Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In vitro)

(1)

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urban) SEBAGAI ALTERNATIF

MEDIKAMEN SALURAN AKAR TERHADAP

Enterococcus faecalis (SECARA IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ATIKA RESTI FITRI NIM : 080600015

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2012

Atika Resti Fitri

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In vitro)

xi + 57 halaman

Perawatan saluran akar bertujuan untuk menghilangkan bakteri serta produknya dari saluran akar terinfeksi. Pemberian medikamen intrakanal untuk mengeliminasi bakteri di saluran akar yang tidak bisa dicapai oleh proses chemomechanical cleansing. Beberapa medikamen dapat bersifat toksik sehingga diperlukan bahan yang berasal dari bahan alami, salah satunya adalah pegagan yang bersifat biokompatibel, memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, serta antinosiseptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E.faecalis dengan melihat nilai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM).

Tanaman pegagan yang dikeringkan (390 gram), diekstraksi dengan etanol 96% sampai diperoleh ekstrak kental 98 gram. Pengujian antibakteri menggunakan metode dilusi dengan mengencerkan ekstrak pegagan dalam Mueller Hinton Broth, diperoleh konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan 3,125% masing-masing 4 sampel. Tiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, dicampur


(3)

dengan vorteks, diinkubasi pada 37°C selama 24 jam dalam inkubator CO2. Amati perubahan kekeruhan, bandingkan dengan kontrol Mc. Farland untuk mendapatkan nilai KHM. Tiap kelompok dicampur dengan vorteks, diambil 50 µ l, diteteskan pada Mueller Hinton Agar, direplikasi 4 kali, diinkubasi dan jumlah koloni bakteri dihitung untuk menentukan nilai KBM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100%,50%, 25% seluruh bakteri mati, sementara konsentrasi 12,5%,6,25%, 3,125% dijumpai pertumbuhan bakteri yang subur. Lalu dilakukan pengujian pada konsentrasi 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan diperoleh hasil pada semua konsentrasi tersebut seluruh bakteri mati.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan KBM 15%. Sedangkan, nilai KHM pada penelitian ini tidak dapat diketahui karena hasil tidak representatif untuk mengukur nilai KHM.

Kata kunci : medikamen saluran akar, E. faecalis, pegagan Daftar Rujukan : 39 (1995-2011)


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 4 Mei 2012

OLEH:

Pembimbing I

NIP : 19631127 199203 2 004 Nevi Yanti, drg., M.Kes

Pembimbing II

NIP : 19850626 200912 2 005 Fitri Yunita Batubara,drg

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

NIP : 19560105 198203 2 002 Cut Nurliza,drg., M.Kes


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi Berjudu l

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) SEBAGAI ALTERNATIF MEDIKAMEN SALURAN AKAR TERHADAP

Enterococcus faecalis (SECARA In-Vitro) Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

NIM : 080600015 ATIKA RESTI FITRI

Telah dipertahankan di depan tim penguji Pada tanggal 4 Mei 2012

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

NIP. 19631127 199203 2 004 Nevi Yanti, drg., M.Kes

Anggota Tim Penguji Lain

Prof.Trimurni Abidin,drg.,M.Kes,Sp.KG(K)

NIP.19500828 197902 2 001 NIP. 19560516 198303 1 003 Darwis Aswal,drg.

NIP. 19850626 200912 2 005 Fitri Yunita Batubara, drg

Medan, 4 Mei 2012 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Ketua,


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Ir. M. Nursol, M.Sc dan Yendriwati, drg., M.Kes yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, bimbingan dan semangat yang tidak akan terbalaskan. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada saudaraku, Ival, yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

3. Nevi Yanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Fitri Yunita Batubara, drg. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran, kesabaran, dukungan, bimbingan dan semangat kepada penulis.

5. Siti Wahyuni, drg. selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan bantuan, saran dan bimbingan kepada penulis.

7. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt, Abang Bagus, Abang Ari dan seluruh staf laboratorium Farmasi Universitas Sumatera Utara yang turut membantu mengerjakan penelitian ini.

8. Wahyu Hidayatiningsih, S.Si., M.Kes selaku peneliti di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya yang telah meluangkan waktunya, membimbing, dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

9. Teman-temanku, Ita, Ulfa, Dila, Ria, Hafsah atas dukungan, semangat, doa, harapan dan kebersamaan kita selama saya mendapat pendidikan di FKG USU ini.

10.Imel, Mery, dan Kakak Laila atas bantuan, dukungan, saran dan kebersamaan selama penelitian ini berlangsung.


(8)

11.Kakak Rena, Kakak Nunu dan Kakak Sani yang selalu meluangkan waktunya dan memberikan masukan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama saya mengerjakan skripsi ini.

12.Teman-teman angkatan 2008, senior, dan adik-adik 2009/2010 yang telah memberikan dukungan, semangat serta do’a selama ini.

13.Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dan memohon maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 4 Mei 2012

Penulis,

Atika Resti Fitri


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Medikamen Saluran Akar ... 6

2.2 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar ... 10

2.3 Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 18

3.2 Hipotesa Penelitian ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 20

4.2 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel... 20

4.3 Variabel Penelitian ... 22

4.4 Defenisi Operasional ... 25

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 26


(10)

4.7 Prosedur Penelitian ... 27

4.8 Analisis Data ... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Ekstrak Kental Pegagan ... 33

5.2 Uji Efektifitas Antibakteri... 33

BAB 6 PEMBAHASAN ... 38

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 45

7.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil uji antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis

Pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% ... 36 2. Hasil uji antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran koloni E. faecalis di bawah Scanning Electron Microscope ... 11

2. Faktor-faktor virulensi E. faecalis ... 13

3. Tanaman pegagan di Desa Durian, Kec. Pantai Labu Deli Serdang... 16

4. Bagian pegagan yang diambil ... 28

5. Penimbangan pegagan ... 28

6. Pengeringan pegagan dalam lemari pengering ... 29

7. Penghalusan pegagan kering dengan blender ... 29

8. Simplisia pegagan ... 29

9. Perendaman simplisia... 29

10. Proses perkolasi pegagan... 29

11. Penguapan ekstrak cair dengan vacuum rotavapor ... 29

12. Ekstrak kental etanol pegagan ... 33

13. Media Mueller Hinton Broth sebelum dan setelah diberi perlakuan ... 34

14. Koloni E. faecalis pada Mueller Hinton Agar (MHA) ... 34

15. Koloni bakteri tumbuh pada konsentrasi 12,5%,6,25%,3,125% ... 35

16. Zona bening pada MHA dengan konsentrasi 100%, 50%, 25% ... 36

17. Gambaran MHA pada konsentrasi 15% ... 38


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alur pikir ... 52

2. Alur ekstraksi tanaman pegagan ... 54

3. Penyiapan suspensi bakteri 3.1 Pembuatan media pertumbuhan ... ... 55

3.2 Pembuatan suspensi bakteri ... ... 55

4. Alur pengujian efek antibakteri ekstrak etanol pegagan ... ... 56

5. Hasil identifikasi tanaman pegagan ... 57


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2012

Atika Resti Fitri

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In vitro)

xi + 57 halaman

Perawatan saluran akar bertujuan untuk menghilangkan bakteri serta produknya dari saluran akar terinfeksi. Pemberian medikamen intrakanal untuk mengeliminasi bakteri di saluran akar yang tidak bisa dicapai oleh proses chemomechanical cleansing. Beberapa medikamen dapat bersifat toksik sehingga diperlukan bahan yang berasal dari bahan alami, salah satunya adalah pegagan yang bersifat biokompatibel, memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, serta antinosiseptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E.faecalis dengan melihat nilai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM).

Tanaman pegagan yang dikeringkan (390 gram), diekstraksi dengan etanol 96% sampai diperoleh ekstrak kental 98 gram. Pengujian antibakteri menggunakan metode dilusi dengan mengencerkan ekstrak pegagan dalam Mueller Hinton Broth, diperoleh konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25% dan 3,125% masing-masing 4 sampel. Tiap konsentrasi diambil 1 ml, tambahkan 1 ml suspensi bakteri, dicampur


(15)

dengan vorteks, diinkubasi pada 37°C selama 24 jam dalam inkubator CO2. Amati perubahan kekeruhan, bandingkan dengan kontrol Mc. Farland untuk mendapatkan nilai KHM. Tiap kelompok dicampur dengan vorteks, diambil 50 µ l, diteteskan pada Mueller Hinton Agar, direplikasi 4 kali, diinkubasi dan jumlah koloni bakteri dihitung untuk menentukan nilai KBM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100%,50%, 25% seluruh bakteri mati, sementara konsentrasi 12,5%,6,25%, 3,125% dijumpai pertumbuhan bakteri yang subur. Lalu dilakukan pengujian pada konsentrasi 15%, 17,5%, 20%, 22,5% dan diperoleh hasil pada semua konsentrasi tersebut seluruh bakteri mati.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan KBM 15%. Sedangkan, nilai KHM pada penelitian ini tidak dapat diketahui karena hasil tidak representatif untuk mengukur nilai KHM.

Kata kunci : medikamen saluran akar, E. faecalis, pegagan Daftar Rujukan : 39 (1995-2011)


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama perawatan saluran akar adalah menghilangkan bakteri, produknya serta sisa-sisa pulpa dari saluran akar terinfeksi dan penutupan seluruh saluran akar yang telah didesinfeksi. Pemberian medikamen intrakanal dianggap sebagai suatu langkah yang penting dalam membunuh bakteri di saluran akar.1 Suatu medikamen intrakanal harus bersifat biokompatibel, mencegah serta mengontrol nyeri pasca perawatan, mengurangi inflamasi periradikuler, dan mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal di saluran akar yang tidak bisa dicapai oleh proses chemomechanical cleansing.1,2

Anatomi interna saluran akar gigi yang kompleks menyebabkan proses chemomechanical cleansing tidak tercapai, seperti adanya kanal aksesori, ketidakteraturan dan penyimpangan saluran akar.2-4 Pemberian medikamen diperlukan pada kasus-kasus dimana bakteri resisten terhadap perawatan rutin atau adanya rasa nyeri dan eksudat sehingga tidak bisa dilakukan terapi dengan baik.2 Agen antibakteri bahan medikamen harus mampu berpenetrasi melewati jaringan gigi untuk mencapai konsentrasi yang cukup dengan tujuan mengeliminasi bakteri penyebab infeksi.2

Beberapa medikamen saluran akar yang telah dikenal merupakan bahan kimia, dimana setiap bahan kimia yang membunuh bakteri akan juga membunuh sel pejamu,4 sehingga dapat menimbulkan efek toksik terhadap sel pejamu. Medikamen


(17)

saluran akar golongan fenol, seperti camphorated monochlorophenol (CMCP), cresatin, camphorated phenol (CP) bersifat toksik dan mengiritasi, sementara formokresol dapat menimbulkan efek alergi.1,2 Medikamen saluran akar yang telah digunakan secara luas sejak 1920-an sampai saat ini adalah kalsium hidroksida.2 Efek bakterisidal disebabkan oleh pH yang tinggi (12,5-12,8) dari bahan ini, sehingga mencegah pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri yang sebagian besar tidak mampu bertahan pada pH 11 atau lebih.1,2 Penelitian klinis dari golongan fenol, formokresol, dan kalsium hidroksida menunjukkan bahwa pemakaian rutin medikamen ini tidak berpengaruh pada pencegahan nyeri.4

Bakteri Enterococcus faecalis (E. faecalis) memiliki peranan penting sebagai penyebab lesi periapikal persisten dan ditemukan dengan persentase tinggi pada perawatan saluran akar yang gagal. E. faecalis mampu bertahan di dalam saluran akar sebagai organisme tunggal atau sebagai komponen utama flora saluran akar.5 Ketahanan E. faecalis pada infeksi persisten dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : mampu berikatan dengan dentin dan menginvasi tubulus dentin, mengubah respon host, menekan kerja limfosit, bersaing dengan bakteri lain, serta memiliki faktor-faktor virulen seperti lytic enzymes, cytolysin, aggregation substance (AS), sex pheromones, surface adhesins, extracellular superoxide, gelatinase, hyaluronidase, dan lipoteichoic acid (LTA).5,6

Penggunaan bahan alami di bidang kesehatan telah lama dikenal. Hal ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu untuk mengembangkan Iptek kesehatan dan obat khususnya obat alami untuk mendukung klaster industri kesehatan dan industri farmasi nasional7, sehingga perlu


(18)

dikembangkan suatu bahan medikamen yang berasal dari bahan-bahan alami dengan kadar toksisitas yang rendah, memiliki daya antibakteri yang baik, harga terjangkau, mudah didapat dan digunakan.

Penelitian tentang pengembangan bahan alami sebagai alternatif medikamen saluran akar telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian in vitro Nurfadillah (2011) menemukan bahwa ekstrak etanol Aloe vera memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan KBM 12,5%.8 Hasil penelitian in vitro Darwis dan Lusiana (2011) menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan nilai KBM 12,5%.9 Bahan alami lain yang mungkin dapat digunakan sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar adalah pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

Pegagan telah dikenal sejak zaman Sansekerta dan digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti gangguan kulit, syaraf, dan memperbaiki peredaran darah.10 Walaupun belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya, namun tanaman ini telah banyak dipergunakan sebagai obat sakit gigi tradisional oleh masyarakat.11 Masyarakat India khususnya di daerah Kannappa, Gadimane, Jannahaklu, dan Shiravanthe menggunakan pegagan untuk mengobati sakit gigi dengan mengaplikasikan bagian daun dalam bentuk pasta ke daerah yang sakit.12

Pegagan memiliki banyak kandungan senyawa kimia. Triterpene (triterpenoid) merupakan unsur utama yang paling sering ditemukan dan diduga memiliki efek antibakteri. Triterpenoid terdiri dari empat senyawa pokok, yaitu asiaticoside, madecassoside, asiatic acid, dan madecassic acid.13,14 Senyawa lain yang berperan sebagai antibakteri ialah flavonoid, tanin, dan alkaloid. Komponen


(19)

senyawa tersebut ada yang bersifat polar maupun non polar. Untuk dapat menarik kedua jenis senyawa tersebut pada saat proses ekstraksi, maka diperlukan pelarut yang bersifat universal. Etanol 96% merupakan pelarut yang mampu melarutkan baik senyawa polar maupun non polar.15

Beberapa penelitian menunjukkan adanya efek antibakteri dan antifungal pegagan terhadap beberapa mikroba.16,17 Hasil penelitian Jagtap et al. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri dan antifungal terhadap B. subtilis dengan nilai Kadar Hambat Minimal (KHM) 62,5 µg/ml, A. flavus (62,5 µg/ml), P.vulgaris (125 µg/ml), S.aureus (125 µg/ml), E. coli (125 µg/ml), A. niger (125 µg/ml), dan C. albicans (125 µg/ml).16 Sementara penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Norzaharaini et al. (2011) menemukan bahwa asiatic acid mampu menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri dengan zona hambat 7-12 mm pada konsentrasi 20µg.17

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa belum ada penelitian mengenai efek antibakteri pegagan terhadap bakteri di saluran akar khususnya E. faecalis sebagai bakteri yang paling sering ditemukan pada infeksi persisten saluran akar. Untuk memenuhi syarat sebagai medikamen saluran akar, maka perlu dilakukan pengujian efek antibakteri pegagan terhadap E. faecalis dengan melihat nilai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM), sehingga bahan ini dapat dikembangkan sebagai alternatif medikamen saluran akar.


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan

Apakah ada efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap E. faecalis?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah

Untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap E. faecalis

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain :

1. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pemanfaatan ekstrak pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar.

2. Sebagai informasi bagi dokter gigi tentang manfaat dan efek antibakteri ekstrak pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar.

3. Meningkatkan pengembangan material kedokteran gigi yang berasal dari alam sehingga limbahnya lebih mudah terurai dan bersifat kompatibel tinggi dengan cara kerja yang berbeda dengan bahan terdahulu.

4. Meningkatkan pendapatan masyarakat yang membudidayakan tanaman pegagan.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar adalah kemampuan mikroorganisme untuk bertahan pada apikal saluran akar gigi yang telah dirawat.5 Pemberian medikamen intrakanal dianggap sebagai suatu langkah yang penting dalam membunuh bakteri di saluran akar.1 Ekstrak pegagan diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif medikamen saluran akar yang mampu membunuh mikroba serta bersifat biokompatibel terhadap jaringan.

2.1 Penggunaan Medikamen Saluran Akar

Pembersihan secara mekanis, irigasi, dan pemberian medikamen menyebabkan jumlah bakteri berkurang pada saluran akar terinfeksi. Evaluasi terhadap keefektifan proses disinfeksi tersebut memperlihatkan bahwa cara mekanis dikombinasi dengan irigasi secara signifikan mengurangi jumlah bakteri di saluran akar, akan tetapi sekitar 25% – 50% saluran akar yang dirawat dengan cara ini masih menyisakan bakteri pada akhir kunjungan. Jumlah bakteri yang persisten biasanya sedikit, tetapi bakteri yang tertinggal tersebut dapat meningkat jumlahnya dengan cepat di antara kunjungan apabila tidak ada pemberian medikamen saluran akar. Pertumbuhan bakteri saat antar kunjungan menyebabkan penambahan jumlah bakteri yang awalnya terdapat di saluran akar sebelum perawatan.3

Bahan medikamen saluran akar ialah suatu medikamen yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan biokompatibilitas yang baik.1 Pemberian


(22)

medikamen saluran akar bertujuan untuk memperoleh aktivitas antimikroba di pulpa dan periapeks, menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar dan menjadikannya inert, serta mengontrol dan mencegah nyeri pascarawat.4 Medikamen saluran akar terdiri atas beberapa kelompok, antara lain :

1). Golongan fenol dan turunannya

Beberapa contoh medikamen golongan ini, seperti paramonochlorophenol (PMCP), cresol, dan camphorated monochlorophenol (CMCP). PMCP dan cresol mengkoagulasi isi sel serta akan menyebabkan nekrosis jaringan pada saat berkontak dengan bahan-bahan ini. Senyawa-senyawa tersebut telah terbukti menyebabkan iritasi jaringan dan sangat toksik.18 Sedangkan, CMCP tergantung pada difusi uap untuk menyebarkan material di seluruh sistem saluran akar dan berkontak dengan mikroorganisme yang tertinggal pada saat chemomechanical instrumentation dan irigasi. Aksi antimikroba di bagian apikal akar dan di dalam tubulus dentin bergantung pada penguapan medikamen. Oleh sebab itu, bahan ini harus dirubah ke fase penguapan dan berpenetrasi ke seluruh sistem saluran akar agar berkontak langsung dengan mikroorganisme.2

Aksi antibakteri medikamen golongan fenol tidak berlangsung lama, sehingga beberapa bakteri mampu bertahan dan berkesempatan memperbanyak diri dan berada pada sistem saluran akar.2 Selain itu, medikamen golongan fenol juga memiliki bau yang menyengat dan rasa yang tidak enak.4 Medikamen golongan fenol diaplikasikan pada kamar pulpa menggunakan bulatan kapas atau menempatkan paper point pada saluran akar, dengan alasan bahwa efek antimikroba dilepaskan melalui vaporisasi medikamen.2


(23)

2). Golongan bukan fenol

Salah satu contoh golongan ini adalah klorheksidin. Klorheksidin bersifat sporostatic tetapi tidak sporicidal terhadap spora bakteri. Klorheksidin berisi molekul hidrofobik dan lipofilik yang berinteraksi dengan phospholipids dan lipopolysaccharides pada membran sel bakteri, kemudian masuk ke dalam sel melalui beberapa mekanisme transport aktif atau pasif. Keefektifan bahan ini berdasarkan interaksi antara pengisian molekul dan kelompok fosfat pada dinding sel bakteri. Hal ini akan meningkatkan permeabilitas dinding sel, sehingga membuat molekul klorheksidin dapat berpenetrasi ke dalam bakteri dengan efek toksik intraselular.2

3). Senyawa Iodin

Iodin bersifat bakterisidal, fungisidal, tuberkulosidal, virusidal, dan sporisidal. Larutan iodin dalam air tidak stabil, dimana molekul iodin (I2) paling bertanggung jawab terhadap aktifitas antimikroba. Aksi antimikroba yang cepat bahkan pada konsentrasi rendah, tetapi mekanismenya belum diketahui pasti. Bahan ini diduga bekerja dengan merusak protein, nukleotida, dan asam lemak, sehingga menyebabkan kematian sel.2 Dalam literatur, reaksi alergi terhadap senyawa iodin telah dilaporkan sebagai salah satu kerugian pemakaian bahan ini pada perawatan endodontik.19

4). Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

Sifat antimikroba kalsium hidroksida disebabkan oleh pelepasan ion hidroksil yang mengoksidasi radikal bebas sehingga membunuh bakteri dengan perusakan membran sitoplasma, denaturasi protein, dan DNA bakteri.20 Ion kalsium mempunyai efek terapeutik yang diperantarai melalui ion channels serta berperan dalam stimulasi sel, migrasi, proliferasi serta mineralisasi. Pasta kalsium hidroksida membunuh


(24)

bakteri melalui efek pH dengan kontak langsung terhadap bakteri, dan harus diberi dengan jumlah yang cukup pada bagian apikal agar tercapai efek biologis ke jaringan target.2 Akan tetapi, kontak langsung bahan ini dengan bakteri tidak selalu dapat dicapai secara klinis.20

Kalsium hidroksida memiliki efek merusak jaringan periodontal ketika digunakan sebagai medikamen intrakanal selama perawatan endodontik rutin. Kalsium hidroksida bisa menghambat perlekatan sel-sel fibroblas gingiva dan sebaiknya dihindari penggunaan bahan ini sebagai medikamen intrakanal apabila akan membuat perlekatan jaringan baru yang berbatasan dengan gigi.18 Sharma et al. (2008) melaporkan bahwa injeksi kalsium hidroksida intra-arteri dapat menyebabkan nekrosis jaringan apabila bahan ini mengenai pembuluh kapiler. Pasta kalsium hidroksida yang terpapar dengan darah akan menyebabkan terjadinya pengendapan kristal karena nilai pH yang sangat berbeda.21

5). Antibiotik

Penggunaan antibiotik pada perawatan endodontik pertama kali dilaporkan tahun 1951 ketika Grossman menggunakan suatu pasta poliantibiotik yang dikenal sebagai PBSC (Penicillin, Bacitracin, Streptomycin, Caprylate sodium). PBSC mengandung penisilin untuk bakteri gram-positif, bacitracin terhadap strain yang resistan dengan penisilin, streptomisin untuk bakteri gram negatif, dan caprylate sodium untuk jamur, dimana senyawa-senyawa ini disuspensikan dalam media silikon. Meskipun evaluasi klinis menunjukkan bahwa pasta tersebut memberikan efek terapeutik, campurannya tidak efektif terhadap spesies anaerobik yang dominan pada infeksi endodontik. Pada 1975, pemerintah Amerika Serikat bidang makanan


(25)

dan obat-obatan melarang penggunaan PBSC untuk perawatan endodontik disebabkan adanya resiko terjadi sensitisasi dan reaksi alergi yang berhubungan dengan pemakaian penisilin.2

2.2 Enterococcus faecalis sebagai Salah Satu Bakteri yang Berperan dalam Infeksi Saluran Akar

Penyebab utama infeksi pasca perawatan adalah mikroorganisme yang persisten pada apikal saluran akar gigi yang telah dirawat. Beberapa spesies mikroorganisme yang ditemukan pada infeksi pasca perawatan mampu bertahan pada lingkungan yang tidak mendukung dan keterbatasan nutrisi. Penelitian menunjukkan bahwa mikroflora dengan prevalensi tinggi pada infeksi persisten adalah Enterococci dan Streptococci, kemudian Lactobacilli, Actinomyces sp., Peptostreptococci, dan Candida.22 Enterococci telah dikenal sebagai bakteri yang berpotensi patogen terhadap manusia sejak lama dan terlibat dalam infeksi saluran akar.23 Enterococci memiliki kemampuan untuk tumbuh dengan atau tanpa oksigen dan bertahan pada lingkungan dengan pH alkalin yang ekstrim.5

E. faecalis merupakan salah satu dari 23 spesies Enterococci yang telah diketahui.5 E. faecalis tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, gram positif kokus, berbentuk ovoid dengan diameter 0,5 – 1 µm, biasanya tunggal, berpasangan atau berbentuk rantai pendek (Gambar 1).23


(26)

Gambar 1. Gambaran koloni E. faecalis di bawah scanning electron microscope24

Ada tiga komponen utama yang menyusun dinding sel E. faecalis : peptidoglikan, teichoic acid, dan polysaccharide. Dinding sel tersusun atas 40% peptidoglikan, sementara sisanya terdiri dari polysaccharide dan teichoic acid. Peptidoglikan berfungsi untuk menahan pecahnya sel yang disebabkan oleh tekanan osmotik sitoplasmik yang tinggi.24

E. faecalis ditemukan sebanyak 4% − 40% pada infeksi endodontik primer dan bertambah banyak pada lesi periradikular persisten dengan prevalensi 24% - 77%.5 Faktor-faktor yang menyebabkan E. faecalis mampu bertahan pada saluran akar, antara lain :5 bertahan terhadap ketidaktersediaan nutrisi, berikatan dengan dentin, menginvasi tubulus dentin, mengubah respon host, menekan kerja limfosit, bersaing dengan bakteri lain, membentuk biofilm, dan resisten terhadap pemberian kalsium hidroksida.

Kalsium hidroksida tidak efektif dalam membunuh E. faecalis disebabkan oleh faktor berikut :5


(27)

a). E. faecalis mampu mempertahankan keseimbangan pH, yang merupakan akibat dari penetrasi ion membran sel dan juga kapasitas bufer sitoplasma.

b). E. faecalis memiliki proton pump yang juga mempertahankan keseimbangan pH. Mekanisme ini dilakukan melalui “pumping” proton ke dalam sel sampai diperoleh pH internal yang lebih rendah.

c). Adanya kapasitas buffer dentin menyebabkan pH 11,5 tidak dapat dipertahankan di dalam tubulus dentin, sehingga E. faecalis tetap hidup pada tubulus dentin. Selain itu, berbagai komponen dentin seperti matriks dentin, kolagen tipe I, hidroksiapatit, dan serum bisa mengurangi efek antibakteri kalsium hidroksida.

Javidi et al. (2011) menemukan bahwa kalsium hidroksida tidak mampu mengeliminasi seluruh bakteri E. faecalis dari saluran akar, baik setelah 1 hari maupun 7 hari pemberian kalsium hidroksida.25 Selain itu, E .faecalis juga mempunyai faktor-faktor virulensi yang berperan pada infeksi saluran akar, yaitu aggregation substance (AS), surface adhesions, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extracellular superoxide, gelatinase, hyaluronidase, cytolysin, dan AS-48.6 Bakteri ini menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara menginduksi proses inflamasi.6


(28)

Gambar 2. Sebuah model penyakit endodontik terkait dengan faktor-faktor virulensi E. faecalis. Faktor-faktor virulensi bakteri dalam tubulus dentin dan saluran akar yang dilepas menuju daerah periradikular sehingga merangsang leukosit untuk menghasilkan mediator inflamasi atau enzim litik. Beberapa bakteri dapat berpindah ke lesi periradikular. Faktor-faktor virulensi yang merugikan dan produk leukosit ditampilkan pada zona antara garis potong. Pada gambar yang diperbesar, perlekatan bakteri ke berbagai elemen dari dentin digambarkan. Produk bakteri melawan bakteri lain juga dimasukkan. Perhatikan bahwa nama dalam kotak hitam adalah produk dari bakteri. Singkatan: Adh (surface adhesions); AS (agregation substance); Bact (bacteriocins); BS (binding substance); CP (colagen peptides); Cyl (cytolysin); Ef (Enterococcus Faecalis); Elas (elastase); Gel (gelatinase); Hya (hyaluronidase); H2O2 (hidrogen peroksida); IFN- (gamma interferon); IL( interleukin); LE (lysosomal enzyme); LTA (lipoteichoic acid); NO (nitrat oxide); O2.- (superoxide anion); PGE2 (prostaglandin E2); SP (sex pheromones); dan TNF (tumor necrosis factor).6

Gambar 2. menunjukkan patogenisitas E. faecalis pada infeksi endodontik. AS membantu untuk berikatan dengan protein extracellular matrix (ECM), termasuk kolagen tipe I yang merupakan komponen organik utama dentin. Ikatan dengan kolagen ini kemungkinan akan menyebabkan infeksi endodontik. AS bersama dengan


(29)

BS (binding substance) menginduksi proliferasi sel-T, diikuti dengan pelepasan tumor necrosis factor beta (TNF-β) dan gamma interferon (IFN-γ), kemudian mengaktifkan makrofag melepaskan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Sitokin TNF-α dan TNF

-β terlibat dalam resorpsi tulang, sementara IFN-γ dianggap sebagai faktor dalam

pertahanan host terhadap infeksi, tapi pada saat bersamaan juga sebagai mediator inflamasi. IFN-γ menstimulasi produksi agen sitotoksik nitric oxide (NO) oleh makrofag dan neutrofil dan menyebabkan kerusakan jaringan.6

Sex pheromones bersifat kemotaktik terhadap manusia serta menginduksi produksi superoxide dan sekresi lysosomal enzymes. Enzim ini mengaktifasi sistem komplemen, yang memperbesar resorpsi tulang pada jaringan periapikal baik berupa perusakan tulang maupun dengan menghambat pembentukan tulang baru. LTA mampu menstimulasi leukosit untuk melepaskan beberapa mediator yang berperan dalam respon inflamasi, seperti TNF-α, interleukin 1 beta (IL-1β), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), prostaglandin (PGE2), lysosomal enzymes dan superoxide anion. Mediator-mediator tersebut berperan dalam perusakan jaringan.6

Superoxide anion yang terdapat pada extracellular superoxide merupakan radikal oksigen yang sangat reaktif terlibat dalam kerusakan sel dan jaringan pada proses inflamasi. Superoxide anion juga dihasilkan osteoklas dan berperan dalam resorpsi tulang. Gelatinase berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan degradasi dentin matriks organik. Hal ini berperan penting terhadap timbulnya inflamasi periapikal.6

Hyaluronidase merupakan suatu enzim terdegradasi yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan. Peranan lain hyaluronidase ialah menyuplai nutrisi untuk


(30)

bakteri, karena produk degradasi dari substrat target merupakan disakarida yang diangkut dan dimetabolisme pada intraselular bakteri. Hyaluronidase dianggap memudahkan penyebaran bakteri serta toksinnya melalui jaringan host.6 Cytolysin menyebabkan kerusakan jaringan, sementara AS-48 menghambat pertumbuhan organisme lain.23

2.3 Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)

Pegagan merupakan tanaman yang dapat tumbuh di negara dengan iklim tropis pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 2.500 m di atas permukaan laut.13,26 Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut :26

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Umbillales Famili : Apiceae Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica

Pegagan memiliki beberapa nama yang berbeda-beda, yaitu Antanan (Sunda), sarowati (Maluku), bebele (Nusa Tenggara), dogauke (Papua), Gotu kola (India), Button grass (Inggris).27 Tanaman ini tidak memiliki batang, tetapi mempunyai rimpang pendek dan stolon yang melata sepanjang 10 cm - 80 cm. Daun tunggal yang tersusun dalam roset dengan jumlah 2 - 10 daun dan kadang-kadang agak berambut. Helai daun berbentuk ginjal lebar dan bundar dengan garis tengah 1 cm - 7 cm,


(31)

pinggir daun beringgit sampai bergerigi terutama ke arah pangkal daun. Bunganya berupa payung tunggal 3 - 5 dan bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang perbungaan lebih pendek dari tangkai daun (Gambar 3).26

(a) (b)

Gambar 3. Pegagan yang tumbuh di Desa Durian, Kec. Pantai Labu Deli Serdang ; (a) tanaman pegagan, (b) pegagan yang tumbuh di antara tanaman lain

Pegagan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang di klasifikasikan ke dalam beberapa kelompok; terpenes (monoterpenes, sesquiterpenes, diterpenes, triterpenes, tetraterpenes), phenolic compounds (flavonoids, phenylpropanoids, tannins), polyacetylenes group, alkaloids, carbohydrates, vitamin, mineral dan amino acid.13 Triterpenes (Triterpenoid) merupakan komponen utama dan terpenting, dianggap sebagai phytoanticipins karena aktifitas antimikroba dan berperan melindungi dari infeksi patogen.28,29 Senyawa yang bersifat antibakteri meliputi triterpenoid saponin (asiaticoside dan asiatic acid), flavonoid, tanin, dan alkaloid.

Pegagan mampu memacu proliferasi sel fibroblas yang berperan besar pada penyembuhan luka karena kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk serat kolagen.27 Asiatic acid merupakan satu-satunya komponen yang bertanggung jawab terhadap stimulasi sintesis kolagen, sementara madecassoside


(32)

mampu meningkatkan sekresi kolagen tipe III secara signifikan serta memiliki efek antiinflamasi.28

Penelitian Dash et al. (2011) memperlihatkan adanya efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap P. vulgaris, S. aureus, B. subtilis, E. coli, A. niger dan C. albicans. Ekstrak kasar pegagan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan seluruh mikroorganisme tersebut dengan zona hambat 12 – 19 mm, yang cukup memuaskan dibandingkan dengan ciprofloxacin (10µg).30


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Pemberian bahan medikamen saluran akar

Pegagan Perawatan saluran akar

Infeksi saluran akar

Triterpenoid saponin

Flavonoid Tanin Alkaloid

Bersifat lipofilik 

rusak membran

mikroba

Membentuk senyawa kompleks melalui ikatan

hidrogen Melalui 3 mekanisme Mengganggu komponen penyusun peptidoglikan Permeabilitas dinding sel hancur

Sel lisis Dinding sel tidak terbentuk secara utuh Sel mati Bersifat astringen Masuk melalui membran mikroba Membentuk kompleks dengan ion metal ?

Asiaticoside Asiatic acid


(34)

Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat bahwa mekanisme kerja ekstrak pegagan sebagai antibakteri disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Senyawa triterpenoid saponin dapat melakukan mekanisme penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel.31 Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri. Selain itu flavonoid yang bersifat lipofilik dapat merusak membran mikroba.32 Aktifitas tanin sebagai antibakteri melalui 3 mekanisme yaitu pertama, tanin bersifat astringen (zat yang menciutkan). Kedua, tanin masuk melalui membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang berbeda yang memungkinkan bagian dari tanin masuk. Ketiga, tanin membentuk kompleks dengan ion metal. Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme. Sementara alkaloid diduga dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.32

3.2 Hipotesa Penelitian

Dari kerangka konsep di atas dapat ditarik hipotesa bahwa : Ada efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis.


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium

Rancangan Penelitian : Posttest Only Control Group Design

4.2 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.2.1 Populasi : Bakteri E. faecalis

4.2.2 Sampel : Koloni E. faecalis ATCC 29212 yang telah diisolasi dan dibiakkan dengan media Mueller Hinton Agar (MHA)

4.2.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel sesuai dengan SOP (Standard Operational Prosedure) yang ada di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, yaitu :

4.2.3.1 Penentuan Nilai KHM(Kadar Hambat Minimal)

Dari konsentrasi terbesar dilakukan dilusi (pengenceran) setengah dari konsentrasi sebelumnya sampai pada konsentrasi 3,125% untuk mendapatkan konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

• Kelompok 1 : ekstrak pegagan 100% → 4 sampel

• Kelompok 2 : ekstrak pegagan 50% → 4 sampel

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan :

t = jumlah perlakuan r = banyak replikasi


(36)

• Kelompok 3 : ekstrak pegagan 25% → 4 sampel

• Kelompok 4 : ekstrak pegagan 12,5% → 4 sampel

• Kelompok 5 : ekstrak pegagan 6,25% → 4 sampel

• Kelompok 6 : ekstrak pegagan 3,125% → 4 sampel

• Kelompok 7 : kontrol Mc Farland → 1 sampel

• Kelompok 8 : kontrol negatif (ekstrak pegagan tanpa diberi suspensi E. faecalis) → 1 sampel

Pada penentuan nilai KHM, jumlah keseluruhan sampel adalah 26 sampel

4.2.3.2Penentuan Nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum)

Kelompok yang dilanjutkan perhitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Drop Plate Miles Mesra, adalah:

• Kelompok 1 : ekstrak pegagan 100% → 4 sampel

• Kelompok 2 : ekstrak pegagan 50% → 4 sampel

• Kelompok 3 : ekstrak pegagan 25% → 4 sampel

• Kelompok 4 : ekstrak pegagan 12,5% → 4 sampel

• Kelompok 5 : ekstrak pegagan 6,25% → 4 sampel

• Kelompok 6 : ekstrak pegagan 3,125% → 4 sampel

• Kelompok 7 : kontrol Mc Farland → 1 sampel

• Kelompok 8 : kontrol negatif (ekstrak pegagan tanpa diberi suspensi E. faecalis) → 1 sampel


(37)

4.3Variabel Penelitian Variabel bebas

Ekstrak etanol pegagan 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%

Variabel tergantung Pertumbuhan bakteri E.faecalis pada media MHB dan MHA dengan penentuan nilai KHM dan KBM

Variabel tidak terkendali

a. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh pegagan b. Perlakuan terhadap pegagan

selama tumbuh

c. Suhu penyimpanan pegagan sampai proses ekstraksi

d. Waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya Variabel terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L) Urban, Desa Durian, Kec. Pantai Labu Deli Serdang)

b. Berat pegagan sebelum pengeringan (3 kg)

c. Lama penyimpanan pegagan sampai proses ekstraksi (1 minggu)

d. Waktu dan suhu pengeringan pegagan (3 hari dan 400 C)

e. Berat pegagan setelah pengeringan (390 gram)

f. Konsentrasi etanol yang dipakai (etanol 96%)

g. Jumlah etanol yang dipakai (12 Liter) h. Waktu perendaman simplisia (1 jam) i. Suhu saat perendaman simplisia (250 C) j. Waktu dilakukan maserasi (24 jam) k. Nomor kertas saring yang dipakai

(Whatman No. 32)

l. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis)

m. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/menit)

n. Suhu penguapan dengan rotavapor (460 C)

o. Waktu penguapan rotavapor (20 jam) p. Media pertumbuhan bakteri yaitu

Mueller Hinton Broth dan Mueller Hinton Agar

q. Sterilisasi alat, bahan coba dan media r. E.faecalis ATCC 29212

s. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke media (MHA=50 µl,MHB=1 ml) t. Suhu inkubasi (370 C)


(38)

4.3.1 Variabel bebas

Ekstrak etanol pegagan pada konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%

4.3.2 Variabel tergantung : pertumbuhan bakteri E. faecalis pada media MHB dan MHA dengan penentuan nilai KHM dan KBM.

4.3.3 Variabel terkendali

a. Jenis dan asal tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L.) Urban, Desa Durian, Kec. Pantai Labu Deli Serdang)

b. Berat pegagan sebelum pengeringan (3 kg)

c. Lama penyimpanan pegagan sampai proses ekstraksi (1 minggu) d. Waktu dan suhu pengeringan pegagan (3 hari dan 400 C)

e. Berat pegagan setelah pengeringan (390 gram) f. Konsentrasi etanol yang digunakan (etanol 96%) g. Jumlah etanol yang digunakan (12 Liter)

h. Waktu perendaman simplisia (1 jam)

i. Suhu pada saat perendaman simplisia (250 C) j. Waktu dilakukan maserasi (24 jam)

k. Nomor kertas saring yang digunakan (Whatman No. 32) l. Jumlah kertas saring saat perkolasi (3 lapis)

m. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/menit) n. Suhu penguapan dengan rotavapor (460 C)


(39)

p. Media pertumbuhan bakteri, yaitu Mueller Hinton Broth dan Mueller Hinton Agar

q. Sterilisasi alat, bahan coba dan media r. E.faecalis ATCC 29212

s. Jumlah bahan coba yang diteteskan ke MHA dan MHB (MHA=50 µ l, MHB=1 ml)

t. Suhu inkubasi (370 C)

u. Teknik pembiakan E. faecalis

v. Waktu pembiakan E.faecalis (24 jam) w. Waktu pengamatan (24 jam)

x. Keterampilan operator 4.3.4 Variabel tidak terkendali

a. Lingkungan (kondisi tanah dan iklim) tempat tumbuh pegagan b. Perlakuan terhadap pegagan selama tumbuh

c. Suhu penyimpanan pegagan sampai proses ekstraksi

d. Waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium Pusat Penyakit Tropis Surabaya


(40)

4.4 Defenisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL CARA UKUR SKALA UKUR ALAT UKUR Variabel Bebas

1 Ekstrak etanol pegagan 100%

Ekstrak yang didapat dengan melarutkan 1 gram ekstrak kental pegagan dalam 1 ml

MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Electronic balance dan mikropipet

2 Ekstrak etanol pegagan 50%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol pegagan 100% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Mikropipet

3 Ekstrak etanol pegagan 25%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol pegagan 50% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Mikropipet

4 Ekstrak etanol pegagan 12,5%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol pegagan 25% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Mikropipet

5 Ekstrak etanol pegagan 6,25%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol pegagan 12,5% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Mikropipet

6 Ekstrak etanol pegagan 3,125%

Ekstrak yang didapat dengan mengambil setengah dari konsentrasi ekstrak etanol pegagan 6,25% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB

Sesuai SOP di Laboratorium Pusat Penyakit Tropis UNAIR

Rasio Mikropipet

VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL HASIL UKUR SKALA UKUR ALAT UKUR Variabel Tergantung

1 KHM (Kadar Hambat Minimal)

konsentrasi minimal bahan coba yang mampu

menghambat pertumbuhan bakteri yang tampak secara visual Dalam satuan CFU/ml (Colony forming unit/milliliter)

Rasio Spektrofoto meter

2 KBM (Kadar Bunuh Minimal)

konsentrasi minimal bahan coba yang dapat membunuh 99,9% bakteri Dalam satuan CFU/ml (Colony forming unit/milliliter)

Rasio Kaca pembesar


(41)

4.5 Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang dipakai adalah :

1. Pegagan 3 kg (Desa Durian, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang) 2. Etanol 96% (Kimia Farma, Indonesia) 12 liter

3. Aquadest (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter

4. E.faecalis ATCC 29212 (MediMark®Europe, France) 5. Media Mueller Hinton (Difco, USA)

6. NaCl 0,9% (Kimia Farma, Indonesia) 1 liter 4.5.2 Alat Penelitian

1. Timbangan (Home Line, China) 2. Kertas perkamen 3 kajang 3. Blender (Panasonic, Japan)

4. Kapas 250 gr (Bio Panca, Indonesia) 5. Kertas saring (Whatman no.42, England)

6. Alumunium foil 1 gulungan (Total Wrap, Indonesia) 7. Perkolator

8. Erlenmeyer (Pyrex, USA)

9. Vaccum rotavapor (Antriebs ATB, England)

10.Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan dan Denver Instrument Company, USA)

11.Autoklaf (Tomy, Japan)


(42)

13.Inkubator CO2 (Sanyo, Japan) 14.Pipet mikro (Gilson, France) 15.Piring petri (Pyrex, Japan)

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian 4.6.1 Tempat Penelitian

1. Laboratorium Obat Tradisional Farmasi USU

2. Laboratorium Lembaga Pusat Penyakit Tropis UNAIR 4.6.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah 6 bulan (November 2011  April 2012)

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Pegagan

Pegagan dicuci bersih dengan air mengalir lalu diambil seluruh bagian yang berada di atas tanah kecuali akar dan stolonnya (Gambar 4) kemudian ditimbang sebanyak 3 kg (Gambar 5) lalu dikeringkan di dalam lemari pengering dengan suhu 400C selama 3 hari. Tanaman dikatakan sudah kering apabila bagian tanaman hancur ketika diremas (Gambar 6). Pegagan yang telah kering kemudian ditimbang kembali, dihaluskan dengan blender (Gambar 7), diayak dan didapat simplisia (Gambar 8) lalu diletakkan dalam wadah dan tuangkan etanol 96% sebanyak 1500 ml untuk merendam simplisia (Gambar 9) dan didiamkan selama 1 jam dengan suhu 250 C. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan dengan sendok, kemudian tuangkan etanol 96% sebanyak 300 ml dan


(43)

disaring dengan selapis kertas saring, biarkan sampai cairan mulai menetes untuk mengetahui apakah perkolator sudah berfungsi dengan baik. Perkolator ditutup dan dilakukan maserasi selama 24 jam.

Perkolator dibuka kembali dan cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit (Gambar 10), etanol ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia sampai didapat 10 liter ekstrak cair. Ekstrak cair diuapkan dengan alat vacuum rotavapor (Gambar 11) pada suhu 46°C selama 5 jam untuk 2,5 liter ekstrak cair per hari. Penguapan dengan vaccum rotavapor dilakukan selama 4 hari karena jumlah keseluruhan ekstrak cair yang diperoleh adalah 10 liter, sampai diperoleh ekstrak kental dengan konsistensi seperti madu. Ekstrak pegagan dimasukkan ke dalam botol kaca tertutup lalu disimpan di tempat yang sejuk.

Gambar 4. Bagian pegagan yang diambil Gambar 5. Penimbangan pegagan


(44)

Gambar 6. Pengeringan pegagan dalam

lemari pengering Gambar 7. Penghalusan pegagan kering dengan blender

Gambar 8. Simplisia pegagan Gambar 9. Perendaman simplisia

Gambar 10. Proses perkolasi pegagan

Gambar 11. Penguapan ekstrak cair dengan vacuum rotavapor


(45)

4.7.2 Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Ekstrak pegagan dalam pelarut etanol ditimbang menggunakan electronic balance dan massanya disesuaikan dengan konsentrasi yang diinginkan dengan cara dilarutkan dengan media Mueller Hinton Broth (MHB). Mula-mula dilarutkan 1 gram ekstrak kental pegagan ke dalam 1 ml MHB untuk mendapatkan konsentrasi 100% ekstrak pegagan. Kemudian diambil setengah dari konsentrasi 100% dan dilarutkan dalam 1 ml MHB agar diperoleh konsentrasi 50%, dan seterusnya sampai didapat konsentrasi 3,125%. Masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam tabung dan diberi label.

4.7.3 Pembuatan Media Bakteri

Sebelum spesimen dibiakkan, terlebih dahulu dibuat media Mueller Hinton Agar (MHA). Sebanyak 12 gram MHA dilarutkan dalam 240 ml akuades kemudian dituangkan ke dalam petri (20 ml/petri) lalu media disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 2 atm dan suhu 1210 C. Kemudian media dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam untuk melihat apakah ada kontaminasi bakteri atau tidak. Jika media steril, media sudah dapat digunakan untuk membiakkan spesimen.

4.7.4 Pembiakan Spesimen

E.faecalis yang digunakan adalah spesimen stem sel E.faecalis ATCC 29212 yang dibiakkan secara murni pada media MHA dalam suasana anaerob hingga didapatkan pertumbuhan yang sehat, yang berarti bahwa bakteri tumbuh subur. Ambil beberapa koloni bakteri dengan ose steril lalu diencerkan dengan larutan NaCl 0,9 %


(46)

hingga konsentrasi 106 CFU/ml (CFU: Colony Forming Unit) atau setara dengan 0,5 Mc Farland Standard.

4.7.5 Penentuan KHMBahan Coba

Konsentrasi ekstrak etanol pegagan yang diuji dalam penelitian ini adalah 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Dari masing-masing konsentrasi ekstrak etanol pegagan dari pengenceran yang telah dilakukan tersebut, ambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml suspensi bakteri dengan menggunakan mikropipet ke dalam masing-masing tabung bahan coba tersebut kemudian dicampur dengan vorteks, lalu diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam pada inkubator CO2. Kemudian amati perubahan kekeruhan yang terjadi dengan bantuan spektrofotometer, lalu bandingkan tabung-tabung tersebut dengan kontrol untuk menentukan nilai KHM.

4.7.6 Penentuan KBMBahan Coba

Dari hasil prosedur penentuan nilai KHM dilanjutkan dengan penghitungan jumlah koloni menggunakan metode Drop Plate Miles Mesra yaitu ekstrak etanol pegagan 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Setelah diinkubasi pada prosedur penentuan KHM, bahan coba dengan konsentrasi seperti di atas dicampur dengan vorteks dan diambil 50 µ l dengan mikropipet untuk tiap konsentrasi lalu diteteskan ke dalam MHA, dilakukan 4 replikasi, diamkan selama 15-20 menit. Setelah mengering diinkubasi dalam inkubator CO2 dengan suhu 370 C selama 24 jam.


(47)

Jumlah koloni bakteri dihitung dengan prinsip satu sel bakteri hidup bila dibiakkan pada media padat akan tumbuh menjadi satu koloni bakteri. Apabila bentuk koloni melebar dianggap berasal dari satu koloni, bila bentuknya dua koloni bersinggungan dianggap sebagai dua koloni. Setelah dihitung jumlah koloni bakteri pada masing-masing tetesan, dikalikan dengan faktor pengenceran dan faktor pengali. Oleh karena pada penelitian konsentrasi yang dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri merupakan konsentrasi awal (sebelum dilakukan dilusi) maka faktor pengenceran x 1. Selain itu karena pada penetesan suspensi bahan coba dan bakteri pada media padat sebanyak 50 µ l, maka hasil perhitungan harus dikali dengan faktor pengali 20 untuk mendapatkan hasil sesuai satuan standar (CFU/ml).

Contoh cara perhitungan koloni bakteri pada bahan coba dengan metode Drop Plate Miles Mesra adalah :

• Ambil 50 µ l bahan coba dengan mikropipet dan diteteskan pada MHA. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada media dihitung.

• Jika tetesan berjumlah 5 koloni, maka jumlah kuman pada sampel cair tersebut adalah : 5 x 1 (faktor pengenceran) x 20 (faktor pengali) = 100 CFU / ml

4.8 Analisis Data

Data dari setiap pemeriksaan dianalisis dengan memakai uji statistik yaitu : 1. Uji analisis varians satu arah (ANOVA), untuk mengetahui efek antimikroba ekstrak etanol pegagan terhadap pertumbuhan E. faecalis.

2. Uji Least Significant Difference (LSD), untuk melihat perbedaan efek antimikroba antar kelompok perlakuan.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Ekstrak kental pegagan

Ekstrak kental pegagan diperoleh dari tanaman pegagan yang dikeringkan dan dihaluskan (390 gram) kemudian dilakukan ekstraksi dengan pelarut etanol 96%, sehingga didapat ekstrak kental berwarna hijau kehitaman sebanyak 98 gram (Gambar 12), disimpan dalam wadah kaca tertutup dan diletakkan di tempat yang sejuk.

Gambar 12. Ekstrak kental etanol pegagan

5.2 Uji Efektifitas Antibakteri

Penentuan nilai KHM pada pengujian antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis diketahui dengan melihat perubahan kekeruhan larutan pada MHB yang menjadi jernih. Perubahan kekeruhan ini dilihat dengan membandingkan media MHB yang telah diberi perlakuan dengan kontrol Mc. Farland.


(49)

(a) (b)

Gambar 13. Media MHB; a) sebelum diberi perlakuan; b) setelah diberi perlakuan

Larutan MHB sebelum diberi perlakuan berwarna kuning transparan (Gambar 13a), sedangkan setelah diberi ekstrak pegagan seluruh larutan pada tabung berwarna hijau pekat dan tidak tampak larutan yang menjadi jernih (Gambar 13b). Tidak terjadinya perubahan kekeruhan larutan pada tabung, maka hasil penelitian dianggap tidak representatif untuk mengukur nilai KHM sehingga tidak dapat ditentukan.

Pada penentuan KBM, hasil yang diperoleh yaitu tidak dijumpai pertumbuhan bakteri atau seluruh bakteri mati pada media. Apabila terdapat pertumbuhan bakteri pada media, maka akan terlihat koloni E. faecalis yang berbentuk bulat kecil berwarna putih (Gambar 14).

Gambar 14. Koloni E. faecalis (tanda panah) pada MHA


(50)

Pengujian efek antibakteri ekstrak etanol pegagan pada konsentrasi 12,5%, 6,25%, 3,125%, dijumpai pertumbuhan bakteri yang sangat subur. Pada konsentrasi 12,5%, terlihat koloni bakteri yang tumbuh pada media sangat banyak, berbentuk bulat kecil halus berwarna putih yang tumpang tindih (Gambar 15a). Sedangkan pada konsentrasi 6,25% dan 3,125% bentuk koloni tidak tampak jelas lagi, karena koloni saling tumpang tindih satu sama lain (Gambar 15b dan 15c).

Gambar 15. Koloni bakteri yang tumbuh sangat banyak pada kons. 12,5%, 6,25%, 3,125%; a) koloni bakteri pada konsentrasi 12,5%; media MHA (tanda panah); b) koloni bakteri pada konsentrasi 6,25%; c) koloni bakteri pada konsentrasi 3,125%

(a) (b)


(51)

Gambar 16. Zona bening pada MHA dengan konsentrasi 100%, 50%, 25% Tanda panah menunjukkan media MHA.

Gambar 16. memperlihatkan zona bening pada konsentrasi 100%, 50%, dan 25% yang berarti semua bakteri mati pada media perbenihan. Zona bening ialah zona yang telah ditetesi bahan coba pada media MHA yang berwarna putih transparan (tanda panah) dan tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri pada daerah tersebut. Pada konsentrasi 100%, zona bening berwarna kuning muda, sementara pada konsentrasi 50% berwarna kuning terang, seperti juga pada konsentrasi 25%.

Tabel 1. HASIL UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL PEGAGAN TERHADAP E. faecalis

PADA KONSENTRASI 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%

Bahan Uji Konsentrasi Replikasi (CFU/ml)* Kontrol Mc.Farland (CFU/ml)* Kontrol negatif (CFU/ml)

1 2 3 4

Ekstrak etanol pegagan

100% 0 0 0 0 3,62.102 0

50% 0 0 0 0

25% 0 0 0 0

12,5% TBUD TBUD TBUD TBUD 6,25% TBUD TBUD TBUD TBUD 3,125% TBUD TBUD TBUD TBUD Keterangan : CFU/ml = Colony Forming Unit per milliliter

0 CFU/ml = tidak ada pertumbuhan bakteri TBUD = Tidak Bisa Untuk Dihitung


(52)

Tabel 1. menunjukkan hasil uji antibakteri untuk mengetahui nilai KBM ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis. Pada konsentrasi 100%, 50% dan 25% tidak ditemukan pertumbuhan bakteri (steril) pada media atau nilai yang diperoleh 0. Sementara konsentrasi 12,5%, 6,25%, dan 3,125% dijumpai pertumbuhan bakteri, tetapi koloni yang tumbuh sangat banyak dan dikategorikan ke dalam TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung). Hasil dikategorikan TBUD jika jumlah koloni > 300 sehingga tidak dilanjutkan perhitungan jumlah koloni karena akan memberikan hasil yang bias.

Berdasarkan hasil tersebut, rentang konsentrasi terlalu besar antara bakteri yang mati seluruhnya dan bakteri yang tumbuh pada media perbenihan, sehingga kemungkinan masih ada konsentrasi lebih kecil dari 25% yang mampu membunuh seluruh bakteri E. faecalis. Oleh karena itu, peneliti melakukan uji antibakteri lagi antara konsentrasi 12,5% - 25% untuk mendapatkan nilai konsentrasi yang lebih terperinci yang mampu membunuh seluruh koloni bakteri. Konsentrasi yang diuji mulai dari 15%, 17,5%, 20%, dan 22,5%.

Tabel 2. HASIL UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL PEGAGAN TERHADAP E. faecalis

PADA KONSENTRASI 15%, 17,5%, 20%, 22,5%

Bahan Uji Konsentrasi Replikasi (CFU/ml)* Kontrol Mc.Farland (CFU/ml)* Kontrol negatif (CFU/ml) 1 2 3 4 5

Ekstrak etanol pegagan

15% 0 0 0 0 0 3,62.102 0 17,5% 0 0 0 0 0

20% 0 0 0 0 0 22,5% 0 0 0 0 0 Keterangan : 0 CFU/ml = steril, tidak dijumpai pertumbuhan bakteri

* = dikali faktor pengenceran (x20)

Hasil uji menunjukkan bahwa pada semua konsentrasi tersebut diperoleh hasil 0, yang berarti seluruh bakteri mati pada media perbenihan (Tabel 2). Pada


(53)

konsentrasi 15% tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri yang menandakan seluruh bakteri mati pada media perbenihan (gambar 17). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai KBM pada penelitian ini adalah 15%.

Gambar 17. Tidak terlihat pertumbuhan bakteri pada MHA pada konsentrasi 15%

Berdasarkan data pada tabel 1 dan 2, maka hasil penelitian ini tidak dapat dilakukan uji statistik ANOVA dan LSD. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh adalah 0 dan TBUD, sehingga tidak bisa dilakukan uji secara statistik.


(54)

BAB 6 PEMBAHASAN

Pengujian antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis diawali dengan pembuatan ekstrak pegagan. Pegagan yang diperlukan sebanyak 3 kg dan diperoleh simplisia 390 gram yang disesuaikan dengan kapasitas perkolator untuk sekitar 300-400 gram simplisia dan dilarutkan dengan etanol 96%. Pemilihan etanol 96% sebagai pelarut dikarenakan pelarut ini bersifat universal yang dapat menarik sebagian besar senyawa polar dan non polar yang terkandung dalam tanaman pegagan.15

Pengukuran aktifitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode tes konvensional, yang terdiri dari disk diffusion dan broth dilution (dilusi). Metode disk diffusion dilakukan dengan meletakkan suatu disk antibiotik (bahan uji) di permukaan media agar yang telah ditanam bakteri, kemudian bahan uji akan berdifusi dan zona hambat diukur di sekitar disk (dalam milimeter).33 Metode disk diffusion tergantung pada daya difusi bahan uji dan juga tidak memberikan data yang lebih tepat mengenai tingkat resisten ataupun kerentanan mikroba. Pada metode dilusi dilakukan serangkaian pengenceran sehingga didapat konsentrasi bahan coba yang besarnya setengah dari konsentrasi awal.33,34

Penelitian ini menggunakan metode dilusi dikombinasi dengan metode Drop Plate Miles Mesra. Pada metode dilusi, konsentrasi dimulai dari 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Pada setiap konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan mengetahui jumlah rata-rata


(55)

bakteri yang tumbuh dalam beberapa konsentrasi karena jumlah bakteri yang tumbuh tidak sama walaupun pada konsentrasi yang sama. Penelitian ini menggunakan metode dilusi untuk menentukan nilai KHM. KHM dapat dilihat dari konsentrasi minimal ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang tampak secara visual. Akan tetapi, nilai KHM tidak dapat diketahui karena pada bahan coba tidak terlihat larutan yang tampak jernih dari semua konsentrasi yang diuji. Hal ini bisa disebabkan oleh pertumbuhan kuman yang cepat atau tumpukan sel bakteri yang mati, sehingga tidak bisa dipastikan kejernihan atau kekeruhan sebagai kontrol keberhasilan kerja bahan uji antibakteri tersebut.

Selain itu, tidak terjadinya perubahan kekeruhan diduga karena efek dari bahan uji. Senyawa yang bersifat non polar pada tanaman pegagan kemungkinan mengalami pemisahan dari larutan MHB yang bersifat polar.35 Hal ini berdasarkan pada prinsip kelarutan yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, pelarut semi polar dengan senyawa semi polar, dan pelarut non polar dengan senyawa non polar15, maka terpisahnya senyawa non polar disebabkan oleh tidak larutnya senyawa tersebut dalam MHB. Dengan begitu, larutan pada MHB tetap berwarna keruh untuk semua konsentrasi.

Nilai KBM dapat diketahui dari konsentrasi minimal bahan uji yang dapat membunuh 99,9% kuman setelah dilakukan uji dilusi dan tidak terlihat pertumbuhan bakteri pada media perbenihan. Untuk menentukan nilai KBM, metode uji yang digunakan adalah Drop Plate Miles Mesra. Setelah ditanam dalam MHA dan diinkubasi selama 24 jam, terlihat bahwa pada konsentrasi 100% bakteri mati seluruhnya (steril), begitu juga pada konsentrasi 50% dan 25%. Sementara, terlihat


(56)

adanya pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 12,5%, 6,25% dan 3,125% tetapi jumlah bakteri tidak bisa untuk dihitung (TBUD). Hal ini disebabkan oleh koloni yang tumbuh terlalu banyak ( > 300 koloni). Jika jumlah koloni bakteri yang tumbuh > 300 koloni, maka tidak dilanjutkan perhitungan koloni pada MHA karena akan memberikan hasil yang bias. Oleh sebab itu, hasil pada konsentrasi 12,5%, 6,25% dan 3,125% termasuk ke dalam kategori TBUD.

Pengujian dilanjutkan dengan memperkecil rentang konsentrasi yaitu di antara 12,5% - 25% dengan tujuan untuk mendapatkan nilai KBM yang lebih kecil yang mampu membunuh seluruh bakteri. Setelah dilakukan uji dengan konsentrasi 15%, 17,5%, 20%, dan 22,5%, didapat hasil bahwa pada semua konsentrasi tidak dijumpai adanya pertumbuhan bakteri atau seluruh bakteri mati, sehingga diperoleh nilai KBM adalah 15%. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini diterima yaitu ada efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis dengan KBM 15%, meskipun tidak dapat diuji secara statistik disebabkan hasil yang diperoleh adalah 0 dan TBUD.

Pengujian antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis dengan KBM 15% kemungkinan akan memberikan hasil yang tidak sama apabila bahan ini digunakan secara klinis pada saluran akar. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini bakteri berkontak langsung dengan bahan uji sehingga efektif dalam membunuh seluruh bakteri E. faecalis pada konsentrasi 15%, sedangkan penggunaan bahan ini di saluran akar tidak selalu dapat berkontak dengan bakteri karena adanya invasi bakteri ke dalam tubulus dentin.


(57)

Efek antibakteri yang dimiliki oleh pegagan disebabkan karena tanaman ini memiliki banyak senyawa aktif, seperti triterpenoid saponin, flavonoid, tanin dan alkaloid. Senyawa saponin dapat melakukan mekanisme penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel.31 Pada tumbuhan, flavonoid disintesa sebagai respon terhadap infeksi mikroba. Sebagai antimikroba, flavonoid dapat membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri. Selain itu flavonoid yang bersifat lipofilik dapat merusak membran mikroba.32

Aktifitas tanin sebagai antibakteri melalui 3 mekanisme yaitu pertama, tanin bersifat astringen (zat yang menciutkan); tanin dapat membentuk kompleks dengan enzim mikroba ataupun substrat. Kedua, tanin masuk melalui membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melewati dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang berbeda yang memungkinkan bagian dari tanin masuk. Ketiga, tanin membentuk kompleks dengan ion metal. Kebanyakan tanin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada molekulnya, yang dapat mengkelat ion-ion metal seperti Cu dan Fe. Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme. Sementara alkaloid diduga dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.32

Berdasarkan komponen penyusun dinding sel serta reaksi terhadap pewarnaan gram, maka bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan negatif. E. faecalis merupakan bakteri gram positif yang komponen dinding selnya relatif sederhana.


(58)

Struktur selubung sel hanya terdiri dari 2-3 lapis yaitu membran sitoplasma, lapisan peptidoglikan, kapsul/lapis S dan dinding sel tersusun atas teichoic, teichuronic acid dan polisakarida (Gambar 18).36 Pada bakteri gram positif, terdapat 40 lembar peptidoglikan dan merupakan 50% dari seluruh komposisi dinding sel.36 Lapisan peptidoglikan ini berfungsi untuk menahan pecahnya sel yang disebabkan oleh tekanan osmotik sitoplasmik yang tinggi24, sehingga diduga hal ini yang menyebabkan ekstrak etanol pegagan memerlukan konsentrasi yang besar untuk menghambat serta membunuh E. faecalis.

Gambar 18. Struktur dinding sel bakteri gram positif37

Bakteri bisa mengalami suatu keadaan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Pada kondisi tersebut, bakteri tidak mampu membentuk koloni tetapi masih tetap hidup dan dibantu oleh aktifitas metabolik. Kondisi ini disebut dengan fase Viable But Nonculturable Cell (VBNC). Awalnya VBNC ditemukan pada bakteri gram negatif, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa bakteri gram positif seperti E. faecalis memiliki kemampuan ini. E. faecalis dapat sedikit memanjang dan


(59)

memiliki kemampuan untuk lebih tahan terhadap gangguan mekanis disebabkan oleh jumlah LTA yang bertambah menjadi 2 kali lipat sehingga dinding sel lebih kuat38.

Penelitian yang dilakukan oleh Jagtap (2009) menunjukkan bahwa ekstrak etanol pegagan mempunyai efek antibakteri terhadap beberapa mikroba, yaitu B. subtilis dengan nilai KHM 62,5 µg/ml, A. flavus (62,5 µg/ml), P.vulgaris (125 µg/ml), S.aureus (125 µg/ml), E. coli (125 µg/ml), A. niger (125 µg/ml), dan C. albicans (125 µg/ml).16 Sementara, pengujian efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap E. faecalis diperoleh nilai KBM sebesar 15%. Perbedaan hasil dari dua penelitian tersebut disebabkan oleh metode penelitian yang berbeda. Jagtap menggunakan metode disk diffusion untuk mencari nilai KHM, sementara dalam penelitian ini digunakan metode dilusi dikombinasi dengan metode Drop Plate Miles Mesra untuk mengetahui nilai KHM dan KBM.

Asal tanaman pegagan yang berbeda kemungkinan akan memberikan hasil uji yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis tanaman dari masing-masing daerah sehingga kadar senyawa aktif yang terkandung dalam kedua tanaman tidak sama antara satu dengan yang lain. Pegagan yang digunakan peneliti berasal dari Desa Durian, Kec. Pantai Labu Deli Serdang, sedangkan tanaman pegagan pada penelitian Jagtap berasal dari Amravati, India.

Tanaman pegagan tidak hanya mempunyai daya antibakteri, tetapi juga efek antinosiseptif dan antiinflamasi. Penelitian yang dilakukan Somchit et al. (2004) menunjukkan ekstrak pegagan mempunyai efek antinosiseptif dengan melihat persentase hambat terhadap konstriksi abdominal pada tikus percobaan, dimana penghambatan maksimal pada dosis 300 mg/kg dengan persentase hambat 85,4%.


(60)

mempunyai efek yang serupa dengan obat kontrol aspirin (100 mg/kg). Pengaruh ekstrak pegagan pada pelepasan mediator inflamasi PGE2 memperlihatkan efek antiinflamasi terhadap tikus percobaan pada dosis 4 mg/kg sama dengan asam mefenamat (10 mg/kg). Sedangkan, pada dosis 10 mg/kg ekstrak pegagan memberikan efek lebih besar dibandingkan dengan asam mefenamat.39 Berdasarkan uraian tersebut, kemungkinan tanaman pegagan bisa dikembangkan sebagai alternatif medikamen saluran akar. Salah satu bentuk sediaan pegagan yang mungkin dibuat sebagai alternatif medikamen saluran akar ialah berbentuk pasta. Namun, perlu penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan bahan ini dalam bentuk pasta untuk digunakan sebagai alternatif medikamen saluran akar.


(61)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis. Meskipun nilai KHM tidak diketahui karena tidak terjadi perubahan kekeruhan sehingga tidak representatif untuk mengukur nilai KHM, tetapi nilai KBM dapat ditentukan yaitu pada konsentrasi 15%. Dengan demikian, ekstrak etanol pegagan memiliki efek antibakteri terhadap E. faecalis dengan KBM 15%.

7.2 Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan zat aktif mana yang memiliki efek antibakteri paling besar pada pegagan.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui KHM dari ekstrak etanol pegagan dengan menggunakan metode disk diffusion.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan ekstrak pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar secara in vivo sehingga bahan ini dapat digunakan secara klinis.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek antibakteri ekstrak etanol pegagan terhadap bakteri endodontik lain yang patogen.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan besar konsentrasi senyawa aktif pada ekstrak pegagan dari asal geografis yang berbeda.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kawashima N, Wadachi R, Suda H, Yeng T, Parashos P. Root canal medicaments. Int Dent J 2009; 59: 5-11.

2. Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ. The use of calcium hydroxide, antibiotics and biocides as antimicrobial medicaments in endodontics. Aus Dent J 2007; 52 (suppl 1): 64-82.

3. Fiqdor D, Sundqvist G. A big role for the very small  understanding the endodontic microbial flora. Aus Dent J 2007; 52(suppl 1): 38-51.

4. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: Narlan S, Winiati S, Bambang N. Ed ke-3.Jakarta: EGC, 2008: 258-9.

5. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ, Owatz CB. Enterococcus faecalis: Its Role in Root Canal Treatment Failure and Current Concepts in Retreatment. J Endod 2006; 32(2): 93-8.

6. Kayaoglu G, Ørstavik D. Virulence factors of Enterococcus Faecalis :Relationship of endodontic disease. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15(5): 308-320.

7. Biro Hukum dan Humas. Keputusan Menteri Ristek RI: Kebijakan strategis nasional dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jakstranas Iptek) 2010-2014, 2010 : Dokumentasi dan Informasi Hukum, Bagian Hukum, Biro Hukum dan Humas.

8. Agustina N. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Enterococcus faecalis Secara in Vitro. Skripsi. Medan : FKG USU, 2011: 48.


(63)

9. Aswal D, Beatrice L. Efek Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa terhadap Enterococcus faecalis sebagai Medikamen Saluran Akar. Dentika Dent J 2010; 15(1): 32-6.

10. Marliani Lani. Pegagan : Gulma makanan otak. Trubus : 202-7.

11. World Health Organization. WHO monographs on selected medicinal plants. Vol 1. Geneva: World Health Organization, 1999: 77-83.

12. Rajakumar N, Shivanna MB. Traditional Herbal Medicinal Knowledge in Sagar Taluk of Shimoga District, Karnataka, India. Indian J of Natural Products and Resources 2010; 1(1): 102-8.

13. NJ Chong, Z Aziz. A systematic review on the chemical constituents of Centella asiatica. Research J Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences 2011; 2(3): 445-59.

14. Mangas S, Moyano E, Osuna L, Cusido RM, Bonfill M, Palazon J. Triterpenoid saponin content and the expression level of some related genes in calli of Centella asiatica. Biotechnol Lett 2008; 30: 1853-59.

15. Kusmiyati, Sri Agustini NW. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas 2007; 8(1): 48-53.

16. Jagtap NS, Khadabadi SS, Ghorpade DS, Banarase NB, Naphade SS. Antimicrobial and Antifungal Activity of Centella asiatica (L.)Urban, Umbeliferae. Research J Pharm and Tech 2009; 2(2): 328-30.

17. Norzaharaini MG, Wan Norshazwani WS, Hasmah A, Nor Izani NJ, Rapeah S. A Preliminary Study on the Antimicrobial Activities of Asiaticoside and Asiatic


(64)

Acid against Selected Gram Positive and Gram Negative Bacteria. Health and the Environment J 2011; 2(1): 23-6.

18. Hauman CHJ, Love RM. Biocompatibility of Dental Materials Used in Contemporary Endodontic Therapy: A Review. Part 1. Intracanal Drugs and Substances. Int Endod J 2003; 36: 75-85.

19. Mohammadi Z. Iodine Compounds in Endodontics: An Update Review. Dentistry Today 2011: 1-6.

20. El karim I, Kennedy J, Hussey D. The Antimicrobial Effects of Root Canal Irrigation and Medication. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2007; 103(4): 560-9.

21. Sharma S, Webb R, Macpherson D, Wilson A. Severe Tissue Necrosis Following Intra-arterial Injection of Endodontic Calcium Hydroxide : A Case Series. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2008; 105(5): 666-9.

22. Peciuliene V, Maneliene R,Balcikonyte E, Drukteinis S, Rutkunas V. Microorganisms in Root Canal Infections : A Review. Baltic Dent and Maxillo J 2008; 10(1): 4-9.

23. Suchitra U, Kundabala M,. Enterococcus Faecalis: An Endodontic Pathogen. J Endod 2002; 11-3.

24. Martinez RA. Enterococcus faecalis.

25. Javidi M, Zarei M, Afkhami F. Antibacterial Effect of Calcium Hydroxide on

Intraluminal and Intratubular Enterococcus faecalis. Iranian Endod J 2011; 6(3): 103-6.


(65)

26. Wasito Hendri. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011: 78-80.

27. Redaksi Trubus. Herbal Indonesia Berkhasiat, Bukti Ilmiah dan Cara Racik. Juni 2010: 393-6.

28. Zheng CJ, Qin LP. Chemical components of Centella asiatica and their bioactivities. J of Chinese Integrative Medicine 2007; 5(3): 348-51.

29. James JT, Dubery IA. Pentacyclic Triterpenoids from the Medicinal Herb, Centella asiatica (L.) Urban. Molecules 2009; 14: 3922-41.

30. Dash BK, Faruquee HM, Biswas SK, Alam MK, Sisir SM, Prodhan UK. Antibacterial and Antifungal Activities of Several Extracts of Centella asiatica L. against Some Human Pathogenic Microbes. Life sciences and Medicine Research 2011; 1-5.

31. Rinawati ND. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) terhadap Bakteri Vibrio alginolyticus

32. Fitrial Y dkk. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Teratai (Nymphaea pubescens Wilid) terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare. J Teknol dan Industri Pangan 2008; 19(2): 158-64.

33. Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey & Scott’s: Diagnostic Microbiology. Edisi ke-12. Philadelphia: Mosby, 2007: 190-8.

34. Fouad AF. Endodontic Microbiology. Iowa : Wiley-Blackwell, 2009: 250.

35. Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Alih bahasa. Padmawinata K. Bandung : ITB, 1995: 170-171.


(66)

36. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s : Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa. Bagian Mikrobiologi FK UNAIR. Ed ke-2. Jakarta : Salemba Medika, 2005: 20-38.

37. Angert E. Low G+C gram positive bacteria.

2012)

38. Signoretto C, Mar Lleo M del, Tafi MC, Canepari P. Cell wall chemical composition of Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Appl. Environ. Microbiol 2000; 66(5):1953-9.

39. Somchit M.N, Sulaiman MR, Zuraini A et al. Antinociceptive and Anti-inflammatory Effects of Centella asiatica. Indian J Pharmacol 2004; 36: 377-80.


(67)

LAMPIRAN 1 Alur pikir

Bahan medikamen saluran akar: - bahan yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan tujuan : (1) memperoleh aktivitas

antimikroba di pulpa dan periapeks, (2) menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar dan menjadikannya inert, (3) mengontrol dan mencegah nyeri pascarawat

Syarat-syarat bahan medikamen

Enterococcus faecalis

- Ditemukan pada infeksi sekunder saluran akar dengan persentase tinggi (24%-77%)

- Mampu bertahan pada lingkungan dengan pH alkalin yang ekstrim dan suplai nutrisi yang sedikit

- Faktor-faktor virulensi : lytic enzymes, cytolysin, aggregation substance (AS), sex pheromones, surface adhesins, extracellular superoxide, gelatinase,

hyaluronidase, dan lipoteichoic acid (LTA)

- Menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara menginduksi proses inflamasi.

Beberapa bahan medikamen a. Ca(OH)2

- Tidak memiliki efek pereda nyeri b. CMCP, cresatin, dan CP → sangat

toksik dan mengiritasi

c. Formokresol → menyebabkan alergi Pegagan

- Tanaman herba yang memiliki khasiat : antioksidan, antiinflamasi,

antinosiseptif, antibakteri, antihipertensi, dsb.

- Kandungan senyawa : Triterpenoid saponins (asiaticoside dan

madecassoside), Sapogenins (asiatic acid dan madecassic acid), Flavonoids, Tannin, Alkaloids, dsb

- Efek antibakteri :

 Saponin  membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen →

menghancurkan permeabilitas dinding sel → menimbulkan kematian sel  Flavonoid  membentuk kompleks

dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri, bersifat lipofilik

→ merusak membran mikroba  Tannin  melalui 3 mekanisme :

o bersifat astringen (zat menciutkan) o masuk melalui membran mikroba o membentuk kompleks dengan ion

metal

 Alkaloid  mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri → lapisan dinding sel tidak  Biokompatibilitas baik dan stabil

 Memiliki efek antibakteri

 Mencegah dan mengontrol nyeri pasca perawatan


(68)

Berdasarkan data yang telah diuraikan, diperlukan suatu bahan alami yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar yang mempunyai khasiat

lebih baik, harga terjangkau dan mudah diperoleh.

Rumusan masalah

Apakah ada efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap Enterococcus faecalis?

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap Enterococcus faecalis

Judul penelitian

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In-Vitro)


(1)

Kedokteran. Alih bahasa. Bagian Mikrobiologi FK UNAIR. Ed ke-2. Jakarta : Salemba Medika, 2005: 20-38.

37. Angert E. Low G+C gram positive bacteria.

2012)

38. Signoretto C, Mar Lleo M del, Tafi MC, Canepari P. Cell wall chemical composition of Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Appl. Environ. Microbiol 2000; 66(5):1953-9.

39. Somchit M.N, Sulaiman MR, Zuraini A et al. Antinociceptive and Anti-inflammatory Effects of Centella asiatica. Indian J Pharmacol 2004; 36: 377-80.


(2)

LAMPIRAN 1 Alur pikir

Bahan medikamen saluran akar: - bahan yang diletakkan sementara pada saluran akar dengan tujuan : (1) memperoleh aktivitas

antimikroba di pulpa dan periapeks, (2) menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar dan menjadikannya inert, (3) mengontrol dan mencegah nyeri pascarawat

Syarat-syarat bahan medikamen

Enterococcus faecalis

- Ditemukan pada infeksi sekunder saluran akar dengan persentase tinggi (24%-77%)

- Mampu bertahan pada lingkungan dengan pH alkalin yang ekstrim dan suplai nutrisi yang sedikit

- Faktor-faktor virulensi : lytic enzymes, cytolysin, aggregation substance (AS), sex pheromones, surface adhesins, extracellular superoxide, gelatinase,

hyaluronidase, dan lipoteichoic acid (LTA)

- Menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara menginduksi proses inflamasi.

Beberapa bahan medikamen

a. Ca(OH)2

- Tidak memiliki efek pereda nyeri b. CMCP, cresatin, dan CP→sangat

toksik dan mengiritasi

c. Formokresol →menyebabkan alergi

Pegagan

- Tanaman herba yang memiliki khasiat : antioksidan, antiinflamasi,

antinosiseptif, antibakteri, antihipertensi, dsb.

- Kandungan senyawa : Triterpenoid saponins (asiaticoside dan

madecassoside), Sapogenins (asiatic acid dan madecassic acid), Flavonoids, Tannin, Alkaloids, dsb

- Efek antibakteri :

 Saponin  membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen →

menghancurkan permeabilitas dinding sel → menimbulkan kematian sel  Flavonoid  membentuk kompleks

dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri, bersifat lipofilik → merusak membran mikroba  Tannin  melalui 3 mekanisme :

o bersifat astringen (zat menciutkan) o masuk melalui membran mikroba o membentuk kompleks dengan ion

metal

 Alkaloid  mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel  Biokompatibilitas baik dan stabil

 Memiliki efek antibakteri

 Mencegah dan mengontrol nyeri pasca perawatan


(3)

Berdasarkan data yang telah diuraikan, diperlukan suatu bahan alami yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan medikamen saluran akar yang mempunyai khasiat

lebih baik, harga terjangkau dan mudah diperoleh.

Rumusan masalah

Apakah ada efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap Enterococcus faecalis?

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak etanol pegagan sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap Enterococcus faecalis

Judul penelitian

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In-Vitro)


(4)

LAMPIRAN 2

Alur ekstraksi pegagan

Pegagan 3 kg dicuci, diambil daun dan batang (akar dan stolon dibuang) ↓

Dimasukkan ke dalam lemari pengering hingga rapuh ↓

Dihaluskan dengan blender dan diayak ↓

Simplisia direndam dengan pelarut etanol (1 jam) ↓

Pindahkan simplisia ke dalam perkolator dan tambahkan etanol destilasi ↓

Dimaserasi selama 24 jam, kemudian biarkan menetes ↓

Ekstrak cair ↓

Diuapkan sampai kental dengan vaccum rotavapor selama 5 jam ↓

Ektrak kental berwarna hijau tua kehitaman ↓

Disimpan dalam botol kaca tertutup, simpan di tempat sejuk ↓


(5)

Penyiapan Suspensi Bakteri

Pembuatan Media Pertumbuhan

Mueller Hinton Agar 12 gram + akuades 240 ml ↓

Dipanaskan hingga mendidih ↓

Disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit ↓

Disimpan dalam lemari pendingin ↓

Saat akan digunakan, dipanaskan kembali hingga mendidih ↓

Dituangkan ke dalam petri (20ml/petri)

Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri E. faecalis yang telah dibiakkan secara murni pada Mueller Hinton Agar

Ambil beberapa koloni bakteri lalu diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% ↓


(6)

LAMPIRAN 4

Alur Pengujian Efek Antibakteri

Ekstrak etanol pegagan 100%

Ekstrak etanol pegagan 50%

Ekstrak etanol pegagan 25%

Ekstrak etanol pegagan 12,5%

Diinkubasi dalam inkubator CO2 dengan suhu 370 C selama 24 jam

Suspensi bakteri Enterococcus faecalis

Semua konsentrasi ekstrak etanol pegagan, dibandingkan kekeruhan dengan kontrol Mc Farland,

Masing-masing kelompok konsentrasi dicampur dengan vorteks

Ambil 50µl dan teteskan pada media padat (Mueller Hinton Agar)

Masing-masing direplikasi sebanyak 4 kali

Dimasukkan ke dalam inkubator CO2 dengan suhu 370 C selama 24 jam

Hitung jumlah koloni bakteri pada tiap petri

Hasil

Kesimpulan

Ekstrak etanol pegagan 3,125% Ekstrak

etanol pegagan 6,25%


Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

39 299 83

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

9 130 100

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Siwak (Salvadora persica) sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In Vitro)

3 56 77

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernoniaamygdalina) Sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar Terhadap Enterococcus Faecalis(Secarain Vitro)

21 182 71

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Fusobacterium nucleatum (Secara In-Vitro)

8 110 71

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (Secara In-Vitro)

3 71 74

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Enterococcus faecalis Secara in Vitro.

3 112 71

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Aloe vera Terhadap Sel Fibroblas Sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar Secara In Vitro.

8 106 83

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) sebagai Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Fusobacterium nucleatum (Secara In-Vitro)

0 0 13