Ruang Publik dan Diskursus Politik

Dari ketegangan antara kaum liberalis dan komunitarian, halnya menjadi jelas bahwa ada ketegangan kepentingan antara individu dan kolektif societas. Individualitas sering harus tunduk entitas kolektif. Hal ini secara jelas tampak dalam pemikiran Hegel dan Karl Marx. Keduanya menganggap bahwa manusia dan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu alam yang lebih luas. Bagi Hegel, sejarah adalah suatu perjuangan abadi dari berbagai kekuatan spiritual besar yang mengejawantah dalam bentuk institusi- intstitusi negara, ras, kerajajaan dll, atau dalam individu-individu istimewa. Bagi Marx, perjuangan sejarah mendapat bentuk konkretnya dalam pertarungan antara berbagai kelompok yang secara sosial telah terkondisikan, kaum borjuis dan kaum proletar. 20 Kedua tokoh ini percaya bahwa kekacauan maupun perang yang terjadi di dalam sejarah manusia adalah bagian dari sebuah perjuangan sejarah menuju suatu titik yang lebih baik. Bagi mereka, sejarah adalah suatu proses dialektis. Manusia adalah bagian kecil dari sejarah. Oleh karena itu individu pada dasarnya tidak pernah bebas. Ia hanyalah bagian dari entitas yang lebih besar, entitas kolektif, suatu bangunan keseluruhan.

4. Ruang Publik dan Diskursus Politik

Salah seorang filosof yang terkenal menggagas pentingnya ruang publik adalah Hanah Arendt. Terhadap ruang publik, Hannah Arendt memberikan dua definisi. Pertama, ruang publik dilihat sebagai ‘ruang penampakan’. Ruang publik sebagai ruang penampakan berarti ruang di mana saya sebagai manusia dikenali sebagai manusia oleh yang lain karena saya berada di antara manusia. Dengan kata lain, ruang penampakan adalah ruang dimana saya bisa memperlihatkan diri pada orang lain sebagaimana orang lain memperlihatkan diri pada saya. Di dalamnya manusia ada, yaitu menampakkan diri secara eksplisit. Suatu ruang penampakan publik bisa selalu diciptakan kembali di manapun individu itu secara politis berkumpul bersama, yaitu di manapun manusia secara bersama melakukan tindakan dan ucapan. Namun karena ia menciptakan tindakan, maka ruang penampakan ini sangat rapuh dan hanya ada jika diaktualisasikan dengan melakukan perbuatan atau mengucapkan kata-kata. 21 Jelas bahwa kebebasan berpendapat dan bertindak adalah bagian dari ruang penampakan. Dengan mengucapkan kata-kata dan melakukan perbuatan, seseorang menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Ia menunujukkan dirinya kepada yang lain. Halnya mengandaikan bahwa ruang penampakan mengandaikan kebebasan dan pluralitas. Di dalamnya setiap orang bebas untuk berkata-kata dan bertindak untuk menunjukkan dirinya kepada yang lain. Perbuatan dan tindakan merupakan bentuk pemenuhan manusia sebagai makhluk politis. Sementara di dalam negara totaliter, kebebasan berpendapat dan bertindak menjadi serta pluralitas adalah hal-hal yang tidak mungkin. Orang yang memiliki pendapat yang berbeda akan dijadikan sasaran terror. Ketunggalan dan ketidakbebasan itulah yang ada di dalam totaliterisme. Kedua, ruang publik sebagai ‘dunia bersama’. Ruang publik sebagai “dunia bersama”, dalam arti dunia yang kita pahami bersama, hidupi bersama, adalah dunia yang adalah umum atau sama bagi kita semua, yang berbeda dari tempat kita yang privat di dalamnya. Dunia bersama tidaklah sama dengan bumi atau alam. Kalau bumi atau alam adalah ruang bagi seluruh makhluk hidup, maka dunia adalah sebuah kategori khas bagi manusia. Dunia menghubungkan dan sekaligus memisahkan manusia pada waktu yang sama. 22 20 Bdk. Ibid., hlm. 153. 21 Maurizio Passerin d’Entéves, Filsafat Politik Hannah Arendt, terj. M. Shafwan, Yogyakarta: Qalam, 2003, hlm. 129-130. 22 Eddie S. Riyadi Langgut-Terre, Manusia Politis Menurut Hannah Arendt: Pertautan antara Tindakan dan Ruang Publik, Kebebasan dan Pluralitas, dan Upaya Memanusiawikan Kekuasaan, Makalah yang di 6 Menghubungkan berarti menyatukan kita bersama dan menjaga perasaan kita untuk tidak menyakiti atau melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain. Memisahkan berarti menampilkan identitas kita yang unik baik identitas personal atau sosial demi terwujudnya tindakan politik. Ruang publik sebagai dunia bersama adalah ruang di antara orang-orang yang memiliki dunia bersama tersebut. Hal ini bisa diibaratkan dengan orang-orang yang mengelilingi sebuah meja. Ketika meja tersebut diambil, maka hilanglah kebersamaan mereka. Manusia memasuki ruang publik sebagai dunia bersama karena mereka mengingini sesuatu yang adalah milik mereka sendiri atau milik bersama untuk mensejahterakan hidup mereka di dunia ini. Dengan kata lain, dengan pengertian ini, manusia memasuki ruang publik sebagai dunia bersama karena ada kepentingan pribadi dan bersama yang ingin dicapai. Di dalam ruang publik inilah dimungkinkan adanya kebebasan berpendapat. Di dalamnya kepentingan individu dan publik dikomunikasikan. Dengan adanya ruang publik ini, kepentingan publik kebaikan bersama tidak memberangus kepentingan individu. Dengan menampilkan dua arti ruang publik di atas, Arendt bermaksud membuka cakrawala baru kita bagaimana menghayati eksistensi sebagai manusia politis. Manusia politis berarti setiap orang terpanggil untuk berpartisipasi di dalam ruang publik untuk menata tata hidup bersama. Perlu dimengerti bahwa keterlibatan seseorang dalam tindakan politik tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesejahteraan bagi diri, tetapi lebih untuk merealisasikan pelbagai prinsip intrinsik kehidupan politik, seperti kebebasan, pluralitas, keadilan, solidaritas dan tanggung jawab. Dengan demikian jelaslah bahwa para pemerintah yang melihat politik sebagai saranan untuk memeroleh kekuasaan dan memperkaya diri adalah hal yang bertentangan dari prinsip intrinsik kehidupan politik. Keterlibatan setiap orang di dalam ruang publik dimaksudkan untuk mewujudkan prinsip intrinsik politik yang di dalamnya kepentingan individu dan publik tidak saling mengeksklusi. Di dalam ruang publik ini pulalah suatu diskursus diperoleh. Diskursus merupakan keseluruhan dari apa yang dimaksud dengan diskusi. 23 Dengan kata lain politik menggunakan bahasa sebagai sarana efektif. Bila dalam diskusi halnya hanya berurusan dengan tukar pikiran atau adu argumentasi, di dalam diskursus diandaikan ada segala ketentuan rasional yang mencakup pengertian yang mendalam tentang suatu hal. Diskursus menjadi penting sebab halnya adalah komunikasi interpersonal. Habermas melihat societas itu dalam relasi komunikatif interpersonal. Komunikasi ini menjadi penting sebab kita baru dapat mengabstraksi kepentingan-kepentingan individual kita menjadi kepentingan bersama jika kita berada dalam proses komunikasi dengan orang-orang lain. 24 Bagi Habermas, diskursus bukanlah konsensus sebgaiman dilihat dalam artian formal seperti melakukan tanda tangan kesepakatan tertentu. 25 Tetapi diskursus memiliki isi rasional yang dapat dimengerti oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal tersebut. Diskursus juga bukan hanya sebuah bentuk komunikasi, melainkan suatu paradigma emansipatoris. Halnya berarti bahwa diskursus mempunyai paradigma yang membebaskan societas dari keterbelengguan kepalsuan. Sebagai contoh, bila di dalam suatu negara presentasikan pada Kuliah Umum Filsafat Komunitas SALIHARA, 6 April 2011, yang diselenggarakan oleh Komunitas SALIHARA bekerja sama dengan HIVOS, Jakarta, pdf, diakses tanggal, 23 Oktober 2014. 23 Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, Yogyakarta: Kanisius, 2011, hlm. 59. 24 F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, Menimbang ‘Negara Hukum’ dan ‘Ruang Publik’ dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 186. 25 Armada Riyanto, Op. Cit., hlm. 68. 7 fenomena korupsi menjadi sesuatu yang umum, maka usaha untuk memerangi korupsi menjadi tidak mungkin. Di sini, seolah-olah korupsi menjadi suatu yang biasa saja. Namun dengan diskursus, halnya menjadi jelas bahwa semua orang mengerti bahwa di dalam dirinya korupsi adalah sesuatu yang harus diberantas dan diperangi. Ruang publik dan diskursus menjadi dua hal yang sangat penting untuk menyatukan dan mengabstraksikan antara kepentingan individu dan publik societas. Ruang publik akan terbentuk ketika setiap orang menyadari dirinya sebagai makhluk politis. Halnya dimaksudkan bahwa ia berada dengan yang lain. Oleh karena itu panggilan untuk menata hidup bersama sesuai dengan kepentingan individu dan publik menjadi suatu keniscayaan. Partisipasi di dalam ruang publik ini memungkinkan adanya komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal inilah yang kemudian menjadi suatu diskursus. Dengan diskursus politik, kepentingan individu dan kepentingan bersama soscietas tidak akan saling meniadakan atau mengeksklusi.

5. Penutup