Kerangka Teori
Tabel 2. Perbandingan Penerapan Metode Penanganan Sampah Bila Dilihat
dari Segi Penggunaan Public Private Partnership Metode Penanganan Sampah
Negara
Pengumpul- Pengangkut- Pengolah- Pemrosesan Pemilahan
an akhir India
an
an
Partnership Partnership Indonesia masyarakat
Partnership Partnership Keterangan : - Partnership : sudah menjalankan public private partnership
Public
Public
- Publik : Masih dikelola pemerintah - Masyarakat : tanggung jawab masyarakat
Penerapan public private partnership
pada
sampah tahap pengumpulan dan pengangkutan di India tidak terlepas dari realita bahwa dalam pelaksanaannya 79% tahapan penanganan
penanganan
sampah ada pada kedua tahapan tersebut. 50 Apabila dibandingkan dengan tahapan yang
Gambar 4. Diagram Persentase lain, tahap pemilahan hanya memiliki peran Peran
Setiap
Tahapan
15% dari keseluruhan penanganan sampah. Penanganan Sampah di India
Sedangkan
tahap
pengolahan dan
50 Athena Infonomic India. 2012. Public Private Partnership in Municipal Solid Waste Management. Chenai-India : Athena Infonomic, hlm : 50 50 Athena Infonomic India. 2012. Public Private Partnership in Municipal Solid Waste Management. Chenai-India : Athena Infonomic, hlm : 50
Hal lainnya yang menarik di India adalah peran swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka. 51 Banyak sekali perusahaan di
India yang program CSR-nya membantu bidang lingkungan/persampahan. Menariknya, keterlibatan pihak swasta bukan hanya memberi uang semata, tetapi benar-benar terlibat langsung. Semua karyawan diwajibkan untuk bekerja sekian jam membantu program CSR dengan terjun langsung ke lapangan. Selain itu, di samping program CSR yang dilakukan ke luar, di internal perusahaan pun dilakukan sosialisasi dengan gencar, karena perusahaan beranggapan bahwa karyawan mereka merupakan bagian dari masyarakat yang juga bertanggung
jawab dalam pengelolaan sampah. 52 Program CSR dalam Kerja Sama pemerintah dengan swasta terkait pengelolaan sampah merupakan hal lain yang menjadi
pembeda pelaksanaan public private partnership Di Indonesia dan India. Sebagaimana kita tahu Corporate Social Responsibility (CSR) bukan sekedar trend social , namun merupakan sinergi dari upaya yang berkelanjutan untuk menginformasi program-program sosial demi menciptakan ekonomi yang lebih ramah lingkungan dengan melibatkan para pelaku pembangunan untuk
bekerjasama dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 53 Dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, CSR berwawasan lingkungan dapat dilaksanakan di Indonesia khususnya dalam hal pelayanan publik khususnya dalam penanganan sampah melalui public private partnership yang sejatinya adalah wujud dari asas tanggung jawab, berkelanjutan, keadilan dan kesadaran, hukum guna memenuhi hak konstitusi masyarakat di daerahnya atas lingkungan yang baik.
51 Mirza, 2013, Cara India Mengelola Sampah, http://aceh.tribunnews.com/2013/06/07/cara-india- kelola-sampah, Dikutip Senin 24 Juni 2013 Pukul 00:27
52 ibid 53 Kementrian Lingkungan Hidup, 2011, Pedoman CSR Bidang Lingkungan, Jakarta, hlm: 4.
4.2 Konsep Pengoptimalan Public Private Partnership
4.2.1 Konsep Public Private Partnership yang Telah Diterapkan dalam Penanganan Sampah
Konsep Public Private Pa rtnership / Kerjasama Pemerintah-Swasta diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan pihak swasta. Pihak swasta dalam konsep kerjasama ini merupakan suatu bagian dari badan hukum. Konsep Public Private Partnership dapat diterapkan pada sektor persampahan karena penanganan sampah merupakan bagian dari pelayanan publik.
Dalam hal pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan yang baik melalui pelayanan publik sektor persampahan, pemerintah daerah tidak dapat dengan sembarangan menerapkan konsep tersebut untuk penyediaan pelayanan publik. Untuk pelayanan publik khususnya sektor penanganan sampah, pelaksanaan konsep tersebut memerlukan berbagai pertimbangan. Berbagai pertimbangan tersebut diantaranya :
1) Penanganan sampah secara maksimal tidak dapat disediakan oleh pemerintah daerah karena pemerintah daerah terkendala dengan sumberdaya keuangan daerah atau keahlian.
2) Pelibatan swasta diyakini dapat meningkatkan kualitas penanganan sampah atau/dan mempercepat pembangunan daerah serta dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dibandingkan bila ditangani sendiri oleh pemerintah daerah.
3) Ada dukungan dari masyarakat atas keterlibatan swasta dalam penanganan permasalahanan sampah di suatu daerah.
4) Keluaran dari penanganan sampah tersebut dapat terukur dan terhitung tarifnya, sehingga biaya penyediaan penanganan sampah tersebut dapat tertutupi dari pemasukan tarif.
5) Ada pihak swasta yang sudah mempunyai “rekam jejak” baik dalam bekerjasama dengan pemerintah daerah.
6) Ada peluang terjadinya kompetisi sehat dari pihak swasta yang terjun dalam sektor penanganan sampah.
7) Tidak ada peraturan yang melarang pihak swasta untuk terlibat dalam 7) Tidak ada peraturan yang melarang pihak swasta untuk terlibat dalam
atas, maka kerja sama dengan perusahaan swasta dipertimbangkan untuk tidak dilakukan karena tidak ada manfaatnya bagi masyarakat dan pembangunan daerah. Akan tetapi realitanya, banyak pemerintah daerah yang telah menerapkan konsep public private partnership dalam penanganan sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai pertimbangan diatas benar-benar terjadi dalam dinamika penanganan sampah di daerah-daerah.
Gambar 5 :Skematik Kondisi Aktual Public Private Partnership dalam Berbagai Tahapan Penanganan Sampah di Daerah
Melalui bagan diatas, dapat kita ketahui bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan yang besar dalam melakukan penanganan sampah. Bentuk dari kewenangan pemerintah daerah dalam hal penanganan sampah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan Public Private Partnership dalam penanganan sampah di daerahnya. Dinamika penerapan konsep public private partnership dalam penanganan sampah di berbagai daerah di Indonesia akan dijelaskan lebih lanjut dalam tabel berikut :
Tabel 3 : Penerapan Konsep Public Private Partnership dalam Penanganan Sampah di Berbagai Daerah di Indonesia
Daerah
Tahap
Bentuk Public Private Partnership
penanganan
Surakarta Pemrosesan Pengelolaan Solid Waste Final Disposal
akhir
and Treatment Facility
Bekasi Pegolahan dan Pengelolaan program LFG (Landfill Gas) Pemrosesan
Flaring System
akhir
Depok Pegolahan dan membangun tempat penampungan Pemrosesan
sementara atau Intermediate Treatment
Facility (ITF) di atas lahan seluas 10 hektar Jakarta
akhir
Pegolahan dan Pembangunan tempat penampungan Pemrosesan
sementara atau Intermediate Treatment
akhir
Facility Sunter dengan Pola kerjasama adalah Build-Operate-Transfer ( BOT).
Bandung, Pengolahan Pengelolaan Proyek TPA Legok Nangka di Cimahi
Nagreg Batam
sampah
Pengangkutan, Pemkot memberi waktu 25 tahun kepada pengolahan dan
PT Surya Sejahtera untuk mengelola pemrosesan
sampah di Batam
akhir
*Disarikan dari majalah sustaining partnership Dari tabel tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam penerapan konsep Public Private Pa rtnership /
Kerjasama Pemerintah Swasta, pemerintah
daerah cenderung memanfaatkan konsep ini pada tahapan pengolahan dan pemrosesan akhir saja. Walaupun penerapan konsep tersebut telah dilakukan pada tahap pengolahan dan pemrosesan akhir, namun masih terdapat berbagai permasalahan penanganan sampah di daerah yang terbukti dengan masih banyaknya sampah yang belum terangkut, berbagai demonstrasi dan juga dari hasil pemeringkatan lembaga internasional terkait kualitas kebersihan Indonesia. Jadi dapat kami simpulkan bahwa penanganan sampah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan Public Private Partnership sampai saat ini masih belum dapat memenuhi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik.
4.2.2 Konsep Pengoptimalan Public Private Pa rtnership dalam Mengatasi Permasalahan Pengelolaan Sampah di Daerah
Public Private Pa rtnership / Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam
pengelolaan sampah telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah di Indonesia. Walaupun konsep tersebut sudah diterapkan di berbagai daerah, namun nyatanya kita masih belum mendapatkan pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dalam bentuk pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Hal itu dikarenakan dalam penerapan konsep public private partnership , pemerintah daerah tidak memanfaatkan konsep tersebut secara optimal pada setiap tahapan penanganan sampah dan cenderung hanya menerapkan konsep tersebut pada tahap pengolahan dan pemrosesan akhir sampah saja. Penanganan sampah yang baik tidak hanya diperoleh dari pengolahan dan pemrosesan akhir saja. Tahap pemilahan, pengumpulan dan pengangkutan sampah juga dapat menentukan keberhasilan penanganan sampah di suatu daerah.
Penerapan public private partnership pada tahapan pengolahan dan pemrosesan akhir sampah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah menggunakan mekanisme kontrak yang telah disediakan pemerintah pusat yaitu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah. Penanganan sampah merupakan bagian dari pelayanan publik sehingga dalam penyusunan kontrak kerjasama, pemerintah daerah dapat menggunakan salah satu dari 10 macam jenis kontrak yang telah disediakan dalam peraturan menteri dalam negeri tersebut. Karena dalam penanganan sampah terdiri dari 5 tahapan yaitu pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir maka dapat disimpulkan bahwa untuk penerapan konsep optimalisasi public private partnership dalam hal pengumpulan dan pengangkutan sampah, pemerintah daerah juga dapat menggunakan jenis-jenis kontrak yang ada pada peraturan menteri dalam negeri tersebut. Berikut kami sajikan tabel jenis-jenis kontrak yang terdapat dalam Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah :
Tabel 4 : Jenis-Jenis Kontrak Berdasarkan Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah
Kontrak Pelayanan
Kontrak Bangun
Rehabilitasi
Bangun Patungan pemeliharaan
Kontrak Operasional/
Bangun guna
Bangun serah
sewa serah
kelola serah
tambah kelola serah
Pemda kepada Pemda kepada
BH diberi hak Pemda dan BU untuk
Persewaan
BH diberi hak
BU
Pendanaan
BH diberi
BH diberi hak
BU untuk
infrastruktur dari
kontrak untuk
kontrak untuk BU
Cara
mengoperasik mengoperasik
BH ke Pemda
jawab untuk
hak mendanai,
oleh BU ke
tanggung
menambah
menambah membentuk
kerjasama
an fasilitas
fasilitas public BH patungan public
an sarana/ pra
dalam jangka
jawab untuk
fasilitas public
sarana pemda
waktu tertentu
infrastruktur
menarik iuran dikembalikan ke menyediakan
sesuai waktu
dalam bentuk
Pelayanan public
Pelayanan Pelayanan
kerjasama
umum public Efisiensi,
Pengurangan BH patungan hemat biaya,
beban pemda
Infrastruktur lebih
Infrastruktur
Pemda tidak
Sektor public
Pemda dapat
Pengurangan
dana lebih luwes kerjasama
dalam
tersedia bagi
lebih tersedia,
operasional dalam dunia luwes, selisih
modal tapi
anggaran public
dana untuk
operasi/onal
sarana dan pra
berkurangnya
biaya dan
hanya ijin,
dapat minimal,
pembayaran
fasilitas public,
fasilitas public, usaha, pemda
Kelebihan
kepemilikan
resiko atas mendapat tidak ada
sarana
anggaran pemda,
partisipasi
pemenuhan
asset yang
utang,
resiko atas
dibangun tetap
infrastruktur
fasilitas
fasilitas tambahan
investasi
dalam
di daerah
milik pemda,
berteknologi
ditanggung BH
ditanggung BH PAD
terpenuhi di
Kecenderungan Pemerintah pemda
Hak monopoli
Melepas hak
Apabila
Setelah
Melepas hak
Melepas hak
Kecenderungan
kenaikan biaya sebagai berkurang,
pemda hilang,
monopoli,
kinerja
berakhir asset
monopoli,
monopoli,
kenaikan biaya
sebagai dampak sebagai dampak regulator beban biaya
melepas
kecenderungan
keuangan BH
pemda tidak
kenaikan harga,
melepas
sumber
kenaikan biaya,
buruk,
punya nilai
pembangunan, sering konflik
Kelemahan
BH hanya kepentingan apabila hukum
tak terduga
pendapatan
kerjasama BH
BH hanya
mengelola di dengan BH gagal
potensial
cenderung ke
anggaran
penyelesaian
lahan oleh
potensial
mengelola di
pemda
proyek besar
milik pemda
tempat
tempat patungan
lahan oleh
ekonomis tinggi ekonomis tinggi
pemda
Keterangan : BU = Badan Usaha , BH = Badan Hukum , PAD = Pendapatan Asli Daerah
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa dalam penerapan kontrak kerjasama antara pemerintah dengan swasta terdapat berbagai macam jenis kontrak beserta kelebihan dan kelemahan dari masing-masing kontrak. Dalam konsep optimalisasi public private pa rtnership pada karya tulis ini, kami menawarkan suatu konsep pengoptimalan dalam penanganan sampah yaitu pada tahapan pengumpulan dan pengangkutan sampah yang dalam kerjasamanya pemerintah daerah diberi kebebasan dalam menggunakan salah satu dari berbagai jenis kontrak diatas. Kebebasan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan salah satu dari jenis kontrak diatas dalam pelaksanaan konsep optimalisasi public private partnership di dasari dari adanya perbedaan kondisi daerah di Indonesia. Melalui pertimbangan tersebut diharapkan setiap daerah dapat memilih kontrak kerjasama dalam rangka optimalisasi public private partnership yang sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing.
Adannya berbagai jenis kontrak yang telah disediakan dalam Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah tidak semata-mata dapat mengatasi permasalahan penanganan sampah. Walaupun terdapat dasar hukum dan mekanisme kerjasama yang jelas, namun dari segi pendanaan pemerintah daerah tetap saja memiliki keterbatasan. Ketika penerapan konsep public private pa rtnership, pemerintah daerah dapat saja mereduksi pengeluaran penanganan sampah, namun dalam pelaksanaannya setiap kontrak memiliki kesepakatan tertentu yang mana dalam kesepakatan tersebut masih memberikan kewajiban pada pemerintah daerah untuk mengeluarkan pendanaan. Sebagai contoh untuk jenis kontrak pelayanan, pada jenis ini pemerintah daerah masih memiliki kewajiban dalam pembayaran sewa sarana prasarana yang telah disediakan swasta, pembayaran biaya perawatan sarana prasarana dan lain-lain. Dalam konsep optimalisasi public private partnership ini, kami telah mendapatkan solusi atas permasalahan tersebut. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan pemanfaatan dana CSR ( Coorporate Social Reesponsibility) untuk berbagai pendanaan optimalisasi konsep public private partnership yang Adannya berbagai jenis kontrak yang telah disediakan dalam Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah tidak semata-mata dapat mengatasi permasalahan penanganan sampah. Walaupun terdapat dasar hukum dan mekanisme kerjasama yang jelas, namun dari segi pendanaan pemerintah daerah tetap saja memiliki keterbatasan. Ketika penerapan konsep public private pa rtnership, pemerintah daerah dapat saja mereduksi pengeluaran penanganan sampah, namun dalam pelaksanaannya setiap kontrak memiliki kesepakatan tertentu yang mana dalam kesepakatan tersebut masih memberikan kewajiban pada pemerintah daerah untuk mengeluarkan pendanaan. Sebagai contoh untuk jenis kontrak pelayanan, pada jenis ini pemerintah daerah masih memiliki kewajiban dalam pembayaran sewa sarana prasarana yang telah disediakan swasta, pembayaran biaya perawatan sarana prasarana dan lain-lain. Dalam konsep optimalisasi public private partnership ini, kami telah mendapatkan solusi atas permasalahan tersebut. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan pemanfaatan dana CSR ( Coorporate Social Reesponsibility) untuk berbagai pendanaan optimalisasi konsep public private partnership yang
lingkungan. 54 Beberapa permasalahan penanganan sampah yang terdapat di daerah
dapat diatasi dengan menggunakan konsep public private partnership. Untuk lebih memperjelas hubungan antara penyelesaian masalah penanganan sampah dengan penerapan public private partnership, kami dapat jelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 5 : Konsep Optimalisasi Public Private Partnership dalam Penyelesaian Permasalahan Sampah di Daerah
Permasalahan Konsep optimalisasi dalam penyelesaian Hasil penerapan sampah
konsep Disparitas
masalah
Seluruh pemda memiliki kemudahan dalam Pemerataan kualitas
penerapan konsep optimalisasi PPP baik kualitas hasil penanganan
dari segi kontrak kerjasama, tersedianya penanganan sampah
SDM dari swasta, dan pemberian pelayanan sampah
berkualitas dari swasta
Penanganan Pihak swasta turut terlibat dalam seluruh Penanganan yang parsial
tahapan penanganan sampah sehingga sampah yang dan
kualitas penanganan sampah akan merata komprehensif diskriminatif
dan adil Kualitas
disetiap tahapan
Keberadaan pihak swasta dalam setiap Kualitas penanganan
tahapan penanganan sampah akan semakin penanganan sampah
meningkatkan kualitas penanganan sampah sampah tinggi rendah
karena tersedianya SDM berkualitas di
setiap tahapan tersebut.
Biaya Keterlibatan swasta dalam penyediaan Efisiensi biaya penanganan
berbagai sarana prasarana penanganan penanganan sampah tinggi sampah maupun melalui pemanfaatan dana
sampah oleh pemda
CSR dari berbagai pihak swasta untuk
mendanai program PPP
54 Kementerian LH
Dari Tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa dalam penerapan konsep optimalisasi public private partnership, berbagai permasalahan dalam penanganan sampah yang banyak dialami oleh pemerintah daerah dapat teratasi ataupun tereduksi. Sehingga sangat disayangkan apabila pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak memanfaatkan keberadaan konsep
optimalisasi public private pa rtnership ini untuk mengatasi berbagai permasalahan penanganan sampah didaerah nya. Pada pembahasan 4.1 dan pembahasan 4.2 telah kami paparkan suatu konsep optimalisasi public private pa rtnership. Konsep tersebut terdiri dari pengoptimalan public private pa rtnership melalui penanganan sampah yang komprehensif pada setiap tahapan penanganan sampah yang terdiri dari tahap pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Selain itu untuk mengatasi permasalahan pendanaan, kami juga telah memberikan alternative solusi berupa pemanfaatan dana CSR untuk keperluan pendanaan kontrak yang masih membebani pemerintah daerah dalam pembiayaan penanganan sampah. Apabila kita hubungkan dengan pembahasan 1, maka keberhasilan suatu program public private pa rtnership yang menyeluruh telah membawa dampak yang positif bagi suatu negara seperti halnya di India yang telah menerapkan hal tersebut. Solusi tambahan yang dapat diterapkan untuk menunjang konsep ini adalah dengan membuat suatu indikator keberhasilan pengelolaan sampah suatu daerah. Indikator ini berfungsi untuk menentukan daerah mana yang wajib menerapkan konsep optimalisasi ini. Melalui indikator ini pemerintah pusat dapat menginstruksikan penerapan konsep optimalisasi secara tegas kepada pemerintah daerah . Jadi dengan adanya dasar hukum, konsep optimalisasi dan telah tersedianya berbagai alternative jenis kontrak serta alternative solusi pembiayaan maka konsep optimalisasi public private partnership dalam penanganan sampah oleh pemerintah daerah akan berjalan benar-benar optimal dan berwawasan lingkungan. Sehingga dalam penanganan kebersihan di suatu daerah, pemerintah daerah tersebut dapat memenuhi hak konstitusi masyarakat di daerahnya atas lingkungan hidup yang baik yaitu lingkungan yang terbebas dari sampah.
BAB V PENUTUP