Penyidik Kejaksaan di Wilayah Cilacap

2. Penyidik Kejaksaan di Wilayah Cilacap

2.1. Peraturan mengenai penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H. bahwa peraturan mengenai penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan mengenai tindak pidana korupsi telah sesuai berdasarkan .Pasal 30 huruf d Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan adalah salah satu institusi penegak hukum yang diberi wewenang melakukan

  penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. 93

  Menurutnya, sebagai landasan pijak Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum materil dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana formil, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

2.2. Prosedur Penyidikan oleh Kejaksaan

  93 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Cilacap pada tanggal 19 November 2013

  Menurut Sunarko, S.H.,M.H. 94 mengenai kewenangan

  penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan yaitu :

  “Kewenangan Kejaksaan menjadi lebih sempit semenjak ditetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang pada Undang-Undang sebelumnya selain memiliki wewenang penyelidikan juga memiliki wewenang dalam penyidikan. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang untuk membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum serta instansi lainnya.”

  Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum yang dikenal dengan SPDPSurat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP. Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum atau ternyata bukan merupakan tindak pidana.

  Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum atau pemberhentian penyidikan dan diberitahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangkakeluarganya. Namun, jika peristiwa tersebut merupakan peristiwa tindak pidana, maka setelah dilakukan penyidikan, berkas diserahkan kepada Penuntut Umum

  94 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit 94 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit

  Mengenai kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan sendiri pada tahun 2013 mencapai 11 perkara. Salah satu yang sudah sampai vonis adalah kasus PLTU Bunton dengan total korupsi 2 Milyar rupiah.

2.3. Struktur Penyidikan Tipikor oleh Kejaksaan

  Mengenai struktur penyidkan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan menurut Sunarko,S.H.,M.H. tidak seperti kepolisian yang tetap struktur organisasi dalam melakukan

  penyidikan, di kejaksaan tidak ada. 95

  Dalam gelar perkara Kejaksaan dikenal dengan “ekspose” yang biasanya dilakukan dikalangan jaksa saja, BPKP akan disertakan bila perkara yang ditangani memerlukan audit dari BPKP.

  Dan selanjutnya dalam hal penuntut umum bisa dilakukan oleh orang yang sama dengan penyidik, sehingga nantinya tidak ada istilah bolak – balik perkara dari masyarakat.

2.4. Faktor yang menghambat proses penyidikan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan

  Suatu perundangan normatif di dalam pelaksanaan penyidikan pastilah memiliki hambatan dalam bekerjanya.

  95 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

  Hambatan tersebut bisa berasal dari dalam maupun luar. Menurut Sunarko,S.H.,M.H. menyatakan bahwa hambatan itu bisa berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud

  adalah faktor yang ada dalam kejaksaan tersebut. 96

  Faktor tersebut adalah :

  a. Jumlah Personil

  Dapat diketahui bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh penyidik kejaksaan adalah kurangnya personil dalam penyidikan tindak pidana korupsi. Berbeda halnya dengan kepolisian, untuk kejaksaan tidak ada masalah mengenai sumber daya manusia para penyidiknya karena semua penyidik adalah lulusan dari sarjana hukum dengan rekruitmen PNS setelah melalui tahap seleksi. Oleh karena itu kurangnya personel kejaksaan bisa menjadi hambatan untuk penanganan secara cepat kasus tindak pidana korupsi.

  b. Sarana Prasarana

  Modus operandi tindak pidana korupsi yang canggih tentuembutuhkan penanganan yang lebih canggih pula. Sebagai institusi penyidik tentu saja faktor sarana dan fasilitas pendukung penyidikan yang dibutuhkan oleh kejaksaan juga tidak boleh tertinggal dan harus mendapat perhatian. Satu hal yang masih kurang mengenai sarana dan prasarana. Saat ini

  96 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

  sama seperti kepolisian, kejaksaan juga masih hanya diberikan fasilitas transportasi dan biaya operasional. Mengenai biaya operasional dalam penanganan kasus korupsi kadang masih kurang. Adanya target dari pimpinan yang ketat tetapi tidak diimbangi dengan pemenuhan fasilitas dan sarana yang memadahi sering menjadikan tekanan psychis bagi penyidik. Dalam hal menangani kasus korupsi pasti langsung berhadapan dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Hal inilah yang menjadi tantangan untuk penyidik kejaksaan agar jangan sampai tergelincir terhadap tindakan yang melanggar hukum sendiri, sekalipun dengan meinimnya fasilitas. Oleh karena itu sarana dan prasarana saat ini menjadi hambatan yang cukup besar yang dialami oleh kejaksaan dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi.

  Selain faktor internal dari kepolisian sebagai penghambat dalam pelaksanaan tugas penyidikan, juga ada faktor eksternal sebagai penghambat dalam terlaksananya penyidikan suatu tindak pidana korupsi yaitu :

  a. Keterbukaan Saksi

  Dalam hal terlaksananya penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan terdapat peran dari saksi yang mengetahui suatu perkara. Hal yang menjadi penghambat kejaksaan adalah saksi yang belum terbuka dan masih menutupi suatu kasus yang Dalam hal terlaksananya penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan terdapat peran dari saksi yang mengetahui suatu perkara. Hal yang menjadi penghambat kejaksaan adalah saksi yang belum terbuka dan masih menutupi suatu kasus yang

  b. Masyarakat

  Faktor penghambat dari masyarakat biasanya adalah kurang terbuka terhadap lingkungan dan aktifitas yang terjadi di lingkungan itu sendiri. Sehingga kurang tanggap jika ada tindak pidana korupsi yang ada di lingkungannya. Selain itu masyarakat juga tidak terbuka dalam memberi informasi dan masih saling menutupi jika ada suatu tindak pidana. Hal inilah yang menjadi penghambat bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Selain itu justru masyarakat yang sering menutupi ada suatu perkara korupsi di wilayahnya agar wilayahnya tidak mendapat preseden buruk dari masyarakat lain.

  c. Wilayah dan Geografis

  Tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Kabupaten Cilacap merupakan wilayah yang cukup luas di provinsi Jawa Tengah. Ada 23 kecamatan yang berada di kabupaten ini. Hal ini merupakan salah satu hambatan yang dialami oleh kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi. Karena dengan sarana transportasi yang masih menggunakan transportasi darat, kejaksaan harus menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kabupaten cilacap dengan kondisi jalan yang berbeda- Tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Kabupaten Cilacap merupakan wilayah yang cukup luas di provinsi Jawa Tengah. Ada 23 kecamatan yang berada di kabupaten ini. Hal ini merupakan salah satu hambatan yang dialami oleh kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi. Karena dengan sarana transportasi yang masih menggunakan transportasi darat, kejaksaan harus menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kabupaten cilacap dengan kondisi jalan yang berbeda-