Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua

PERAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN
(Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) DI BARAWAI
KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA

EDOWARD KRISSON RAUNSAY
P052110131

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudulPeran Masyarakat dalam
Pelestarian (Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten
Kepulauan Yapen Provinsi Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Edoward Krisson Raunsay
P 052 110 131

RINGKASAN
EDOWARD KRISSON RAUNSAY: Peran Masyarakat dalam Pelestarian(Paradisea minor

jobiensis Rothcshild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua.
Dibawah bimbingan AKHMAD ARIF AMIN dan AGUS PRIYONO KARTONO.
Cenderawasih kuning kecil (Paradisea minor jobiensis Rothcshild, 1897)
merupakan salah satu cenderawasih terindah yang ada di Papua khususnya di
Kepulauan Yapen dan merupakan spesies yang saat ini terancam kepunahannya. Peran
masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis di Barawai sangat penting. Tujuan dari
studi ini adalah untuk mengukur seberapa besar peran masyarakat dalam pelestarian
P.m.jobiensis, mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi peran masyarakat dan
menghitung jumlah populasi P.m.jobiensisdan menganalisis struktur dan komposisi

vegetasi serta manfaatnya bagiP.m.jobiensis di kawasan hutan Imbowiari Barawai.
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif non parametrik berdasarkan kuesioner
yang diberikan kepada responden dan observasi lapangan, dan akan dianalisis dengan
rank Spearman. Pengamatan P.m.jobiensisdilakukan dengan menggunakan metode garis
transek, sedangkan struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagi
P.m.jobiensismenggunakan metode garis berpetak. Pengamatan dilakukan pada
kawasan hutan Imbowiari Barawai.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat peran masyarakat Desa Barawai dan
Waindu tentang pelestarian P.m.jobiensis secara keseluruhan dikategorikan sedang
(77%) sedangkan berdasarkan lokasi penelitian sebagian besar masih tergolong rendah,
namun terdapat tingkat peran yang tinggi pada Desa Waindu (100%). Usia responden
dan lama tinggal memiliki korelasi positif dengan peran masyarakat, sedangkan tingkat
pendapatan dan jumlah anggota keluarga memiliki korelasi negatif dengan peran
masyarakat dalam pelestarian P.m.jobiensis.Secara keseluruhan usia dan tingkat
pendidikan tidak memiliki hubungan nyata dengan peran masyarakat. Berdasarkan
lokasi penelitian tingkat pendapatan di Desa Waindu dan jumlah anggota keluarga dan
lama tinggal di Desa Barawai memiliki hubungan nyata dengan peran masyarakat.
Adanya hubungan antara usia responden dan tingkat pendidikan dengan peran
masyarakat di kedua desa menunjukkan bahwa semakin tinggi usia dan tingkat
pendidikan maka semakin rendah tingkat peran dalam pelestarian P. m. Jobiensisdan

sebaliknya.
Jumlah populasi burung cenderawasih yang ada di kawasan hutan Imbowiari
adalah 55 individu, dimana jantan 32individu dan betina 23 individu, dengan rata-rata
jumlah populasi P.m.jobiensis adalah 2,2 ekor/ha. Hasil analisis struktur dan komposisi
vegetasi serta manfaatnya menunjukkan bahwaada 20 spesies dalam 14 famili untuk
tingkat semai dengan keragaman 2,71%; 25 spesies dalam 15 famili tingkat pancang
dengan keragaman 2,47%; 26 spesies dalam 17 famili tingkat tiang dengan keragaman
3,07%; 37 spesies dalam 24 famili dengan tingkat keragaman 2,80%.
Kata Kunci: Barawai, habitat, Paradisea minor jobiensis, populasi

SUMMARY
EDOWARD KRISSON RAUNSAY: People Role in conserving Paradisea minor jobiensis

Rothcshild, 1897) in Barawai, Yapen islands regency, Papua province. Supervised by
AKHMAD ARIF AMIN and AGUS PRIYONO KARTONO.
A small yellow paradise bird, (Paradisea minor jobiensis Rothcshild, 1897), is
a beautiful paradise bird existing in Papua especially in Yapen islands, and also a
threatened species to be extinct currently. Community role in conserving P. m. jobiensis
in Barawai is very important. The research aims to measure how much community role
in protecting P. m. jobiensis, to know which factors influencing people role, to estimte

population number of P. m. jobiensis, and to analyze structure and composition of
vegetation as well as its use for P. m. jobiensis in Imbowiari forest area, Barawai. This
research used non-parametric quantitative analysis based on questionnaires given to
respondences and field observation, and was analyzed by Spearman rank. Observing P.
m. Jobiensis was carried out using line transect method, meanwhile structure and
composition of vegetation and its use for P. m. jobiensis was done using line plot
method. Observation was held in Imbowiari forest area, Barawai.
The results show the level of community role in conserving P. m. jobiensis in
Barawai and Waindu is overall categorized to be moderate (77%), otherwise it entirely
is lower level based on each sites but people in Waindu has higher participation (100%)
than in Barawai in protecting P. m. jobiensis. Age of respondences and length of stay
correlate positively to community role, on the contrary, income level and family
members has negative correlation to community participation in conserving P. m.
jobiensis. Overall age and education level have no significant relation to people role.
Based on site research, income level in Waindu, and family members as well as length
of stay in Barawai influence significantly to participation of people. Age of respondence
and education level have correlation to people role in both villages. The higher age of
respondence and education level, the lower people participation in conserving P. m.
jobiensisand conversely.
The population number of P. m. jobiensis existing in Imbowiari forest area is 55

individuals comprising 32 males and 23 females, and the average of population number
of P. m. jobiensis is 2.2 ind./ha. The anlysis result of structure and composition
vegetation as well as it uses show seedlings stage consists of 20 species and 14 families
with diversity 2.71%; sapling sstage comprises 25 species and 15 families with diversity
2.47%; poles stage contains 26 species and 17 families with diversity 3.07%; and trees
stage comprises 37 spcies and 24 families with diversity 2.80%.
Keywords: Barawai, habitat, Paradisea minor jobiensis, population

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; pengutipan
tidak tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB

PERAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN
(Paradisea minor jobiensis Rothschild, 1897) DI BARAWAI
KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN PROVINSI PAPUA


EDOWARD KRISSON RAUNSAY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Evrizal Amzu, MS

Judul Penelitian : Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor jobiensis
Rothschild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi

Papua
Nama

: Edoward Krisson Raunsay

NRP

: P052110131

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr drh Akhmad Arif Amin
Ketua

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi

Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof DrIrCecep Kusmana, MS

Dr IrDahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 06 Mei 2014

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih,

berkat dan tuntunan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis dengan judul “Peran Masyarakat dalam Pelestarian (Paradisea minor
jobiensis Rothcshild, 1897) di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua”
disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis yakin bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak penulisan
tesis ini tidak berhasil. Oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bapak Dr drh Akhamad Arif Amin dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi
selaku ketua dan anggota pembimbing atas segala waktu, pemikiran, arahan dan
bimbingannya mulai dari penulisan proposal penelitian sampai diselesaikannya
penulisan tesis ini. Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain dengan penuh
kerendahan hati penulis menaruh rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada
kedua pembimbing yang selama ini dengan sabar dan kasih telah membantu
penulis.
2. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor atas semua fasilitas
yang disediakan bagi penulis.
3. Rektor, Dekan FKIP dan Ketua Program Studi Pendidikan Biologi UNCEN yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh perkuliahan di
Institut Pertanian Bogor.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Republik Indonesia yang telah
memberikan biaya studi selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
5. PEMDA Provinsi Papua yang telah memberikan bantuan biaya studi selama
pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
6. LPMAK Freeport Indonesia yang telah memberikan bantuan biaya penelitian dan
penulisan tesis.
7. PEMDA Kabupaten Kepulauan Yapen dan Pemerintah Kampung Barawai yang
telah memberikan ijin dan kemudahan untuk melaksanakan penelitian.
8. Istri tercinta Yanti Gamai, S.Pd dan anak tersayang Juanio Hofnirilius Raunsay atas
doa, motivasi, kesabaran, ketabahan, kasih sayang dan pengorbanannya selama
penulis menempuh studi.
9. Keluarga besar Raunsay/Ayomi/Kogoya/Kbarek atas doa dan perhatian serta
bantuan selama ini kepada penulis. Secara khusus kepada Ayah dan Ibu serta
kakak dan adik Lani, Viki dan Lia yang senantiasa memberikan bantuan serta
suport selama penulis menjalani studi.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 (PSL) atas segala dukungan, motivasi
dan kebersamaan selama penulis menempuh studi dan menyelesaikan penulisan ini.
11. Rekan-rekan forum Pascasarjana Papua yang telah memberikan dukungan, motivasi

dan semangat selama penulis menjalani studi di Bogor dan proses penulisan tesis.
12. Ucapan terima kasih pula kepada Almamaterku Institut Pertanian Bogor.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari setiap pembaca yang bersifat membangun sangatlah
penulis mengharapkan demi penyempurnan tulisan ini. Penulis berharap kiranya tulisan
ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2014
Edoward Krisson Raunsay

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Kerangka Pemikiran
1.3 Perumusan Masalah
1.4 Tujuan Penlitian
1.5 Manfaat Penelitian
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Masyarakat
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat
2.3 Peran Masyarakat dalam Konservasi
2.4 Habitat
2.5 Kerusakan Habitat
2.6 Pohon Pakan dan Pohon Sarang
2.7 Tingkah Laku
2.8 Populasi dan PenyebaranP. m. jobiensis
III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah
3.2 Iklim
3.3 Topografi dan Tanah
3.4 Penggunaan Lahan
3.5 Flora dan Fauna
3.6 Kondisi Sosial Masyarakat Lokal
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2 Bahan dan Alat
4.3 Jenis dan Sumber Data
4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Peran Masyarakat dalam Pelestarian P. m. jobiensis
4.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat
4.4.3 PopulasiP. m. jobiensis
4.4.4 Habitat P. m. jobiensis
4.5 Teknik Analisis Data
4.5.1 Peran Masyarakat dalam PelestarianP. m. jobiensis
4.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat
4.5.3 Jumlah PopulasiP. m. jobiensis
4.5.4 HabitatP. m. jobiensis
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Peran Stakeholders dalam Pelestarian P. m. jobiensis
5.1.1 Peran Pemerintah dalam PelestarianP. m. jobiensis
5.1.2 Peran LSM dalam PelestarianP. m. jobiensis

xiii
xiii
xiv
1
1
2
3
3
4
5
5
5
6
7
7
8
9
10
11
11
12
13
13
14
14
16
16
16
17
19
19
21
21
21
22
22
23
24
24
25
25
25
25

5.1.3 Peran Masyarakat (Kelompok Dorei Jaya) dalam Pelestarian P. 26
m. jobiensis
5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Masyarakat
26
5.2.1 Kelas Usia Responden
26
5.2.2 Tingkat Pendidikan
27
5.2.3 Tingkat Pendapatan
29
5.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
29
5.2.5 Lama Tinggal
30
5.3 Populasi P. m. jobiensis
31
5.4 HabitatP. m. jobiensis
34
5.4.1 Vegetasi Sumber Pakan
37
5.4.2 Vegetasi tempat Bermain
39
5.4.3 Vegetasi Sarang
39
5.4.4 Vegetasi tempat Kawin
41
5.4.5 Vegetasi tempat Beristirahat
41
5.5 Pembahasan Umum
41
VI PENUTUP
43
6.1 Kesimpulan
43
6.2 Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Letak geografis, klasifikasi dan letak desa/kelurahan menurut kode dan
nama desa
Kondisi penutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Yapen
Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian
Kategori nilai tingkat peran responden di lokasi penelitian
Kategori usia responden di lokasi penelitian
Hubungan usia dengan tingkat peran
Kategori tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian
Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat peran
Kategori tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian
Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat peran
Kategori jumlah anggota keluarga responden di lokasi penelitian
Hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat peran
Kategori lama tinggal responden di lokasi penelitian
Hubungan lama tinggal di lokasi penelitian
Beberapa jenis vegetasi yang dimanfaatkan P. m. jobiensis berdasarkan
titik perjumpaan
Jumlah frekuensi vegetasi sumber pakan, tempat bermain, beristirahat,
sumber sarang dan tempat kawin
Perjumpaan P. m. jobiensis
INP jenis vegetasi dominan
Famili yang dominan pada setiap tingkatan
Vegetasi sumber pakan P. m. jobiensis
Vegetasitempat bermain P. m. jobiensis
Vegetasi bahan pembuatan sarang

12
14
18
26
27
27
27
28
29
29
30
30
30
31
33
33
34
35
35
38
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka pemikiran
Persentase luas wilayah setiapa Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Yapen
Persentase luas wilayah setiap Desa di Kecamatan Raimbawi
Jumlah hari hujan di Kabupaten Kepulauan Yapen tahun, 2011
Peta Provinsi Papua
Peta Kabupaten Kepulauan Yapen
Lokasi penelitian
Desain unit contoh pengamatanpopulasi metode garis transek
Desain petak-petak contohdi lapangan dengan metode garis berpetak
Keragaman masing-masing tingkatan pertumbuhan
Sarang burung cenderawasih pada tumbuhan Asplenium nidus dan
Elaeocarpus sphaericus

3
11
11
12
16
16
16
21
22
36
40

DAFTAR LAMPIRAN

1 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat
pertumbuhan semai
2 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat
pertumbuhan pancang
3 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat
pertumbuhan tiang
4 Indeks nilai penting dan indeks Shannon-Wiener vegetasi tingkat
pertumbuhan pohon
5 Petak plot pengamatan vegetasi
6 Pengukuran diameter pohon
7 Tegakan pohondi lokasi penelitian
8 Pohon bermain cenderawasih
9 Pengukuran dan pencatatan diameter dan ketinggian pohon
10 Tim pengamatan vegetasi
11 Tim pengamatan burung
12 Pohon sarang P. m. jobiensis
13 Tangga manual pengamatan dan pengukuran tinggi letak sarangP. m.
jobiensis
14 Proses pengamatan sarang burung dan vegetasi penyusun sarang
15 Burung cenderawasih P. m. jobiensis
16 Kondisi desa Barawai
17 Kondisi perumahan dan jalan di Barawai
18 Lokasi satwa pohon bermain P. m. jobiensis

48
49
51
53
55
55
56
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
60

1

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minat masyarakat umum untuk melindungi keanekaragaman hayati semakin
meningkat belakangan ini. Baik ilmuwan maupun masyarakat menyadari bahwa saat ini
kita berada dalam periode kepunahan keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Keanekaragaman spesies di dunia mengalami penurunan drastis selama 30.000 tahun
terakhir ketika manusia menunjukkan dominansinya. Pada saat ini sebanyak 40% dari
total produktivitas primer yang berasal dari lingkungan dapat digunakan oleh manusia.
Jumlah ini mewakili 25% jumlah total produktivitas bumi (Indrawan et al. 2007).
Namun sampai saat ini kepunahan hampir sepenuhnya dipengaruhi oleh aktivitas
manusia.Oleh karena itu saat ini dunia sedang berada di tengah-tengah kepunahan
keenam yang disebabkan oleh manusia (Wilson 1989; Leakey & Lewin 1996; Lovei
2001).
Aktivitas manusia telah menghilangkan keanekaragaman hayati dalam jumlah
yang sulit diukur dan tidak dapat diprediksi nilai kerugian sosial, ekonomi dan
ekologisnya. Diperkirakan 15 - 20% dari 10 juta sampai 30 juta spesies tumbuhan dan
satwa di dunia punah antara tahun 1980 sampai 2000. Ditaksir ratusan jenis akan punah
setiap hari dalam 20-30 tahun yang akan datang. Hilangnya habitat alamiah masih
merupakan penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati. Ironisnya kepunahan
tertinggi justru menimpa daerah tropis, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati
dunia di mana dua pertiga kekayaan keanekaragaman hayati dunia berada
(Perbatakusuma et al. 2010).
Berdasarkan data pada International Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN), burung cenderawasih dikategorikan kedalam status beresiko
rendah (IUCN 2000), sedangkan menurut CITES termasuk ke dalam Apendiks II.
Populasi burung cenderawasih kuning kecil diduga sedang mengalami penurunan.
Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya berbagai ancaman yang secara langsung
mempengaruhi keberadaan burung cenderawasih seperti perburuan liar.Kegiatan
perburuan liar masih terus terjadi hingga saat ini meskipun satwa ini telah berstatus
dilindungi.
Untuk menjaga eksistensi sekaligus memulihkan populasi burung cenderawasih,
maka perlu peran dan partisipasi masyarakat dalam melestarikan burung cenderawasih.
Salah satu bentuk peran masyarakat yang dapat dilakukan adalah pembinaan habitatP.
m. jobiensis di hutan alam dengan cara menjaga dan memelihara habitatnya. Hal ini
karena keberadaan burung cenderawasih sangat bergantung pada kondisi habitat yang
dapat menyediakan sumber pakan, tempat kawin, bersarang, bermain dan tempat untuk
aktivitas sosial. Peran serta masyarakat terhadap pelestarian burung cenderawasih
kuning kecil merupakan suatu bentuk interaksi sosial dimana ada upaya yang dilakukan
oleh orang atau kelompok tertentu untuk menjaga dan melestarikan cenderawasih.
Menurut Indriyanto (2006) habitat merupakan tempat bagi suatu makhluk hidup
dimana habitat tersebut diperuntukan untuk berlindung, mencari pakan, air, berkembang
biak serta ruang lingkup hidup. Menurut Warsito & Yuliana (2007), serta Warsito &
Bismark (2010) habitat merupakan suatu komponen di alam yang sangat penting bagi
suatu satwa. Oleh karena itu untuk melindungi burung cenderawasih kuning kecil
tersebut adalah dengan cara menjaga dan memelihara habitatnya. Jika habitat tersebut
terganggu maka keberadaan cenderawasih tersebut akan terancam pula.

2

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, manusia dengan cepat mengubah
lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya (Indrawan et
al. 2007), baik melalui eksploitasi sumber daya alam maupun pembukaan hutan untuk
perkebunan, perladangan, pertanian dan lainnya. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan
hidup manusia melalui aktivitas tersebut maka akan terjadi perubahan habitat yang
selanjutnya menimbulkan ancaman bagi kelestarian populasi cenderawasih kuning
kecil. Ancaman kelestarian juga dapat terjadi akibat adanya kompetitor dan predator,
dimana ancaman tersebut dapat mengakibatkan berpindahnya burung dari habitat
tertentu atau bahkan terjadi kepunahan. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu
dilakukan penelitian tentang Peran Masyarakat dalam Pelestarian Paradisea minor
jobiensis Rothschild, 1897di Barawai Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua.
1.2 Kerangka Pemikiran
Di bagian tenggara pulau Yapen, terdapat sebuah pemukiman bernama desa
Barawai. Warga DesaBarawai ini mayoritas menaruh kepedulian yang besar terhadap
pelestarian burung cenderawasih kuning kecil. Berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan maka Desa ini terletak di Kecamatan Raimbawi Kabupaten Kepulauan
Yapen.
Burung cenderawasih kuning kecil merupakan satwa yang salah satu tempat
penyebarannya di Kabupaten KepulauanYapen. Populasi burung tersebut kini termasuk
hampir punah. Ancaman kepunahan secara langsung dipengaruhi oleh adanya
peningkatan perburuan liar seiring dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap
burung cenderawasih. Secara tidak langsung, ancaman kepunahan berasal dari aktivitas
masyarakat seperti perkebunan, perladangan dan perburuan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup merupakan ancaman bagi kelestarian burung cenderawasih.
Terganggunya habitat,aktivitas sosial, habitat kawin, habitat bersarang dan sumber
pakan merupakan ancaman bagi kelestarian burung cenderawasih kuning kecil.
Meskipun keberadaan burung cenderawasih yang dikategorikan berstatus
dilindungi (termasuk oleh pemerintah daerah dimana habitat dan jenis burung berada),
namum perburuan liar masih tetap berjalan hingga saat ini. Potensi keindahan
morfologis, keunikan tingkah laku, kemerduan suara, sertadimanfaatkan oleh
masyarakat untuk kegiatan adat, maka burung cenderawasih memiliki daya tarik
tersendiri yang menyebabkan perburuannya sering dilakukan untuk diperdagangkan.
Dengan demikian keberadaan burung cenderawasih semakin hari semakin berkurang
populasinya, bahkan dikhawatirkan berkurang pula keragaman jenisnya.
Demi menjaga eksistensi dan memulihkan populasi burung cenderawasih, maka
perlu adanya peran dan pastisipasi masyarakat dalam melestarikan burung cenderawasih
yaitu dengan menjaga dan melindungi kualitas dan kuantitas habitat burung
cenderawasih, meniadakan perburuan liar, serta usaha-usaha pelestarian lainnya seperti
mengikuti pendidikan konservasi. Kerangka pemikiran penelitian peran masyarakat
dalam pelestarian P. m. jobiensis disajikan pada Gambar 1.

3

Populasi penduduk Kecamatan
Rambawi (Barawai dan Waindu)

Faktor yang
mempengaruhi
peran masyarakat
(kuantitatif:
wawancara,
kuesioner)

Pemenuhan
kebutuhan hidup

Kawasan hutan di
Desa Barawai

Aktivitas
Masyarakat
Perkebunan

Usia
Usia

Perladangan

Pendidikan
Pendidikan

Perburuan

Habitat
(Metode garis
berpetak)

Populasi
(metode garis
transek)

Pendapatan
Pendapatan
Jumlah
Jumlah anggota
anggota
keluarga
keluarga

Tempat Tempat
istirahat kawin

Tempat
bermain

Sumber
sarang

Sumber
pakan

Lama
Lama tinggal
tinggal
Pelestarian
P. m. jobiensis

Peran serta: pemerintah, masyarakat,
LSM, dan kelompok pencinta
cenderawasih (deskriptif kuantitatif :
wawancara, kuesioner)

Gambar 1 Kerangka pemikiran

1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
a) Seberapa besar peran masyarakat dalam melestarikan P. m.jobiensis di Barawai ?
b) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran masyarakat ?
c) Bagaimana jumlah populasi P. m. jobiensisdi Barawai ?
d) Bagaimana struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagiP. m. jobiensisdi
kawasan hutan Imbowiari Barawai ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tentang peran masyarakat dalam pelestarian P. m. jobiensis ini adalah:
a) Mengukur seberapa besar peran masyarakat dalam melestarikan P. m. jobiensis.
b) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat.
c) Menghitung jumlah populasi P. m. jobiensisdi Barawai.
d) Menganalisis struktur dan komposisi vegetasi serta manfaatnya bagi P. m. jobiensis
di kawasan hutan Imbowiari Barawai.

4

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
a) Masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Yapen dalam membuat
kebijakan dan memaksimalkan pengelolaan kawasan hutan Imbowiari sebagai
habitat P. m. jobiensis.
b) Data dasar bagi penelitian lanjutan.
c) Alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ancaman terhadap keberadaan
kelestarian P. m. jobiensis.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Masyarakat
Peran atau partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang
menjadi perhatian dalam kajian sosiologi dan beberapa disiplin ilmu lainnya. Sebagai
suatu istilah, maka peran atau partisipasi mempunyai berbagai pengertian dan batasan
yang perlu dipahami (Simatupang 2000).
Beberapa pengertian tentang peran atau partisipasi oleh beberapa ahli diartikan
sebagai suatu upaya masyarakat dalam suatu kegiatan, dan bila dikaitkan dengan suatu
pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta masyarakat dalam suatu
kegiatan atau pembangunan. Pengertian peran atau partisipasi menurut Wardojo (1992)
merupakan keikut-sertaan masyarakat baik dalam bentuk peryataan maupun kegiatan,
dimana keikut-sertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara
individu atau kelompok masyarakat lain dalam suatu pembanguan.
Peran atau partisipasi oleh banyak ahli dikaitkan dengan bagaimana suatu upaya
mendukung program pemerintah dan upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaannya
berasal dari pemerintah dan partisipasi tersebut dapat diartikan sebagai suatu bentuk
keikutsertaan masyarakat dalam program pemerintah (Rahardjo 1985). Menurut
Hanafiah (1982), peran serta masyarakat tidak hanya sebatas tingkat lokal seperti turut
serta, bersama atau individu dalam proyek pemerintah, tetapi peran tersebut harus lebih
luas. Peran serta harus meliputi segenap kehidupan masyarakat dalam segala bentuk
komunikasi sosial. Di sisi lain peran masyarakat juga merupakan suatu bentuk inisiatif
dari perorangan atau kelompok masyarakat tertentu dalam upaya untuk menjaga atau
melestarikan sumber daya tertentu.
Peran atau partisipasi menuntut adanya keikut-sertaan seseorang atau kelompok
dalam suatu kegiatan. Keikut-sertaan atau keterlibatan seseorang dapat secara langsung
dan tidak langsung. Keterlibatan secara langsung, misalnya ikut serta langsung
melaksanakan suatu kegiatan (terlibat secara fisik); sedangkan keterlibatan secara tidak
langsung, misalnya seseorang secara fisik tidak ikut terlibat dalam suatu kegiatan tetapi
memberikan bantuan material atau sumbangan pikiran dalam kegiatan tersebut(Akhyar
1994).
Berdasarkan pengertian peran ataupun partisipasi masyarakat seperti yang telah
diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran atau partisipasi merupakan
suatu bentuk tindakan atau keikut-sertaan/keterlibatan masyarakat secara aktif baik
moril maupun materil, bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu yang didalamnya
menyangkut kepentingan individu. Dengan demikian terlihat jelas bahwa peran serta
masyarakat menjadi demikian pentingnya di dalam setiap bentuk kegiatan
pembangunan. Hal ini karena dengan adanya dukungan masyarakat yang saling
berinteraksi senantiasa memberikan harapan ke arah berhasilanya suatu kegiatan.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran atau Partisipasi Masyarakat
Menurut Sastroputro (1988), ada tiga hal yang mempengaruhi peran atau
partisipasi masyarakat, yakni: (1) keadaan sosial masyarakat, (2) kegiatan program
pembangunan dan (3) keadaan alam sekitar. Keadaan sosial masyarakat meliputi
pendidikan, pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan dalam sistem sosial. Kegiatan
program pembangunan merupakan kegiatan yang merumuskan dan dikendalikan oleh

6

pemerintah, sedangkan alam sekitar mencakup faktor fisik atau keadaan geografi daerah
yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat tersebut.
Pandangan lain menurut Pangesti (1995), faktor yang mempengaruhi tingkat
partisipasi seseorang meliputi: (1) faktor internal yang mencakup ciri-ciri atau
karakteristik individu dan (2) faktor eksternal yang merupakan faktor luar karakter
individu. Faktor internal antara lain: umur, pendidikan formal maupun nonformal, luas
lahan garapan, pendapatan dan pengalaman berusaha; sedangkan faktor eksternal
meliputi: hubungan antara pengelola dengan petani penggarap, pelayanan pengelola dan
kegiatan penyuluhan. Ada dua faktor penghambat untuk meningkatkan peran serta
masyarakat di Indonesia, yaitu faktor sosial dan budaya. Jika dikaji secara sosiologis,
rendahnya tingkat pendidikan serta terbatasnya akses untuk mendapat informasi akan
mempengaruhi tingkat atau kadar partisipasi, akibatnya akan mempersulit masyarakat
dalam membayangkan dampak apa yang akan terjadi sebagai imbas dari suatu proyek.
Dari segi budaya, masih mendorong orang untuk menghindari perbedaan pendapat
dengan pemerintah maupun pimpinan panutan lainnya (Hadi 1995).
Kemampuan dan tingkat peran seseorang atau suatu kelompok dalam suatu
kegiatan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Beberapa fakta menunjukkan bahwa
partisipasi sangat erat kaitannya dengan latar belakang karakteristik individu yang
bersangkutan. Menurut Madrie (1986), tingkat pendidikan, umurdan kesesuaian
kegiatan dengan kebutuhan merupakan faktor pribadi yang dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.
Masyarakat akan dapat berpartisipasi jika memiliki pengetahuan dan kemampuan
tentang kegiatan tersebut. Rendahnya tingkat pendidikan penghalang terhadap
keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tersebut diletakan dalam
jangkauan ruang lingkup mereka dan melibatkan persoalan-persoalan serta masalahmasalah yang menyangkut diri mereka sendiri. Kurang terdidiknya masyarakat secara
formal bukan berarti bahwa masyarakat tidak mempunyai pengetahuan dan kearifan
yang memberikan kemampuan untuk mengenal program-program atau kegiatan yang
akan membantu mencapai taraf hidup yang lebih baik. Proses peran serta, keterlibatan
dan pengawasan oleh masyarakat akan mengarah pada penentuan taraf hidup yang lebih
baik bagi masyarakat itu sendiri (Schoorl 1984).
2.3 Peran Masyarakat dalam Konservasi
Pada umumnya masyarakat tradisional sangat mengenal dengan baik lingkungan
sekitarnya. Mereka hidup berdampingan secara harmonis di berbagai ekosistem
alami,sehingga mengenal berbagai cara memanfaatkan sumberdaya alam secara
berkelanjutan. Bentuk peran masyarakat dalam konservasi dapat berupa konservasi
langsung maupun konservasi tidak langsung. Konservasi langsung adalah upaya
pencadangan suatu kawasan agar terbatas dari gangguan aktivitas manusia. Upaya
konservasi langsung dalam hal ini adalah larangan masyarakat melakukan aktivitas di
dalam kawasan tersebut. Konservasi tidak langsung merupakan upaya pengembangan
peran dengan karakteristik dan tingkat daya dukung alam di tempat yang bersangkutan
(Indrawan et al. 2007).

7

2.4 Habitat
Habitat adalah tempat hidup dimana suatu organisme atau individu biasanya
ditemukan dan berkembangbiak secara alami. Oleh karena itu untuk menjamin
kelestariannya maka kelangsungan dari setiap hubungan didalam sistem tersebut harus
dipertahankan sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta dapat
menyediakan berbagai kebutuhan hidup satwa secara berkesinambungan (Paga 2012).
Ancaman utama terhadap keanekaragaman hayati adalah rusak atau punahnya suatu
habitat. Oleh karena itu untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan
menjaga dan memelihara habitat suatu satwa (Warsito &Yuliana 2007).Habitat
merupakan tempat suatu makhluk hidup dan berinteraksi dengan berbagai komponen,
yaitu komponen fisik yang terdiri atas air, tanah, topografi dan iklim (makro dan mikro)
serta komponen biologi yang terdiri atas manusia, tumbuhan dan satwa (Irwan 2003,
Smieth 1986).
Komponen habitat yang paling utama adalahpakan, air dan tempat berlindung.
Pakan dan air merupakan faktor pembatas bagi kehidupan mahluk hidup. Habitat juga
berfungsi sebagai tempat hidup, berkembangbiak dan tempat berlindung dari bahaya
serangan pemangsa (Alikodra 2002, Strorer & Usinger 1961). Kondisi kualitas dan
kuantitas habitat akan menentukankomposisi penyebaran dan produktivitas satwa.
Habitat dengan kualitas yangtinggi akan menghasilkan kehidupan satwa yang lebih
baik, sebaliknya habitatyang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi
satwa dengan dayareproduksi yang rendah (Alikodra 2002).
2.5 Kerusakan Habitat
Habitat sebagai suatu ekosistem harus tetap dipertahankan untuk memberi rasa
aman, nyaman serta ketersediaan kebutuhan hidup yang berkesinambungan. Apabila
keadaan habitat tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidup satwa, maka satwa tersebut
akan berpindah mencari tempat lain yang lebih memungkinkan untuk hidup dan
melangsungkan kehidupannya, atau bahkan keadaan tersebut dapat menyebabkan
kematian atau punahnya satwa (Odum 1993).
Habitat satwa seringkali mengalami kerusakan sehingga kuantitas dan kualitasnya
menurun. Kerusakan atau perubahan habitat satwa dapat disebabkan oleh aktivitas
manusia yang antara lain meliputi eksploitasi hutan, pembukaan hutan untuk pertanian,
perkebunan, perladangan. Kerusakan hutan juga dapat disebabkan oleh bencana alam,
kebakaran hutan, dan penggembalaan ternak (Alikodra 1976).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup maka, manusia dengan cepat
mengubah lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya
(Indrawan et al. 2007), baik melalui eksploitasi sumber daya alam maupun pembukaan
hutan untuk dijadikan daerah pemukiman, perindustrian, pertanian, perkebunan,
peladangan, perburuan dan lainnya. Menurut Warsito &Yuliana (2007) pemenuhan
kebutuhan hidup manusia akan memberi dampak buruk terhadap rusak atau punahnya
habitat.Campur tangan menusia terhadap sumber daya meskipun dalam skala kecil
dapat mempengaruhi satwa di dalamnya (Indriyanto 2006). Menurut Warmetan (2012),
ketersediaan habitat yang baik akan menentukan fluktuasi populasi burung
cenderawasih.Oleh karena itu untuk mengatasi penurunan populasi cenderawasih maka
perlu adanya penurunan perburuan liar, penebangan liar, pembukaan lahan pertanian
dan perkebunan dan juga perlu adanya pengelolaan yang intensif dari pemerintah daerah
dan masyarakat.

8

2.6 Pohon Pakan dan Pohon Sarang
Burung mempunyai daya adaptasi yang bervariasi terhadap berbagai jenis
makanan, baik makanan dari jenis tumbuhan maupun hewan. Sesuai dengan jenis
makanannya maka burung cenderawasih dapat dikelompokan ke dalam pemakan
serangga, pemakan tumbuhan, pemakan ikan, pemakan bangkai, dan burung predator.
Meskipun demikian suatu spesies burung biasanya hanya memakan satu atau dua jenis,
misalnya pemakan serangga pada saat tidak memungkinkan mendapatkan serangga,
maka dia dapat memakan buah (Pasquier 1977).
Burung cenderawasih memiliki pakan alami yang sangat bervariasi baik bentuk
maupun ukurannya. Pakan buah-buahan burung cenderwasih sangat bervariasi dan
berukuran kecil sampai sedang (rata-rata berdiameter 1 cm) (Beehler &Finch 1985).
Beehler (1983) mengklasifikasikan buah dari 31 jenis pohon pakan cenderawasih
kedalam 3 kelompok morfologi, yakni (1) bentuk fig (F) seperti buah kurma, (2) bentuk
drup (D) seperti buah beri atau pala, dan (3) bentuk apsule (C). Beberapa jenis pohon
yang buahnya dimakan oleh burung cenderawasih adalah Disoxylum sp. (C),
Endospermum sp. (D), Pandanus sp. (D), Myristica sp. (C), Aglaia sp. (C) dan Sterculia
sp. (C). Menurut Setio et al. (1998) ukuran buah yang disukai burung cenderawasih
seperti Disoxylum sp., Myristica sp., dan Ficus spp., adalah 5 mm x 6 mm–25 mm x 26
mm. Berdasarkan kandungan gizi lemak, protein dan karbohidrat maka pada ketiga jenis
tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut:Disoxylum sp. (35%, 13%, 6,6%),
Myristica sp. (75%, 6%, 1,9%) dan Ficus spp (5%, 5%, 1,6%).
Menurut Beehler & Dumbacher (1996), tipe buah dari Ficus spp, Podocarpus
mereifolius, Myristica spp, Chissocheton lasiocarpus, dan Disoxylum pettigrewianum,
adalah sebagai berikut:
Ficus spp; merupakan golongan buah basah, tipe buah sederhana dan memiliki biji
satu atau lebih, sifat ovarinya superior, sebagian atau seluruh kulit buahnya tetap
basah sampai masak dengan ukuran 5 mm x 6 mm–6 mm x 7 mm.
P. mereifolius; buahnya berdaging, banyak mengandung cairan, dengan kulit dalam
keras, ukuran buah 12 mm x 27 mm–13 mm x 32 mm.
Myristica spp; tipe buah sederhana, buahnya berasal dari satu ovari, seluruh kulit
buahnya kering dan keras merekah sepanjang garis tertutup pada waktu buah
masak, ukuran buah 18 mm x 24 mm–20 mm x 26 mm.
C. lasiocarpus; merupakan buah sederhana, buah berasal dari sat ovari, dalam satu
pishl, seluruh kulit, buahnya kering dan keras serta merekah sepanjang garis
tertentu pada waktu buah masak, ukuran buah 21 mm x 21 mm–31 mm x 31 mm.
D. pettigrewianum; tipe buah sederhana, buah berasal dari satu ovari, dalam satu
pishl, seluruh kulit, buahnya kering dan keras serta merekah sepanjang garis
tertentu pada waktu buah masak dengan ukuran buah 15 mm x 16 mm–25 mm x 26
mm.
Coveradalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat perlindungan,
beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Menurut Alikodra (1976) membagi fungsi
cover bagi satwa yaitu sebagai pelindung sarang, pelindung perkawinan, pelindung
wilayah peristirahatan, pelindung dari serangan pemangsa dan pelindung dari cuaca
yang buruk.
Fungsi cover bagi burung adalah sebagai tempat perlindungan dari cuaca buruk
seperti hujan deras, cuaca panas terik, angin kencang, dan untuk berlindung dari
predator (Andrewarta & Birch 1967).Cover ini kadang-kadang berbentuk sarang yang

9

dimanfaatkan untuk melindungi diri, telur dan anak-anaknya dari pemangsa dan dari
keadaan cuaca yang jelek selama musim berbiak (Welty 1982).
Pada umumnya burung cenderawasih membuat sarang di atas pohon yang besar
dan tinggi di perkebunan dataran rendah, pinggiran hutan, hutan dan pegunungan. Pola
sarang yang dibuat terlihat seperti mangkuk dan terbuat dari ranting-ranting pohon yang
ditutupi akar dan daun yang kering. Pembuatan sarang biasanya dilakukan oleh
cenderawasih betina. Jumlah telur yang dihasilkan umumnya 1-2 butir pada setiap
musim beriak. Namun demikian ada juga cenderawasih yang membuat sarang di atas
pohon pada tingkat pertumbuhan tiang dengan letak ketinggian sarang ± 3,80 m di atas
permukaan tanah.
2.7 Tingkah Laku
Tingkah laku merupakan sifat bawaan yang sempurna dimiliki oleh makhluk
hidup sejak lahir sebagai refleksi karakateristik spesies yang tidak berubah, tetapi
sebagian pola perilakunya berkembang dibawah pengaruh rangsangan lingkungan atau
karena proses belajar (Takandjandji et al. 2010). Tingkah laku merupakan faktor yang
berasal dari spesies itu sendiri dan nampak ketika spesies tersebut terlihat melakukan
aktivitasnya sehari-hari (Jumilawaty 2006). Menurut Maturbongs et al. (1994)burung
cenderawasih kuning kecil adalah satwa ovipar yang membuat sarang di batang
tumbuhan yang merambat membentuk mangkok. Letak sarang tersebut biasanya pada
pohon yang tinggi. Cenderawasih bertelur hanya sebutir, warnanya krem dengan garisgaris membujur serta bintik-bintik coklat kemerah-merahan dan kelabu keunguan,
dengan ukuran 36 cm x 36 cm.
Menurut Setio et al. (1998)tingkah laku perkawinan burung cenderawasih berawal
ketika dua ekor burung yang telah dewasa (jantan dan betina) melakukan percumbuan.
Aktivitas percumbuan umumnya terjadi pada bulan Agustus sampai September.
Percumbuan ini dilakukan dengan pembuatan sarang oleh burung betina pada
percabangan pohon. Bahan sarang berupa ranting kecil kering yang diatur sendiri oleh
burung betina membentuk sarang seperti mangkok. Pada bulan Oktober dan Desember
burung betina tersebut bertelur dan menghasilkan satu butir telur.
Aktivitas bermain cenderawasih biasanya membentuk kelompok hingga selusin
dengan beberapa anak di pucuk pohon (Rand &Gilliard 1967). Aktivitas bermain
dilakukan pada percabangan yang rendah. Aktivitas bermain pada jantan biasanya
diiringi dengan tarian yaitu merentangkan sayap, bulu dan kepala yang ditengkukkan ke
bawah memamerkan keindahan bulunya. Aktivitas biasanya dilakukan untuk menarik
perhatian betina.Betina akan mematuk bagian kepala individu jantan, tetapi tidak
dilanjutkan dengan perkawinan. Permainan berakhir dengan suatu teriakan seekor
pejantan dan diikuti oleh yang lainnya secara bergilir lalu terbang.
Suara burung cenderawasih biasanya dimulai dengan tiga sampai empat suara
yaitu waik, wik atau ka kemudian diikuti dengan suara wok. Ketika pejantan dalam
kondisi senang maka penjantan akan menyembunyikan suara seperti weerd weerd weerd
weerd. Jika suara dipadukan akan berbunyi wik wong wau wau dan qwer qwer qwer
qwer (Beehler et al. 1986).
Biasanya burung jantan yang masih muda datang ke tempat bermain. Mereka turut
bermain meskipun bulu-bulunya belum tumbuh sempurna. Pada saat demikian kadang
yang betinapun hinggap diam-diam ketika sang jantan tengah membentangkan sayapnya
membuat gerakan kaku atau kejang. Betinanya dengan gemas akan menggigit leher
jantan, namun permainan ini tidak dilanjutkan dengan perkawinan (Martubongs et

10

al.1994). Menurut Beehler et al.(1986) permainan tersebut pada akhirnya akan
dilanjutkan dengan perkawinan.
2.8 Populasi dan Penyebaran P.m. jobiensis
Menurut Alikodra (2002), populasi merupakan kumpulan organisme atau
individu-individu sejenis yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan
tetuanya dan berada pada wilayah serta waktu tertentu. Ciri khusus yang dimiliki
populasi adalah kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), kerapatan (densitas),
sebaran (distribusi) (Alikodra 2002). Menurut Ditjen PHPA (1993), di Papua terdapat
lebih dari 602 jenis burung dengan tingkat endemisitas 52% dan merupakan tingkat
endemik yang terbesar di Indonesia. Dari 43 jenis spesies burung cenderawasih yang
diketahui, 33 jenis diantaranya terdapat di PNG, 27 jenis terdapat di Papua, 4 jenis di
Australia, 2 jenis di Kepulauan Maluku dan Halmahera (Beehler et al.2001).
Menurut Setio et al. (1998), penyebaran burung cenderawasih di Papua hampir
tersebar merata dari bagian barat Papua dekat daerah kepala burung (Waigeo, Batanta,
Salawati, Misool, Gebe, dan Gagi),kepulauan teluk Cenderawasih (Biak, Numfor,
Meos, Num dan Yapen), dan Kepulauan Aru sampai barat daya Papua dengan kisaran
penyebaran berdasarkan ketinggian tempat 0-1000 m dpl. Cenderawasih jarang
ditemukan pada ketinggian 1600 m dpl.
Berdasarkan penelitian Warmetan (2012),populasi burung cenderawasih kecil P.
m. jobiensis yang dijumpai di beberapa daerah tenggara pulau Yapen sebanyak 540
ekor, yakni: di Aikakopa (Poom) 178 ekor, di Barawai 217 ekor, dan di Manapayuga
(Ambaidiru) 145 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa populasi P. m. jobiensis di Desa
Barawai cukup melimpah.

11

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah
Kabupaten Kepulauan Yapen secara administrasi merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Papua, dengan luas wilayah ±7.146,17 km² yang terdiri atas 12 kecamatan
dan terbagi dalam 123 desa (BPS 2010). Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Yapen
terletak antara 134°46’ dan 137°21’ BT serta antara 1°27’ dan 1°58’ LS. Wilayah
Kabupaten Kepulauan Yapen berbatasan dengan Selat Sorenarwa dan Kabupaten Biak
Numfor di sebelah utara, Selat Saireri-Kabupaten Waropen-Kabupaten Mamberamo
Raya di sebelah selatan, Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah timur, dan Kabupaten
Manokwari di sebelah baratnya (BPS 2010). Persentase luas wilayah berdasarkan
kecamatan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Persentase luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten Kepulauan Yapen
(Sumber: Kepulauan Yapen Dalam Angka BPS 2012b)
Kepulauan Yapen memiliki jumlah penduduk ± 3.418 jiwa. Kecamatan Raimbawi
dengan luas 70,00 km² atau dengan persentase sekitar 9%dan terdiri dari 6 desa yang
mayoritas terletak di pesisir kepulauan Yapen. Barawai merupakan suatu desa yang
berada di tenggara kepulauan Yapen dengan persentase luas desa sekitar 6,86% dengan
jumlah penduduk ± 213 jiwa atau 54 KK (BPS 2012a). Persentase luas setiap desa
dalam Kecamatan Raimbawi disajikan pada Gambar 3.
Aisau, 7.35%

Barawai, 6.86
%

Woda, 2.94%
Waindu, 5.88
%
Kororompui,
5.88%

Sawenui, 5.3
9%

Gambar 3 Persentase luas wilayah setiap desa di KecamatanRaimbawi
(Sumber: BPS 2012c)

12

Sebagian besar desa-desa yang terdapat di Kecamatan Raimbawi di luar kawasan
hutan dan termasuk pada desa pesisir. Letak dan klasifikasi desa yang ada di Kecamatan
Raimbawi di sajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Letak geografis, klasifikasi dan letak desa/kelurahan menurut kode dan nama
desa
Desa
Letak geografis
Letak desa
Barawai
Pesisir
Di luar kawasan hutan
Waindu
Pesisir
Di tepi kawasan hutan
Sawenui
Pesisir
Di luar kawasan hutan
Kororompui
Pesisir
Di luar kawasan hutan
Woda
Pesisir
Di luar kawasan hutan
Aisau
Pesisir
Di luar kawasan hutan
Sumber data: Kecamatan Raimbawi dalam angka, 2012 (BPS 2012a)
3.2 Iklim
Keadaan iklim di Kabupaten Kepulauan Yapen dipengaruhi oleh faktor ketinggian
dari permukaan laut rata-rata di atas 100 m, variasi topografi yang beragam dan
kelerengan di atas 30%, posisi astronomis dan letak geografis. Kondisi ini menyebabkan
kecamatan dan desa memiliki variasi cuaca yang berbeda setiap tahunnya.
Menurut klasifikasi Smitch-Ferguson wilayah kabupaten ini tergolong beriklim
tropis basal. Hal ini ditandai dengan kelembaban yang tinggi, suhu udara yang setiap
hari berubah-ubah sepanjang tahun, serta musim hujan yang dipengaruhi oleh musim
barat, timur dan selatan. Suhu udara maksimum 34,3 0C dan minimum 21,7 0C. Curah
hujan per tahun 2000 mm -3000 mm, rata-rata hari hujan per tahun 20,58 hari.
Kelembaban udara bulanan bervariasi tahun antara 80%–86%, curah hujanmaksimum
rata-rata mencapai 602 mm, curah hujan minimum rata-rata 109 mm, sedangkan ratarata intensitas curah hujan adalah 331,5 mm. Suhu udara rata-rata per bulan berkisar
pada 27 0C, dengan suhu minimum 23 0C dan suhu maksimum 34 0C (BPS 2012b).

Gambar 4 Jumlah hari hujan di Kabupaten Kepulauan Yapen tahun, 2011
(Sumber: BPS 2012b)

13

3.3 Topografi dan Tanah
Topografimerupakansuatugambarantentangtingkatkemiringandanketinggianlahan
daripermukaanlaut.Kondisikemiringanlahanmerupakansalahsatufactoryang
sangatmempengaruhikesesuaianlahanuntuksyarattumbuhsuatutanaman.Tingkat
kemiringanlahan di KepulauanYapensangatbervariasimulaidari datar hingga curam
dengan konfigurasi lahan bergelombanghinggaberbukit. Daerah pantai umumnya
memiliki kemiringan lahan berkisar antara 0–40%,sedangkandi daerah lainnya memiliki
kemiringanlahanantara 40%–60% dengan bentuk lahanbergelombanghinggaberbukit.
Kondisi kemiringan lahaninilebihdominan di KepulauanYapen.Kondisi topografi di
desa Barawai sebagian besar berupa dataran dengan kelas kemiringan lahan tergolong
landai (2%-8%) hingga sampai agak curam (16%-25%) (BPS 2012a).
Jenis tanah yang terdapat di pulau Yepen, termasuk di desa Barawai terutama
pada daerah datar antara lain adalah alluvial, orgnosol, clay humus, hidromorlfkelabu,
podsolik, dan lain-lain. Berdasarkan jenis tanah yang dimiliki menunjukkan bahwa
daerah ini cukup subur dan memungkinkan untuk pengembangan usaha pertanian.
Secara keseluruhan wilayah Pulau Yapen memiliki kedalaman efektif tanah
dikelompokkan dari kedalaman dangkal hingga agak dangkal. Wilayah terkecil yang
memiliki tingkat kedalaman 0–25 cm berada di wilayah Yapen Selatan yaitu seluas
32,25 km2, sedangkan wilayah terluas yang memiliki kedalaman efektif tanah berkisar
antara 26 cm–50 cm berada di Kecamatan Yapen Barat dengan luas sekitar 822,25 km2.
Untuk wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen, hampir secara keseluruhan sifat keasaman
tanahnya rata-rata berada antara 5,1–6,3 sampai dengan 7,3–8,5. Secara keseluruhan
wilayah, mayoritas tanah di Kabupaten Kepulauan Yapen bersifat netral dari timur
sampai ke barat Pulau Yapen. Wilayah yang mempunyai tanah basa terdapat di sebagian
Kecamatan Angkaisera, sebagian KecamatanYapen Barat dan sebagian Kecamatan
Yapen Utara (Kemenhut 2009).
3.4 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan yang berada di Kabupaten Kepulauan Yapen dapat
digolongkan kedalam beberapa tipe seperti hutan, persawahan, padang rumput/rawa,
tambak/kolam/empang dan perkampungan.Kabupaten Kepulauan Yapen juga memiliki
kawasan hutan yang tergolong kedalam tipe hutan hujan tropis dengan berbagai potensi
sumber daya keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Kekayaan
potensi sumber daya hutannya masih tinggi dan sangat bervariasi dengan berbagai ciri
khasnya. Sumber daya di pulau Yapen merupakan perpaduan dari beberapa ekosistem
utama pembentuknya, yaitu ekosistem pesisir pantai, ekosistem rawa, ekosistem dataran
rendah dan ekosistem dataran tinggi atau pegunungan.
Masing-masing ekosistem tersebut dapat dibedakan lagi menjadi beberapa sub
ekosistem berdasarkan peruntukannya. Berdasarkan fungsi peruntukannya, maka
kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Yapen terdiri atas Hutan Lindung (HL), Hutan
Produksi (HP), Hutan Produksi Tetap (HPT). Status penutupan lahan atau kawasan di
Kabupaten Kepulauan Yapen disajikan pada Tabel 2 (BPS 2012b).

14

Tabel 2 Kondisi penutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Yapen
No
Penggunaan lahan
Fungsi kawasan
Luas (ha)
HL
HP
HPT
1 Bandara/Dermaga
0
0
52
52
2 Hutan Lahan Kering Primer
12.858
0
54.955
67.813
3 Hutan Lahan Kering Sekunder
1.924
2.717
22.475
27.116
4 Hutan Mangrove Primer
0
0
138
138
5 Hutan Mangrove Sekunder
202
167
2.546
2.915
6 Hutan Rawa Sekunder
0
0
1.075
1.075
7 Permukiman
15
0
1.620
1.635
8 Pertanian Lahan Kering Campur
11
0
4.642
4.653
Semak
9 Semak/Belukar
52
1
273
326
10 Tanah Terbuka
37
0
95
132
11 Tubuh Air
0
0
0
0
Jumlah
15.099
2.885
87.871
105.855
Sumber : Citra landsat tahun 2009 (BPS 2010)

3.5 Flora dan Fauna