Gambaran Histologis, Berat Dan Volume Testis Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) Dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa Aegyptica Roxb.)

GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI TESTOSTERON
UNDEKANOAT (TU) DAN EKSTRAK AIR BIJI
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.)

SKRIPSI

HILDA SINAGA
060805025

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI TESTOSTERON
UNDEKANOAT (TU) DAN EKSTRAK AIR BIJI
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.)


SKRIPSI

HILDA SINAGA
060805025

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

PERSETUJUAN
Judul

Kategori
Nama
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi

Departemen
Fakultas

: GAMBARAN
HISTOLOGIS,
BERAT
DAN
VOLUME
TESTIS MENCIT (Mus musculus L.)
SETELAH
PEMBERIAN
KOMBINASI
TESTOSTERON
UNDEKANOAT (TU) DAN
EKSTRAK AIR BIJI BLUSTRU (Luffa Aegyptica
Roxb.)
: SKRIPSI
: HILDA SINAGA
: 060805025
: SARJANA (S1) BIOLOGI

: BIOLOGI
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Diluluskan di
Medan, Februari 2011

Komisi Pembimbing
Pembimbing 2,

Pembimbing 1,

(Masitta Tanjung, S.Si. M.Si.)
NIP. 197109 102000 122001

(Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed)
NIP. 196602 091992 031003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU
Ketua,

(Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc)
NIP. 19630123 199003 2 001

PERNYATAAN

GAMBARAN HITOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI
TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU) DAN EKSTRAK AIR BIJU BLUSTRU
(Luffa aegyptica Roxb.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2011


Hilda Sinaga
060805025

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan
kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN
HISTOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT (Mus musculus L.)
SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT
(TU) DAN EKSTRAK AIR BIJI BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.)”, yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: bapak Prof.
Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed, dan ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si sebagai Dosen
Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan , waktu
serta perhatian selama proses penyusunan hasil penelitian ini. Ucapan terimakasih
juga ditujukan kepada ibu Dra. Emita Sabri. M.Si dan ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc
sebagai Dosen Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan
dalam penyusunan hasil penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Mayang Sari Yeanny, S.

Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis, ibu Dr. Nursahara Pasaribu,
M. Sc sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, bapak Drs. Kiki Nurtjahja,
M.Sc sebagai sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, bapak Dr. Sutarman, M.Sc
sebagai dekan FMIPA USU, bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si sebagai kepala
Laboratorium Genetika, bapak Alm. Sukirmanto, ibu Nurhasni Muluk, ibu Roslina
Ginting dan bang Ewin sebagai staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.
Ungkapan terima kasih yang mendalam penulis berikan kepada kedua
orangtua, bapak yang terkasih D. Sinaga yang telah memberikan doa, nasehat, saran,
motivasi dan kasih sayang, dan ibunda yang terkasih T. D br. Panggabean yang tidak
pernah berhenti berdoa untuk anak-anaknya, yang selalu memberikan semangat,
motivasi, didikan dan bimbingan serta kasih sayang yang berlimpah. Kepada kakak
penulis Januarmy Sinaga, S.Pd dan adik-adik penulis, Friska Sinaga, Hosianna Sinaga
Gabe Pranata Sinaga, Primadani Zendrato, Mawan Sihombing dan Samuel
Sihombing, penulis mengucapkan terimakasih buat semua doa, dukungan, motivasi
yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
seperjuangan: Desmina K. Hutabarat dan Jane Melita Keliat. Terkhusus penulis
mengucapkan terimakasih kepada: K’ Esra, K’ Rapelly, Farida, Deni, Tina Melfrien,
Anita Magdalena Kembaren, Dwi D. Yanthi Siagian, Isabella Tarigan dan B’ Frans
Simanjuntak yang telah menjadi motivator dan sahabat penulis baik suka maupun

duka.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman Dwi Augustina,
Helen, Christine, Andri, Rudi, Hariadi, Tridola, Septy, Sutrisno, Tety Delina,
Rahmiati, Diah Novita Sari, Srijayanthi, Zulfan, Sarianti, Khairul Umri, Siti, Nikmah
Ridha, Kasbi Zaini, Widya Lestari, Utari Eka, Dian Purnama Sari, Zulfa Suza, Grisa,
Afridawati, Nana, Ika, Yayan, Eva, Leni, Marzuki, Rama, Sriyanthi, Reny, Lia,
Yesvita, Rivo, Indah, Maslena dan Sulistiadi, kakak abang Bio ’05, adik-adik Bio ’07
khususnya Laura Aprilini, Eva, Katrina, Elisabet, Anggun, Maria, Putri, Rissa, Meka,
Tika dan Desi, adik-adik Bio ’08 khususnya Lia, Ina, Nina dan Dessy, adik-adik
Bio ’09 dan Bio ’10, asisten Laboratorium Genetika K’ Julita, K’ Delni, K’ Riris, K’
Maria, K’ Kalista, K’ Simlah, K’ Siti, K’ Ruth, Destry, Rani, Hanna, Rosima, Rohana,
Tombak, Dame, Maysarah, Gilang dan Eka, serta kepada PKBKB. Rasa terimakasih
penulis sampaikan atas kerjasama, motivasi, semangat, dan kebersamaan. Salam
sukses bagi kita semua.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil ini
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan hasil ini. Akhir kata semoga hasil ini bermanfaat bagi pembaca.
Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.


Medan, Februari 2011

Penulis

GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI TESTOSTERON
UNDEKANOAt (TU) DAN EKSTRAK AIR BIJI
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.)

ABSTRAK

Testosteron Undekanoat (TU) merupakan salah satu steroid yang dikembangkan untuk
kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi (liquid). Biji dari tanaman blustru (Luffa
aegyptica Roxb.) mengandung senyawa alkaloid yang berifat sitotoksik dan berefek
antifertilitas. Tujuannya untuk melihat pengaruh kombinasi TU dan ekstrak air biji
blustru terhadap gambaran histologis, berat dan volume testis mencit dari minggu ke-0
sampai minggu ke-24. Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Juli 2009 sampai
September 2010 dengan model rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima
(5) bagian perlakuan (P0, P1, P2, P3 dan P4) dan kontrol (K0, K1, K2, K3, K4)
dimana masing-masing perlakuan dan kontrol memiliki ulangan 5 ekor mencit.

Interval waktu injeksi intramuskular TU (0,25mg/ekor mencit) 6 minggu dan
pemberian ekstrak air biji blustru (270mg/ ekor mencit ) secara oral setiap hari yang
dimulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji blustru (Luffa aegyptica
Roxb.) memiliki pengaruh terhadap gambaran histologis pada perlakuan 12 minggu
dan 18 minggu yaitu terjadinya penurunan sel-sel spermatogenik dan perlakuan
minggu ke-24 terjadi pemulihan pada sel-sel spermatogenik. Hasil berat testis mencit
pada perlakuan minggu ke-12 dan minggu ke-18 terjadi penurunan berat testis yang
nyata (p0,05). Kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru tidak bepengaruh yang nyata
(p>0,05) terhadap volume dan diameter tubulus seminiferus testis mencit.

Kata Kunci: Testosteron Undekanoat (TU), biji blustru (Luffa aegyptica Roxb.),
testis.

HISTOLOGICAL PICTURE, WEIGHT AND VOLUME OF MICE
(Mus musculus L.) TESTES AFTER GIVING COMBINATION OF
TESTOSTERONE UNDECANOATE (TU) and WATER EXTRACT OF
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.) SEED

ABSTRACT


Testosterone Undecanoate (TU) is one of steroid compound which was developed for
male contraception in the form of injections (liquid). Seed of blustru plant (Luffa
aegyptica Roxb.) contains alkaloid that is cytotoxic and has antifertility effect. The
purpose of this research is to observe influence of combination of TU and water
extract of blustru seed to histological picture, weight and volume of mice testes from
week 0 until week 24. The research has been done from July 2009 until September
2010 with complete random design (RAL) that consists of five (5) treatments (P0, P1,
P2, P3 and P4) and controls (K0, K1, K2, K3, K4) where each of them have 5
replications. The time interval intramuscular injection of TU (0.25 mg / mice) was 6
weeks and water extract of blustru seed (270mg / mice) was given orally daily that
starting from week 0 until week 24. The results of research showed that combination
of Testosterone Undecanoate (TU) and water extract of blustru (Luffa aegyptica
Roxb.) seed had effect to histological picture at the treatment of 12 weeks and 18
weeks that happened declining of spermatogenic cells and treatment of 24 weeks
happened recovery on spermatogenic cells. The result of testes weight of mice at the
treatment of 12 weeks and 18 weeks were declined of testes weight significantly
(p0,05) on the volume and diameter of seminiferous tubulus of mice testes.

Keywords: Testosterone Undecanoate (TU), seed of blustru (Luffa aegyptica Roxb.),

the testes.

DAFTAR ISI

PENGHARGAAN
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
iv
vi
vii
viii
x
xi
xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Permasalahan
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Hipotesis
1.5
Manfaat

1
1
3
3
4
4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb)
2.2
Organ Reproduksi Jantan
2.2.1 Testis
2.2.2 Epididimis
2.2.3 Vas Deferens
2.2.4 Kelenjar- Kelenjar Aksesoris
2.3
Spermatogenesis
2.4
Testosteron Undekanoat
2.5
Hubungan Testosteron dalam Spermatogenesis

5
5
7
7
8
8
9
9
11
12

BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat
3.2
Alat dan Bahan
3.3
Prosedur Percobaan
3.3.1 Hewan Percobaan
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Blustru
3.3.3 Uji Skrinning Fitokimia Biji Blustru
3.3.4 Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU)
dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa aegyptica Roxb.)
3.4
Metode Penelitian
3.5
Menentukan Berat dan Volume Testis Mencit
3.6
Pembuatan Preparat Histologis Testis dengan Metode Parafin
3.7
Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
3.8
Analisis Statistik

15
15
15
15
15
16
16
17
18
19
20
21
22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Uji Skrining Fitokimia Biji Blustru (Luffa aegyptica Roxb.)
4.2
Pengamatan Gambaran Histologis Testis Mencit
setelah Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (Tu) dan
Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa aegyptica Roxb.
4.3
Data Berat Testis Mencit
4.4
Data Volume Testis Mencit
4.5
Data Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit

25
29
31
32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

23
23

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Model rancangan percobaan penelitian
Tabel 2. Hasil uji skrining fitokimia biji blustru (Luffa aegyptica Roxb.)

19
23

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Foto lapangan buah blustru (Luffa aegyptica Roxb.)
Gambar 2. Rumus bangun Testosteron Undekanoat (TU)
Gambar 3. Mekanisme genomik dan nongenomik androgen
Gambar 4. Jadwal kegiatan pemberian TU+ekstrak air biji blustru
selama 24 minggu
Gambar 5. Gambaran histologis testis mencit antara kontrol dengan
perlakuan pemberian kombinasi testosteron undekanoat (TU)
dan ekstrak air biji blustru (Luffa aegyptica Roxb.)
dengan pewarnaan HE dan pembesaran 400x
Gambar 6. Rata-rata berat testis mencit antara kontrol dan perlakuan
di setiap minggu perlakuan
Gambar 7. Rata-rata volume testis mencit antara kontrol dan perlakuan
di setiap minggu perlakuan
Gambar 8. Rata-rata diameter tubulus seminiferus testis mencit antara
kontrol dan perlakuan di setiap minggu perlakuan

6
12
13
18

25
29
31
33

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan
Lampiran B. Surat Hasil Identifikasi Tanaman
Blustru (Luffa aegyptica Roxb)
Lampiran C. Surat Hasil Skrining Fitokimia Biji
Blustru (Luffa aegyptica Roxb.)
Lampiran D. Data Pengamatan Berat Testis Mencit
Lampiran E. Data Pengamatan Volume Testis Mencit
Lampiran F. Data Pengamatan Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit
Lampiran G. Pembuatan Ekstrak Air Biji Blustru
Lampiran H. Pembuatan Preparat Histologi Testis
Lampiran I. Dokumentasi Penelitian

40
41
42
43
48
50
52
53
55

GAMBARAN HISTOLOGIS, BERAT DAN VOLUME TESTIS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN KOMBINASI TESTOSTERON
UNDEKANOAt (TU) DAN EKSTRAK AIR BIJI
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.)

ABSTRAK

Testosteron Undekanoat (TU) merupakan salah satu steroid yang dikembangkan untuk
kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi (liquid). Biji dari tanaman blustru (Luffa
aegyptica Roxb.) mengandung senyawa alkaloid yang berifat sitotoksik dan berefek
antifertilitas. Tujuannya untuk melihat pengaruh kombinasi TU dan ekstrak air biji
blustru terhadap gambaran histologis, berat dan volume testis mencit dari minggu ke-0
sampai minggu ke-24. Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Juli 2009 sampai
September 2010 dengan model rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima
(5) bagian perlakuan (P0, P1, P2, P3 dan P4) dan kontrol (K0, K1, K2, K3, K4)
dimana masing-masing perlakuan dan kontrol memiliki ulangan 5 ekor mencit.
Interval waktu injeksi intramuskular TU (0,25mg/ekor mencit) 6 minggu dan
pemberian ekstrak air biji blustru (270mg/ ekor mencit ) secara oral setiap hari yang
dimulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan ekstrak air biji blustru (Luffa aegyptica
Roxb.) memiliki pengaruh terhadap gambaran histologis pada perlakuan 12 minggu
dan 18 minggu yaitu terjadinya penurunan sel-sel spermatogenik dan perlakuan
minggu ke-24 terjadi pemulihan pada sel-sel spermatogenik. Hasil berat testis mencit
pada perlakuan minggu ke-12 dan minggu ke-18 terjadi penurunan berat testis yang
nyata (p0,05). Kombinasi TU dan ekstrak air biji blustru tidak bepengaruh yang nyata
(p>0,05) terhadap volume dan diameter tubulus seminiferus testis mencit.

Kata Kunci: Testosteron Undekanoat (TU), biji blustru (Luffa aegyptica Roxb.),
testis.

HISTOLOGICAL PICTURE, WEIGHT AND VOLUME OF MICE
(Mus musculus L.) TESTES AFTER GIVING COMBINATION OF
TESTOSTERONE UNDECANOATE (TU) and WATER EXTRACT OF
BLUSTRU (Luffa aegyptica Roxb.) SEED

ABSTRACT

Testosterone Undecanoate (TU) is one of steroid compound which was developed for
male contraception in the form of injections (liquid). Seed of blustru plant (Luffa
aegyptica Roxb.) contains alkaloid that is cytotoxic and has antifertility effect. The
purpose of this research is to observe influence of combination of TU and water
extract of blustru seed to histological picture, weight and volume of mice testes from
week 0 until week 24. The research has been done from July 2009 until September
2010 with complete random design (RAL) that consists of five (5) treatments (P0, P1,
P2, P3 and P4) and controls (K0, K1, K2, K3, K4) where each of them have 5
replications. The time interval intramuscular injection of TU (0.25 mg / mice) was 6
weeks and water extract of blustru seed (270mg / mice) was given orally daily that
starting from week 0 until week 24. The results of research showed that combination
of Testosterone Undecanoate (TU) and water extract of blustru (Luffa aegyptica
Roxb.) seed had effect to histological picture at the treatment of 12 weeks and 18
weeks that happened declining of spermatogenic cells and treatment of 24 weeks
happened recovery on spermatogenic cells. The result of testes weight of mice at the
treatment of 12 weeks and 18 weeks were declined of testes weight significantly
(p0,05) on the volume and diameter of seminiferous tubulus of mice testes.

Keywords: Testosterone Undecanoate (TU), seed of blustru (Luffa aegyptica Roxb.),
the testes.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi. Di
kabupaten atau kota yang masih mempunyai tingkat fertilitas tinggi atau program KB
yang kurang berhasil, jumlah bayi yang lahir setiap tahunnya akan lebih banyak
dibandingkan dengan kabupaten atau kota yang program KB-nya berhasil menurunkan
tingkat fertilitas. Kabupaten atau kota yang masih mempunyai jumlah kelahiran yang
besar akan menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar atas
kelahiran bayi-bayi ini, sampai mendapatkan pekerjaan dan menjadi ibu yang
melahirkan generasi penerus. Pengetahuan tentang fertilitas atau kelahiran dan KB
serta indikator-indikatornya sangat berguna bagi para penentu kebijakan dan
perencana program untuk merencanakan pembangunan sosial terutama kesejahteraan
ibu dan anak (Data BPS, 2006).

Selama ini partisipasi pria dalam KB masih relatif rendah bila dibandingkan
dengan keikutsertaan wanita. Data BKKBN sampai dengan Juli 2005 menunjukkan
partisipasi pria dalam KB secara Nasional hanya 2,7 persen. Keterbatasan pilihan
metode kontrasepsi dijadikan salah satu alasan utama mengenai rendahnya partisipasi
pria dalam KB. Sampai saat ini metode kontrasepsi pria meliputi vasektomi, kondom,
dan coitus interuptus (Depkes, 2005).

Alat kontrasepsi yang ideal untuk pria harus dapat mencegah terjadinya
fertilisasi, aman, mempunyai kinerja cepat, tanpa efek samping, dan tidak
mempengaruhi potensi seks dan libido. Para peneliti terus melakukan riset agar dapat
menemukan metode kontrasepsi ideal tersebut. Salah satu hal yang sedang
dikembangkan saat ini adalah penggunaan tanaman obat alami Indonesia sebagai
alternatif anti fertilitas pria (Depkes, 2006).

Testosteron Undekanoat

yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria

digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Sediaan tersebut diberikan dengan cara
injeksi secara intramuskular. Ada juga TU dalam bentuk powder yang kadang-kadang
dibungkus dengan kapsul. Testosteron Undekanoat dihasilkan melalui esterifikasi
testosteron alami pada posisi 17β. Testosteron Undekanoat ini merupakan steroid
dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C19H28O2 serta nama kimianya adalah 17
beta-hydroxyandrost-4-en-3-one (Ilyas, 2008).

Menurut Francavilla et al., (2002) pencapaian azoospermia karena pemberian
hormon dapat terjadi melalui peningkatan peristiwa apoptosis (kematian sel secara
terprogram) pada sel spermatogenik. Seperti yang telah dilaporkan, bahwa penekanan
terhadap spermatogenesis dapat terjadi selain oleh pengaruh testosteron undekanoat
(hormon kontrasepi pria) melalui mekanisme negative feed-back, juga dapat melalui
mekanisme apoptosis. Pada kondisi normal, testosteron (T) merupakan suatu androgen
yang bereaksi secara langsung dengan membentuk ikatan dengan reseptor androgen
(RA) (Wang et al, 2006).

Pemakaian senyawa anti fertilitas yang berpengaruh terhadap fertilitas pada
manusia harus memenuhi berbagai persyaratan tertentu, yaitu dapat menurunkan
jumlah sperma sampai mencapai azoospermia, aman bagi kesehatan, bersifat dapat
dipulihkan kembali dalam jangka tertentu, dan bekerja secara spesifik. Ada laporan
bahwa testosteron dapat menyebabkan azoospermia yang bersifat reversibel, tanpa
efek samping yang serius dan signifikan efektif pada populasi Asia, sehingga
kelihatannya testosteron menjadi bahan kimia yang memberi harapan baik untuk
kontrol fertilitas pria (Liu et al, 2004).

Daun dan batang Luffa mengandung saponin dan tanin. Luffa berkhasiat
sebagai pencahar ringan dan saponin triterpen mempunyai aktivitas spermatisidal
(membunuh sperma) sehingga dapat dikembangkan sebagai obat kontrasepsi (Program
Keluarga Berencana). Ekstrak seluruh bagian tanaman Luffa

aegyptica Roxb,

berpengaruh terhadap penekanan jumlah anak mencit yang dilahirkan (Fransworth et
al, 1975). Pemberian ekstrak biji blustru sebanyak 270 mg/25 g berat badan mencit
dapat menghambat laju kebuntingan mencit dengan aktitivitas positif tercermin dari

rendahnya angka kebuntingan. Ekstrak biji blustru 270 mg/25 g berat badan mencit
dapat menurunkan tapak implantasi, jumlah fetus yang dikandung dan jumlah korpus
luteum (Dian et al, 1998).

Untuk itu agar mendapatkan cara baru yang lebih aman, murah serta resiko
yang ringan dan bersifat reversible perlu diupayakan berbagai penelitian. Hal ini dapat
ditempuh antara lain dengan memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya alam
nabati sebagai bahan obat serta guna menunjang program nasional bidang Keluarga
Berencana, salah satunya tanaman blustru (Luffa aegyptica Roxb.) dan kombinasi
testosteron undekanoat.

1.2. Permasalahan

Salah satu faktor yang diinginkan dalam penemuan bahan kontrasepsi pria adalah
kurangnya kandungan spermatozoa tetapi tidak mempengaruhi kandungan testosteron
plasma. Kadar testosteron yang normal dalam darah berfungsi memelihara dan
mempertahankan spermatogenesis. Sebaliknya kadar testosteron yang tinggi diatas
kadar

fisiologis

akan

menghambat

spermatogenesis.

Akibatnya

terjadi

oligozoospermia atau azoospermia. Hal ini menjadi dasar pemikiran perkembangan
kontrasepsi pada pria. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Testosteron
Undekanoat (TU) dan tanaman blustru (Luffa aegyptica Roxb.) yang diduga dapat
merusak struktur histologis testis dan dapat mempengaruhi berat dan volume testis
mencit.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:
a. Melihat gambaran histologis testis mencit setelah diberikan kombinasi TU dan
ekstrak air biji blustru.
b. Mengetahui berat, volume dan diameter tubulus seminiferus testis mencit
setelah diberikan kombinasi TU dan ekstrak biji blustru.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan adalah:
a. Ada pengaruh penekanan TU dan ekstrak air biji blustru terhadap gambaran
histologis testis mencit dibandingkan mencit yang normal.
b. Ada pengaruh TU dan ekstrak air biji blustru terhadap berat testis mencit.
c. Ada pengaruh TU dan ekstrak air biji blustru terhadap volume dan diameter
tubulus seminiferus testis mencit.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil setelah pelaksanaan penelitian adalah:
a. Memberikan gambaran adanya pengaruh penekanan TU dan ekstrak air biji
blustru terhadap gambaran histologis testis mencit.
b. Memberikan informasi adanya pengaruh TU dan ekstrak air biji blustru terhadap
berat, volume dan diameter tubulus seminiferus testis mencit.
c. Menambahkan informasi adanya bahan yang mungkin dapat dijadikan sebagai
kontrasepsi pria.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Blustru/Mentimun Aceh (Luffa aegyptica Roxb.)

Luffa aegyptica merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae
(Gambar 1). Hemburg (1994) menyatakan bahwa biji Luffa aegyptica mengandung
kukurbitasin B. Selanjutnya Harborne (1987) menyebutkan bahwa kukurbitasin B
merupakan kelompok triterpenoid yang mempunyai rasa pahit. Yanini (1989)
menyatakan, bahwa biji Luffa aegyptica Roxb. mengandung tiga jenis senyawa sterol,
yang satu diantaranya menunjukkan spektrum massa yang identik dengan
stigmasterol. Berndt (1982) menyebutkan, bahwa stigmasterol dapat disintesis
menjadi progesteron.

Menurut Corner & Watanabe (1969), susunan taksonomi Luffa aegyptica
adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Luffa

Species

: Luffa aegyptica Roxb.

Ekstrak seluruh bagian tanaman Luffa aegyptica Roxb, berpengaruh terhadap
penekanan jumlah anak mencit yang dilahirkan (Fransworth et al, 1975). Pemberian
ekstrak biji blustru sebanyak 270 mg/25 g BB mencit dapat menghambat laju
kebuntingan mencit dengan aktivitas positif tercermin dari rendahnya angka
kebuntingan. Ekstrak biji blustru 270 mg/25 g BB mencit dapat menurunkan tapak
implantasi, jumlah fetus yang dikandung dan jumlah korpus luteum (Dian et al, 1998).

Gambar 1. Foto lapangan buah blustru (Luffa aegyptica Roxb.)

Menurut Purwaningsih (2003), mekanisme kerja suatu zat yang bersifat anti
fertilitas terhadap organ reproduksi pria dapat digolongkan menjadi tiga lokasi, yaitu:
a. Cara pretestikuler; adalah cara yang menghambat proses spermatogenesis
diluar atau sebelum testis, yaitu dengan menghambat spermatogenesis melalui
penekanan

pada

hipotalamus - hipofisis

dalam

mensekresi

hormon

gonadotropin.
b. Cara testikuler; adalah cara yang menghambat proses spermatogenesis
(pembentukan sperma) di dalam testis.
c. Cara pascatestikuler; adalah cara yang dapat menghambat pematangan
spermatozoa setelah berada dalam epididimis.

2.2 Organ Reproduksi Jantan

2.2.1 Testis
Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis
hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses
spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi yang terpisah di dalam
testis. Biosintesis androgen berlangsung dalam sel Leydig di jaringan inter tubuler,
sedangkan proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus
(Syahrum, 1994).

Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval, agak gepeng dengan
panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada di
dalam skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis.
Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika
vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intra abdomen yang bermigrasi
ke dalam skrotum primitif selama perkembangan genitalia interna pria. Setelah
migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan
menutup (Heffner & Schust, 2006).

Testis mengandung banyak tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus tersebut
terdiri atas deretan sel epitel yang akan mengadakan pembelahan mitosis dan meiosis
sehingga menjadi sperma. Sel-sel yang terdapat di antara tubulus seminiferus disebut
interstitial (leydig). Sel ini menghasilkan hormon seks pria yang disebut testosteron
(Syahrum, 1994).

Menurut Saryono (2008), sel yang berperan dalam testis adalah:
a. Tubulus seminiferus, bagian utama dari massa testis yang bertanggung jawab
terhadap produksi sekitar 30 juta spermatozoa per hari selama masa produksi.
Sel ini terdiri dari sperma dan sel sertoli.
b. Sel leydig (sel interstisial), menyusun komponen endokrin utama yang
bertanggung jawab menghasilkan testosteron.
c. Sel sertoli.

Ditinjau secara histologi, testis mencit terdiri atas jaringan epitel seminiferus,
jaringan pengikat dinding tubulus seminiferus, jaringan pengikat intertubuler testis
dan jaringan pengikat padat pembungkus testis. Sebagaimana fungsi testis pada
umumnya, maka testis mencit juga berfungsi selain merupakan kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon steroid, juga bersifat sebagai kelenjar eksokrin karena
menghasilkan spermatozoa (Burkitt et al, 1993).

2.2.2 Epididimis

Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas
posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara
tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis memiliki panjang
sekitar 600 cm. Duktus ini berawal pada puncak testis yang merupakan kepala
epididimis. Setelah melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor
epididimis yang kemudian menjadi vas deferens (Heffner & Schust, 2006).

Epididimis terletak pada bagian dorsal lateral testis, merupakan suatu struktur
memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari bagian
kaput, korpus dan kauda epididimis (Rugh, 1968). Epitel epididimis memiliki dua
fungsi. Pertama, mensekresikan plasma epididimis yang bersifat kompleks tempat
sperma tersuspensikan dan mengalami pematangan. Kedua, mengabsorbsi kembali
cairan testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus semineferus dan sperma yang
sudah rusak (Hafez & Prasad, 1976).

2.2.3 Vas Deferens

Vas deferens merupakan suatu saluran yang menghubungkan epididimis dan uretra.
Letak vas deferens dimulai dari ujung kauda epididimis yang ada dalam kantung
skrotum, lalu naik ke bagian atas lipat paha. Pada bagian ujungnya, vas deferens
dikelilingi oleh suatu pembesaran kelenjar-kelenjar yang disebut ampula. Sebelum
masuk ke uretra, vas deferens ini bergabung terlebih dahulu dengan saluran ekskresi

vesika seminalis membentuk duktus ejakulatoris. Pada saat ejakulasi sperma dari
epididimis diangkut melalui vas deferens dengan suatu seri kontraksi yang dikontrol
oleh syaraf (Brueschke et al, 1976).

Vas deferens akan melalui kanalis inguinalis masuk ke dalam rongga tubuh
dan akhirnya menuju uretra penis. Uretra penis dilalui oleh sperma dan urin. Sperma
akan melalui vas deferens oleh kontraksi peristaltik dindingnya. Sepanjang saluran
sperma terdapat beberapa kelenjar yang menghasilkan cairan semen. Sebelum akhir
vas deferens terdapat kelenjar vesikula seminalis. Pada bagian dorsal buli-buli, uretra
dikelilingi oleh kelenjar prostat. Selain itu terdapat juga kelenjar ketiga yaitu kelenjar
Cowper. Keluar dari saluran reproduksi pria berupa semen yang terdiri dari sel sperma
dan sekresi kelenjar-kelenjar tersebut (semen plasma). Semen plasma berfungsi
sebagai medium sperma dan dipergunakan sebagai buffer dalam melindungi sperma
dari lingkungan asam saluran reproduksi wanita (Syahrum, 1994).

2.2.4 Kelenjar- Kelenjar Aksesoris

Kelenjar-kelenjar aksesoris menghasilkan plasma semen yang memungkinkan sperma
dapat bergerak aktif dan hidup untuk waktu tertentu. Kelenjar-kelenjar aksesoris
tersebut adalah kelenjar Bulbourethra, kelenjar prostat, dan vesikula seminalis (Rugh,
1968).

2.3 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu rangkaian perkembangan sel spermatogonia dari epitel
tubulus seminiferus yang mengadakan proliferasi dan selanjutnya berubah menjadi
spermatozoa yang bebas. Rangkaian perkembangan ini dapat dibagi menjadi tiga
tahap. Tahap pertama, sel spermatogonia mengadakan pembelahan mitosis
menghasilkan spermatosit dan sel induk spermatogonia. Tahap kedua, pembelahan
meiosis (reduksi) spermatosit primer dan sekunder menghasilkan spermatid yang
haploid. Tahap ketiga, perkembangan spermatid menjadi spermatozoa melalui

serangkaian metamorfosa yang panjang dan kompleks disebut spermiogenesis
(Syahrum, 1994).

Proses spermatogenesis pada mencit terbagi atas empat siklus epitel
seminiferus. Tiap siklus terdiri dari 12 stadia. Lebih dari satu siklus pertama
diperlukan untuk menghasilkan spermatosit primer (Oakberg, 1956). Siklus pertama
ini dimulai dari perkembangan sel-sel genosit (primordial germ cell) yang pada
mencit sudah mulai terlihat pada hari ke-8 masa embrio, menjadi sel-sel
spermatogonium. Pada mencit dan tikus ada tiga tipe spermatogonia, yaitu
spermatogonia tipe A, tipe intermediet (In) dan tipe B (Clermont & Leblond, 1953).

Spermatogonia tipe A yang disebut juga sebagai spermatogonia induk (stem
cell), akan mengalami pembelahan secara mitosis membentuk spermatogonia induk
baru. Spermatogonia tipe A lainnya kemudian berdiferensiasi menjadi spermatogonia
tipe intermediet (In), spermatogonia tipe B dan selanjutnya spermatosit primer. Pada
tahap perkembangan berikutnya, spermatosit primer akan mengalami pembelahan
meiosis menjadi spermatosit sekunder. Tahap perkembangan berikutnya dimulai dari
spermatosit sekunder yang membelah lagi menjadi spermatid. Akhirnya, pada tahap
perkembangan terakhir sel-sel spermatid akan mengalami transformasi menjadi sel-sel
spermatozoa dewasa (Paulsen, 1974).
Pada tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum yang
berukuran kecil, dinamakan spermatogenia menjadi spermatosit membelah diri
membentuk dua spermatosit yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Setelah
beberapa minggu menjadi spermatozoa spermatid, pertama kali dibentuk masih
mempunyai sifat umum sel epiteloid. Kemudian sitoplasma menghilang, spermatid
memanjang menjadi spermatozoa terdiri atas kepala, leher, badan dan ekor
(Syaifuddin, 2006).

Siklus epitel seminiferus adalah rangkaian perubahan pematangan pada daerah
epitel germinativum, akibat timbulnya dua tahap perkembangan sel kelamin yang
berurutan (Junquera dan Carneiro, 1980).

Pada mencit, siklus epitel seminiferus terdiri dari 12 stadia. Waktu yang
diperlukan untuk satu siklus epitel seminiferus pada mencit antara 201 – 203 jam (8-9
hari). Dengan demikian waktu seluruhnya

yang diperlukan untuk proses

spermatogenesis yang terdiri dari empat siklus epitel seminiferus, adalah berkisar
antara 34,5-35,5 hari (Rugh, 1968). Proses spermatogenesis ini baru dimulai secara
aktif pada hari ke-9 setelah lahir.

Selama spermatogenesis, aktivitas sel-sel spermatogenik sangat tinggi dengan
melibatkan proses perubahan morfologi dan biokimia dari sel-sel tersebut. Untuk
mendukung aktivitas tersebut, sel-sel spermatogenik sangat tergantung pada sumber
enegi terutama glukosa. Khususnya sel spermatosit primer pakhiten dan sel spermatid
diketahui menggunakan sumber energinya secara tidak langsung dalam bentuk asam
laktat dan piruvat yang disuplai oleh sel Sertoli. Adapun produk asam laktat dan
piruvat tersebut terutama dipengaruhi oleh hormon FSH (Jutte et al, 1981).

2.4 Testosteron Undekanoat

Testosteron Undekanoat (17-hydoxy-4-androsten-3-0ne 17-undecanoate) (Gambar 2.)
terdiri dari bahan yang mudah dicerna, alifatik, ester asam lemak testosteron yang
sebagiannya diabsorpsi lewat usus yang mengandung sistem limfatikus setelah
pemberian secara oral. Pemberian TU secara oral telah digunakan pada terapi
penggantian androgen dan hal lain yang berhubungan dengan perlakuan klinik selama
lebih dari 2 dekade. TU secara oral juga telah diuji sebagai kontrasepsi tunggal atau
dikombinasikan dengan progestin (Kamische et al, 2002).

Beberapa hal yang menyebabkan TU secara oral diberikan sebagai kontrasepsi
pria kurang baik adalah: frekuensi pemberian, ukuran testosteron serum, kurangnya
penekanan gondotropin dan spermatogenesis. Seperti pada penelitian terdahulu yang
menunjukan bahwa pemberian TU tunggal secara oral atau dikombinasikan dengan
CPA (Cyproterone Plus Acetate) masih kurang efektif dalam penekanan
spermatogenik (Meriggiola et al, 2003).

Testosteron Undekanoat

yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria

digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Sediaan tersebut diberikan dengan cara
injeksi secara intramuskular. Ada juga TU dalam bentuk powder yang kadang-kadang
dibungkus dengan kapsul. Testosteron Undekanoat dihasilkan melalui esterifikasi
testosteron alami pada posisi 17β. Testosteron Undekanoat ini merupakan steroid
dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C19H28O2 serta nama kimianya adalah 17
beta-hydroxyandrost-4-en-3-one (Ilyas, 2008).

Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan tingginya
tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam kontrasepsi pria.
Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau
oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama namun bersifat aman, efektif,
reversibel dan aseptibel (Ilyas, 2008).

O
O

C-(CH2) 9-CH3

O
Gambar 2. Rumus bangun Testosteron Undekanoat (TU)

2.5 Hubungan Testosteron dalam Spermatogenesis

Telah diketahui bahwa testosteron merupakan androgen yang secara langsung
mempunyai aksi genomik dengan berikatan pada reseptor androgen (RA). Reseptor
androgen memiliki famili reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive
transcription factor. Pada testis RA ada pada sel Leydig, sel peritubular, dan sel

Sertoli. Testosteron secara bebas berdifusi melalui membran plasma dan mengikat RA
membentuk komplek yang kemudian berinteraksi dengan androgen reseptor element
(ARE) pada bagian promotor gen target (Gambar 3). Transkripsi gen target dapat
diinduksi atau ditekan tergantung pada faktor yang berhubungan dengan ikatan
ligand-reseptor complex dengan ARE (Sadate-Ngatchou et al., 2003).

Melalui respon long-term, testosteron mengaktifkan atau menonaktifkan
ekspresi gen yang berhubungan dengan perkembangan sel germinal. Seperti
peningkatan ekspresi gen protamin 1 dan protein transisi 2 (secara spesifik
diekspresikan pada spermatid) terjadi setelah induksi testosteron propionat pada tikus
hpg (hypogondal) sehingga meningkatkan kandungan testosteron intratestikular.
Selain itu ekspresi gen Pem (gen androgen yang terdapat pada testis dan epididimis)
meningkat bersamaan dengan meningkatnya hormon testikular testis (SadateNgatchou et al, 2003). Peningkatan ekspresi gen tersebut mendukung proliferasi dan
diferensiasi sel germinal di dalam tubulus seminiferus testis.

Gambar 3. Mekanisme genomik dan nongenomik androgen

Efek nongenomik T dipicu oleh ikatan pada sebuah reseptor membran yang
belum dikarakterisasi (nonclassical). Aktivasi second messenger termasuk Ca2+ dan
protein kinase, menghasilkan respon cepat secara khas yaitu efek genomik. T
melewati membran sel merubah estradiol dengan aromatase yang kemudian terikat
dan mengaktifkan ER dan ERβ. DHT masuk ke sel mengikat dan mengaktifkan AR
(andogen receptor). Ikatan ligan ER atau AR menghubungkan heat schock protein
(HSP) mereka mengalami perubahan penyesuaian, dimerisasi, dan translokasi ke
dalam inti dimana mereka terikat pada tempat spesifik yang diketahui sebagai
estrogen response elements (ERE) atau androgen response element (ARE) berlokasi
dalam DNA gen inti target menghasilkan efek long-term genomic dari testosteron
(Sadate-Ngatchou et al, 2003).

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 sampai September 2010 di
Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan, Departemen Biologi, dan Laboratorium
Kimia Bahan Alam, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca timbangan, jarum suntik, jarum
gavage, bak bedah, dissecting set, inkubator, botol film, botol balsem, kaca arloji,
aluminium foil, jarum pentul, pisau silet, botol winkler, gelas ukur, blender, panci, hot
plate, kamera digital, mikroskop, mikrotum, kuas, cover glass, objek glass, beaker
glass, pipet tetes, Erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung, skapel dan kertas label.

Bahan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) jantan, Testosteron
Undekanoat (TU), Castrol oil, NaCl 0,9%, heparin, akuades, alkohol 100%, 96%,
80%, 70%, H2SO4 pekat, asam pikrat, formalin 4%, biji Luffa aegyptica, methanol,
kloroform, FeCl3, MgHCl, NaOH 10%, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi
Bouchard, pereaksi Dragendorf, n-heksan, CeSO4 1%, reagen Salkowsky, reagen
Libermen-Bouchard, pewarna hematoxylin dan eosin, canada balsam, xylol, kertas
saring, kertas millimeter blok.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan mencit (Mus musculus L) jantan yang sehat dan fertil
(pernah melahirkan anak satu kali) sebanyak 50 ekor serta berumur 8-11 minggu
dengan berat 24-26 gr. Mencit tersebut diperoleh dari Balai Penyidikan Penyakit
Hewan Sumatera Utara Medan dan dibagi dalam kelompok perlakuan dan kontrol.
Mencit diberi makan dan minum secara ad-libitum. Kandang mencit dijaga
kebersihannya dan diatur 12 jam terang - 12 jam gelap. Penanganan hewan percobaan
sesuai dengan persyaratan kode etik yang berlaku. Diantaranya penanganan dengan
penuh kasih sayang, pemberian makanan yang cukup gizi dan sehat serta
memperhatikan kebersihan kandangnya. Sebelum penelitian dilakukan diajukan
permohonan untuk mendapatkan ethical clearance ke Komisi Etik Penelitian Hewan
di Wilayah Sumatera Utara Medan.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Blustru

Ekstrak air biji blustru disiapkan dengan mengumpulkan buah blustru yang berasal
dari daerah Sungai Rampah Serdang Bedagai Sumatera Utara. Biji blustru diambil dan
dikeringkan di inkubator dengan suhu 50oC sampai kering. Biji yang telah kering
ditimbang kemudian dihaluskan dan dimasukkan dalam bejana yang telah diisi air.
Kemudian dipanaskan di atas kompor listrik sampai mendidih. Kemudian dikeringkan
dengan evaporator sehingga didapatkan hasil ekstrak dan dilarutkan kembali dengan
akuades sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode merupakan hasil modifikasi dari
metode Harborne (Harborne, 1987).

3.3.3

Uji Skrinning Fitokimia Biji Blustru

Uji skrinning fitokimia biji blustru yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan
kandungan senyawa flavanoid, alkaloid, steroid dan terpenoid. Pemeriksaan senyawa
ini sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne (1987) yaitu:

a. Uji Flavanoid
Biji blustru yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi methanol. Kemudian dipanaskan dan disaring. Ekstrak yang
terbentuk dimasukkkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi FeCl3,
tabung II ditetesi MgHCl, tabung III ditetesi H2SO4(p) dan tabung IV ditetesi NaOH
10%. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dan dicatat hasilnya.

b. Uji Alkaloid
Biji blustru yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi methanol. Kemudian dipanaskan dan disaring. Ekstrak yang
terbentuk dimasukkkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksi
Meyer, tabung II ditetesi pereaksi Wagner, tabung III ditetesi pereaksi Bouchard dan
tabung IV ditetesi pereaksi Dragendorf. Kemudian diamati endapan yang terbentuk
dan dicatat hasilnya.

c. Uji Steroid
Biji blustru yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi n-heksan. Kemudian dipanaskan dan disaring. Ekstrak yang
terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%,
tabung II ditetesi reagen Salkowsky (H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard.
Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

d. Uji Terpenoid
Biji blustru yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi kloroform. Kemudian dipanaskan dan disaring. Ekstrak yang
terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%,

tabung II ditetesi reagen Salkowsky (H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard.
Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

3.3.4

Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) dan Ekstrak Air Biji
Blustru (Luffa aegyptica Roxb.)

Testosteron undekanoat (TU) 1000g/mL (buatan Schering AG Jerman) dan ekstrak air
biji blustru (Luffa aegyptica Roxb.) 270 mg/25 g BB mencit jantan (ekstraksi air
dengan prosedur standar setelah di dapatkan di Balai Penelitian Pertanian Medan)
dirancang jumlahnya dengan membandingkan dosis yang diberikan pada manusia.
Perbandingan berat relawan (50 kg=50.000 g) dengan mencit adalah (25 g) adalah
2000:1. Pada uji klinik digunakan 500 mg TU, maka dosis penyuntikan pada tiap ekor
mencit adalah 1/2000x500 mg TU = 0,25mg TU (Moeloek et al, 2008; Ilyas, 2007).
Sedangkan ekstrak air biji blustru 270 mg/25 g berat badan mencit (Dian et al, 1998;
Ilyas, 2003). Interval waktu injeksi intramuskular TU 6 minggu dan pencekokan
ekstrak air biji blustru setiap hari.

Perlakuan penyuntikan TU dan pencekokan ekstrak air biji blustru ditampilkan
dalam bentuk skema pada Gambar 4. berikut.

Ambil sampel
0

6

12

18

24

 Minggu
Injeksi TU
0,25mg/ekor interval
6 i
Pencekokan ekstrak biji
blustru(270mg/ ekor/ mencit
jantan setiap hari)

Gambar 4. Jadwal Kegiatan Pemberian TU+Ekstrak Air Biji Blustru selama 24 Minggu

3.4 Metode Penelitian

Tabel 1. Model Rancangan Percobaan Penelitian
Minggu
0
6
12
Kelompok
K0 (n=5)
K1 (n=5)
K2 (n=5)
Kontrol
P0 (n=5)
P1 (n=5)
P2 (n=5)
Perlakuan

18

24

K3 (n=5)
P3 (n=5)

K4 (n=5)
P4 (n=5)

Pada Kontrol, K0 sampai K4 merupakan kontrol dari masing-masing perlakuan yang
telah dirancang dengan jumlah masing-masing mencit 5 ekor. Sedangkan pada
Perlakuan, P0 sampai P4 merupakan penyuntikan TU interval 6 minggu dan
pencekokan ekstrak biji blustru 270 mg/25 g berat badan mencit jantan/hari.

Catatan: Dosis ekstrak air biji blustru didasarkan pada dosis optimum penelitian Dian
et al. (1998) dan Ilyas (2003) yakni 270 mg/25 g BB mencit. Ulangan ditetapkan
dengan rumus (t-1)(n-1) /15 (Frederer, 1963), dimana t = perlakuan, dan r = ulangan
sehingga didapatkan ulangan sebanyak 5 kali. Penggunaan dosis TU didasarkan pada
penelitian sebelumnya yang merekomendasikan pemakaiannya yakni 0,25 mg/25 g
BB mencit/6 minggu (Moeloek et al, 2008; Ilyas, 2007).

3.5 Menentukan Berat dan Volume Testis Mencit

Untuk menentukan berat testis dilakukan dengan menimbang berat testis bagian kiri
dan kanan mencit dengan timbangan analitik yang mempunyai akurasi 0.01 g.
Kemudian berat kedua testis dirata-ratakan dan menjadi rata-rata testis masing-masing
mencit.

Untuk menentukan volume testis mencit dilakukan dengan mengukur panjang
dan lebar testis. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kertas millimeter yang
diletakkan di bawah testis dan hasilnya dihitung melalui pendekatan rumus
matematika. Rumus tersebut telah banyak digunakan oleh beberapa ahli primata untuk
mengukur volume testis primata (Bercovitch, 1989; Marson et al, 1991).

Rumus tersebut adalah sebagai berikut:
η.W2.L

TV= ______________
6
Keterangan:
TV

= volume testis (cm3)

W

= lebar testis

L

= panjang testis

η

= 3,14

3.6 Pembuatan Preparat Histologis Testis dengan Metode Parafin

Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin sebagai berikut:
a. Fiksasi
Mencit (Mus musculus L.) didislokasi dan dibedah. Diambil testis dan dicuci
dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1 malam dengan larutan
bouin.
b. Washing (Pencucian)
Setelah difiksasi, testis dicuci dengan alkohol 70% dan direndam selama 1
malam.
c. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan merendam testis dengan alkohol 70%, 80%, 96%
dan 100% selama 1 jam dengan 2 kali pengulangan.
d. Clearing (Penjernihan)
Clearing dilakukan dengan merendam testis ke dalam xylol selama 1 malam.
e. Infiltrasi
Infiltrasi dilakukan dengan merendam testis ke dalam xylol yang berada di
dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam. Dilanjutkan dengan merendam
testis ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu
560C.

f. Embedding (Penanaman)
Embedding dilakukan dengan meletakkan testis pada kotak berbentuk segi
empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu,
menuang parafin yang telah cair kedalam kotak tersebut, dan diberi label.
Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan
ke dalam kulkas. Kemudian dilakukan penempelan blok-blok parafin pada
holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi.
g. Cutting (Pemotongan)
Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah di holder
pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran
ketebalan 6-10 µm.
h. Attaching (Penempelan)
Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin dengan skapel,
kemudian diletakkan pada objek glass, dan dicelupkan pada air dingin dan air
hangat. Kemudian diletakkan diatas hotplate beberapa detik untuk melekatkan
pita parafin pada objek glass.
i. Pewarnaan
Pewarnaan sediaan testis diwarnai dengan menggunakan Hematoxilin Eosin.
Cara mewarnai sediaan testis dengan Hematoxilin Eosin adalah sebagai
berikut:
(1) Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai
parafin habis kira-kira selama ± 15 menit.
(2) Dealkoholisasi, dilakukan secara bertingkat dengan alkohol konsentrasi
menurun, dengan alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol
70% .
(3) Pewarnaan, dilakukan dengan cara objek glass dimasukkan ke dalam
larutan pewarna Hematoxilin Erlich selama 3-7 menit, dicuci dengan
dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 50%,
dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin 0,5% dalam alkohol 70%
selama 1-3 menit, preparat dimasukan berturut-turut ke dalam alkohol
70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut, dikeringkan dengan kertas pengisap
selanjutnya, preparat dimasukkan ke xylol.

j. Mounting
Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam.
Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati
dibawah mikroskop (Suntoro, 1983).

3.7 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Pengukuran terhadap diameter tubulus seminiferus dilakukan dengan mikrometer
okuler di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 x 10. Setelah diukur
diameter tubulus seminiferus yang diperkirakan bulat maka dihitung jumlah rata-rata
diameter tubulus seminiferus yang didapatkan.

3.8 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke
dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji
kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan
bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 15. Urutan uji
diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas, uji sidik ragam (ANOVA) satu arah
untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2 perlakuan
dan jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc – Bonferroni
taraf 5%. Untuk melihat perbedaan 2 perlakauan dilakuan dengan uji t (paramatrik)
atau Mann-Whitney (non-paramatrik). Sebagai sumber keragaman dari uji sidik ragam
(ANOVA) adalah: Perbedaan waktu pengamatan (T) mulai dari minggu

0 (hari

pertama perlakuan) sampai minggu ke 24. Untuk keputusan uji statistik diambil pada
taraf nyata 5% (p = 0,05), jika dengan ANOVA ada perbedaan yang nyata (p

Dokumen yang terkait

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 83 76

Pengaruh Vitamin E Terhadap Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

1 49 94

Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Kombinasi Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

3 88 72

Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) dengan Vitamin C setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU).

0 55 85

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Studi Testosteron Plasma, Kuantitas Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Kombinasi Hormon Testosteron Undekanoat (Tu) Dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa Aegyptica Roxb.)

1 43 100

Karakteristik Simplisia Dan Isolasi Senyawa Saponin Dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula Roxb. L.)

5 65 69

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) - Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 0 9

ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) dan TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU) SKRIPSI GUSTIKA MARYATI 070805013

0 0 13