Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang Semester V dan Semester VII Fakultas Sastra USU

(1)

ANALISIS PEMAKAIAN

RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG

SEMESTER V DAN SEMESTER VII FAKULTAS SASTRA USU KITA SUMATORA DAIGAKU BUNGAKUBU

NIHON BUNGAKU GAKKA NO GOGAKKI TO SHICHIGAKKI NO GAKUSHUUSHA NI TAISHITE NIHONGO NO

(NEGAI NO TEINEISA NO SHURUI) NO SHIYOU NO BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : IRWAN NIM : 060708019

DEPARTEMEN S-1 SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA


(2)

ANALISIS PEMAKAIAN

RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG

SEMESTER V DAN SEMESTER VII FAKULTAS SASTRA USU KITA SUMATORA DAIGAKU BUNGAKUBU

NIHON BUNGAKU GAKKA NO GOGAKKI TO SHICHIGAKKI NO GAKUSHUUSHA NI TAISHITE NIHONGO NO

(NEGAI NO TEINEISA NO SHURUI) NO SHIYOU NO BUNSEKI SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : IRWAN NIM : 060708019

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Yuddi Adrian M. MA. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D. NIP : 19600827 199103 1 004 NIP : 19580704 198412 1 001

DEPARTEMEN S-1 SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Disetujui oleh: Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang Ketua Departemen

NIP : 19580704 198412 1 001

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D. Medan, Nopember 2010


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‘Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang Semester V dan Semester VII Fakultas Sastra USU’ pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan kegiatan akademis di Departemen S1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini trselesaikan dengan baik.Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D. selaku ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. H. Yuddi Adrian M. MA. dan Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(5)

4. Rie Muto Sensei yang telah bersedia meluangkan waktunya yang berharga untuk membimbing penulis di dalam pembuatan angket.

5. Seluruh dosen dan para staf yang telah banyak memberikan ilmu serta bantuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan akademis di Departemen Sastra Jepang ini.

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa moril dan materil dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada Ibunda Rosmina Pane yang dengan tegarnya memperjuangkan seluruh anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan. Begitu juga kepada Ayahanda Alm. Abu Bakar yang merupakan sosok panutan paling berjasa didalam membentuk kepribadian seluruh anggota keluarga. Kepada seluruh Abangda, Safrial, Zul Azmi Duliaplasa & Rano Tino Pandu yang selalu mengingatkan saya ketika salah. Serta Kakanda Duli Mala Ema dan Adinda Duli Febri Karina yang selalu memberikan senyuman yang dapat menghibur ketika saya dalam masalah.

7. Para sahabat terdekat tempat berbagi cerita serta pengalaman selama di Sastra Jepang terutama yang tergabung dalam kelompok “SORBAN” yang terdiri atas Andar, Harry, Rizaldi, Teddy, Iqbal (??), Zulvi, Fadiah, Okky, Ivana dan Suci.

8. Teman-teman sesama mahasiswa Departemen Sastra Jepang stambuk 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya.


(6)

memohon maaf apabila terdapat kesalahan pada kaidah-kaidah kebahasaan di dalam skripsi ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai kalangan demi menyempurnakan skripsi ini.

Pada akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Nopember 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1.6. Metode Penelitian ... 16

1.7. Sistematika Penulisan... 19

BAB II RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DAN KURIKULUM ... 20

2.1. Ragam Kesantunan Memohon dalam Bahasa Jepang ... 20

2.2. Ragam Kesantunan Memohon dalam Kurikulum Departemen Sastra Jepang USU ... 28


(8)

BAB III ANALISIS PEMAKAIAN RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG USU

SEMESTER V & SEMESTER VII ... 35

3.1. Penjelasan Angket ... 35

3.2. Analisis terhadap Jawaban Angket ... 42

BAB IV PENUTUP ... 70

4.1. Kesimpulan ... 70

4.2. Saran ... 71

ABSTRAK ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(9)

要旨

一. 北スマトラ大学日本文学学科の五学期と七学期の学習者は日本の言

語、文学、文化を学んでいるからである。

北スマトラ大学文学部日本文学学科の五学期と七学期の学習者

に対して日本語の「願いの丁寧さの種類」の使用の分析

コミュニケーションでは、丁寧さの種類の使用は調査されることが

大事である。特に相手に願う時である。日本社会はコミュニケーションで

よく丁寧さの種類の使用の社会グループの一つである。これらは日本語の

丁寧さの種類がたくさんあるのを証明されていた。日本語にある丁寧さの

種類も北スマトラ大学文学部日本語学学科のカリキュラムの一つであり、

勉強するのにとても面白い科目である。

この研究には、対象になっていたポピュレーションは北スマトラ大

学日本文学学科の五学期と七学期の学習者である。理由としては、:

二. 会話の中には、日本語中級レベル学習者が丁寧さを学んだからであ

る。

この研究のポピュレーションの数は全員68名で、二つの地位の学

習者に分けられた。一番目の地位は32名の五学期の学習者であり、11


(10)

性の回答者で編成されていた。回答者の年齢は、19歳から23歳にかけ

た。この研究の中には、Total Sampling という全部のデータが全員のポ

ピュレーションから取った。

この研究の結果が次の通りである。

一. 大体の回答者は丁寧さの地位を影響された因数に応じて自分の願い

の丁寧さの種類を合わせることができた。

二. 全部の丁寧さの地位を影響された因数の中に、言語の丁寧さの種類

しゅるい

三. それに、願うときには男性の回答者より女性の回答者はもっとよく

間接だし 、も っと丁 寧の言 語を使 いがち こ とが分か った 。とこ ろが、

小さい部分の女性の回答者は丁寧しすぎの言語を使い、その使用は

あまり合わなくなってきた。

を選択したのに、ほかの因数より身分の影響は回答者の理解に対し

て一番大きな影響を持っている因数である。それで、時々ほかの因


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Di dalam menjalani kehidupan, manusia tidak akan pernah bisa terlepas dari bahasa. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan alat yang sangat penting didalam menyampaikan ide, pikiran, serta hasrat manusia demi mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut Kridalaksana dalam Chaer (1994:32) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.

Holmes dalam Susanti (2007:1) mengatakan dua skala fungsi komunikasi yakni,

1. Fungsi Referensial, mengacu kepada komunikasi yang bertujuan menyampaikan informasi atau pesan.

2. Fungsi Efektif, mengacu kepada komunikasi yang bertujuan memelihara hubungan sosial diantara penutur dan petutur.

Sesuai dengan defenisi tersebut, bahasa juga memiliki beberapa sifat dan ciri yang salah satunya adalah karena digunakan oleh manusia yang masing-masing mempunyai cirinya sendiri untuk pelbagai keperluan, bahasa mempunyai fungsi. Fungsi itu bergantung pada faktor-faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa,


(12)

di mana, berapa lama, untuk apa, dan dengan apa bahasa itu diujarkan.(Kridalaksana, 2005: 6).

Fungsi bahasa tersebut dapat diterapkan didalam menyampaikan perintah atau meminta tolong kepada lawan bicara. Namun, sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi bahasa tersebut, kita harus memperhatikan situasi didalam menyampaikan permohonan tersebut kepada lawan bicara agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Seperti, siapa yang akan menyampaikannya, kepada siapa permohonan tersebut disampaikan, tentang apa atau siapa, serta dalam situasi apa perintah tersebut disampaikan. Oleh karena itu, kita sedapat mungkin harus menyesuaikan tingkat kesantunan berbahasa di dalam menyampaikan tuturan memohon tersebut kepada lawan bicara.

Setiap bahasa di dunia memiliki ciri dan keunikan tersendiri didalam pemakaiannya, termasuk didalamnya adalah bahasa Jepang. Selain ketatabahasaan yang menjadi dasar ujaran tersebut diterima, dalam bahasa Jepang juga mempertimbangkan faktor sosial dan budaya yang melatari ujaran tersebut dipilih. Faktor sosial mengacu kepada hubungan masyarakat di dalam lingkungannya, dan faktor budaya mengacu kepada perilaku kebahasaan anggota-anggotanya.

Menurut Simatupang dalam Susanti (2007: 2) penelitian bahasa yang berdiri sendiri tidak akan memberikan gambaran yang lengkap mengenai bahasa, karena bahasa juga memiliki sistem makna dan fungsi yang mengikatnya dengan hal-hal diluar bahasa, yaitu konteks sosial budaya dan dunia kenyataan. Konteks sosial budaya bagi masyarakat Jepang berhubungan dengan kelompoknya yang terbagi dua, yaitu uchi ‘dalam’, dan soto ‘luar’. Selain itu mengacu pada perilaku budaya masyarakat Jepang itu sendiri.


(13)

Osamu Mizutani dan Nobuko Mizutani dalam Sa’adah (2008:11-12) menjelaskan bahwa di dalam meminta tolong di dalam bahasa Jepang, dikenal bentuk (te)-itadakemasenka dan (te) kudasaimasenka yang dipakai untuk menunjukkan rasa hormat dan santun.

Contohnya:

• もう少し詳しく説明していただけませんか。

Bisakah

• これ、ちょっとごらん

Anda jelaskan dengan lebih detail?

下さいませんか。

Maukah

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam bahasa Jepang adalah penggunaan tingkat tutur (speech level). Pemilihan penggunaan tingkat tutur harus tepat dan

Anda melihat ini sebentar?

Ujaran-ujaran seperti di atas berfungsi untuk memperhalus maksud si penutur terhadap lawan bicaranya di dalam menyampaikan maksud atau tujuan.

Selain pemilihan kata yang tepat seperti contoh di atas, pemakaian ujaran secara tidak langsung atau menyembunyikan maksud sebenarnya untuk meminta juga dapat memperhalus dan menunjukkan sopan santun di dalam tutur memohon atau menyampaikan perintah. William Mc Clure dalam Sa’adah (2008:12) menyatakan bahwa orang Jepang biasa menggunakan cara bicara yang samar (vague) dan tidak langsung untuk menunjukkan kesantunannya. Semakin tidak langsung dan tidak efektif suatu ujaran maka semakin santun ujaran tersebut. Contoh: Denwa wo shitain desu kedo.... ‘Saya ingin menelepon, tapi...’ Ujaran tersebut merupakan tanda/ isyarat bagi lawan bicara untuk mengizinkan penutur menggunakan telepon.


(14)

orang yang berstatus sosial lebih tinggi atau kepada orang yang lebih tua dari penutur. Tingkat tutur bentuk biasa dipergunakan bagi teman sebaya/ akrab atau kepada orang yang lebih muda dari si penutur. Bila terjadi kesalahan penggunaanya maka pemakaiannya akan dianggap aneh bahkan tidak santun. Untuk itu diperlukan strategi kesantunan di dalam penggunaannya. Hal inilah yang menumbuhkan ketertarikan penulis untuk meneliti penggunaan ragam kesantunan di dalam tindak tutur memohon bahasa Jepang bagi mahasiswa pembelajar bahasa dan sastra Jepang Fakultas Sastra USU.

Dalam hal ini pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan linguistik khususnya bidang pragmatik. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan proposal penelitian ini. Sehingga penulis memilih judul ‘Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang Semester V dan Semester VII Fakultas Sastra USU’ yang bertitik tolak pada ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam kurikulum.

I.2. RUMUSAN MASALAH

Bahasa Jepang merupakan bahasa yang sangat menarik dan unik untuk diteliti. Hal ini dapat dilihat dari pemakaiannya yang harus disesuaikan dengan situasi dan unsur sosial budaya yang mempengaruhinya. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian tuturnya yang juga harus memperhatikan tingkat kesantunan dengan sangat teliti.


(15)

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana pemakaian kesantunan memohon di dalam bahasa Jepang oleh mahasiswa pembelajar Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauh mana pemahaman ragam kesantunan memohon bahasa Jepang

tingkat menengah oleh mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU?

2. Bagaimanakah penerapan kurikulum ragam kesantunan memohon bahasa Jepang tingkat menengah kepada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU?

3. Apakah penggunaan ragam kesantunan memohon yang digunakan mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU sesuai dengan tingkat kesantunan bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam kurikulum?

I.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa hal saja, seperti kesantunan yang akan diteliti hanya pada tindak tutur memohon saja. Banyaknya pengaruh dari luar bahasa dapat menyebabkan banyaknya variasi kesantunan didalam bahasa tersebut. Oleh karena itu, untuk memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, kita juga perlu mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial diantara mereka, atau status relatif diantara mereka.


(16)

Namun, pengaruh tersebut akan jelas terlihat apabila yang melakukan aktifitas percakapan adalah penutur yang memperoleh bahasa tersebut sebagai bahasa pertamanya. Hal ini disebabkan oleh mereka telah memahami berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan bahasa tersebut.

Berbeda halnya apabila yang melakukan aktifitas percakapan adalah para pembelajar bahasa yang memperoleh bahasa tersebut sebagai bahasa kedua atau ketiga seperti mahasiswa pembelajar Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra USU. Proses pemahaman terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan bahasa tersebut tentu akan bervariasi, terutama dalam hal memohon. Hal ini disebabkan adanya berbagai hal yang mempengaruhi munculnya variasi pemahaman tersebut, seperti bahan ajar yang diajarkan, proses penyampaian bahan ajar oleh pengajar bahasa Jepang tersebut dan kemampuan pemahaman mahasiswa di dalam memahami bahan ajar tersebut serta adanya pengaruh bahasa pertama. Hal inilah yang akan diteliti secara mendalam dengan cara penelitian lapangan (field research).

Oleh karena itu ada baiknya jika membatasi permasalahan yang akan dibahas nantinya. Beberapa pembahasan yang akan menjadi batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ragam kesantunan memohon dalam bahasa Jepang tingkat menengah. 2. Situasi pemakaian kesantunan memohon bahasa Jepang tingkat menengah. 3. Kesesuaian pemakaian kesantunan memohon bahasa Jepang dengan


(17)

I.4. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI I.4.1. Tinjauan Pustaka

Tindak tutur imperatif pada penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian sosiopragmatik, karena yang diteliti adalah penggunaan bahasa di dalam sebuah masyarakat budaya di dalam situasi tertentu. Sosiopragmatik digunakan untuk meneliti tentang ungkapan yang digunakan serta untuk meneliti struktur bahasa secara eksternal, yaitu faktor sosial budaya sebagai penentu ungkapan memohon tersebut dituturkan. Menurut Trosborg dalam Susanti (2007:8) bahwa sosiopragmatik mengacu pada analisis pola interaksi di dalam situasi sosial tertentu dan atau sistem sosial tertentu.

Mey dalam Susanti (2007:9) dalam bukunya Pragmatics an Introduction mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai kondisi dari penggunaan bahasa yang digunakan oleh manusia yang bergantung pada konteks sosial dengan penekanan penggunaan bahasa tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan sosial.

Dari defenisi Mey tersebut, Rahardi (2005:49) menyimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat sitentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua macam hal, yakni konteks yang bersifat sosial (social) dan konteks yang bersifat sosietal (societal). Konteks sosial (social context) adalah konteks yang timbul sebagai akibat munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks sosietal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan (rank)


(18)

sosial dan budaya tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar dari munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari konteks sosial adalah adanya solidaritas (solidarity).

Keuntungan yang didapat dari mempelajari pragmatik dikemukakan oleh Yule dalam Susanti (2007:10) dalam bukunya Pragmatics, yaitu seseorang dapat mengatakan apa yang orang lain maksudkan, asumsi-asumsi mereka, tujuan mereka, dan berbagai tindakan (seperti memohon) pada saat berbicara.

I.4.2. Kerangka Teori

Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah Pragmatik. Istilah mengenai tindak tutur pertama sekali diperkenalkan oleh Charles Morris pada tahun 1938 yang kemudian dikembangkan oleh J.L. Austin pada tahun 1956 yang kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word? Teori tersebut memperkenalkan konsep penggunaan bahasa sebagai sebuah tindakan, dalam arti sebuah tuturan berfungsi bukan saja menyampaikan informasi tetapi sebenarnya terdapat tindak ‘melaksanakan sesuatu’ dalam sebuah tuturan. Austin dalam Susanti (2007:10-11) membedakan tiga jenis tindakan, yaitu :

1. Tindak Lokusioner, adalah tindak mengatakan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat, seperti “saya lapar”. Saya sebagai orang pertama tunggal dan lapar mengacu pada perut kosong.


(19)

2. Tindak Ilokusioner, adalah tindak melakukan sesuatu dengan adanya maksud dan fungsi ujaran, dari contoh “saya lapar” dimaksudkan untuk meminta makanan.

3. Tindak Perlokusioner, adalah mengacu pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Tindak tutur perlokusioner lebih ditekankan pada diri petutur. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa implikasi tindak lokusioner terhadap petutur inilah yang disebut dengan tindak perlokusioner, dan implikasi tersebut dapat membuat petutur menjadi marah, senang, simpati, dan sebagainya.

Tetapi teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi Linguistik setelah Searle dalam Susanti (2007:11) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay

in The Philosophy of Language yang menjelaskan bahwa yang termasuk ke dalam

tindak ilokusioner adalah verba yang menunjukkan makna perintah, memohon, meminta maaf, dan sebagainya.

Tindak tutur yang digunakan dalam suatu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sopan santun yang berlaku pada masyarakat tersebut, karena kita menyadari bahwa komunikasi sehari-hari selalu berkisar pada kesantunan. Kesantunan (Politeness) menurut Yule dalam Susanti (2007:12) adalah:

‘Di dalam suatu interaksi kesantunan mempunyai makna memperlihatkan kesadaran akan muka orang lain. Dalam hal ini kesantunan dapat menghilangkan jarak sosial atau keakraban dalam sebuah situasi.’


(20)

positif face ‘muka positif’ dan negative face ‘muka negatif’. Muka positif

mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya merupakan nilai-nilai yang ia yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik. Muka negatif mengacu kepada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya melakukan tindakannya. Muka dalam sebuah interaksi dapat dipermalukan dan dapat juga dilindungi. Oleh karena itu, peserta tutur wajib saling menjaga muka. Akan tetapi, dalam sebuah tindak ujaran keterancaman terhadap muka pasti akan terjadi. Tindak seperti itu oleh Brown dan Levinson disebut Face Threating Act (FTA).

Menurut Brown dan Levinson dalam Rahardi (2005:68-70) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu:

1. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, yang banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.

2. Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau sering kali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur.

3. Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan pada kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya.

Niyekawa dalam Susanti (2007:14) dalam bukunya Minimum Essential

Politeness mengatakan bahwa cara yang sopan untuk bicara dalam bahasa Jepang


(21)

verba. Selain itu, bagi orang asing langkah awal untuk belajar berbicara bahasa Jepang dengan baik adalah dengan memahami struktur sosial masyarakat Jepang, kelompok dan hadiah. Pada struktur sosial masyarakat Jepang status dan hirarki merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan ketika melakukan suatu ujaran. Hirarki ditentukan oleh tingkatan dan posisi, status sosial, umur dan gender. Kelompok, suatu kelompok dalam masyarakat Jepang dapat menunjukkan bahwa bahasa Jepang yang digunakan pada umumnya menunjukkan identitas kelompok yang menaungi mereka. Hadiah, memberikan hadiah merupakan cara kita mengekspresikan penghargaan mereka atas pemberian mereka kepada kita. Jadi, terkandung makna giving ‘memberi’ dan receiving ‘menerima’.

Penelitian tentang tindak tutur memohon dalam bahasa Jepang belum banyak dilakukan. Beberapa yang telah melakukan tindak tutur memohon adalah Samuel E. Martin dan Akito Ozaki dalam Susanti (2007:15-16). Martin lebih terfokus pada ragam ungkapan memohon dan ia mengatakan request bahasa Jepang dibentuk berdasarkan perintah langsung yang menggunakan bentuk imperatif dan bentuk circumlocutions ‘tindak tutur basa-basi’. Pada request dapat ditambahkan dengan frasa :

Tanomu kara... 頼むから...., dan

Onegai Da/ desu kara.... お願いだ / ですから...

Request pada bentuk memohon dapat dibentuk dari berbagai kalimat verbal,

tetapi dalam prakteknya akan ditemukan adanya suatu batasan. Selain itu, dapat juga dibentuk dari bahasa sopan honorific seperti nasaru yang sepadan dengan


(22)

Request berikutnya adalah penelitian dari Akito Ozaki (1989) dalam

bukunya Request for Clarification in Convertation Between Japanese and

Non-Japanese. Request for Clarification (RCs) yang dimaksud oleh Ozaki adalah

correction strategies ‘strategi perbaikan’, dilakukan oleh penutur dengan tujuan

agar lawan bicara mengabulkan sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Request for

Clarification dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu request clarification

intention dengan enam sub bab, request clarification forms dan request

clarification referents.

Berdasarkan hasil penelitian Ozaki diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan strategi komunikasi agar percakapan yang dilakukan lebih menarik. Strategi yang dimaksud dalam penelitian Ozaki adalah correction strategies. Tujuan dari hal tersebut adalah menghindari terjadinya kesalahpahaman komunikasi.

Linguis lainnya, yaitu Sakata dan Kuromochi memasukkan ragam ungkapan memohon ke dalam jodoushi ‘kata kerja bantu’. Pengelompokan ragam tersebut terdiri atas dua bagian, yaitu

1. ~te kure, ~te kurenaika, dan ~te moraenaika

2. ~se(sase)te kure, ~se(sase)te kurenaika, ~se(sase)te moraenaika, dan

~se(sase)te morau.

Kemudian kedua kelompok besar tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa bagian ragam ungkapan memohon.

Selain itu, ragam memohon dalam bahasa Jepang menurut Kaneko Shiro dalam Nihongo Journal dalam Susanti (2007:28-36) dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu:


(23)

Onegai wo suru (Membuat Permohonan), ragam memohon ini di dalam

penggunaanya mengandung sifat mulai dari hikui ‘rendah’ sampai permohonan yang bersifat takai ‘tinggi’.

Contoh :

• ちょっと来て

Ke sini

• 写真、

sebentar’

Kyoka wo Onegai suru (Memohon Izin), kelompok kedua ini digunakan

pada waktu memohon izin sesuatu. Pembentukannya menggunakan verba ~wo

~sa(sete).

Contoh:

撮らせて。 (友達に)

‘Fotokan’

• でんわつかわせ

(kepada teman)

てくれる

? (ともだちに)

Boleh pinjam telepon?’ (kepada teman)

Sono Hoka no Onegai no Hyogen (Ungkapan memohon yang lainnya, pada

kelompok in menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kaneko Shiro mencontohkannya dengan membuat kalimat bertanda kurung yang sebenarnya ingin diucapkan, tapi tidak disampaikan.


(24)

Contoh:

• 子供が寝ているので….., (静かにしてください

‘Anak saya sedang tidur’……(

). mohon tenang

1. Nomina/ nomina verbal (wo) onegai suru. ).

Selain Shiro, ada juga linguis lain yang mengungkapkan ragam memohon (Request) bahasa Jepang yang secara garis besar terdiri atas dua bagian yaitu memohon akan barang dan memohon akan suatu tindakan atau jasa. Bentuk yang digunakan terhadap dua hal tersebut adalah onegaishimasu, V ~te itadakitai atau

moraitai dan hoshi, serta (V) atau verba potensial (V pot) yang diikuti dengan

you(ni) onegai shimasu. Memohon juga dapat dibentuk dari question ‘kalimat

tanya’.

Ditambahkan pula, memohon akan suatu tindakan dapat berbentuk kalimat positif dan negatif, baik petutur melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut. Adapun ragam memohon tersebut dikelompokkan sebagai berikut.

Verba ~te (+ verba performatif/ adjektiva) Verba ~te itadakitai/ moraitai

Verba ~te hoshii

Kalimat you(ni) onegai shimasu

2. Memohon dalam kalimat tanya negatif/ positif/ potensial • Verba ~te kurenai/ masenka

Verba ~te moraenaika (na)


(25)

Dalam penelitian ini, peneliti hanya memasukkan teori Kaneko Shiro dan Yone Tanaka sebagai acuan. Berdasarkan teori tersebut, penulis akan meneliti bagaimana penggunaan ragam memohon tersebut disesuaikan dengan tingkat kesantunan dan situasi pemakaiannya hanya dibatasi pada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan semester VII Fakultas Sastra USU saja.

I.5. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.5.1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman ragam kesantunan memohon bahasa Jepang oleh mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU?

b. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kurikulum ragam kesantunan memohon bahasa Jepang kepada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU?

c. Untuk mengetahui apakah penggunaan ragam kesantunan memohon yang digunakan mahasiswa Sastra Jepang semester VI dan VIII Fakultas Sastra USU sesuai dengan tingkat kesantunan bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam silabus?

I.5.2. Manfaat Penelitian

a. Untuk menambah wawasan serta pengalaman dalam penelitian serta sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahaan.


(26)

b. Meningkatkan pemahaman peneliti di dalam pemakaian ragam kesantunan memohon bahasa Jepang.

c. Sebagai bahan bacaan yang dapat menambah wawasan mengenai linguistik bahasa Jepang khususnya dalam hal pemakaian tindak tutur memohon bahasa Jepang.

I.6. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif kuantitatif. Setyadi mengutip dari Bodgan dan Taylor dalam Zahara (2009:5), bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari manusia dan perilakunya yang dapat diamati sehingga tujuan dari penelitian ini adalah pemahaman individu tertentu dan latar belakangnya secara utuh. Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menggunakan angka-angka dan data-data statistik. Data-data tersebut berbentuk variabel-variabel dan operasionalisasinya dengan sakala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio.

Berdasarkan penelitian diatas, dapat dikatakan juga bahwa jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut Mukhtar dalam Ambarita (2009:14) Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu variabel atau tema, gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

Penelitian deskriptif terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari bagaimana proses penelitian itu sendiri berlangsung/ dilakukan. Sesuai dengan judul


(27)

penelitian ini, maka penelitian deskriptif inipun termasuk ke dalam jenis penelitian field research (penelitian lapangan). Lapangan yang dimaksudkan di sini adalah Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Penelitian lapangan ini biasanya tidak hanya mengandalkan data-data dokumentasi dari perpustakaan maupun data yang didapat secara on line (media internet), namun juga memerlukan responden sebagai salah satu sumber informasi. Untuk itu penelitian ini akan menggunakan angket sebagai salah satu instrumen untuk berkomunikasi dengan responden.

Penelitian yang menggunakan kuisioner kebanyakan menghasilkan data-data yang berisi angka-angka yang dirangkaikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu data statistik. Namun, karena penelitian ini adalah merupakan penelitian kualitatif kuantitatif yang menjabarkan hasil penelitian secara deskriptif, maka walaupun akan ada data statistik yang dihasilkan, data statistik tersebut hanya akan disajikan dalam bentuk yang sederhana saja.

I.6.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Berhubungan dengan adanya angket, maka penelitian ini memerlukan populasi. Populasi adalah jumlah keseluruhan koresponden yang berada dalam suatu ruang lingkup yang sama. Dimana ruang lingkup tersebut merupakan satu kesatuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka populasi yang ditetapkan peneliti pada penelitian ini adalah mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester V dan semester VII, hal ini disebabkan populasi tersebut memenuhi beberapa kriteria yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu:


(28)

2. Telah mempelajari ragam kesantunan di dalam berkomunikasi bahasa Jepang tingkat menengah.

Jumlah populasi dalam penelitian ini keseluruhannya berjumlah 68 orang yang dibagi atas dua tingkatan mahasiswa. Tingkatan pertama adalag mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester V yang berjumlag 32 orang, yang terdiri atas 11 orang responden pria dan 21 orang responden wanita. Tingkatan yang kedua adalah mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester VII yang berjumlag 36 orang, yang terdiri atas 10 orang responden pria dan 26 orang responden wanita. Kisaran umur responden antara 19 tahun sampai dengan 23 tahun. Dalam penelitian ini, seluruh data diambil dari keseluruhan anggota populasi yang disebut Total Sampling.

I.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan penulis untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang sesuai dengan topik penelitian. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survey dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dalam Anggreni, 2008: 7-8). Data yang dikumpulkan pada saat penelitian meliputi:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti pada saat penelitian. Teknik yang digunakan adalah dengan mengajukan pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada 68 responden yang menjadi subjek penelitian.


(29)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah diolah dan disajikan oleh pihak lain. Penulis mengumpulkan sejumlah data yang diperoleh dari buku, internet, skripsi, tesis, disertasi serta jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian.

I.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas empat bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian serta metode penelitian serta sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang dan Kurikulum, berisi tentang berbagai teori yang menjelaskan ragam kesantunan memohon di dalam bahasa Jepang serta ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang telah dipelajari di dalam kurikulum Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra USU yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini.

BAB III Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang USU Semester V dan Semester VII, berisi tentang analisis sumber data dari angket yang disebarkan kepada 68 responden yang dibagi atas 32 orang mahasiswa semester V dan 36 orang mahasiswa semester VII.

BAB IV Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan serta saran dari penulis.


(30)

BAB II

RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DAN KURIKULUM

B. RAGAM KESANTUNAN DALAM MEMOHON BAHASA JEPANG Menurut Kaneko Shiro dalam Susanti (2007:28-36) ragam memohon bahasa Jepang dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu:

4. お願いをする Onegai wo Suru (Membuat Permohonan)

Ragam memohon ini di dalam penggunaanya mengandung sifat mulai dari

hikui ‘rendah’ sampai permohonan yang bersifat takai ‘tinggi’. Permohonan ini

dibagi atas beberapa bagian, yaitu: A. ~て ( ~te )

Merupakan perubahan bentuk verba dari bentuk kamus ke dalam bentuk ~te. Berikut adalah contohnya:

ちょっと来て

B. ~てもらえる (~ te moraeru)

‘Ke sini sebentar.’

Digunakan ketika memohon sesuatu pada lawan bicara. Pada umumnya lawan bicara adalah teman akrab atau orang yang lebih muda. Seperti contoh berikut.


(31)

ここに来てもらえる

C. ~てくれる (~ te kureru)

‘Tolong ke sini?’

Bentuk ~ kureru adalah ungkapan memohon yang digunakan kepada lawan bicara atau kepada seseorang yang berada di sebelahnya. Lawan bicara atau adalah teman akrab, seusia, dan orang yang lebih muda. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.

D. ~てもらえない ( ~ te moraenai)

Bentuk memohon yang lebih sopan dari bentuk ~ te moraeru. Bentuk ini merupakan bentuk negatif dari moraeru, tetapi tidak menunjukkan makna negatif. Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam ragam yang digunakan kepada orang dekat seperti teman, keluarga, dan lain-lain. Shiro juga tidak memberikan contoh untuk ragam ~te moraenai.

E. ~てくれない ( ~ te kurenai)

Shiro mengelompokkan bentuk ini kedalam ragam memohon yang digunakan kepada orang yang dekat hubungannya dengan penutur seperti teman, keluarga dan lain-lain. Bentuk ini berasal dari bentuk ~te kureru dan diubah kedalam bentuk negatif. Seperti contoh berikut.


(32)

F. ~てください ( ~ te kudasai )

Bentuk ~ te kudasai lebih halus dari bentuk ~te kure. Shiro menambahkan bentuk ini digolongkan lagi kepada ungkapan memohon yang bersifat lebih umum

‘mottomo ippanteki’. Lawan bicara atau petutur beranggapan bahwa hal yang

diinginkan oleh penutur adalah hal yang wajar. Bentuk ini merupakan bentuk permohonan yang bersifat sopan. Seperti contoh berikut.

明日は朝9時に集まってください。

‘Besok tolong kumpul pukul 9 pagi.’

G. ~てもらえますか ( ~ te moraemasuka )

Bentuk ini lebih halus dari bentuk ~te moraeru. Adanya kata bantuk kata kerja ~masu menunjukkan kesopanan ungkapan tersebut. Seperti contoh berikut.

ペンチを貸してもらえますか。

‘Boleh pinjam tang?’

H. ~てくれますか ( ~ te kuremasuka )

Bentuk ini lebih sopan dari bentuk ~te kureru. Adanya kata bantu kata kerja

~masu menunjukkan makna sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam

ini.

I. ~てもらえませんか ( ~ te moraemasenka )

Bentuk ini lebih sopan dari ~te moraemasuka dan merupakan bentuk negatifnya, ~masu dihilangkan lalu ditempel ~masen dan ditambah ka sebagai


(33)

penanda kalimat tanya. Shiro menambahkan ragam ini dikelompokkan kedalam

yaya teinei ‘agak sopan’. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.

J. ~てくれませんか ( ~ te kuremasenka )

Bentuk ini lebih halus dari ~ te kuremasuka. Perubahan kedalam bentuk negatif ~masenka, menunjukkan ungkapan tersebut lebih sopan. Shiro menambahkan ragam memohon ini dikelompokkan kedalam yaya teinei ‘agak sopan’. Seperti contoh berikut.

ペンチを貸してくれませんか。

‘Boleh tidak pinjam tangnya?’

K. ~ていただけますか ( ~te itadakemasuka)

Verba bentuk ~te jika diikuti oleh itadaku adalah bentuk tuturan yang sopan dan dengan berubah menjadi ~te itadakemasuka menunjukkan makna yang lebih sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.

L. ~てくださいますか ( ~ te kudasaimasuka)

Berasal dari bentuk ~ te kudasaru, ru mengalami konjugasi menjadi

~saimasu dan ditambah dengan penanda kalimat tanya ~ka. Shiro tidak

memberikan contoh untuk ragam ini.


(34)

adalah bentuk yang sangat sopan. Menurut Shiro dikelompokkan kedalam hijouni

teinei ‘sangat sopan’. Seperti contoh berikut.

推薦状を書いていただけませんか。

‘Bisa tolong tuliskan surat rekomendasi?’

N. ~てくださいませんか ( ~ te kudasaimasenka )

Bentuk ini berasal dari ~ te kudasaru dan lebih sopan dari ~ te kudasai. Sama seperti ~ teitadakemasenka, bentuk ini mengandung makna yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan lagi kedalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti contoh berikut.

推薦状を書いてくださいませんか。

‘Bisa tolong tuliskan surat rekomendasi?’

5. 許可をお願いする Kyoka wo Onegai Suru (Memohon Izin)

Kelompok kedua ini, digunakan pada waktu memohon izin sesuatu. Menggunakan bentuk verba を~(さ せて)wo ~sa (sete). Shiro memberikan

beberapa contoh seperti berikut. A. ~さ(せて)~ sa (sete)

写真、撮らせて(友達に)


(35)

B. ~さ(せて)くれる ~sa (sete) kureru

電話、使わせて / 使わせてくれる? (友達に)

‘Boleh pinjam telepon?’ (kepada teman)

C. ~さ(せて)くれない ~sa (sete) kurenai 留学させてくれない?(親に)

‘Izinkan saya belajar di luar negeri? (kepada orang tua)

D. ~さ(せて)ください ~sa (sete) kudasai

‘Tolong izinkan saya belajar di luar negeri.’

E. ~さ(せて)もらえますか ~sa (sete) moraemasuka 意見を言わせてもらえますか。

‘Izinkan saya mengeluarkan pendapat saya.’

F. ~ さ ( せ て ) い た だ け ま せ ん か / く だ さ い ま せ ん か ~sa (sete)

itadakemasenka/ kudasaimasenka

明日、使わせていただけませんか / くださいませんか


(36)

6. そのほかのお願いの表現 Sono Hoka no Onegai no Hyougen

(Ungkapan Memohon yang Lainnya)

Kelompok ketiga ini, menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kalimat yang di dalam kurung adalah kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan. Seperti contoh berikut.

• のどがカラカラなんですけど...(水を飲ませてください)

‘Kerongkongan saya kering...’ (izinkan saya minum)

• 子供が寝ているので...(静かにしてください)

‘Anak saya sedang tidur...’ (mohon tenang)

Berikut ini tabel ragam ungkapan memohon dari Kaneko Shiro

Kelompok Tingkat Kesantunan

Ragam

Onegai suru HIKUI

TEINEIDO ~te

~te moraeru? ~te kureru?

~te moraenai? ~te kurenai? → tomodachi ya kazokunado shitashii hito ni taishite


(37)

TAKAI

~te moraemasuka ~te kuremasuka

~te moraemasenka ~te kuremasenka → yaya teinei ~te itadakemasuka ~te kudasaimasuka

~te itadakemasenka ~te kudasaimasenka →hijouni teinei Kyoka wo Onegai suru HIKUI ↑ TEINEIDO ↓ TAKAI ~Sa (sete) ~Sa (sete) kureru ~Sa (sete) kurenai ~Sa (sete) kudasai ~Sa (sete) moraemasuka ~Sa (sete) kudasaimasenka ~Sa (sete) itadakemasenka Sono Hoka

no Onegai no Hyougen

Contoh :

4. Nodo ga kara kara nan desuga... (Mizu wo Nomasete Kudasai)

Selain teori di atas, Yone Tanaka (2002: 100) juga menambahkan ragam ~ てもいいですか (~Te mo ii desuka) yang mengatakan bahwa ungkapa ~te mo ii desu apabila menjadi kalimat pertanyaan, maka akan menjadi ungkapan yang

menyatakan memohon/ meminta izin. Tingkat kesantunannya setara dengan bentuk Teineido dalam ragam memohon izin diatas.

Kedua teori inilah yang akan menjadi acuan di dalam melakukan penelitian ini.


(38)

C. RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DALAM KURIKULUM DEPARTEMEN SASTRA JEPANG USU

Untuk mempermudah penelitian ini, penulis mempersempit ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang akan diteliti hanya sebatas pada yang telah dipelajari dalam kurikulum departemen sastra Jepang USU hingga semester empat saja. Hal ini disebabkan populasi yang diteliti hanya sebatas mahasiswa semester V dan semester VII saja. Buku pelajaran yang dijadikan referensi dalam kurikulum ini adalah buku Minna No Nihongo Shokkyu I Honron Suri E Nettowaku dan Minna No Nihongo Shokkyu II Honron Suri E Nettowaku. Berikut ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang dipelajari dalam kurikulum departemen Sastra Jepang USU:

1) ~てください

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 14 Mata Kuliah : Bahasa Jepang I dan Percakapan II

Dipelajari pada semester : Satu (Bahasa Jepang I), Dua (Percakapan II) Pertemuan : 14 (Bahasa Jepang I), 2 (Percakapan II)

2) ~てもいいですか

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 15 Mata Kuliah : Bahasa Jepang II dan Percakapan II


(39)

Pertemuan : 1 (Bahasa Jepang II), 3 (Percakapan II)

3) ~てくれますか

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 24 Mata Kuliah : Bahasa Jepang II dan Percakapan II

Dipelajari pada semester : Dua

Pertemuan : 13 (Bahasa Jepang II), 13 (Percakapan II)

4) ~ていただけませんか

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 26 Mata Kuliah : Bahasa Jepang III dan Percakapan III Dipelajari pada semester : Tiga

Pertemuan : 1 (Bahasa Jepang III), 1 (Percakapan III)

5) ~てくださいませんか

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 41 Mata Kuliah : Bahasa Jepang IV dan Percakapan IV Dipelajari pada semester : Empat


(40)

6) ~さ(せて)いただけませんか

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu II Pelajaran 48 Mata Kuliah : Bahasa Jepang IV dan Percakapan IV Dipelajari pada semester : Empat

Pertemuan : 10 (Bahasa Jepang IV),10 (Percakapan IV)

Selain ragam kesantunan diatas, juga dipelajari perubahan bahasa sopan ke bahasa biasa pada buku Minna No Nihongo Shokkyu I pelajaran 20 di semester dua pada mata kuliah Bahasa Jepang II dan Percakapan II. Namun, penulis tidak menemukan penjabaran pola kesantunan memohon di dalam bab pola kalimat, melainkan terdapat di berbagai contoh kalimat pada bab Renshuu. Untuk itu, penulis mengambil kesimpulan bahwa ragam kesantunan memohon dengan skala rendah yang telah dijelaskan dalam teori Kaneko Shiro tersebut telah dipelajari dalam kurikulum departemen Sastra Jepang USU. Berikut penjelasan kurikulum mata kuliah tersebut:

7) Bahasa Sopan dan Bahasa Biasa

Referensi : Minna No Nihongo Shokkyu I Pelajaran 20 Mata Kuliah : Bahasa Jepang II dan Percakapan II

Dipelajari pada semester : Dua


(41)

D. FAKTOR PENENTU KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BAHASA JEPANG

Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, kesantunan bertutur merupakan bagian yang sangat penting bagi masyarakat Jepang. Menurut Ide Sachiko dan Megumi dalam Susanti (2007: 41-42) kesantunan digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan lawan bicara dan menciptakan komunikasi tersebut terlihat lebih sopan. Kesantunan direalisasikan dalam bahasa verbal dan non-verbal.

Aspek yang terdapat dalam kesantunan berbahasa ada dua, yaitu wakimae ‘dicerment’ artinya berbahasa berdasarkan pilihan, dan volition artinya berbahasa berdasarkan kehendak atau kemauan.

Wakimae, mengacu pada norma-norma sosial. Oleh karena itu, masyarakat

Jepang diharapkan untuk menyadari adanya hubungan antara konteks situasi dan konteks sosial. Konteks situasi meliputi hubungan antara interpersonal peserta tutur dengan keformalan situasi. Hubungan interpersonal dipengaruhi oleh kedekatan sosial dan psikologi di antara peserta tutur. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan tersebut adalah usia, status sosial, dan tingkatan lainnya yang menentukan kedekatan psikologi dan sosial. Kedekatan tersebut dikelompokkan kedalam uchi ‘dalam kelompok’ dan soto ‘luar kelompok’. Uchi cenderung pada hubungan kedekatan yang erat dan perasaan kebersamaan di dalam kelompok. Soto memiliki hubungan kerapatan yang lebih jauh. Pengguna bahasa yang mengacu pada wakimae menunjukkan bahwa penutur melakukan


(42)

Volition, pada aspek ini kesantunan berbahasa penutur dituturkan dengan

ekspresi. Tujuan dari ekspresi tersebut adalah untuk mengungkapkan kesantunan. Penutur pun menggunakan berbagai strategi agar tuturannya dapat dikabulkan oleh petutur. Volition dalam bahasa Jepang ternyata sesuai dengan teori dari Brown dan Levinson dalam Susanti (2007: 42), yaitu strategi kesantunan meliputi kesantunan positif dan kesantunan negatif. Muka positif berhubungan dengan keinginan untuk permintaan, persetujuan, atau penetapan suatu hal dan ditujukan pada strategi kesantunan positif. Muka negatif cenderung pada need ‘kebutuhan’ karena penutur tidak ingin adanya rasa ditekan, dihalang-halangi, dan dipaksa. Hal tersebut ditujukan untuk strategi kesantunan negatif. Penutur merancang perilaku berbahasa untuk menjaga muka penutur maupun petutur.

Pendapat Sachiko Ide dan Megumi Yoshida menjelaskan adanya faktor yang menentukan kesantunan berbahasa di dalam wakimae. Hal tersebut dipertegas lagi oleh Mizutani dan Mizutani dalam Susanti (2007: 43-44), bahwa ada tujuh faktor penentu kesantunan berbahasa dalam bahasa Jepang di dalam buku mereka How

to be Polite in Japanese. Adapun ketujuh faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Keakraban, misalnya ketika berbicara dengan orang yang baru dikenal, seseorang akan menggunakan bentuk sopan seperti はじめまして、 私 は パ イ ジ ョ で す 。 ど う ぞ よ ろ し く 。’senang berkenalan dengan

Anda, saya Paijo.’

2. Usia, orang yang lebih tua usianya akan berbicara dengan ragam biasa kepada orang yang lebih muda, sedangkan orang yang lebih muda akan berbicara dengan ragam sopan kepada orang yang lebih tua usianya. Jika


(43)

seusia, mereka menggunakan ragam percakapan biasa. Hubungan

Senpai-Kohai ‘senior-junior’ ternyata sangat kuat di antara pelajar Jepang,

khususnya di antara pelajar yang berada dalam satu kelompok maupun di perusahaan dan lingkungan kerja. Senpai akan menggunakan ragam biasa dan kohai harus menggunakan bahasa sopan.

3. Hubungan Sosial, maksudnya adalah hubungan antara majikan dan pekerja, penyedia jasa dan pengguna jasa, guru dan murid. Hubungan ini disebut hubungan profesionalitas. Pada umumnya orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi akan menggunakan ragam bahasa biasa dan bawahan akan menggunakan ragam sopan atau sangat sopan.

4. Status Sosial. Orang yang status sosialnya tinggi akan menggunakan bahasa sopan seperti keluarga kaisar, kantor berita, dan sebagainya.

5. Jenis Kelamin. Tuturan akan dianggap lebih akrab jika berbicara dengan sesama jenis kelamin.

6. Keanggotaan Kelompok. Orang Jepang menggunakan ekspresi dan istilah yang berbeda bergantung kepada siapa mereka berbicara. Misalnya seorang suami akan menyebutkan nama istri ketika berbicara tentang dia dengan seseorang. Pada faktor keenam ini ada dua pengelompokan yaitu

in-group ‘dalam kelompok’ dan out-group ‘luar kelompok’. Anggota

dalam kelompok seperti keluarga dan teman sekantor. Sedangkan luar kelompok, yaitu orang-orang yang mempunyai hubungan jauh dengan penutur.


(44)

7. Situasi. Orang-orang akan menggunakan tingkatan bahasa yang berbeda bergantung pada situasi, bahkan ketika berbicara dengan orang yang satu tingkat. Ketika mereka bertengkar bahasa yang digunakan dapat berubah dari bentuk sopan menjadi akrab atau dari akrab menjadi sopan.


(45)

BAB III

ANALISIS PEMAKAIAN RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG USU SEMESTER V &

SEMESTER VII

III.1. PENJELASAN ANGKET

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat bantu angket sebagai alat mencari sumbaer data yang akan diteliti. Angket yang digunakan adalah berupa kuesioner yang memiliki opsi jawaban (Multiple Choice). Kuesioner ini terdiri atas sebelas pertanyaan yang dapat dikelompokkan atas tiga kriteria yang disesuaikan dengan teori Ragam Kesantunan Berbahasa Jepang oleh Kaneko Shiro serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sesuai dengan teori Ide Sachiko dan Megumi dan teori muka (face) oleh Brown dan Levinson. Ketiga kriteria tersebut adalah:

1. Pertanyaan untuk Menganalisis Ragam Kesantunan お 願 い を す る

(Membuat Permohonan) Berdasarkan Tingkat Status Sosial, Keakraban dan Usia

Pada kriteria ini, penulis memberikan empat pertanyaan kepada responden yaitu: 5. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada senior Anda’

adalah:


(46)

7. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada adik Anda’ adalah:

8. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada orang tak dikenal yang berada di dekat Anda’ adalah:

Pada pertanyaan pertama, akan dianalisis strategi kesantunan memohon bahasa Jepang responden di dalam berbicara kepada senior yang merupakan orang yang memiliki tingkat status sosial yang lebih tinggi dari pembicara.

Pada pertanyaan kedua, akan dianalisis pemakaian ragam kesantunan memohon responden terhadap orang yang memiliki tingkatan status sosial yang setara dengan pembicara serta pengaruh keakraban di dalamnya.

Pada pertanyaan ketiga, akan dianalisis pemakaian ragam kesantunan memohon bahasa Jepang responden di dalam memohon kepada orang yang memiliki usia dan tingkat status sosial lebih rendah dari pembicara, serta memiliki tingkat keakraban tinggi dengan pembicara. Terlebih lagi adanya pengaruh budaya 内の者 dan hubungan darah (Blood Group) di dalamnya.

Pada pertanyaan keempat, akan dianalisis strategi pemakaian ragam kesantunan memohon bahasa Jepang responden di dalam memohon kepada orang yang tingkat status sosial dan usianya tidak dapat diketahui oleh responden serta tidak memiliki hubungan keakraban sama sekali.

Untuk mempermudah responden menjawab serta mempermudah peneliti di dalam menganalisis jawaban responden, peneliti menyediakan opsi jawaban terhadap keempat pertanyaan tersebut berdasarkan tingkat kesantunannya, yaitu:


(47)

B. 辞書を貸していただけませんか。

C. 辞書を貸して下さい。

D. 辞書、貸してくれる。

E. Yang Lain:

Opsi jawaban ‘A’, menunjukkan bahwa responden memilih ragam bahasa tidak langsung di dalam strategi kesantunan memohonnya. Pilihan ini merupakan ragam bahasa yang santun karena sesuai dengan teori William Mc. Clure dalam Sa’adah (2008:12) yang menyatakan bahwa orang Jepang biasa menggunakan cara bicara yang samar (vague) dan tidak langsung untuk menunjukkan kesantunannya.

Opsi jawaban ‘B’ sesuai teori Kaneko Shiro merupakan opsi jawaban yang menunjukkan ragam kesantunan memohon yang paling tinggi dalam bahasa Jepang (Hijouni Teinei). Ragam kesantunan ini biasanya ditujukan untuk lawan bicara yang memiliki tingkatan status sosial dan usia yang lebih tinggi dari permbicara.

Opsi jawaban ‘C’ merupakan ragam kesantunan memohon dengan skala menengah dan paling umum digunakan (Motto Ippanteki).

Opsi jawaban ‘D’ merupakan ragam kesantunan dengan skala rendah (hikui) yang biasa digunakan kepada lawan bicara yang status sosial dan umurnya setara serta memiliki tingkat keakraban yang tinggi dengan pembicara.

Opsi jawaban ‘E’ merupakan opsi jawaban bebas dengan tujuan mengantisipasi adanya responden yang ingin memilih jawaban lain selain opsi


(48)

2. Pertanyaan untuk Menganalisis Ragam Kesantunan お 願 い を す る

(Membuat Permohonan) Berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Pada kriteria ini, penulis hanya menyediakan pertanyaan yang menguji strategi kesantunan responden pada situasi formal saja yaitu pada situasi memberikan pengumuman kepada lawan bicara untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan. Pada dasarnya, ragam kesantunan yang seharusnya dipilih pada situasi formal seperti ini adalah ragam kesantunan menengah keatas walaupun ditujukan kepada orang yang berusia dan berstatus sosial lebih rendah dari pembicara. Namun, penulis memasukkan pengaruh usia, tingkat status sosial, serta keakraban di dalamnya untuk mengetahui apakah responden mendapat pengaruh tersebut di dalam strategi kesantunan memohonnya. Pertanyaan pada kriteria ini juga terbagi atas empat pertanyaan, yaitu:

5. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada junior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

6. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada senior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

7. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada teman sekelas Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

8. Kalimat yang paling tepat ketika ‘seorang karyawan perusahaan mengumumkan kepada mitra kerja untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:


(49)

Opsi jawaban yang penulis sediakan adalah:

A. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

B. 明日、朝8時、ここに集まってください。

C. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

D. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

E. Yang Lain:

Sama halnya seperti kriteria yang pertama, penulis menyediakan empat opsi jawaban yang telah ditentukan dan satu opsi jawaban bebas. Opsi jawaban ini juga didasarkan atas tingkatan kesantunannya. Opsi jawaban ‘A’ dan ‘D’ merupakan opsi jawaban dengan tingkat kesantunan yang rendah, dan dalam situasi pertanyaan seperti ini kurang tepat digunakan. Namun penulis memasukkan jawaban ini untuk menganalisis apakah pengaruh tingkat status dan usia yang setara atau lebih rendah serta pengaruh keakraban akan mempengaruhi responden untuk memilih opsi jawaban ini.

Opsi jawaban ‘B’ merupakan opsi jawaban yang paling fleksibel untuk dijadikan jawaban terhadap keempat pertanyaan tersebut, karena pola kalimat ~ てください merupakan ragam kesantunan yang paling umum digunakan.

Sedangkan opsi jawaban ‘C’ merupakan opsi jawaban dengan tingkat kesantunan paling tinggi dan kurang tepat apabila ditujukan kepada lawan bicara yang akrab serta berstatus sosial dan usia ang sama atau dibawah dari pembicara.


(50)

3. Pertanyaan untuk Menganalisis Ragam Kesantunan 許可をお願いする

(Memohon Izin) Berdasarkan Tingkat Status Sosial, Keakraban dan Usia Pada kriteria ini, penulis menyediakan tiga pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pemakaian ragam kesantunan memohon izin responden dalam bahasa Jepang. Pada dasarnya kriteria ini memiliki perbedaan yang tipis dengan kriteria pertama, untuk itu penulis membuat situasi pertanyaan untuk memohon izin menggunakan sesuatu yang bersifat privasi kepada lawan bicara, yaitu izin menggunakan file data milik lawan bicara. Pada kriteria ini penulis tidak memasukkan pertanyaan yang berkaitan dengan lawan bicara yang memiliki hubungan darah dengan pembicara (blood group). Pertanyaan yang penulis sediakan adalah:

9. Kalimat yang tepat ketika ‘akan meminjam file data kepada teman Anda’ ialah :

10.Kalimat yang tepat ketika ‘akan meminjam file data kepada senior Anda’ ialah :

11.Kalimat yang tepat ketika ‘seorang karyawan akan meminjam file data kepada mitra kerjanya’ ialah :

Sama halnya seperti kriteria pertama, pada pertanyaan 9 akan dianalisis strategi kesantunan memohon izin responden yang akan ditujukan kepada lawan bicara yang akrab, dan diperkirakan memiliki usia dan tingkat status sosial setara dengan pembicara.

Sedangkan pada pertanyaan 10 akan dianalisis strategi kesantunan memohon izin responden yang ditujukan kepada lawan bicara yang memiliki tingkat status


(51)

sosial lebih tinggi dan diperkirakan juga berusia lebih tua, sedangkan tingkat keakraban yang relatif tergantung persepsi sang pembicara.

Sementara itu, pada pertanyaan 11 akan dianalisis kesantunan memohon izin responden dalam bahasa Jepang yang ditujukan kepada lawan bicara yang tingkat status sosial dan usianya tidak dapat diperkirakan apakah lebih tinggi atau lebih rendah dan tidak akrab sama sekali.

Sedangkan opsi jawaban yang penulis sediakan untuk pertanyaan pada kriteria ketiga ini adalah:

A. データをつかってもいいですか。

B. データを使わせていただけませんか。

C. データを使わせてくれる。

D. データを使いたいんだけど...

E. Yang Lain:

Sama halnya seperti pada kriteria pertama, penulis menyediakan opsi jawaban dengan tingkat kesantunan rendah (‘C’), tingkat kesantunan menengah (‘A’), tingkat kesantunan tinggi (‘B’) dan ragam kesantunan tidak langsung (‘D’) serta opsi jawaban bebas (‘E’).

Dengan adanya angket yang menyediakan pertanyaan berdasarkan tiga kriteria tersebut, diharapkan penulis dapat menganalisis pemahaman responden terhadap ragam kesantunan memohon dalam bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam kurikulum serta dapat menganalisis strategi pemakaian ragam kesantunan


(52)

III.2. ANALISIS TERHADAP JAWABAN ANGKET

Penulis menyebarkan kuesioner tentang kesantunan memohon kepada dua tingkatan mahasiswa Sastra Jepang Fakultas sastra USU yaitu pada mahasiswa semester V dan semester VII. Responden yang menjawab berjumlah 68 orang yang terdiri atas 32 orang mahasiswa semester V (Pria : 11 orang, Wanita : 21 orang) dan 36 orang mahasiswa semester VII (Pria : 10 orang, Wanita : 26 orang).

1. Pertanyaan untuk Menganalisis Ragam Kesantunan お 願 い を す る

(Membuat Permohonan) Berdasarkan Tingkat Status Sosial, Keakraban dan Usia

Pertanyaan 1 :

Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada senior Anda’ adalah:

A. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

B. 辞書を貸していただけませんか。

C. 辞書を貸してください

D. 辞書、貸してくれる。


(53)

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 1 8 1 1 0 0

Wanita 2 18 0 0 1 0

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 2 7 1 0 0 0

Wanita 1 24 1 0 0 0

81% 3% 3% 3% 0% 10% A B C D E Tidak Menjawab 8% 6% 0% 0% 0% A B C D E Tidak Menjawab


(54)

Pada mahasiswa semester V sebanyak 26 orang atau 81% dari keseluruhan responden yang menjawab B sedangkan pada mahasiswa semester VII sebanyak 31 orang atau 86% dari keseluruhan responden yang menjawab B.Dari hasil jawaban angket tersebut dapat dilihat bahwa baik pada mahasiswa semester V maupun semester VII lebih cenderung menggunakan pola kalimat ~ていただけ ま せ ん か didalam memohon kepada senior, baik mahasiswa maupun

mahasiswinya.

Alasan mereka memilih jawaban tersebut adalah disebabkan senior memiliki posisi yang lebih tinggi dari junior, sehingga harus menggunakan ragam bahasa yang sopan dan hormat.

Pertanyaan 2 :

Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada teman Anda’ adalah:

A. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

B. 辞書を貸していただけませんか。

C. 辞書を貸してください

D. 辞書、貸してくれる。


(55)

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 1 5 5 0 0

Wanita 0 0 12 7 2 0

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 0 2 8 0 0

Wanita 0 1 15 10 0 0

53% 38% 6% 0% 3% 0% A B C D E Tidak Menjawab 47% 50% 0% 3% 0% 0% A B C D


(56)

Pada pertanyaan ke 2, terdapat dua opsi jawaban yang paling banyak dipilih. Baik pada mahasiswa semester V maupun pada mahasiswa semester VII. Jawaban tersebut adalah ‘C’, atau ‘辞書を貸してください’, dan ‘D’ atau ‘辞書、貸して く れ る 。’ Namun terdapat sedikit perbedaan antara jawaban mahasiswa dan

mahasiswinya. Baik pada mahasiswi semester V maupun semester VII lebih cenderung memilih jawaban ‘C’ dari pada ‘D’.

Hal ini dapat dilihat dari jumlahnya. Pada mahasiswi semester V yang menjawab ‘C’ berjumlah 12 orang atau 57% dari jumlah responden wanita semester V, sedangkan ‘D’ berjumlah 7 orang atau sebesar 33% dari responden wanitanya. Sama juga halnya dengan mahasiswi semester VII, yang menjawab ‘C’ berjumlah 15 orang atau 58% dari jumlah responden wanita semester VII, sedangkan yang menjawab ‘D’ hanya 10 orang atau berkisar 38% dari jumlah responden wanitanya.

Sebaliknya, pada responden pria semester V, jumlah responden yang memilih ‘C’ dan ‘D’ berjumlah sama, sedangkan pada mahasiswa semester VII, resonden pria yang memilih jawaban ‘D’ lebih banyak daripada yang memilih jawaban ‘C’.

Dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswi Sastra Jepang USU baik semester V maupun semester VII lebih cenderung memakai pola kalimat sopan di dalam memohon kepada teman dibandingkan responden prianya. Hal ini juga diperkuat dengan adanya mahasiswi semester V yang memilih opsi ‘E’ yang merupakan opsi bebas. Mereka memilih bentuk permohonan ‘あのう、


(57)

辞 書 を 借 り て も い い で す か 。’ Yang merupakan bentuk permohonan izin.

Bentuk permohonan izin seperti ini juga merupakan bentuk permohonan sopan. Hasil tersebut sesuai dengan teori Brown dan Levinson dalam Rahardi (2005:68-69) yang menyatakan bahwa orang yang berjenis kelamin wanita lazimnya cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena, lazimnya, mereka banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian.

Pertanyaan 3 :

Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada adik Anda’ adalah:

A. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

B. 辞書を貸していただけませんか。

C. 辞書を貸してください

D. 辞書、貸してくれる。


(58)

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 1 3 7 0 0

Wanita 0 0 0 20 1 0

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 0 5 4 1 0

Wanita 0 0 10 16 0 0

55% 42% 3% 0% 0% 0% A B C D E Tidak Menjawab 85% 3% 0% 3% 0% 9% A B C D E Tidak Menjawab


(59)

Pada pertanyaan ke 3 ini, jawaban dari para responden justru bertolak belakang dengan jawaban pada pertanyaan ke 2. Para responden lebih cenderung memilih jawaban ‘D’ atau ’辞 書 、 貸 し て く れ る 。’ yang merupakan ragam

kalimat biasa dengan tingkat kesantunan rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden mahasiswa semester V yang berjumlah 27 orang atau 84% dari keseluruhan responden semester tersebut, dan pada mahasiswa semester VII berjumlah 20 orang atau 56% dari keseluruhan responden semester VII.

Alasan yang tertulis dari responden memilih opsi jawaban ‘D’ sebagian besar disebabkan adanya pemahaman bahwa adik adalah merupakan 内 の 人

(Orang dalam Kelompok/ In Group). Selain itu adanya anggapan bahwa antara pembicara dengan adik memiliki hubungan keakraban yang cukup dekat.

Sebaliknya, pada pertanyaan ke 2, sebagian besar responden khususnya dari kalangan mahasiswi memilih opsi jawaban ‘C’ atau ~てください dengan alasan

bahwa pola ~ て く だ さ い adalah konsep bermakna biasa dengan tidak

menghilangkan kesan sopan. Selain itu, terdapat juga alasan meskipun kedudukan teman dan kita setara, namun di dalam meminjam sesuatu tetap harus menggunakan ragam bahasa sopan.

Dari jawaban tersebut terlihat bahwa adanya perbedaan persepsi keakraban antara orang yang memiliki hubungan darah (blood group) dengan yang tidak memiliki hubungan darah bagi para mahasiswi. Walaupun pada dasarnya keduanya juga termasuk dalam golongan In Group(内の者)namun mahasiswi


(60)

positif adalah keinginan dari setiap anggota agar keinginan mereka menjadi disukai oleh sekurang-kurangnya sesama anggota. Muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya merupakan nilai-nilai yang ia yakini diakui orang lain sebagai sesuatu hal yang baik. Oleh karena itu mahasiswi cenderung menggunakan ragam yang lebih sopan kepada orang yang tidak memiliki hubungan darah dengannya agar tetap menjaga penilaian baik lawan bicara terhadap citra diri mereka.

Pertanyaan 4 :

Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada orang tak dikenal yang berada di dekat Anda’ adalah:

A. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

B. 辞書を貸していただけませんか。

C. 辞書を貸してください

D. 辞書、貸してくれる。


(61)

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 3 7 1 0 0 0

Wanita 11 10 0 0 0 0

53% 44% 0% 0% 3% 0% A B C D E Tidak Menjawab

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 6 2 2 0 0 0

Wanita 20 6 0 0 0 0

6% 22% 0% 0% 0% A B C D E Tidak Menjawab


(62)

Pada pertanyaan ke-4 ini, dapat dianalisis dari dua kriteria, yaitu dilihat dari tingkatan mahasiswa dan dilihat dari gender responden. apabila dilihat dari tingkatan mahasiswa terdapat perbedaan jawaban antara responden semester V dan responden dari semester VII. Pada responden semester V lebih cenderung memilih opsi jawaban ‘B’ atau ‘辞 書 を 貸 し て い た だ け ま せ ん か 。’

Sedangkan pada rseponden semester VII lebih cenderung memilih opsi jawaban ‘A’ atau ‘あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...’

Melalui data di atas dapat dilihat bahwa mahasiswa semester VII lebih cenderung menggunakan ragam kalimat tidak langsung dibandingkan mahasiswa semester V. Pada dasarnya, ragam kalimat tidak langsung ini juga menunjukkan ragam bahasa sopan di dalam bahasa Jepang. Hal ini sesuai dengan pendapat William Mc. Clure dalam Sa’adah (2008:12) yang menyatakan bahwa orang Jepang biasa menggunakan cara bicara yang samar (vague) dan tidak langsung untuk menunjukkan kesantunannya. Semakin tidak langsung dan tidak efektif kalimat tersebut, maka semakin santun ujaran tersebut. Pada dasarnya, kalimat dalam opsi ‘A’ yaitu ‘あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんです が...’ merupakan kalimat berbasa-basi di dalam memulai pembicaraan yang

merupakan salah satu bentuk di dalam strategi kesantunan. Sedangkan kalimat yang menjadi maksud tersirat dalam kalimat tersebut adalah kalimat pada opsi ‘B’ yaitu ‘辞書を貸していただけませんか。’.

Sedangkan mahasiswa semester V lebih cenderung memilih opsi jawaban ‘B’ yang apabila dilihat dari tingkatan kesantunannya juga merupakan tingkatan kesantunan yang paling tinggi. Dalam hal ini penulis tidak dapat menentukan


(63)

secara pasti jawaban manakah yang paling santun, namun dilihat dari strategi pemakaiannya, mahasiswa semester V lebih cenderung memilih kalimat memohon secara langsung di dalam strategi kesantunan memohonnya.

Namun, apabila dilihat dari sudut pandang gendernya, responden wanita dari kedua tingkatan mahasiswa lebih cenderung memilih opsi jawaban ‘A’ yang merupakan ragam bahasa tidak langsung. Sedangkan responden pria lebih cenderung memilih ragam bahasa langsung, bahkan sebagian responden pria dari kedua tingkatan mahasiswa memilih opsi jawaban ‘C’ atau ‘辞書を貸してくだ さい’ yang memiliki tingkat kesantunan yang lebih rendah dari opsi jawaban ‘A’

dan ‘B’. Hal ini semakin menguatkan pendapat bahwa wanita cenderung lebih santun di dalam berbahasa dibandingkan pria.

Dari keempat pertanyaan diatas dapat terlihat bahwa faktor tingkat status sosial, keakraban dan gender menjadi pertimbangan yang sangat penting bagi responden didalam memilih ragam kesantunan.

2. Pertanyaan untuk Menganalisis Ragam Kesantunan お 願 い を す る

(Membuat Permohonan) Berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Pertanyaan 5:

Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada junior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:


(64)

13.明日、朝8時、ここに集まってください。

14.明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

15.明日、朝8時、ここに集まってくれ。

16.Yang Lain:

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 10 0 1 0 0

Wanita 1 16 0 4 0 0

81% 0%

16% 3% 0% 0%

A B C D E

Tidak Menjawab

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 2 4 0 2 2 0


(65)

Wanita 2 17 2 5 0 0

Pada pertanyaan 5, responden dari kedua tingkatan mahasiswa memilih opsi jawaban ‘B’ atau ‘明日、朝8時、ここに集まってください。’. Dalam hal ini,

opsi jawaban tersebut merupakan opsi jawaban yang paling tepat apabila dilihat dari situasi pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena kalimat tersebut diucapkan pada sebuah pengumuman yang merupakan situasi formal. Walaupun lawan bicara tersebut merupakan orang yang memiliki usia dan tingkatan status sosial yang lebih rendah, namun karena situasi formal, ragam bahasa yang digunakan tetap harus memakai ragam bahasa yang cukup santun. Namun, pemakaian ragam kesanatunan yang terlalu tinggi juga dianggap kurang tepat berhubung lawan bicara adalah junior yang merupakan orang yang memiliki status sosial yang lebih rendah dari penutur. Oleh karena itu, bentuk ~てください merupakan bentuk

yang paling sesuai di dalam situasi seperti ini. 19%

6%

58% 11% 0%

6%

A B C D E


(66)

Pertanyaan 6:

Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada senior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

A. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

B. 明日、朝8時、ここに集まってください。

C. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

D. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

E. Yang Lain:

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 0 5 6 0 0 0

Wanita 0 5 16 0 0 0

31%

69%

0% 0% 0%

0%

A B C D E


(67)

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 2 0 5 1 0 2

Wanita 3 2 21 0 0 0

Pada pertanyaan 6, responden sebagian besar memilih opsi jawaban ‘C’ yaitu ’明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。’ yang merupakan

ragam kesantunan memohon paling tinggi dari keseluruhan opsi jawaban yang tersedia. Ragam kesantunan ini juga merupakan pilihan yang paling sesuai, mengingat seluruh seluruh faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan dalam berbahasa Jepang yang telah disebutkan Mizutani dan Mizutani yang telah dijelaskan pada bab II tersebut terdapat dalam pertanyaan nomor 6 tersebut.

Namun, dilihat dari variasi jawaban kedua tingkatan mahasiswa tersebut, 72%

13% 6% 0%

3%

6%

A B C D E


(68)

ここに集まってください。’ dan ‘C’ atau ‘明日、朝8時、ここに集まって いただけませんか。’ yang keduanya merupakan ragam bahasa yang sopan dan

berterima apabila digunakan dalam situasi tersebut. Sedangkan pada mahasiswa semester VII, selain memilih kedua opsi jawaban tersebut, masih terdapat responden yang memilih jawaban ‘A’ atau ‘明日、朝8時、ここに集まっても ら え る 。’ dan ‘D’ atau ’明 日 、 朝 8 時 、 こ こ に 集 ま っ て く れ 。’ yang

keduanya merupakan ragam tindak tutur memohon yang memiliki tingkat kesantunan rendah. Kedua opsi jawaban tersebut walaupun dilihat dari sudut gramatikal benar, namun apabila dilihat dari sudut pandang pragmatiknya kurang tepat digunakan pada situasi seperti yang tertulis pada pertanyaan ke-6 tersebut dikarenakan akan menimbulkan kesan tidak sopan dan kasar.

Pertanyaan 7:

Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada teman sekelas Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

A. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

B. 明日、朝8時、ここに集まってください。

C. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

D. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。


(69)

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 2 6 3 0 0 0

Wanita 2 16 3 0 0 0

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 3 3 0 2 0 2

Wanita 0 21 0 5 0 0

69%

19% 12%

0% 0%

0%

A B C D E


(70)

Pada pertanyaan ke-7 inipun sebagian besar responden memilih jawaban yang dilihat dari situasinya paling cocok untuk digunakan, yaitu opsi jawaban ‘B’ atau ’明日、朝8時、ここに集まってください。’. Sama seperti pertanyaan 5,

situasi kalimat dalam pertanyaan 7 adalah merupakan situasi yang formal walaupun pendengar adalah orang yang memiliki tingkat status sosial yang sama dengan penutur.

Melalui pertanyaan ini, dapat dilihat bahwa pemahaman mahasiswa dari kedua tingkatan di dalam menerapkan strategi kesantunan pada situasi seperti dalam pertanyaan ke-7 tersebut cukup baik. Terlebih lagi dengan adanya alas an dari mahasiswa yang mengatakan bahwa, “walaupun kepada teman sendiri, namun karena situasi percakapan adalah situasi yang formal, maka sebaiknya menggunakan ragam bahsa yang cukup sopan.”.

Pertanyaan 8:

Kalimat yang paling tepat ketika ‘seorang karyawan perusahaan mengumumkan kepada mitra kerja untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

6% 0%

67% 0%

19%

8%

A B C D E


(71)

A. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

B. 明日、朝8時、ここに集まってください。

C. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

D. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

E. Yang Lain:

Berikut adalah jawaban dari mahasiswa Sastra Jepang semester V. Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 1 7 2 1 0 0

Wanita 0 19 2 0 0 0

Sedangkan pada mahasiswa Sastra Jepang semester VII Jenis

Kelamin

A B C D E Tidak

Menjawab Pria 1 4 1 2 0 2

Wanita 3 8 10 4 0 1

81% 13%

3% 0%

3% 0%

A B C D E


(1)

LAMPIRAN

ANGKET

ANALISIS PEMAKAIAN

RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA SASTRA JEPANG

SEMESTER V DAN SEMESTER VII FAKULTAS SASTRA USU

Biodata

Semester : Jenis Kelamin :

Pertanyaan

Pilihlah jawaban yang paling tepat menurut pendapat Anda dengan memberikan tanda silang (x), serta berilah alasan Anda memilih jawaban tersebut.

5. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada senior Anda’ adalah:

6. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

7. 辞書を貸していただけませんか。

8. 辞書を貸して下さい。

9. 辞書、貸してくれる。

10. Yang Lain: Alasan :


(2)

11. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada teman Anda’ adalah:

12. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

13. 辞書を貸していただけませんか。

14. 辞書を貸して下さい。

15. 辞書、貸してくれる。

16. Yang Lain: Alasan :

17. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada adik Anda’ adalah:

18. あのう、辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

19. 辞書を貸していただけませんか。

20. 辞書を貸して下さい。

21. 辞書、貸してくれる。

22. Yang Lain:


(3)

23. Kalimat yang tepat ketika ‘Anda meminjam kamus kepada orang tak dikenal yang berada di dekat Anda’ adalah:

24. あのう、実は辞書を持ってくるのを忘れてしまったんですが...

25. 辞書を貸していただけませんか。

26. 辞書を貸して下さい。

27. 辞書、貸してくれる。

28. Yang Lain: Alasan :

29. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada junior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

30. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

31. 明日、朝8時、ここに集まってください。

32. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

33. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

34. Yang Lain: Alasan :

35. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada senior Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:


(4)

37. 明日、朝8時、ここに集まってください。

38. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

39. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

40. Yang Lain: Alasan :

41. Kalimat yang paling tepat ketika ‘mengumumkan kepada teman sekelas Anda untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

42. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。

43. 明日、朝8時、ここに集まってください。

44. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

45. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

46. Yang Lain:

Alasan :

47. Kalimat yang paling tepat ketika ‘seorang karyawan perusahaan mengumumkan kepada mitra kerja untuk berkumpul besok dalam rangka suatu kegiatan’ adalah:

48. 明日、朝8時、ここに集まってもらえる。


(5)

50. 明日、朝8時、ここに集まっていただけませんか。

51. 明日、朝8時、ここに集まってくれ。

52. Yang Lain: Alasan :

53. Kalimat yang tepat ketika ‘akan meminjam file data kepada teman Anda’ ialah :

54. データをつかってもいいですか。

55. データを使わせていただけませんか。

56. データを使わせてくれる。

57. データを使いたいんだけど...

58. Yang Lain: Alasan :

59. Kalimat yang tepat ketika ‘akan meminjam file data kepada senior Anda’ ialah :

60. データをつかってもいいですか。

61. データを使わせていただけませんか。

62. データを使わせてくれる。


(6)

64. Yang Lain: Alasan :

65. Kalimat yang tepat ketika ‘seorang karyawan akan meminjam file data kepada mitra kerjanya’ ialah :

66. データをつかってもいいですか。

67. データを使わせていただけませんか。

68. データを使わせてくれる。

69. データを使いたいんだけど...

70. Yang Lain: