B. Rumusan Masalah Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana
pemikiran Nurcholish Madjid mengenai etika, terutama terkait dengan prinsip moral kemanusiaan dan keadilan, mampu menjadi solusi bagi persoalan
kemerosotan moral dalam kehidupan politik bangsa Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dan memahami pemikiran Nurcholish Madjid mengenai etika Islam dalam kehidupan politik bangsa
Indonesia, terutama yang berkaitan dengan prinsip moral kemanusiaan dan keadilan. Kemudian, memberikan solusi bagi persoalan kemerosotan moral dalam
berpolitik. Tulisan ini juga memberikan manfaat serta menambah wawasan dan pemahaman
tentang kehidupan
politik yang
lebih beretika
dengan mengedepankan prinsip moral kemanusiaan dan keadilan di masa mendatang.
D. Tinjauan Pustaka 1. Etika Politik dalam Perspektif Nurcholish Madjid
1.1. Sudut Pandang Nurcholish Madjid Melihat Wacana Etika Politik dalam Islam
Salah satu hal yang sangat diperlukan dalam menghadapi perubahan kehidupan politik dewasa ini adalah masalah akhlak atau moral. Keberadaan Islam
sebagai agama mayoritas penduduk negeri ini diharapkan mampu memberi peranan
Universitas Sumatera Utara
yang besar dalam membentuk sisi kesadaran moral dan wawasan etis dalam kehidupan politik bangsa ini.
10
Sisi kesadaran moral yang sangat terkait dengan masalah etika inilah yang kemudian membentuk lahirnya prinsip atau segi etis dalam berpolitik yang sesuai dengan
ajaran agama Islam, yaitu etika Islam dalam politik. Kegiatan politik sendiri adalah kegiatan yang bertujuan untuk merebut dan
memperoleh kekuasaan, karena dengan kekuasaan seseorang atau kelompok masyarakat akan mempunyai akses yang besar untuk ikut merumuskan dan
menetapkan kebijakan publik yang menguntungkan dirinya atau kelompoknya. Bahkan kekuasaan politik dianggap sebagai kekuatan nyata untuk mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya, karena tanpa kekuasaan politik pengaruh seseorang atau kelompok tidak akan efektif dalam kehidupan masyarakat.
Prinsip etika politik bersinggungan dengan mengatur, mengarahkan, dan memaksakan masalah-masalah kebijakan serta keputusan publik. Pada kasus Islam,
diperlukan suatu pola dan sistem etika politik yang begitu jelas, mengingat bahwa selama ini pertumbuhan Islam tidak dapat dilepaskan dari relasi kuasa-politik. Sampai saat ini
terkesan bahwa politik Islam merupakan suatu reaksi budaya yang bersifat defensif terhadap perubahan sosial yang demikian cepat. Sejak abad ke-18, masalah Islam
modern sebagai sistem agama dibangun berdasarkan konfrontasi dengan kekuasaan superior di dalam bidang sains, teknologi, yang disebut dengan Eropa
10
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta: Penerbit Paramadina. hal. 172.
Universitas Sumatera Utara
modern. Imbas secara politik adalah tidak terbangunnya suatu tatanan etik-politis dalam berbagai lapisannya.
11
Dalam konsep filsafat Islam, etika politik didasarkan pada politik moral, bukan politik kekuasaan. Kekuasaan sifatnya relatif dan tidak mutlak, yang dijalankan
dengan pengetahuan konseptual yang berdimensi transendental. Kepemimpinan politik Islam tidak terletak pada Islam yang formalistik, tetapi pada Islam yang substansinya
ada pada aktualitas prinsip musyawarah, keadilan, kebenaran, persamaan, dan kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pilar penyangga dari lembaga kepemimpinan politik Islam,
tidak hanya pada adanya lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, tetapi juga berfungsinya lembaga pers dan organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya
masyarakat LSM.
12
Dalam kehidupan politik, seringkali rnuncul fenomena politik kekuasaan, bukan politik moral, yaitu tindakan politik yang semata-mata untuk merebut dan memperoleh
kekuasaan, karena dengan kekuasaan politik yang dimilikinya, seseorang atau kelompok masyarakat akan memperoleh keuntungan materi, popularitas dan fasilitas
yang membuat hidupnya berkecukupan dan terhormat. Kondisi ini akan menyebabkan seseorang menghalalkan segala macam cara dalam mencapai tujuan politiknya, termasuk
menjatuhkan kawan dan lawan sesuai dengan kepentingan politik yang ingin dicapai. Sedangkan dalam politik moral, kekuasaan politik bukan tujuan akhir, tetapi
merupakan alat perjuangan dan cita-cita moral dan kemanusiaan. Tujuan kekuasaan
11
Musa Asy’ arie. 1999. Filsafat Islam Sunah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI. hal. 105.
12
Ibid. hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
yang hendak dicapai, tidak menghalalkan segala cara, tetapi ditentukan oleh cara-cara yang bijak, yang dibenarkan oleh moralitas kemanusiaan dan kepatutan sosial.
Melihat hubungan antara etika politik dengan upaya menumbuhkan prinsip moral maka masalah moral atau akhlak ini menjadi penting, karena merupakan sendi atau
ketahanan suatu bangsa dalam menghadapi cobaan dan perubahan. Tanpa moral atau akhlak yang baik suatu bangsa akan binasa. Sebuah syair dalam bahasa Arab menyatakan:
Sesungguhnya bangsa-bangsa itu tegak selama mereka berpegang pada akhlaknya, bila akhlak mereka rusak, maka rusak-binasa pulalah mereka.
13
Saat ini moral atau akhlak merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam menghadapi perubahan kehidupan bangsa yang sangat kompleks. Harapan pada
peranan ajaran Islam menjadi suatu hal yang wajar dalam menyikapi hal ini, terkait dengan kesadaran keimanan seseorang karena beragama Islam, ataupun pada
kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Kondisi diatas diharapkan mampu melahirkan kesadaran bagi bangsa
Indonesia untuk melihat secara jujur dirinya melalui pertanyaan: “Benarkah bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, telah dijiwai dan dibimbing oleh akhlak yang
mulia?”. Sudahkah umat Islam memenuhi penegasan Nabi SAW, bahwa Beliau diutus ”hanyalah untuk menyempurnakan berbagai keluhuran akhlak?”
14
Bangsa Indonesia sering membanggakan diri sebagai “Bangsa Timur” dengan konotasi berbudaya tinggi dan sopan atau “bangsa yang religius” yang tentunya juga
berarti bangsa yang berakhlak tinggi. Tetapi dengan jujur harus diakui bahwa
13
Ibid. hal. 174.
14
Sebuah hadist. Ibid. hal. 173.
Universitas Sumatera Utara
kebanggaan tersebut sering kosong belaka. Mungkin sekali bahwa bangsa ini adalah bangsa yang sopan dan ramah. Banyak orang asing yang membawa pulang kesan
positif itu, tetapi hal itu tampaknya terbatas hanya pada bidang-bidang pergaulan perorangan sehari-hari. Meskipun hal ini juga penting, namun bukanlah hal yang sangat
sentral.
15
Terkait dengan masalah moral atau akhlak tersebut, hal utama yang paling menentukan bertahan atau hancurnya suatu bangsa adalah masalah keadilan,
sebagaimana menurut Al Quran, Q. S. Ar Rahman 55: 7-8, yang menerangkan bahwa keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh jagad raya.
Melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmos, dan dosa ketidakadilan akan menyebabkan dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia, tidak peduli
apakah masyarakat itu secara formal terdiri dari masyarakat yang beragama atau tidak. Namun, sebelum membicarakan prinsip moral keadilan ini, ada hal lain yang
lebih mendasar, dan bahkan menjadi landasan bagi umat manusia untuk mewujudkan keadilan ini, yaitu adanya prinsip moral kemanusiaan yang menjelaskan mengenai
kesadaran manusia akan asal dan tujuan wujud serta hidupnya, yang harus berpusat pada Tuhan Yang Maha Esa.
15
Ibid. hal 173.
Universitas Sumatera Utara
1. 2. Sudut Pandang Nurcholish Madjid dalam Melihat Wacana Etika Politik di Barat
Sedangkan dalam perspektif Barat, pengertian etika yang digunakan di sini mempunyai makna yang lebih mendasar, dari apa yang biasanya kita tangkap sebagai
arti dari kata etika itu sendiri. Etika tidak hanya diartikan sekedar masalah kesopanan semata, melainkan dalam pengertiaannya yang lebih mendalam dimaksudkan sebagai
konsep dan ajaran yang serba meliputi atau komprehensif, yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik dan buruk, benar dan salah.
Ajaran etis dalam makna yang seluas-luasnya mencakup keseluruhan pandangan dunia Weltanschauung, world outlook dan pandangan hidup
liebenanschauung, way of life, dengan demikian pembicaraan tentang etika tidak dapat lepas dari pembicaraan etika secara keseluruhan.
Menurut Karl Barth, etika dari ethos adalah sebanding dengan moral dari mos. Kedua-duanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan sitten. Perkataan
Jerman sine dari Jerman kuno, situ menunjukkan arti moda mode tingkah laku manusia, suatu konstansi constancy, kelumintuan tindakan manusia. Karena itu,
secara umum etika atau moral adalah filsafat, ilmu, atau disiplin tentang moda-moda tingkah laku manusia atau konstansi-konstansi tindakan manusia.
16
Terkait dengan pengertian dan makna dari etika itu, maka dapat dikatakan bahwa etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia.
17
Walaupun, masih cukup banyak perdebatan mengenai apa yang dimaksud dengan
16
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 466.
17
Franz Magnis Suseno. 2001. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
etika politik ini. Namun setidaknya, pengertian di atas cukup mampu mewakili apa yang menjadi keterkaitan antara etika dan politik itu.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab.
Hal ini mempunyai arti tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori. Melainkan secara rasional, obyektif dan argumentatif.
Etika politik tidak secara langsung mencampuri urusan politik praktis. Etika politik tidak dapat menentukan apa yang harus dilakukan oleh seseorang. Etika politik
memiliki tugas subsider, yaitu membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara obyektif, artinya berdasarkan argumen-argumen yang dapat
dipahami dan ditanggapi oleh semua yang mengerti permasalahan.
18
Etika politik tidak dapat mengkhotbahi para politikus, tetapi dapat memberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan-pegangan normatif bagi mereka
yang berkeinginan untuk menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolok ukur martabat manusia.
19
Manfaat etika politik justru tidak bersifat praktis. Melainkan sebaliknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari segala macam kekuatan, baik bersifat langsung, maupun yang bersembunyi di belakang
pembenaran-pembenaran normatif dipaksa untuk membenarkan diri.
18
Ibid. hal. 3.
19
Ibid. hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Etika politik ditempatkan sebagai upaya untuk mencari prinsip-prinsip moral penataan masyarakat dan kritik terhadap klaim-klaim ideologis dalam negara yang
telah mendasarkan diri pada sebuah ideologi. Sebagaimana etika pada kehidupan umumnya yang tidak berwenang untuk menawarkan suatu sistem moral, baik dalam
suatu masyarakat maupun individu, begitu pula etika politik tidak dapat menawarkan suatu sistem normatif sebagai dasar negara.
Etika politik tidak berada di tingkat sistem legitimasi politik tertentu dan tidak dapat menyaingi suatu ideologi negara. Tetapi etika politik dapat membantu usaha
masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata. Misalnya dengan merefleksikan apa inti keadilan sosial, apa
dasar etis kerakyatan, dan bagaimana kekuasaan harus ditangani supaya sesuai dengan martabat manusia dan sebagainya.
20
2. Prinsip Kemanusiaan dalam Perspektif Nurcholish Madjid 2. 1. Sudut Pandang Nurcholish Madjid Melihat Wacana Kemanusiaan
dalam Islam
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesempurnaan tertinggi dan paling mulia. Manusia dianugerahi oleh Tuhan harkat dan martabat
kemanusiaan yang tinggi, namun manusia juga memiliki potensi yang besar untuk turun derajat menjadi serendah-rendahnya mahluk, kecuali mereka yang beriman kepada Tuhan
dan berbuat kebaikan.
20
Ibid. hal 7.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai mahluk sosial, manusia selalu berupaya untuk mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaannya, hal ini disebabkan karena manusia lebih banyak
mengalami kehilangan fithrah dan kebahagiannya karena berbagai kelemahan yang dimiliki, kecuali jika dirinya memiiiki rasa ketuhanan yang kuat.
Prinsip moral kemanusiaan sangat terkait dengan agama, terutama dengan rasa ketuhanan. Rasa kemanusiaan hanya terwujud jika dilandasi rasa ketuhanan. Rasa
kemanusiaan yang lepas dari rasa ketuhanan, akan menyebabkan terjadinya praktek- praktek pemutlakan sesama manusia. Karena itu, kemanusiaan sejati harus bertujuan
pada keridlaan Tuhan semata. Orientasi keridlaan Tuhan ini merupakan landasan bagi peningkatan nilai-nilai kemanusiaan seseorang.
21
Mengenai hal ini dijelaskan dalam Al Quran: Barang siapa menghendaki kemuliaan, pada Allah-lah kemuliaan itu
semua. Kepada-Nyalah naik ide-ide yang baik al khalim at thayyib, dan Dia mengangkat menghargai perbuatan kebajikan.
22
Nilai kemanusiaan dalam iman seseorang merupakan keseluruhan pandangan transendental yang menyangkut kesadaran akan asal dan tujuan wujud serta hidupnya,
yang harus berpusat pada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia atau nilai kemanusiaan, menjadi ukuran amal perbuatan, maka segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, yang
tidak bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan akan sirna, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaaan akan tetap bertahan.
23
21
Nurcholish Madjid. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta: Penerbit Paramadina. hal. 102.
22
Q. S. Al Fathir 35: 10.
23
Nurcholish Madjid. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal itu, manusia akan selalu memiliki kesadaran untuk memusatkan pandangan kepada Tuhan, karena dengan demikian manusia akan
menemukan dirinya, dan memperoleh ketentraman lahir dan bathin serta rasa optimis terhadap hidup serta kemantapan diri. Kondisi ini akan melahirkan manusia yang
berketuhanan, dan manusia yang berketuhanan secara otomatis akan menjadi manusia yang berperikemanusiaan.
24
Manusia yang berperikemanusiaan akan menjadi pribadi yang berpola hidup saling menghormati sesama manusia. Pola hidup saling menghormati ini, merupakan
perwujudan saling memuliakan diantara manusia, sebagaiman Tuhan sendiri memuliakan manusia.
Hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya ini membentuk sebuah pola interaksi diantara pribadi-pribadi yang berbeda, yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada kualitas dirinya sebagai manusia, yaitu kualitas harkat dan martabat. Setiap pribadi harus memandang bahwa pola interaksi dengan pribadi yang lain
merupakan bentuk representasi seluruh kemanusiaan. Perbuatan baik kepada seorang manusia akan bernilai sebagai perbuatan baik
kepada keseluruhan kemanusiaan, dan sebaliknya, perbuatan jahat kepada seorang manusia akan bernilai sebagai perbuatan jahat kepada keseluruhan kemanusiaan.
Sebagaimana tercantum dalam Al Quran : Oleh sebab itu telah kami Tuhan tetapkan atas anak turun Israel bahwasanya barangsiapa membunuh seseorang tanpa
kesalahan membunuh orang lain atau membuat kerusakan di bumi maka seakan-
24
Ibid. hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
akan ia telah membunuh umat manusia seluruhnya, dan barangsiapa menghidupkan berbuat baik kepadanya maka seakan-akan ia telah menghidupkan umat manusia
seluruhnya.
25
Prinsip moral kemanusiaan yang berlandaskan rasa ketuhanan ini, pada akhirnya akan mewujudkan pola hubungan antar manusia dalam semangat
egalitarianisme. Setiap pribadi manusia berharga sebagai mahluk Tuhan yang bertanggungjawab langsung kepada-Nya, tidak seorangpun dari mereka itu yang
dibenarkan diingkari hak-hak azasinya, demikian pula sebaliknya. Maka dapat disimpulkan bahwa prinsip moral kemanusiaan yang melahirkan semangat
egalitarianisme akan mampu melandasi demokrasi, dan menghindarkan dari totalitarianisme, otoritarianisme dan tirani.
26
2. 2. Sudut Pandang Nurcholish Madjid Melihat Wacana Kemanusiaan di Barat
Berbicara masalah kemanusiaan dalam perspektif Barat sangat terkait dengan persoalan hak-hak azasi manusia HAM. Persoalan HAM ini menjadi dasar bagi
persoalan kemanusiaan karena didalamnya terkait dengan hak-hak dasar manusia yang berasal dari pemberian Tuhan, tanpa memandang berbagai perbedaan yang ada.
Kesadaran akan hak azasi manusia HAM mulai tumbuh di Barat dengan beberapa tonggak penting diantaranya, yaitu :
25
Q. S. Al Maidah 5: 32.
26
Nurcholish Madjid. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
a. Perjanjian Agung Magna Charta di Inggris pada 15 Juni 1215, sebagai bagian dari pemberontakan para Baron Inggris terhadap Raja John saudara raja Richard,
seorang pemimpin tentara Salib. Isi pokok dokumen ini adalah agar raja tidak melakukan pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi dari seorang
rakyat. Pendorong pemberontakan para Baron itu sendiri antara lain karena dikenakannya pajak yang sangat besar oleh raja, dan dipaksakannya para Baron
untuk membolehkan anak-anak perempuan mereka kawin dengan rakyat biasa. b. Bill of Rights 1628, berisi penegasan tentang pembatasan kekuasaan raja dan
dihilangkannya hak raja untuk melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun, atau untuk memenjara, menyiksa, dan mengirimkan tentara secara sewenang-wenang tanpa
dasar hukum. c. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli 1776, memuat penegasan bahwa
setiap orang dilahirkan dalam persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan, serta keharusan mengganti pemerintahan yang tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan dasar tersebut. d. Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga Negara Declaration des Droits de l
Homme et du Citoyen, Prancis, 4 Agustus 1789, dengan titik berat pada lima hak azasi manusia, yaitu pemilikan harta propiete, kebebasan liberte, persamaan
egalite, keamanan securite dan perlawanan terhadap penindasan resistence a l oppression.
e. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Azasi Manusia, Desember 1948, yang memuat pokok-pokok tentang kebebasan, persamaan, pemilikan harta, hak-hak dalam
Universitas Sumatera Utara
perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan kebebasan beragama termasuk hak untuk berpindah agama.
27
Sejarah panjang kemanusiaan dalam upaya penegakan hak-hak azasi manusia di atas merupakan bukti bahwa ide tentang hak azasi bukanlah sesuatu yang
muncul begitu saja, melainkan melalui suatu perjalanan panjang dan pengorbanan yang besar. Seluruh umat manusia wajib menyadari dan menghayati hal ini serta
berapaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengakuan terhadap hak-hak azasi manusia itu.
Hak-hak azasi manusia sesungguhnya juga merupakan bagian dari hakikat kemanusiaan yang paling intrinsik, maka sejarah pertumbuhan konsep-konsepnya dan
perjuangan menegakkannya sekaligus menyatu dengan sejarah manusia dan kemanusiaan itu sendiri semenjak dikenalnya peradaban. Hal ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran agama,
terutama agama-agama semitik Yahudi, Kristen dan Islam dimana salah satu persoalan kemanusiaan yang paling dini diungkapkan melalui penuturan tentang peristiwa
pembunuhan yang menyangkut dua anak lelaki Adam dan Hawa, yaitu Qadil Cain dan Habil Abel. Peristiwa pembunuhan pertama sesama manusia ini menghasilkan dekrit
Tuhan : Bahwa barang siapa membunuh suatu jiwa tanpa kesalahan membunuh jiwa yang lain atau membuat kerusakan di bumi, maka ia bagaikan membunuh umat manusia
seluruhnya, dan barang siapa menolong hidup suatu jiwa maka ia bagaikan menolong hidup umat manusia seluruhnya. Q. S. Al Maidah 5: 27-32 dan Kitab Kejadian 4. 1-16.
28
27
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Agama Kemanusiaan. Ibid. hal. 212.
28
Ibid. hal. 212.
Universitas Sumatera Utara
3. Prinsip Keadilan dalam Perspektif Nurcholish Madjid 3. 1. Sudut Pandang Nurcholish Madjid Melihat Wacana Keadilan dalam
Islam
Prinsip moral keadilan memiliki keterkaitan dengan iman. Keadilan bagi manusia merupakan tindakan persaksian, bagi Tuhan Yang Maha Adil. Menegakkan prinsip
keadilan merupakan perbuatan yang mendekati takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.
Jika keadilan dikaitkan dengan agama, maka yang pertama-tama dapat dikatakan ialah bahwa usaha mewujudkan keadilan merupakan salah satu dari
sekian banyak sisi kenyataan tentang agama. Sudah sejak umat manusia mengenal peradaban di lembah Sawab Mesopotamia, Irak sekarang sekitar 6000 tahun
lalu, persoalan keadilan selalu merupakan tantangan hidup yang tidak pernah berhenti diperjuangkan.
29
Sejarah manusia yang mengantarkannya untuk mengenal peradaban telah menyebabkan lahirnya tingkatan-tingkatan dalam kehidupan. Tingkatan dalam
kehidupan ini menyebabkan ada kelompok manusia yang kuat dan menguasai kelompok yang lebih lemah. Hal inilah yang kemudian melahirkan masalah
keadilan. Keadilan berasal dari kata adil, istilah dalam bahasa Arab yaitu, adl atau
qisth. Merupakan istilah yang serba meliputi, mencakup semua jenis kebaikan dalam pemikiran kefilsafatan. Namun, keadilan memiliki dasar rasa ketuhanan,
29
Ibid. hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
maka hal ini menyebabkan keadilan berdasarkan iman melahirkan makna yang lebih dalam dan manusiawi, dari sekedar keadilan formal dalam sistem hukum
Romawi.
30
Tetapi dalam Al Quran, pengertian adil atau justice ini ternyata tidak hanya diwakili oleh kata ’adl. Sebagai kata benda, paling tidak ada dua kata yang
artinya adil atau justice, yakni ‘adl itu sendiri dan qisth. Dari akar kata ‘a-d-l, sebagai kata benda, kata ini disebut sebanyak 14 kali dalam Al Quran, sedangkan
kata qisth berasal dari akar kata q-s-th, diulang sebanyak 15 kali sebagai kata benda.
31
Kata yang artinya keadilan ini dalam Al Quran mula-mula diturunkan, baik kata adl maupun qisth adalah dalam surat Al Araf 7: 29, 159 dan 18. Dalam
Al Araf 7: 29 ini kata keadilan dinyatakan dengan qisth. Arti dari ayat tersebut adalah: Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: Kami
mendapati nenek moyang kami mengerjakan perbuatan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: Sesungguhnya Allah tidak menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji. Mengapa engkau mengada-ada terhadap Allah apa yang kamu tidak ketahui? Katakanlah: Tuhanku menyuruh menjalankan
keadilan qisth. Dan katakanlah: Luruskan mukamu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya, sebagaimana Dia
30
Nurcholish Madjid. 2003. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 115.
31
Muhammad Dawam Rahardjo. 2002. Ensiklopedia Al Quran. Jakarta: Penerbit Paramida bekerjasama dengan Jurnal Ulumul Quran. hal. 369.
Universitas Sumatera Utara
telah menciptakan kamu pada awalnya, demikian pulalah kamu akan kembali kepada- Nya.
32
Pada Al Araf 28 dinyatakan bahwa Allah melarang perbuatan keji. Menurut riwayat, yang dimaksud dengan perbuatan keji di sini adalah perbuatan syirik,
seperti lari-lari bertelanjang di depan Kabah yang dilakukan orang-orang musyrik agar Allah merasa senang. Ketika mereka diperingatkan bahwa perbuatan itu tidak
sepantasnya, mereka memberi alasan, bahwa hal itu sudah menjadi tradisi turun- temurun dan suruhan Allah juga. Hal ini disanggah oleh Allah, bahwa dia tidak
menyuruh orang melakukan perbuatan keji.
33
Ayat 29, selanjutnya menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan keadilan. Secara konkret, yang disebut keadilan qisth ini adalah: a mengkonsentrasikan
perhatian dan shalat kepada Allah, dan b mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Meluruskan muka wajah dalam shalat, pada ayat 29 ini maksudnya adalah tidak
menyangkutkan perhatian kepada sesuatu yang lain, yang membuat seseorang seolah-olah menyembah sesuatu perantaraan, yang berarti syirik. Maksud lain keadilan pada ayat di
atas adalah taat secara ikhlas kepada Allah. Ketaatan yang ikhlas ini artinya mendasarkan diri dan berorientasi kepada Allah, berbuat sesuatu karena diperintahkan
Allah, dan tidak berbuat sesuatu karena dilarang oleh Allah. Keadilan kedua ini merupakan konsekuensi dari keadilan pertama.
34
Lawan dari keadilan adalah tindakan yang meragikan manusia, yang merampas hak-hak manusia dan segala perbuatan yang dapat menimbulkan
32
Ibid. hal. 370.
33
Ibid. hal. 370.
34
Ibid. hal. 370.
Universitas Sumatera Utara
kerusakan pada masyarakat. Apabila kita meletakkan keadilan pada konteks sekarang, maka perjuangan hak-hak asasi manusia adalah perjuangan menegakkan
keadilan. Demikian pula perjuangan mencegah kerusakan lingkungan hidup. Semua kegiatan yang berusaha meniadakan kerugian pada masyarakat dan mengembalikan
hak-hak rakyat, dapat disebut sebagai perjuangan menegakkan keadilan. Berbuat adil, adalah standar minimal bagi perilaku manusia. Kelanjutan dari
bersikap adil adalah berbuat kebajikan dan beramal sosial, setidak-tidaknya kepada kaum kerabatnya sendiri, berbarengan dengan itu, orang juga harus mampu
menghindarkan diri dari berbagai perilaku keji, mungkar, dan permusuhan dengan sesama manusia.
Dalam Islam, keadilan pada akhirnya -dan dalam renungan tertinggi- dipahami sebagai keadilan Illahi. Ada tiga nilai fundamental yang dinyatakan dalam
Al Quran, yaitu: Tawhid atau pengesaan Tuhan, Islam atau penyerahan dan ketundukan kepada Allah, dan Keadilan, yaitu keyakinan bahwa segala perbuatan kita di dunia ini
kelak akan dinilai Allah, Hakim Yang Maha Adil. Rasa keadilan yang berdasarkan iman akan keluar dari hati nurani yang
terdalam. Keadilan ini terkait erat dengan ihsan, yaitu keinginan berbuat baik untuk sesama manusia secara tulus dan murni karena perbuatan tersebut merupakan wujud
persaksian kepada Tuhan, dan tidak akan pernah dapat disembunyikan, Istilah lain mengenai adil juga berasal dari bahasa Arab, yang berarti tengah
atau seimbang. Jadi dapat dikatakan bahwa prinsip dasar dari keadilan adalah keseimbangan Al Mizan, yaitu suatu sikap tidak berlebihan, baik ke kanan atau ke
Universitas Sumatera Utara
kiri. Kemampuan untuk berbuat adil senantiasa dikaitkan dengan kearifan atau wisdom, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai hikmah, yaitu suatu kualitas pribadi yang
diperoleh karena adanya pengetahuan yang menyeluruh dan seimbang tidak pincang atau parsial tentang suatu perkara.
35
Terkait dengan masalah keadilan ini di dalam Al Quran dijelaskan bahwa hal ini dikaitkan hukum ketetapan Allah bagi kosmos atau alam raya. Pelanggaran terhadap
prinsip keadilan dapat diartikan sebagai melanggar hukum kosmos, dan berarti merupakan sebuah dosa besar. Allah berfirman: Dan langitpun ditinggikan oleh-Nya,
dan ditetapkan-Nya hukum keseimbangan Al Mizan. Maka hendaknya kamu umat manusia janganlah melanggar hukum keseimbangan itu, serta tegakkanlah
timbangan dengan jujur, dan janganlah merugikan hukum keseimbangan .
36
Salah seorang ahli tafsir Al-Quran yang terkenal, Al Zamakhsyari, mengatakan bahwa perkataan timbangan atau al-wazn dalam firman Allah itu
dapat diartikan secara metamorfosis. Maksud timbangan dalam artian ini ialah setiap rasa keadilan yang meliputi seluruh kegiatan hidup kita, baik yang lahir maupun bathin.
Maka perintah Allah agar kita melakukan timbangan secara jujur itu ialah perintah agar kita dalam segala perkara senantiasa memperhatikan rasa keadilan dan
kejujuran. Jika tidak, maka berarti kita telah melanggar, merusak dan merugikan hukum seluruh alam raya. Ini berarti bahwa reaksi keberatan terhadap tindakan tidak
adil dan tidak jujur, berasal tidak hanya dari orang yang dirugikan, tetapi juga berasal
35
Nurcholish Madjid. 2002. Pintu Pintu Menuju Tuhan. Jakarta: Penerbit Paramadina. hal. 41.
36
Q. S. Ar Rahman 55: 7-9.
Universitas Sumatera Utara
dari seluruh alam raya. Hal ini yang menjelaskan bahwa keadilan adalah sebuah hukum kosmos.
Terkait dengan masalah hukum kosmos ini juga maka dapat dikatakan bahwa keadilan adalah sunatullah sunat Allah. Sebagai sebuah kepastian sunatullah
maka keadilan adalah sesuatu yang obyektif dan tidak akan berubah immutable. Keadilan dikatakan obyektif karena tidak tergantung pada pikiran atau kehendak
manusia, dan tidak akan berubah karena berlaku selama-lamanya tanpa interupsi atau koneksi kepada seseorang.
37
Sifat obyektif jugalah yang mengantarkan keadilan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah kemanusiaan, dimana manusia
dalam keadilan ini dilihat dalam proporsi dan kedudukan yang sama tanpa adanya suatu perbedaan.
Selain itu, keadilan juga memiliki makna yang sangat penting, ketika dikaitkan dengan amanat amanah, yang berarti titipan suci dari Tuhan kepada umat
manusia untuk sesamanya, terutama amanat ini terkait dengan masalah memerintah atau kekuasaan.
Kekuasaan pemerintahan adalah sesuatu yang tak terhindarkan demi ketertiban tatanan kehidupan manusia. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah
kepatuhan dari banyak orang kepada para penguasa ulu al-amr, bentuk dari wali al-amr. Kekuasaan dan ketaatan adalah dua segi dari satu kenyataan. Namun, kekuasaan yang
patut dan harus ditaati hanyalah yang berasal dari orang banyak dan mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan. Maka yang pertama-tama harus dipenuhi bagi
37
Nurcholish Madjid. 2002. Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Ibid. hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
suatu kekuasaan untuk mendapatkan keabsahan atau legitimasinya, adalah menjalankan amanat itu, dengan menegakkan keadilan sebagai saksi kehadiran Tuhan.
38
Hal itu tertulis dalam Al Quran: Hai sekalian orang beriman, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan kepada para pemegang kekuasaan dari
antara kamu. Jika kamu berselisih tentang suatu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Itulah keputusan yang lebih baik dan lebih tepat.
39
Beberapa pendekatan kebahasaan di atas sudah cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan adil dan keadilan menurut ajaran agama Islam. Sedangkan
sebagai konsep, makna keadilan itu jauh lebih luas dan rumit daripada makna kebahasaannya. Menurut Murtadla al Muthahhari, salah seorang pemikir muslim zaman
modem, terdapat empat pengertian pokok tentang adil dan keadilan:
40
Pertama, keadilan mengandung pengertian perimbangan atau keadaan
seimbang mawzun, balanced, tidak pincang. Jika suatu kesatuan terdiri dari bagian- bagian yang kesemuanya secara bersama-sama dalam kesatuan itu menuju satu tujuan
yang sama, maka dituntut beberapa syarat tertentu, bahwa masing-masing bagian itu mempunyai ukuran yang tepat dan berada dalam kaitan yang tepat pula antara satu
dengan lainnya dan antara setiap bagian itu dengan keseluruhan kesatuan. Kondisi ini akan menyebabkan keseluruhan kesatuan tersebut akan mampu untuk
mempertahankan diri dan mencapai tujuan yang diharapkan.
38
Nurcholish Madjid. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Ibid. hal. 116.
39
An Nisa 4: 58.
40
Ibid. hal. 153.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, keadilan mengandung makna persamaan musawah, egalite dan tidak
adanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Berdasarkan makna ini seseorang dikatakan bertindak adil jika dirinya memperlakukan orang lain secara sama. Perlakuan yang
sama ini dengan tetap memperhatikan adanya perbedaan kemampuan, tugas, dan fungsi dari masing-masing orang. Perlakuan sama tanpa memperhatikan hal-hal tersebut
justru merupakan sebuah kezaliman. Tetapi jika perlakuan yang sama dilakukan terhadap orang yang memiliki hak yang sama kemampuan, fungsi dan tugas yang
sama, maka pengertian persamaan sebagai makna keadilan dapat dibenarkan.
Ketiga, keadilan bermakna sebagai pemberian perhatian kepada hak-hak pribadi
dan penunaian hak kepada siapa saja yang berhak. Perampasan hak dan pelanggaran hak oleh orang yang tidak berhak merupakan bentuk kezaliman dari pengertian ini. Keadilan
dalam makna ini menyangkut dua hal penting, yaitu: a masalah hak dan kepemilikan al-huquq wa al-uluwiyyat, rights and properties. Hal ini tidak saja mencakup hak dan
pemilikan seseorang sesuai dengan usaha dan hasil usahanya, tetapi juga mencakup hak dan pemilikan alami, seperti hak seorang bayi untuk mendapatkan susuan ibunya,
berdasarkan design alami berkenaan dengan kebutuhan bayi itu untuk pertumbuhannya. b kekhususan hakiki manusia, yaitu kualitas manusiawi tertentu
yang haras dipenuhi oleh dirinya dan diakui oleh orang lain untuk dapat mencapai tujuan hidupnya yang lebih tinggi. Menghalangi orang lain dari memenuhi kualitas itu
atau mengingkarinya adalah kezaliman.
Keempat, makna keadilan adalah keadilan Tuhan al-Adl al-lllahi, berupa
kemurahan-Nya dalam melimpahkan rahmat kepada sesuatu atau seseorang, setingkat
Universitas Sumatera Utara
dengan kesediaannya untuk menerima eksistensi dirinya sendiri dan pertumbuhannya ke arah kesempurnaan.
Sedangkan menurut Baharuddin Lopa ada lima model keadilan yang didapatkan dari ajaran Islam. Pertama, keadilan hukum, yakni keadilan yang dapat
mewujudkan ketentraman, kebahagiaan dan ketenangan secara wajar dalam masyarakat Q. S. Al Maidah: 8, Q. S. An Nisa: 5-6, Q. S. An Nisa: 58, Q. S. Al
Hujurat: 12, Q. S. Al Isra: 15 dan Q. S. Al Hadid: 25. Kedua, keadilan dalam kehidupan sosial ekonomi Q. S. Al Jumu ah: 10, Q. S. Al Baqarah: 29, Q. S. Al
Baqarah: 188, Q. S. Al Mulk: 15, Q. S. At Taubah: 105, Q. S. Al Qashash: 77, Q. S. An Nisa: 58, Q. S. At Thur: 21. Ketiga, keadilan dalam kehidupan beragama Q. S.
Ar Ruum: 30, Q. S. Al Baqarah: 111, Q. S. Al Baqarah: 170, Q. S. Al Ankabut: 46, Q. S. Al An’ am: 148, Q. S. Saba: 24, Q. S. Al Ahqaf: 4, Q. S. At Thur: 34, Q. S. Al
Maidah: 6, Q. S. Al Maidah: 104, Q. S. Al Hasyr: 2, Q. S. An Nisa: 59, Q. S. An Nisa: 82, Q. S. As Syura: 10, Q. S. Al Isra: 36, Q. S. Yunus: 68, Q. S. An Nahl: 43, Q.
S. At Taubah: 122.
41
3. 2. Sudut Pandang Nurcholish Madjid Melihat Wacana Keadilan di Barat
Keadilan dalam perspektif Barat, diartikan sebagai memberi masing- masing pihak apa yang menjadi haknya. Jadi, sasarannya adalah hak-hak manusia, baik
sebagai perorangan maupun sebagai masyarakat dan warga negara. Manusia mempunyai hak-hak, baik sebagai perorangan maupun sebagai warga masyarakat atau
41
Anas Urbaningrum. 2004. Islamo Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta: Katalis dan Penerbit Republika. hal. 95.
Universitas Sumatera Utara
negara. Demikian pula masyarakat dan negara mempunyai hak-hak yang harus dihormati oleh para anggotanya.
Keadilan dapat pula ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek hukum, politik, materi dan kesempatan.
42
Keadilan dilihat dari segi hukum berarti adanya persamaan di depan hukum atau adanya kesamaan kedudukan yang dimiliki oleh
setiap individu di depan hukum. Keadilan dalam arti ini tidak pernah terwujud sepenuhnya, karena dalam hukum tetap ditemukan adanya perlakuan yang berbeda
menyangkut keberadaan seseorang dari segi fisik, seperti anak-dewasa, pria-wanita, sehat-sakit. Melihat kenyataan ini maka digunakanlah istilah keadilan prosedural
untuk keadilan hukum ini. Menurut Almond, keadilan prosedural menunjukkan kondisi-kondisi, pembatasan-pembatasan dan proses-proses tertentu yang dibutuhkan
dalam penerapan hukum terhadap para pelanggar hukum. Keadilan dari segi politik, berarti persamaan politik political equality,
meliputi kesamaan hak memilih seseorang untuk menduduki suatu jabatan tertentu, mencalonkan diri untuk suatu jabatan tertentu rekrutmen politik dan berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan politik. Keadilan dari segi materi, berarti persamaan materi material equality.
Terdapat perdebatan terkait dengan keadilan materi ini, yaitu apakah suatu keputusan politik dapat memberikan, atau bahkan harus memberikan persamaan materi
kepada mereka yang memilikinya. Jadi menyangkut distribusi barang-barang dan jasa, atau sama dengan keadilan distributif tersebut di atas. Sering dikatakan bahwa
42
Andre Bayo Ala. 1985. Hakekat Politik, Siapa Melakukan Apa untuk Memperoleh Apa. Yogyakarta: Penerbit Akademia. hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
persamaan materi merupakan suatu prasyarat bagi persamaan-persamaan lain, dalam kasus di mana konflik di antara nilai-nilai politik tidak dapat ditangani atau diselesaikan
dengan mudah. Keadilan dari segi kesempatan, berarti adanya persamaan kesempatan equal
opportunity, bahwa semua orang mempunyai kesempatan yang sama dan memiliki hak- hak yang sama untuk menggunakan kesempatan tersebut. Menghormati hak-hak tersebut
adalah adil dan melanggar hak-hak tersebut adalah tidak adil.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian