992

[11] Andrea Angel Zea.“Power System Stabilizers for The Synchronous Generator

(Tuning and Performance Evaluation)” Master Thesis, Chalmers Institute of

Technology, Gotheburg, Sweden. 2013

[12] Paul Malvino & David J. Bates. ”Electronics Principles”, McGraw-Hill Higher Education. 2006

[13] A. Murdoch, S. Venkataraman, R.A. Lawson, and W.R. Pearson. “Integral of

Accelerating Power Type PSS : Part 1-Theory, Design, and Tuning Methodology”, IEEE Transaction on Energy Conversion. 1999

[14] Norman S. Nise. “Control Systems Engineering”, John Wiley & Sons, Inc.

New Jersey. 2010

[15] G. Berube & L.M. Hajagos.”Accelerating-Power Based Power System

Stabilizers”, IEEE Tutorial Course-Power System Stabilization. 2007

[16] Katsuhiko Ogata. “Modern Control Engineering”, Fifth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey, 2010

[17] T. Sutojo, Edy Mulyanto, and Vincent Suhartono. “ Kecerdasan Buatan”,


(6)

49

[18] Trujilo Hugo, Torres Cisneros & Chavez J.C., “Tuning of Power System Stabilizer Using Genetic Algorithms”, IEEE, 2014

[19] Sri Kusumadewi & Hari Purnomo.,”Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-Teknik Heuristik”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005

[20] Napitupulu, James. “Antarmuka Grafis Pengaturan Parameter PSS di PLTU 2


(7)

24

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilakukan di PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu yang memiliki kapasitas sebesar 2 x 2x220 MW. PLTU tersebut terhubung ke Gardu Induk Binjai melalui saluran transmisi 275 kVsepanjang ±70 km. Penelitian telah dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari bulan Juli hingga November 2015.

3.2 Data dan Peralatan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data teknis generator PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu pada Lampiran A.1 2. Data teknis PSS (Power System Stabilizer) dan AVR (Automatic Voltage

Regulator)

3. Data teknis transformator yang meliputi impedansi, daya nominal dan tegangan nominal pada Lampiran A.3

4. Data teknis saluran transmisi yang meliputi panjang dan impedansi saluran transmisi pada Lampiran A.2

5. Data beban harian generator untuk mencari data beban maksimum yang akan digunakan untuk penalaan PSS

Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Matlab dan Simulink untuk melakukan pemrograman dan simulasi pengujian.

3.3 Variabel yang Diamati


(8)

25

1. Pe : Deviasi output daya elektrik generator selama gangguan. Variabel ini menunjukkan keandalan sistem eksitasi sehingga secara tidak langsung menunjukkan keandalan PSS.

2. ω : Kecepatan sudut rotor. Variabel ini juga menunjukkan keandalan PSS dalam bekerja selama gangguan.

3. Settling time (waktu stabil) dan overshoot (amplitudo pada osilasi pertama)

dari ω dan Pe. Semakin kecil settling time dan overshoot maka menunjukkan bahwa kinerja PSS yang ditala dengan Algoritma Genetika semakin baik. 3.4 Prosedur Penelitian

Penalaan PSS PLTU Pangkalan Susu meliputi serangkaian proses yang panjang meliputi pengumpulan data, studi literatur, pemodelan matematis sistem, penentuan jenis gangguan, pengujian hasil penalaan PSS, membandingkan penalaan PSS bawaan dengan penalaan menggunakan Genetic Algorithm dan tahap terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Keseluruhan proses penelitian ditampilkan secara visual melalui diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.


(9)

26


(10)

27 3.4.1 Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan diagram alir pada Gambar 3.1 langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Data yang diperlukan pada penelitian ini terdiri dari:

-Data teknis pada Lampiran A1-A3 yang diperoleh dari PLTU Pangkalan Susu

-Data setelan parameter PSS yang diperloleh secara real time dari unit sistem eksitasi PLTU Pangkalan Susu yang terdapat pada Lampiran B.1

2. Pemodelan Sistem Tenaga

PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu memiliki 2 generator dengan kapasitas masing-masing sebesar 220 MW, namun penelitian ini hanya memasukkan salah satu generator saja yaitu pembangkit unit 1 untuk dijadikan obyek penelitian. Pemodelan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pemodelan generator, transformator daya dan saluran transmisi menjadi bentuk SMIB (Single Machine Infinite Bus), dengan kondisi pembebanan yang sudah ditentukan maka konstanta K1-K6 dihitung untuk membuat model SMIB yang dapat digunakan untuk penalaan PSS.

b. Pemodelan PSS dan AVR, SMIB digabung dengan AVR dan PSS untuk membuat model yang lengkap dari sistem tenaga

Model matematis yang diperoleh dari kedua langkah diatas kemudian dibuat secara visual menggunakan Simulink


(11)

28

3. Menentukan jenis gangguan yang digunakan dalam pengujian hasil penalaan PSS, yaitu:

a) Perubahan beban pada saat pembebanan maksimum: - Penurunan beban 10%

- Kenaikan beban 10% - Penurunan beban 20%

b) Pemutusan beban dalam jumlah yang besar - Pemutusan beban 50%

4. Setelah membuat model sistem tenaga, dilakukan penalaan PSS menggunakan GA dengan cara seperti pada Sub bab 3.4.2.

5. Melakukan pengujian hasil penalaan PSS dengan parameter bawaan terhadap jenis gangguan yang sudah ditentukan, kemudian dilakukan juga pengujian yang sama terhadap PSS yang telah ditala menggunakan GA. Variabel yang diperhatikan adalah kecepatan sudut rotor ω dan daya elektrik Pe.

6. Saat terjadi gangguan, kecepatan sudut rotor ω dan daya elektrik Pe akan mengalami osilasi, hasil penalaan PSS dibandingkan dengan cara mengukur nilai overshoot (amplitudo osilasi pertama) dan settling time (waktu menuju stabil) kemudian diperoleh hasil perbandingan diantara keduanya.

7. Dari hasil perbandingan yang diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

8. Selesai


(12)

29

GA diterapkan untuk penalaan PSS menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Berdasarkan diagram alir pada Gambar 3.2, penalaan PSS menggunakan GA dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung keterlambatan fasa SMIB dengan Persamaan (2.10) – (2.13) 2. Menyusun fungsi objektif berdasarkan keterlambatan fasa dari SMIB 3. Menentukan parameter-parameter GA

4. Pembentukan individu dan populasi 5. Elitisme

6. Pindah Silang 7. Mutasi

8. Mengulangi langkah 1-7 hingga generasi terakhir 9. Selesai

Parameter PSS yang dioptimalkan dengan GA adalah T1, T2, T3 dan T4 sedangkan parameter lainnya dibiarkan tetap sama seperti yang ditunjukkan pada Lampiran B.1.


(13)

30

Gambar 3.2 Diagram alir penalaan PSS dengan GA BAB 4


(14)

31

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Sistem Tenaga

Berdasarkan data-data teknis yang diperoleh, PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu dimodelkan seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 4.1 Pembangkit Tunggal-Bus Tak Hingga (SMIB)

Gambar 4.1 adalah model pembangkit tunggal yang terhubung dengan bus tak-hingga yang dibuat secara manual untuk memberikan gambaran tentang obyek penelitian. Rtotal dan XLtotal pada Gambar 4.1 berturut-turut adalah total resistansi dan total reaktansi yang nilainya diberikan pada Lampiran A.4.

Setelah mendapatkan model skematik, maka Konstanta K1sampai K6 pada Gambar 4.2 dihitung untuk mendapatkan model matematis dari sistem. Kondisi pembebanan yang dipilih adalah sebagai berikut:

- Tanggal Pencatatan Beban : 20 Juli 2015 (Pukul 14.30 WIB)

- Beban P dan Q : 220 MW, 81 MVAR

Berdasarkan kondisi diatas, nilai K1-K6 dihitung menggunakan Matlab sesuai dengan Persamaan (2.21)-(2.27), hasilnya diberikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Konstanta K1-K6 Konstanta

Pembebanan 220 MW 81 MVAR


(15)

32

K2 0,9216

K3 0,9821

K4 0,0044

K5 -0,00071515

K6 1,9954

a A

sT K

1 1 ( '0* 3)

3 K T s K d

K2 2*1Hs s

06 K   5 K 4 K 1 K R sT1 1 _ + + + _ _ + + + m Te Tr   +   t Efd E1 vfd        D + AVR Beban

Gambar 4.2 Model Matematis SMIB dalam Diagram Blok 4.1.1 Power System Stabilizer (PSS)

PSS yang terpasang pada PLTU Pangkalan Susu ditunjukkan dalam diagram blok pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3 Power System Stabilizer pada GEC-300


(16)

33

Gabungan dari Gambar 4.2 dan 4.3 menghasilkan Gambar 4.4 yang merupakan model matematis pembangkit yang dilengkapi dengan PSS, model tersebut sudah dapat digunakan untuk melakukan simulasi di Simulink (Matlab).

2 K s 06 K  

PSS

Beban5 K 4 K 1 K R sT1 1 + _ + + + _ _ + + + m Te Pr   +   t Efd EPSS V 1 vfd      

2*1Hs

D +  a A sT K

1 1 ( '0* 3)

3 K T s K d

Gambar 4.4 Model SMIB + PSS

Gambar 4.4 akan dibuat menggunakan Simulink untuk menguji hasil penalaan PSS, baik yang menggunakan GA dan tanpa GA.

4.2 Penalaan PSS dengan Genetic Algorithm (GA)

Proses penalaan PSS dengan GA melalui beberapa langkah awal diantaranya menghitung kompensasi fasa dan menyusun fungsi objektif, oleh karena itu harus dilakukan beberapa proses perhitungan terlebih dahulu, kemudian dapat menggunakan GA untuk mendapatkan parameter PSS yang optimal.

Penerapan GA dalam penalaan PSS dilakukan dengan bahasa pemrograman Matlab, parameter yang didapatkan melalui GA diasumsikan sebagai hasil penalaan optimal yang mampu membuat kinerja PSS menjadi lebih baik dari sebelumnya. 4.2.1 Penyusunan Fungsi Objektif GA

Frekuensi natural, frekuensi osilasi dan sudut fasa dari SMIB dihitung menggunakan Persamaan (2.28) – (2.30) dengan hasil ditunjukkan pada Tabel 4.2


(17)

34 Variabel

Pembebanan

228 MW 81 MVAR

ω natural (rad/s)

9.2986

ω osilasi (rad/s)

9.2936

Fasa (derajat)

-24.937

Data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa PSS harus menghasilkan fasa minimum 24.937° agar dapat mengkompensasi fasa lag dari SMIB sehingga PSS dapat bekerja dengan baik.

(4.1) Persamaan (4.1) adalah fungsi selisih antara sudut fasa yang dihasilkan SMIB dan PSS. Fungsi tersebut disebut fungsi objektif yang digunakan untuk mengevaluasi individu dalam GA. Setelah mendapatkan fungsi objektif, langkah selanjutnya adalah menentukan parameter-parameter dalam GA.

4.2.2 Parameter GA

Untuk melakukan iterasi di dalam GA, parameter-parameter nya harus ditentukan terlebih dahulu. Parameter GA yang digunakan dalam penalaan PSS adalah sebagai berikut:

1. Individu

Parameter PSS yang dioptimalkan pada penelitian adalah T1-T4, sehingga individu dalam GA memiliki 4 gen dengan bentuk seperti pada Tabel 4.3.


(18)

35

Gen 1 Gen 2 Gen 3 Gen 4

T1 T2 T3 T4

2. Populasi

Menurut Sri Kusumadewi [19], untuk sembarang masalah ukuran populasi sebaiknya tidak lebih kecil dari 30, oleh karena itu pada penelitian ini populasi berukuran 30 individu. Pembentukan populasi awal dilakukan dengan memilih nilai T1-T4 secara acak (random) dengan batas-batas sebagai berikut:

(4.2)

(4.3)

(4.4)

(4.5)

Berdasarkan batas atas dan batas bawah untuk T1, T2, T3 dan T4 pada Persamaan (4.2) – (4.5), populasi awal dapat dibentuk sesuai dengan Persamaan (4.6) dan (4.7).

(4.6) (4.7) dimana:

i : individu ke-i dalam populasi, nilai i = 30 T1i, T2i, T3i, T4i : gen-gen dalam individu ke-i rand : bilangan acak dalam interval 0-1


(19)

36

Tiap individu dalam populasi dievaluasi menggunakan fungsi objektif dan dihitung nilai yang dihasilkannya. Berdasarkan yang dihasilkan, tiap individu diurutkan dari yang paling baik hingga yang paling buruk.

4. Elitisme

Pada penelitian ini, dua individu terbaik dalam satu generasi disalin dan akan digantikan jika terdapat dua individu yang lebih baik pada generasi berikutnya.

5. Jumlah Generasi

Jumlah generasi adalah jumlah proses iterasi dalam GA, dalam penelitian ini jumlah generasi adalah 100.

6. Pindah Silang (crossover)

Metode pindah silang yang digunakan dalam penalaan PSS adalah metode pindah silang seragam, dengan cara sebagai berikut [2, 19]:

Individu 1 Individu 2

T1 T2 T3 T4

T1' T2' T3' T4'

Hasil pindah silang:

Individu baru 1 Individu baru 2

T1 T2' T3 T4'

T1' T2 T3' T4

Masing-masing individu secara berselang seling bertukar gen-gen sehingga menghasilkan individu dengan komposisi gen yang baru.


(20)

37 7. Mutasi

Proses mutasi yang digunakan dalam penalaan PSS adalah mutasi seragam yang dilakukan dengan mengganti gen tertentu dari individu dengan nilai random antara gen terbesar dan gen terkecil didalam individu tersebut.

Bila gen pertama didalam individu terpilih untuk melakukan mutasi, maka individu baru dari hasil proses mutasi menjadi

, dimana TM adalah [2]:

TM = rand*(gen terbesar-gen terkecil) (4.8) dimana :

gen terbesar : nilai terbesar antara T1 sampai T4 gen terkecil : nilai terkecil antara T1 sampai T4 rand : bilangan acak dalam interval 0-1 4.2.3 Hasil Penalaan PSS dengan GA

Setelah dilakukan optimumisasi dengan GA, didapatkan satu set parameter PSS yang diasumsikan dapat bekerja dengan optimal yang diberikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Penalaan Parameter PSS dengan GA

Parameter Nilai T1 0.4379 T2 0.0763 T3 0.2607 T4 0.0524

Nilai T1, T2, T3 dan T4 pada Tabel 4.4 nantinya akan dimasukkan kedalam rangkaian simulasi pada Gambar 4.5 untuk menguji keberhasilan GA dalam mengoptimalkan PSS di PLTU Pangkalan Susu.


(21)

38 4.3 Pengujian Hasil Penalaan PSS

Hasil penalaan PSS baik yang menggunakan GA dan tanpa menggunakan GA harus diuji untuk mengetahui keandalannya. Pengujian dilakukan dengan simulasi menggunakan Simulink dengan rangkaian simulasi ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Karaktrerisitik hasil pengujian yang diperhatikan untuk melihat keandalan penalaan PSS adalah nilai overshoot dan settling time dari osilasi kecepatan sudut rotor dan daya elektrik generator.

Gambar 4.5 Rangkaian simulasi dalam Simulink

Rangkaian simulasi pada Gambar 4.5 memiliki setelan waktu simulasi selama 20 detik, output sistem yaitu P dan ω diamati dengan menggunakan scope.


(22)

39

Parameter PSS pada Lampiran B.1 diuji dengan kondisi gangguan yang sudah ditentukan dengan hasil sebagai berikut:

Gambar 4.6 Osilasi ω rotor pada saat beban turun 10%

Gambar 4.6 menunjukkan timbulnya osilasi kecepatan sudut rotor ketika beban diturunkan 10% dari keadaan awal. Sama halnya dengan yang ditunjukkan pada Gambar 4.7, gelombang osilasi daya elektrik Pe memiliki bentuk yang mirip namun jauh berbeda magnitude-nya.

Gambar 4.6 dan 4.7 menunjukkan perbandingan hasil penalaan pada saat penurunan beban sebesar 10 persen, terlihat peningkatan yang cukup signifikan dalam settling time namun tidak ada peningkatan berarti pada nilai overshoot, terlihat bahwa PSS yang ditala menggunakan GA menghasilkan settling time yang lebih cepat dibandingkan PSS yang ditala tanpa menggunakan GA.


(23)

40

Gambar 4.7 Osilasi Pe pada saat beban turun 10%

Gambar 4.8 Osilasi ω rotor pada saat beban naik 10%

Ketika beban dinaikkan 10% dari keadaan awal, osilasi pada Gambar 4.8 dan 4.9 besarnya hampir sama namun dengan arah yang berlawanan dengan yang terjadi pada saat beban diturunkan 10%.

Kinerja PSS pada kondisi ini menunjukkan bahwa PSS yang ditala menggunakan GA memberikan hasil yang lebih baik.


(24)

41

Gambar 4.9 Osilasi Pe pada saat beban naik 10%

Gambar 4.10 Osilasi ω rotor pada saat beban turun 20%

Respon ω dan Pe terhadap pengurangan beban sebesar 20% dari keadaan awal ditunjukkan pada Gambar 4.10 dan 4.11. Overshoot yang terjadi lebih besar daripada kondisi pengujian sebelumnya. PSS yang ditala menggunakan GA menghasilkan


(25)

42

Gambar 4.11 Osilasi Pe pada saat beban turun 20%

Setelah melakukan simulasi dengan variasi beban yang kecil, PSS diuji kinerjanya dengan menerapkan gangguan pemutusan beban sebesar 50%. Hasilnya diberikan pada Gambar 4.12 dan 4.13


(26)

43

Gambar 4.13 Osilasi Pe pada saat pemutusan beban 50%

Gambar 4.12 dan 4.13 menunjukkan bahwa osilasi yang timbul lebih besar lagi daripada kondisi pengujian sebelumnya, tetapi masih dapat diredam oleh kedua hasil penalaan PSS. Hal ini menunjukkan bahwa PSS di PLTU Pangkalan Susu dapat bekerja pada gangguan yang cukup besar.

PSS yang ditala menggunakan GA memberikan kinerja yang lebih baik dari pada PSS yang ditala tanpa menggunakan GA dalam semua kondisi pengujian yang ditentukan, hal ini menunjukkan keberhasilan penerapan GA untuk penalaan PSS di PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu.

Perbandingan yang lebih detil dari kedua hasil penalaan PSS diberikan pada Tabel 4.5, data tersebut menunjukkan bahwa untuk nilai overshoot, perbedaan diantara keduanya tidak begitu jauh, sedangkan pada nilai settling time PSS yang ditala menggunakan GA lebih unggul.


(27)

44

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Penalaan PSS

GA Non-GA GA Non-GA GA Non-GA GA Non-GA Beban Turun 10% 10,5 16,5 10,5 16,5 0,000710 0,0007315 -0,0425 -0,0425

Beban Naik 10% 10,5 16,5 12,5 16,5 -0,000705 -0,0007315 0,0425 0,0425

Beban Turun 20% 12,5 18 12,5 18 0,001410 0,0014500 -0,0850 -0,0850

Beban Turun 50% 13 18,5 13 18,5 0,003527 0,0036250 -0,2125 -0,2125

Settling Time (detik) Kecepatan Sudut Daya Listrik Jenis Gangguan

Overshoot (pu)

Kecepatan Sudut Daya Listrik

Hasil perbandingan penalaan PSS yang diberikan pada Gambar 4.6 – Gambar 4.13 dan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem menyebabkan osilasi pada ω dan Pe dengan amplitudo yang kecil (< 2 Hertz) , hal ini sesuai dengan lingkup penelitian tugas akhir ini yaitu small signal stability. 4.3.2 Penerapan Penalaan PSS dengan GA

Hasil penalaan PSS dengan GA dapat diterapkan dengan mengganti parameter lama dengan parameter baru di kubikel PSS di PLTU Pangkalan Susu.

Gambar 4.14 Pengaturan Parameter PSS di Pangkalan Susu [20]

Gambar 4.14 menunjukkan tampilan perangkat lunak dari kubikel PSS yang dapat digunakan untuk mengubah parameter PSS, dari gambar tersebut dapat dilihat kolom “Operating Para” dari baris pertama sampai keempat yang merupakan


(28)

45

parameter PSS bawaan dari Pangkalan Susu (T1, T2, T3 dan T4). Nilai T1, T2, T3 dan T4 yang tersimpan diganti dengan menekan tombol-tombol yang dilingkari garis kuning, setelah menekan tombol tersebut, nilainya diubah dengan menekan tombol-tombol yang dilingkari garis biru sampai muncul angka yang sesuai dengan parameter PSS yang baru.

Setelah mengubah nilai T1, T2, T3 dan T4, harus dilakukan konfirmasi dengan menekan tombol ”Modification Confirm” yang dilingkari garis hijau pada Gambar

4.14, langkah terakhir adalah dengan menyimpan parameter PSS yang baru dengan menekan tombol “Save Para” yang dilingkari garis ungu.


(29)

46 Bab 5

Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Setelah memperoleh hasil penelitian dan pembahasan, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. PSS yang ditala menggunakan GA menunjukkan peningkatan yang signifikan pada nilai settling time pada semua kondisi gangguan

2. Perbandingan nilai overshoot kecepatan rotor dan daya elektrik yang muncul pada semua kondisi gangguan menunjukkan bahwa PSS yang ditala menggunakan GA tidak menunjukkan peningkatan yang berarti pada

overshoot osilasi.

3. Secara keseluruhan PSS PLTU Pangkalan Susu yang ditala menggunakan GA bekerja lebih baik dalam meredam osilasi dibandingkan dengan PSS yang ditala tanpa menggunakan GA

5.2 Saran

Untuk tujuan pengembangan dari tugas akhir ini, kepada peneliti yang berniat melanjutkan penelitian pada subjek yang sama, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Menggunakan metode algoritma lain untuk penalaan parameter PSS seperti PSO (Particle Swarm Optimization) atau BFA (Bacterial Foraging

Algorithm)

2. Menggunakan sistem multimesin sehingga mampu mengoptimalkan sistem tenaga dalam skala yang lebih besar.


(30)

4

Pada penelitian ini jenis kestabilan yang diteliti adalah small signal stability, yaitu kestabilan sistem tenaga saat mengalami gangguan-gangguan yang kecil. Berbeda dengan gangguan transien yang jarang terjadi, gangguan kecil pada sistem tenaga sering muncul sebagai dampak dari dinamika sistem tenaga itu sendiri. Gangguan kecil pada sistem tenaga contohnya adalah perubahan beban pada pembangkit yang mengakibatkan osilasi pada kecepatan putar generator sehingga mengganggu keserempakan dari sistem tenaga.

2.1.1 Sudut Rotor (δ)

Pada sistem dengan interkoneksi, rotor dari semua generator sinkron harus berputar pada kecepatan yang sama (serempak). Selama operasi keadaan mantap, daya listrik yang keluar dari generator harus seimbang dengan daya mekanis yang masuk ke generator.

Daya input mekanis ke generator adalah hasil perkalian antara torsi dan kecepatan rotor, PM = TMω. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 2.1, torsi elektrik akan muncul untuk melawan torsi mekanis karena ada beban yang disuplai oleh generator, untuk mempertahankan operasi dalam kondisi tunak, setiap saat nilai torsi mekanik Tm harus seimbang dengan torsi elektrik Te [4].

Gambar 2.1 Interaksi torsi mekanik dan elektrik pada generator [4]

Saat mengalami gangguan kecil, seperti variasi jumlah beban dan pembangkitan pada sistem tenaga, daya output elektrik dari generator berubah


(31)

5

dengan cepat, tetapi daya mekanik yang masuk ke generator berubah dengan lambat. Karena adanya perbedaan respon kecepatan, muncul perbedaan temporer pada keseimbangan daya (mekanik dan elektrik) pada rotor, menyebabkan rotor mengalami percepatan atau perlambatan, tergantung pada perbedaan nilai Tm dan Te. Karena kecepatan rotor berubah, maka sudut relatif rotor juga berubah. Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara sudut rotor, δ, GGM stator, F1, dan GGM rotor, F2.

Sudut rotor, δ, adalah sudut antara GGM rotor, F2, dan resultan vektor F1 dan F2, yaitu R.

Gambar 2.2 GGM rotor, stator, resultan GGM dan sudut torsi [4] 2.1.2 Osilasi pada SMIB

Untuk menganalisis fenomena osilasi kecil pada generator sinkron, suatu pembangkit dapat dimodelkan menjadi bentuk Single Machine Infinite Bus (SMIB) yang merupakan sebuah pembangkit tunggal yang menyuplai daya ke suatu jaringan listrik yang sangat besar sehingga diwakilkan oleh bus tak hingga. Pemodelan generator menjadi SMIB diperkenalkan oleh Heffron dan Phillips pada 1952 dan telah terbukti memberikan hasil yang baik dalam analisis small signal stability [5].

Dalam pemodelan SMIB yang digunakan untuk analisis small signal stability dilakukan asumsi-asumsi sebagai berikut [5]:


(32)

6 b) Redaman dari stator diabaikan c) Tahanan stator dianggap nol

d) Generator dianggap sebagai sumber tegangan konstan

e) Sudut rotor sama dengan sudut fasa tegangan output generator

Gambar 2.3 Pembangkit tunggal terhubung ke bus tak hingga [5]

Gambar 2.3 menunjukkan generator yang terhubung ke bus tak hingga, Vt adalah tegangan terminal generator yang diasumsikan konstan saat sebelum gangguan dan Vinf adalah tegangan pada bus tak hingga. Vt lead terhadap tegangan

bus tak hingga sejauh δ° yang terus berubah selama rotor berosilasi pada saat

gangguan [1, 5].

Arus yang mengalir pada sistem tenaga adalah [1] :

(2.1)

Daya kompleks generator diberikan dengan [1] :

(2.2)

Tahanan stator diabaikan agar torsi elektrik Te sama besarnya dengan daya listrik P, sehingga [1] :

(2.3)


(33)

7

(2.4)

Menggunakan swing equation [1] :

(2.5)

(2.6)

dimana adalah deviasi kecepatan sudut rotor dalam satuan per unit, δ adalah sudut rotor dalam radian, adalah base kecepatan sudut rotor dalam radian per detik dan p adalah operator diferensial d/dt dengan t dalam detik.

Linearisasi Persamaan (2.5) menghasilkan dan substitusi Te dari Persamaan (2.4) menghasilkan [1]:

(2.7) dimana Ks adalah koefisien torsi sinkronisasi sebagai berikut [1]:

(2.8)

linearisasi Persamaan (2.7) menghasilkan [1]:

(2.9)

persamaan (2.7) dan (2.9) jika dituliskan dalam bentuk matriks menjadi [1]:

(2.10)

Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa deviasi kecepatan sudut rotor bergantung pada parameter sistem yaitu D, H, R, jXL dan kondisi operasi awal yang diwakilkan dengan Vt dan . Matriks pada Persamaan (2.10) dapat dibentuk menjadi Gambar 2.4 untuk menjelaskan osilasi rotor dalam small signal stability [1].


(34)

8

m

T

e

T

Hs * 2 1

D

Ks

s

0

+

_

+

Gambar 2.4 Diagram blok SMIB sederhana [5] Diagram blok pada Gambar 2.4 memberikan [1]:

(2.11)

Persamaan (2.11) disusun kembali menjadi [1]:

(2.12)

persamaan karakteristik dari Persamaan (2.14) adalah [5]:

(2.13)

Persamaan (2.13) sudah dalam bentuk umum seperti Persamaan (2.14) berikut [5]:

(2.14)

dengan akar-akar dari Persamaan (2.16) adalah [5]:

(2.15)

akar-akar pada Persamaan (2.15) adalah frekuensi natural dari rotor yaitu [5]:

(2.16)

dan rasio redaman adalah [1]:


(35)

9 maka frekuensi osilasi adalah [1]:

(2.18) Persamaan (2.14) sampai (2.18) menunjukkan bahwa osilasi pada rotor

generator sinkron akan muncul jika ζ < 1, sedangkan osilasi pada SMIB tidak akan

muncul jika mengikuti Persamaan (2.19) [1] :

(2.19)

Persamaan (2.19) menunjukkan bahwa osilasi pada SMIB bergantung pada nilai D, Ks, H dan ω0. Karena D, H dan ω0 nilainya tetap maka osilasi bergantung pada nilai Ks. Ks adalah torsi sinkronisasi berupa torsi elektrik yang rumusnya diberikan pada Persamaan (2.20) [1].

(2.20)

dimana:

K1 : Konstanta sinkronisasi torsi mekanik dan torsi elektronik

K2 : Konstanta efek perubahan tegangan internal generator terhadap Tm : Perubahan sudut rotor

: Perubahan fluks rangkaian medan

Penjelasan mengenai Konstanta K1 dan K2 pada Persamaan (2.20) akan diberikan pada subbab selanjutnya yaitu pembuatan model lengkap SMIB.

Berdasarkan frekuensi yang dihitung menggunakan Persamaan (2.18), osilasi pada sistem tenaga terbagi atas beberapa jenis. Jenis – jenis osilasi pada sistem tenaga dengan interkoneksi dan saluran transmisi yang banyak adalah sebagai berikut [4]:


(36)

10

Gambar 2.5 Osilasi antar-unit (inter-unit oscillations) [4]

Inter-unit oscillations – Jenis osilasi ini secara umum melibatkan dua atau lebih generator sinkron pada sebuah pembangkit tenaga listrik. Generator pada Gambar 2.5 saling berayun satu sama lain, dengan frekuensi berkisar antara 1.5 sampai 3.0 Hertz.

Gambar 2.6 Osilasi mode lokal (local-mode oscillations) [4]

Local mode oscillations – Osilasi ini terjadi antara satu atau lebih generator sinkron pada pembangkit relatif terhadap sistem tenaga atau pusat beban seperti yang tampak pada Gambar 2.6. Rentang frekuensinya dari 0.7 - 2 Hertz. Jenis osilasi ini akan semakin menjadi masalah saat pembangkit dalam kondisi beban dan sistem transmisi dengan reaktansi yang tinggi.

Gambar 2.7 Osilasi antar-area (inter-area oscillations) [4]

Inter-area oscillations – Osilasi ini melibatkan kombinasi dari ayunan beberapa mesin pada suatu bagian sistem tenaga terhadap bagian lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Frekuensinya berada pada rentang dibawah 0.5 Hertz. 2.2. Model SMIB Lengkap


(37)

11

Gambar 2.4 menunjukkan diagram blok SMIB yang paling sederhana, dalam penelitian ini ditambahkan pengendali eksitasi berupa AVR (Automatic Voltage

Regulator) sehingga diagram blok SMIB menjadi seperti Gambar 2.5 berikut ini:

a A

sT K

1 1 ( '0* 3)

3 K T s K d

K2 2*1Hs s

06 K   5 K 4 K 1 K R sT1 1 _ + + + _ _ + + + m Te Tr   +   t Efd E1 vfd        D + AVR Blok A

Blok B Blok C

Beban

Gambar 2.8 Diagram blok SMIB + AVR [1]

Blok A pada Gambar 2.8 menunjukkan dinamika gerak mekanik dari rotor generator, fungsi transfer pada bagian ini adalah rumus dari Persamaan (2.7) [2]. K1 merupakan variabel sinkronisasi, yang berfungsi sebagai penyeimbang torsi mekanik ataupun elektrik. Fungsi transfer dalam blok B menyatakan proses yang terjadi di AVR. Perubahan beban menyebabkan penurunan tegangan baik tegangan output generator maupun tegangan internal generator (diwakili oleh K5 dan K6).

Perubahan tegangan ini akan membuat AVR mengatur kembali tegangan medan agar menstabilkan tegangan. Reduksi fluksi medan (reaksi jangkar) terjadi akibat perubahan tegangan output generator (diwakili oleh K4). Fungsi transfer pada blok C menyatakan hubungan tegangan internal generator dengan tegangan di rangkaian medan. Ini merupakan model paling sederhana dari AVR. Variabel K2 mewakili efek dari perubahan tegangan internal generator terhadap torsi mekanik.


(38)

12

K1-K6 adalah variabel transfer yang besarnya tergantung pada konfigurasi jaringan dan pembebanan generator [2]. Nilai K1-K6 dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut ini [6]:

(2.21)

(2.22)

(2.23)

(2.24)

(2.25)

(2.26)

dimana :

(2.27)

Vinf : tegangan bus tak hingga


(39)

13

Re : jumlah resistansi antara generator dan bus tak hingga Xe : jumlah reaktansi antara generator dan bus tak hingga

α : sudut antara tegangan dan arus generator Xd : reaktansi stator sumbu d

X’d : reaktansi transien stator sumbu d

Model sistem tenaga pada Gambar 2.7 digunakan untuk mencari keterlambatan fasa yang harus dikompensasi oleh PSS dengan cara sebagai berikut [2]:

(2.28)

(2.29)

(2.30)

Persamaan (2.28) digunakan untuk menghitung frekuensi natural sistem, sedangkan Persamaan (2.29) digunakan untuk menghitung frekuensi osilasi pada sistem tenaga yang teredam akibat adanya rasio yang dihitung menggunakan Persamaan (2.30). Keterlambatan fasa yang dihasilkan oleh SMIB selanjutnya dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini [2]:

(2.31)

θSMIB yang dihitung menggunakan Persamaan (2.31) adalah keterlambatan fasa saat terjadi osilasi, keterlambatan fasa ini dikompensasi oleh PSS agar osilasi yang timbul dapat diredam dengan baik.


(40)

14

Power System Stabilizer (PSS) adalah perangkat kendali pada sistem eksitasi

yang berfungsi untuk memberikan redaman terhadap osilasi elektromekanis yang timbul pada generator. PSS meredam osilasi dengan membangkitkan komponen torsi elektronik yang sefasa dengan deviasi kecepatan rotor, sehingga dapat mengembalikan rotor ke putaran sinkronnya. Dalam menghasilkan torsi redaman, PSS bekerja dengan mengolah satu atau lebih dari sinyal input berupa daya output generator, kecepatan rotor dan sudut daya [1].

Gambar 2.9 Skematik generator PLTU dengan AVR dan PSS [7]

Gambar 2.9 menunjukkan bahwa PSS berfungsi sebagai pemberi sinyal tambahan kepada AVR dalam mengontrol eksitasi generator, dengan sinyal input berupa kecepatan sudut rotor ω yang diukur langsung dari putaran mekanik turbin dan daya elektrik P [7]. Bagian-bagian penyusun PSS dan cara kerjanya akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

2.3.1 PSS PLTU Pangkalan Susu

Generator sinkron di PLTU Pangkalan Susu dilengkapi dengan sistem eksitasi GEC-300 Static Exciter yang diproduksi oleh Beijing Jisi Electric Co., Ltd [8].


(41)

15

Pengaturan eksitasi generator dengan GEC-300 dilakukan melalui antarmuka grafis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 [9].

Gambar 2.10 Antarmuka Grafis GEC-300 Excitation System [9]

PSS yang terdapat pada GEC-300 direpresentasikan dalam model matematis yang ditunjukkan dalam diagram blok pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Power System Stabilizer di generator PLTU Pangkalan Susu [8]

Berdasarkan standar IEEE 421.5 tahun 1992, PSS pada GEC-300 adalah tipe PSS 2A dengan 2 masukan sinyal AC yaitu daya listrik dan kecepatan sudut rotor [10].

2.3.2 Bagian-Bagian PSS di PLTU Pangkalan Susu

PSS yang dipasang pada PLTU Pangkalan Susu memiliki bagian-bagian dan cara kerja seperti berikut ini [4,11] :

1. L


(42)

16

Filter adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk melewatkan sinyal

dengan rentang frekuensi tertentu [12]. PSS di PLTU Pangkalan Susu dilengkapi dengan low-pass filter dengan frekuensi cut-off [13]:

(2.32)

Gambar 2.12 Low Pass Filter [14]

Fungsi alih rangkaian pada Gambar 2.12 adalah sebagai berikut [14]:

(2.33)

dengan: dan maka:

(2.34)

dari Persamaan (2.34) kita ketahui bahwa parameter T7 dalam Gambar 2.11 secara fisik adalah nilai RC, dengan mengatur nilai T7, kita dapat mengatur frekuensi yang masuk ke dalam PSS.

2. R

amp-track Filter

Ramp-track filter adalah low-pass filter bertingkat (multipole) yang berfungsi

untuk membatasi perubahan yang sangat cepat dari daya elektrik agar karakteristiknya mirip dengan sinyal kecepatan rotor yang bergantung pada daya mekanik yang berubah dengan lambat [13].


(43)

17

N

M

s

T

s

T

9

8

1

1

Gambar 2.13 Blok ramp-track filter [13]

Gambar 2.13 menunjukkan blok ramp-track filter yang terdapat pada Gambar 2.13, filter memiliki parameter sesuai dengan Persamaan (2.35) berikut ini [15]:

(2.35)

Melalui ramp-track filter, sinyal yang keluar dari PSS dapat meniru sinyal kecepatan putaran rotor sehingga bekerja dengan lebih akurat dibandingkan PSS yang tidak memiliki filter tersebut [13].

3. W

ashout Filter

Washout filter adalah sebuah High-Pass Filter yang berfungsi untuk

melewatkan hanya sinyal perubahan input yang cukup besar yang akan diolah oleh PSS. Filter ini memiliki frekuensi cut-off sebesar [13]:

(2.36)

Gambar 2.14 High Pass Filter [14]

Fungsi alih rangkaian pada Gambar 2.14 adalah sebagai berikut [14]:


(44)

18 dengan: dan maka:

(2.38)

dari Persamaan (2.38) kita ketahui bahwa parameter Tw1, Tw2 dan Tw3 dalam Gambar 2.11 secara fisik adalah nilai RC pada filter, dengan mengatur nilai Tw1, Tw2 dan Tw3 serta T7, maka PSS bekerja dalam wilayah kerja (bandwidth) yang bisa diatur sesuai kebutuhan.

4. L

ead-Lag Phase Compensator

Untuk meredam osilasi pada rotor, PSS harus menghasilkan sinyal torsi elektrik yang sefasa dengan perubahan deviasi kecepatan rotor. Hal tersebut membutuhkan kompensator fasa untuk mengompensasi lag antara output PSS dengan torsi elektrik yang dihasilkan [1].

Gambar 2.15 Lead-Lag Compensator [16]

Rangkaian pada Gambar 2.15 memiliki fungsi alih sebagai berikut [16]:

(2.39)

dari Persamaan (2.39) dapat diketahui kuantitas fisik parameter dalam Gambar 2.11 : Ks1 = ; T1 = ; T2 = ; T3 = ; T4 =


(45)

19

Besar fasa yang dihasilkan PSS untuk yang dihasilkan oleh lead-lag

compensator dihitung menggunakan Persamaan (2.40) berikut ini [2]:

(2.40) dimana :

: Fasa yang dihasilkan PSS

ω : frekuensi osilasi pada sistem tenaga

Penalaan PSS dilakukan dengan menentukan parameter-parameter pada tiap-tiap bagiannya sesuai dengan kondisi sistem tenaga tempatnya dipasang, oleh karena itu pemilihan penalaan PSS dilakukan setelah terlebih dahulu menentukan kondisi gangguan yang terjadi.

5. O

utput Voltage Limiter

Gambar 2.16 Pembatas Tegangan Ouput (Output Voltage Limiter) [12]

Pembatas tegangan pada PSS berfungsi untuk membatasi output PSS sehingga tidak bekerja pada keadaan yang tidak diharapkan. Pembatasan tegangan output PSS dilakukan dengan cara mengatur variabel-variabel pada Persamaan (2.41) dan (2.42) sebagai berikut [1, 12]:

Tegangan output maksimum = (V1+0.7) Volt (2.41) Tegangan output minimum = (-V2 - 0.7) Volt (2.42)


(46)

20 2.4 Genetic Algorithm (Algoritma Genetika)

Algoritma Genetika (GA) adalah teknik pencarian heuristik yang didasarkan pada gagasan evolusi seleksi alam dan genetik. Algoritma ini memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan proses evolusi. Dalam proses evolusi, individu secara terus menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan dengan lingkungan hidupnya [17].

GA diperkenalkan oleh John Holland pada tahun 1975 di Universitas Michigan untuk menyelesaikan permasalahan yang memiliki ciri sebagai berikut [17]:

1. Ruang pencarian sangat besar, kompleks, atau kurang dipahami

2. Tidak ada pengetahuan yang memadai untuk menyederhanakan ruang pencarian yang sangat besar menjadi ruang pencarian yang lebih sempit 3. Tidak ada analisis matematis yang bisa menangani ketika metode

konvensional gagal menyelesaikan masalah yang dihadapi

4. Solusi yang dihasilkan tidak harus optimal, asal sudah memenuhi kriteria sudah bisa diterima

5. Mempunyai kemungkinan solusi yang jumlahnya sangat banyak

Untuk memanfaatkan algoritma genetika, kita harus dapat menyandikan solusi dari masalah yang diberikan ke dalam kromosom pada algoritma genetika dan


(47)

21

membandingkan nilai fitness-nya. Sebuah representasi algoritma genetika yang efektif dan nilai fitness yang bermakna adalah kunci keberhasilan dalam aplikasi algoritma genetika.

Untuk memahami cara kerja GA, berikut ini beberapa istilah yang harus diketahui terlebih dahulu [17]:

a. Individu : representasi solusi dari permasalahan

b. Gen : variabel dalam solusi

c. Populasi : kumpulan dari individu dalam jumlah tertentu d. Generasi : siklus proses evolusi

e. Fitness : nilai yang menyatakan keoptimalan solusi Proses GA untuk mencari solusi adalah sebagai berikut [2, 17]:

1. Tahap penyandian (encoding), yaitu menyandikan gen dari individu. Gen dapat dikodekan kedalam tiga bentuk, namun yang digunakan pada penelitian ini adalah kode bilangan real :

a). kode biner (bilangan 0 dan 1)

contoh : 3 variabel (X1,X2,X3) dikodekan kedalam individu yang terdiri dari 3 gen yaitu X1(001), X2(010) dan X3(101).

b). kode bilangan real dimana nilai gen berada pada interval 0 sampai 1 contoh : 3 variabel (X1,X2,X3) dikodekan ke dalam individu yang terdiri dari 3 gen yaitu X1(0,5392), X2(0,6489) dan X3(0,1642).

c.) kode diskrit desimal : nilai gen berupa bilangan bulangan bulat dalam interval 0 sampai 9


(48)

22

contoh : 3 variabel (X1,X2,X3) dikodekan kedalam individu yang terdiri dari 9 gen, tiap-tiap variabel dikodekan kedalam 3 gen yaitu X1(212), X2(135) dan X3 (439).

2. Membentuk populasi awal

Untuk membentuk populasi awal, kita harus menentukan jumlah individu sebanyak N, kemudian membentuk populasi awal yang didalamnya terdapat N individu yang dengan gen didalamnya dipilih secara acak (random).

3. Memformulasikan fungsi objektif

Dalam mencari individu terbaik (solusi), maka tiap individu di dalam populasi akan dievaluasi melalui fungsi objektif. Setelah dievaluasi dengan fungsi objektif, maka tiap individu akan memiliki nilai fitness yang menyatakan kemampuan individu untuk bertahan hidup.

4. Elitisme

Elitisme adalah proses penyalinan individu yang memiliki nilai fitness terbaik pada satu proses generasi untuk mencegah hilang atau rusaknya individu tersebut pada saat proses mutasi dan kawin silang.

5. Pindah silang (crossover)

Pindah silang adalah proses memasangkan dua individu sebagai induk untuk mendapatkan anak. pindah silang yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode “pindah silang seragam”.

6. Mutasi

Mutasi adalah proses mengubah semua nilai gen yang terdapat di dalam individu, dengan menggunakan indeks probabilitas mutasi. Pada penelitian


(49)

23

Langkah-langkah nomor 1-6 diulang sampai jumlah generasi tertentu dan hasil yang terbaik sudah diperoleh. Gambar 2.17 menunjukkan diagram alir dari Genetic

Algorithm [18].

Gambar 2.17 Diagram alir Genetic Algorithm [18] BAB 3


(50)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Power System Stabilizer (PSS) adalah alat kendali tambahan yang digunakan

pada sistem eksitasi generator sinkron untuk meredam osilasi elektromekanik pada generator yang timbul akibat gangguan dan perubahan beban yang terjadi pada sistem tenaga listrik.

PSS meredam osilasi pada rotor generator dengan memberikan sinyal tambahan yang memproduksi torsi elektrik yang sefasa dengan deviasi kecepatan rotor untuk mengembalikan rotor ke kecepatan sinkron. Dalam menghasilkan torsi redaman, PSS bekerja dengan mengolah sinyal input berupa daya output generator, frekuensi output dan sudut daya [1].

Dalam penggunaannya, parameter-parameter PSS harus di tala (tuning) agar kinerjanya sesuai dengan kebutuhan serta cocok dengan karakter sistem tenaga yang dikendalikannya, sehingga mampu menstabilkan generator saat terjadi perubahan pembebanan [2].

Secara luas, penalaan PSS dilakukan dengan penentuan parameter yang membuat PSS bekerja pada kondisi yang sudah diramalkan saja, hal ini membuat PSS tidak bekerja dengan baik saat bekerja diluar kondisi yang sudah ditentukan.

Genetic Algorithm sebagai kecerdasan buatan cocok untuk menyelesaikan

permasalahan ini, karena dapat memperluas wilayah kerja PSS sekaligus mempersingkat penghitungan, sehingga dapat menghasilkan satu set parameter penalaan PSS yang efektif untuk segala kondisi pembebanan pada sistem tenaga [3].

Pada tugas akhir ini, penulis memilih PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sebagai lokasi penelitian karena pembangkit tersebut masih baru dan sistem eksitasi


(51)

2

generatornya sudah memakai PSS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penalaan PSS pada pembangkit lain yang akan dibangun, khususnya Pembangkit Unit 3 dan 4 PLTU Pangkalan Susu yang akan segera rampung pada beberapa tahun kedepan.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana cara meningkatkan stabilitas sistem tenaga menggunakan PSS serta cara penerapannya di PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu?

2. Bagaimana cara yang tepat untuk menerapkan Genetic Algorithm agar dapat digunakan untuk penalaan PSS pada PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu?

1.3 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah:

1. Menerapkan metode Genetic Algorithm pada penalaan PSS dengan studi kasus di PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu

2. Membandingkan stabilitas sistem tenaga saat sebelum dan sesudah PSS ditala menggunakan Genetic Algorithm

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah:

1. Kestabilan yang diteliti adalah small signal stability

2. Analisis dan percobaan disimulasikan menggunakan software Matlab (Simulink)


(52)

3

3. Sistem tenaga listrik yang menjadi obyek penelitian disederhanakan menjadi bentuk Single Machine Infinite Bus (SM-IB)

1.5 Manfaat Tugas Akhir

Tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan hasil penalaan PSS yang mendekati optimal, sehingga dapat meningkatkan kestabilan unit pembangkitan PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penalaan PSS pada unit PLTU di wilayah lain.

1.6 Luaran Tugas Akhir

Dari tugas akhir ini, penulis mengharapkan luaran sebagai berikut:

1. Jurnal penelitian yang dipublikasikan secara nasional dan internasional 2. Seminar penelitan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Small Signal Stability

Kestabilan sistem tenaga adalah kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan keserempakannya pada kondisi normal serta mampu mencapai kembali keserempakannya setelah mengalami gangguan [1]. Keserempakan dalam sistem tenaga dicapai jika semua generator sinkron didalamnya bekerja dengan frekuensi rotor yang sama.


(53)

i ABSTRAK

Gangguan berupa perubahan beban pada sistem tenaga dapat memicu osilasi elektromekanis pada generator yang harus segera dihilangkan. PSS bekerja dengan mengembalikan kesetaraan antara torsi mekanik dan torsi elektrik sehingga kecepatan rotor kembali ke keadaan sinkron. Penggunaan PSS pada eksitasi pembangkit harus diikuti dengan penalaan yang tepat agar memberikan hasil yang terbaik. Obyek penelitian pada tugas akhir ini adalah PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu yang dimodelkan menjadi single machine infinite bus (SMIB), dengan metode penalaan PSS menggunakan Genetic Algorithm (GA). PSS yang ditala menggunakan GA dibandingkan dengan penalaan PSS bawaan dari PLTU Pangkalan Susu melalui serangkaian kondisi pengujian yang sudah ditentukan. Hasil perbandingan menunjukkan persentasi peningkatan settling time pada kondisi penurunan beban 10% dari 16,5 detik ke 10,5. Kondisi kenaikan beban 10% settling time meningkat dari 16,5 detik ke 10,5 detik, pada kondisi penurunan beban 20% settling time naik dari 18 detik ke 12,5 detik, sedangkan pada kondisi pemutusan beban 50% settling

time naik dari 18,5 detik ke 13 detik. Hasil dari keseluruhan perbandingan

menunjukkan bahwa PSS yang ditala menggunakan GA lebih baik dari PSS yang ditala PSS dengan penalaan bawaan dari PLTU Pangkalan Susu.

Kata kunci : Power System Stabilizer, Genetic Algorithm, PLTU Pangkalan Susu


(1)

22

contoh : 3 variabel (X1,X2,X3) dikodekan kedalam individu yang terdiri dari 9 gen, tiap-tiap variabel dikodekan kedalam 3 gen yaitu X1(212), X2(135) dan X3 (439).

2. Membentuk populasi awal

Untuk membentuk populasi awal, kita harus menentukan jumlah individu sebanyak N, kemudian membentuk populasi awal yang didalamnya terdapat N individu yang dengan gen didalamnya dipilih secara acak (random).

3. Memformulasikan fungsi objektif

Dalam mencari individu terbaik (solusi), maka tiap individu di dalam populasi akan dievaluasi melalui fungsi objektif. Setelah dievaluasi dengan fungsi objektif, maka tiap individu akan memiliki nilai fitness yang menyatakan kemampuan individu untuk bertahan hidup.

4. Elitisme

Elitisme adalah proses penyalinan individu yang memiliki nilai fitness terbaik pada satu proses generasi untuk mencegah hilang atau rusaknya individu tersebut pada saat proses mutasi dan kawin silang.

5. Pindah silang (crossover)

Pindah silang adalah proses memasangkan dua individu sebagai induk untuk mendapatkan anak. pindah silang yang digunakan pada penelitian ini adalah metode “pindah silang seragam”.

6. Mutasi

Mutasi adalah proses mengubah semua nilai gen yang terdapat di dalam individu, dengan menggunakan indeks probabilitas mutasi. Pada penelitian ini metode mutasi yang digunakan adalah metode “mutasi seragam”.


(2)

23

yang terbaik sudah diperoleh. Gambar 2.17 menunjukkan diagram alir dari Genetic

Algorithm [18].

Gambar 2.17 Diagram alir Genetic Algorithm [18] BAB 3


(3)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Power System Stabilizer (PSS) adalah alat kendali tambahan yang digunakan

pada sistem eksitasi generator sinkron untuk meredam osilasi elektromekanik pada generator yang timbul akibat gangguan dan perubahan beban yang terjadi pada sistem tenaga listrik.

PSS meredam osilasi pada rotor generator dengan memberikan sinyal tambahan yang memproduksi torsi elektrik yang sefasa dengan deviasi kecepatan rotor untuk mengembalikan rotor ke kecepatan sinkron. Dalam menghasilkan torsi redaman, PSS bekerja dengan mengolah sinyal input berupa daya output generator, frekuensi output dan sudut daya [1].

Dalam penggunaannya, parameter-parameter PSS harus di tala (tuning) agar kinerjanya sesuai dengan kebutuhan serta cocok dengan karakter sistem tenaga yang dikendalikannya, sehingga mampu menstabilkan generator saat terjadi perubahan pembebanan [2].

Secara luas, penalaan PSS dilakukan dengan penentuan parameter yang membuat PSS bekerja pada kondisi yang sudah diramalkan saja, hal ini membuat PSS tidak bekerja dengan baik saat bekerja diluar kondisi yang sudah ditentukan.

Genetic Algorithm sebagai kecerdasan buatan cocok untuk menyelesaikan

permasalahan ini, karena dapat memperluas wilayah kerja PSS sekaligus mempersingkat penghitungan, sehingga dapat menghasilkan satu set parameter penalaan PSS yang efektif untuk segala kondisi pembebanan pada sistem tenaga [3].

Pada tugas akhir ini, penulis memilih PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sebagai lokasi penelitian karena pembangkit tersebut masih baru dan sistem eksitasi


(4)

2

pertimbangan dalam penalaan PSS pada pembangkit lain yang akan dibangun, khususnya Pembangkit Unit 3 dan 4 PLTU Pangkalan Susu yang akan segera rampung pada beberapa tahun kedepan.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana cara meningkatkan stabilitas sistem tenaga menggunakan PSS serta cara penerapannya di PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu?

2. Bagaimana cara yang tepat untuk menerapkan Genetic Algorithm agar dapat digunakan untuk penalaan PSS pada PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu?

1.3 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah:

1. Menerapkan metode Genetic Algorithm pada penalaan PSS dengan studi kasus di PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu

2. Membandingkan stabilitas sistem tenaga saat sebelum dan sesudah PSS ditala menggunakan Genetic Algorithm

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah:

1. Kestabilan yang diteliti adalah small signal stability

2. Analisis dan percobaan disimulasikan menggunakan software Matlab (Simulink)


(5)

3

3. Sistem tenaga listrik yang menjadi obyek penelitian disederhanakan menjadi bentuk Single Machine Infinite Bus (SM-IB)

1.5 Manfaat Tugas Akhir

Tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan hasil penalaan PSS yang mendekati optimal, sehingga dapat meningkatkan kestabilan unit pembangkitan PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penalaan PSS pada unit PLTU di wilayah lain.

1.6 Luaran Tugas Akhir

Dari tugas akhir ini, penulis mengharapkan luaran sebagai berikut:

1. Jurnal penelitian yang dipublikasikan secara nasional dan internasional 2. Seminar penelitan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Small Signal Stability

Kestabilan sistem tenaga adalah kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan keserempakannya pada kondisi normal serta mampu mencapai kembali keserempakannya setelah mengalami gangguan [1]. Keserempakan dalam sistem tenaga dicapai jika semua generator sinkron didalamnya bekerja dengan frekuensi rotor yang sama.


(6)

i

Gangguan berupa perubahan beban pada sistem tenaga dapat memicu osilasi elektromekanis pada generator yang harus segera dihilangkan. PSS bekerja dengan mengembalikan kesetaraan antara torsi mekanik dan torsi elektrik sehingga kecepatan rotor kembali ke keadaan sinkron. Penggunaan PSS pada eksitasi pembangkit harus diikuti dengan penalaan yang tepat agar memberikan hasil yang terbaik. Obyek penelitian pada tugas akhir ini adalah PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu yang dimodelkan menjadi single machine infinite bus (SMIB), dengan metode penalaan PSS menggunakan Genetic Algorithm (GA). PSS yang ditala menggunakan GA dibandingkan dengan penalaan PSS bawaan dari PLTU Pangkalan Susu melalui serangkaian kondisi pengujian yang sudah ditentukan. Hasil perbandingan menunjukkan persentasi peningkatan settling time pada kondisi penurunan beban 10% dari 16,5 detik ke 10,5. Kondisi kenaikan beban 10% settling time meningkat dari 16,5 detik ke 10,5 detik, pada kondisi penurunan beban 20% settling time naik dari 18 detik ke 12,5 detik, sedangkan pada kondisi pemutusan beban 50% settling

time naik dari 18,5 detik ke 13 detik. Hasil dari keseluruhan perbandingan

menunjukkan bahwa PSS yang ditala menggunakan GA lebih baik dari PSS yang ditala PSS dengan penalaan bawaan dari PLTU Pangkalan Susu.

Kata kunci : Power System Stabilizer, Genetic Algorithm, PLTU Pangkalan Susu