BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Mandibula memiliki struktur anatomis seperti balok melintang dengan dua pennyangga yang terhubung dengan dasar tengkorak melalui sendi temporo mandibular. Hubungan ini
membentuk struktur seperti cincin yang rentan terhadap pola fraktur tertentu. Otot-otot masseter, pterygoid medial, pterygoid lateral dan temporalis merupakan otot-otot mastikasi yang
memproduksi gerakan sekaligus penahan mandibula. Arah tarikan dari otot-otot ini menentukan stabilitas dari pola fraktur mandibula tertentu, sehingga fraktur mandibula dapat dibedakan
sebagai yang favourable dan unfavourable Peltier, 2004. Fraktur mandibula paling sering dialami oleh laki-laki dewasa. Fraktur dapat single atau
multiple. Fraktur mandibula juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya gigi yang tanggal pada daerah fraktur. Fraktur klas I jika gigi masih ada pada kedua sisi garis fraktur, klas
II jika ada gigi yang tanggal pada salah satu sisi garis fraktur dan klas III jika gigi tanggal pada kedua sisi garis fraktur. Stierman , 2000.
Kekuatan benturan yang dibutuhkan untuk menyebabkan fraktur masing-masing tulang wajah sudah pernah diteliti. Penelitian tersebut membaginya menjadi high impact lebih dari 50
kali gaya gravitasi dan low impact kurang dari 50 kali gaya gravitasi. Fraktur rim supraorbital , simfisis mandibula, glabella dan angulus mandibula tergolong fraktur high impact, sedangkan
fraktur zygoma dan tulang hidung tergolong fraktur low impact.Widell, 2005
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009
Fraktur mandibula dapat bersifat unilateral atau bilateral. Bagian tulang yang paling lemah dan tempat fraktur yang paling sering adalah : 1 kolum kondilus, 2 angulus mandibula
dan 3 regio premolar. Fraktur pada angulus dan corpus mandibula adalah fraktur terbuka, tapi tidak pada fraktur rami, kondilus atau prosesus koronoideus. Seringkali pasien fraktur mandibula
disertai dengan cedera yang lain, dan kombinasi pada cedera rahang dan kepala sangat umum terjadi. King dan Bewes, 2002
Secara keseluruhan, keparahan fraktur mandibula dapat berupa ada atau tidaknya displacement favourable atau unfavourable, letak garis fraktur simfisis, angulus, ramus dll,
ada atau tidaknya avulsi gigi di daerah fraktur klas I, klas II atau klas III, unilateralbilateral atau jumlah garis fraktur single atau multiple.
Diperlukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap tulang wajah pada pasien dengan fraktur mandibula, karena sering terdapat cedera yang multiple. Secara khusus pemeriksaan
terhadap adanya fraktur mandibula adalah : •
Uji stabilitas gigi dan inspeksi terhadap adanya perdarahan pada gusi, sebagai symptom adanya fraktur alveolar.
• Memeriksa ada tidaknya maloklusi dan step-off
• .Melakukan palapasi terhadap mandibula untuk mencari adanya rasa sakit, bengkak dan
step-off disepanjang simfisis, corpus dan prosesus coronoideus anterior.
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009
• Memeriksa adanya edema yang terlokalisir atau ekimosis pada dasar mulut.
• Jika ada gigi yang hilang, pastikan bahwa gigi tersebut tidak teraspirasi.
• Lakukan inspeksi di anterior lubang telinga, apakah terlihat ekimosis dan lakukan
palpasi untuk menentukan adanya rasa sakit. Area ini adalah kondilus mandibula yang sering tak terlihat pada pemeriksaan radiologis.
• Fraktur mandibula dianggap terjadi jika pada pasien ditemukan adanya kesulitan
membuka mulut, trismus, maloklusi gigi, atau teraba step-off pada simfisis, angulus atau korpus mandibula. Perdarahan gusi didasar
gigi juga menunjukkan adanya fraktur mandibula, terutama jika terjadi malalignment gigi. Edema atau ekimosis dapat ditemukan pada dasar mulut. Defisit neurologis dapat
ditemukan berupa hipestesia di alveolar inferior dan mentum.
Pemeriksaan Radiologis : •
Yang terbaik adalah foto panorama view Panorex. Namun jika foto ini tidak dapat dilakukan, lakukan foto rutin mandibula.
• Foto rutin mandibula mencakup proyeksi AP dan lateral oblique bilateral untuk melihat
angulus dan korpus mandibula. •
Foto submental juga dapat membantu memastikan kondisi simfisis mandibula.Widell, 2005.
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009
• Dalam kondisi yang amat terbatas schedell photo proyeksi AP dan Lateral saja sudah
cukup memadai.
Lebih dari 80 penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalulintas
berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, korban kekerasan dan lain-lain.
Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada pada kepala, mulai dari bagian terluar scalp hingga bagian terdalam intracranial. Setiap komponen yang terlibat memiliki
kaitan yang erat dengan mekanisme cedera yang terjadi.Japardi, 2005 Cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder.
• Kerusakan primer, yaitu kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari
kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan dapat bersifat fokal ataupun difus.
• Kerusakan sekunder, yaitu kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari
kerusakan primer termasuk kerusakan oleh karena hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, tekanan tinggi intra karanial, hidrosefalus dan infeksi. Berdasarkan mekanismenya
kerusakan ini dapat dikelompokkan atas dua, yaitu kerusakan hipoksi-iskemik menyeluruh dan pembengkakan otak menyeluruh.Japardi, 2005
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009
Pemeriksaan neurologis yang harus segera dilakukan terhadap penderita cedera kepala segera setelah resusitasi meliputi
1. Tingkat kesadaran
2. Pupil dan pergerakan bola mata.
3. Reaksi motorik terhadap rangsang dari luar
4. Reaksi motorik terbaik
5. Pola pernapasan .
Tingkat kesadaran dinilai dengan Skala Koma Glasgow SKG, yang terdiri dari 3 komponen, yaitu : respon mata, respon motorik dan respon verbal.
Nilai tertinggi dari pemeriksaan SKG adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai SKG, cedera kepala dapat dibagi atas:
1. Cedera kepala ringan mild head injury G 14 – 15
2. Cedera kepala sedangmoderate head injury SKG 9 – 13
3. Cedera kepala berat severe head injury SKG 9 Japardi, 2006
Skala Koma Glasgow diciptakan oleh Jennette dan Teasdale pada tahun 1974. Sejak itu SKG menjadi tolok ukur beratnya cedera kepala. SKG seharusnya sudah diperiksa pada
penderita pada awal cedera, terutama sebelum dilakukan intubasi dan mendapat obat-obat paralitik.Sostrodiningrat, 2007
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008 USU e-Repository © 2009
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN