BAB III METODOLOGI
III.1 UMUM
Pada kondisi ideal, berat, daya angkut, dan dimensi kendaraan yang melewati suatu jalan menjadi acuan dalam pembangunan suatu jalan. Akan tetapi
perkembangan dalam teknologi transportasi sering tidak diimbangi peningkatan desain jalan, sehinggga daya angkut dan dimensi kendaraan perlu diatur. Daya
angkut dan dimensi kendaraan diatur dengan beberapa tujuan seperti, melindungi jalan dari kerusakan dini sehingga umur jalan dapat dipertahankan, mewujudkan
standar keselamatan jalan, mewujudkan standar tingkat pelayanan lalu lintas, dan mewujudkan standar tingkat pelayanan lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh
muatan berlebih overloading adalah kerusakan jalan sebelum periode umur teknis tercapai. Secara langsung kondisi yang terjadi adalah kerusakan jalan
secara langsung yang dapat mengakibatkan kemacetan yang pada akhirnya merugikan pemerintah sebagai pengelola jalan dan masyarakat umum. Dengan
keterbatasan dana pemeliharaan, kondisi ini akan mengakibatkan dana tersedot pada suatu lokasi yang akan mengurangi alokasi untuk jaringan yang lain, yang
pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan pada seluruh jaringan Jurnal Masterplan Transportasi Darat 2005, hal III-11.
Kerusakan jalan mengindikasikan kondisi struktural dan fungsional jalan yang sudah tidak mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap pengguna
jalan, seperti ketidaknyamanan dan ketidakamanan penggua jalan mengemudikan kendaraan di atas permukaan jalan yang bergelombang dan licin. Beban lalu lintas
kendaraan yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban. Makin
Universitas Sumatera Utara
banyak repetisi beban yang terjadi makin besar tingkat kerusakan jalan. Kerusakan akan terjadi jika daya dukung perkerasan jalan lebih kecil dari beban
lali lintas. Meskipun demikian perbaikan lebih lanjut dapat dilakukan dengan pengendalian sistem terpadu. Standarisasi beberapa komponen seperti roda, dan
peningkatan frekuensi pengecekan terhadap beban kenderaan demi kepentingan keselamatan lalu lintas maupun untuk mencegah beban yang berlebihan pada
perkerasan jalan.
III.2 TOPIK PENELITIAN
Judul penelitian yang menjadi topik pembahasan adalah STUDI PENGARUH BEBAN BERLEBIH OVERLOAD
TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN. Pada penelitian
ini akan dilihat besarnya pengaruh beban berlebih overload terhadap
pengurangan umur rencana perkerasan jalan. III.3 PENGUMPULAN DATA
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis memakai data kendaraan berdasarkan asumsi maupun saran dari dosen pembibing. Dimana data ini
diasumsikan mendekati kondisi yang terdapat di lapangan baik berat, tipe, maupun komposisi kendaraan. Jenis kenderaan yang umumnya melintas pada
jalan jenis kenderaan beserta tipe konfigurasi sumbunya masing-masing. Kelebihan muatan pada umumnya terdapat pada kendaraan pengangkut barang
secara khusus terdapat pada kendaraan truk maupum trailer. Kelebihan muatan diasumsikan sesuai dengan yang terdapat dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
VDF = 4
Beban Sumbu Standar Beban Sumbu Kendaraan
III.4 ANGKA EKIVALEN E
Angka ekivalen adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau
penurunan indeks permukaan yang sama apabila kenderaan tersebut lewat satu kali. Setiap jenis kenderaan akan mempunyai angka ekivalen VDF = vehicle
damage factor yang berbeda yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak
titik berat kenderaan dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kenderaan tersebut. Menurut Bina Marga faktor daya rusak kenderaan vehicle damage factor =
VDF adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kenderaan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar Formula Liddle. Menurut metode
Pangkat Empat fourth factor method tersebut, penambahan beban per roda kendaraan mengakibatkan tingkat kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara
beban nyata yang bekerja dan beban standar. Artinya, penambahan beban tersebut akan sangat mempengaruhi umur layan jalan yang menjadi jauh lebih pendek
karena faktor pangkat empat tersebut. Perbandingan ini tidak linear, melainkan ekponensial sebagai berikut :
E
STRT
=
4
4 ,
5 ,
ton BebanSumbu
E
STRG
=
4
16 ,
8 ,
ton BebanSumbu
E
SDRG
=
4
76 .
13 ,
ton BebanSumbu
Universitas Sumatera Utara
8.16 ton 11 cm
tekanan angin = 5.5 kgcm2
33 cm
E
STrRG
=
4
45 .
18 ,
ton BebanSumbu
Maka : E
kenderaan
= E
sb depan
+ E
sb belakang
Faktor daya rusak VDF = vehicle damage factor menggambarkan seberapa besar pengaruh suatu kendaraan terhadap perkerasan apabila melintas di atas
lapisan perkerasan tersebut. Kerusakan akan terjadi lebih cepat dengan adanya beban berlebih karena faktor daya pengrusak sangat dipengaruhi jumlah beban
pada masing-masing sumbu. Sebagai contoh penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel menjadi 2 kali beban standar, akan mengakibatkan
pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika beban sumbu menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali. Pada dasarnya konstruksi perkerasan jalan
direncanakan dengan mengasumsikan jalan akan mengalami sejumlah repetisi CESA = Cumulatif Equivalent Single Axle Load beban kendaraan dalam satuan
standar axle load SAL sebesar 18.000 lbs atau 8,16 ton untuk as tungal roda ganda. CESA adalah cumulatife equivalent stnadart axles, yaitu total VDF
kendaraan-kendaraan yang diperkirakan melintasi ruas jalan tersebut selama umur rencana, dalam satuan lintasan as kendaraan dengan beban standar 18 kips 8,16
ton. Dengan mengetahui hal ini maka kelebihan muatan pada kendaraan overloading sangat berpengaruh terhadap pengurangan umur rencana jalan.
Gambar 3.1 : Sumbu standar 18.000 pon 8,16 ton
Sumber : Sukirman,1999
Universitas Sumatera Utara
Tekanan roda 1 ban lebih kurang 0,55 Mpa = 5,5 kgcm
2.
Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm. Jarak antara masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm
Tabel 3.1. Angka Ekivalen beban sumbu kendaraan E Beban Sumbu
ton Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan E
STRT STRG
SDRG STrRG
1 0,00118
0,00023 0,00003
0,00001 2
0,01882 0,00361
0,00045 0,00014
3 0,09526
0,01827 0,00226
0,00070 4
0,30107 0,05774
0,00714 0,00221
5 0,73503
0,14097 0,01743
0,00539 6
1,52416 0,29231
0,03615 0,01118
7 2,82369
0,54154 0,06698
0,02072 8
4,81709 0,92385
0,11426 0,03535
9 7,71605
1,47982 0,18302
0,05662 10
11,76048 2,25548
0,27895 0,08630
11 17,21852
3,30225 0,40841
0,12635 12
24,38653 4,67697
0,57843 0,17895
13 33,58910
6,44188 0,79671
0,24648 14
45,17905 8,66466
1,07161 0,33153
15 59,53742
11,41838 1,41218
0,43690 16
77,07347 14,78153
1,82813 0,56558
17 98,22469
18,83801 2,32982
0,72079 18
123,45679 23,67715
2,92830 0,90595
19 153,26372
29,39367 3,63530
1,12468 20
188,16764 36,08771
4,46320 1,38081
Universitas Sumatera Utara
III.5 PROSEDUR PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR.
Berikut ini adalah prosedur perhitungan perkerasan lentur menurut Metode Analisa KomponenBina Marga 2002:
1. Asumsikan nilai Struktural Number SN.
2. Hitung angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan E.
3. Hitung faktor umur rencana N.
4. Hitung equivalen Single axle load ESAL.
5. Tentukan standar normal deviasi Zr, dan standar deviasi So, Nilai
standar normal deviasi didapatkan berdasarkan nilai reabilitas. 6.
Hitung modulus resilient M
R
. 7.
Tentukan struktural number SN, dengan nomogram atau persamaan. 8.
Dari perhitungan terakhir di atas, maka didapatkan nilai SN, apabila hasil SN dari perhitungan di atas telah mendekati nilai SN yang diasumsikan
terlebih dahulu untuk menghitung Angka Ekivalen maka perencanaan tebal perkerasan telah sesuai.
III.6 PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN III.6.1 Indeks Tebal Perkerasan ITP
Hasil perhitungan nilai ITPSN di atas kemudian digunakan untuk mencari tebal masing-masing lapisan perkerasan Penentuan indeks tebal perkerasan ITP
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Bina Marga 2002. Dari Indeks Tebal Perkerasan ITP yang diperoleh, maka didapat batas-batas minimum tebal lapisan
permukaan berdasarkan tabel-tabel yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Persamaan Bina Marga :
07 .
8 32
. 2
1 1094
4 .
2 .
1 36
. 9
19 .
5
− +
+ +
− ∆
+ −
+ +
= Mr
xLog ITP
IPf IPo
IP Log
ITP xLog
ZrxSo LogWt
Catatan:Structural number SN juga dapat dicari dengan menggunakan nomogram.
III.6.2 Tebal Lapisan Perkerasan
Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus sebagai
berikut : ITP = a
1
D
1
+ a
2
D
2
+ a
3
D
3
Dimana : a
1
, a
2
, a
3
= Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan D
1
, D
2
, D
3
= Tebal masing-masing lapis perkerasan cm Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas dimodifikasi
menjadi : ITP = a
1
D
1
+ a
2
D
2
m
2
+ a
3
D
3
m
3
Dimana : a
1
, a
2
, a
3
= Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan berdasarkan besaran mekanistik
D
1
, D
2
, D
3
= Tebal masing-masing lapis perkerasan m
2
, m
3
= Koefisien drainase
Universitas Sumatera Utara
ITP 1 ITP 2
ITP 3 D 1
D 2 D 3
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar
Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. Dari nilai ITP SN dapat diperoleh tebal masing – masing lapisan
perkerasan dengan hubungan berikut : a
1
x D
1
≥ ITP
1
ITP
1
= a
1
x D
1
ITP
1
+ a
2
x m
2
x D
2
≥ ITP
2
ITP
2
= ITP
1
+ a
2
x m
2
x D
2
ITP
1
+ITP
2
+ a
3
x m
3
x D
3
≥ ITP
3
ITP
3
= ITP
1
+ ITP
2
+ a
3
x m
3
x D
3
Gambar 2.9. Indeks Tebal Perkerasan Masing - Masing Lapisan
dimana: ITP
= Indeks Tebal Perkerasan cm a
= Koefisien Kekuatan Relatif dari bahan perkerasan D
= Tebal lapisan perkerasan cm m
= Koefisien drainase 1,2,3 = Indeks yang berturut-turut adalah lapis permukaan, lapis
pondasi atas lapis pondasi bawah dan subgrade tanah dasar
= merupakan nilai yang sebenarnya dipergunakan.
Universitas Sumatera Utara
Kontrol nilai masing-masing tebal lapisan perkerasan sesuai dengan persyaratan tebal lapisan minimum sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bina
Marga 2002. Kontrol nilai ITP SN yang dihitung dengan nilai ITPSN yang direncanakan pada awal, nilai SN yang dihitung harus lebih besar atau sama
dengan nilai SN yang direncanakan. Hasil desain tebal lapisan perkerasan dalam tugas akhir ini dapat dilihat pada lampiran yang tercantum.
III.7 PROSEDUR PERHITUNGAN PENGARUH PENGURANGAN UMUR PERKERASAN JALAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH
Berikut ini adalah prosedur perhitungan pengurangan umur rencana perkerasan jalan akibat adanya beban berlebih pada perkerasan lentur :
1. Nilai akhir SN yang diperoleh dari perhitungan kemudian digunakan untuk
merencanakan masing-masing tebal lapisan perkerasan. 2.
Beban kendaraan dinaikkandikurangi dari kondisi beban standar. 3.
Kemudian hitung kembali angka ekivalen E tiap kendaraan akibat adanya kenaikan beban beban berlebih di atas.
4. Hitung nilai total ESAL E
18
yang akan dipikul perkerasan akibat adanya kelebihan muatan kendaraan di atas.
5. Kemudian hitung persen umur perkerasan yang ada dengan kondisi beban
di atas. Nilai persen umur adalah jumlah persentase beban standar yang dapat
dipikul suatu lapisan perkerasan N
ada
terhadap jumlah beban sumbu standar rencana N
rencana
. 100
x N
N umur
rencana ada
=
6. Kemudian dari hasil perhitungan diambil kesimpulan .
Universitas Sumatera Utara
III.8 ANALISIS DAN INTERPRETASI
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis menggunakan program Microsoft Excel untuk menganalisis dan menggambar grafik dari hasil
perhitungan. Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca. Setelah semua langkah penelitian
selesai dilakukan, dan hasil-hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian, maka laporan penelitian skripsi dapat dibuat secara runtut dan sistematis.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN