TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Pemberian Ekstrak Jamu Serbuk Terong Telunjuk Terhadap Efek Antifertilitas Pada Mencit (Mus muculus) Jantan Sebagai Obat Kontrasepsi Alternatif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Terung Telunjuk Solanum Sp. Terung Telunjuk Solanum sp. ini merupakan sejenis terung yang sering ditanam untuk dimakan sebagai lalap dengan sambal belacan. Terung telunjuk juga sering dimakan sebagai obat. Di Indonesia sendiri, terung telunjuk sering dimasak sebagai sambal Tauco atau sambal Balado. Tanaman terung telunjuk ini sangat mudah untuk ditanam dan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit akar dan dapat berbuah sepanjang masa. Wikipedia.org , diunduh dan diterjemahkan pada tanggal 13 Juli 2012 Terung telunjuk Solanum sp. berasal dari famili Solanaceae yang merupakan kumpulan terung yang asli primitif. Terung telunjuk berbentuk lonjong, hijau dengan jalur putih di bagian bawah, dengan ukuran diameter 2 sampai 3 cm, dengan panjang 8 hingga 10 cm. Terung ini awalnya ditemukan di India dan seterusnya menyebar ke seluruh kawasan tropis. Tidak banyak yang menyukai terung ini karena rasanya agak sedikit pahit. Namun jika dilihat dari sudut khasiatnya, pasti banyak yang tertegun. Terung telunjuk kaya dengan karbohidrat, protein, vitamin C, serat, kalsium dan beta karoten yang baik untuk mata. Selain dimakan sebagai lalap, terung telunjuk juga dapat dijadikan sebagai obat. Keseluruhan tanaman dari buah, daun hingga ke akar pokok bisa digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit, antaranya ialah asma, sakit gigi, bengkak gusi dan melegakan batuk. Utusan.com.my, diunduh dari 15 Juli 2012 Gambar 2.1. Buah Terung TelunjukWikipedia Menurut Wikipedia, terung telunjuk berada dalam klasifikasi genus yang sama dengan dengan Terung ungu yang mempunyai sistematika tanaman sebagai berikut :  Kingdom : Plantae  Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji  Sub Divisi : Angiospermae tumbuhan berbiji tertutup  Kelas : Dicotyledonae tumbuhan berkeping dua  Ordo : Solanales  Famili : Solanaceae  Genus : Solanum  Species : Solanum sp. Wikipedia, diunduh tanggal 13 Juli 2012 2.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Tanaman Terung Secara Umum Kandungan khasiat terung agak sederhana. Dalam tiap 100 gram g bahagian yang boleh dimakan mengandungi: air 91.2 g, protein 1.7 g, lemak 0.1 g, karbohidrat 5.6 g, serat 1.0 g, kalsium 25 miligam mg, fosforus 20 mg, ferum 0.6 mg, karotena 90 ug, vitamin A 15 ug, vitamin B1 0.07 mg, vitamin B2 0.05 mg, niasin 0.7 mg dan vitamin C 18.4 mg. Wikipedia.org , diunduh dan diterjemahkan pada tanggal 13 Juli 2012 Penelitian menunjukkan bahwa dalam buah terung terdapat bahan kontrasepsi alami, terutama dalam jenis Solanum khasianum, dan Solanum gandiflorum mengandung senyawa alkaloid berupa Solasodin dalam jumlah yang tinggi, yaitu antara 2,0 hingga 3,5 . Senyawa tersebut merupakan bahan baku untuk kontrasepsi oral untuk progam keluarga berencana. Sunarjono, 2004 Gambar 2.2. Solasodin yang terdapat pada buah terung http:lipidbank.jp, di akses tanggal 18 Desember 2012 Alkaloid steroid solasodin bersifat kompetitif terhadap reseptor Folicle Stimulating Hormone FSH sehingga pelepasan FSH dari hipofisis akan terganggu.Soehadi dan Santa, 1992 FSH berperan sebagai mediator untuk mengikat androgen dalam spermatogenesis. Jika FSH terganggu maka spermatogenesis menjadi terhambat Ghufron dan Herwiyanti, 1995 dan menurunkan kualitas spermatozoa yang dihasilkan. Menurut Kapsul2011, kualitas spermatozoa yang dihasilkan akan menentukan fertiitas pria. Jika kualitas spermatozoa menurun maka fertilitasnya juga akan menurun. Penurunan fertilitas ini menunjang pemanfaatan terong telunjuk sebagai bahan antifertilitas, namun sangat diharapkan agar penggunaan terong telunjuk ini tidak akan menurunkan produksi tetosteron agar tidak menurunkan libido. 2.3 Ciri – Ciri dan Data Biologis Mencit Mus Musculus L. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek hewan penelitian adalah Mencit Mus Musculus L.. Mencit biasanya disebut dengan panggilan tikus putih, dan sering digunakan di laboratorium. Mencit memiliki cirri – ciri : Mata berwarna merah, dengan kulit berpigmen, dan berat badan bervariasi yang pada umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18 - 20 gam. Mencit dewasa akan mempunyai berat sekitar 30 – 40 gam pada umur enam bulan atau lebih. Sekarang ini mencit memiliki berbagai warna bulu yang timbul dan berbagai macam galur Smith, 1988. Tabel 2.1 Data biologis mencit di laboratorium Lama hidup 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun Lama produksi ekonomis 9 bulan Lama bunting 19-21 hari Kawin sesudah beranak 1 sampai 24 jam Umur disapih 21 hari Umur dewasa 35 hari Umur dikawinkan 8 minggu jantan dan betina Berat dewasa 20-40 g jantan; 18-35 g betina Jumlah anak Rata-rata 6, bisa 15 Suhu rektal 35-39oC rata-rata 37,4oC Pernafasan 140-180menit, turun menjadi 80 dengan anestasi, naik sampai 230 dalam stress Denyut jantung 600-650menit, turun menjadi 350 dengan anestesi, naik sampai 750 dalam stress Tekanan darah 130-160 sistol; 102-110 diastol, turun menjadi 110 sistol, 80 diastol dengan anestesi Konsumsi oksigen 2,38-4,48 mlgjam Volume darah 75-80 mlkg Sumber : Smith, 1988 Mencit membutuhkan makanan sekitar 3 – 5 gram perhari. Biasanya mencit laboratorium diberi makan berupa pelet dalam jumlah tanpa batas ad libitum. Komposisi makanan yang baik bagi mencit adalah: protein, 20-25; lemak, 10-12; pati, 45-55; serat kasar, 4 atau kurang; dan abu, 5-6. Selain itu makanan mencit harus berisi vitamin A 15.000-20.000 IUKg; vitamin D 5000 IUKg; alfa-tokoferol 50 mgKg; asam linoleat 5-10 gKg; tiamin 15-20mgKg; riboflavin 8 mgKg; pantotenat 20 mgKg; vitamin B12 30 ugKg;biotin 80-200 ugKg; pirridoksin 5 mgKg; inositol 10-1.000 mgKg; dan kolin 20 gKg. Setiap hari mencit dewasa membutuhkan minum 4-8 ml air. Air minum yang baik untuk mencit dapat ditambahkan obat supaya steril yaitu klor dalam bentuk kloramin 5 mgliter air, atau natrium hipoklorit, 5-10 ppm dalam air Smith, 1988. Sistem reproduksi pada mencit betina terdiri atas: kelenjar betina ovarium, saluran reproduksi dan kelenjar assesori pada umur 10-12 minggu, mencit jantan maupun betina sudah mencapai kematangan seksual. Periode aktivitas reproduksi berlangsung sejak umur dewasa seksual yang mencapai sampai mencit berumur 14 bulan dan biasa lebih lama lagi pada mencit jantan. Seperti pada mamalia betina pada umumnya , mencit betina hanya akan berkopulasi dengan mencit jantan selama fase estrus, yaitu ketika sel telurnya telah siap untuk dibuahi. Kadang-kadang kopulasi dapat terjadi pada waktu antara 5 jam sebelum ovulasi sampai 8 jam setelah ovulasi. Fase estrus mencit dapat ditentukan dengan melihat ciri alat kelamin luarnya yaitu vulva yang membengkak dan berwarna kemerahan. Untuk lebih meyakinkan, fase estrus dapat diketahui dengan membuat apusan vagina. Banyaknya sel-sel epitel menanduk pada apusan vagina menunjukkan bahwa mencit berada pada fase estrus. Biasanya fase estrus mencit dimulai pada tengah malam dan kopulasi alami terjadi sekitar pukul 02.00 menjelang pagi. Sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada waktu kopulasi akan mencapai oviduk dalam beberapa menit. Mobilitas dan viabilitas sperma dipertahankan selama 8 jam setelah ovulasi. Keberhasilan perkawinan mencit ditandai dengan adanya sumbat vagina merupakan hari kehamilan ke-0. Zigot akan mengalami perkembangan menjadi embrio. Segala kebutuhan embrio diperoleh melalui induk melalui organ ekstra embrio yaitu plasenta. Pembentukan plasenta dimulai dari kehamilan ke-8,5. Periode kehamilan mencit biasanya berlangsung 9-21 hari http:evykingbio.blogspot.com, diakses 18 Desember 2012. 2.4 Sistem Reproduksi Hewan Jantan Mamalia Menurut yatim 1996 pada hewan jantan mamalia organ-organ membentuk sistem reproduksi terdiri dari gonad testis, kelenjar prostat, vesicular seminalis, bubouretralis, littre. Penis dan pembuluh epididimis, vas deferens, urethra. Sistem reproduksi hewan jantan mamalia dapat ditunjukkan pada gambar 2.2. Karena testis merupakan organ utama yang berperan dalam proses spermatogenesis maka penulis beranggapan perlu dibuat subbab khusus tentang sistem reproduksi sebagaimana ditunjukkan dengan gambar dibawah ini : Gambar 2.3 Sistem Reproduksi Hewan Jantan Mamalia Turner, 1988 2.5 Hormon Yang Diproduksi Oleh Hewan Jantan Mamalia Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang kesemuanya disebut androgen. Hormon yang paling penting adalah hormon androgen dan testosteron. Fungsi testosteron adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubuli seminiferi, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori prostata, vesikularis dan bulbouthrealis dan merangsang pertumbuhan sifat jantan. LH merangsang sel Leydig untuk memproduksi androgen. Suatu reaksi yang menyebabkan meningkatnya kadar testosteron dalam tubuh. Proses pendewasaan spermatozoa dalam tubuli seminiferi dan kegiatan metabolisme dalam kelenjar-kelenjar kelamin Partodihardjo, 1992. Sel-sel leydig atau sel-sel interstisial yang terletak antara tubulus semineferus adalah tempat utama sintesis steroid dalam testis yang dipercepat dengan LH. Testosteron dan dehidrotestosteron adalah hormon androgen yang paling penting memicu pertumbuhan penis, vas deferen, vesikula seminalis, kelenjar prostat epidedimis dan sifat kelamin sekunder pada jantan Soewolo,2000. Menurut Partodihardjo 1992, sebagai pengatur seksual jantan dibantu oleh beberapa hormon yaitu hormon testosterton, hormon gonadotropin, FSH dan LH. Hormon Gonadotropin adalah hormon-hormon yang menunjang aktifitas gonad, sedangkan Hormon FSH adalah hormon yang memiliki reseptor pada sel tubulus semineferus dalam proses spermatogenesis. Hormon LH adalah hormon yang merangsang sel interstisial pada laki-laki. Hormon Testosteron adalah hormon yang di produksi oleh testis. Hormon ini bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan karakteristik seks sekunder jantan, yaitu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan genetalia jantan, bertanggung jawab atas pendistribusian rambut yang menjadi ciri jantan, dan Perbesaran dan perpanjangan laring serta penebalan pita suara Campbell, 2004. Hormon Testosteron juga bertanggung jawab dalam meningkatkan ketebalan dan tekstur kulit, meningkatkan aktifitas keringat, meningkatkan masa tulang dan otot meningkatkan jumlah sel darah merah dan laju metabolik dasar Partodihardjo, 1992. Gambar 2.4. Hormon Testosteron diunduh dari Wikipedia Agustus, 2012 Spermatogenesis membutuhkan kerja stimulasi kedua hormon gonadotropin yaitu LH Luteinizing Hormone dan FSH Follicle Stimulating Hormone. LH berfungsi menstimulasi sel Leydig untuk memproduksi hormone testosteron di dalam testis. Selanjutnya fungsi FSH untuk merangsang testis dan memacu proses spermatogenesis, yaitu pembentukan spermatogonia menjadi spermatid. Selain itu FSH juga berfungsi untuk merangsang sel sertoli dalam pembentukan protein pengikat androgen ABP dimana protein ini berperan dalam pengangkutan testosteron ke dalam tubulus seminiferus dan epididimis. Mekanisme ini penting untuk mencapai kadar testosteron yang dibutuhkan untuk terjadinya spermatogenesis. Oleh karena itu metode kontrasepsi hormonal pria dapat berperan menurunkan jumlah sperma melalui penekanan sekresi gonadotropin yang berakibat menurunkan testosteron testis dan menghambat spermatogenesis Ganong, 1983. Hormon yang dapat menekan produksi spermatozoa, antara lain analog gonadotropine releasing hormone GnRH, hormon-hormon seperti androgen, progestine dan estrogen. Beberapa jenis hormon steroid yang telah terbukti mampu menekan spermatogenesis juga terdapat pada tumbuhan steroid nabati Wilopo, 2006. 2.6 Proses Spermatogenesis Spermatogenesis adalah proses perkembangan spermatogenia menjadi spermatozoa dan berlangsung sekitar 64 hari. Spermatogonia terletak berdekatan dengan membran basalis tubulus semineferus yang berpoliferensiasi menjadi spermatosis primer. Setelah itu mengalami pembelaan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Tahap akhir spermatogenesis adalah maturasi spermatid menjadi spermatozoa sperma Junquiera, 1980. Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu 35,5 hari atau spermatogenesis akan selesai menempuh 4 kali daur epitel seminiferus. Lama satu kali daur epitel seminiferus pada mencit adalah 207 jam ± 6,2 jam. Oakberg, 1957 dalam Rugh, 1968 Secara umum spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan, tahap pematangan dan tahap transformasispermiogenesis. Pada spermatogenesis, Follicle stimulating hormone FSH memiliki peranan yang penting, yaitu berperan dalam menstimulasi kejadian awal spermatogenesis diantaranya proliferasi spermatogonia, peranan ini ditunjukkan dengan fungsi FSH untuk menstimulasi pertumbuhan sel germinatif dalam tubulus seminiferus Ghufron, 1995. Pada tahap proliferasi, spermatogonium mengalami pembelahan mitosis menjadi spermatogonia tipe A selama tiga mitosis pertama, kemudian menjadi spermatogosia tipe intermediet setelah pembelahan ke empat dan menjadi spermatogonia tipe B setelah pembelahan ke lima. Selama tahap pertumbuhan spermatogonia mengalami pertambahan volume. Spermatogonia tipe B kemudian tumbuh membentuk spermatosit I primer. Pada tahap pematangan, spermatosit primer akan mengalami pembelahan reduksional meiosis. Selama pembelahan meiosis, FSH sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelahan meiosis. Nurliani 2005, menjelaskan bahwa pembelahan meiosis yang dialami oleh spermatosit primer dimulai dari meiosis I dilanjutkan ke meiosis II. Dari masing-masing fase pembelahan ini masih dibagi lagi ke dalam beberapa tahap, yaitu: profase, metafase, anafase dan telofase. Tahap profase I meiosis I merupakan tahap yang sangat panjang sehingga dikelompokkan lagi dalam lima stadia, yaitu: leptotene, zigotene, pakhitene, diplotene, dan diakinesis. Menurut Campbell 2004 ciri dari masing-masing stadia sebagai berikut: a Lepototene memperlihatkan kromosom sebagai benang panjang, sehingga masing-masing kromosom belum dapat dikenal; bZigotene memperlihatkan bahwa kromosom-kromosom homolog berpasangan; c Pakhitene merupakan stadia yang paling lama dari profase I meiosis, benang-benang kromosom tampak semakin jelas karena adanya kontraksi dari kromosom sehingga kromosom tampak semakin menebal. Pada stadia ini berlangsung proses biologis yang sangat penting yaitu pindah silang “Crossing over”. Pada stadia ini spermatosit primer mudah mengalami kerusakan dan degenerasi yang sangat luas Campbell, 2004; d Diplotene ditandai dengan memisahnya kromatid-kromatid yang semula berpasangan membentuk bivalen; e Diakinesis yang merupakan stadia terakhir memperihatkan kromosom-kromosom makin memendek dan kiasmata semakin jelas. Dari meiosis I akan dihasilkan dua sel anak spermatosit sekunder, masing-masing berisi satu set kromosom tunggal. Proses spermatogenesis ditunjukkan oleh gambar 2.4. Gambar 2.5. Proses Spermatogenesis Yatim, 1996 2.7 Proses Spermiogenesis Spermatid mengalami metamorfosis dan mengalami perubahan menjadi spermatozoa muda. Inti spermatid berada dibagian anterior sel dekat perifer tubuli seminiferi dan jauh dari lumennya Salisbury, 1987. Spermiogenesis disebut juga tahap transformasi yaitu tahap perubahan bentuk dan komposisi spermatid yang bundar menjadi bentuk cebong yang memiliki kepala, leher dan ekor serta berkemampuan untuk bergerak motil Yatim, 1996. Menurut Junquiera 1980 menjelaskan proses spermiogenesis diawali pada aparatus golgi membentuk ganula proakrosomal. Ganula yang tersebar menyatu menjadi ganula yang besar, kemudian ganula akrosomal terdapat dalam membran yang dinamakan vesikel akrosomal. Secara serentak sentriola bermigasi ke kutub posterior spermatid. Dari salah satu sentriola timbul flagelum bergelombang pada permukaan sel untuk membentuk ekor spermatozoa gambar sentriola lain bermigasi membentuk leher sekitar bagian permulaan ekor. Sitoplasma akan bergeser ke arah flagelum dan meliputi bagiannya. Proses ini berlangsung pada bagian sitoplasma. Sitoplasma yang tidak digunakan dalam proses pembentukan spermatozoa dibuang dari sel sebagai bahan residu yang difagosit dan dicernakan oleh sel-sel sertoli. Gambar 2.6. Proses Spermiogenesis Campbell, 2004 direvisi dan diterjemahkan oleh Edyanto Junquiera 1980 menjelaskan proses spermiogenesis adalah sebagai berikut: 1. Aparatus golgi membentuk ganula proakrosomal yang kaya dengan karbohidrat pada pertama kali terjadi. Ganula-ganula yang tersebar bersatu menjadi ganula yang besar, sedangkan ganula akrosomal terdapat dalam membran yang dinamakan vesikel akrosomal gambar 1-2. 2. Secara serentak sentriol bermigasi ke kutub posterior spermatid. Dari salah satu sentriol timbul flagelum bergelombang pada permukaan sel untuk membentuk ekor spermatozoa gambar 3-4 sentriola lain bermigasi membentuk leher sekitar bagian permulaan ekor. 3. Pada saat yang sama sitoplasma bergeser ke arah flagelum dan meliputi bagian tersebut. Waktu proses ini berlangsung bagian-bagian sitoplasma yang tidak digunakan dalam proses pembentukan spermatozoa dibuang dari sel sebagai bahan residu yang difagosit dan dicernakan oleh sel-sel sertoli gambar 5-6. 2.8 Mekanisme Kehamilan dan Proses Terjadinya Fusi Sel Gambar 2.7 Tampilan Bagian Sel Ovum dan Tahapan Fusi Sel Sperma dan Sel Ovum aejos.com, diakses 18 Desember 2012 Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak dapat diabaikan Cunningham, 2006. Fertilisasi pembuahan adalah penyatuan ovum oosit sekunder dan spermatozoa yang biasanya berlangsung diampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk mencapai ovum, sperma harus melewati korona radiata lapisan sel diluar ovum dan zona pelusida suatu bentuk glikoprotein ekstraselular, yaitu lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membran nukleusnya, yang tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitokondria pada manusia berasal dari ibu maternal. Masuknya spermatozoa kedalam vitelus membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya pembelahan mieosis kedua sesudah anafase kemudian timbul telofase dan benda kutub polar body kedua menuju ruang perivitelina. Ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang haploid Sarwono, 2008. Kedua pronukleus saling mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin; pada seorang laki-laki satu X dan satu Y. sesudah pembelahan kematangan, maka ovum matang mempunyai 22 kromosom otosom serta 1 kromosom X. Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom X akan tumbuh sebagai janin perempuan, sedangkan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan tumbuh sebagai janin laki-laki. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dan selama tiga hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus, sehingga volume vitelus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian, zona pelisida tetap utuh, atau dengan kata lain, besarnya hasil konsepsi tetap utuh. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisial tuba bagia-bagian tuba yang sempit dan terus disalurkan kearah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut blastokista, suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah trofoblas dan dibagian dalamnya disebut massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi implantasi, produksi hormon kehamilan, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal ke dalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak tropoblas terbentuk, produksi hormon human chorionic gonadotropin hCG dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium akan menerima resesif dalam proses implantasi embrio Sarwono, 2008. Setelah proses implantasi selesai, maka pada tahap selanjutnya akan terbentuk amnion dan cairan amnion. Amnion pada kehamilan aterm berupa sebuah membran yang kuat dan ulet tetapi lentur. Amnion adalah membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi sekitar hari ke-7 atau ke-8 perkembangan mudigah. Secara jelas telah diketahui bahwa amnion tidak sekedar membran avaskular yang berfungsi menampung cairan amnion. Membran ini aktif secara metabolis, terlihat dalam transpor air dan zat terlarut untuk mempertahankan homeostatis cairan amnion, dan menghasilkan berbagai senyawa bioaktif menarik, termasuk peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitoin Cunningham, 2006. Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini terutama terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Volume cairan amnion pada setiap minggu gestasi cukup berbeda-beda. Secara umum, volume cairan meningkat 10 ml perminggu pada minggu ke-8 dan meningkat sampai 60 ml perminggu pada minggu ke-21, dan kemudian berkurang secara bertahap hingga kembali ke kondisi mantap pada minggu ke-33. Dengan demikian, volume cairan biasanya meningkat dari 50 ml pada minggu ke-12 menjadi 400 ml pada pertengahan kehamilan dan 1000 ml pada kehamilan aterm Cunningham, 2006. Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Cairan amnion ini berfungsi sebagai bantalan bagi janin, yang kemungkinan perkembangan sistem muskuloskletal dan melindungi pertahanan suhu dan memiliki fungsi nutrisi yang minimal Cunningham, 2006. 2.9 Tinjauan Tentang Kontrasepsi Istilah keluarga berencana KB dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disengaja untuk mengatur kehamilan serta tidak berlawanan dengan hukum yang berlaku untuk mencapai kesejahteraan hidup Attarmizi, 1999. Banyak alat kontrasepsi, yang secara garis besar dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yakni;

2.9.1 Kontrasepsi Bersifat Permanen

Kontrasepsi permanen disebut juga dengan kontrasepsi yang menetap atau tidak dapat kembali kebentuk semula irreversibel. Komtrasepsi ini dapat dilakukan dengan melakukan operasi kelamin baik pria ataupun wanita. Pada wanita dikenal dengan tubektomi, yakni pemotongan saluran tuba fallopii oviduk Gambar 1. Kadang- kadang juga dapat dilakukan dengan mengikat oviduk, sehingga ovum tidak dapat lewat dan mengahalangi pertemuannya dengan sperma, yang pada akhirnya tidak terjadi proses fertilisasi atau: pembuahan. Namun model ini dapat dikatakan semi- permanen karena dapat diakhiri kontrasepsinya dengan melepas kembali ikatan oviduk tersebut. Gambar 2.8 Kontrasepsi dengan cara tubektomi pada wanita Liewellyn, 2009 Pada pria, kontrasepsi dapat dilakukan dengan pemotongan saluran sperma pada vas deferen Gambar 2.9, sehingga apabila terjadi pengeluaran sperma akan tidak dapat keluar penis, karena terhambat pada vas deferen. Seperti tuba fallopii, vas deferen ini juga dapat diikat saja dan dapat dilepas kembali. Sebagai tempat saluran sperma, uretra di dalam penis adalah tempat terakhir sperma untuk ke luar tubuh. Selain itu uretra juga merupakan saluran air seni kandung kemih. Gambar 2.9 Alat kontrasepsi pria tubektomi = pemotongan saluran tuba Liewellyn, 2009. 2.9.2 Kontrasepsi Bersifat Tidak Permanen Kontrasepsi non-permanen disebut dengan kontrasepsi tidak tetap reversible Ada beberapa metode yang termasuk dalam cara ini, yaitu: 1. Metode dengan alat bantu, yakni : a Yang bertujuan untuk menghalangi terjadinya ovulasi dengan penggunaan hormone. i. Suntikan; dilakukan dengan menyuntik wanita subur dengan hormon setiap 3 bulan sekali, yang dapat mencegah terjadinya ovulasi. Tetapi cara ini dapat menimbulkan efek kegemukan pada beberapa pemakainya. ii. Pil KB; pil ini mengandung hormon estrogen dan progesteron yang diminum menurut kalender yang telah ditetapkan kapan harus meminumnya. Adapun efek samping dari pil KB diantaranya jerawat, tekanan darah meningkat, depresi perubahan suasana hati, sakit kepala dan migain, serangan jantung dan stroke, haid tidak teratur atau bahkan tidak mendapatkan haid selama mengkonsumsi pil KB Liewellyn, 2009, iii. Susuk atau implant; diletakkan di bawah kulit lengan, yang pada waktunya akan mencegah terjadinya ovulasi. Yang bertujuan untuk menghalangi pertemuan atau fertilisasi sperma dengan ovum atau menghalangi terjadinya proses implantasi, ada pada wanita atau pria; 1. Pada wanita. a. IUD Intra Uterine Device, dikenal dengan spiral yang dipasang dalam uterus wanita. Saat terbaik untuk memasang IUD adalah pada hari terakhir haid, 6-8 minggu setelah bersalin, dan setelah aborsi. Pada saat tersebut saluran leher rahim lebih lebar dan mudah dimasuki IUD. Efek samping adanya pendarahan diluar siklus menstruasi normal Llewellyn, 2009. b. Diafragma atau cervical cap, untuk menutupi uterus sehingga sperma tidak dapat masuk ke uterus. c. Jeli, tablet busa dan spons, bahan ini mengandung antispermisida membunuh sperma yang dimasukkan ke dalam vagina. Efek samping adalah alergi bagi beberapa orang. 2. Pada Pria a . Kondom atau karet KB, dipasang pada penis pria sebelum melakukan coitus persetubuhan. Kondom akan menahan sperma di bagian ujungnya yang mengandung spermisida membunuh sperma Ilyas, 2004. Metode ini memiliki beberapa kerugian diantaranya dianggap merepotkan, mengganggu koitus, kehilangan sensitivas. Sedangkan keuntungannya diantaranya dalam kendali pasangan tersebut, tidak ada efek sistemik, mudah didapatkan dan perlindungan terhadap penyakit menular seksual dan HIV Everett, 2007. 2. Metode Tanpa Dengan Menggunakan Alat Bantu , dapat dilakukan dengan cara; a Memperpanjang masa menyusui atau metode Amenore laktasi. Metode ini menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi sehingga berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita mempunyai bayi kurang dari 6 bulan serta menyusui penuh kemungkinan kehamilan hanya 2. Namun jika tidak menyusui penuh maka resiko untuk terjadi kehamilan akan semakin besar Everett, 2007. Secara fisiologis proses menyusui dipacu ekskresi hormon prolaktin. Sedangkanhormon prolaktin menghambat hormon yang membuat subur dan haid sehingga, menyusui penuh selama 2 tahun penuh juga merupakan bentuk pengaturan jarak kehamilan dan persalinan. Terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak antara 2 dua kelahiran dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dapat membahayakan kehidupan perempuan dan merupakan penyebab dari sepertiga kematian anak. Apa yang harus diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat tentang peraturan kelahiran. Untuk menjaga kesehatan ibu dan anak sebaiknya jarak antara dua persalinan paling sedikit 2 tahun. b Pantang berkala atau sistem kalender, dilakukan dengan menahan atau tidak melakukan hubungan suami isteri coitus pada masa subur. c Senggama terputus coitus intemrptus. Pada waktu sperma akan keluar maka tidak dibiarkan masuk ke uterus tetapi di buang ke luar uterus luar tubuh Ilyas, 2004.

2.9.3 Jamu Sebagai Kontrasepsi

Penggunaan jamu atau tumbuhan obat sebagai kontrasepsi telah lama dikenal masyarakat terutama di beberapa dareah di Indonesia. Penggunaan kontrasepsi tradisional banyak ditemukan di daerah pedesaan, yang tradisi masyarakatnya masih memegang teguh kebiasaan nenek moyangnya. Dari beberapa pustaka dan penelitian, tercatat ada 74 tanaman yang secara empiris digunakan oleh masyarakat di beberapa daerah untuk kontrasepsi. Tanaman-tanaman yang digunakan sebagai kontrasepsi tersebut mengandung senyawa-senyawa yang bersifat antifertilitas, antiesterogenik, dan antiimplantasi baik terhadap pria, wanita, maupun untuk keduanya. Dari penelitian terhadap tanaman-tanaman tersebut, ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, dan minyak atsiri. Penggunaan kontrasepsi yang berasal dari tanaman perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap sistem reproduksi pria dan wanita. Ada beberapa tanaman yang dapat mengakibatkan kemandulan, tetapi ada pula tanaman yang pengaruhnya terhadap sistem reproduksi bersifat sementara sehingga jika tidak digunakan lagi, sistem reproduksinya kembali normal dan tidak terjadi kemandulan. Tanaman Obat yang digunakan Sebagai Kontrasepsi Tradisional Terdapat banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai kontrasepsi, antara lain: a Pare Momordica charantia Tanaman pare mengandung senyawa golongan flavonoid yang dapat menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon tertosteron. Tingginya konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis yaitu tidak melepaskan FSH dan LH, sehingga akan menghambat spermatogenesis. Enzim tersebut juga mengkatalisis perubahan testosteron ke estradiol sehingga mepengaruhi proses ovulasi. Ekstrak pare khususnya biji juga mengandung senyawa sitotoksik seperti saponin, momordikosida triterpen, dan cucurbitacin yang dapat menurunkan kualitas dan jumlah sel sperma. b Kunyit Curcuma domestica Kunyit mengandung senyawa golongan terpen dan minyak atsiri yang bekerja pada proses transportasi sperma. Minyak atsiri dapat menggumpalkan sperma sehingga menurunkan motilitas dan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat tercegah. Kunyit juga mengandung tanin yang kerjanya hampir sama dengan minyak atsiri yaitu menggumpalkan semen. c Kacang Ercis kacang polong Minyak kacang ercis atau kacang polong efektif dalam manghalangi aktivitas spermatozoa karena mengandung senyawa m-xilohidroksiquinon. Senyawa ini digolongkan dalam senyawa antifertilitas nonsteroida. Untuk membatasi kehamilan, dianjurkan mengkonsumsi kacang ercis 200-250 gam pada hari ke 16 dan 21 siklus haid. d Kapas Gossypium sp. Biji kapas yang diolah menjadi minyak merupakan salah satu kontrasepsi pria karena mengandung senyawa gosipol yang berperan mengurangi kesuburan sperma. e Kembang Sepatu Hibiscus rosasinensis Ektrak kembang sepatu memiliki sifat antiestrogenik, yakni mengganggu aktivitas hormon reproduksi pada wanita dan pria. Pada pria, air rebusan kembang sepatu dapat memberikan efek menghambat produksi sperma, mengganggu kesetimbangan hormon reproduksi progesteron, mengganggu fungsi endokrin, dan memperkecil ukuran testis. Tetapi pengaruh itu hanya timbul selama masih mengkonsumsi ekstrak. f Ki meyong Mallotus philippensis Ki meyong mengandung senyawa rottlerin yang bersifat antifertilitas. Penggunaan senyawa ini dengan dosis 10 mgkg berat badan, 100 efektif dalam menggagalkan pembuahan selama sepuluh hari. g Tanaman famili Leguminosae Tanaman dalam famili ini kebanyakan mengandung senyawa sparteina yang telah banyak digunakan sebagai obat kontrasepsi formal oleh dokter. h Pacing Costus speciosus Kandungan kimia yang ada di rimpang dan bijinya termasuk bahan baku obat kontrasepsi. Pacing dapat digunakan sebagai kontrasepsi pria dan wanita, karena kandungan steroid dalam pacing merupakan perkusor dan hormon estrogen yang salah satu kerjanya pada otot polos uterus merangsang kontraksi uterus, selain itu estrogen menurunkan sekresi FSH, pada sejumlah keadaan tertentu akan menghambat LH reaksi umpan balik, sehingga mempengaruhi proses ovulasi. i Kemuning Ekstrak kemuning dapat menurunkan kulaitas sperma manusia meliputi kemampuan gerak motilitas, kemampuan hidup viabilitas, dan integitas sperma. Hal ini disebabkan oleh zat yang terkandung dalam daun kemuning yang bersifat toksis, yaitu indol alkaloid. j Sirih Piper betle Pemberian ekstrak daun sirih yang mengandung alkohol secara oral pada mempunyai efek antikesuburan. Menurut penelitian, pemberian dosis ekstrak yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sperma. k Kayu Secang Caesalpinia sappan Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kontrasepsi pria karena dapat menghambat spermatigenesis dan sistem hormon. l Tumbuhan Kamunah, Kontrasepsi Alami dari Kalteng Menurut penelitian Prof Dr H Ciptadi di Palangkaraya, kebiasaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dalam menggunakan tumbuhan kamunah Croton tiglium sebagai obat untuk mengatur jarak kelahiran diakui sebagai obat kontrasepsi yang positif. Suku Dayak mengonsumsi serbuk dari batang atau air rebusan dari batang tumbuhan tersebut dan menjadikannya sebagai obat kontrasepsi tradisional. Kandungan steroid dan terpenoid dalam tumbuhan kamunah bisa dikembangkan menjadi obat-obatan untuk membantu masyarakat dalam menyukseskan progam nasional Keluarga Berencana KB. Berdasarkan uji fitokimia kandungan metabolit sekunder untuk ekstrak tumbuhan kamunah adalah positif untuk steroid dan terpenoid, dan dari analisis brine shrimp dan ekstrak tersebut menunjukkan senyawa yang sangat aktif dengan Lethal Concentration 50 LC50. Obat kontrasepsi oral yang efekif dan paling banyak digunakan sekarang ini berasal dari golongan steroid. Perbedaannya kalau menggunakan batang tumbuhan kamunah hampir tidak ada efek sampingnya. Kalteng memang kaya akan tumbuhan yang berpotensi obat, dan beberapa sudah dilakukan penelitian, termasuk tumbuhan sepang Claoxylon polot men yang diketahui mengandung obat diabetes serta tanaman sarang semut untuk beberapa jenis obat bagi kesehatan manusia. Masih banyak lagi tanaman-tanaman lain yang dapat berfungsi sebagai alat kontrasepsi alami yang terdapat disekitar kita. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kebenaran tentang manfaat tumbuhan menurut masyarakat dengan uji farmakologi dan analisis zat aktif yang khasiatnya sebagai alat kontrasepsi alamihttp:informasisehat.wordpress.com,diakses tanggal 18 Desember 2012.

2.9.4 Efek Jamu Sebagai Kontrasepsi

Meski berasal dari tumbuh-tumbuhan bahan alam yang relatif sedikit efek samping, penggunaan kontrasepsi alami tetaplah harus hati-hati. Sebab, senyawa- senyawa yang berperan sebagai kontrasepsi dapat juga memberikan efek negatif jika pemakaian berlebihan dan tidak terkontrol. Tidak semua tanaman aman digunakan untuk satu tujuan tertentu. Satu tumbuhan bisa mengandung puluhan, bahkan ratusan, senyawa kimia dengan beragam khasiat dan kegunaan. Sehingga dosis yang akan digunakan akan sangat mempengaruhi diperolehnya khasiat yang diinginkan dan efek yang tidak diinginkan. Misalnya pada pria dapat mengakibatkan kemandulan sterilitas atau ketidakmampuan membuahi pada sperma, impotensi disfungsi ereksi, dan kualitas sperma yang kurang baik atau cacat. Penggunaan kontrasepsi untuk pria perlu juga diperhatikan daya spermisidnya, sebaiknya daya spermisidnya 100 dengan waktu yang singkat, sebab jika daya bunuhnya tidak 100 dikhawatirkan sperma yang abnormal bila sempat membuahi sel telur mengakibatkan janin akan abnormal. Kehati-hatian juga diperlukan bagi wanita yang ingin menggunakan kontrasepsi alami, karena beberapa jenis tanaman bersifat mendua. Ia dapat bersifat antifertilitas, tetapi juga dapat menyebabkan keguguran abortifacien. Selain itu ada beberapa senyawa yang terdapat pada tumbuhan seperti minyak inggu, tansy, dan minyak savin, jika dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kontraksi berlebihan pada rahim sehingga dapat terjadi iritasi rahim. Penggunaan bahan alam sebagai kontrasepsi secara terkontrol dan dalam batas dosis aman dan dianjurkan, tidak akan menyebabkan efek samping yang permanen. Seperti pada penggunaan ekstrak kembang sepatu, dapat memberikan efek menghambat produksi sperma dan mengganggu fugnsi endokrin. Efek tersebut hanya timbul selama pemberian ekstrak, jika pemberian dihentikan organ reproduksi kembali normal. Penggunaan kontrasepsi alami dalam batas dosis aman yang dianjurkan, dapat menjadi alternatif dari alat kontrasepsi modern karena relatif lebih murah dan mudah didapat serta memiliki efek samping yang sangat sedikit dibandingkan dengan alat kontrasepsi modern sintesishttp:informasisehat.wordpress.com , diakses tanggal 18 Desember 2012.

2.9.5 Syarat Klinis Jamu Sebagai Kontrasepsi

Secara umum, menurut Hanafi 1996, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik ialah: Amantidak berbahaya, dapat diandalkan , sederhana sedapat-dapatnya tidak usah dikerjakan oleh seorang dokter, murah, dapat diterima oleh orang banyak, pemakaian jangka lama. Secara terpisah, Menurut Pemenkes 003 Tahun 2010 tentang Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis Pelayanan kesehatan, menerangkan : Jamu harus memenuhi kriteria: a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk jamu; b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk jamu. Dan Jamu danatau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu. Penggunaan kontrasepsi asal tanaman perlu diperhatikan sifat merusak atau pengaruhnya terhadap sistem reproduksi baik pada pria atau wanita, sebaiknya digunakan tanaman-tanamanyang pengaruhnya terhadap sistem reproduksi yang sifatnya sementara reversibel yaitu bila obat tidak digunakan lagi, sistem reproduksinya normal kembali, sehingga tidak terjadi kemandulan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh R. Sumastuti 1994, pada Curcumadomestica Vahl. terlihat gambaran jaringan testis, vesikula seminalis, prostat dan Cowper pada beberapa hewan percobaan ada bagian-bagian erosi. Demikian juga untuk tanaman Avicinia officinale L. terlihat terjadi kerusakan integitas jaringan testis42. Penggunaan kontrasepsi untuk pria perlu juga diperhatikan daya spermisidnya, sebaiknya daya spermisidnya 100 dengan waktu yang singkat beberapa detik, sebab jika daya bunuhnya tidak 100 dikhawatirkan sperma yang abnormal bila sempat membuahi sel telur mengakibatkan janin yang dikandung akan abnormal; hal tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut Winarno, 1997.

BAB III METODE PENELITIAN