EVALUASI RPJMD KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN TAHUN 2016

(1)

LAPORAN AKHIR

EVALUASI RPJMD KABUPATEN

KEPULAUAN YAPEN

TAHUN 2016

AGUS TRI BASUKI


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Yuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya hingga tersusunnya Buku Evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2016. Maksud penyusunan Buku Evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2016 untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kinerja pelaksanaan pembangunan daerah, sebagai dasar pertimbangan perubahan RPJMD dimaksud.

Evaluasi terhadap RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2016 bertujuan untuk :

1. Mengetahui perkembangan kondisi perekonomian daerah, menyangkut perekonomian dan pengelolaan keuangan, dinamika yang berkembang saat ini dan yang akan datang, termasuk penyesuaian terhadap regulasi dan kebijakan nasional serta daerah yang berlaku.

2. Menganalisis kesesuaian dan konsistensi kebijakan daerah, baik terhadap RPJPD, RPJMD, RKPD maupun RPJMN serta capaian hasil pelaksanaan RPJMD sampai dengan tahun 2016 triwulan I.

3. Merumuskan rekomendasi kebijakan perencanaan pembangunan dan target kinerja Tahun 2016-2017 melalui perubahan RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2012-2017.

Penyusunan buku Evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2016 ini, telah melalui proses panjang dan beberapa pembahasan bersama para pakar, asosiasi, lembaga kemasyarakatan dan satuan kerja perangkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota se Papua. Pembahasan dilaksanakan dalam bentuk forum diskusi dengan diawali penyaringan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) di Kabupaten Kepulauan Yapen, kemudian dibahas dalam beberapa diskusi terfokus (FGD) dan rapat koordinasi maupun konsinyering serta diselenggarakannya Konsultasi Publik.

Selanjutnya disampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya Buku Evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2016. Semoga buku ini bermanfaat.


(3)

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang mengarah ke desentralisasi, maka penyusunan perencanaan pembangunan di daerah hendaknya disesuaikan dengan kondisi riil daerah. Selain itu, dokumen perencanaan daerah juga harus terintegrasi dengan nasional maupun daerah yang lebih tinggi.

Secara umum, perencanaan yang ideal menurut Solihin (2010) dicirikan berprinsip partisipatif: masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari perencanaan harus turut serta dalam prosesnya. Prinsip kesinambungan: perencanaan tidak hanya berhenti pada satu tahap; tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjadi kemunduran. Prinsip holistik: masalah dalam perencanaan dan pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi (atau sektor) tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan. Mengandung sistem yang dapat berkembang (a

learning and adaptive system); dan terbuka dan demokratis (a


(4)

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali amandemen, terakhir dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 tahun.

Sebagai dokumen perencanaan daerah yang strategis, RPJMD perlu memiliki dan memperhitungkan berbagai aspek, seperti: Tujuan akhir yang dikehendaki; Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif); Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut; Masalah-masalah yang dihadapi; Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya; kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya; Orang, organisasi, atau badan pelaksananya; dan Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Solihin (2008) bahwa karakter perencanaan yang baik juga harus memenuhi syarat seperti: faktual dan realistis; logis dan rasional; fleksibel; komitmen; dan komprehensif atau menyeluruh.

Meskipun demikian, perencanaan daerah terkadang mengalami


(5)

beberapa penyebab kegagalan perencanaan daerah, seperti: proses penyusunan perencanaan tidak tepat, karena informasinya kurang lengkap, metodologinya belum dikuasai, perencanaannya tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa terlaksana, dan pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan-pertimbangan teknis perencanaan diabaikan. Hal tersebut juga terjadi karena perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti seharusnya. Artinya, terjadi kegagalan karena tidak berkaitnya perencanaan dengan pelaksanaannya; aparat pelaksana tidak siap atau tidak kompeten, dan masyarakat tidak punya kesempatan berpartisipasi sehingga tidak mendukungnya.

Selain itu, perencanaan bisa saja sudah mengikuti paradigma namun ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan serta tidak dapat mengatasi masalah mendasar, misalnya, orientasi semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin melebarnya kesenjangan. Dengan demikian, yang keliru bukan semata-mata perencanaannya, tetapi falsafah atau konsep di balik perencanaan itu.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen telah menyusun RPJPD tahun 2005-2025, yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2013-2017. RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Walikota yang penyusunannya berpedoman pada RPJPD dengan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah dan kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Adapun yang dimaksud dengan bersifat indikatif adalah bahwa informasi, baik


(6)

sumberdaya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen RPJMD hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan bersifat tidak kaku.

Oleh karena itu terhadap dokumen RPJMD yang sudah ditetapkan dan dimplementasikan, seperti yang dimiliki Kabupaten Kepulauan Yapen periode 2013-2017 maka perlu dilakukan evaluasi kinerja pembangunan. Evaluasi kinerja pembangunan yang sistematis menjadikan proses lebih efisien dengan biaya rendah melalui konsep evaluasi aktif yang melibatkan pihak luar/eksternal.

1.2. Kedudukan Dokumen dan Landasan Hukum

1.2.1. Kedudukan Dokumen

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen merupakan satu sub sistem dalam sistem perencanaan nasional dengan mengacu kepada RPJMN dan RPJMD Provinsi Papua. Oleh karena itu, kedudukan dokumen Evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen yaitu sebagai dokumen evaluasi untuk memotret dan mengetahui posisi perjalanan pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen dalam periode 2013-2017.

1.2.2. Landasan Hukum

Landasan hukum dalam penyusunan evaluasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;


(7)

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembagunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ;

4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wlayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perunda-Undangan;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;

7. Peraturan Pemeritah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 206 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;


(8)

12. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Perangkat Daerah;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan;

16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

17. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi capaian kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen yang didasarkan dari indikator pada RPJMD sehingga dapat diketahui posisi strategis kinerja pada saat ini serta mendapatkan input kebijakan guna mencapai target kinerja akhir periode (2017)

Tujuan penyusunan dokumen ini adalah;

1. Mengetahui capaian dari indikator-indikator kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen yang


(9)

dikomparasikan dengan indikator pada RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Mengidentifikasi program dan kegiatan yang capaian kinerjanya rendah serta yang capaian kinerjanya tinggi.

3. Merumuskan rekomendasi kebijakan percepatan implementasi program dan kegiatan pembangunan yang telah dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.

1.4. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan ini meliputi kegiatan:

1. Melakukan survei indikator-indikator kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen pada SKPD di Kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Melakukan analisis indikator-indikator kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen dan dikomparasikan dengan indikator pada RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.

3. Melakukan identifikasi program dan kegiatan yang capaian kinerjanya rendah serta yang capaian kinerjanya tinggi.

4. Merumuskan rekomendasi kebijakan percepatan implementasi program dan kegiatan pembangunan yang telah dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.

1.5. Keluaran

Tersusunnya dokumen evaluasi implementasi RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen yang dapat dijadikan sebagai input pembangunan daerah di Kabupaten Kepulauan Yapen secara substansi memuat:

1. Hasil analisis indikator-indikator kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen yang dikomparasikan dengan indikator pada RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.


(10)

2. Hasil identifikasi program dan kegiatan yang capaian kinerjanya rendah serta yang capaian kinerjanya tinggi.

3. Rumusan rekomendasi kebijakan percepatan implementasi program dan kegiatan pembangunan yang telah dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.


(11)

2.1.

Konsep Otonomi Daerah

Talcott Persons (1987) dalam (Hidayat, 2010) mendefinisikan desentralisasi sebagai pembagian kekuasaan pemerintahan oleh sekelompok penguasa pusat dengan kelompok lainnya, masing-masing memiliki otoritas dalam wilayah tertentu dari suatu negara. Ada dua substansi penting dalam konteks desentralisasi yaitu: (a) Pembagian tentang kekuasaan pusat dan daerah; dan (b) Pengaturan tentang hubungan keuangan pusat dan daerah.

Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa Pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka daripada pemerintah pusat. Walaupun hal ini sangat potensial bagi kabupaten dan kota untuk lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat, namun sebelum hal tersebut dapat terlaksana, partai politik dan kelompok masyarakat sipil yang ada di daerah perlu diperkuat untuk menjamin bahwa proses pemerintahan yang bersih dapat terlaksana (Kuncoro, 2004).


(12)

Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan titik balik dalam sejarah pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut menjadi landasan pada penyelenggaraaan pemerintahan dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, anatomi urusan pemerintahan dibagi atas urusan absolut dan concurrent. Absolut, artinya mutlak kewenangan pusat karena dipandang penting bagi keutuhan NKRI yang diselenggarakan berdasarkan asas sentralisasi, dekonsentrasi kepada wakil pemerintah (Gubernur) dan instansi vertikal di provinsi dan tugas pembantuan kepada daerah otonom dan desa. Urusan ini meliputi: (1) Pertahanan dan keamanan, (2) Moneter dan fiskal, (3) Nasional, (4) Yustisia, (5) Politik luar negeri, dan (6) Agama. Sedangkan urusan yang sifatnya concurrent, kewenangan bersama pusat, provinsi, dan kabupaten/kota (dapat didesentralisasikan) meliputi: (1) pilihan (sektor unggulan), dan (2) urusan wajib (pelayanan dasar) yang menjadi dasar bagi standar pelayanan minimal.

Menurut Syarief (2000) dalam (Syafrijal, 2009), setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah yaitu: Pertama,

political equality artinya meningkatkan partisipasi politik masyarakat

pada tingkat daerah. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan negara. Kedua, local

accountability, yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab

pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di daerah. Ketiga, local responsiveness, yaitu meningkatkan respon


(13)

pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya.

2.2. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Sejak tahun 2005, pelaksanaan perencanaan pembangunan di Indonesia mengalami perubahan yang cukup penting dan mendasar. Perubahan tersebut terjadi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional didefinisikan, satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.

Agar perencanaan pembangunan daerah yang disusun dapat mewujudkan visi, misi serta arah pembangunan daerah seperti dikehendaki, diperlukan adanya keterkaitan program dalam dokomen perencanaan pembangunan yang lainnya. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal 3 ayat 3 menyebutkan perencanaan pembangunan nasional menghasilkan; (1) rencana pembangunan jangka panjang; (2) rencana pembangunan jangka menengah; (3) rencana pembangunan tahunan. Pentahapan perencanaan pembangunan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (3) di atas juga berlaku bagi pembuatan perencanaan pembangunan didaerah. Sistem pembangunan daerah harus meliputi (1) rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah; (2) rencana


(14)

pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah; (3) rencana kerja pembangunan daerah (RKPD).

RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Dalam SPPN, RPJM merupakan salah satu dokumen perencanaan pembangunan yang wajib disusun oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah. Penyusunan dokumen RPJM harus diselesaikan selambat-lambatnya 3 bulan setelah presiden atau kepala daerah terpilih. Oleh karena itu, RPJM Daerah periode waktunya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Menurut Kuncoro (2004), ada tiga unsur dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah jika dikaitkan hubungan pusat dan daerah:

1. Perencanaan ekonomi daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan lingkungan nasional di mana daerah tersebut merupakan bagian darinya, kaitannya secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

2. Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional.


(15)

3. Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah misalnya, administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas, biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada tingkat pusat. Derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada dua tingkat tersebut. Perencanaan daerah yang efektif harus menggunakan berbagai sumber daya pembangunan yang sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai, dan mengambil mamfaat dari informasi lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.

Ada dua kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan daerah, yaitu (1) Tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya; (2) Kenyataan bahwa perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh sektor yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan. Inilah yang menjelaskan perbedaan perspektif masyarakat daerah mengenai arah dan makna pembangunan daerah (Kuncoro, 2004: 47).

Berbagai dokumen perencanaan tersebut diharapkan benar-benar dapat menjadi pedoman bagi pelaksaan program pembangunan di daerah, maka esensi perencanaan dari masing-masing dokumen harus terintegrasikan satu sama lain. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah harus merupakan jabaran dari Rencana Jangka Panjang (RPJP) Daerah. Demikian juga dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dibuat berdasarkan jabaran dari RPJM daerah. Untuk menjamin kesesuaian esensi


(16)

perencanaan dari masing-masing tahap perencanaan tersebut diperlukan mekanisme monitoring atas penjabaran RPJP daerah ke dalam RPJM daerah, dan pejabaran RPJM daerah kedalam RKPD setiap tahunnya. Melalui mekanisme monitoring tersebut, selain dapat memonitor implementasi RPJM daerah juga dapat mengevaluasi implementasi program-program pada RKPD dalam hubungannya dengan pencapian misi pemerintah daerah. Selaian itu, mekanisme monitoring implementasi RPJM daerah juga dapat menjadi alat bantu bagi daerah dalam menyeleksi kesesuaian usulan-usulan program dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dengan RPJM daerahnya.

Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (RPJMD) pada dasarnya menerjemahkan suatu proses pemikiran strategis. Kualitas dokumen RPJMD sangat ditentukan oleh seberapa jauh RPJMD dapat mengemukakan secara sistematis proses pemikiran strategis tersebut. Perencanaan strategis erat kaitannya dengan proses menetapkan kemana daerah akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam lima tahun mendatang; bagaimana mencapainya dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.

Proses perencanaan dalam pemerintah daerah sebagaimana di atur dalam UU Nomor 25 Tahun 2004, secara makro penyusunan RPJP Daerah harus mengacu pada RPJP Nasional (Pasal 5 ayat (1). RPJM Daerah harus mengacu pada RPJM Nasional. RKPM Daerah kemudian dijabarkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang penyusunannya mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).


(17)

Setelah RKPD tersusun, langkah berikutnya adalah menyusun Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disusun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD serta berpodoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. Rencana Kerja SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara lebih terang, dokumen perencanaan yang menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Dokumen Perencanaan Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004

Bentuk Dokumen Jangka Waktu Bentuk Hukum Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah (RPJP Daerah)

10 – 20 tahun Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJM Daerah)

5 tahun Peraturan Daerah

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 1 tahun Peraturan Daerah

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)

5 tahun Peraturan Daerah

APBD sebagai Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)

1 tahun Peraturan Daerah

Sumber: UU Nomor 32 Tahun 2004

Sama halnya dengan RPJP yang telah dijelaskan terdahulu, dalam penyusunan RPJM juga terdapat perumusan visi dan misi. Akan


(18)

tetapi, visi dan misi dalam RPJM adalah visi dan misi kepala daerah terpilih yang ditawarkannya kepada masyarakat pada waktu pelaksanaan kampanye pada waktu pelaksanaan PILKADA daerah bersangkutan. Sitem demikian mulai dilakukan di Indonesia sejak pemilihan presiden dan kepala daerah dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Karena itu, sesuai dengan prinsip demokrasi, penyusunan perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya dalam masyarakat nantinya harus didasarkan pada janji kepala daerah yang telah disampaikan kepada rakyat. Prinsip ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang mengamanatkan bahwa RPJM adalah jabaran lebih konkrit dari visi dan misi kepala daerah.

Sebagaimana juga telah diungkapkan pada teknis penyusunan RPJP, dalam melakukan penetapan visi jangka menengah perlu diusahakan agar tidak menjadi hal-hal yang muluk-muluk dan merupakan angan-angan yang kurang realistis. Untuk keperluan ini, penetapan visi tersebut harus memperhatikan 3 kriteria utama yaitu

Pertama, sesuai dengan kondisi umum daerah serta prediksi jangka

panjang yang telah dilaksanakan sebelumnya; Kedua, visi tersebut sebaiknya terukur dan jelas batas waktu pencapaiannya sehingga jabarannya pada RKPD (Rencana Tahunan) menjadi lebih mudah dan evaluasi pelaksanaannya dikemudian hari dapat dilakukan secara lebih kongkrit menggunakan ukuran dan indikator yang jelas;

Ketiga, singkat dan padat agar mudah diingat oleh seluruh lapian

masyarakat sehingga mendorong timbulnya pemahaman yang baik dan rasa ikut bertanggung jawab untuk melaksanakannya.

Misi pada dasarnya adalah upaya yang akan ditempuh untuk dapat mewujudkan visi jangka menengah yang telah ditetapkan. Karena


(19)

itu, walaupun misi tersebut pada dasarnya masih bersifat umum, tetapi haruslah lebih konkrit dan operasional sehingga penjabaran selanjutnya menjadi program dan kegiatan pembangunan daerah menjadi lebih mudah. Dalam perumusan misi pembangunan daerah ini pertimbangan utama perlu didasarkan pada potensi dan permasalahan pokok pembangunan yang terdapat pada daerah bersangkutan. Dalam melakukan perumusan ini perlu dilihat pengalaman daerah bersangkutan di masa lalu dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan.

Perumusan misi pembangunan tidak perlu terlalu banyak, cukup ditekankan pada hal-hal yang menjadi upaya utama dalam mewujudkan visi. Biasanya jumlah misi pembangunan tersebut bergerak dari 4-6 unsur pokok dan sangat penting yang urutannya tidak harus menurut tingkat kepentingan bagi pencapaian visi pembangunan daerah. Perumusan misi ini perlu dilakukan secara hati-hati karena dari misi ini nantinya akan dijabarkan lebih lanjut menjadi program dan kegiatan pembangunan daerah yang lebih bersifat kongkrit dan operasional.

Hal lain yang sangat perlu diingat oleh para perencana dalam perumusan visi dan misi adalah untuk menjaga keselarasan antara visi dan misi dalam RPJM dengan yang terdapat pada RPJP daerah bersangkutan. Keterkaitan ini sangat penting artinya bagi pencapaian tujuan pembangunan daerah dan juga sesuai dengan prinsip yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 bahwa penyusunan RPJM harus mengacu pada RPJP yang telah ada. Karena itu, dalam melakukan pemilihan kepala daerah yang baru, para calon kepala daerah harus pula dapat menyesuaikan visi dan


(20)

misi yang akan ditawarkannya kepada masyarakat dengan visi dan misi yang terdapat dalam RPJP daerah bersangkutan.

