Isolasi Karagenan Dari Rumput Laut Merah (Kappaphycus alvarezii) dan Pemilihan Formulasi Sebagai Pelembab

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
Rumput laut atau algae termasuk divisi Thallophyta (tumbuhan bertalus)
karena mempunyai struktur kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun,
berbatang dan berakar, semuanya terdiri dari talus saja (Aslan, 1998).
2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut
Rumput laut umumnya terdapat di daerah tertentu dengan persyaratan
khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah
yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat didasar perairan yang
berupa karang batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau cangkang
moluska. Umumnya tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu, karena di
tempat inilah beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya banyak terpenuhi,
diantaranya faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat dan gerakan air. Habitat
khas adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, lebih menyukai
variasi suhu harian yang rendah dan substrat batu karang mati. Rumput laut
tumbuh berkelompok dengan jenis rumput laut lainnya (Aslan, 1998).
2.1.2 Perkembangbiakan rumput laut
Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang

menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara
stek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.
Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora baik
alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya berkembang menjadi sporofit, individu inilah yang mengeluarkan
spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit
(Anggadiredja, dkk., 2010).
Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktivitas rumput laut
yaitu faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Selain itu dapat pula
dihambat oleh faktor morbiditas dan mortalitas rumput laut itu sendiri. Morbiditas
dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari infeksi mikroorganisme, tekanan
lingkungan perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya
tanaman penempel (parasit). Sementara itu mortalitas dapat disebabkan oleh
pemangsaan hewan-hewan herbivora (Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Kappaphycus alvarezii memiliki talus silindris, permukaan licin,
cartilagineus, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan talus

bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada talus
tidak bersusun melingkari talus, runcing memanjang dan agak jarang-jarang.
Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama ke luar saling
berdekatan di daerah basal (pangkal). Bercabang berselang tidak teratur
dichotomous (bercabang dua terus-menerus) atau trichotomous. Tumbuh melekat
ke substrat dengan alat pelekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua
tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah
datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang
atau melengkung seperti tanduk (Atmadja, dkk., 1996).
2.1.4 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Kappaphycus

Universitas Sumatera Utara

alvarezii diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum

: Rhodophyta

Kelas


: Rhodophyceae

Bangsa

: Gigartinales

Suku

: Areschougiaceae

Marga

: Kappaphycus

Jenis

: Kappaphycus alvarezii

2.1.5 Nama asing

Nama Eucheuma cottonii, umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam
dunia perdagangan nasional maupun internasional, sebagai komoditi ekspor dan
bahan baku industri penghasil karagenan. Karagenan yang dihasilkan adalah tipe
kappa karagenan, oleh karena itu jenis ini secara taksonomi diubah namanya dari
Eucheuma cottonii menjadi Kappaphycus alvarezii (Atmadja, dkk., 1996).

2.2 Budidaya Kappaphycus alvarezii
Budidaya rumput laut diperairan pantai (laut) amat cocok untuk diterapkan
pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit) serta berpenduduk padat
(Aslan, 1998).
Membudidayakan rumput laut di lapangan (field culture) dapat dilakukan
dengan tiga macam metode berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan
yaitu:
a.

Bottom method (metode dasar) terdiri atas broadcast method (metode
sebaran) dan bottom farm method (metode budidaya dasar laut).

b.


Off-bottom-method (metode lepas dasar) terdiri atas off-bottom-monoline

Universitas Sumatera Utara

method (metode tali tunggal lepas dasar), off-bottom-net method (metode jaring
lepas dasar) dan off-bottom-tubular-net method (metode jaring lepas dasar
berbentuk tabung).
c. Floating method (metode jaring apung) terdiri atas floating- monoline method
(metode tali tunggal apung) dan floating-net method (metode jaring apung)
(Aslan, 1998).

2.3 Kandungan Kimia
Jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas Rhodophyceae (alga merah)
mengandung pigmen antara lain adalah klorofil a, klorofil d, α dan β karoten,
lutein, zeaxanthin, fikosianin dan fikoeritrin. Fikoeritrin merupakan pigmen yang
dominan yang menyebabkan warna merah pada alga merah (Dawes, 1981).
Klorofil a merupakan pigmen utama yang terdapat pada hampir semua
organisme fotosintetik oksigenik, terletak pada pusat reaksi dan bagian tengah
antena. Klorofil a bertanggung jawab terhadap proses fotosintesis, oleh karena itu,
pigmen ini menjadi penting bagi pertahanan hidup rumput laut atau untuk

berkompetisi dengan organisme lain dalam sebuah habitat tertentu. Keberadaan
klorofil a pada rumput laut dilengkapi dengan pigmen pendukung yaitu klorofil
b,c atau d dan karotenoid yang berfungsi melindungi klorofil a dari foto-oksidasi.
Karotenoid utama yang terdapat dalam alga merah adalah β-karoten, α-karoten,
zeaxanthin, dan lutein. Fikoeritrin berperan dalam absorbsi cahaya biru/hijau dan
berperan menampakkan warna merah dan fikosianin berperan dalam fotosintesis
sebagai pigmen penerima cahaya (Suparmi, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.4 Karagenan
Karagenan merupakan suatu nama untuk polisakarida galaktan yang dapat
diekstraksi dari alga merah (Rhodophyceae). Istilah karagenan berasal dari kata
“Carragheen”, yaitu nama salah satu kota di Irlandia yang merupakan tempat
pertama kali Chondrus crispus dieksploitasi. Karagenan mengandung galaktosil
dan 3,6-anhidrogalaktose, keduanya merupakan unit gula yang mengalami
esterifikasi parsial dengan asam sulfat (Rasyid, 2003).
2.4.1 Struktur karagenan
Karagenan adalah polisakarida linear dengan berat molekul tinggi yang
terdiri dari pengulangan unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), baik

sulfat dan non-sulfat, bergabung dengan bergantian (1,3) dan (1,4) ikatan
glikosidik. Jenis karagenan, lambda, kappa dan iota, dapat disiapkan dalam bentuk
murni dengan teknik ekstraksi selektif (Phillips dan Willians, 2009).
Lambda karagenan merupakan suatu molekul rantai linier yang tersusun
atas unit-unit dimer yang berulang-ulang. Unit-unit dimer tersebut merupakan
ikatan 1,3 glikosidik. Gugus hidroksil utama dari a-galaktosil teresterifikasi
dengan asam sulfat dan 70% gugus hidroksil pada C-2 dalam kedua galaktosil
juga teresterifikasi dengan asam sulfat (Rasyid, 2003).

Gambar 2.1 Struktur lambda karagenan (D-galaktosa-2-sulfat D- galaktosa 2,6disulfat)

Universitas Sumatera Utara

Kappa karagenan dan iota karagenan terdiri dari dimer carrabiose, Unitunit carrabiose yaitu ikatan 1,3 membentuk polimer linier. Kappa karagenan
tersusun dari unit D-galaktosa-4 sulfat dengan ikatan β-1,3 dan unit 3,6anhidrogalaktosa dengan ikatan α-1,4. Kappa karagenan terbentuk sebagai hasil
aktivitas enzim dekinkase yang mengkatalis μ(mu)-karagenan menjadi kappa
karagenan dengan cara menghilangkan atom C6 pada ikatan 1,4 galaktosa-6sulfat. (Rasyid, 2003 dan Ulfah, 2009).

Gambar 2.2 Struktur kappa karagenan (D-galaktosa-4-sulfat 3,6-anhidro-D
galaktosa)

Perbedaan antara kappa dan iota karagenan adalah pada proses esterifikasi
dengan asam sulfat, dimana kappa karagenan teresterifikasi dengan gugus
hidroksil pada C-4 galaktosil sedangkan pada iota karagenan, teresterifikasi
dengan gugus hidroksil pada C-2 anhidrogalaktosil. Perbedaan utama antara iota
dan kappa karagenan adalah adanya gugus 2-sulfat pada 3,6-anhidro-D-galaktosa
pada iota karagenan yang mempengaruhi sensitivitas terhadap ion kalium. Ester
sulfat dan 3,6-anhidrogalaktosa dari karagenan 32 % dan 30 % masing-masing
untuk iota karagenan (Rasyid, 2003; Ulfah, 2009 dan Phillips dan Willians, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Struktur iota karagenan (D-galaktosa-4-sulfat 3,6-anhidro-Dgalaktosa-2 sulfat)
2.4.2 Tumbuhan Penghasil Karagenan
Sumber karagenan untuk daerah tropis adalah dari spesies Kappaphycus
alvarezii (Doty) yang menghasilkan karagenan dalam bentuk kappa, Eucheuma
spinosum yang menghasilkan karagenan dalam bentuk iota. Kedua jenis rumput
laut tersebut banyak terdapat disepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Sebagian
besar karagenan diproduksi dari jenis Chondrus crispus yang berwarna merah tua,
bentuknya seperti daun parsley, dan hidup pada kedalaman sekitar 3 meter. Jenis
ini banyak tumbuh di daerah utama lautan atlantik, yaitu di pantai Kanada, Inggris

dan Prancis (Winarno, 1990).
Tabel 2.1 Karagenan dari beberapa jenis rumput laut
No

Suku

Marga

Jenis

Fraksi karagenan

1.

Furcellariaceae

Furcellaria

F. fastagiata


Kappa

2.

Solieriaceae

Agardhiella

A. tenera

Iota

Eucheuma

E. spinosum

Iota

E. cotonii


Kappa, lambda

Anatheca

A. montagnei

Iota

Hypnea

H.musciformis

Kappa

H.nidifica

Kappa

3.

Hypneaceae

Universitas Sumatera Utara

(Hawaii)
H.setosa

Kappa

(Hawaii)
4.

Gigartinaceae

Chondrus

C. crispus

Kappa, lambda, iota

C. sp (Hawaii)

Lambda

G. stellata

Lambda, kappa, iota

G. acicularis

Lambda, kappa

G. pistillata

Lambda, kappa

Irideae

I. radula

Kappa, lambda

Gigartina

5.

Phyllophoraceae

Gymnogongrus

G. Sp (Hawaii)

iota

6.

Tichocarpaceae

Tichocarpus

T. crinitus

Lambda, kappa

(Indriani dan Sumarsih, 1991).
2.4.3 Sifat-sifat karagenan
Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain: kelarutan, pH, stabilitas,
viskositas, pembentukan gel dan reaktivitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut
sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusunan
dalam polimer karagenan. Karagenan biasanya mengandung unsur berupa garam
sodium dan kalium yang juga berfungsi untuk menetukan sifat-sifat karagenan
(Ulfah, 2009).
Garam-garam kalium dari kappa karagenan dan iota karagenan hanya
terlarut pada temperatur 70oC. Kappa karagenan lebih sensitif terhadap ion-ion
kalium, sedangkan iota karagenan lebih sensitif terhadap ion-ion kalsium.
Karagenan sangat tidak stabil dalam suasana asam. Disebabkan oleh ikatan b-1,4glikosidik yang sangat lemah antara galaktosil dan anhidrogalaktosil. Namun

Universitas Sumatera Utara

demikian, pada pH yang lebih besar dari 4,5 akan sangat stabil, bahkan pada
kondisis yang steril (Rasyid, 2003).
Interaksi sinergis karagenan dengan protein susu dapat dilihat pada
pembuatan es krim. Karagenan akan membentuk gel lemah dalam fasa larutan dan
kemudian berinteraksi secara positif dengan asam amino dalam protein pada
permukaan misel kasein (Phillips dan Willians, 2009).
Karagenan dapat melakukan interaksi dengan makromolekul yang
bermuatan, misalnya protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis
pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan dan
penyaringan stabilisasi. Karagenan bereaksi dengan fraksi protein susu khususnya
kappa kasein, sehingga membentuk jaringan gel tiga dimensi dengan air dan
garam, serta mampu menyaring jaringan gel tiga dimensi dengan air dan garam,
serta mampu menyaring partikel yang ada di dalamnya. Karagenan merupakan
galaktosa yang mengandung sulfida, maka karagenan bermuatan negatif dan tidak
tergantung atau tidak terpengaruh oleh pH medium, pada pH lebih rendah dari 4,4
maka kappa kasein dan karagenan bermuatan yang berlawanan, sehingga senyawa
kompleks tersebut mengendap, pada pH yang lebih tinggi dari 4,4 keduanya
bermuatan negatif tetapi tidak saling menolak satu sama lainnya (Winarno, 1990).

2.5 Kulit
Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari
kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2.
Ketebalan kulit tergantung umur, jenis kelamin, dan tempat tinggalnya. Kulit
terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus)
juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).
2.5.1 Struktur kulit
Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu
lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan
(hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).
a. Epidermis
Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar 0,001
inci) dan sebagian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri atas
lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996).
b. Dermis
Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar
rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996).
Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna
meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh
kulit, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah,
2007).
c. Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel- sel
penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur
lain. Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan
untuk melindungi tubuh dari benturan- benturan fisik serta berperan pula
dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan

Universitas Sumatera Utara

meningkat bila makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi
atau kalori ekstra, maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori
dengan cara memecah simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).
2.5.2 Fungsi kulit
Kulit itu hidup, responsif dan dapat berubah sesuai dengan stimulasi
dari lingkungan luar. Oleh karena itu, kulit menjadi sangat efektif dalam
melindungi tubuh dari lingkungan luar. Kulit memiliki fungsi perlindungan dan
fungsi sebagai indera peraba
Kulit memiliki beberapa fungsi, di antaranya:
a. Pemeliharaan, kulit melindungi struktur-struktur dalam yang lembut. Kulit
yang tidak terluka merupakan benteng yang menahan serangan bakteri.
b. Organ indra, ujung saraf di dalam kulit menerima rangsang sensorik dan
menghantarkan rangsang suhu, sentuhan dan sakit ke otak.
c. Ekskresi, keringat merupakan salah satu limbah dalam tubuh, air yang
mengandung natrium karbonat dikeluarkan dari tubuh melalui kulit tubuh.
Keringat juga berperan dalam pengaturan suhu tubuh.
d. Minyak yang dihasilkan oleh tubuh membasahi dan melembutkan kulit serta
mencegah rambut menjadi kering dan rapuh.
e. Ergosterol yang terdapat pada didalam kulit ketika terpapar terhadap sinar UV
matahari diubah menjadi vitamin D. Oleh sebab itu, kulit merupakan sumber
vitamin D bagi tubuh
f. Penyerapan, sedikit bahan berminyak jika digosokkan dapat menyerap ke
dalam kulit.
g. Kuku dan rambut berasal dari kulit (Saputra dan Evi, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Klasifikasi Kulit
Pada umumnya, keadaan kulit dibagi menjadi tiga jenis yaitu kulit kering,
kulit normal, dan kulit berminyak.
a. Kulit kering merupakan kulit dengan kadar air yang kurang. Ciri-ciri yang
terlihat pada kulit kering yaitu kusam, bersisik, mulai tampak kerutan-kerutan
dan pori-pori tidak kelihatan.
b. Kulit normal adalah kulit dengan kadar air yang tinggi. Ciri-ciri yang terlihat
pada kulit normal yaitu kulit tampak segar dan cerah, cukup tegang dan
bertekstur halus, pori-pori kelihatan tetapi tidak terlalu besar, kadang terlihat
berminyak di daerah dahi, dagu dan hidung.
c. Kulit berminyak adalah kulit dengan kadar air dan minyak yang tinggi. Ciri-ciri
kulit berminyak yaitu tekstur kulit kasar dan berminyak, pori-pori besar, mudah
kotor dan berjerawat (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.5.4 Kelembaban kulit
Peran kelembaban kulit adalah untuk menjaga kadar air yang berada dalam
kulit dalam rangka mempertahankan elastisitasnya. Kulit lapisan epidermis dan
lapisan dermis memiliki kadar air berkisar 80%. Tetapi pada bagian teratas lapisan
epidermis terdapat lapisan keratin yang hanya memiliki kadar air antara 10-30%.
Kandungan air sangat menentukan elastisitas bagian atas kulit sehingga kulit akan
tampak lembut, halus, dan bercahaya. Tekstur kulit yang lembab terlihat lebih
tebal sehingga kulit terlihat lebih rata dan kerutan-kerutan pada kulit terangkat ke
permukaan (Prianto, 2014).
Kulit yang kering umumnya memiliki kadar minyak yang rendah.
Kurangnya minyak pada kulit mengakibatkan kandungan air yang berada pada

Universitas Sumatera Utara

permukaan kulit lebih cepat menguap, yang selanjutnya mengakibatkan
kekeringan pada kulit. Akibatnya kulit terlihat lebih kasar, bergaris, dan bagian
atasnya terlihat berkerak (Prianto, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya kadar air dari kulit, yaitu:
a. Lingkungan yang kering, lingkungan yang kering adalah lingkungan yang
memiliki kadar kelembaban udara sekitar rendah. Lingkungan sekitar yang
lembab sangatlah berpengaruh pada kestabilan kadar air dalam kulit.
b. Angin, angin dapat menarik air dari dalam kulit. Dalam kehidupan sehari-hari,
ruangan yang memiliki pendingin udara (AC) memiliki kelembaban udara
yang rendah sehingga mempercepat penguapan air dari kulit.
c. Paparan terhadap bahan kimia atau unsur lainnya, bahan kimia yang terkena
kulit dapat mengurangi kadar minyak pada kulit akibatnya penguapan air dari
kulit akan semakin cepat (Prianto, 2014).

2.6 Emulsi
Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan
yang tidak tercampur, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globul
dalam cairan lainnya (Anief, 1983).
Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak,
dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir- butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air
dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a), jika fase
dispersi merupakan fase yang tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase
kontinyu. Jika terjadi sebaliknya maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air
dalam minyak (a/m). Dalam sediaan emulsi kosmetika, biasanya fase air dan fase
minyak bukan merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut
kemungkinan mengandung beberapa macam komponen. Pada umumnya, sebagian
besar kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air, karena mudah
menyebar pada permukaan kulit. Dengan pemilihan formula yang tepat, akan
diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket (Ditjen POM, 1985).
Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt (1994) , adalah:
1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit
2. Memberi efek dingin terhadap kulit
3. Tidak menyumbat pori-pori kulit
4. Bersifat lembut
5. Mudah dicuci dengan air sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit.

2.7 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih di
tujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaiaan luar (Ditjen POM, 1979).
Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi W/O seperti cold cream.
b. Emulsi minyak dalam air atau O/W seperti vanishing cream.

2.8 Basis Krim
Bahan dasar berfungsi sebagai campuran dasar bahan aktif yang
memudahkan penyerapan dan penyebaran bahan aktif kepada target jaringan yang
diinginkan. Syarat utama bahan dasar adalah tidak boleh mengubah fungsi dan
struktur dasar bahan aktif yang terdapat dalam sebuah produk kosmetik (Prianto,
2014).
Ada beberapa bahan dasar yang sering digunakan dalam pembuatan krim,
di antaranya sebagai berikut:
a. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak dan bersifat asam.
Contohnya, asam stearat, adepslanae, parafin cair, parafin padat, minyak
lemak, vaselin, setil alkohol, dan sebagainya.
b. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air dan bersifat basa. Contohnya,
Natrium tetraborat, trietanolamin (TEA), NaOH,KOH, gliserin, polietilenglikol
(PEG).
c. Pengemulsi, bahan pengemulsi yang digunakan dalam krim disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau dikehendaki. Misalnya,
lemak bulu domba, cetaseum, stearil alkohol.

Universitas Sumatera Utara

d. Pengawet, yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas sediaan.
Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin)
0,12-0,18% dan propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%.
e. Pendapar, yaitu bahan yang digunakan untuk mempertahankan pH sediaan.
f. Antioksidan, yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh (Widodo, 2013).

2.9 Pelembab
Kulit merupakan organ tubuh yang paling cepat kekurangan cairan, hal ini
disebabkan oleh penguapan akibat paparan sinar matahari dan serangan polusi
serta radikal bebas. Kulit tubuh yang tidak dirawat dapat menjadi kering dan
bersisik, maka salah satu usaha untuk memperbaikinya adalah dengan
menggunakan pelembab kulit (Fauzi dan Rina, 2012).
Pelembab kulit termasuk kedalam kosmetik yang bertujuan untuk memelihara
kulit (Prianto,2014). Pelembab bekerja dengan cara menjaga kandungan air di
lapisan kulit paling luar. Karakter utama sebuah pelembab ditentukan oleh kadar
minyaknya. Krim kental baik untuk kulit kering, sedangkan yang encer dan lotion
cocok untuk kulit berminyak karena kandungan airnya lebih banyak (Jaelani,
2009).
Secara umum pelembab tubuh (moisturizer) dapat dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu body lotion, body cream, dan body butter. Pelembab dalam bentuk
krim lebih pekat dibanding lotion dan mengandung lebih banyak minyak
pelembab. Pelembab dalam bentuk sediaan krim ini paling baik untuk kulit yang
kering, seperti lengan dan kaki yang tidak memiliki banyak kelenjar minyak

Universitas Sumatera Utara

dibanding dada dan punggung. Krim tubuh yang menggunakan bahan alami
menjadi alternatif terbaik untuk perawatan kulit (Fauzi dan Rina, 2012).
Menurut Prianto (2014), kegunaan pelembab adalah sebagai berikut:
a. Mencegah kerusakan tekstur kulit yang disebabkan oleh kulit yang kering.
b. Melindungi bagian atas kulit dengan minyak yang merupakan lapisan
pelembab dari kotoran dan debu.
c. Memberikan warna kulit yang cerah, kulit wajah terlihat lebih elastis dan segar.
Kerutan kulit muka tidak terlihat jelas dikarenakan permukaan kulit terangkat
ke atas oleh adanya efek pelembab.
Ada dua bahan utama yang sering digunakan dalam pelembab yaitu
oklusif dan humektan. Oklusif adalah suatu unsur yang berperan dalam
memproduksi lapisan minyak di atas permukaan kulit. Peran oklusif adalah untuk
mencegah peguapan air dari dalam kulit. Oklusif adalah bahan minyak yang
didapat dari hewan, mineral dan tumbuh-tumbuhan(Prianto, 2014).
Humektan adalah suatu bahan utama dalam pelembab yang dapat
menyerap air. Golongan bahan ini dapat menyerap air ke bagian dalam lapisan
keratin sehingga menambah konsentrasi air dalam kulit. Penggunaan humektan
diperuntukkan daerah yang memiliki kelembaban udara yang tinggi karena fungsi
dasarnya adalah menarik air dari luar ke dalam kulit (Prianto, 2014). Zat-zat yang
bersifat humektan adalah gliserin, propilen glikol, sorbitol, gelatin, asam
hialuronat, dan beberapa vitamin (Wasitaatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara