Gender dan Seterotipe Gender dan Kekerasan violence

bersumber dari anggapan gender.Kekerasan ini disebut sebagai ‘gender- related violence’ yang pada dasarnya disebabkan oleh kekuasaan. Berbagai macam dan bentuk kekerasan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan berbasis gender ini baik dilakukan di tingkat keluarga, tingkat negara bahkan tafsiran agama. Dalam hampir semua kelompok masyarakat terdapat pembedaan tugas dan peran antara kaum laki-laki dan perempuan yang kadang-kadang menghambat dan mengebiri potensi dasar laki-laki dan perempuan yang berujung pada tindak kekerasan pada jenis kelamin tertentu. Praktek kekerasan tersebut lahir akibat dari adanya keyakinan gender yang pada umumnya menimpa kaum perempuan. Lahirnya kekerasan sesungguhnya bermula karena pola relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan yang timpang yang dikonstruksi secara social.Kekerasan digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat, untuk menyatakan tidak puas atau keinginan untuk menunjukan dominasi laki-laki atas perempuan. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya : Pertama, bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan.Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan pemaksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan ini seringkali tidak bisa terekspresikan disebabkan oleh pelbagai factor,misalnya ketakutan, malu, keterapaksaan baik ekonomi, social, maupun cultural atau karena tidak ada pilihan lain. Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga domestic violence.Termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anak-anak child abuse. Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin genital mutilation,misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.Berbagai alasan diajukan oleh masyarakat, namun alasan yag paling kuat adalah untuk mengontrol kaum perempuan. 78 Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran prostitution.Pelacuran merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.Pada kasus pelacuran ini masyarakat dan negara menggunakan standar ganda.Di satu sisi pemerintah melarang dan menangkapi mereka, tetapi dilain pihak negara menarik pajak dari mereka.Sementara seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun pusat kegiatan mereka selalu ramai dikunjungi orang. Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi. Pornografi adalah jenis kekerasan non fisik terhadap terhadap perempuan yakni pelecehan seksual untuk kepentingan seseorang. Keenam, kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana enforced sterilization dalam rangka memenuhi target mengontrol pertumbuhan penduduk.Sesungguhnya program ini tidak hanya mengikat pada perempuan, tetapi lantaran bias gender, maka perempuan dipaksa sterilisasi yang seringkali membahayakan baik fisik maupun jiwa mereka. Ketujuh, adalah jenis kekerasan terselubung molestation, yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun tempat umum seperti dalam bis. Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan dalam masyarakat yakni yang sering disebut pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment. Ada beberapa bentuk yang dapat dikategorikan pelecehan seksual seperti menyampaikan lelucon jorok dan vulgar pada seseorang yang dirasakan secara opensif, omongan kotor, meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk memperoleh pekerjaan, menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa seizin dari yang bersangkutan.

5. Gender dan Beban Kerja

79 Adanya anggapan bahwa kaum perempuan mempunyai sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggungjawab perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya, mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga memelihara anak. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul beban kerja ganda. Jenis pekerjaan yang biasanya dikerjakan disektor domestik ini oleh masyarakat dianggap sebagai pekerjaan perempuan yang dinilai rendah dan tidak produktif dibandingkan dengan jenis pekerjaan kaum laki-laki.Sementara itu kaum perempuan karena anggapan gender ini, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka, sementara kaum laki- laki tidak diwajibkan secara cultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik.Kesemuanya ini telah memperkuat pelanggengan secara cultural dan structural beban kerja kaum perempuan.Bagi masyarakat kelas menengah dan golongan kaya, beban kerja tersebut dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga domestic workers. 10 Dengan demikian posisi kaum perempuan dalam konteks pilihan pekerjaan sejak awal dikonstruk secara cultural untuk masuk pada wilayah domestik.Kalau ditakar beratnya pekerjaan kaum perempuam dibandingkan dengan beban kerja kaum laki-laki jauh lebih berat karena bekerja lebih lama dan tanpa ada perlindungan dan itupun masih dinilai sebagai jenis pekerjaan rendahan yang tidak bernilai ekonomis. Berbagai manifestasi ketidakadilan gender, pada dasarnya merupakan refleksi dari ketidakadilan yang terstruktur yang di konstruk oleh sistem sosial, budaya atau bahkan agama yang pada giliranya melahirkan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.Karena manifestasi ketidakadilan 10 Mansour Fakih, Analisis..hal. 13-22. 80