OPTIMALISASI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP. pdf
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Lingkungan hidup memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal itu tidak terlepas dari peran lingkungan hidup untuk mempengaruhi kesejahteraan manusia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, lingkungan hidup memiliki arti sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. 1 Negara Indonesia sebagai negara hukum tentunya telah memperhatikan
aspek pentingnya lingkungan hidup dalam rangka menunjang kesejahteraan dan eksistensi manusia 2 . Tujuan besar negara yang terkandung dalam alenia ke empat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu “ melindungi
segenap bangsa Indonesia ”, menjadi suatu tujuan yang juga harus penuhi dalam mewujudkan perlindungan warganegara dari dampak lingkungan yang buruk. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 28 H ayat (1) tersebut dimaknai sebagai pemberian konsekuensi kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah memiliki arti sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis,
1 Pusat Bahasa.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm.831 2 Siahaan, N.H.T.. 1989. Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan. Jakarta : Erlangga.
Hlm. 36 Hlm. 36
ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan hidup. 3 Pengelolaan sampah sendiri memiliki makna sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. 4 Namun realitanya, penanganan sampah di berbagai daerah di Indonesia
masih belum dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif. Bukti yang pertama adalah adanya berbagai demonstrasi menuntut pengelolaan sampah yang serius dari pemerintah daerah seperti yang terjadi di daerah Bandung, Bekasi, Bengkulu
dan Sragen. 5 Yang kedua menurut data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, untuk Jawa Tengah saja pada tahun 2011 dari volume sampah rata-rata perhari
sebesar 24.116,63 m 3 , sampah yang terangkut sekitar 11.750,85 m . Jadi dapat disimpulkan bahwa jumlah sampah harian di Jawa Tengah yang terangkut hanya
sebesar 48,73 % saja. Ketiga, apabila kita melihat data jumlah sampah yang terangkut berdasarkan daerah kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah terlihat jelas disparitas pengelolaan sampah di Jawa Tengah. Sebagai contoh untuk Kota Surakarta rata-rata jumlah sampah yang terangkut perhari sebesar 90% pada 2011, namun di kota Magelang pada tahun yang sama jumlah sampah yang terangkut
hanya 39,96% saja. 6 Selain dilihat dari ketiga hal tersebut, penilaian hasil pengelolaan sampah di Indonesia juga berasal dari pemeringkatan lembaga
Internasional yang menempatkan Indonesia di peringkat 120 dari 139 negara dalam bidang kebersihan berarti Indonesia negara terjorok ke 19 di dunia. 7
3 Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Jumlah Penduduk Indonesia (Ribu) 1930-2011 . BPS. Jakarta 4 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 5 Disarikan dari artikel :
Sri Sumi. 10 Desember, 2012 . Ratusan Warga Tuntut Kepala BLH di Copot , Solopos, hlm. 6 , Anonim. 2010. Lingkungan Tercemar, Warga Demo ke Gedung Sate . http://poskota.co.id/berita- terkini/2010/11/12/lingkungan-tercemar-sampah-warga-demo-ke-gedung-sate [20 Juni 2013] Anonim. 2012. Sampah BIM Numpuk, Warga Ancam Demo . http://radarbengkulu.web.id/berita- utama/sampah-bim-numpuk-warga-ancam-demo.html/ [20 Juni 2013]
6 Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. 2013. Volume Sampah Rata-Rata Per Hari Menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011 (m 3 ). BPS. Semarang
7 Pipiet Tri Noorastuti & Bobby Andalan . 13 April, 2012. Indonesia Ranked 19 th as Worlds Dirtiest . http://en.news.viva.co.id/news/read/304178-indonesia-ranked-19th-as-worlds--dirtiest [20
Juni 2013
Pemerintah sebagai organisator dari negara, memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak konstitusi warga negara atas lingkungan hidup yang baik. Hal tersebut sesuai dengan asas tanggung jawab negara yang tercantum dalam pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam era Otonomi Daerah, pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam mengelola lingkungan di daerahnya tidak terkecuali
dalam pengelolaan sampah. 8 Dalam ayat 1 (a) pasal 11 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu ”. Berdasarkan hal tersebut, sudah jelas bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban mengelola sampah secara baik dan berwawasan lingkungan bagi setiap orang di daerahnya.
Bila dihubungkan antara realita pengelolaan sampah dan kewajiban pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah, dapat kita ketahui bersama bahwa belum ada pemenuhan hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik. Protes rakyat di berbagai daerah menunjukkan bahwa masih adanya daerah yang belum berhasil mengelola sampah. Kemudian, banyaknya rata-rata jumlah sampah perhari yang belum terangkut dan disparitas pengelolaan sampah di daerah menunjukkan bahwa warga negara Indonesia di berbagai daerah sedang mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh pemerintah daerahnya dalam hal pelayanan pengelolaan sampah. Padahal dalam pengelolaan sampah, pemerintah daerah berpedoman pada satu undang-undang yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Permasalahan pengelolaan sampah sebenarnya dapat teratasi apabila pemerintah daerah mampu menerapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah secara menyeluruh. Salah satu hal yang belum banyak di terapkan dalam hal pengelolaan sampah di berbagai daerah adalah bentuk kerjasama dalam bidang persampahan. Selain dalam Undang-Undang
8 I Gusti Ayu Ketut Rachmi. 2011. Green Constitution Sebagai Penguatan Norma Hukum Lingkungan dan Pedoman Legal Drafting Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia . Jurnal
Justisia edisi 82 : 75-81
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, kerjasama dalam pengelolaan sampah sebenarnya juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Dalam penjelasan pasal 4 Peraturan Pemerintah tersebut, salah satu obyek kerjasama yang dapat dikerjasamakan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan dalam bidang persampahan. Melalui kerja sama daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah dan daerah tertinggal. Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum.
Dalam mewujudkan kerjasama daerah di bidang pengelolaan sampah, pemerintah daerah dapat mengemasnya dalam bentuk public private partnership (PPP) atau kerjasama pemerintah-swasta (KPS). Perwujudan public private partnership sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Namun pengelolaan sampah yang menggunakan mekanisme public private partnership saat ini hanya sebatas pengelolaan sampah pada tahap pengolahan dan pemrosesan akhir saja seperti yang telah dilakukan di daerah
Jakarta, Padang, Surakarta, Medan dan lain sebagainya 9 . Akan tetapi pada tahapan pemilahan, pengumpulan dan pengangkutan sampah , public private partnership
masih belum di terapkan secara optimal. Apabila dalam pengelolaan sampah konsep public private partnership dapat di optimalkan pada tahapan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah maka diharapkan akan terwujud suatu pemenuhan hak konstitusi warga negara yang berkeadilan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat oleh pemerintah daerah, yang dalam hal ini lingkungan yang terbebas dari sampah.
9 Disarikan dari : Edisi November 2011. Diskusi Skema Proyek KPS Sektor Persampahan . Bappenas : Sustaining
Partnership, hlm. 27 Liston Damanik. 2012. Pengelolaan Sampah Kota Medan Kerjasama Pihak Asing. http://medan.tribunnews.com/2012/06/18/pengelolaan-sampah-kota-medan-kerja-sama-pihak- asing [ 21 Juni 2013 ]
Mencermati pemaparan yang telah diutarakan, maka perlu adanya suatu pengoptimalan public private partnership dalam pengelolaan sampah demi mewujudkan lingkungan hidup yang baik di Indonesia. Pengoptimalan public private partnership
perlu dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga tidak ada lagi permasalahan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap warga negara yang notabene memiliki hak konstitusi untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik. Dengan demikian akar permasalahan yang menjadi pertanyaan besar untuk dikaji adalah bagaimana pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah? Apakah public private partnership dalam pengelolaan sampah dapat memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik ?
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam persoalan tersebut dalam karya tulis dengan judul “Optimalisasi Public Private Partnership oleh Pemerintah Daerah sebagai Upaya Pemenuhan Hak Konstitusi Atas Lingkungan Hidup yang Baik (Studi Kasus Pengelolaan Sampah di Indonesia) ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan public private partnership oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah selama ini di Indonesia?
2. Bagaimana konsep pengoptimalan public private partnership oleh pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan public private partnership oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah selama ini di Indonesia.
b. Untuk mengetahui konsep pengoptimalan public private partnership oleh pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia.
2. Tujuan Subjektif
a. Menambah, memperluas, memperdalam, dan mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum dan demokrasi dalam teori dan praktik yang berguna bagi penulis.
b. Untuk mengikuti Kompetisi Esai dan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Nasional 2013 (KERTAS Nasional 2013) yang diselenggarakan oleh Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Indonesia (LP2KI FH-UH).