2.3. Program Pembangunan Daerah

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa program pembangunan daerah pada dasarnya merupakan tindakan (intervensi) yang dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan arah kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah bersangkutan. Program pembangunan tersebut selanjutnya dirinci atas beberapa kegiatan berikut lokasinya yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran program bersangkutan. Dengan kata lain, program pembangunan adalah merupakan kumpulan dari beberapa kegiatan pembangunan terkait.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka formulasi program pembangunan daerah meliputi 3 unsur utama yaitu (a) arah kebijakan, (b) deskripsi dan spesifikasi dari tujuan dan arah program pembangunan, dan (c) sasaran dan target yang akan dicapai dari pelaksanaan program tersebut. Perumusan program pembangunan tersebut dilakukan untuk semua bidang pembangunan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengnan visi misi yang telah ditetapkan. Sedangkan uraian lebih lanjut mencakup kegiatan pada masing masing program ditampilkan pada lampiran RPJM bersangkutan dalam bentuk matriks program dan kegiatan.

Selanjutnya, untuk mewujudkan perumusan program dan kegiatan secara terukur, maka matriks program dan kegiatan dilengkapi pula dengan indikator dan target kinerja yang harus dicapai melalui


(21)

pelaksanaan program tersebut. Indikator kinerja yang lazim digunakan meliputi 5 unsur pokok yaitu: masukan (input), keluaran

(output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impacts).

Namun demikian, tiadak semua indikator tersebut dapat diukur secara kuantitatif, karena program-program non fisik hanya diukur secara kualitatif.

2.4. Konsep Pengukuran Kinerja Pembangunan Daerah

Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan demikian, dalam penerapannya akan membutuhkan artikulasi yang jelas mengenai visi, misi, tujuan, sasaran yang dapat diukur dan berhubungan dengan hasil program. Tujuan dan sasaran yang yang diterangkan akan berhubungan dengan hasil atau outcome dari setiap program yang dilaksanakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melalui pengukuran kinerja organisasi mendapatkan dasar yang reasonable untuk mengambil keputusan-keputusan. Dalam konteks pemeritahan daerah, program dimaksud terkandung di dalam perencanaan strategis (Renstra) daerah yang menjadi suatu instrumen pertanggungjawaban, sehingga perencanaan strategis dapat menjadi langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja pemerintah daerah (Mawardi, 2006).

Mengikuti penjelasan resmi yang diberikan BAPPENAS (Dadang Solichin, 2008), Indikator Kinerja (Performance Indicators) pada dasarnya adalah merupakan alat yang dapat membantu perencana dalam mengukur perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan (WHO, 1991). Sedangkan indikator adalah ukuran dari suatu kegiatan dan kejadian yang berlangsung pada suatu


(22)

negara atau daerah. Misalnya berat badan bayi berdasarkan umur adalah indikator bagi status gizi bayi tersebut (Wilson dan Sapanuchart, 1993). Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia dan lain-lainnya.

Indikator Kinerja pelaksanaan program dan kegiatan mempunyai beberapa unsur atau alat pengukuran (measurement) yang sudah lazim digunakan oleh para perencana. Dalam hal ini terdapat 5 jenis pengukuran indikator pengukuran kinerja yang dapat digunakan dalam merencanakan dan menilai keberhasilan (kinerja) pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan suatu institusi atau daerah. Kelima jenis pengukuran indikator kinerja tersebut adalah sebagai berikut:

1) Masukan (input), yaitu berbagai jenis sumberdaya (faktor produksi) yang diperlukan dalam melaksanakan program dan kegiatan seperti dana, tenaga, peralatan, bahan-bahan yang digunakan dan masukan lainnya. Karena jenis peralatan dan bahan-bahan yang digunakan sangat beragam, kebanyakan masukan yang mudah dinilai adalah dalam bentuk dana dan jumlah serta kualitas tenaga yang digunakan dalam pelaksanaan program dan kegiatan bersangkutan.

2) Keluaran (output), yaitu bentuk produk yang dihasilkan secara langsung, baik bersifat fisik maupun non fisik yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan program dan kegiatan yang direncanakan. Dari pengukuran keluaran ini akan dapat diketahui apakah suatu program dan kegiatan telah dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan semula. 3) Hasil (outcome), yaitu segala sesuatu yang dapat menyebabkan


(23)

memberikan sumbangan terhadap proses pembangunan pada bidang terkait. Perlu hati-hati dalam hal ini karena indikator hasil ini seringkali disamakan dengan indikator keluaran. Walaupun keluaran telah dapat dicapai, tetapi belum suatu hasil (outcome) sudah tercapai bila keluaran tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Indikator hasil lebih penting bagi proses pembangunan karena menyangkut kepentingan banyak pihak yang terkait.

4) Manfaat (benafit), yaitu keuntungan serta aspek positif lainnya yang dapat dihasilkan oleh program dan kegiatan bersangkutan bagi masyarakat dengan berfungsinya keluaran secara optimal. Dengan kata lain, manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat dicapai bila keluaran dari program dan kegiatan dapat berfungsi dengan baik dan optimal, misalnya peningkatan penyediaan lapangan kerja untuk masyarakat.

5) Dampak (impact), yaitu pengaruh positif maupun negative yang muncul bagi pembangunan dan masyarakat secara keseluruhan, baik dalam bentuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, penurunan jumlah penduduk miskin, pengurangan tingkat kematian bayi sebagai hasil dari berfungsinya keluaran dari program dan kegiatan bersangkutan secara baik. Perlu hati-hati dalam hal ini karena seringkali antara manfaat dan dampak kelihatannya sangat mirip.

Menurut Syafrijal (2009), pengukuran kinerja baru mempunyai arti yang kongkrit bilamana telah didukung pula oleh target kinerja. Sedangkan target kinerja pada dasarnya merupakan ukuran besaran keluaran yang direncanakan (ditargetkan) untuk dapat dicapai melalui pelaksanaan suatu program dan kegiatan tertentu dalam periode perencanaan. Dalam hal ini, target kinerja tersebut pada dasarnya harus berbentuk dan memenuhi persyaratan berikut ini :


(24)

a) Angka numerik (kuantitatif) b) Dapat diperbandingkan c) Bersifat spesifik

Target kinerja ini ditentukan dengan memperhatikan capaian yang dapat diraih di masa lalu dan kemampuan sumberdaya institusi atau daerah bersangkutan yang tersedia pada saat ini berikut prediksi kedepan. Sumberdaya tersebut meliputi dana, baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat, jumlah dan kualitas tenaga kerja dan aparatur serta peralatan yang tersedia. Hal yang kurang logis bilamana target kinerja yang ditetapkan terlalu jauh dari realisasi yang telah dapat dicapai dalam 5 tahun terakhir.

Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa tidak semua indikator kinerja ini dapat dapat diukur secara kuantitatif, terutama pada program dan kegiatan yang berkaitan dengan sosial, budaya dan agama. Karena itu, agar pencapaian sasaran pembangunan dapat diketahui, perlu pula diupayakan agar indikator kinerja kuantitatif tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk persentasi pencapaian sehingga indikator tersebut masih bersifat kongkrit dan terukur.

Pengukuran keberhasilan pembangunan menurut Fatah (2006) harus melewati dua tahap, yaitu (1) tahapan identifikasi target pembangunan dan (2) tahapan agregasi karakteristik target pembangunan. Tahapan identifikasi target pembangunan diperlukan agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Pada tahapan agregasi karakteristik target pembangunan diperlukan untuk menjaga agar ketika sekala


(25)

pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang ditetapkan pada tahap identifikasi.

Ravvalon dan Datt (1996) menyarankan ukuran keberhasilan pembangunan bisa dilihat dari faktor-faktor berikut, yaitu (1) pengeluaran riil setiap orang dewasa. (2) akses kepada barang yang tidak dipasarkan. (3) distribusi intra rumah tangga dan (4) karateristik personal. Pengeluaran real merupakan indikasi yang lebih akurat dari kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran riil lebih mendekati kepada pengertian

disposible income, yaitu pendapatan lebih bersih setelah

diperhitungkan berbagai pajak dan penyusutan- penyusutan. Akses kepada barang yang tidak dipasarkan perlu untuk merepresentasikan seberapa jauh fasilitas pelayanan publik dapat menjangkau masyarakat, baik fasilitas publik tersebut berupa infrastuktur, sarana maupun prasarana untuk berbagi jenis kegiatan dan aktifitas pembangunan masyarakat (Fatah, 2006).

Ukuran keberhasilan pembangunan lainnya adalah dengan pendekatan pengentasan kemiskinan, yakni bahwa keberhasilan pembangunan diukur dengan seberapa jauh upaya–upaya pembangunan dapat mengentaskan kemiskinan. Ukuran kemiskinan ini sendiri cukup bervariasi, namun pada umumnya semua dilandaskan pada kerangka berfikir bahwa ada tingkat atau level tertentu yang harus dipenuhi bagi seorang untuk hidup layak, dan untuk dapat beraktivitas memperbaiki taraf kehidupannya secara bebas dan mandiri tanpa ketergantungan yang berlebihan kepada pihak lain.


(26)

Di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan dalam masyarakat adalah:

1. Berdasarkan pada pendapatan dan nilai produksi, seperti PDB, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan perkapita, distribusi pendapatan.

2. Berdasarkan investasi, seperti tingkat investasi, jumlah PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

3. Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya, seperti jumlah penduduk miskin, tingkat kecukupan pangan (2100 kilokalori intake), tingkat kecukupan 52 jenis komoditas pangan, tingkat pemenuhan kebutuhan dasar sembilan bahan pokok (BPN),

Poverty Gap dan Saverity Index, serta metode RAO (16 kg beras

dikali 1,25 kemudian dibagi dengan rata-rata rasio pangan terhadap pengeluaran total).

4. Berdasarkan keadaan sosial dan kelestarian lingkungan, seperti tingkat pendidikan (untuk berbagai level dan kombinasinya), tingkat kesehatan (meliputi kesehatan ibu dan anak dan akses kepada fasilitas hidup yang sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi tingkat pencemaran berbagai aspek, tingkat kerusakan hutan, tingkat degradasi lahan dan seterusnya (Fatah, 2006).


(27)

3.1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian yaitu data yang sudah tersedia sehingga tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder diperoleh dari laporan/publikasi pihak-pihak terkait, terutama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen, BPS, dan lembaga lain yang memiliki data dan informasi yang relevan.

3.2. Teknik Analisis Data

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif veritikatif yaitu penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual. Sifat penelitian ini adalah studi monitoring dan evaluasi (monev). Sebagaimana dijelaskan Subarsono (2005), monev membutuhkan data dan informasi untuk melakukan penilaian terhadap proses Implementasi kebijakan. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh melalui berbagai metode antara lain:

1. Metode dokumentasi, yakni dari berbagai laporan kegiatan seperti laporan tahunan, semesteran atau bulanan


(28)

2. Metode survai tentang implementasi kebijakan. Dalam hal ini seperangkat instrument dipresiapkan sebelum melakukan survai 3. Metode observasi lapangan. Observasi dimaksudkan untuk

mengamati data empiris di lapangan dan bertujuan untuk lebih meyakinkan dalam membuat penilaian tentang proses kebijakan 4. Metode wawancara dengan para stakeholders. Untuk metode ini

perlu disusun pedoman wawancara yang menanyakan berbagai aspek yang berhubungan dengan kebijakan atau program yang terhadapnya dilakukan proses monitoring

5. Metode campuran dari berbagai metode yang telah disebutkan sebelumnya

6. Focused Group Discussion (FGD). Metode pengumpulan data ini

dilakukan dengan cara melakukan pertemuan dan diskusi dengan para stakeholders yang bervariasi, namun tetap berkaitan dengan fokus penelitian. Melalui cara ini berbagai informasi yang diperoleh akan lebih valid karena dilakukan proses cross check terhadap data dan informasi dari berbagai sumber.

Agar tercapai efektifitas monev, terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi:

1. Monev harus dilihat sebagai alat penting untuk memperbaiki program. Jika monitoringdan evaluasi yang dilakukan dengan baik, semua pihak mendapat keuntungan karena ada banyak informasi yang diperoleh untuk memperbaiki pelaksanaan program dan juga untuk mempertimbangkan masa depan program.

2. Ada 2 (dua) prinsip penting dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, yaitu partisipasi dan transparansi. Semua pelaku program seharusnya merasa bebas untuk memberikan kontribusinya untuk perbaikan program. Monitoring dan evaluasi


(29)

harus dilakukan di suatu lingkungan yang mendorong kebebasan berbicara, dan bersifat terbuka untuk menerima informasi yang baik ataupun yang buruk, penghargaan maupun kritikan. Tidak seorang pun yang harus merasa perlu dipersalahkan jika muncul masalah di lapangan yang memerlukan tindakan perbaikan. Hal yang penting adalah bahwa para pelaku program menjadi lebih sadar tentang masalah tersebut dan dapat belajar dari masalah itu, dan jika perlu, mengambil langkah perbaikan.

3. Semua pelaku mempunyai kewajiban untuk melaporkan informasi seakurat mungkin. Maksudnya adalah agar para pelaku program tidak berpikir hanya mau melaporkan apa yang dianggap menyenangkan untuk didengar oleh atasan. Apabila memungkinkan informasi tersebut harus diuji silang dengan sumber lain untuk menjamin keakurasiannya. Karena hanya informasi yang akurat dan berdasarkan fakta dan sumber terpercaya yang dapat membantu memperbaiki program.

Secara teoritis, ada beberapa hal dari aspek metodologis yang juga perlu diperhatikan ketika hendak menyusun dan mengembangkan sistem monev adalah (Nasikun, 1987):

1. Dalam hal penyusunan desain evaluasi. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar upaya untuk mengendalikan berbagai gangguan validitas adalah dengan mempertimbangkan salah satu atau kombinasi tiga pendekatan yakni: (1) membandingkan kondisi yang diamati dengan target-target yang ditetapkan program; (2) membandingkan pencapaian tujuan program di kawasan program dengan yang dicapai di kawasan lain yang tidakmemperoleh perlakuan program, akan tetapi memiliki kondisi sosial-ekonomi yang kurang lebih sama; dan (3) membandingkan, melalui pengkajian panel, kondisi daerah operasional program dari berbagai kurun waktu


(30)

2. Penyusunan indikator akibat dan dampak program yang terpercaya (reliable) dan sahih (valid). Mengenai hal ini, Saxena (1980) sebagaiman dikutip oleh Nasikun, menganjurkan kriteria pemilihan yang pantas diperhatikan: (1) indikator evaluasi harus relevan dan komprehensif, akan tetapi sederhana dan mudah diukur; (2) indikator evaluasi harus terpercaya dan mencerminkan dengan tepat aspek-aspek khusus dari program serta akibat dan dampaknya; (3) indikator evaluasi sedapat mungkin dapat dengan mudah diukur di dalam kaitannya dengan aspek-aspek kuantitatif dari program serta dampaknya; (4) indikator evaluasi harus mudah dirumuskan dan sedikit mungkin tergantung pada kualitas teknologi dan keahlian yang terlalu tinggi; (5) indikator evaluasi harus dengan mudah dapat diintegrasikan ke dalam system monitoring program. Selain itu, mengingat setiap program pembangunan senantiasa melibatkan kegiatan-kegiatan tertentu ditransformasikan menjadi keluaran, akibat, dan dampak program, indikator-indikator program harus meliputi: (1) masukan program (programme inputs); (2) keluaran program (programme outputs); (3) akibat program (programme

effects); (4) dampak program (programme impacts).

3. Menetapkan ada tidaknya data yang sudah tersedia sehingga bisa meminimalkan pemborosan dan sumberdaya untuk mengumpulkan data.

3.2.1. Analisis Deskriptif

Penggunaan analisis deskriptif (descriptive analysis) dimaksudkan untuk menyajikan atau mendeskripsikan hasil temuan lapangan. Dengan demikian fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh.


(31)

Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh.

3.2.2. Analisis Indikator Kinerja Pembangunan Daerah

Analisis ini didasarkan pada indikator-indikator pembangunan daerah, khususnya yang dapat dikuantitatifkan sehingga dapat diperbandingkan. Indikator kinerja pembangunan meliputi indikator aspek kesejahteraan umum seperti kinerja pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan), seni budaya dan olah raga. Indikator lainnya adalah aspek pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur, dll serta aspek daya saing daerah (kemampuan ekonomi daerah, infrastruktur, iklim berinvestasi). Dalam penelitian ini indikator yang dianalisis adalah indikator yang dicantumkan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.


(32)

4.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Kepulauan Yapen secara geografis berbatasan dengan:

 Sebelah Utara: Kabupaten Biak Numfor di Selat Sorenarwai;

 Sebelah Selatan : Kabupaten Waropen di Selat Saireri;

 Sebelah Barat : Kabupaten Manokwari di Selat Gelvink Bay;

 Sebelah Timur: Kabupaten Mamberamo Raya di selat Saipai. Luas wilayah kabupaten Kepulauan Yapen ±7.146,16 Km² yang terdiri dari luas Daratan 2.432,49 Km² dan luas Lautan 4.713,7 Km².

Tabel 4.1.

Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan Distrik

No Distrik Luas Wilayah

(Km ²)

Jarak Ibu Kota dengan Distrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Yapen Selatan Yapen Timur Yapen Barat Angkaisera Poom Kosiwo Yapen Utara Raimbawi Teluk Ampimoi Kepulauan Ambai Wonawa Windesi Pulau Kurudu Pulau Yerui 140,42 393,17 793,36 177,39 730,40 606,65 775,58 885,52 451,63 301,37 1410,99 479,69 21,49 90,06

0 Mil Laut 26 Mil Laut 35 Mil Laut 6 Mil Laut 106 Mil Laut

8 Mil Laut 77 Mil Laut 50 Mil Laut 22 Mil Laut 7 Mil Laut 75 Mil Laut 120 Mil Laut

73 Mil Laut 106 Mil Laut

Jumlah 7.146,16


(33)

Kabupaten Kepulauan Yapen Topografisnya terdiri dari datar, berlereng, berbukit dan gunung. Kontur Pulau Yapen bervariasi, pada daerah pantai dengan ketinggian 0 – 10 meter di atas permukaan laut, pada bagian tengah dengan ketinggian 200 – 1.500 meter dan variasi lereng 40 sampai 60%.

Menurut klasifikasi Smith – Ferguson iklim ini termasuk iklim tropis yaitu iklim hutan tropis basah dengan suhu udara berkisar antara 21, 7ºC s/d 34, 3ºC. Curah hujan pertahun antara 2000 s/d 3000 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 200 hari.

4.2. Kondisi Demografi

Data penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen per Januari 2015 adalah 142.226 jiwa yang tersebar pada 14 (Empat Belas) Distrik dengan perincian terdapat pada tabel di bawah.

Tabel 4.2.

Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen menurut jenis kelamin per Januari 2015

Sumber : Dinas Kependudukan dan Capil 2015

NO. DISTRIK LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 YAPEN SELATAN 39,457 34,989 74,446 2 YAPEN BARAT 5,921 5,562 11,483 3 YAPEN TIMUR 4,125 3,797 7,922 4 ANGKAISERA 6,351 5,996 12,347 5 POOM 2,086 1,998 4,084 6 KOSIWO 3,030 2,733 5,763 7 YAPEN UTARA 1,549 1,396 2,945 8 RAIMBAWI 1,571 1,372 2,943 9 TELUK AMPIMOI 2,684 2,612 5,296 10 KEPULAUAN AMBAI 2,911 2,696 5,607 11 WONAWA 2,012 1,806 3,818 12 WINDESI 1,886 1,749 3,635 13 PULAU KURUDU 730 699 1,429

14 PULAU YERUI 255 253 508


(34)

Dari data tersebut, terlihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2015 yaitu sebanyak 142.226 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 74.568 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 67.658 jiwa. Dan jumlah persebaran penduduk terpadat berada pada Distrik Yapen Selatan dengan jumlah 74.446 jiwa dan terkecil terdapat pada Distrik pulau Yerui yang berjumlah 508 Jiwa. Data Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen menurut struktur usia dan jenis kelamin dengan rincian pada abel berikut ini :

Tabel 4.3.

Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen

menurut struktur usia dan jenis kelamin per Januari 2015

Sumber Data : Dinas Kependudukan dan Capil 2015

4.3. Kondisi Perekonomian 4.3.1. Perkembangan PDRB

Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku Kabupaten Kepulauan Yapen terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di kabupaten ini. Pada

NO. STRUKTUR USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 0 - 4 3,890 3,468 2 5-9 8,043 7,175 3 10-14 8,176 7,704 4 15-19 7,915 7,182 5 20-24 8,275 7,437 6 25-29 8,370 7,720 7 30-34 7,193 6,586 8 35-39 5,926 5,081 9 40-44 4,399 3,850 10 45-49 3,753 3,391 11 50-54 2,953 2,714 12 55-59 2,278 1,991 13 60-64 1,348 1,204 14 65-69 904 910 15 70-74 495 538 16 >75 650 707 TOTAL 74,568 67,658


(35)

tahun 2013, nilai PDRB yang merupakan akumulasi dari nilai tambah bruto seluruh sektor ekonomi atas dasar harga berlaku diestimasi telah mencapai 972,62 milyar rupiah atau tumbuh 10,05 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bila dibandingkan dengan nilai tambah pada lima tahun sebelumnya yaitu tahun 2008, nilai tambah tahun ini telah mengalami peningkatan sebesar 62,23 persen.

Gambar 4.1

Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan yang secara umum menggambarkan dinamika produksi seluruh aktifitas perekonomian di Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2013 diperkirakan bernilai 422,52 milyar rupiah. Nilai ini lebih tinggi 5,12 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 401,92 milyar rupiah.


(36)

Tahun 2013, indeks perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan angka 417,19 yang artinya perkembangan PDRB atas dasar harga berlakutahun 2013 mencapai sebesar 4,17 kali, atau lebih dari EMPAT kali dibandingkan PDRB tahun 2000. Sedangkan perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan indeks 172,41 yang berarti mengalami perkembangan sebesar 1,72 kali dibandingkan tahun 2000.

4.3.2. Struktur Ekonomi

Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Yapen hingga tahun 2013 belum mengalami perubahan yang signifikan. Sektor yang paling dominan adalah sektor jasa-jasa yang setiap tahun kontribusinya lebih dari tiga puluh persen dari total PDRB. Meskipun demikian, di tahun 2013 kontribusi sektor jasa-jasa mengalami penurunan sebesar 0,24 persen jika dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 kontribusi sektor jasajasa adalah sebesar 33,71 persen sedangkan di tahun 2012 sebesar 33,95 persen. Sektor dengan kontribusi tertinggi kedua terhadap perekonomian di Kabupaten Kepulauan

Yapen setelah sektor jasa-jasa adalah sector perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2013, sumbangan sektor ini sebesar 16,97 persen terhadap total PDRB Kepulauan Yapen. Kontribusi sector perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2013 meningkat 0,11 persen terhadap kontribusi tahun 2012.

Sektor pertanian merupakan sektor dengan kontribusi tertinggi ketiga terhadap perekonomian Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2013. Sumbangan sector pertanian sebesar 15,57 persen terhadap total PDRB Kepulauan Yapen. Kontribusi sektor pertanian ini


(37)

selama kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, maka kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2013 turun sebesar 0,36 persen.

Gambar 4.2

Di urutan keempat dan kelima, dengan peranan masing-masing sebesar 12,13 persen dan 9,8 persen adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor bangunan. Besarnya kontribusi sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan meningkat 0,75 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan kontribusi sektor bangunan selama kurun waktu 2008 sampai tahun 2013 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2013 kontribusi sektor bangunan sebesar 9,8 persen atau mengalami penurunan sebesar 0,32 persen.


(38)

Gambar 4.3

Sektor pengangkutan dan komunikasi menempati urutan ke enam kontribusi tertinggi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Yapen. Tahun 2013, kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,20 persen. Besarnya kontribusi sektor ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, namun masih pada posisi atau urutan yang sama sebagai penyumbang tertinggi keenam dalam perekonomian Kepulauan Yapen. Sementara itu, tiga sektor lainnya yaitu sector industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik dan air bersih berperan masing-masing di bawah dua persen terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Yapen. Pada tahun 2013, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 1,31 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi sebesar 0,64 persen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir sektor listrik dan air bersih merupakan kontributor terendah bagi total nilai tambah sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Kepulauan Yapen. Kontribusi sektor-sektor listrik dan air bersih pada tahun 2013 sebesar 0,66 persen.


(39)

Gambar 4.4

Berdasarkan kontribusi subsector pendukung PDRB Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2013, subsektor pemerintahan umum memberikan kontribusi paling besar yaitu senilai 311,57 milyar rupiah atau sebesar 32,03 persen dari total PDRB Ata Dasar Harga Berlaku. Di urutan berikutnya subsector perdagangan dan sektor bangunan memberikan kontribusi masing-masing sebesar 15,40 persen dan 9,8 persen. Subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi sebesar 7,97 persen, sedangkan subsektor bank sebesar 5,73 persen. Sebesar 5,94 persen kontribusi PDRB diberikan oleh subsektor sewa bangunan dan 23,13 persen berasal dari subsektor-subsektor lainnya dengan besar kontribusi sektor masing-masing di bawah lima persen.

4.3.3. Pertumbuhan Perekonomian

Secara makro pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen dapat dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, yang mencerminkan kenaikan produksi barang dan jasa yang dihasilkan produsen.


(40)

Gambar 4.5

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen selama kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan mengalami peningkatan yang pada tahun 2010. Pada tahun 2012, laju pertumbuhan ekonomi Kepulauan Yapen sebesar 8,86 persen. Angka pertumbuhan tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,72 persen. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 adalah 10,05 persen, meningkat jika dibandingkandengan laju pertumbuhan di tahun 2012. Sementara itu menurut harga konstan, Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2013 menunjukkan laju pertumbuhan sebesar 5,12 persen, lebih tinggi daripada tahun 2012 yang sebesar 4,40 persen. Peningkatan laju pertumbuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh aktifitas perbankan yang pada tahun 2012 mengalami perlambatan, pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan. Perkembangan nilai PDRB tak lepas dari pengaruh kuantum produksi dari sektor-sektor yang ada dan juga pengaruh fluktuasi harga. Perubahan harga yang terjadi dapat dilihat berdasarkan indeks implisit. Indeks ini menunjukkan inflasi untuk masing-masing sektor/subsektor ataupun PDRB setiap


(41)

tahunnya. Walaupun hanya menunjukkan inflasi harga di tingkat produsen, namun tetap saja fluktuasi harga yang terjadi akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Berdasarkan indeks implisit yang diturunkan dari angka PDRB, tingkat inflasi yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2013 mencapai 4,69 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dimana inflasinya sebesar 4,27 persen. Laju inflasi di Kabupaten Kepulauan Yapen selama periode tahun 2008 sampai dengan 2013 sangat berfluktuatif dan menunjukkan tingkat inflasi tertinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10,24 persen.


(42)

5.1. Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen

Visi adalah rumusan umum yang merupakan suatu pemikiran atau pandangan ke depan, tentang keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Berdasarkan kondisi daerah Kabupaten Kepulauan Yapen dan visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih maka visi pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen dalam RPJMD 2013-2017 adalah:

“Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera”

Visi ini menggambarkan arah pembangunan atau kondisi masa depan Kabupaten Kepulauan Yapen yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, oleh karena itu diharapkan seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Kepulauan Yapen secara bahu membahu mengoptimalkan seluruh kapasitas yang dimilikinya untuk menciptakan kenyamanan, kemajuan, dan kesejahteraan.

Visi pembangunan di atas perlu diuraikan menjadi pokok-pokok visi untuk memberikan gambaran yang lebih luas, spesifik, dan jelas horizon waktunya. Penjelasan visi memuat penjabaran kriteria dan indikator-indikator keberhasilan untuk mewujudkan visi. Dalam


(43)

mengembangkan penjelasan visi harus merujuk sasaran pokok RPJPD Kabupaten Kepulauan Yapen periode kedua untuk menghasilkan penjelasan visi yang selaras dengan arah kebijakan RPJPD. Perumusan penjelasan visi Kabupaten Kepulauan Yapen periode 2013 s.d 2017 disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Perumusan Penjelasan Visi

Visi Pokok-pokok Visi Penjelasan Visi

Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera

Kepulauan Yapen yang Nyaman

Dalam proses pembangunan tercipta kondisi yang aman, adil, segar, sejuk, dan tenang sehingga

masyarakat dapat berperan aktif dan produktif dalam pembangunan Kepulauan Yapen yang

Maju

Terjadinya peningkatan

pembangunan di Kepulauan Yapen yang lebih baik, lebih berkembang, & lebih tinggi kualitas hasilnya

Kepulauan Yapen yang Sejahtera

Terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, serta sosial masyarakat di Kepulauan Yapen sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai individu, keluarga, dan masyarakat

Sesuai dengan harapan terwujudnya “Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera”, maka ditetapkan misi pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017 sebagai upaya dalam mewujudkan visi, sebagai berikut:

1. Memantapkan tata pemerintahan yang baik

2. Meningkatkan tata kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan taat hukum

3. Meningkatkan kualitas SDM


(44)

5. Menyediakan infrastruktur yang memadai dan merata dengan memperhatikan kerawanan bencana

6. Meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

Rumusan misi Kabupaten Kepulauan Yapen akan memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran serta arah kebijakan yang ingin dicapai dan menentukan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai visi pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen periode 2013 s.d 2017.

Perumusan penjelasan misi merupakan penyelarasan dari arah kebijakan 5 (lima) tahun misi Kepala Daerah Terpilih Kabupaten Kepulauan Yapen periode 2013 s.d 2017 yang secara lengkap diuraikan dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.2.Perumusan Penjelasan Misi

Pokok-pokok Visi Misi Penjelasan Misi

Kepulauan Yapen yang Nyaman

1) Memantapkan tata pemerintahan yang baik

1) Mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik dengan menerapkan kaidah good governance profesionalisme; transparansi; akuntabilitas; efektivitas dan efisiensi; kesetaraan; pengawasan; tegaknya supremasi hukum; partisipasi masyarakat; daya tanggap stakeholders) 2) Mewujudkan pelayanan

masyarakat dengan prinsip layanan prima (cepat, mudah, murah, transparan, berkepastian hukum, dan akuntabel)

2) Meningkatkan tata kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan taat hukum

Kepulauan Yapen yang Maju

3) Meningkatkan kualitas SDM

Mewujudkan pemerataan pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan/ berbasis kearifan lokal 4) Meningkatkan

pengelolaan SDA secara berkelanjutan


(45)

Pokok-pokok Visi Misi Penjelasan Misi

5) Menyediakan infrastruktur yang memadai dan merata dengan memperhatikan kerawanan bencana

melalui peningkatan pembangunan daerah yang dilakukan secara terencana, bertahap, dan

berkelanjutan dengan pendekatan pengembangan kewilayahan agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan sarana dan prasarana serta keberpihakan kepada masyarakat

Kepulauan Yapen yang Sejahtera

6) Meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

1) Mewujudkan keberdayaan masyarakat dengan prinsip kemitraan partisipatif dan advokasi sosial melalui peningkatan keinginan dan kemampuan, penggalian potensi dan sumberdaya; penggalian nilai-nilai dasar budaya Papua; pemberian akses; dan

penguatan kelembagaan masyarakat

2) Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang dinamis dengan azas kesetiakawanan, kemanfaatan, dan keterbukaan pada semua aspek kehidupan guna terciptanya ketahanan masyarakat yang memiliki budaya keuletan dan

ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan

mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagian batin

5.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen

Visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih Kabupaten Kepulauan Yapen periode 2013 s.d 2017. perlu dijabarkan secara teknokratis dan partisipatif ke dalam tujuan dan


(46)

sasaran sehingga program kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dapat dilaksanakan ke dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Tujuan dan sasaran Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017 merupakan dampak keberhasilan pembangunan daerah yang diperoleh dari pencapaian berbagai program prioritas terkait. Keterkaitan visi, misi, tujuan, dan sasaran pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017 disajikan dalam Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

Pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017

VISI : Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera

MISI TUJUAN SASARAN

1. Memantapkan tata pemerintahan yang baik

1. Meningkatkan pemahaman aparatur terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku yang didukung penegakan dan kepastian hokum

Tersedianya SDM aparatur yang memahami dan melaksanakan penegakan hukum

2. Meningkatkan kualitas tata hukum yang bertumpu pada nilai-nilai hukum adat yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan

Terciptanya harmonisasi peraturan

perundang-undangan (hukum formal dan hukum adat)

3. Meningkatkan penataan fungsi pelayanan pemerintahan pada masyarakat

1) Terlaksananya fungsi koordinasi antarsatuan perangkat kerja daerah dan antarpemerintah daerah serta antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam mempercepat proses pembangunan

2) Meningkatnya pelayanan publik yang lebih baik, cepat, mudah, murah, dan bermutu sesuai standar pelayanan publik 4. Mengembangkan kualitas dan

kapasitas aparatur pemerintahan daerah

Tersedianya SDM aparatur pemerintahan daerah yang memiliki wawasan

kebangsaan, budaya kerja, & profesional (netral dan sejahtera)

5. Meningkatkan kualitas sistem dan kelembagaan politik,

1) Terlaksananya sistem demokrasi daerah yang


(47)

VISI : Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera

MISI TUJUAN SASARAN

komunikasi politik, pendidikan politik multicultural

bertanggung jawab 2) Terbangunnya komunikasi

politik yang sehat & tidak diskriminatif

3) Terlaksananya pendidikan politik berbasis budaya multikultural

2. Meningkatkan tata kehidupan

masyarakat yang

1. Mempertahankan dan meningkatkan stabilitas keamanan

1) Meningkatnya kualitas sistem keamanan wilayah / lingkungan

aman, tertib, dan taat hokum

2) Meningkatnya penuntasan kasus kriminalitas untuk menciptakan rasa aman masyarakat

3) Menurunnya angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas 2. Mewujudkan kenyamanan dan

ketenteraman kehidupan masyarakat

Meningkatnya peran pemerintah & masyarakat dalam pemeliharaan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 3. Meningkatkan

kualitas SDM

1. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan pendidikan

1) Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan

2) Meningkatnya kinerja perluasan & pemerataan pelayanan pendidikan 3) Meningkatnya kinerja mutu

& relevansi

4) Meningkatnya kinerja manajemen pendidikan 5) Meningkatnya aktualisasi

diri anak didik yang

menghargai budaya Papua 2. Meningkatkan aksesibilitas

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

1) Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana kesehatan

2) Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar

3) Meningkatnya pelayanan kesehatan rujukan 4) Meningkatnya

kesiapsiagaan

penanggulangan kejadian luar biasa /KLB


(48)

VISI : Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera

MISI TUJUAN SASARAN

kesehatan &

pemberdayaan masyarakat 6) Meningkatnya kinerja

manajemen rumah sakit dan puskesmas

7) Meningkatnya kompetensi dan kesejahteraan tenaga medis dan paramedis 8) Meningkatnya perilaku

hidup bersih dan sehat 3. Meningkatkan standar hidup

masyarakat Membaiknya indikator pembangunan (aspek kesejahteraan masyarakat) 4. Meningkatkan pengelolaan SDA secara berkelanjutan

1. Meningkatkan daya saing dan nilai jual produksi

1) Terciptanya iklim investasi yang kondusif

2) Terimplementasinya iptek dalam mening-katkan nilai tambah komoditas

unggulan (pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, pariwisata) 3) Mengembangkan

ketahanan pangan

4) Meningkatnya produktivitas industri pengolahan

berbasis pertanian,

perkebunan, serta kelautan dan perikanan

5) Meningkatnya kesempatan kerja di sektor industri pengolahan

2. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari

Terjaganya ketersediaan SDA yang lestari

3. Mewujudkan keseimbangan lingkungan/kearifan lokal dan keberlanjutan pembangunan

1) Berkurangnya tingkat pencemaran, kerusakan lingkungan, dan resiko bencana

2) Meningkatnya fungsi kawasan lindung

3) Terlaksananya penataan ruang yang berkelanjutan 4) Meningkatnya ketersediaan

dan pemanfaatan energi alternatif yang ramah lingkungan serta energi terbaharukan

5. Menyediakan infrastruktur yang memadai & merata

Meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur pendukung ekonomi dan permukiman

Berkembangnya jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar yang


(49)

VISI : Kepulauan Yapen yang Nyaman, Maju, dan Sejahtera

MISI TUJUAN SASARAN

dengan

memperhatikan kerawanan bencana

menjangkau seluruh distrik dan kampung 6. Meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

1. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan Meningkatnya peranserta masyarakat dalam pembangunan daerah 2. Menumbuhkembangkan motivasi kewirausahaan

1) Termotivasinya masyarakat dalam mengembangkan usaha

secara mandiri

2) Meningkatnya kerjasama ekonomi & perdagangan (pengembangan ekonomi lokal)

3. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam berkreasi dan berkesenian

Meningkatnya penghormatan, perlindungan, dan

pemenuhan kebutuhan pengembangan seni dan budaya Papua

4. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ber

Meningkatnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat

Keterkaitan tujuan, sasaran, dan indikator kinerja pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017 disajikan dalam Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Keterkaitan Tujuan, Sasaran, Indikator Kinerja Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2013 s.d 2017

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

1. Meningkatkan pemahaman aparatur terhadap

peraturan dan ketentuan yang berlaku yang didukung penegakan dan kepastian hokum

Tersedianya SDM aparatur yang memahami dan melaksanakan penegakan hokum

(1) Menurunnya pelanggaran ketertiban, ketentraman, keindahan

(2) Meningkatnya penyelesaian kasus tanah

(3) Meningkatnya penyelesaian ijin lokasi

(4) Menurunnya pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan (5) Menurunnya perselisihan

buruh & pengusaha terhadap kebijakan Pemda

2. Meningkatkan kualitas tata hukum yang bertumpu pada nilai-nilai hukum adat yang disesuaikan dengan

Terciptanya harmonisasi peraturan perundang-undangan (hukum formal dan hukum adat)

(1) Meningkatnya Penegakan PERDA

(2) Meningkatnya Penegakan Hukum Lingkungan


(50)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

peraturan perundang-undangan

3. Meningkatkan penataan fungsi pelayanan pemerintahan pada masyarakat

1) Terlaksananya fungsi koordinasi antarsatuan perangkat kerja daerah dan antarpemerintah daerah serta antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam mempercepat proses pembangunan

(1) Tersedia dan terlaksananya dokumen

(2) perencanaan pembangunan sesuai waktu perencanaan

2) Meningkatnya pelayanan publik yang lebih baik, cepat, mudah, murah, dan bermutu sesuai standar pelayanan publik

(1) Meningkatnya penerapan sistem informasi manajeman Pemda

(2) Meningkatnya kemudahan akses data & informasi melalui situs milik Pemda (3) Meningkatnya penerapan

sistem Informasi Pelayanan Perijinan & administrasi Pemerintah

(4) Meningkatnya penerapan sistem sertifikasi tanah (5) Tersedianya database

kependudukan (6) Meluasnya cakupan

pelayanan bencana kebakaran

(7) Meningkatnya waktu tanggap daerah layanan wilayah manajemen kebakaran (8) Tersedianya data & informasi

pembangunan yang terpadu & terkini

(9) Meningkatnya arsip secara baku

(10) Tersedianya Informasi Layanan Sosial dan Publikasi Daerah

(11) Meluasnya cakupan sarana prasarana perkantoran pemerintahan yang baik (12) Meningkatnya Ketepatan

waktu penetapan APBD (13) Meningkatnya Porsi APBD

untuk kesejahteraan masyarakat

(14) Tingginya prosentase realisasi APBD

(15) Ketepatan Penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (16) Meningkatnya kualitas Opini

BPK


(51)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

dan kapasitas aparatur pemerintahan daerah

pemerintahan daerah yang memiliki wawasan kebangsaan, budaya kerja, & profesional (netral dan sejahtera)

mengikuti pendidikan kedinasan

(2) Meningkatnya ketepatan waktu dalam pelayanan (3) Berkurangnya PNS yang

melakukan pelanggaran 5. Meningkatkan kualitas

sistem dan kelembagaan politik, komunikasi

1) Terlaksananya sistem demokrasi daerah yang bertanggung jawab

Meningkatnya kedewasaan berpolitik

politik, pendidikan politik multicultural

2) Terbangunnya komunikasi politik yang sehat & tidak diskriminatif

Menurunnya jumlah demo yang anarkhis

3) Terlaksananya pendidikan politik berbasis multikultural

Meningkatnya partisipasi LSM, Ormas, & OKP

6. Mempertahankan dan meningkatkan stabilitas keamanan

1) Meningkatnya kualitas sistem keamanan wilayah/

lingkungan

Meningkatnya rasio Pos Siskamling per jumlah kampung 2) Meningkatnya penuntasan

kasus kriminalitas untuk menciptakan rasa aman masyarakat

Meningkatnya jumlah Linmas per jumlah 10.000 penduduk

3) Menurunnya angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas

Meningkatnya angka kriminalitas yang tertangani

7. Mewujudkan kenyamanan dan ketenteraman kehidupan masyarakat

Meningkatnya peran pemerintah & masyarakat dalam

pemeliharaan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

Meningkatnya rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 Penduduk

8. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan pendidikan

1) Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan

(1) Meningkatnya Bangunan Sekolah dalam Kondisi Baik a. SD/MI

b. SMP/ MTs c. SMA/SMK/MA (2) Meningkatnya jumlah

lapangan olahraga dalam kondisi baik

2) Meningkatnya kinerja perluasan & pemerataan pelayanan pendidikan

(1) Meningkatnya Angka Partisipasi Kasar :

a. SD/MI

b. SMP/MTs

c. SMA/SMK/MA

(2) Meningkatnya Angka Partisipasi Murni : a. SD/MI/Paket A b. SMP/MTs/

c. Paket B SMA/SMK/MA / Paket C

(3) Meningkatnya Angka Melanjutkan :

a. dari SD/MI ke SMP/MTs/

b. dari SMP/MTs ke

MA/SMK/ MA (4) Membaiknya rasio guru:

murid

(1) Meningkatnya angka melek huruf

3) Meningkatnya kinerja mutu & relevansi

(2) Angka Kelulusan :


(52)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

b. SMP/MTs

c. SMA/SMK/MA

(3) Angka Putus Sekolah:

a. SD/MI

b. SMP/MTs

c. SMA/SMK/MA

(4) Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV (5) Guru yang bersertifikat

a. SD/MI

b. SMP/MTs

c. SMA/SMK/MA

(6) Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi

(7) Meningkatnya rasio lulusan pendidikan tinggi

(1) Menurunnya rasio ketergantungan 4) Meningkatnya kinerja

manajemen pendidikan

(2) Meningkatnya angka rata-rata lama sekolah (3) Meningkatnya Angka

pendidikan yang ditamatkan 5) Meningkatnya aktualisasi diri

anak didik yang menghargai budaya Papua

(1) Meningkatnya jumlah fasilitas dan kesempatan yang dapat digunakan untuk beribadah (2) Meningkatnya fasilitas bagi

anak didik untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu

pengetahuan, teknologi, dan budaya Papua

9. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

1) Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana kesehatan

(1) Meningkatnya Rasio posyandu per satuan balita (2) Meningkatnya Rasio

puskesmas, per satuan penduduk

(3) Meningkatnya Rasio Pustu per satuan penduduk (4) Meningkatnya Rasio Rumah

Sakit per satuan penduduk 2) Meningkatnya pelayanan

kesehatan dasar

(1) Meningkatnya Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

(2) Meningkatnya Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan

(3) Meluasnya Cakupan Desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) (4) Meningkatnya Cakupan

Balita Gizi Buruk mendapat perawatan

(5) Meningkatnya Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA


(53)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

(6) Meningkatnya Cakupan kunjungan bayi

3) Meningkatnya pelayanan kesehatan rujukan

(1) Meluasnya Cakupan

pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin (2) Meluasnya Cakupan

pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan

4) Meningkatnya kesiapsiagaan penanggulangan kejadian luar biasa /KLB

Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan epidemiologi < 24 jam

5) Meningkatnya promosi kesehatan & pemberdayaan masyarakat

Cakupan Desa Siaga

6) Meningkatnya kinerja manajemen rumah sakit dan puskesmas

(1) Meluasnya cakupan puskesmas

(2) Meluasnya cakupan puskesmas pembantu (3) Meluasnya cakupan RSUD 9) Meningkatnya kompetensi

dan kesejahteraan tenaga medis dan paramedis

(1) Meningkatnya rasio dokter per satuan penduduk (2) Meningkatnya rasio tenaga

medis per satuan penduduk 10) Meningkatnya perilaku hidup

bersih dan sehat

Meningkatnya rumah tangga bersanitasi

10. Meningkatkan standar hidup masyarakat

Membaiknya indikator pembangunan (aspek kesejahteraan masyarakat)

(1) Meningkatnya angka usia harapan hidup

(2) Menurunnya persentase balita gizi buruk

(3) Meningkatnya angka kelangsungan hidup bayi (4) Menurunnya keluarga pra

sejahtera & keluarga sejahtera I

11. Meningkatkan daya saing dan nilai jual produksi

1) Terciptanya iklim investasi yang kondusif

(1) Meningkatnya kecepatan proses perijinan

(2) Menurunnya jumlah dan macam pajak & retribusi yang membebani investor (3) Meningkatnya jumlah Perda

yang mendukung iklim investasi

2) Terimplementasinya iptek dalam meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan (pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, pariwisata)

(1) Meningkatnya kontribusi sektor pertanian/ perkebunan terhadap PDRB

(2) Tertanganinya Jenis Penyakit Ternak 3) Mengembangkan ketahanan

pangan

(1) Tersedianya regulasi ketahanan pangan

(2) Meningkatnya ketersediaan pangan utama

(3) Meningkatnya produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per hektar

(4) Meningkatnya Kontrbusi sektor peternakan terhadap


(54)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

PDRB

(5) Tersedianya daging Meningkatnya luas lahan pengembangan kawasan agribisnis

4) Meningkatnya produktivitas industri pengolahan berbasis pertanian, perkebunan, serta kelautan dan perikanan

(1) Meningkatnya kontribusi produksi kelompok petani terhadap PDRB

(2) Meningkatnya produksi perikanan tangkap (3) Meningkatnya produksi

perikanan budidaya (4) Ketersediaan

sarana/prasarana perikanan tangkap

(5) Meningkatnya cakupan bina kelompok nelayan

(6) Meningkatnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB

(7) Meningkatnya kontribusi industri rumah tangga terhadap PDRB sektor industri

(8) Meningkatnya pertumbuhan industri

(9) tersedianya hutan tanaman industri

(10) tersedianya hutan tanaman rakyat

5) Meningkatnya kesempatan kerja di sektor industri pengolahan

(1) Meningkatnya rasio penduduk yang bekerja (2) Meningkatnya tingkat

partisipasi angkatan kerja (3) Meningkatnya pencari kerja

yang (4) ditempatkan (5) Menurunnya tingkat

pengangguran terbuka (6) Meningkatnya keselamatan

dan perlindungan pekerja (7) Meningkatnya dan

memeratakannya penduduk 12. Meningkatkan

pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari

Terjaganya ketersediaan SDA yang lestari

(1) Meluasnya cakupan penghijauan wilayah rawan longsor & sumber mata air (2) Meningkatnya pengawasan

terhadap pelaksanaan amdal (3) Tersedianya data base

sumberdaya alam & lingkungan hidup 13. Mewujudkan

keseimbangan

lingkungan/kearifan lokal dan keberlanjutan pembangunan

1) Berkurangnya tingkat pencemaran, kerusakan lingkungan, dan resiko bencana

(1) Menurunnya pencemaran status mutu air

(2) Menurunnya Pencemaran status udara dan air (3) Meningkatnya rehablitasi

hutan

(4) Meningkatnya Kesiapsiagaan Bencana


(55)

TUJUAN SASARAN INDIKATOR KINERJA

(5) Berkurangnya wilayah banjir (6) Rehabilitasi pesisir dan laut 2) Meningkatnya fungsi

kawasan lindung

(1) Menurunnya kerusakan kawasan hutan

(2) Cakupan Hutan Lindung 3) Terlaksananya penataan

ruang yang berkelanjutan

(1) Tersedianya dokumen Tata Ruang

(2) Tersedianya Lahan Produktif (3) Tersedianya Wilayah Industri (4) Meningkatnya ketaatan

terhadap RTRW (5) Tersedianya Basis Data (6) Menurunnya Ruang publik

yang berubah peruntukkannya 4) Meningkatnya ketersediaan

dan pemanfaatan energi alternatif yang ramah lingkungan serta energi terbaharukan

Meningkatnya rasio ketersediaan daya listrik

14. Meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur pendukung ekonomi dan permukiman

Berkembangnya jumlah dan mutu sistem jaringan prasarana dasar yang menjangkau seluruh distrik dan kampung

(1) Meningkatnya proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik

(2) Meningkatnya panjang jalan yang memiliki trotoar & drainase/ saluran pembuangan air (minimal 1.5m)

(3) Meningkatnya Prosentase jalan penghubung dari ibukota kecamatan ke kawasan permukiman penduduk (minimal dilalui roda 4)

(4) Meningkatnya sempadan jalan yang dipakai pedagang kaki lima atau bangunan liar (5) Meningkatnya sempadan

sungai yang dipakai bangunan liar

(6) Meningkatnya rasio jaringan irigasi

(7) Meningkatnya panjang irigasi Kabupaten dalam kondisi baik

(8) Meningkatnya pertumbuhan industri

(9) Meningkatnya kontribusi sektor industri terhadap PDRB

(10) Meningkatnya kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB

(11) Meningkatnya jumlah arus penumpang angkutan umum (12) Meningkatnya jumlah

pelabuhan laut/ terminal bis (13) Tertatanya ijin trayek (14) Meningkatnya kepemilikan


(1)

- Penyediaan Dana Pendamping PNPM Mandiri Pedesaan;

- Cost Sharing PNPM Mandiri Respek; - Pembersihan Lokasi Kampung Saruman

Baru. 16 Program Peningkatan Kapasitas

Aparatur Pemerintah Desa

Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa Dalam Bidang Pengelolaan Keuangan Desa;

- Pelatihan Aparatur Pemerintah Desa Dalam Bidang Manajemen Pemerintahan Desa;

- Pelantikan Kepala Kampung. 17 Program Peningkatan Peran

Perempuan di Perdesaan

Pelatihan Kader PKK dan Kader Posyandu;

- Pelaksanaan Hari Kesatuan Gerak PKK; - Rapat Konsultasi Tim Penggerak PKK

se- Kabupaten Kepulauan Yapen; - Lomba Kader PKK tingkat Provinsi; - Ibadah Rutin Tim Penggerak PKK

se-Kabupaten Kepulauan Yapen; - Kunjungan Lansia;

- Peningkatan Kapasitas Kader Tim Penggerak PKK;

- LP3PKK.

Implementasi program untuk mencapai target kinerja pada misi ini,

ada beberapa permasalahan yang dihadapi dan perlu

mendapatkan tindaklanjut. Beberapa permasalahan pembangunan tersebut antara lain:

i. Penanganan permasalahan social yang dibiayai dari APBD dan

APBN belum dapat mengakomodir sejumlah penyandang masalah kesejahteraan social

ii. Kondisi APBD yang terbatas sehingga pembangunan

kesejahteraan sosial masyarakat diberikan kebijakan anggaran yang kecil.

iii. kurangnya sumber daya aparatur di Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintahan Kampung

Terhadap beberapa permasalahan tersebut, agar capaian kinerja yang sudah ditargetkan dalam RPJMD dapat tercapat dalam sisa


(2)

a. Pemerintah Daerah perlu melihat pemasalahan sosial atau penyandang masalah kesejahteraan sosial yang terjadi secara global maupun khusus dalam lingkungan daerah.

b. Memperpendek rentang kendali antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial

c. Memperkecil biaya administrasi sedangkan volume pelayanan PMKS semakin banyak

d. Program pemberdayaan masyarakat miskin perlu di tangani secar optimal memlaui usaha-usaha kecil dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga.

e. Meningkatkan kegiatan pemberdayaan aparatur di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung


(3)

7.1. Simpulan

Berdasarkan analisis dan identifikasi permasalahan umum maupun spesifik, serta berdasarkan masukan yang diperoleh dari FGD dan deep interview maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan:

1. Program kerja yang dilakukan dalam kurun waktu 2013-2014 sebagian besar sudah mendorong pencapaian indicator kinerja pembangunan yang berujung pada pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian, penamaan program kegiatan masih banyak yang tidak sesuai dengan program kerja yang sudah ditetapkan dalam RPJMD.

2. Hasil evaluasi indicator kinerja, tampak bahwa sebagian besar indicator diproyeksikan akan tercapai pada akhir periode RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen (tahun 2017). Namun demikian, ada beberapa indicator kinerja yang pencapaiannya masih perlu usaha keras.

7.2. Rekomendasi

Terkait dengan simpulan pada bagain di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rekomendasi:


(4)

rumusan program dan kegiatan yang diusulkan dalam RKPD dapat sejalan dengan sasaran, program dan indicator kinerja yang telah ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Pada penyusunan laporan tahunan bupati, perlu ada evaluasi atas capaian RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen khususnya pada indicator kinerja yang tingkat capaiannya masih rendah. 3. Perlu penyelarasan RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen untuk

disesuaikan format dengan RPJMD (Nawa Cita) sehingga ada keterkaitan langsung antara RPJMN dengan RPJMD Kabupaten Kepulauan Yapen. Selain itu, perlu pengaitan langsung dengan

upaya pencapaian SDG (sustainability development goals)


(5)

Davey, K.J. Pembiayaan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta, UI Press, 1988.

Devas. C.N. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta, UI

Press, 1989.

Hidayat, Syarif. Mengurai Peristiwa Meretas Karsa, Refleksi Satu

Dasawarsa Reformasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jurnal

Prisma Vol. 29 No. 3 Juli 2010.

Hyman, David N., Public Finance a Contemporary Application of Theory to Policy. New York: The Dryden Press. Hardcourt Brace College Publisher, 1996.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

M. Syafi’i. 2009. Perencanaan Pembangunan Daerah. Averroes Press. Yogyakarta.

Syafrijal. 2009. Teknis Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Baduose Media. Jakarta.

Solihin, Dadang. 2010. Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah. Tidak

Diterbitkan. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pemerintah Republik Indonesia, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pemerintah Republik Indonesia. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.


(6)