Peranan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Petani Di Daerah Irigasi Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang

(1)

TESIS

Oleh

FEBRITA ELLYANORA HUTASUHUT

077003018/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L A H P

A S

C

A S A R JA


(2)

PERANAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)

DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT

PETANI DI DAERAH IRIGASI NAMO RAMBE

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FEBRITA ELLYANORA HUTASUHUT

077003018/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : PERANAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PETANI DI DAERAH IRIGASI NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Febrita Ellyanora Hutasuhut Nomor Pokok : 077003018

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui,  Komisi Pembimbing  

         

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)   Ketua           

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)  Anggota           

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si)  Anggota 

 

Ketua Program Studi, 

         

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) 

  Direktur,           


(4)

Tanggal lulus : 7 Februari 2011 Telah diuji pada

Tanggal : 7 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 3. Dr. Irsyad Lubis, SE. M.Sos. Sc 4. Tuana Simamora, SE, MS


(5)

PERANAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PETANI

DI DAERAH IRIGASI NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG

Febrita Ellyanora Hutasuhut, Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si

ABSTRAK

Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional. Kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Pemenuhan kebutuhan air perlu didukung dengan tersedianya sarana dan prasarana pengairan antara lain sistem irigasi. Masyarakat petani pengelola air dapat diberikan peran yang lebih besar yang bersifat otonom, mandiri, dan demokratis melalui organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam upaya meningkatkan produksi dan produktifitas usaha tani yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Penelitian dilakukan pada Daerah Irigasi Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perkembangan lembaga P3A, 2) menganalisis hubungan umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat keaktifan anggota organisasi P3A, serta 3) menganalisis peranan lembaga P3A terhadap peningkatan pendapatan petani. Sampel penelitian ini adalah petani yang memanfaatkan air dari Daerah Irigasi Namo Rambe . Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus yaitu 49 orang petani anggota P3A dan 36 orang petani bukan anggota P3A. Metode analisis yang digunakan adalah: analisis deskriptif, Chi-square, dan Uji Beda Rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: perkembangan lembaga P3A ditandai dengan peningkatan dari sisi partisipasi anggota dalam berbagai aktifitas yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut sedangkan jumlah anggota tidak bertambah. Anggota lembaga P3A aktif di dalam mengembangkan organisasinya. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan anggota P3A ditandai dengan persentase petani yang mengikuti kegiatan-kegiatan P3A lebih besar dibandingkan persentase petani yang tidak pernah atau hanya kadang-kadang mengikuti kegiatan-kegiatan P3A. Umur memiliki hubungan positif dan signifikan dengan keaktifan petani dalam organisasi P3A sedangkan tingkat pendidikan dan luas lahan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keaktifan petani. Lembaga P3A berperan terhadap peningkatan pendapatan petani dimana petani yang menjadi anggota P3A mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi.


(6)

ROLE OF WATER USER FARMER ASSOCIATION (P3A) IN IMPROVING THE INCOME OF FARMER COMMUNITY IN NAMO RAMBE IRRIGATION

AREA, DELI SERDANG DISTRICT

Febrita Ellyanora Hutasuhut, Prof. H. Bachtiar Hasan Miraza, SE, Dr.Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli, SE; M.Si

ABSTRACT

The role of agricultural sector is very strategic in the national economy. Agricultural activities cannot be separated from water. To meet the need of water needs to be supported with the availability of irrigation facilities and infrastructure such as irrigation system. Farmer communities who manage the water can be given a bigger, autonomous, independent, and democratic role through the Water User Farmer Association (P3A) in an attempt to increase the production and productivity of farming business which will eventually improve the farmers’ income. The purpose of this study conducted in Namo Rambe Irrigation Area, Deli Serdang District was 1) to analyze the development of Water User Farmer Association, 2) to analyze the relationship between the age, education level, land area and the activeness level of the members of Water User Farmer Association, and 3) to analyze the role of Water User Farmer Association in improving the farmers’ income. The samples for this study were the farmers using the water drawn from Namo Rambe Irrigation Area consisting of 49 members and 36 non-members of Water User Farmer Association selected through census sampling technique. The data obtained were analyzed through descriptive analysis, Chi-square test, and Mean Disparity test.

The result of this study showed that the development of Water User Farmer Association seen from the increasing percentage of participation of the members in various activities organized by Water User Farmer Association although the number of members did not increase. The variable of age had a positive and significant relationship with the activeness of the farmers belonged to this association. The variables of education level and land area did not have clear relationship with the activeness of the farmers. Water User Farmer Association played its role in improving the farmers’ income that the farmers belonged to Water User Farmer Association had higher income.

Keywords: Irrigation, Water User Farmer Association, Members’ Role, Farmer’s Income.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Peranan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Petani di Derah Irigasi Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang”.

Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga serta perbaikan-perbaikan selama penulisan tesis ini;

5. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga serta perbaikan-perbaikan selama penulisan tesis ini;

6. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini;

7. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Sos,Sc, Bapak Tuana Simamora, SE, M.S, Bapak Agus Purwoko, S.Hut. M.Si, selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini;


(8)

8. Rekan-rekan pada Kantor Dinas PSDA Prov. SU, yang telah turut membantu; 9. Suamiku tercinta Agust Yulian, SE. M.Si dan anakku tersayang Aisyah Puteri

Amalia yang selalu mendoakan dan memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini;

10.Orang tua yang kami sayangi Alm. Ir. Dahlan Hutasuhut, Almh. Hj. Djorlina Siregar, Drs. Uu Sutara dan Yeti Nuryati yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan untuk selalu menjadi yang terbaik;

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran penyempurnaan. Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, Januari 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

• Nama : Febrita Ellyanora Hutasuhut

• Tempat dan tanggal lahir : Yogyakarta, 18 Februari 1965

• Alamat : Komplek BPKP, Nomor 129 Jalan Sunggal, Medan

• Status : Kawin

• Agama : Islam

• Nama suami : Agust Yulian, SE, M.Si.

• Nama anak : Aisyah Puteri Amalia II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Yaspendhar lulus tahun 1976; 2. SMP Yaspendhar lulus tahun 1980; 3. SMA Negeri 6 Medan lulus tahun 1983;

4. Strata 1 Universitas Medan Area lulus tahun 1989. III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Staf pada Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara tahun 1994-2006;

2. Kepala Seksi Pengolahan dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2007;

3. Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Alam Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007-2010;

4. Kepala Seksi Fasilitasi Bencana Alam Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010 sampai dengan sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATAPENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 8

2.1. Lahan Pertanian ………... 8

2.2. Pengertian Irigasi ………. 9

2.3. Sistem Irigasi ……….. 11

2.4. Peta Jaringan Irigasi ………. 12

2.4.1. Peta Petak ……….. 12

2.4.2. Saluran Irigasi... 12 2.5. Pembagian dan Tanggung Jawab Pengelolaan Irigasi ... 13

2.5.1. Berdasarkan Wilayah Administrasi ... 13

2.5.2. Berdasarkan Strata Luasan ... 14


(11)

2.6.1. Sejarah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ... 14

2.6.2. Struktur Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ... 18

2.6.3. Tujuan Dibentuknya Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)... ... 22

2.6.4. Tugas Pokok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) .... 23

2.6.5. Landasan Hukum ... 24

2.7. Hubungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dengan Peningkatan Pendapatan ... 25

2.8. Penelitian Terdahulu ... 26

2.9. Kerangka Pemikiran ... 28

2.10.Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ……….. 31

3.2. Jenis dan Sumber Data ……….…….... 31

3.3. Populasi dan Sampel ………. 32

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4.1. Pengumpulan Data Primer ... 33

3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder... 33

3.5. Metode Analisis Data ... 34

3.6. Definisi Variabel Operasional ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 38

4.1.1. Sejarah Ringkas Kecamatan Namo Rambe …………..… 38

4.1.2. Letak dan Geografis Kecamatan Namo Rambe ………… 38

4.1.3. Topografi dan Penggunaan Lahan D.I. Namo Rambe ….. 39

4.1.4. Keadaan Penduduk di Kecamatan Namo Rambe ... 40

4.2. Karakteristik Responden Anggota P3A ... 41

4.2.1. Karakteristik Responden Anggota P3A Berdasarkan Umur... 41


(12)

4.2.2. Karakteristik Responden Anggota P3A

Berdasarkan Pendidikan ... 42 4.2.3. Karakteristik Responden Anggota P3A

Berdasarkan Luas Lahan ... 42 4.3. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A ... 43

4.3.1. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A

Berdasarkan Umur... 43 4.3.2. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A

Berdasarkan Pendidikan ... 44 4.3.3. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A

Berdasarkan Luas Lahan ... 44 4.4. Perkembangan Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air

(P3A) Selama 5 Tahun Terakhir ... 45 4.5. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan dan Luas Lahan dengan

Tingkat Keaktifan Anggota Lembaga Perkumpulan Petani

Pemakai Air (P3A) ... 57 4.6. Peranan Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

terhadap Peningkatan Pendapatan Petani ... 74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78

5.1. Kesimpulan... 78 5.2. Saran... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Daftar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Daerah Irigasi

Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe... 4

3.1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya………... 31

3.2. Jumlah Petani yang Terdaftar dan Tidak Terdaftar sebagai Anggota P3A... 32

4.1. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Umur ... 41

4.2. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan... 42

4.3. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan... 42

4.4. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Umur... 43

4.5. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan... 44

4.6. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan... 44

4.7. Hasil Analisis Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, dan Luas Lahan Dengan Tingkat Keaktifan Anggota Organisasi P3A ... 58

4.8. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani Anggota P3A dengan Petani Bukan Anggota P3A ... 75


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Struktur Organisasi P3A (Sederhana) ... 21

2.2 Struktur Organisasi P3A (Kompleks) ... 21

2.3 Skema Kerangka Pemikiran ... 29

4.1. Struktur Organisasi P3A pada D.I.Namo Rambe ... 48

4.2. Tingkat Kehadiran Petani di Lapangan... 50

4.3. Kehadiran Mengikuti Pertemuan/Rapat... 52

4.4. Ketepatan Waktu Membayar IPAIR ... 53

4.5. Mengikuti Gotong Royong... 54

4.6. Melaksanakan Program yang Telah Ditetapkan ... 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Karakteristik Petani Peserta P3A ... 83

2. Karakteristik Petani Bukan Peserta P3A ... 85

3. Tingkat Keaktifan Petani Peserta P3A ... 86

4. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Antara Pendapatan Petani Peserta P3A dan Bukan Peserta P3A ... 88

5. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan Kehadiran di Lapangan... 89

6. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan Kehadiran Rapat... 90

7. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan IPAIR... 91

8. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan Gotong Royong... 92

9. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan Melaksanakan Program... 93

10. Hasil Analisis Chi-Square Umur dengan Mengikuti Pelatihan... 94

11. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan Kehadiran di Lapangan.... 95

12. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan Kehadiran Rapat... 96

13. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan IP AIR... 97

14. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan Mengikuti Gotong Royong ... 98

15. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan Melaksanakan Program.... 99

16. Hasil Analisis Chi-Square Pendidikan dengan Mengikuti Pelatihan... 100

17. Hasil Analisis Chi-Square Luas Lahan dengan Kehadiran di Lapangan.... 101

18. Hasil Analisis Chi-Square Luas Lahan dengan Kehadiran Rapat... 102

19. Hasil Analisis Chi-Square Luas Lahan dengan IPAIR... 103

20. Hasil Analisis Chi-Square Luas Lahan dengan Mengikuti Gotong Royong ... 104

21. Hasil Analisis Chi-Square Luas Lahan dengan Melaksanakan Program.... 105


(16)

23. Peta Kecamatan Namo Rambe ... 107

24. Peta Topografi Kecamatan Namo Rambe ... 108

25. Skema Jaringan Irigasi DI Namo Rambe ... 109

26. Foto Udara Lokasi Daerah Irigasi Namo Rambe... 110

27. Kuesioner... 111


(17)

PERANAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PETANI

DI DAERAH IRIGASI NAMO RAMBE KABUPATEN DELI SERDANG

Febrita Ellyanora Hutasuhut, Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si

ABSTRAK

Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional. Kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Pemenuhan kebutuhan air perlu didukung dengan tersedianya sarana dan prasarana pengairan antara lain sistem irigasi. Masyarakat petani pengelola air dapat diberikan peran yang lebih besar yang bersifat otonom, mandiri, dan demokratis melalui organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam upaya meningkatkan produksi dan produktifitas usaha tani yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Penelitian dilakukan pada Daerah Irigasi Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perkembangan lembaga P3A, 2) menganalisis hubungan umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat keaktifan anggota organisasi P3A, serta 3) menganalisis peranan lembaga P3A terhadap peningkatan pendapatan petani. Sampel penelitian ini adalah petani yang memanfaatkan air dari Daerah Irigasi Namo Rambe . Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus yaitu 49 orang petani anggota P3A dan 36 orang petani bukan anggota P3A. Metode analisis yang digunakan adalah: analisis deskriptif, Chi-square, dan Uji Beda Rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: perkembangan lembaga P3A ditandai dengan peningkatan dari sisi partisipasi anggota dalam berbagai aktifitas yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut sedangkan jumlah anggota tidak bertambah. Anggota lembaga P3A aktif di dalam mengembangkan organisasinya. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan anggota P3A ditandai dengan persentase petani yang mengikuti kegiatan-kegiatan P3A lebih besar dibandingkan persentase petani yang tidak pernah atau hanya kadang-kadang mengikuti kegiatan-kegiatan P3A. Umur memiliki hubungan positif dan signifikan dengan keaktifan petani dalam organisasi P3A sedangkan tingkat pendidikan dan luas lahan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keaktifan petani. Lembaga P3A berperan terhadap peningkatan pendapatan petani dimana petani yang menjadi anggota P3A mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi.


(18)

ROLE OF WATER USER FARMER ASSOCIATION (P3A) IN IMPROVING THE INCOME OF FARMER COMMUNITY IN NAMO RAMBE IRRIGATION

AREA, DELI SERDANG DISTRICT

Febrita Ellyanora Hutasuhut, Prof. H. Bachtiar Hasan Miraza, SE, Dr.Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli, SE; M.Si

ABSTRACT

The role of agricultural sector is very strategic in the national economy. Agricultural activities cannot be separated from water. To meet the need of water needs to be supported with the availability of irrigation facilities and infrastructure such as irrigation system. Farmer communities who manage the water can be given a bigger, autonomous, independent, and democratic role through the Water User Farmer Association (P3A) in an attempt to increase the production and productivity of farming business which will eventually improve the farmers’ income. The purpose of this study conducted in Namo Rambe Irrigation Area, Deli Serdang District was 1) to analyze the development of Water User Farmer Association, 2) to analyze the relationship between the age, education level, land area and the activeness level of the members of Water User Farmer Association, and 3) to analyze the role of Water User Farmer Association in improving the farmers’ income. The samples for this study were the farmers using the water drawn from Namo Rambe Irrigation Area consisting of 49 members and 36 non-members of Water User Farmer Association selected through census sampling technique. The data obtained were analyzed through descriptive analysis, Chi-square test, and Mean Disparity test.

The result of this study showed that the development of Water User Farmer Association seen from the increasing percentage of participation of the members in various activities organized by Water User Farmer Association although the number of members did not increase. The variable of age had a positive and significant relationship with the activeness of the farmers belonged to this association. The variables of education level and land area did not have clear relationship with the activeness of the farmers. Water User Farmer Association played its role in improving the farmers’ income that the farmers belonged to Water User Farmer Association had higher income.

Keywords: Irrigation, Water User Farmer Association, Members’ Role, Farmer’s Income.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009, salah satu prioritas pembangunan nasional diletakkan pada Revitalisasi Pertanian dalam arti luas yang diarahkan untuk mendorong pengamanan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, diversifikasi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, perternakan, perikanan dan kehutanan untuk peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, dan salah satunya adalah melalui: peningkatan kemampuan petani dan nelayan serta penguatan lembaga pendukungnya.

Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional dan kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh sebab itu, irigasi sebagai salah satu komponen pendukung keberhasilan pembangunan pertanian mempunyai peran yang sangat penting. Perubahan tujuan pembangunan pertanian dari meningkatkan produksi untuk swasembada beras menjadi melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesempatan kerja di daerah pedesaan dan perbaikan gizi keluarga.

Untuk menunjang pembangunan pertanian salah satu faktor pendukung yang harus dikembangkan adalah melalui pembangunan pengairan atau irigasi yang diarahkan untuk menyediakan air irigasi yang cukup, mengamankan areal produksi dan lain sebagainya. Pembangunan pengairan diantaranya dilakukan dengan jalan


(20)

pembangunan jaringan irigasi yang baru, rehabilitasi atau penyempurnaan serta pemeliharaan jaringan irigasi.

Pembangunan pengairan yang dilakukan Pemerintah Indonesia merupakan upaya untuk memanfaatkan sumber daya air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Pembangunan pengairan menunjang sektor pertanian terutama untuk penyediaan air irigasi baik untuk tanaman pangan, hortikultura, tanaman rumput makanan ternak maupun komoditi lainnya. Selain itu jaringan irigasi juga berperan dalam penyediaan air, baik perikanan darat maupun pertambakan (Siskel dan Hutapea, 1995).

Irigasi sudah sangat lama dikenal di Indonesia dan petanilah yang mula-mula membangunnya. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan air yang akan mengairi areal persawahan yang mereka miliki. Jaringan irigasi yang di bangun umumnya skala kecil dan bentuknya sederhana sekali. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan petani dan mendayagunakan sumber daya mereka secara swadaya dan bergotong royong (Ambler: 1992).

Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerjasama antar petani. Pembangunan dan pemeliharaan bangunan-bangunan pengairan dan saluran, pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak-petak sawah dalam hamparan

yang sama, membutuhkan kerjasama terorganisasi secara baik di antara petani di jaringan irigasi yang bersangkutan (Siskel dan Hutapea, 1995).

Agar petani dapat berperan secara efektif dalam pengelolaan jaringan irigasi, mereka harus terhimpun dalam organisasi sehingga kebutuhan yang sama dan


(21)

keinginan yang berbeda dapat ditangani. Kebutuhan akan kerjasama yang sistematis merupakan hal yang fundamental dalam irigasi karena ada tingkat saling ketergantungan ini memerlukan organisasi dimana petani dapat menyampaikan kebutuhannya dan yang dapat melaksanakan kesepakatan-kesepakatan mereka (Ambler, 1992).

Dengan demikian para petani diharuskan membentuk suatu lembaga yang dinamakan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang secara bertahap akan berkembang menjadi suatu lembaga yang secara terorganisator, teknis dan finansial mampu melaksanakan tugas dan kewajiban pembangunan, rehabilitasi, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi beserta bangunan pelengkapnya dalam petak tersier dan irigasi pedesaan, baik yang berstatus irigasi desa maupun subak (Ambler, 1992).

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan kelompok yang ada di masyarakat dimana anggotanya adalah petani yang memanfaatkan air sebagai

sarana pengairan sawah mereka. P3A dibentuk untuk memfasilitasi dan mengatur pembagian air bagi petani dimana pembentukannya berdasarkan pada luasan areal sawah di daerah irigasi setempat. Tujuan pembentukan P3A adalah agar petani dapat mandiri dalam bidang organisasi dan administrasi terkait dengan pelaporan yang akan mereka pertanggungjawabkan kepada anggota dan pihak terkait lainnya.

Sejalan dengan itu Pemerintah Indonesia telah memperkuat secara yuridis dengan menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi serta peraturan yang lebih khusus mengenai P3A telah


(22)

diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33/PRT/M/2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A.

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data dari Dinas PU Pengairan (1999) terdiri dari 1.373 lembaga P3A, yang telah berbadan hukum 163 P3A dan yang belum berbadan hukum 1.210 P3A. Daerah Kabupaten Deli Serdang terdapat 134 lembaga P3A, yang telah berbadan hukum 37 P3A dan yang belum berbadan hukum 97 P3A sedangkan untuk Kecamatan Namo Rambe lembaga P3A dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Daftar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Daerah Irigasi Namo Rambe Kecamatan Namo Rambe

Legalitas

No Nama Desa Jumlah P3A

Belum Badan Hukum

1 Suka Mulia Hulu 1 √ __

2 Sudi Rejo 1 √ __

3 Jati Kesuma 3 __

4 Namo Rambe 2 √ __

5 Kuta Tengah 2 √ __

6 Namo Landur 1 √ __

7 Tangkahan 1 √ __

8 Jaba 1 √ __

9 Namo Mbelin 1 √ __

10 Kuta Tualah 1 √ __

Sumber: GP3A Arih Taras, 2009

Di Kecamatan Namo Rambe, terdapat Daerah Irigasi Namo Rambe dan bendung Namo Rambe dimana sumber airnya berasal dari Sungai Deli. Melalui bendung Namo Rambe air irigasi dialirkan ke areal pertanian dan dimanfaatkan oleh 10 desa yang berada di Kecamatan Namo Rambe. Dari 10 desa pemanfaat air irigasi


(23)

terdapat 14 unit lembaga P3A dimana seluruh P3A yang ada di daerah irigasi Namo Rambe tersebut belum berbadan hukum. Dalam perkembangannya seluruh pengurus yang ada di masing-masing lembaga P3A membentuk suatu lembaga yang dinamakan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) dan atas kesepakatan bersama GP3A ini diberi nama Arih Taras dan status GP3A ini sudah berbadan hukum.

Adanya irigasi di daerah penelitian merupakan faktor yang sangat penting dalam mengairi areal pertanian di kecamatan Namo Rambe dan kebutuhan akan ketersediaan air di daerah tersebut akan terpenuhi. Hal ini sangat bermanfaat bagi para petani di dalam mendukung peningkatan produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian yang juga tentunya akan meningkatkan pendapatan petani, yang tentunya tidak terlepas dari partisipasi dan peran aktif dari petani di dalam mengelola dan mengembangkan jaringan irigasi secara berkelanjutan.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan melihat sejauh mana peranan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) pada Daerah

Irigasi Namo Rambe di dalam meningkatkan pendapatan masyarakat petani di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) selama 5 tahun terakhir di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang?


(24)

2. Bagaimana hubungan umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat keaktifan anggota lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam mengembangkan organisasinya?

3. Bagaimana peranan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) terhadap peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis perkembangan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) selama 5 tahun terakhir di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. 2. Menganalisis hubungan umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat

keaktifan anggota lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam mengembangkan organisasinya.

3. Menganalisis peranan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) terhadap peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna untuk:

1. Memberikan beberapa pertimbangan dan masukan dalam menentukan kebijakan peningkatan dan pemberdayaan kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Kecamatan Namo Rambe khususnya kepada pemerintah daerah.

2. Sebagai bahan rujukan bagi petani untuk bahan pertimbangan dalam pengelolaan organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang lebih baik.

3. Sebagai bahan acuan untuk pembahasan atau penelitian yang ingin meneliti lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan Pertanian

Sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Oleh karena itu, perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat adalah menjadi tanggung jawab penting bernegara.

Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat salah satunya adalah dengan upaya membangun ketahanan pangan yang diselenggarakan melalui pembangunan pertanian berkelanjutan.

Sebahagian besar penduduk Indonesia yang bercorak agraris menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dimana lahan pertanian merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian terutama pada kondisi yang sebagian besar bidang usahanya masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan. Lahan merupakan sumber daya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat (Republik Indonesia UU No. 41, 2009).

Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian sedangkan usaha pertanian adalah dasar dalam pembangunan ekonomi dan peluang


(27)

kerja di pedesaan. Dengan demikian untuk melaksanakan pembangunan di daerah pedesaan seperti di Kecamatan Namo Rambe harus dimulai dari sektor pertanian, sebab sebahagian besar penduduk pedesaan tidak memiliki kemampuan di luar sektor pertanian.

Daerah pedesaan mempunyai peranan dan fungsi yang sangat penting, menghasilkan berbagai jenis komoditas pertanian (beras, hasil perkebunan lainnya), oleh karena itu upaya pembangunan pedesaan telah diberikan prioritas dan harus mendapat perhatian yang lebih serius pada masa mendatang.

Menurut Rahardjo Adisasmita, (2006) dalam melaksanakan pembangunan di daerah pedesaan terdapat hambatan dan kendala yang tidak ringan dilihat dari aspek geografis, topografis, demografis, ketersediaan sarana dan prasarana, kelemahan dalam akses terhadap medan dan informasi pasar, kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang lemah, partisipasi masyarakat masih belum secara proaktif, kemampuan kelembagaan pedesaan masih lemah, dan masih banyak kelemahan operasional dan fungsional lainnya.

2.2. Pengertian Irigasi

Air sebagai salah satu sumber daya alam merupakan faktor penting bagi semua kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung, termasuk juga didalamya pemberian air irigasi di dalam bercocok tanam.


(28)

Irigasi berasal dari istilah irrigate dalam bahasa Belanda atau irrigation dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali. Adapun maksud dari irigasi adalah untuk mencukupi kebutuhan air di musim hujan bagi keperluan pertanian seperti membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, menghindarkan gangguan hama dalam tanah dan sebagainya. Tanaman yang diberi air irigasi umumnya dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu padi, tebu, palawija seperti jagung, kacang-kacangan, bawang, cabe dan sebagainya (Mawardi dan Memed, 2002).

Air irigasi tidak akan memberikan manfaat yang optimal pada petani apabila tidak dikelola dengan baik dan benar yang akan berdampak pada pembangunan pengairan. Irigasi merupakan bagian sub sistem kemasyarakatan yang tidak dapat dipisahkan dengan sub sistem lain. Dalam hal ini irigasi bukan hanya aspek teknis saja yang berupa bendung dan saluran air melainkan juga menyangkut aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

1. Aspek budaya tercermin pada pola pemikiran yakni bagaimana air digunakan dibagikan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya.

2. Aspek sosial dapat dilihat bagaimana perilaku masyarakat dalam tata cara pembagian air, pengorganisasian dalam pengelolaannya.

3. Aspek ekonomi berhubungan dengan tanaman yang menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan.


(29)

4. Aspek politik akan berhubungan dengan tingkat keamanan, hubungan konflik yang dapat menimbulkan kerawanan di pedesaan.

5. Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi yang dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

2.3. Sistem Irigasi

Sistem irigasi di Indonesia umumnya bergantung kepada cara pengambilan air sungai dan dimaksudkan untuk mengairi persawahan dapat dibedakan menjadi irigasi pedesaan dan irigasi pemerintah. Pembedaan itu berdasarkan pengelolaannya.

Sistem irigasi desa bersifat komunal dan tidak menerima bantuan dari Pemerintah Pusat. Pembangunan dan pengelolaan seluruh jaringan irigasi dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat.

Sedangkan sistem irigasi yang tergantung pada bantuan pemerintah dibagi ke dalam tiga kategori: irigasi teknis, semi teknis dan sederhana.

a. Irigasi teknis yaitu jaringan air yang mendapatkan pasokan air terpisah dengan jaringan pembuang, dan pemberian airnya dapat dikur, diatur dan terkontrol pada

titik tertentu. Semua bangunannya bersifat permanen. Luas daerah irigasinya di atas 500 hektar.

b. Irigasi semi teknis yaitu pengaliran air ke sawah dapat diatur, tetapi banyaknya aliran tidak dapat diukur. Pembagian air tidak dapat dilakukan secara seksama.


(30)

Memiliki sedikit bangunan permanen. Hanya satu alat pengukur aliran yang biasanya ditempatkan pada bangunan bendung.

c. Irigasi sederhana yaitu yang biasanya menerima bantuan pemerintah untuk pembangunan dan atau penyempurnaan. Tetapi dikelola dan dioperasikan oleh aparat desa. Mempunyai bangunan semi permanen dan tidak mempunyai alat pengukur dan pengontrol aliran, sehingga aliran tidak dapat diatur dan diukur.

2.4. Peta Jaringan Irigasi 2.4.1. Peta Petak

Dalam pembagiannya peta petak dapat diuraikan seperti:

1. Petak tersier adalah suatu unit atau petak tanah/sawah terkecil berukuran antara 50 – 100 hektar.

2. Petak sekunder adalah gabungan dari petak tersier dengan luas bergantung kepada lahan.

3. Petak primer adalah gabungan dari beberapa petak sekunder.

2.4.2. Saluran Irigasi

Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter.

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi bagian Jaringan Irigasi KP-01 saluran irigasi dapat didefinisikan seperti berikut:


(31)

1. Saluran primer yaitu saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Saluran primer biasa disebut saluran induk. Saluran ini berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini yaitu bangunan sadap terakhir.

3. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini berkahir pada boks kuarter terakhir.

4. Saluran kuarter yaitu saluran yang membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier ke sawah-sawah.

2.5. Pembagian dan Tanggung Jawab Pengelolaan Irigasi

2.5.1. Berdasarkan Wilayah Administrasi

Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan ketentuan:

Lintas provinsi pemerintah

Lintas kab./kota pemerintah provinsi

Utuh pada satu kab./kota pemerintah kab./kota

Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab Perkumpulan Petani Pemakai Air.


(32)

2.5.2. Berdasarkan Strata Luasan

1. Daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI kecil) dan berada dalam satu kab./kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.

2. Daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha (DI sedang) atau DI kecil yang bersifat lintas kab./kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi.

3. Daerah irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI besar) atau DI sedang yang bersifat lintas provinsi, strategis nasional dan lintas negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.

Pelaksanaan pengembangan sistem irigasi kewenangan Pemerintah dapat diselenggarakan Pemerintah Daerah dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

2.6. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

2.6.1 SejarahPerkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Tradisi gotong royong masyarakat Indonesia merupakan cikal bakal timbulnya bentuk-bentuk kelembagaan tradisional dalam pengelolaan sumber daya air terutama yang terkait dengan irigasi. Lembaga lokal yang termashur adalah subak di Bali, Panriahaan Pamokkahan di Sumatera Utara serta Panitia Siring di Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Sekitar tahun 1950, di Sragen Jawa Tengah berdiri suatu lembaga dengan nama Persatuan Air Surakarta (PAS). Beberapa pihak meyakini PAS merupakan cikal


(33)

bakal berdirinya P3A yang sekarang ada. Berdirinya PAS tidak terlepas dari kondisi prasarana irigasi ketika itu mengalami kerusakan parah sehingga ketersediaan air kurang terjamin dan sering terjadi pencurian air. Keadaan ini sering mangakibatkan perselisihan di antara petani.

Kondisi ini yang menyebabkan beberapa pengurus desa membentuk PAS dengan susunan organisasi dan ketentuan yang jelas termasuk sanksi yang diberlakukan. Dalam perkembangan selanjutnya PAS telah berhasil memperbaiki seluruh jaringan irigasi menjadi lebih baik dan pada tahun 1968 PAS diubah oleh Gubernur Jawa Tengah menjadi Dharma Tirta. P3A seperti Dharma Titarta terus bermunculan dan berkembang pada beberapa daerah dengan menunjukkan kinerja yang baik.

Keberadaan dan peran kelembagaan lokal tersebut semakin mantap dengan adanya dukungan dari pemerintah yang mengarahkan agar lembaga-lembaga lokal tersebut dibina menjadi suatu organisasi yang disebut Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Sejalan dengan itu diterbitkanlah Inpres No. 1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Pengairan (Pengaturan Air dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi).

Di dalam perjalanannya P3A belum sepenuhnya dapat melaksanakan pembangunan jaringan irigasi. Karena itu pemerintah tetap membantu secara bertahap, dimulai dari perencanaan sedangkan pembangunanya oleh petani. Tetapi cara ini kurang berhasil karena petani masih belum mampu juga membangun. Kemudian pemerintah membangun bangunan sedangkan salurannya dibangun sendiri


(34)

oleh petani. Inipun berjalaan sangat lambat. Akhirmya pemerintah menangani sepenuhnya seluruh pembangunan jaringan irigasi tersier walaupun dengan tetap mengikut sertakan petani secara aktif. Namun hal ini ternyata menimbulkan implikasi negatif yakni muncul kecenderungan sikap ketergantungan kepada pemerintah dan menurunnya rasa ikut memiliki dari petani.

Pada era pemerintahan orde baru, pemerintah manganjurkan untuk membentuk organisasi perkumpulan petani pemakai air yang secara formal memuat AD&ART yang dibuat oleh pemerintah sebagai pijakan kegiatannya, sesuai dengan Inpres No. 2 tahun 1984 tentang Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang diperkuat dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 610/1965/K/Tahun 1990 tentang Pedoman Pembentukan dan Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Petani Pemakai Air di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Berbeda dengan organisasi pemakai air sebelumnya yang bersifat tradisional, P3A adalah formal sifatnya, memakai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur sebagaimana layaknya sebuah organisasi modern Pembentukan/pengesahan/pengakuan P3A sebagai badan hukum menurut KUHP tersebut dilakukan dengan cara menerbitkan surat keputusan Bupati dan meregistrasi di dalam buku besar. Sebagai badan hukum P3A wajib memiliki AD/ART serta syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Bupati kepala daerah tingkat II (Ambler, 1992).


(35)

Atas dasar ini setiap desa yang mempunyai areal irigasi dianjurkan untuk membentuk perkumpulan petani pemakai air dengan penekanan khusus semacam keharusan, dengan berorientasi terhadap target jumlah dan waktu yang pada kenyataannya belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat. Karena proses pembentukan yang demikian, maka banyak perkumpulan P3A yang kurang dapat berkembang. Belajar dari pengalaman tersebut, maka cara-cara tersebut harus ditinggalkan dan diganti dengan pendekatan partisipatif.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, proses desentralisasi dan penyerahan kewenangan, pengelolaan sumber daya air memerlukan proses redefinisi. Redefinisi tugas dan kewenangan lembaga pengelola yang harus terus dilaksanakan, termasuk di dalamnya mekanisme dan penyaluran pendanaan yang merupakan partisipasi dan otonomi yang lebih luas kepada pemerintah daerah dan masyarakat petani pemakai air. Dalam hal pengelolaan irigasi, telah dikeluarkan kebijakan Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang dicanangkan Presiden dan dituangkan dalam Inpres No. 3 Tahun 1999.

Pembaharuan tersebut terdiri dari 5 (lima) agenda yaitu:

1. Pengaturan kembali tugas dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi 2. Pemberdayaan masayarakat petani pengelola air

3. Penyerahan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air

4. Penggalian sumber pendapatan untuk membiayai O&P, rehabilitasi dan pembangunan


(36)

5. Pencegahan alih fungsi lahan, sehingga keberlanjutan jaringan irigasi tetap terjaga. (http;//staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi.

Pengembangan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) didukung oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 33/PRT/M/2007 tentang Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A, dimana sesuai pasal 2: P3A/GP3A/IP3A merupakan organisasi petani pemakai air yang bersifat sosial-ekonomi dan budaya yang berwawasan lingkungan dan berasaskan gotong royong.

Perkumpulan petani pemakai air berdasarkan tingkatannya terdiri atas:

a. perkumpulan petani pemakai air (P3A) saluran tersier b. gabungan perkumpulan petani pemakai air (GP3A) saluran sekunder c. induk perkumpulan petani pemakai air (IP3A). Saluran primer

2.6.2. Struktur Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Sejarah irigasi yang panjang di Indonesia telah memberi kesempatan bagi petani untuk menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan pengelola air irigasi secara tradisional. Apabila sarana fisik sebuah jaringan merupakan “perangkat keras”nya, maka lembaga-lembaga tersebut, baik yang formal maupun yang tidak formal


(37)

merupakan “perangkat lunak”nya, yang mutlak diperlukan untuk mengelola air irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah dikembangkan oleh petani itu merupakan semacam sumber daya nasional yang sangat berharga, yang patut dipelajari agar potensi air irigasi dan kemakmuran penghuni pedesaan dapat terus ditingkatkan (Ambler, 1992).

Masalah air baru dapat dirasakan dan mencuat kepermukaan pada waktu jumlahnya menjadi sangat berkurang karena kemarau, kerusakan empang dan saluran atau menjadi sangat melimpah karena banjir, kebobolan tanggul, dan sebagainya. Fungsi dan peranan kelembagaan dalam pengaturan irigasi ini terutama muncul ketika di perlukan, sementara jika semua berjalan secara normal dan kebutuhan pokok akan air terpenuhi, peranan kelembagaan menjadi pasif.

Demi terlaksananya kelancaran pelaksanaan pengairan di suatu daerah, sebaiknya ada suatu organisasi yang mengatur sistem pengairan tersebut yang dapat mewakili aspirasi anggota khususnya petani pemakai air dalam mengairi lahannya.

Organisasi secara sederhana dapat dikatakan adalah suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Cahayani, 2003).

Salah satu bentuk organisasi yang dapat dimanfaatkan petani untuk berperan serta dalam pengelolaan irigasi adalah organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) baik yang dibentuk pemerintah maupun oleh petani itu sendiri.


(38)

1. Orang atau lembaga manapun (seperti Pemdes, LSM dan siapapun) tidak boleh campur tangan, dalam arti mengatur atau mencampuri urusan perkumpulan petani pemakai air yang bersifat intern;

2. Orang luar hanya boleh mendampingi dan memberi saran baik diminta maupun tidak. Saran boleh diterima atau ditolak oleh organisasi tersebut sesuai dengan keputusan rapat pengurus perkumpulan petani pemakai air; dan

3. Organisasi P3A tidak tergantung orang luar, secara perlahan dan bertahap, organisasi ini berusaha untuk membiayai dirinya sendiri dengan kemampuan para anggotanya. Organisasi ini boleh menerima bantuan, akan tetapi tidak boleh menggantungkan diri dari bantuan. (Departemen PU, 2008)

Organisasi dikembangkan sesuai dengan kemampuan yang ada dan kebutuhan petani. Organisasi ini perlu diberi hak sebagai otorita pengelola sumber air yang ada dalam wilayah kerjanya. Dengan demikian siapa saja yang berasal dari luar desa yang ingin memanfaatkan sumber air yang ada di wilayah kerja P3A dengan tujuan komersial harus bermusyawarah dengan organisasi itu agar hak petani atas air dapat terus terjamin. Apabila dikehendaki para anggota P3A organisasi ini boleh berkembang menjadi usaha ekonomi dan tidak hanya mengurusi masalah air saja.

Setiap organisasi harus membentuk struktur organisasi sehingga jelas organisasi yang dimaksud. Struktur organisasi ini akan nampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi yang merupakan kesatuan yang utuh dan mempunyai tugas masing-masing sesuai bidangnya.


(39)

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) demi tanggung jawab dan kelancaran pelaksanaan tugas pokoknya itu mempunyai susunan (struktur) organisasi.

Contoh struktur organisasi P3A (Sederhana):

Sumber: Departemen PU, 2008

Gambar 2.1. Struktur Organisasi P3A (Sederhana)

Contoh struktur organisasi P3A (Kompleks):

Sumber: Departemen PU, 2008


(40)

Dalam hal pemilihan bentuk organisasi P3A disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

2.6.3. Tujuan dibentuknyaPerkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Adapun tujuan dari dibentuknya P3A adalah untuk:

1. Menampung masalah-masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air untuk tanaman dan bercocok tanam. Selain itu organisasi ini juga sebagai wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran, tukar pendapat dan membuat keputusan–keputusan guna memecahkan permasalahan yang dihadapi petani, baik yang dapat dipecahkan sendiri oleh petani maupun yang memerlukan bantuan dari luar.

2. Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama dalam memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha taninya. Dalam perkembangan P3A diharapkan dapat menjadi suatu unit usaha mandiri yang mampu menyediakan sarana produksi pertanian (saprotan) maupun dalam pemasarannya.

3. Menjadi wakil petani dalam melakukan tawar menawar dengan pihak luar (Pemerintah, LSM, atau lembaga lainnya) yang berhubungan dengan kepentingan petani.

4. Sebagai wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran, curah pendapat serta membuat keputusan-keputusan guna memecahkan permasalahan yang dihadapi petani, baik yang dapat dipecahkan sendiri oleh petani maupun yang memerlukan bantuan dari luar.


(41)

5. Untuk berperan serta dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder.

6. Menyelenggarakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada jaringan irigasi tersier/desa yang menjadi tanggung jawabnya (Departemen PU, 2008).

2.6.4. Tugas Pokok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Tugas pokok P3A secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan jaringan-jaringan pengairan tersier dan pedesaan.

2. Membuat peraturan-peraturan dan ketentuan pembagian air pengairan serta

pengamanan jaringan-jaringan pengairan agar terhindar dari perusahaan si pembutuh air pengairan yang hanya mementingkan diri sendiri.

3. Mengatasi dan menyelesaikan pelbagai masalah yang timbul dan terjadi diantara para anggota petani pemakai air pengairan di dalam pengelolaan air pengairan. 4. Mengumpulkan dana mengurus iuran pembiayaan bagi kegiatan eksploitasi dan

pemeliharaan bangunan dan jaringan pengairan dari para anggota petani pemakai air yang telah mereka sepakati bersama pada musyawarah diantara mereka.

5. Sebagai badan masyarakat mewujudkan peran serta kepada pemerintah, melaksanakan kewajiban–kewajiban pemerintah dalam rangka kegiatan yang menyangkut persoalan-persoalan pengairan dan pertanian (Kartasapoetra dan Mul, 1994).


(42)

2.6.5. Landasan Hukum

Dasar hukum dalam rangka pengelolaan irigasi dan petani pemakai air pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pijakan yaitu:

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi.

3. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor

529/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 30/PRT/M/2007, tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 31/PRT/M/2007, tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 32/PRT/M/2007, tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 33/PRT/M/2007, tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A.

8. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor: 7 Tahun 2009 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi.


(43)

2.6. Hubungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dengan Peningkatan Pendapatan

Dalam meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian terutama padi sawah, air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk keperluan berbagai keperluan usaha tani, maka air harus tersedia dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat. Jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi dan produktivitas suatu kegiatan usaha tani. Sejalan dengan itu sarana yang paling utama mendukung adalah jaringan irigasi yang terkelola dengan baik. Jaringan irigasi adalah prasarana yang sangat vital yang harus dipelihara sehingga dapat meningkatkan produktivitas beberapa jenis tanaman yang diusahai.

Pembangunan di bidang pertanian dalam rangka meningkatkan swasembada pangan dan produksi pertanian lainnya untuk meningkatkan pendapatan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, perlu dudukung oleh kesinambungan kegiatan tata guna air dan jaringan irigasi di tingkat usaha tani secara tepat guna dan berhasil guna.

Hal tersebut harus didukung peran aktif atau partisipasi dari masyarakat petani yang bernaung di dalam suatu wadah organisasi perkumpulan petani pemakai air (P3A). Dimana dengan adanya partisipasi dari organisasi ini segala kebutuhan petani terutama dalam memenuhi kebutuhan air irigasi dapat teratasi dengan baik.

Di dalam perjalanannya organisasi P3A ini diharapkan berperan aktif di dalam mengelola pertanian di daerahnya dan harus selalu mengikuti


(44)

perkembangan-perkembangan terbaru di dalam peningkatan usaha tani. P3A juga harus dapat mengembangkan kemampuan dan organisasinya secara mantap agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan adanya organisasi P3A ini pengelolaan air irigasi menjadi lebih baik dari sebelumnya, sehingga lahan-lahan pertanian dapat terairi sesuai kebutuhannya.

Apabila di dalam suatu daerah, jaringan irigasinya sudah tertata dan terkelola dengan baik serta didukung partisipasi organisasi P3A yang mendorong berjalannya peran P3A dengan baik pula, maka diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas lahan dimana hal ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Dalam meningkatkan produksi pertanian ada beberapa macam faktor yang mendukung peningkatan tersebut, namun dalam penelitian ini hanya dibahas peningkatan produksi pertanian dilihat dari sarana irigasinya saja.

Dengan meningkatnya produksi pertanian berarti dengan sendirinya pendapatan petani juga akan menjadi lebih baik dan mengalami peningkatan pula.

2.8. Penelitian Terdahulu

Farida Anggraini Siregar (1999) melakukan penelitian tentang Dampak Perkembangan Irigasi Perdesaan Terhadap Produksi Padi dan Pendapatan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang menyimpulkan antara lain:

1. dengan peningkatan produksi padi maka pendapatan masyarakat petani juga meningkat,


(45)

2. keberhasilan irigasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang tercermin dalam manajemen dan keterampilan petani, sumber daya air yang tercermin dari kepastian perolehan air, keajegan air baik di musim hujan maupun panas, dan manfaat air itu sendiri,

3. kinerja irigasi perdesaan sangat dipengaruhi oleh aspek teknis, sosial dan sosio teknis. Disamping aspek teknis, kinerja irigasi desa juga ditentukan oleh aspek sosial yang tercermin dari kemandirian, dan kebersamaan petani, sedangkan dari aspek sosio dipengaruhi oleh faktor partisipasi dan keberlanjutan.

Khairul Anwar (2002) melakukan penelitian tentang Analisa Keefektifan Pengelolaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Studi Kasus di Kabupaten Deli Serdang menyimpulkan bahwa:

“Keefektifan pengelolaan organisasi P3A di Kabupaten Deli Serdang masih dalam kondisi sedang. Hal ini disebabkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) pengurus masih sangat rendah, rasa memiliki anggota dan pengurus masih kecil dan pemahaman peran dan fungsi organisasi P3A masih kurang serta belum berfungsinya roda organisasi dengan baik”.

Dinsyah (2003) melakukan penelitian tentang Analisis Strategi Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Dalam Rangka Penyerahan Pengelolaan Irigasi Di Daerah Irigasi Sungai Ular Di Kabupaten Deli Serdang menyimpulkan masih ada kendala-kendala yang dihadapi organisasi P3A. Kendala-kendala yang dihadapi adalah:


(46)

1. minimnya organisasi P3A yang berbadan hukum,

2. ketidak mampuan pengurus dari segi kepemimpinan dan keterampilan teknis, 3. kredibilitas dan akuntabilitas para pengurus P3A,

4. belum berfungsinya jaringan irigasi secara maksimal dan pengutipan iuran 5. IPAIR dan denda iuran belum berjalan sebagaimana mestinya.

2.9. Kerangka Pemikiran


(47)

Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran

Kelembagaan Organisasi P3A Petani Bukan

Anggota P3A

Perkembangan Organisasi P3A Irigasi Kec. Namo Rambe

Petani Anggota P3A

Pendapatan

1. Tingkat kehadiran di

lapangan

2. Kehadiran mengikuti

pertemuan / rapat

3. Ketepatan waktu membayar IPAIR

4. Mengikuti gotong royong

5. Melaksanakan program

yang telah ditetapkan

6. Frekuensi mengikuti

pelatihan/workshop


(48)

2.10. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teoritis yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan memilki hubungan yang signifikan dengan tingkat keaktifan anggota lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam mengembangkan organisasinya.

2. Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) berperan terhadap peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang.


(49)

3.1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis peranan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) terhadap tingkat pendapatan petani, maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksplanatoris. Menurut Sugiyono (2006), penelitian eksplanatoris adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Hubungan antar variabel yang diteliti adalah hubungan kausal atau hubungan sebab akibat yaitu pengaruh peranan P3A terhadap tingkat pendapatan petani.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya

No Jenis Data Sumber

1 Data Primer

- Tingkat kehadiran di lapangan Kuesioner - Kehadiran mengikuti pertemuan Kuesioner - Ketepatan waktu membayar IPAIR Kuesioner - Mengikuti gotong royong Kuesioner - Melaksanakan program yang telah ditetapkan Kuesioner - Frekuensi mengikuti pelatihan/workshop Kuesioner

- Pendapatan petani Kuesioner

2. Data Sekunder

Perkembangan Organisasi P3A GP3A Arih Taras

3.3 Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2006), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti


(50)

sumber data GP3A Arih Taras pada tahun 2009, jumlah petani yang terdaftar sebagai anggota P3A berjumlah 394 orang dan petani yang tidak terdaftar sebagai anggota sebanyak 36 orang. Petani yang tidak terdaftar sebagai anggota terdapat pada 4 desa seperti yang diuraikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jumlah Petani yang Terdaftar dan Tidak Terdaftar sebagai Anggota P3A

No Desa P3A

Jumlah Petani Anggota P3A (Orang) Jumlah Petani Bukan Anggota P3A (Orang) Tahun Pembentukan P3A 1 Suka Mullia

Hulu

Suka Mulia Hulu

16 6 1998

2 Tangkahan Sejahtera 13 5 1998 3 Namo Mbelin Sejahtera 10 20 1998 4 Kuta Tualah Kuta

Tualah

10 5 1999

Jumlah 49 36

Dari Tabel 3.2. Dapat dillihat bahwa jumlah petani yang terdaftar sebagai anggota P3A sebanyak 49 orang dan jumlah petani yang tidak terdaftar sebagai anggota P3A sebanyak 36 orang. Dengan demikian semua petani tersebut menjadi sampel dalam penelitian ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti, yang dapat dilakukan dengan: a. Observasi dan pengamatan langsung

Observasi dan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. b. Wawancara


(51)

Kuesioner disebarkan kepada responden untuk mendapatkan data yang akan diteliti.

3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan Data Sekunder, yaitu mendapatkan data melalui buku-buku, internet serta media lainnya.

3.5. Metode Analisis Data

Perkembangan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dianalisis dengan metode analisis deskriptif, dengan melihat perkembangan jumlah anggota selama 5 tahun terakhir dan tingkat keaktifan anggota organisasi P3A dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan. Tingkat keaktifan anggota dilihat dari:

1. tingkat kehadiran di lapangan

2. kehadiran mengikuti pertemuan/rapat 3. ketepatan waktu membayar IPAIR 4. mengikuti gotong royong

5. melaksanakan program yang telah ditetapkan 6. frekuensi mengikuti pelatihan/workshop

Hubungan umur, tingkat pendidikan, dan luas lahan dengan tingkat keaktifan anggota lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam mengembangkan organisasinya dianalisis dengan menggunakan Chi-Square. Uji ini digunakan karena tingkat keaktifan petani diukur dengan menggunakan skala ordinal.


(52)

dimana:

χ² = Nilai Chi-square

ftax = Frekuensi teoritis pada kotak dengan baris a dan pada kolom x Kriteria pengambilan keputusan adalah:

H0 diterima jika χ2≤χ2α; df = (k-1)(b-1) atau nilai signifikansi ≥α H1 diterima jika χ2 > χ2α; df = (k-1)(b-1) atau nilai signifikansi < α

Peranan lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) terhadap peningkatan pendapatan petani dianalisis dengan uji beda rata-rata ttest. Uji beda rata-rata dilakukan dengan melihat perbedaan pendapatan petani anggota P3A dengan petani yang bukan anggota P3A, dengan rumus:

(

) (

)

) / 1 ( ) / 1

( 1 2

2 1 2 1 n n s x x t p + − − −

= μ μ

dimana:

(

) (

)

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 − ++ − − = n n s n s n sp keterangan: 1

x = Rata-rata pendapatan petani peserta P3A

2

x = Rata-rata pendapatan petani bukan peserta P3A

p

s = Standar deviasi

1

n = Jumlah sampel petani anggota P3A

2


(53)

0 hitung≤ (0,05;n-2) ≥α H1 diterima jika thitung > t(0,05;n-2) atau nilai signifikansi < α

3.6. Definisi Variabel Operasional

1. Masyarakat petani adalah kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang pertanian, baik yang tergabung dalam organisasi perkumpulan petani pemakai air maupun petani lainnya yang belum tergabung dalam organisasi perkumpulan petani pemakai air.

2. Petani pemakai air adalah semua petani yang mendapat nikmat dan manfaat secara langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi termasuk irigasi pompa yang meliputi pemilik sawah, pemilik penggarap sawah, penggarap/penyakap, pemilik kolam ikan yang mendapat air dari jaringan irigasi dan pemakai air irigasi lainnya.

3. Perkumpulan petani pemakai air yang selanjutnya disebut P3A adalah kelembagaan pengelola irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga local pengelola irigasi.

4. Gabungan petani pemakai air yang selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. 5. Induk petani pemakai air yang selanjutnya disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah

GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.


(54)

rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

7. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari jaringan irigasi.

8. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.


(55)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Kecamatan Namo Rambe

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kecamatan Namo Rambe adalah di bawah Pemerintahan Sultan Deli yang berkedudukan di Medan dan termasuk Kewedanan Deli Hulu dengan pusat kewedanan di Pancur Batu.

Setelah Proklamasi, kekuasaan Sultan Deli berakhir dan timbullah Pemerintahan Kecamatan yang pada waktu itu dikepalai oleh seorang Aisten Wedana (sekarang Camat) yang sampai sekarang menjadi Kecamatan Namo Rambe.

Kecamatan Namo Rambe adalah salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, berjarak ± 20 Km dari kota Medan dan ± 34 km dari ibukota Kabupaten Deli Serdang di Lubuk Pakam.

Kecamatan Namo Rambe terdiri dari 36 desa dan ibukotanya adalah Desa Kuta Tengah, Kantor Camat terletak di Kuta Tengah yang berjarak ± 1 Km dari ibukota kecamatan yang dibangun pada tahun 1981/1982.

4.1.2. Letak dan Geografis Kecamatan Namo Rambe

Luas daerah Kecamatan Namo Rambe adalah 62,30 Km² atau 6.230 Ha yang terdiri dari 36 desa dan 65 dusun yang terletak pada posisi 20°50´ Lintang Utara dan 98°50´ Bujur Timur. Daerah landai dengan ketinggian 51 sampai dengan 200 m di atas permukaan laut

Kecamatan Namo Rambe beriklim sedang yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau, yang rata-rata dipengaruhi oleh angin gunung. Curah hujan yang menonjol adalah pada 38


(56)

Adapun batas wilayah Kecamatan Namo Rambe adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kec. Medan Johor (Kota Medan)

2. Sebelah Timur : Kec. Biru-biru dan Kec. Deli Tua 3. Sebelah Barat : Kec. Sibolangit

4. Sebelah Selatan : Kec. Pancur Batu

4.1.3. Topografi dan Penggunaan Lahan D.I. Namo Rambe

Kondisi topografi areal D.I. Namo Rambe merupakan daerah yang bergelombang di sebelah kiri sungai Deli. Elevasi rata-rata adalah +100 m. Perbedaan elevasi dari hulu areal sampai bagian hilir adalah 50 m untuk jarak sekitar 8,5 km sehingga kemiringan lahan sekitar 6%.

Sedangkan kondisi topografi sekitar lokai bendung adalah perbukitan yang cukup terjal. Adapun batas-batas topografi areal D.I. Namo Rambe adalah sebelah utara: Sungai Beragas, Selatan: Desa Suka Mulia Hulu, Barat: Sungai Babura dan Timur: Sungai Deli.

Pada awalnya luas areal D.I. Namo Rambe adalah 1.036 Ha, akan tetapi pada saat ini areal tersebut menjadi 933 Ha. Hal ini disebabkan areal telah mengalami alih fungsi sekitar 103 Ha yang berubah menjadi pemukiman. Areal persawahan D.I. Namo Rambe seluas 933 Ha secara umum berupa sawah. Pada areal persawahan saat ini sebagian berupa tanaman padi dan sebagian dimanfaatkan sebagai kebun campuran. Sedangkan penggunaan lahan lainnya adalah berupa perkampungan, peternakan serta kolam ikan.


(57)

sebanyak 14.507 jiwa (51,37%).

Secara umum penduduk yang berada di Kecamatan Namo Rambe beragama Protestan sebanyak 15.879 jiwa (56,23%), Islam sebanyak 8.558 jiwa (30,30%), Katolik 3.662 jiwa (12,97%) dan Hindu 141 jiwa (0,50%).

Kecamatan Namo Rambe terdiri dari berbagai etnik/suku bangsa seperti suku Karo sebanyak 15.137 jiwa (53,60%), Jawa sebanyak 9.071 jiwa (32,12%), Simalungun sebanyak 2.354 jiwa (8,34%), Toba sebanyak 859 jiwa (3,04%) dan lainnya sebanyak 819 jiwa (2,90%). Sektor utama mata pencaharian penduduk di Kecamatan Namo Rambe adalah sektor pertanian sebanyak 14.409 jiwa (52,60 %), buruh sebanyak 8.050 jiwa (29,39%), perdagangan sebanyak 2.736 jiwa (9,99%), Pegawai Negeri sebanyak 2.102 jiwa (7,67%) dan ABRI sebanyak 96 jiwa (0,35%). Dapat dikatakan bahwa sektor pertanian menjadi andalan kehidupan penduduk di Kecamatan Namo Rambe dan ini didukung lahan pertanian yang cukup luas dan potensial.

4.2. Karakteristik Responden Anggota P3A

4.2.1. Karakteristik Responden Anggota P3A Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.1. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Umur Umur

(tahun)

Frekuensi

(Orang) Persentase (%)

< 40 3 6,12

41-45 7 14,29

46-50 16 32,65

51-55 16 32,65

56-60 6 12,24


(58)

Dari Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa secara umum responden masih berada pada usia produktif, yaitu berada di antara < 40 – 60 tahun, hanya 1 orang responden yang berusia di atas 60 tahun. Responden yang paling banyak yaitu responden yang usianya berada di antara 46 - 55 tahun dengan jumlah 32 orang (65,30%).

4.2.2. Karakteristik Responden Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi

(Orang) Persentase (%)

SD 23 46,94

SMP 22 44,90

SMA 4 8,16

Sarjana 0 0,00

Total 49 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden SD sebanyak 23 orang (46,94%) dan SMP sebanyak 22 orang (44,90%) sedangkan tingkat SMA hanya 4 orang (8,16%) hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden masih rendah.

4.2.3. Karakteristik Responden Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan Karakteristik responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan

(m2)

Frekuensi (Orang)

Persentase (%)


(59)

3001-4000 13 26,53

4001-5000 5 10,20

5001-6000 3 6,12

6001-7000 0 -

7001-8000 1 2,04

Total 49 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa secara umum luas lahan yang di garap oleh responden berada di antara 1.000 s/d 4.000 m² (81,63%), luas lahan 4.000 s/d 5.000 m² sebanyak 5 orang (10,20%), luas lahan 5.000 s/d 6.000 m² sebanyak 3 orang (6,12%) dan luas lahan 7.000 s/d 8.000 m² sebanyak 1 orang (2,04%).

4.3. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A

4.3.1. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Umur Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Umur Umur (tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)

< 40 4 11,11

41-45 8 22,22

46-50 11 30.56

51-55 3 8,33

56-60 1 2,78

> 60 9 25,00

Total 36 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa secara umum responden masih berada pada usia produktif, yaitu berada di antara < 40 – 60 tahun. Responden yang berusia di atas 60 tahun sebanyak 9 orang. Responden yang paling banyak yaitu responden yang berusia 46-50 tahun sebanyak 11 orang (30,56%).


(60)

4.3.2. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi

(Orang)

Persentase (%)

SD 14 38,89

SMP 5 13,89

SMA 15 41,67

Sarjana 2 5,56

Total 36 100

Sumber: Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden di daerah penelitian adalah tingkat SD sebanyak 14 orang (38,89%) dan SMA sebanyak 15 orang (41,67%) sedangkan tingkat Sarjana hanya 2 orang (5,56%). Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di daerah penelitian masih rendah.

4.3.3. Karakteristik Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan Karakteristik responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Bukan Anggota P3A Berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan

(m2)

Frekuensi (Orang)

Persentase (%)

1000-2000 11 30,56

2001-3000 7 19,44

3001-4000 5 13,89

4001-5000 8 22,22

5001-6000 0 -

6001-7000 3 8,33

7001-8000 2 5,56

Total 36 100,00


(61)

2.000 m² /d 5.000 m² sebanyak 20 orang (55,55%) dan luas lahan yang berada di antara 5.000 m² s/d 8.000 m² sebanyak 5 orang (13,89%).

4.4. Perkembangan Lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Selama 5 Tahun Terakhir

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua GP3A Arih Taras bahwa sebelum lembaga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di bentuk di Kecamatan Namorambe, pembagian air irigasi dari bendung Namorambe ke saluran-saluran irigasi sering tidak merata sehingga menimbulkan adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan yang menyebabkan beberapa lahan pertanian kesulitan untuk mendapatkan air dan lahan pertanian menjadi kekeringan. Hal ini disebabkan:

Pertama, karena struktur bendungan yang ada pada saat itu adalah bendung bronjong. Bendung bronjong tidak mempunyai pintu penguras sehingga sedimen-sedimen atau sampah-sampah yang terbawa dari hulu sungai serta kebiasaan masyarakat membuang sampah-sampah ke sungai sangkut dan menumpuk di badan bendung bronjong tersebut dan menutupi pintu pengambilan saluran induk sehingga air ke saluran induk tidak dapat masuk yang mengakibatkan kurang lancarnya air yang mengalir ke lahan-lahan pertanian. Melihat situasi seperti ini hanya beberapa desa

yang berada di hulu saluran induk saja yang dapat menikmati air irgasi tersebut sedangkan desa yang berada di tengah sampai ke ujung saluran hanya sedikit menerima air dan desa yang paling ujung saluran sangat kekurangan air bahkan sama sekali tidak mendapatkan air, sehingga petak sawahnya sering kekeringan.


(62)

maupun di saluran irigasi. Sampah-sampah ini akan dibersihkan apabila petani membutuhkan air dalam jumlah yang banyak terutama oleh petani-petani yang lahannya sangat kurang mendapatkan air.

Kedua, selain bertanam padi pada awalnya sebagian masyarakat di desa Suka Mulia Hulu dan desa Tangkahan yang berada di hulu saluran mengembangkan usaha budi daya kolam ikan, dimana untuk kebutuhan airnya mengandalkan air dari saluran induk Namo Rambe. Pada saat itu terjadilah ketidak beraturan pengelolaan air karena pemilik tambak menyadap air dari saluran induk dan untuk selanjutnya pembuangan air kolamnya langsung ke sungai. Hal tersebut menyebabkan petani padi sawah pada desa tersebut kesulitan untuk mendapatkan air.

Dampak yang terjadi akibat hal tersebut adalah petani di desa Namo Mbelin dan desa Kuta Tualah yang berada di hilir saluran mengalami kekurangan air, sehingga air irigasi yang diterima sering tersendat-sendat dalam mengairi areal persawahan di desa tersebut bahkan sering terjadi kekeringan.

Hal ini diakibatkan karena belum adanya pihak yang secara sah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola pengairan.

Adapun perkembangan yang terjadi di kecamatan Namo Rambe yang terkait dengan irigasi dan perkumpulan petani pemakai air (P3A) adalah :

1. Pada akhir tahun 2008 di kecamatan Namorambe telah dibangun bendung permanen menggantikan bendung bronjong yang ada selama ini. Bendung ini di biayai dari pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera II Departemen Pekerjaan Umum.


(63)

mengalirkan sedimen dan sampah yang ada di aliran sungai sehingga air irigasi yang akan dialirkan ke petak-petak sawah melalui pintu pengambilan saluran induk sudah dapat berjalan dengan lancar dengan pengaturan dari penjaga pintu bendung. Sehingga sistem irigasi dapat dikelola dan dikembangkan secara efektif dan efisien yang berfungsi untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.

Untuk mengantisipasi permasalahan dalam hal pembagian air dibentuklah secara bertahap suatu organisasi yang mewakili per wilayah irigasi yang diberi nama perkumpulan petani pemakai air (P3A) yang tujuannya agar daerah irigasi mempunyai pengurus yang dapat mengatur pembagian air secara adil dan merata serta mengelola dan menjaga kelestarian kondisi dan fungsi prasarana di aliran irigasi.

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dibentuk suatu struktur organisasi sebagai berikut:


(64)

1. Ketua P3A, bertugas mengatur pelaksanaan dan kegiatan organisasi

2. Sekretaris, bertugas mencatat dan membukukan segala kegiatan yang dilakukan organisasi

3. Bendahara, bertugas mencatat dan mengatur arus uang masuk dan uang keluar dari segala kegiatan organisasi

4. Ulu-ulu, bertugas dalam pelaksanaan teknis pengairan

Akibat seringnya terjadi konflik pembagian air irigasi antara desa bagian hulu dan hilir, hal itu terjadi karena tidak adanya koordinasi dan saling mengutamakan kepentingan pribadi, maka pada tahun 2002 atas dasar kesepakatan bersama dibentuklah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) yang bernama Arih Taras dimana anggotanya terdiri dari ketua-ketua P3A yang bertugas mengkoordinir pengaturan pembagian air dan menentukan jadwal pembagian air pada masing-masing desa.

Daerah layanan GP3A ini adalah saluran primer dan sekunder sehingga pembagian air dari pintu pengambilan yang sudah berjalan lancar dapat di atur pembagiannya secara adil dan merata ke saluran-saluran tersier dan kuarter secara bergiliran sesuai dengan luas lahan dan kebutuhan masing –masing wialayah kerja P3A sehingga tidak ada lagi petani yang mengeluh tidak mendapatkan air termasuk ke desa yang paling ujung sekalipun.

2. Pertambahan jumlah anggota:

Sesuai dengan penjelasan dari ketua GP3A Arih Taras, bahwa perkembangan organisai P3A dilihat dari jumlah anggotanya tidak mengalami pertambahan namun ada pergantian anggota yaitu anggota yang muda menggantikan anggota yang sudah tua. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang digarap tidak mengalami pertambahan.


(65)

Kehadiran petani di lapangan sangat perlu karena petani dapat mengetahui kendala yang tengah terjadi di lapangan berhubungan dengan kecukupan air irigasi dan tanaman. Sejauh mana tingkat kehadiran petani di lapangan dapat di lihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Tingkat Kehadiran Petani di Lapangan

Dari Gambar 4.2. dapat diketahui bahwa tingkat kehadiran petani yang selalu hadir di lapangan 46,94%, sedangkan petani kadang-kadang hadir 32,65% dan petani yang sama sekali tidak pernah hadir di lapangan 20,41%.

b. Kehadiran mengikuti pertemuan/rapat:

Pada umumnya pertemuan/rapat diselenggarakan sekurang-kurangnya 2 kali setahun yaitu menjelang musim hujan dan musim kemarau dan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Ketua wajib hadir pada saat pertemuan/rapat apabila ketua berhalangan hadir dapat diwakilkan kepada pengurus lainnya seperti sekretaris ataupun bendahara. Peran ketua pada


(66)

usaha taninya. Pengurus juga menampung masalah-masalah yang dihadapi para anggotanya dan berusaha untuk mencari penyelesaiannya serta menerima usul-usul dari anggota dalam pengembangan organisasi P3A.

Dalam rapat anggota biasanya dibahas pembuatan/penetapan atau merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, membuat dan membubarkan pengurusan atau menghentikan mengangkat seseorang atau beberapa anggota pengurus, menetapkan program kerja dan anggaran belanja tahunan, mengesahkan pertanggung jawaban pengurus, menetapkan jenis dan besarnya iuran anggota, menetapkan jenis pelanggaran dasar, menetapkan dan menunjuk tim verifikasi pemeriksa keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan tanggung jawab keuangan organisasi. Pada rapat anggota ini pengurus juga melaporkan administrasi keuangan dan mempertanggung jawabkan penggunaan kas organisasi dan dana bantuan yang diterima dari pemerintah. Sejauh mana tingkat kehadiran petani mengikuti pertemuan/rapat dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(67)

pertemuan/rapat 42,86%, kadang-kadang hadir 38,78% dan sama sekali tidak pernah mengikuti pertemuan/rapat 18,37%. Petani yang tidak pernah hadir biasanya karena adanya pekerjaan lain sedangkan pengurus harus selalu hadir dalam setiap pertemuan/rapat.

c. Ketepatan waktu membayar IPAIR:

Iuran pelayanan irigasi (IPAIR) adalah iuran yang dipungut dari anggota P3A atas pelayanan memakai air irigasi sesuai dengan luas lahan yang dimilikinya. Iuran ini dipergunakan untuk keperluan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Bentuk iuran ditetapkan pada waktu rapat anggota apakah berupa uang maupun hasil panen sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan anggota. Sesuai dengan hasil rapar anggota besarnya iuran yang ditetapkan pada keempat P3A ini adalah sebanyak 5 kg padi/1.000 meter tanah/musim tanam.

IPAIR dikumpulkan oleh ketua P3A dan umumnya dipungut pada saat panen, namun ada juga anggota yang sulit untuk memberikan iuran mereka setelah panen tiba dengan berbagai macam alasan. Apabila ada petani yang tidak membayar IPAIR pengurus tidak bisa memaksa karena di desa tersebut masih ada rasa kekeluargaan yang kuat jadi pembayaran kadang-kadang hanya bersifat sukarela walaupun pada peraturannya harus dikenakan sanksi.Sejauh mana tingkat ketetapatan waktu petani dalam membayar IPAIR dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(68)

Gambar 4.4. Ketepatan Waktu Membayar IPAIR

Dari Gambar 4.4. dapat diketahui bahwa petani yang selalu membayar IPAIR 48,98%, kadang-kadang membayar IPAIR 28,57% dan sama sekali tidak pernah membayar IPAIR 22,45%. Dalam hal petani kadang-kadang membayar dan sama sekali tidak mau membayar IPAIR karena hasil panen yang kurang memuaskan. Hal ini tidak bisa dipaksakan untuk membayarnya.

d. Mengikuti gotong royong:

Sesuai dengan azas P3A adalah gotong royong, maka petani dituntut untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong demi kelancaran air irigasi yang akan dinikmati bersama. Kegiatan gotong royong pada keempat P3A ini terlaksana dengan baik hal ini dikarenakan adanya kesadaran dari anggota tentang pentingnya pemeliharaan saluran irigasi untuk memperlancar jalannya air ke petak-petak sawah dan juga adanya rasa kebersamaan antar anggota, walaupun masih ada juga anggota yang tidak pernah mengikuti gotong royong. Apabila ada anggota petani yang tidak bisa mengikuti gotong royong biasanya


(1)

Lampiran 26

FOTO UDARA LOKASI DAERAH IRIGASI NAMO RAMBE


(2)

Lampiran 27

KUISIONER

1. Nama : ... 2. Alamat : ... 3. Umur : ... 4. Suku : ... 5. Tingkat pendidikan : ...

6. Luas Lahan : ... 7. Produksi

Musim Tanam Produksi (kg) Harga (Rp/kg) I

II

8. Biaya produksi per musim tanam: Rp

9. Bapak/Ibu menjadi anggota P3A pada tahun ... :

10. Tingkat kehadiran di lapangan

a. Selalu hadir 3

b. Kadang-kadang 2

c. Tidak pernah hadir 1


(3)

a. Selalu hadir setiap rapat/pertemuan anggota 3

b. Kadang-kadang 2

c. Tidak pernah hadir 1

12.Ketepatan waktu membayar IPAIR

a. Membayar tepat waktu pada saat panen 3 b. Membayar setelah lewat satu musim tanam 2

c. Tidak pernah membayar 1

13.Mengikuti gotong royong

a. Selalu hadir 3

b. Kadang-kadang 2

c. Tidak pernah hadir 1

14.Melaksanakan program yang telah ditetapkan

a. Semua program dilaksanakan 3 b. Beberapa program dilaksanakan 2 c. Tidak ada program terlaksana 1

15.Frekuensi mengikuti pelatihan/workshop

a. Mengikuti pelatihan 2 kali dalam satu tahun 3 b. Mengikuti pelatihan 1 kali dalam satu tahun 2 c. Tidak pernah mengikuti pelatihan 1

16.Manfaat yang Bapak/Ibu rasakan dengan menjadi anggota P3A: ...

... ...


(4)

... 17. Saran untuk pengembangan organisasi P3A: ... ... ... ... ...


(5)

Lampiran 28

FOTO-FOTO PENELITIAN

Peneliti sedang melakukan wawancara dengan ketua GP3A Arih Taras

Peneliti sedang melakukan wawancara dengan ketua P3A Suka Mulia Hulu dan ketua P3A Sejahtera


(6)

31

Peninjauan lapangan ke areal persawahan di Desa Namo Mbelin

Bendung Namo Rambe


Dokumen yang terkait

Sikap Dan Perilaku Petani Terhadap Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3a) Di Kelurahan Tualang (Kasus : P3A Citra Mandiri Kelurahan Tualang, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

4 96 79

Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

8 93 81

Persepsi Dan Partisipasi Petani Pemakai Air Terhadap Pengelolaan Jaringan Irigasi (Studi Kasus: Daerah Irigasi Kelahun Pinang Kabupaten Deli Serdang)

0 21 115

Telaahan terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Pompanisasi Studi Kasus di Desa Didajaya Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang

0 4 10

HUBUNGAN DINAMIKA PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DENGAN TINDAKAN PERBAIKAN INFRASTRUKTUR IRIGASI DI KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

0 8 115

PERAN PETANI PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN IRIGASI PADA PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) BANDA GADANG SAWAH TANGAH NAGARI SUNGAI TARAB KAB. TANAH DATAR.

0 1 10

SISTEM INFORMASI PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A).

1 14 7

Pengelolaan Sistem Irigasi Berkelanjutan Melalui Pendekatan Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3a) Di Kabupaten Lampung Tengah.

0 0 2

SUMBANGAN PENDIDIKAN TERHADAP PERAN SERTA PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI DI KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG.

0 0 1

Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

0 0 11