dengan sesama manusia. Dalam kaitan dengan posisi elit, maka moralitas publik diukur apakah pemikiran, sikap, perilaku, dan kebijakan yang diambil mempunyai implikasi
positif atau negatif bagi kepentingan publik. Demikian pula halnya, apakah menguntungkan masyarakat banyak atau menguntungkan sekelompok kecil kelompok
masyarakat, terutama yang dekat dengan elit yang bersangkutan.
84
Bahkan Nurcholish Madjid mengatakan, bahwa negara sekuler jauh lebih baik kondisinya dibandingkan
negara yang berlandaskan agama, asalkan pemimpinnya mempunyai komitmen yang kuat untuk menegakkan etika. Etika adalah salah satu syarat paling penting untuk menegakkan
kehidupan berbangsa dan bernegara, juga syarat paling penting untuk seorang pemimpin. Hal tersebut, dalam pandangan Nurcholish Madjid akan menjadikan suatu bangsa menjadi
besar karena memiliki keteguhan dan kebugaran moral yang diawali dari sosok pemimpinnya.
Persoalan etika dalam kehidupan politik bangsa ini, oleh Nurcholish Madjid
secara konsisten dijelaskan olehnya meliputi pula prinsip-prinsip moral kemanusiaan dan keadilan. Permasalahan prinsip moral kemanusiaan dan keadilan ini, dalam
pandangan Nurcholish Madjid merupakan hal yang mutlak pentingnya, karena merupakan landasan ketahanan suatu bangsa menghadapi perubahan kehidupan yang
semakin kompleks.
B. Kemanusiaan Melahirkan Demokrasi dalam Politik
84
Anas Urbaningrum. 2004. Islamo Demokrasi. Ibid. hal. 144.
Universitas Sumatera Utara
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesempurnaan tertinggi dan paling mulia. Manusia dianugerahi oleh Tuhan harkat dan martabat kemanusiaan yang
tinggi, namun manusia juga memiliki potensi yang besar untuk turun derajat menjadi serendah-rendahnya mahluk, kecuali mereka yang beriman kepada Tuhan dan berbuat
kebaikan. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu berupaya untuk mempertahankan harkat
dan martabat kemanusiaannya, hal ini disebabkan karena manusia lebih banyak mengalami kehilangan fithrah dan kebahagiannya karena berbagai kelemahan yang
dimiliki, kecuali jika dirinya memiliki rasa ketuhanan yang kuat. Nurcholish Madjid menyatakan bahwa kemanusiaan itu universal, dan
karenanya pembelaan terhadap umat manusia harus melalui ancangan-ancangan primordialisme, sukuisme, agamaisme, dan sektarianisme. Sebab sebaik-baik beragama,
adalah upaya mencari kebenaran secara wajar, alami, lapang dan manusiawi dalam kerangka membela kemanusiaan itu.
85
Nurcholish Madjid kemudian memandang bahwa prinsip moral kemanusiaan ini sangat terkait dengan agama, terutama dengan rasa ketuhanan. Rasa kemanusiaan hanya
terwujud jika dilandasi rasa ketuhanan. Rasa kemanusiaan yang lepas dari rasa ketuhanan, akan menyebabkan terjadinya praktek-praktek pemutlakan sesama
manusia. Karena itu, kemanusiaan sejati harus bertujuan pada keridlaan Tuhan semata. Orientasi keridlaan Tuhan ini merupakan landasan bagi peningkatan nilai-nilai
85
Nurcholish Madjid. 1998. Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer. Jakarta: Penerbit Paramadina. hal. 254.
Universitas Sumatera Utara
kemanusiaan seseorang.
86
Mengenai hal ini dijelaskan dalam Al Quran: ”Barang siapa menghendaki kemuliaan, pada Allah-lah kemuliaan itu semua. Kepada-Nyalah naik
ide-ide yang baik al khalim al-thayyib, dan ia mengangkat menghargai perbuatan kebajikan”.
87
Nurcholish Madjid menjelaskan pula bahwa terkait dengan persoalan kemanusiaan dan rasa ketuhanan ini, maka manusia harus kembali pada “nature”-nya yaitu fithrah-nya
yang suci. Hal inilah yang kemudian akan menjelaskan nuktah-nuktah pandangan dasar kemanusiaan dalam Islam
88
, yaitu: 1 Manusia diikat dalam suatu perjanjian primordial dengan Tuhan, yaitu bahwa
manusia, sejak dalam kehidupannya dalam alam ruhani, berjanji untuk mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pusat orientasi hidupnya
89
; 2 Hasilnya ialah kelahiran manusia dalam kesucian asal fithrah, dan diasumsikan dia akan tumbuh dalam kesucian itu jika
seandainya tidak ada pengaruh lingkungan
90
; 3 Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani nurani, artinya bersifat cahaya terang, yang mendorongnya untuk senantiasa
mencari, berpihak dan berbuat yang baik dan benar sifat hanifiyyah. Jadi setiap pribadi mempunyai potensi untuk benar.
91
;
86
Nurcholish Madjid. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta: Penerbit Paramadina. hal. 102.
87
Q. S. Al Fathir 35: 10.
88
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Agama Kemanusiaan. Ibid. hal. 193.
89
Q. S. Al A’ raf 7: 127.
90
Q. S. Ar Rum 30: 30. Juga sabda Nabi SAW, “setiap anak dilahirkan dalam kesucian…”.
91
Q. S. Al Ahzab 33: 4.
Universitas Sumatera Utara
4 tetapi karena manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang lemah antara lain berpandangan pendek, cenderung tertarik pada hal-hal yang bersifat segera, maka setiap
pribadinya mempunyai potensi untuk salah, karena ”tergoda” oleh hal-hal menarik dalam jangka pendek
92
; 5 Maka untuk hidupnya, manusia dibekali dengan akal pikiran, kemudian agama dan terbebani kewajiban terus-menerus mencari dan memilih jalan
hidup yang lurus, benar dan baik; 6 Jadi manusia adalah mahluk etis dan moral, dalam arti bahwa perbuatan baik-buruknya harus dapat dipertanggungjawabkan, baik di dunia ini
terhadap sesama manusia, maupun di akhirat dihadapan Tuhan Yang Maha Esa
93
; 7 Berbeda dengan pertanggungjawaban di dunia yang bersifat nisbi sehingga masih ada
kemungkinan manusia menghindarinya, pertanggungjawaban di akhirat adalah mutlak, dan sama sekali tidak mungkin dihindari. Selain itu, pertanggungjawaban mutlak kepada
Tuhan di akhirat itu bersifat sangat pribadi, sehingga tidak ada pembelaan, hubungan solidaritas dan perkawanan, sekalipun antara sesama teman, karib kerabat, anak dan ibu-
bapak
94
; 8 Semuanya itu mengasumsikan bahwa setiap pribadi manusia, dalam hidup di
dunia ini, mempunyai hak dasar untuk memilih dan menentukan sendiri perilaku moral dan etisnya tanpa hak memilih itu mungkin dituntut pertanggungjawaban moral dan
etis, dan manusia akan sama derajat dengan mahluk yang lain, jadi tidak akan
92
Q. S. An Nisa 4: 28.
93
Q. S. Al Zalzalah 99: 7-8.
94
Q. S. Ghafir 40: 16.
Universitas Sumatera Utara
mengalami kebahagiaan sejati
95
; 9 Karena hakikat dasar yang mulia itu, manusia dinyatakan sebagai puncak segala makhluk Allah, yang diciptakan oleh-Nya dalam sebaik-
baik ciptaan, yang menurut asalnya berharkat dan bermartabat yang setinggi-tingginya
96
; 10 Karena Allah pun memuliakan anak cucu Adam ini, dan melindungi serta
menanggungnya di daratan maupun di lautan
97
; 11 Setiap pribadi manusia adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad. Maka barangsiapa merugikan seorang pribadi,
seperti membunuhnya, tanpa alasan yang sah maka ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia, dan barangsiapa berbuat baik kepada seseorang, seperti menolong hidupnya,
maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat manusia
98
; 12 Oleh karena itu setiap pribadi manusia harus berbuat baik kepada sesamanya, dengan memenuhi
kewajiban diri pribadi terhadap pribadi yang lain, dalam suatu jalinan hubungan kemasyarakatan yang damai dan terbuka. Inilah salah satu makna amal saleh, yang
terkandung dalam makna dan semangat ucapan salam, al-salam-u alaikum warah-mat-u Allah-i wa barakatuh, dengan menengok ke kanan dan ke kiri pada akhir shalat.
99
Nilai kemanusiaan dalam iman seseorang menurut Nurcholish Madjid, merupakan keseluruhan pandangan transendental yang menyangkut kesadaran akan asal
dan tujuan wujud serta hidupnya, yang harus berpusat pada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia atau nilai kemanusiaan, menjadi ukuran amal perbuatan, maka segala sesuatu
95
Q. S. Al Baqarah 2: 48, Q. S. Al An’am 6: 94, Q. S. Maryam 19: 95 dan Q. S. Luqman 31: 33.
96
Q. S Al Kahf 18: 29.
97
Q. S. Al Isra 17: 70.
98
Q. S. Al Maidah 5: 32.
99
Ibid. hal. 194.
Universitas Sumatera Utara
yang ada di muka bumi ini, yang tidak bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan akan sirna, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaaan akan tetap bertahan.
100
Berdasarkan hal itu, maka menurut Nurcholish Madjid, manusia akan selalu memiliki kesadaran untuk memusatkan pandangan kepada Tuhan, karena dengan
demikian manusia akan menemukan dirinya, dan memperoleh ketentraman lahir dan bathin serta rasa optimis terhadap hidup serta kemantapan diri. Kondisi ini akan melahirkan
manusia yang berketuhanan, dan manusia yang berketuhanan secara otomatis akan menjadi manusia yang berperikemanusiaan.
101
Manusia yang berperikemanusiaan akan menjadi pribadi yang berpola hidup saling menghormati sesama manusia. Pola hidup saling
menghormati ini merupakan perwujudan saling memuliakan diantara manusia, sebagaimana Tuhan memuliakan manusia.
Hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya ini membentuk sebuah pola interaksi diantara pribadi-pribadi yang berbeda, yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada kualitas dirinya sebagai manusia, yaitu kualitas harkat dan martabat. Setiap pribadi harus memandang bahwa pola interaksi dengan pribadi yang lain merupakan bentuk
representasi seluruh kemanusiaan. Perbuatan baik kepada seorang manusia akan bernilai sebagai perbuatan baik
kepada keseluruhan kemanusiaan, dan sebaliknya, perbuatan jahat kepada seorang manusia akan bernilai sebagai perbuatan jahat kepada keseluruhan kemanusiaan.
Sebagaimana tercantum dalam Al Quran: Oleh sebab itu telah kami Tuhan tetapkan
100
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 100.
101
Ibid. hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
atas anak turun Israel bahwasanya barangsiapa membunuh seseorang tanpa kesalahan membunuh orang lain atau membuat kerusakan di bumi maka seakan-akan ia telah
membunuh umat manusia seluruhnya, dan barangsiapa menghidupkan berbuat baik kepadanya maka seakan-akan ia telah menghidupkan umat manusia seluruhnya.
102
Prinsip moral kemanusiaan yang berlandaskan rasa ketuhanan ini, pada akhirnya akan mewujudkan pola hubungan antar manusia dalam semangat
egalitarianisme. Setiap pribadi manusia berharga sebagai mahluk Tuhan yang bertanggungjawab langsung kepada-Nya, tidak seorangpun dari mereka itu yang
dibenarkan diingkari hak-hak azasinya, demikian pula sebaliknya. Maka dapat disimpulkan bahwa prinsip moral kemanusiaan yang melahirkan semangat
egalitarianisme akan mampu melandasi demokrasi, dan menghindarkan dari
totalitarianisme, otoritarianisme, dan tirani.
103
Demokrasi yang dilandasi prinsip moral kemanusiaan ini, meskipun banyak kekurangannya, adalah suatu warisan kemanusiaan yang tinggi nilainya, dan tiada ternilai
harganya, yang untuk sampai sekarang belum ditemukan alternatif lainnya yang lebih unggul.
104
Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan ini membutuhkan penghayatan yang sungguh-sungguh. Karena itu, agar
benar-benar dihayati maka demokrasi hendaknya dipandang sebagai cara hidup, pandangan hidup way of life. Tanpa penghayatan semacam itu, menurut Nurcholish
102
Q. S. Al Maidah 5: 32.
103
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 103.
104
Nurcholish Madjid. 2004. “Menyambung Mata Rantai yang Hilang”, dalam Anas Urbaning- rum, Islamo Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta: Katalis. hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
Madjid, maka usaha untuk menegakkan demokrasi akan menjadi palsu, seperti patung tanpa nyawa.
105
Berkaitan dengan pandangannya, bahwa demokrasi sebaiknya benar-benar menjadi pandangan hidup, maka Nurcholish Madjid mencatat tujuh nuktah pandangan hidup
demokratis.
106
Ketujuh nuktah tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.
Pertama, pentingnya kesadaran kemajemukan. Ini tidak saja sekedar
pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi juga menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Masyarakat yang
memegang teguh pandangan hidup demokratis harus juga memelihara dan melindungi lingkup keanekaragaman yang luas.
Kedua, keinsyafan akan makna dan semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk tulus menerima kemungkinan
terjadinya kompromi atau bahkan kalah suara. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menyadari bahwa tidak semua pikiran dan kepentingannya akan diterima atau
dilaksanakan. Intinya bahwa monolitisme dan absolutisme adalah bertentangan dengan cara hidup demokratis.
Ketiga, bahwa ungkapan tujuan menghalalkan cara mengisyaratkan kutukan kepada orang yang berusaha meraih tujuannya dengan cara-cara yang melupakan
pertimbangan moral. Oleh karena itu, pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya
105
Ibid. hal. 109.
106
Nurcholish Madjid. 1999. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi., dalam Anas Urbaningrum. Ibid. hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
keyakinan bahwa tujuan haruslah dicapai dengan cara-cara yang baik, atau mengedepankan kebaikan dalam metode.
Keempat, bahwa suasana masyarakat demokratis mempersyaratkan nilai kejujuran dalam proses permusyawaratan. Selain itu, harus juga tersedia faktor ketulusan, yakni
mengandung makna pembebasan dari vested interest yang berlebihan, sehingga akan merusak nilai dan semangat demokrasi itu sendiri.
Kelima, terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, yakni pangan, sandang, dan papan. Karena ketiga kebutuhan pokok ini berkaitan dengan dimensi sosial dan budaya,
maka diperlukan perencanaan sosial-budaya. Bahwa warga masyarakat demokratis dituntut untuk memenuhinya secara berencana dan sekaligus mampu dipastikan sejalan
dengan tujuan dan praktek demokrasi. Keenam, adanya kerjasama dan saling percaya antar warga negara untuk saling-
dukung mendukung secara fungsional. Masyarakat hatus dijauhkan dari rasa saling curiga secara horizontal yang sering kali menimbulkan biaya demokrasi yang terlalu tinggi, dan
karena itu tidak efisien. Oleh karena itu dibutuhkan landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimistic.
Ketujuh, adanya pendidikan demokrasi yang sehat. Bahwa nilai-nilai dan pengertian demokrasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sehingga akan
tersosialisasikan secara lebih berkualitas kepada masyarakat luas. Ketujuh nuktah pandangan hidup demokratis diatas merupakan perwujudan dari
pandangan kemanusiaan yang melandasi terwujudnya demokrasi dalam kehidupan masyarakat. Yang akan mampu melahirkan mekanisme untuk mampu mengoreksi dan
Universitas Sumatera Utara
meluruskan dirinya sendiri, serta mendorong pertumbuhan dan perkembangannya ke arah yang lebih baik, dan terus lebih baik.
107
C. Keadilan Melahirkan Obyektifitas dalam Politik