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atas permasalahan; dan
b. Penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan sebagai bahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan terutama di bidang hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan berbagai pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama; dan
b. Memberikan masukan kepada dinas terkait yang membawahi bidang penyelesaian perkara dalam memberikan pelayanan pembinaan perilaku kepada warga negara yang lebih berkeadilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Hak Konstitusi Warga Negara
2.1.1.1 Negara Hukum Pasal 1 (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menyatakan bahwa “ nega ra Indonesia adalah negara hukum ”. Konsep negara hukum atau rechtsstaat mulai muncul secara eksplisit pada abad ke-19. Konsep ini berasal dari Freidrich Julius Stahl yang di ilhami oleh Immanuel
Kant. Menurut Stahl, unsur negara hukum ( 10 rechtsstaat ) adalah :
a. perlindungan hak-hak asasi manusia
b. pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu
c. pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan
d. peradilan administrasi dalam perselisihan. Sedangkan prinsip suatu negara hukum menurut J.B.J.M ten Berge
adalah adanya asas legalitas, perlindungan hak-hak asasi, pemerintah terikat pada hukum, monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum
dan pengawasan oleh hakim yang merdeka. 11 2.1.1.2 Hak Konstitusi Dalam suatu negara hukum seperti halnya negara Indonesia, hak asasi
merupakan suatu hal yang penting. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit menjamin keberadaan hak asasi. Kemudian dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hak asasi juga sudah dijamin secara tegas. Hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi negara inilah yang kemudian disebut sebagai hak
konstitusi. 12
10 Miriam Budiardjo. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia, hlm. 57-58, 11 Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia . Surabaya : Bina Ilmu, hlm. 76-82
12 Suryono, Hasan dkk . 2007 . Pendidikan Kewarganegaraan . Surakarta : UNS Press, hlm. 108
Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan atas kesejahteraan sebesar- besarnya bagi rakyat merupakan prinsip yang mendasari mengapa pembangunan dijalankan dan menjadi hak rakyat dan kewajiban pemerintah. Mengapa hak rakyat? Pertama, ditataran normatif , pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 mengamanatkan secara eksplisit kewajiban dan peran negara. Kedua, prinsip-prinsip hak dalam perspektif hak asasi manusia bahwa hak merupakan hal yang tak terpisahkan. Hak asasi tidak bisa diambil maupun diserahkan, sifatnya melekat. Ketiga, ditataran praktikal , mengenai relasi logis pendapatan dan belanja anggaran. Fakta bahwasanya penerimaan APBN Indonesia lebih dari 70 % adalah berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. Keempat adalah relasi negara dan masyarakat. Negara sebagai entitas politik memiliki segi kontrak sosial dengan rakyat yang mengunci keberadaan negara.
Segi inilah menjadi pembahasan inti adanya hak warga negara. 13 Relasi politik dari pendekatan berbasis hak adalah munculnya entitas
subyek, yakni pemegang hak dan pemenuh hak. Setiap pemegang hak memiliki hak melekat untuk menuntut hak serta menuntut akuntabilitas pemenuh hak. Sedangkan pemenuh hak memiliki tanggungjawab untuk memenuhi,
melindungi, dan menghormati hak maupun pemegang hak. 14 Dalam konstitusi negara Indonesia terdapat 40 hak konstitusional yang dapat di kelompokkan
dalam 14 rumpun sesuai dengan jenisnya. Apabila dihubungkan dengan karya tulis kami, terdapat beberapa hak konstitusi yang terkait pada pembahasan
karya tulis kami. Hak konstitusi tersebut diantaranya adalah : 15
a. Hak Atas Kesehatan & Lingkungan Sehat
1. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin Pasal 28H (1)
2. Hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Pasal 28H (1)
b. Hak Atas Kepastian Hukum & Keadilan
13 Ahmad Miftah, dkk .2009. Belajar dari 10 Propinsi di Indonesia: Upaya Pencapaian MDG’s
Melalui Inisiatif Multi Pihak . Jakarta : Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, hlm. 5 14 Ibid. hlm 6
dalam 14 Rumpun. http://www.komnasperempuan.or.id/2011/11/pemenuhan-hak-hak-konstitusional-perempuan-dan- otonomi-daerah/ [19 Juni 2013]
15 Anonim, 2011.
Poster
40 Hak
Konstitusional
Hak atas pengakuan, jaminan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil Pasal 28D (1)
c. Hak Bebas Dari Ancaman, Diskriminasi & Kekerasan Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun Pasal 28I (2)
2.1.2 Lingkungan Hidup
2.1.2.1 Lingkungan Pembagian lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok dasar yaitu
lingkungan fisik, biologis dan sosial . Lingkungan fisik ( physical environment ) adalah segala sesuatu di sekitar manusia yang berbentuk benda mati seperti rumah, kendaraan, tanah, udara, air, api dan lain-lain. Lingkungan biologis ( biological environment ) adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita yang berupa makhluk hidup seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan sosial ( social environment ) adalah orang lain yang ada disekitar
kita, seperti tetangga, teman dan lain-lain. 16 2.1.2.2 Lingkungan Hidup
Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik hidup bersamaan menempati suatu ruang tertentu. Selain makhluk hidup, dalam ruang itu juga terdapat benda tak hidup, seperti udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya
disebut lingkungan hidup. 17 Istilah Lingkungan Hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment , dalam bahasa Belanda disebut dengan milieu ,
atau dalam bahasa Perancis disebut dengan 18 I’environment. Munadjat Danusaputro seorang pakar lingkungan hidup mendefinisikan
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya
16 Fuad Amsyari, 1989, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan , Jakarta: Ghalia Indonesia, cet.ketiga, hal 11-12
17 Otto Soemarwoto,” Ekologi, Lingkungan Hidup ”, Jakarta: Djembatan, 2001, hlm 51-52 18 Siahaan, 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan . Jakarta: Erlangga.
manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia. 19
Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhialam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan hidup merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningakatan kualitas hidup. Manusia tanpa lingkungan hidupnya adalah suatu abstraksi belaka.
2.1.2.3 Dasar Hukum Lingkungan Hidup Lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi
bersama demi kelangsungan hidup di dunia. Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia akhirnya diadakan di Stockholm tanggal 5-16 Juni 1972 sebagai awal kebangkitan modern yang ditandai perkembangan berarti bersifat menyeluruh ke berbagi pelosok dunia dalam bidang lingkungan hidup. Konferensi itu dihadiri 113 negara dan beberapa puluh peninjau serta telah menghasilkan Stockholm Declaration yang berisi 24 prinsip lingkungan hidup dan 109 rekomendasi rencana aksi lingkungan hidup manusia, hingga dalam suatu resolusi khusus, konferensi menetapkan tanggal 5 Juni sebagi hari
lingkungan hidup sedunia. 20 Di Indonesia perhatian mengenai lingkungan hidup sudah dilakukan
sejak tahun 1960-an, tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional ” di Bandung pada
19 Munadjat Danusaputro, 1980, Hukum Lingkungan Buku I Umum , Bandung: Binacipta, hlm 67
20 Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm, 4.
tanggal 15-18 Mei 1972. Dalam seminar tersebut disampaikan makalah yang merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan
di Indonesia oleh Mochtar Kusumaatmadja. 21 Ketentuan hasil tersebut membawa makna penting sekaligus secercah
harapan bagi tersedianya jaminan konstitusi atas keberlangsungan lingkungan di alam khatulistiwa ini. Sebagaimana kita tahu dalam UUD NRI 1945 Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) adalah merupakan ketentuan kunci tentang diaturnya norma mengenai lingkungan di dalam konstitusi. Secara berturut- turut kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28H ayat (1): “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pasal 33 ayat (4): “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokra si ekonomi
dengan prinsip
kebersa maan, efisiensi
berkeadilan,berkelanjutan, ber wa wa san lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Berdasarkan kedua Pasal tersebut di atas maka sudah jelas bahwa UUD
1945 juga telah mengakomodasi perlindungan konstitusi ( constitutional protection ) baik terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional.
Selain Indonesia, hak-hak serta kewajiban konstitusional terkait dengan lingkungan hidup juga terdapat di dalam berbagai konstitusi negara-negara dunia, misalnya Afrika Selatan (1996), Angola (1992), Armenia (1995), Belanda (1983), Bhutan (2008), Brasil (1988), Chili (1980), Ekuador (2008), India (1976), dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum maka peranan konstitusi
sebagai “langit” dari segala bidang hukum nasional menjadi teramat penting, sebab konstitusi merupakan titik puncak tertinggi piramida aturan bernegara dari segala hukum yang berlaku di dalam negeri. Dalam teori stufenufbau der
21 Ibid, hlm 4.
rechtsordnung ,
dengan istilah “ 22 staatsgrundgesetz ”.
2.1.3 Sampah 2.1.3.1 Definisi Sampah
Sampah adalah semua benda padat buangan yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang atau sisa dari aktifitas manusia yang sudah tidak digunakan lagi yang berasal dari rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel dan lain-lain. Sampah merupakan hasil samping dari aktifitas manusia
yang tidak digunakan. 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. 2.1.3.2 Sumber Sampah
Sumber atau tempat penghasil sampah pada umumnya berkaitan dengan tata guna lahan. Jumlah sumber sampah dapat sesuai dengan kategori
penggunaannya. Sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagi berikut : 24
1) Daerah pemukiman Sampah pemukiman berasal dari aktivitas rumah tangga berupa persiapan di dapur, sisa makanan, pembersihan lantai rumah dan halaman. Jenis sampah biasanya berupa sampah basah dan kering.
2) Daerah institusi Sumber sampah komersial yaitu pasar, pertokoan, restoran, perusahaan, supermarket, hotel, percetakan, bengkel dll. Jenis sampah yang dihasilkan sebagian besar sampah kering ( rubbish ).
22 Hamid A. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintah Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi
Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV , Disertasi Ilmu Hukum Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 287.
23 Notoatmodjo S. 2007, Kesehatan Masyarakat . Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta. 24 Widi Hartanto. Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Gombong Kabupaten Kebumen. Tesis
Magister Program Pascasarjana Teknik Pembangunan wilayah dan Kota Universitas Dipenogoro Semarang 2006.
3) Sampah jalan dan tempat terbuka Sampah katagori ini berasal dari kegiatan penyapuan jalan dan trotoar, taman, lapangan , tempat rekreasi. Jenis sampah biasanya berupa daun, ranting pohon, kertas pengbungkus, puntung rokok.
4) Daerah industri Sumber sampah industri berasal dari perusahaan yang bergerak dibidang industri berat, industri ringan, pabrik.
5) Rumah sakit dan tempat pengobatan Sampah rumah sakit pengelolaannya ditangani terpisah dengan sampah lainnya karena bersifat khusus kemungkinan mengandung kuman penyakit menular. Sampah yang dihasilkan berupa bekas operasi, pembalut luka, potongan anatomi, sampah dapur dan kantor.
2.1.3.3 Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah menurut Pasal 1 butir (5) Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan S ampah adalah “ kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah”. Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah akan dejelaskan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 1 . Tahapan Penanganan Sampah Menurut Permendagri No 33/ 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
Penanganan sampah
Konsep
Pemilahan Memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenis (pasal 5)
sampah dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap kawasan
Pengumpulan Pemindahan sampah dari tempat sampah rumah tangga (pasal 6)
ke TPS sampai ke TPA dengan tetap menjamin ke TPS sampai ke TPA dengan tetap menjamin
- sampah rumah tangga ke TPS tanggung jawab (pasal 7)
RT/RW.
- dari TPS ke TPA tanggung jawab pemerintah daerah. - sampah kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, dan kawasan khusus, dari sumber sampah sampai ke TPS dan/atau TPA, menjadi tanggung jawab pengelola kawasan.
- sampah dari fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya dari sumber sampah dan/atau dari TPS sampai ke TPA, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Pengolahan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah (pasal 8)
yang dilaksanakan di TPS dan di TPA dengan memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan.
Pemrosesan Akhir dilakukan dengan pengembalian sampah dan/atau residu
(pasal 9) hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman. Keterangan :
TPS : Tempat Pembuangan Sementara TPA : Tempat Pembuangan Akhir
RT/RW : Rukun Tetangga / Rukun Warga
2.1.4 Public Private Partnership (PPP) / Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Kerjasama
KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Pa rtnership atau disingkat PPP adalah suatu perjanjian kontrak antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini , keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) dikerjasamakan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam mlakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada
Pemerintah
Swasta disingkat
pemerintah dan swasta. 25 Sebagaimana diketahui bahwa seiring dengan dinamisnya pelaksanaan
otonomi daerah, maka pemerintah (daerah) memiliki peluang yang sangat besar untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dijamin
25 Zainal Asikin. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Public . Mimbar hukum volume 25 nomor 1 februari 2013 hal 56 25 Zainal Asikin. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Public . Mimbar hukum volume 25 nomor 1 februari 2013 hal 56
sepanjang yang menyangkut pelayanan publikatau 26 public services . Public services dicirikan dengan dua ciri, yaitu: (1) Non excludability,
yaitu orang-orang yang membayar diharapkan dapat menikmati barang itu; dan (2) Non rivalry consumption , yaitu seorang yang mengkonsumsi barang itu, dan orang lain mengkonsumsinya pula. Berhubung pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan barang public services yang akan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat di atas maka pemerintah harus
menyediakannya agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat ditingkatkan. 27
Gambar 1. Diagram Kebutuhan Investasi Pelayanan Publik Indonesia 2010-2014
Karena kemampuan pemerintah terbatas maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya government failure , dimana intervensi privat dapat dimungkinkan dengan alasan sebagai berikut: (1) meningkatnya penduduk di perkotaan sementara sumber keuangan pemerintah terbatas; (2) pelayanan yang diberikan sektor privat/ pelayanan dianggap lebih efisien; (3) banyak bidang pelayanan tidak ditangani pemerintah sehingga sektor swasta/privat dapat memenuhi kebutuhan yang belum ditangani tanpa mengambil alih tanggung
26 ibid hal 55 27 Nurdjaman, Arsyad, 1992, Keuangan Negara, Intermedia, Jakarta. Hlm 17 26 ibid hal 55 27 Nurdjaman, Arsyad, 1992, Keuangan Negara, Intermedia, Jakarta. Hlm 17
KPS akan memiliki peran penting dalam mewujudkan Visi 2025 mengingat sumber daya fiskal yang terbatas. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat sebagai hasil dari MP3EI 2011-2025, penerimaan pajak akan meningkat pula, dan anggaran fiskal Indonesia akan berkembang. Kerangka peraturan sebagai payung hukum implementasi KPS bidang infrastruktur di Indonesia menggunakan Perpres 67/2005 yang kemudian direvisi melalui Perpres 13/2010 dan Perpres 56/2011 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Ini merupakan peraturan pemilihan badan usaha pembangunan infrastruktur yang kompetitif, terbuka, dan transparan. Kerjasama Pemerintah-Swasta /KPS ( Public Private Partnership / PPP) akan digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan pada kegiatan pemberian layanan dengan karakteristik layak secara keuangan dan memberikan dampak ekonomi tinggi dan memerlukan dukungan dan jaminan
pemerintah yang minimum. 29 Prinsip Dasar KPS yakni: Adanya pembagian risiko antara pemerintah
dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya; Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya; Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek ( revenue ) yang dibayar oleh pengguna ( user charge ); Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih.
Tujuan pelaksanaan KPS: Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta; Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; Meningkatkan
28 Zainal Asikin. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Public . Mimbar hukum volume 25 nomor 1 februari 2013 hal 57
29 Ir. Gunsairi, MPM. 2011. Mengapa Perlu Ada KPS? . Jakarta : Sustaining Partnership - Edisi Khusus Tahapan KPS 2011 , hal : 4 29 Ir. Gunsairi, MPM. 2011. Mengapa Perlu Ada KPS? . Jakarta : Sustaining Partnership - Edisi Khusus Tahapan KPS 2011 , hal : 4
Sedangkan manfaat skema KPS: Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan; Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat; Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah; Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak; Kinerja layanan masyarakat semakin baik; Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan; Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial.
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.Skematik Kerangka Pemikiran
Penjelasan kerangka pemikiran : Dalam suatu negara hukum, setiap orang memiliki jaminan memperoleh hak konstitusi. Hak atas lingkungan hidup baik adalah bagian dari hak konstitusi. Salah satu upaya pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik adalah melalui pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Di era otonomi daerah ini, pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan merupakan tugas utama dari pemerintah daerah. Namun realitanya pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah masih menunjukkan adanya disparitas penanganan sampah, rendahnya kualitas penanganan sampah, dan minimnya anggaran untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang baik. Pihak swasta yang dikenal memiliki pendanaan besar, berdaya saing tinggi dan berkualitas dipandang sangat potensial untuk bermitra dengan pemerintah daerah. Konsep kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta inilah yang kemudian dinamakan Public Private Pa rtnership/ Kerjasama Pemerintah-Swasta. Diharapkan melalui optimalisasi konsep tersebut, akan terwujud asas keadilan dan pemenuhan hak konstitusi masyarakat.
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Perancangan penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian
hukum normatif, yakni metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja. 30 Dalam karya tulis ini
penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan cara mengumpulkan data yang menggambarkan atau memaparkan fakta-fakta maupun data-data serta analisis dari hasil penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran guna mendukung argumentasi hukum secara sistematis dan terstruktur berdasarkan yuridis normatif yaitu analisa penelitian berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang juga mengacu pada fakta dan teori pendukung dalam permasalahan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah.
3.1.2 Pendekatan Penelitian Dalam karya tulis ini ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh
penulis, antara lain: pendekatan perundang-undangan ( statute approa ch ) yaitu mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, kemudian menelaah semua undang-undang dan regulasi
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 31 Pendekatan studi kasus ( case approach) yaitu melalui pengujian secara rinci terhadap satu
latar yaitu indonesia atau satu kejadian tertentu yang berupa permasalahan pengelolaan sampah di daerah. Pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci yang dalam hal ini adalah kasus pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia. Pendekatan selanjutnya yang penulis gunakan adalah pendekatan komparasi (compa ration approach). Pendekatan ini berdasarkan perbandingan
30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 13-14.
31 Ibid. Hlm. 93 31 Ibid. Hlm. 93
memahami konsep-konsep 32 mekanisme terkait public private partnership.
3.1.3 Jenis Data Secara umum, data dalam penelitian dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar dan
yang kedua diberi nama data sekunder. 33 Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil
penelaahan kepustakaan atau dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya.
3.1.4 Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Dalam karya tulis
ini, penulis menggunakan bahan hukum 34 , yang terdiri dari:
a) Bahan Hukum Primer, meliputi;
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah.
6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
7) Permendagri nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknik Tata Cara Kerjasama Daerah
32 Johnny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang; Bayumedia Publising, hlm 391.
33 Soerdjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum , Jakarta: UI Press. hlm. 51. 34 CFG. Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20,
Bandung: alumni, hlm 36.
b) Bahan Hukum Sekunder, meliputi; buku, jurnal, majalah, artikel,dll
c) 35 Bahan Hukum Tersier , yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, yaitu Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Black`s La w Dictionary .
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian pada umumnya, dikenal tiga jenis alat pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka dan observasi 36 . Dalam hal ini penulis
menggunakan studi dokumen atau studi pustaka yang dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui buku-buku, jurnal, majalah yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, melalui peninggalan tertulis berupa perundang- undangan, buku, arsip-arsip dan termasuk juga bahan tentang pendapat, teori, dalil dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
3.3 Metode Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data penelitian ini akan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Editing adalah proses meneliti kembali data –data yang telah diperoleh, apakah data –data tersebut telah memenuhi syarat untuk dijadikan bahan dalam proses selanjutnya, dengan kata lain, kerja memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keraguan data.
2. Analyzing, proses analisis yang dilakukan dengan menggunakan konsep atau teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji.
3. econtruction, menyusun data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan.
4. Concluding, pengambilan kesimpulan dari data – data yang diperoleh untuk menemukan jawaban.
35 Ibrahim R, 1995, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum. Raja Grafindo Persada, hlm 41-43. 36 Soerjono Soekanto, 1984 , Pengantar Penelitian Hukum , Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1984, hlm 21
3.4 Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data penulis berdasarkan logika secara induktif yang bertolak dari fakta-fakta yang ada dalam masyarakat kemudian diabstraksikan dan dicari prinsip-prinsip untuk dibangun suatu hipotesa. Fakta yang kemudian berhasil dikumpulkan dijadikan bahan klasifikasi dan analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan sebagai permasalahan hukum yang ada, sehingga didapatkan konsep tepat untuk pengelolahan sampah oleh pemerintah daerah.
Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mempelajari permasalahan yang ada dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
masyarakat sehari-hari serta situasi-situasi tertentu. 37 Penulisan deskriptif menitikberatkan pada sistematika dan kesan dominan yang jelas, sehingga dapat
diperoleh suatu penjelasan dan solusi penyelesaian masalah yang tepat.
37 Moh Nazir,2005, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 35.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengaturan dan Pelaksanaan dalam Pengelolaan Sampah Selama Ini di Indonesia
UUD NRI 1945 telah mengakomodasi perlindungan konstitusi ( constitutional protection ) terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional. Tatanan lingkungan yang baik dalam hal ini berkaitan dengan pengelolaan lingkungan yang baik, termasuk salah satunya dalam hal pengelolaan sampah yang sejatinya, sampah merupakan salah satu dari unsur lingkungan.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam latar belakang, dalam pengelolaan sampah masih ditemukannya disparitas kebersihan oleh pemerintah daerah yang merupakan bukti belum terpenuhinya hak-hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik. Disparitas kebersihan merupakan wujud ketidakadilan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah yang merata, kooperatif dan berasaskan keadilan di daerahnya. Tidak meratanya pengelolaan sampah tersebut terjadi karena pemerintah daerah belum bisa secara maksimal menjangkau seluruh wilayah di daerahnya jika hanya dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri secara langsung. Sebagai jalan keluar, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan sampah daerah dalam bentuk public private partnership(PPP) atau kerjasama pemerintah-swasta (KPS).
Permasalahan pengelolaan sampah sebenarnya dapat teratasi apabila pemerintah daerah mampu menerapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah secara menyeluruh. Dalam Pasal 26 BAB VIII Tentang Kerja Sama dan Kemitraan, (1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antar pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. Ditegaskan lagi dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56/2011 dan Perpres 13/2010 tentang Permasalahan pengelolaan sampah sebenarnya dapat teratasi apabila pemerintah daerah mampu menerapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah secara menyeluruh. Dalam Pasal 26 BAB VIII Tentang Kerja Sama dan Kemitraan, (1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antar pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. Ditegaskan lagi dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56/2011 dan Perpres 13/2010 tentang
Selain itu pengaturan kerjasama dalam pengelolaan sampah dengan swasta diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Dalam penjelasan pasal 4 Peraturan Pemerintah tersebut, salah satu obyek kerjasama yang dapat dikerjasamakan oleh pemerintah daerah adalah pelayanan dalam bidang persampahan. Melalui kerja sama daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah dan daerah tertinggal. Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum.
Perwujudan public private pa rtnership sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah. Namun pengelolaan sampah yang menggunakan mekanisme public private pa rtnership saat ini hanya sebatas pengelolaan sampah pada tahap pengolahan dan pemrosesan akhir saja seperti yang telah dilakukan di daerah Jakarta, Surakarta, Medan dan lain
sebagainya. 38 Akan tetapi pada tahapan pemilahan, pengumpulan dan pengangkutan sampah, public private partnership masih belum di terapkan secara
optimal. Provinsi DKI Jakarta bawah Permendagri No. 33 Tahun 2010, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng swasta untuk pengolahan sampah di TPA Bantargebang, maupun rencana pengelolaan sampah ke depan dengan skema
PPP/KPS. 39
38 Bapenass, Edisi November 2011. Diskusi Skema Proyek KPS Sektor Persampahan . Bappenas : Sustaining Partnership, hlm. 27
Liston Damanik. 2012. Pengelolaan Sampah Kota Medan Kerjasama Pihak Asing. http://medan.tribunnews.com/2012/06/18/pengelolaan-sampah-kota-medan-kerja-sama-pihak- asing [ 21 Juni 2013 ]
39 Bappenas, Edisi November 2011. Mekanisme KPS Sektor Pengelolaan Sampah , Bappenas : Sustaining Partnership, hlm. 24
Kota Surakarta dalam hal pengelolaan sampah sepenuhnya masih menjadi tanggung jawab Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas Pasar, Dinas Pekerjaan Umum, kantor kecamatan, dan kantor kelurahan melalui LKMD. Penanganan sampah di jalan-jalan protokol dan kelas II serta tempat-tempat fasilitas umum yang dilayani oleh 71 TPS yang dilakukan Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan dibantu kantor kecamatan untuk wilayah masing- masing kecamatan. Sampah pasar dari 37 pasar yang ditangani oleh Dinas Pasar, sedangkan sampah di saluran drainase ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum. Untuk kebersihan lingkungan di kelurahan ditangani melalui koordinasi LKMD. Sampah yang telah terkumpul di TPS di setiap kelurahan akan diangkut oleh truk-
truk DKP Kota Surakarta ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 40 . Selain itu, “…Pemerintah Kota Surakarta menggaet pihak ketiga (swasta)
dalam menangani masalah pengelolaan dan pengolahan sampah di TPA Putri Cempo. Kesepakatan kerjasama (MoU) dengan investor Jerman telah di tanda tangani oleh Walikota Surakarta Joko Widodo, perwakilan Aero Tech GMBH Jerman Volker Schulz Berendt dan Direktur PT Selaras Daya Utama
(Sedayu) Lilik Se 41 tiawan pada 6 Oktober 2009….”
Tidak jauh berbeda dengan kota-kota sebelumnya yang menggunakan konsep kerja sama swasta dengan Pemerintah Daerah di Pemrosesan Tahap Akhir, di Kota Medan pun demikian,
“…Selain itu pada sektor persampahan, melakukan kampanye kepada masyarakat menerapkan konsep 3 R, melakukan program Bank Sampah, peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur persampahan, dalam hal ini Pemko Medan secara berkesinambungan meningkatkan alokasi anggaran serta kerja sama dengan pihak swasta, seperti yang dilakukan pada penyediaan tehnologi pengelolaan persampahan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)…” 42
40 Sessario Bayu Mangkara, dkk, Penerapan Sistem Pengelolaan Sampah Kota Dengan Pemberdayaan Fungsi Tps Sebagai Solusi Pengurangan Timbunan Sampah Di TPA Kota
Surakarta, http://pkm.openthinklabs.com/home/contoh-proposal/pkm-gt/uns/pengelolaan-sampah- kota Dikutip Minggu 23 Juni 2013 Pujuk 23.47
41 ibid 42 Pemerintah
Penghargaan Pkpd-Pu, http://www.pemkomedan.go.id/news_detail.php?id=13555, Dikutip Minggu 23 Juni 2013 Pukul 23.57
Kota
Medan,
Medan,
Raih
Sejalan Dengan itu, Denpasar dengan konsep Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) yang menerapkan Public Private Pa rtnership (PPP) untuk pengelolaan sampah telah menunjukkan keberhasilan pengelolaan sampah yang dapat dilihat pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sarbagita yang merupakan Proyek kerjasama antara Badan Pengelolan Kebersihan Sarbagita (BPKS) dan PT. Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) melalui PPP yang telah berhasil menjual listrik yang dihasilkan kepada PT. PLN. TPA dengan luas 25 Ha ini merupakan tempat pengelolaan sampah terpadu yang akan melayani buangan
sampah dari empat Kabupaten/Kota di wilayah Bali Selatan. 43 Public Private Partnership / Kerjasama antara Pemerintah dengan Swasta
ini telah diperkuat dengan terbitnya Perpres No 13 Tahun 2010 yang merupakan perubahan atas Perpres No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur, dimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 yang menyatakan jenis infrstuktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan
tempat pembuangan. 44 Seiring dengan dinamisnya pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah