STRUKTUR KALIMAT BAHASA AMBAI : Studi Deskriptif Morfosintaksis Sebagai Bahan Pembelajaran Muatan Lokal SMP Di Distrik Kepulauan Ambai Kabupaten Yapen Provinsi Papua.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Kegunaan Penelitian ... 7
1.6 Definisi Operasional ... 7
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Struktur Kalimat ... 12
2.2 Jenis Kalimat ... 15
2.2.1 Segi Isi dan Amanat ... 16
2.2.1.1 Kalimat Berita ... 16
2.2.1.2 Kalimat Tanya ... 17
2.2.1.3 Kalimat Perintah ... 17
2.2.1.4 Kalimat Seru ... 17
2.2.1.5 Kalimat Suruh ... 18
2.2.2 Segi Kelas Kata Predikatnya ... 18
2.2.2.1 Kalimat Verbal ... 18
2.2.2.2 Kalimat Nominal ... 21
2.2.2.3 Kalimat Adjektifal ... 22
2.2.2.4 Kalimat Adverbial ... 23
2.2.2.5 Kalimat numeralia ... 24
2.2.2.6 Kalimat Preposisional ... 24
2.2.3 Segi Bentuk Verba Predikatnya ... 25
(2)
2.2.4 Segi Kelengkapan Fungsinya ... 28
2.2.4.1 Kalimat Minim dan Kalimat Panjang ... 28
2.2.4.2 Kalimat Minor dan Kalimat Mayor ... 29
2.2.5 Segi Jumlah Klausa Pembentuknya ... 31
2.2.5.1 Kalimat Tunggal ... 31
2.2.5.2 Kalimat Majemuk ... 31
2.3 Bahasa Ambai ... 36
2.3.1 Bahasa Ambai Menawi ... 38
2.3.2 Bahasa Ambai Randawaya ... 38
2.3.3 Bahasa Ambai Dawai ... 39
2.4 Studi Deskriptif Morfosintaksis ... 39
2.5 Bahan Pembelajaran ... 41
2.6 Muatan Lokal ... 43
2.7 SLTP ... 45
BAB III LOKASI DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Lokasi ... 46
3.1.1 Sejarah Kependudukan ... 46
3.1.2 Wilayah Geografis Bahasa Ambai ... 48
3.1.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai ... 50
3.1.3.1 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Menawi ... 51
3.1.3.2 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Randawaya ... 51
3.1.3.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Dawai ... 52
3.1.4 Keadaan Demografi ... 52
3.1.4.1 Agama ... 52
3.1.4.2 Pendidikan ... 53
3.1.4.3 Mata Pencaharian ... 53
3.1.4.4 Seni dan Budaya ... 54
3.2 Teknik Penelitian ... 54
3.2.1 Metode ... 54
3.2.2 Pemilihan Lokasi ... 55
(3)
3.2.4 Informan ... 55
3.2.5 Instrumen Penelitian ... 56
3.2.5.1 Kamera ... 56
3.2.5.2 Daftar Kata (Swades) ... 56
3.2.6 Teknik Pengumpulan Data ... 65
3.2.6.1 Wawancara ... 65
3.2.6.2 Pengamatan ... 65
3.2.6.3 Dokumentasi ... 66
3.3 Tahap Penelitian ... 66
3.4 Teknik Analisis Data ... 66
BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA 4.1 Data Kalimat Bahasa Ambai ... 68
4.2 Analisis Kalimat Bahasa Ambai ... 79
4.3 Hasil Analisis Data ... 186
4.3.Pembahasan Hasil Analisis ... 194
4.3.1 Struktur Kalimat Bahasa Ambai ... 194
4.3.2 Jenis-Jenis Kalimat Bahasa Ambai dari segi Isi dan Amanat 4.3.2.1 Kalimat Berita ... 195
4.3.2.2 Kalimat Tanya ... 195
4.3.2.3 Kalimat Perintah ... 197
4.3.2.4 Kalimat Seru ... 197
4.3.2.5 Kalimat Suruh ... 198
4.3.3 Segi Kelas Kata Predikat ... 199
4.3.3.1 Kalimat Verba ... 199
4.3.3.2 Kalimat Nomina ... 200
4.3.3.3 Kalimat Adjektifal ... 200
4.3.3.4 Kalimat Numeralia ... 201
4.3.3.5 Kalimat Adverbial ... 201
4.3.3.6 Kalimat Preposisional ... 201
4.3.4 Segi Bentuk Verba Predikatnya ... 202
(4)
4.3.4.2 Kalimat Pasif ... 202
4.3.5 Segi Kelengkapan Fungsinya ... 203
4.3.5.1 Kalimat Minim dan Kalimat Panjang ... 203
4.3.5.2 Kalimat Minor dan Mayor ... 203
4.3.6 Segi Jumlah Klausa Pembentuknya ... 204
4.3.6.1 Kalimat Tunggal ... 204
4.3.6.2 Kalimat Majemuk ... 204
4.4 Kajian Morfosintaksis Bahasa Ambai ... 205
4.4.1 Proses Penambahan ... 210
4.4.2 Proses Pengurangan ... 211
4.4.3 Metatesis ... 212
4.4.4 Proses Blending ... 212
4.4.5 Proses Pemendekan ... 213
4.4.6 Singkatan ... 213
BAB V BAHAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA AMBAI 5.1 Pada Tingkat Kelas VII Semester 1 ... 214
5.2 Pada tingkat Kelas VII Semester 2 ... 226
5.3 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 3 ... 230
5.4 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 4 ... 235
5.5 Pada Tingkat Kelas IX Semester 5 ... 240
5.6 Pada Tingkat Kelas IX Semester 6 ... 241
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 244
6.2 Saran ... 249
DAFTAR PUSTAKA ... 251 LAMPIRAN
(5)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam masyarakat ini harus sesuai dengan struktur bahasa yang benar. Struktur bahasa yang baik dan benar akan memperlancar hubungan komunikasi kita, dan tidak menimbulkan penafsiran lain dari apa yang diinginkan. Di sinilah fungsi bahasa berperan aktif dan sesuai, baik itu dari pemilik dan pemakainya. Fungsi bahasa juga menuntut seorang pemakai atau pemilik untuk memiliki kemampuan dalam melakukan komunikasi baik secara formal maupun secara nonformal.
Menurut Gorys Keraf (1989:3-6) fungsi bahasa adalah (1) alat unuk menyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat mengadakan interaksi dan adaptasi sosial, dan (4) alat mengadakan kontrol sosial. Nababan (1991:38), membedakan fungsi bahasa dalam empat golongan bahasa yakni fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan.
Selanjutnya, Nababan (1991:38-45), menjelaskan bahwa fungsi bahasa dalam kebudayaan adalah sebagai (1) sarana perkembangan kebudayaan, (2) jalur penerus kebudayaan, dan (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan. Halim (1976) dalam Nababan, (1991:40) bahwa fungsi bahasa dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah sebagai (1) sarana pembinaan
(6)
persatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) sarana pengembangan penalaran (GBPP, 1993:1) Di samping itu, bahasa daerah juga dapat berfungsi sebagai lambang identitas daerah dan alat pelaksanaan kebudayaan daerah (Nababan, 1991:40). Sedangkan fungsi bahasa asing adalah sebagai alat komunikasi antara bangsa-bangsa dan negara-negara serta alat pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu bahasa daerah berfungsi sebagai lambang identitas daerah dan alat pelaksanaan kebudayaan daerah sehingga bahasa daerah dihormati dan dipelihara oleh negara. Hal ini dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945 pasal 36 sebagai berikut; di daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, NTT, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara negara. Selain dipelihara oleh negara, bahasa daerah juga mempunyai peran sebagai alat komunikasi yang dipergunakan dalam mengajarkan mata pelajaran muatan lokal. Bahasa daerah ini dipergunakan sebagai bahasa pergaulan daerah dalam pergaulan sehari-hari karena sebahagian siswa menguasai bahasa daerahnya (Nababan, 1991:41).
Berdasarkan fungsi bahasa daerah tersebut di atas, bahasa daerah perlu dilestarikan dan dikembangkan oleh kita. Namun, usaha pelestarian bahasa daerah bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh karena jumlah bahasa
(7)
daerah yang ada di Indonesia cukup banyak. Menurut perhitungan lembaga bahasa nasional, bahasa di Indonesia berjumlah 418 bahasa, tidak termasuk ragam bahasa subkelompok. Bahasa yang ada di Papua yang sudah diteliti berjumlah ± 251 bahasa daerah, termasuk ragam bahasa sub kelompok (Silzer dan Heja, 1991:1) Pada umumnya struktur kalimat dalam bahasa Ambai tidak dapat berdiri sendiri, melainkan diikuti jenis kata yang lain, baik itu unsur persona (kata ganti orang/pelaku perbuatan) maupun unsur keterangan seperti waktu, tempat, dan jenis kelamin pelaku perbuatan atau kegiatan.
Penelitian struktur kalimat bahasa Ambai ini dapat memberikan kepada kita suatu gambaran tentang struktur kalimat bahasa Ambai, jenis kalimat, dan proses pembentukan kalimat dalam studi morfosintaksis. Sebagai pengembangan bahasa, struktur kalimat, jenis kalimat, dan proses pembentukan kalimat dalam bahasa Ambai perlu diajarkan sebagai suatu bahan pembelajaran agar bahasa Ambai dapat dikuasai dalam berkomunikasi di daerah kepulauan Ambai, distrik Angkaisera, disrtrik Randawaya, dan distrik Yapen Timur, kabupaten Kepulauan Yapen-Papua. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemilik bahasa Ambai, agar mereka dapat memahami tentang struktur kalimat bahasa Ambai yang sebenarnya. Kenyataan ketidakpahaman tentang struktur sering membuat pemakai bahasa Ambai dalam berkomunikasi selalu menggunakan bahasa gabungan yaitu menggunakan bahasa Ambai yang digabungkan dengan bahasa Indonesia. Penutur atau pemakai kadang tidak menyadari bahwa di dalam bahasa Ambai, ada suatu bentuk struktur kalimat yang seharusnya digunakan. Penggunaan bahasa Ambai yang digabungkan dengan bahasa Indonesia ini sering terdengar
(8)
pada penutur bahasa Ambai yang telah lama bertempat tinggal di kota. Seperti; di kabupaten Jayapura, Biak, Nabire, Waropen, Manokwari, Sorong, Wamena, Merauke, Timika, Fakfak, Mapi, dan berbagai tempat di Indonesia, bahkan penutur bahasa Ambai yang berada di luar negeri. Penggunaan bahasa yang rancu ini disebabkan oleh telah berbaurnya penutur bahasa Ambai dengan suku lain, baik itu di daerah Papua sendiri dan seluruh masyarakat Indonesia yang berdomisili di Papua atau pun yang berada di luar negeri. Contoh penggunaan bahasa Ambai yang digabungkan (campur kode) dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Wo tunggu Jau, Wo sopani, Rubuku wai, kalimat ini mempunyai arti, Wo (kau), tunggu (tunggu), jau (saya); wo (kau orang), sopan (sopan), dan penambahan sufiks i (harus); ru (kau pegang), buku-buku, wai (itu); kalimat-kalimat ini telah dibentuk dalam proses mortofofonemis yang artinya kau tunggu saya, kau harus sopan kepada saya, dan peganglah buku itu. Demikian juga dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris yang pernah peneliti dengar pada penutur asli Ambai yang telah lama, bertempat tinggal di Papua New Guinea (PNG) dan Australia. Misalnya pada kata, " Take ball way (itu) (Ambil bola itu)., You understand kontai (lagi). Wo (kau dayung) boat nei (ini)! Berdasarkan struktur kalimat yang belum digunakan secara baik oleh penutur bahasa Ambai ini, penults merasa perlu untuk membahas pembentukan struktur kalimat bahasa Ambai sebagai upaya penelusuran pengembangan bahasa daerah khususnya bahasa Ambai. Upaya penerapan, pemahaman, dan pengembangannya, peneleti merasa akan lebih efektif bila dimulai dari suatu lembaga pendidikan yang berada di distrik kepulauan Ambai dan distrik penutur bahasa Ambai lainnya. Pembelajaran struktur
(9)
kalimat bahasa Ambai ini akan diajarkan pada tingkat SMP sebagai bahan pembelajaran muatan lokal di distrik Kepulauan Ambai, kabupaten kepulauan Yapen-Papua.
Dengan demikian peneliti berharap agar pengembangan bahasa daerah khususnya struktur kalimat bahasa Ambai perlu untuk diteliti. Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk dikembangan dan dijadikan suatu aset daerah dalam membangun komunikasi di kabupaten kepulauan Yapen. Membangun komunikasi ini, semata-mata bertujuan mengembangkan budaya, ekonomi, agama, dan pendidikan di kabupaten kepulauan Yapen, dan daerah-daerah lain di provinsi Papua. Selain dari penelitian mengenai struktur kalimat bahasa Ambai, peneliti mengharapkan agar bahasa-bahasa yang berada di Papua, khususnya kabupaten kepulauan Yapen yang belum diteliti, agar dapat diteliti dan dikembangkan seperti bahasa-bahasa lainnya. Penelitian bahasa yang selama ini dilakukan di kabupaten kepulauan Yapen, pengembangannya hanya dilakukan oleh para mahasiswa jurusan bahasa di UNCEN, dan SIL. Penelitian pemerolehan bahasa yang berada di daerah pedalaman Papua dilakukan oleh para misionaris atau para penyebar agama. Namun sesunguhnya masih banyak bahasa daerah Papua yang belum pernah diteliti dan dimasukkan sebagai perbendaharaan bahasa di Indonesia.
1.2 Batasan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Struktur kalimat dalam bahasa Ambai, yang dijabarkan sebagai berikut.
(10)
2) Jenis kalimat dalam bahasa Ambai
3) Proses Pembentukan kalimat dalam studi morfosintaksis
4) Struktur kalimat bahasa Ambai dijadikan sebagai bahan pembelajaran muatan lokal.
1.3 Rumusan Masalah
Agar menjadi jelas dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti dapat diuraikan sebagat berikut.
1) Bagaimana struktur kalimat yang ada dalam bahasa Ambai? 2) Bagaimana pengelompokan jenis kalimat dalam bahasa Ambai
3) Bagaimana proses pembentukan kalimat dalam studi morfosintaksis? 4) Bagaimana pengembangan struktur kalimat bahasa Ambai sebagai bahan
pembelajaran muatan lokal?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Mengetahui struktur kalimat bahasa Ambai.
2) Mengelompokkan jenis-jenis kalimat yang ada bahasa Ambai.
3) Mendeskripsikan proses pembentukan kalimat bahasa Ambai pada studi morfosintaksis.
4) Mengembangkan pemahaman penggunaan struktur kalimat, jenis-jenis kalimat, dan proses pembentukan kalimat bahasa Ambai melalui bahan pembelajaran muatan lokal.
(11)
1.5 Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian struktur kalimat bahasa Ambai bagi peneliti bahasa Ambai sebagai berikut.
1) Karya ini semoga mendapat kelayakan dalam tingkat keilmuan dalam pengembangan bahasa di seluruh nusantara.
2). Melestarikan bahasa Ambai sebagai salah satu aset budaya dan bangsa
3) Bahasa Ambai dapat digunakan secara luas oleh penutur sesuai struktur, baik dalam kelompok maupun individu.
4) Memahami jenis-jenis kalimat yang ada dalam bahasa Ambai
5) Mengetahui proses pembentukan struktur kalimat bahasa Ambai berdasarkan studi morfosintaksis
6) Dapat mengembangkan pengetahuan berbahasa khususnya struktur kalimat, jenis kalimat, dan proses pembentukan kalimat bahasa Ambai melalui bahan pembelajaran muatan lokal bahasa daerah.
7) Dapat mengembangkan dan meningkatkan hubungan sosial budaya, ekonomi, agama, dan pendidikan di kabupaten kepulauan Yapen.
8) Mengikaterat tali persaudaraan penutur bahasa Ambai dalam hidup bermasyarakat di kabupaten kepulauan Yapen dan di seluruh provinsi Papua.
1.6 Definisi Operasional
Definisi operasional mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan judul permasalah penelitian di atas, yang akan tersirat dalam uraian di bawah ini :
(12)
1) Struktur Kalimat
Berdasarkan pengertian struktur dan kalimat, maka dirumuskan pengertian struktur kalimat sebagat berikut.
(1) Perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang dapat membangun kalimat.
(2) Susunan pola-pola atau elemen-elemen secara sintagmatis yang dapat menghasilkan sebuah kalimat.
(3) Batasan struktur merupakan hubungan yang relatif tetap antara bagian-bagian yang membentuk dan saling mengisi fungsinya dalam kalimat .
(4) Struktur kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat disusun, dibentuk, dan berdiri sendiri dengan mempunyai intonasi akhir dan terdiri atas klausa.
2) Bahasa Ambai
Bahasa Ambai merupakan salah satu bahasa daerah di Kabupaten Kepulauan Yapen-Provinsi Papua yang masih digunakan secara aktif oleh penuturnya, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Bahasa Ambai digunakan oleh penutur yang bermukim di empat distrik, yaitu distrik kepulauan Ambai, distrik Angkaisera, distrik Teluk Ampimoi, dan distrik Yapen Timur.
(13)
3) Studi Desriptif
Studi menurut kamus bahasa Indonesia adalah ”penelitian ilmiah; kajian; dan telaahan.” Deskriptif menurut kamus bahasa Indonesia adalah ”bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa adanya.” Bersifat deskripsi yang dimaksud di sini adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci; dan uraian.
Jadi menurut uraian kamus dia atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa studi deskriptif adalah penelitian ilmiah yang memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci apa adanya.
4) Morfosintaksis
Menurut Kridalaksana (2001:143) morfosintaksis (morphosyntax) adalah 1) struktur bahasa yang mencakup morfologi dan sintaksis sebagai satu organisasi (kedua bidang itu tidak dapat dipisahkan); 2) cabang linguistik yang menyelidiki bidang itu; gramatikal; 3) deskripsi tentang kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi morfem dalam satuan-satuan yang lebih besar, dan tentang afiks-afiks inflektif dalam konjugasi dan deklinasi. Morfosintaksis adalah paduan istilah antara morfologi dan sintaksis. Morfologi merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang seluk beluk pembentukan morfem (kata). Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang pembentukan frasa, klausa, dan kalimat. Namun dalam pengkajian ini, studi morfosintaksis lebih mengacu pada pembahasan terhadap struktur bahasa yang mencakup morfologi dan sintaksis sebagai satu kesatuan
(14)
organisasi (keduanya tidak dipisahkan), dan pembahasan terhadap bentuk morfem dalam satuan yang besar (frase, klausa), kalimat, dan ungkapan.
4) Bahan Pembelajaran
Pengertian kata ”bahan” dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah (1) barang yang akan dibuat menjadi barang yang lain; bakal; (2) (segala) sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan tertentu seperti untuk pedoman atau pegangan, untuk mengajar, memberi ceramah; (3) sesuatu yang menjadi sebab (pangkal) suatu sikap (perbuatan): -tertawaan; -pertikaian (perselisihan); (4) barang yang akan dipakai untuk bukti (keterangan, alasan, dsb.) Bahan pengajaran yaitu bahan untuk mengajar (bagi guru). Pengajaran adalah (1) proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan; (2) perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar; (3) peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya). Berdasarkan beberapa konsep pengertian tentang bahan pembelajaran di atas maka, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengertian bahan pembelajaran adalah sesuatu barang yang dibuat untuk pedoman atau pegangan sebagai bukti dalam mengajar atau ceramah.
Mengacu pada pengertian bahan pembelajaran di atas maka, peneliti dapat membagi bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai sebagai berikut.
(1) Bahan struktur kalimat berdasarkan proses morfofonemis bahasa Ambai (2) Pengembangan jenis kalimat bahasa Ambai.
(15)
5) Muatan Lokal
Muatan lokal adalah program pendidikan yang lebih menfokuskan disiplin ilmu pada isi dan media berdasarkan lingkungan tempat tinggal suatu sarana pendidikan. Lingkungan di sini meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya yang disertai dengan kebutuhan daerah setempat. Ini perlu sebagai pengembangan potensi dan aset daerah yang perlu dipelihara dan dilestarikan oleh anak-anak bangsa.
Dalam kurikulum 1994 telah dicantumkan tentang pembelajaran muatan lokal sebagai berikut:
(1) Bahan pembelajaran muatan lokal merupakan bahan kajian sendiri. (2) Muatan lokal terpisah dari bidang pembelajaran apapun.
(3) Nilai muatan lokal dimasukkan dalam raport atau laporan pendidikan anak.
(16)
BAB III
LOKASI DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Lokasi
Lokasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini, meliputi beberapa distrik yang dianggap sudah sejak dahulu menggunakan bahasa Ambai sebagai bahasa perantara antara distrik yang satu dengan distrik yang lain. Distrik-distrik itu antara lain ; distrik Dawai, distrik Randawaya, distrik Angkaisera, dan distrik Kepulauan Ambai. Distrik-distrik ini berada di kabupaten Kepulauan Yapen-Provinsi Papua 3.1.1 Sejarah Kependudukan
Kampung Ambai pada tahun 1970-1980 memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayah ini meliputi beberapa desa antara lain yang sekarang ini berdiri sendiri sebagai kampung. Kampung-kampung ini antara lain; kampung Saweru, Wadapi, Wawuti, Rondepi, Kawipi, Wamori, Adiwipi, dan Ambai. Kampung-kampung ini pada tahun 1970-1980, dijadikan satu desa yaitu desa Ambai. Namun pada tahun 1985, kampung-kampung seperti, Saweru, Wadapi, Wawuti, telah dimekarkan menjadi desa masing-masing. Hal yang membuat kampung-kampung ini dipisahkan dari desa induk Ambai, karena jangkauan transportasi. Kendala dalam transportasi ini dilihat dari beberapa jarak antara desa induk dengan kampung-kampung itu sangat jauh. Bila dalam suatu pertemuan, mereka yang dari kampung-kampung Wadapi, Wawuti, dan Saweru, jika hendak ke Ambai mereka harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) jam perjalanan ke desa Ambai. Kampung Saweru, berada di pulau Ambai bagian barat, dan kampung
(17)
Wawuti dan Wadapi berada pada bagian utara pulau Ambai, atau kedua kampung ini masih berada di dataran pulau Yapen. Sedangkan kampung-kampung di pulau Ambai, tidak termasuk dataran pulau Yapen karena dipisahkan oleh laut.
Pada tahun 1998, dengan adanya pemerataan pengembangan pembangunan pemerintahan di kabupaten kepulauan Yapen, maka pemerintah provinsi Papua memekarkan salah satu distrik baru di daerah selatan pulau Yapen yang dimana termasuk kampung-kampung kepulauan Ambai tergolong sebagai distrik Angkaisera. Distrik Angkaisera meliputi beberapa kampung seperti; Kabuaena, Rambai, Roipi, Saweru, Umani, Konti, Yapanani, Aitiri, Ransarnoni, Wawuti, Wadapi, Kawipi, Ambai II, Rondepi, Baisore, Adiwipi, Mambawi, Ambai I, dan Kainui. Kemudian pada tahun 2008 tepatnya tanggal, 16 Agustus, kunjungan Bapak Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu ke Kabupaten kepulauan Yapen dalam rangka kunjungan Hutan Lindung dan Tambak Ikan Kerapuh yang sekaligus membawa SK pemekaran distrik baru di kabupaten kepulauan Yapen. Distrik yang baru dimekarkan, salah satunya adalah distrik kepulauan Ambai. Distrik kepulauan Ambai yang baru dimekarkan ini dengan jumlah penduduk ± 6.000 jiwa, dan jumlah kampung antara lain; kampung Rondepi, kampung Baisore, kampung Mambawi, kampung Umani, kampung Saweru, kampung Adiwipi, kampung Kawipi, kampung Wamori, kampung Ambai I, dan kampung Ambai II. Selain dari jumlah kampung, ada beberapa marga besar yang mendiami distrik kepulauan Ambai yaitu Wanggai, Muabuai, Waroi, Wona, Waromi, Imbiri, Yowei, Maniani, Marani, Karubaba, Fonataba, Woru, Oropa, Aiwoi, Numberi, Windeai, Aruri, Ayeri, Kapisa, Warisal, Inggeni, Maniakori, Mamani, Ayemi, Karuri, Numansra,
(18)
Rerei, Prawar, dan Boseren. Marga-marga ini merupakan nama kelompok masyarakat yang mendiami beberapa RT, dengan jumlah yang tidak menentuh.
3.1.2 Wilayah Geografis Bahasa Ambai
Wilayah geografis bahasa Ambai terdiri dari pemakai bahasa Ambai yang selalu menggunakan bahasa Ambai sebagai alat komunikasi. Bahasa Ambai mempunyai wilayah pemakai yang meliputi beberapa kampung dan distrik. Pada kampung, dan distrik ini ada yang menggunakan bahasa Ambai secara keseluruhan, dan ada pula yang menggunakan pada kampung tertentu saja. Distrik yang menggunakan bahasa Ambai secara keseluruhan yaitu distrik Randawaya, dan distrik kepulauan Ambai. Sedangkan penggunaan bahasa Ambai, pada distrik Angkaisera, dan distrik Dawai, yaitu terdapat beberapa kampung tertentu saja yang menggunakan bahasa Ambai. Kampung-kampung ini menggunakan bahasa Ambai karena, latar belakang kehidupan mereka yang mirip dengan orang Ambai.
Menurut salah satu tokoh masyarakat Steven Fonataba, yang pada waktu menjabat sebagai sekretaris kampung Ambai, pada waktu tahun 1960-1970, telah terjadi kesepakatan antara masyarakat yang berada di pegunungan pulau Yapen dengan masyarakat Ambai yang berada di pulau Ambai untuk mengadakan Barter. Untuk memperlancar pertukaran benda antara masyarakat Ambai dan masyarakat yang berada di pegunungan pulau Yapen, maka masyarakat pegunungan belajar menggunakan bahasa Ambai. Bahasa Ambai pada waktu itu sangat mudah dipakai karena bahasa Ambai lebih cepat dipahami oleh pemakai
(19)
dalam mengadakan barter. Dalam mengadakan barter ini ada sebuah pulau sebagai sarana yang berada di antara kampung-kampung di Ambai dengan kampung di daerah pesisir pulau Yapen bagian Selatan yaitu kampung Manawi dan Kainui, Wadapi. Pulau itu sampai sekarang diistilahkan sebagai pulau Kondirora (Pasar). Masyarakat distrik Angkaisera yang menggunakan bahasa Ambai, yaitu kampung Menawi, kampung Wadapi dan kampung Rambai. Kampung Manawi terdiri dari kampung Roipi, Atiri, Ransarnoni. Kampung-kampung yang lain, juga ikut berpartisipasi dalam proses barter tersebut namunh mereka hanya bisa mendengar dan memahami. Kalaupun mereka dapat berkomunikasi tentunya, pada beberapa kata yang diingat pada nama benda tertentu yang dominan dalam pertukaran barter. Misalnya; nama-nama ikan, sagu, talas, pisang, sayur dan lain-lain. Perkembangan bahasa Ambai ini pula terjalin dengan cepat karena adanya perkawinan antara masyarakat yang berada di pegunungan dengan masyarakat Ambai. Buktinya, masyarakat pegunungan ini akhirnya mereka turun dari gunung dan bertempat tinggal di dataran pesisir pantai. Dengan salah satu tujuan agar mempermudah proses barter yaitu pertukaran ikan dari masyarakat Ambai dan talas, sagu dll. dari masyarakat Angkaisera. Melihat sejarah terjadinya pemakai bahasa Ambai pada distrik Angkaisera ini, maka muncullah istilah bahasa Ambai Menawi. Marga yang terlibat dalam pemakaian bahasa Ambai menawi adalah marga Merani, Wondiwoi, Kandipi, Borai, Bonai, Nuboba, Bayoa, Waroi, Ansanai, Anderi, Matui, Mara, Borowai, Waromi, Upuya, Nanimindei, Samai, Rontini, Arebo, Sineri, Kaiba, Sembai, Wamea, Torobi, Mansai, dan Manori.
(20)
Demikian pula dengan pemakai bahasa Ambai-Dawai, yang mana bahasa yang digunakan dalam menjalin komunikasi, masih digunakan oleh beberapa kampung. Kampung-kampung yang menggunakan bahasa Ambai antara lain; kampung Wabo, Korombobi, Nunsembai, Mereruni, dan Dawai. Kampung lain yang tidak menggunakan bahasa Ambai sebagai alat penghubung dalam masyarakat di distrik Yapen Timur yaitu; kampung Awunawai, Nunsyari, Wabompi, Wonsyupi, dan Kerenui. Bahasa Ambai digunakan oleh beberapa kampung yang tertera namanya telah disebutkan di atas disebabkan oleh beberapa marga seperti fonataba, Wamea, Rumpedai, Runggamusi, Woriasi, Wanggai, Muai, Numberi, Waromi, Waimuri, Reba, Wona, dan Imbiri. Di antara marga-marga ini banyak yang berasal dari pulau Ambai seperti Wona, Wanggai, Fonataba, Imbiri, Numberi, dan marga lain yang sudah mengganti marga dengan menggunakan nama marga di sana. Marga-marga ini berada di distrik Yapen Timur karena pada waktu dulu, mereka mengingat bahwa pulau Ambai terlalu kecil untuk menampung seluruh masyarakat, maka sebahagian dari marga-marga ini mulai mencari tempat untuk menetap dan melakukan aktifitas sebagai nelayan dan petani. Hingga kini bahasa Ambai Dawai, Ambai Menawi, Ambai-Randawaya, dapat dilestarikan sebagai bahasa pengantar antara sesama pemakai mulai dari kepulauan Ambai dan sebagian pulau Yapen.
(Dapat dilihat pada peta Gambar 3.2).
(21)
Fariasi dialek bahasa pada dasarnya diklasifikasikan pada pengaruh bahasa yang berkontak. Kontak antarbahasa ini dapat mengakibatkan pinjaman dan serapan antarbahasa pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, atau semantik (Parera 1991:93). Fariasi bahasa Ambai ini diakibatkan oleh pengaruh bahasa yang berkontak. Kalau dilihat pada pemakai bahasa Ambai Menawi, Randawaya, Dawai, tentunya secara jelas ada perbedaan pada intonasi dan kata serapan bahasa lain. Disinilah muncul fariasi bahasa Ambai yang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa yang selalu berkontak.
3.1.3.1 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Menawi
Bahasa Ambai Menawi ini dipengaruhi oleh bahasa Onate. Bahasa Onate adalah bahasa yang digunakan oleh suku yang berada di darat atau daerah pegunungan pulau Yapen. Bahasa Ambai terpengaruh, dilihat dari unsur intonasi pengucapan yang agak lambat dari penutur orang Ambai. Misalnya pada penggunaan kata intafea, kata intafea dalam bahasa onate berkedudukan sebagai kata preposisi atau kata depan pada suatu kalimat. Contoh : "Intafea rodoni?" artinya Saudara mau kemana'?
Kata inta itu berasal dari kata intaye yang artinya kau, dan kata rodoni? artinya kau mau kemana.
3.1.3.2 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Randawaya
Bahasa Ambai Randawaya ini dipengaruhi oleh bahasa Kurudu dan Kaipuri. Bahasa Kurudu dan Kaipuri adalah bahasa yang dipengaruhi pula oleh bahasa biak dan bahasa Barapasi. Pengaruh yang timbul dalam pengucapan ini terlihat pada intonasi pembicaraan yang cepat, dan pada nada akhir kalimat naik.
(22)
3.1.3.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Dawai
Bahasa Ambai Dawai ini dipengaruhi oleh Bahasa Biak dan Korombobi. Bahasa Korombobi ini juga dipengaruhi oleh bahasa Biak dan Kurudu. Pengaruh yang terlihat dalam pengucapan bahasa Ambai Dawai ini, terlihat pada intonasi vokal yang diucapkan oleh penutur agak cepat atau dikategorikan sedang. Dengan arti dia berada pada pengucapan bahasa seperti penutur asal dari orang Ambai.
3.1.4 Keadaan Demografi 3.1.4.1 Agama
Setiap orang yang berkecimpung di tanah air Indonesia tentu mempunyai keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Begitu juga dengan masyarakat Papua, khususnya Ambai, mempunyai keyakinan kepada Tuhan. Keyakinan ini sering disebut juga dengan istilah agama. Agama yang selama ini dominan di distrik kepulauan Ambai, yaitu agama Kristen Protestan. Agama Kristen Protestan ini, dibagi berdasarkan aliran-aliran ibadah masing-masing seperti; Gereja Kristen Injili, Gereja Pentakosta di Indonesia, Gereja Bethel Indonesia, dan Gereja Baptis Indonesia. Gereja-gereja dilihat dari aliran ini, tentunya GKI berjumlah 3 gedung, Bethel berjumlah 9 gedung, Pentakosta berjumlah 8 gedung. Dengan berbagai aliran gereja yang ada di distrik kepulauan Ambai, maka jumlah seluruh gedung atau tempat ibadah adalah 20 gedung. Kita tentunya memprediksi bahwa agama lain seperti Islam, Hindu, Budha, dan Katolik tidak ada di distrik kepulauan Ambai.
(23)
3.1.4.2 Pendidikan
Dalam peningkatan sumber daya manusia, kondisi yang sering dialami oleh pendidikan di daerah perkotaan sangatlah berbeda dengan daerah yang masih di pinggiran kota (kampung). Masyarakat kampong proses kinerja pendidikan banyak mengalami berbagai hambatan, karena sarana dan prasarana seperti ruang kelas, ruang laboratorium, selain itu listrik juga belum ada. Selain itu pula tenaga kependidikan yang belum memadai, menyebabkan proses pendidikan di distrik kepulauan Ambai belum memberlakukan kurikulum secara baik. Baik menyangkut seluruh mata pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, guru di tingkat SD, dan SLT berjumlah ± 30 tenaga pengajar. Tenaga pengajar ini terbagi pada 8 gedung SD, dan 1 gedung SLTP.
3.1.4.3 Mata Pencaharian
Dengan melihat letak distrik kepulauan Ambai, kita telah mengetahui bahwa orang yang hidup di daerah kepulauan tentunya selalu berhubungan dengan laut yang banyak. Masyarakat Ambai adalah masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kepulauan ini, yang sebagian besar atau dikatakan 75% memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, dan sebahagian kecil atau 25% bermata pencaharian sebagai petani. Nelayan-nelayan ini memiliki berbagai alat penangkap seperti; jaring, alat mancing, lampu petromaks dan penikam (kalawai) untuk melakukan penangkapan ikan pada malam hari. Proses penangkapan ini dilakukan baik oleh para nelayan yang laki-laki, maupun yang perempuan. Begitupun dengan melakukan aktifitas sebagai petani, yang dilakukan oleh para laki-laki dan perempuan. Namun untuk pekerjaan sebagai petani, sebagian besar dilakukan oleh para ibu-ibu.
(24)
3.1.4.4 Seni dan Budaya
Kesenian suatu daerah tentunya mencerminkan budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakatnya. Masyarakat distrik kepulauan Ambai, melihat dari letak geografisnya, sudah tentu memiliki budaya dan kesenian yang selalu menyatu dengan keadaan alam yang dialaminya. Budaya masyarakat Ambai, pada dasarnya sama dengan budaya lain yang ada di daerah Papua seperti pada daerah Biak, Waropen, Jayapura, Manokwari, Sorong, dan daerah lainnya. Budaya itu dinamakan pesta dansa (Mandohi). Pesta ini biasanya dilakukan dengan bentuk tarian dan nyayian. Alat-alat musik yang digunakan dalam pesta tersebut adalah tifa, dan tikar yang sudah dihiasi dengan bentuk motif-motif daerah berupa ukiran-ukiran dan suatu perahu kecil yang didesain dengan berbagai ukiran. Tujuan dari Pesta Dansa (Mandohi) ini adalah memberi suatu hadiah baik itu berupa barang atau uang dari seorang saudara laki-laki kepada saudara perempuan. Barang atau uang diberikan karena pada waktu-waktu yang lalu saudara perempuan ini telah memberi makan, dan membantu saudaranya baik dalam melakukan aktifitas semasa ia belum memiliki seorang istri. Jadi saudara laki-laki ini memberi hadiah ini untuk membalas kebaikan saudara perempuan dengan mengadakan suatu pesta.
3.2 Teknik Penelitian 3.2.1 Metode
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Metode ini digunakan karena data yang diambil akan berubah berdasarkan perkembangan penelitian di lapangan atau data yang ada.
(25)
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini yaitu 3.2.2 Pemilihan Lokasi
Lokasi penelitian akan sesuai dengan masalah yang diteliti, yaitu seluruh kepulauan Ambai. Kepulauan Ambai meliputi beberapa desa antara lain. Desa Rondepi, Desa Ambai I, Desa Ambai II, Desa Kawipi, Desa Wamori, Desa Adiwipi, Desa Baisore, Desa Nubua, Desa Sowidori, Desa Mambawi, dan Desa Farayawung. Lokasi yang lain yaitu Distrik Angkaisera, Distrik Teluk Ampimoi dan Distrik Dawai
3.2.3 Hubungan Masyarakat
Penelitian yang dilakukan dalam rangka mendapat informasi atau data secara konkret, maka peneliti perlu mengadakan hubungan pendekatan dengan masyarakat pemakai bahasa Ambai. Adapun cara untuk memperoleh data yaitu melalui, bidang keagamaan, olahraga, mata pencaharian baik itu nelayan atau petani. Pemerolehan kalimat bahasa Ambai, peneliti mengikuti beberapa kotbah yang akan disampaikan dalam ibadah oleh penatua, syamaset, guru jemaat, fikaris, pendeta yang pada saat itu menyampaikan firman dengan bahasa Ambai.
3.2.4 Informan
Informan yang akan didatangi sebagai sampel dalam pengumpulan data yaitu tokoh masyarakat, para guru-guru SD, guru-guru SLTP, tokoh Agama, para pemuda setempat, dan aparat Desa atau Dusun setempat.
(26)
3.2.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu seperangkat alat yang digunakan dalam memperoleh data dalam melaksanakan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini berupa fasilitas sarana pendukung, seperti:
3.2.5.1 Kamera
Kamera yang digunakan dalam penelitian ini merupakan suatu alat bantu dalam mendokumentasikan beberapa bukti berupa informasi yang diperoleh peneliti pada saat memintai dan mengumpulan data dari informan. Dalam pengambilan bukti ini peneliti mendengar para informan menyatakan suatu teks pada saat pidato. Informan ini tentunya orang-orang yang menjadi sasaran utama dalam pengambilan data penelitian.
3.2.5.2 Daftar kata , frasa, klausa, dan kalimat bahasa Indonesia
Daftar yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu beberapa bentuk kata yang jika ditinjau dalam bahasa Ambai, merupakan suatu bentuk kalimat. Daftar kata (swades) bahasa Indonesia, akan dijadikan acuan dalam memperoleh kata-kata utama untuk mengalisis kata dasar dalam bahasa Ambai. Berikut daftar swades yang isinya bahasa Indonesia dan bahasa Ambai.
KATA –KATA BAHASA INDONESIA DAN BAHASA AMBAI ( DAFTAR SWADES)
NO Indonesia NO Ambai Ket
01. Saya 02. Kau
01. jau 02. wau
(27)
I
03. Dia 04. Kamu 05. Kami 06. Mereka 07. Kita 08. teman 09. kakak 10. adik 11. paman 12. ipar 13. tante 14. bapak 15. ibu 16. nenek 17. kakek 18. perempuan 19. laki-laki 20. gadis 21. pemuda 22. orang 23. siapa 24. istri 25. suami
I 03. I 04. muntoru 05. amea 06. ea 07. tata 08. kamuki 09. mampuai 10. manggatu 11. nemaraha 12. amai 13. umomu 14. day 15. ai 16. sumoi 17. kahi 18. wiwing 19. mang 20. kadawing 21. wariboai 22. nyuntarai 23. mantei 24. binemi 25. wamu II Kata Benda
26. parang 27. rumah 28. sampan 29. dayung 30. pisau 31. pulau 32. atap Kaiwo Fi 26. umbe 27. munu 28. wa 29. bo 30. noi 31. nu 32. kuruina
(28)
33. kayu 34. panah 35. anak panah 36. rokok 37. air 38. mata 39. kaki 40. tangan 41. hidung 42. rambut 43. kumis 44. telinga 45. anjing 46. kucing 47. babi 48. ikan 49. nelon 50. burung 51. tikus 52. cecak 53. kodok 54. katak 55. ular 56. buaya 57. hiu 58. kapak 59. laut 60. ombak 61. angin 62. hujan 63. kilat 33. ai 34. afai 35. ato 36. awohoi 37. mereha 38. reng 39. awemi 40. warami 41. bomu 42. wawuru 43. derewawuru 44. tarandaung 45. fiawera 46. nehi 47. fiai 48. dian 49. maraing 50. romu 51. karu 52. kafetain 53. wiwingtangging 54. kidowa 55. tawai 56. wanggori 57. mandohai 58. tamang 59. rawanang 60. moisai 61. wanang 62. metan 63. kaiwewa
(29)
64. guntur 65. badai 66. pohon 67. dahan 68. daun 69. jaring 70. bunga 71. buah 72. kupu-kupu 73. udang 74. cumi 75. suntung 76. kepiting 77. kelelawar 78. ayam 79. camar 80. bangau 81. karang 82. pasir 83. kelapa 84. tebu 85. talas 86. ubi 87. keladi 88. pisang 89. matoa 90. jambu 91. mangga 92. langsat 93. pepaya 94. pinang 64. kadidu 65. dobarai 66. ai 67. arawang 68. reraung 69. erang 70. nebu 71. bong 72. kamambo 73. kaweini 74. ariri 75. antinui 76. anggarariti 77. ayadiru 78. manggukei 79. manggeng 80. ampaiso 81. kamirang 82. nafa 83. anggadi 84. towu 85. faringgeni 86. timuri 87. barimu 88. rando 89. tawan 90. andori 91. andari 92. munggang 93. ansawaibong 94. aunai
(30)
95. sirih 96. kapur 97. tanah 98. gunung 99. tanjung 100. teluk 101. danau 102. selat 103. bukit 104. rumput 105. arus 106. sungai 107. ulat
108. gelembung
95. rema 96. roa 97. kahofa 98. uai 99. urefang 100. wora
101. werawanang 102. wesuai 103. uaiwowong 104. afui
105. foa 106. waya 107. awata 108. kawawuai Kata kerja
109. makan 110. pergi 111. datang 112. tidur 113. bangun 114. mandi 115. cium 116. mancing 117. duduk 118. lari 119. loncat 120. lempar 121. renang 122. ambil 123. pegang 124. cuci
Kaiwo nari 109. tampi 110. ra 111. rama 112. tena 113. toa 114. teriai 115. nuna 116. sukai 117. minohi 118. mito 119. so 120. soi 121. teriai 122. hari 123. ru 124. ruai
(31)
125. potong 126. pangkas 127. tebang 128. belah 129. kerja 130. menyanyi 131. pukul 132. tendang 133. pukul 134. dayung 135. ikat 136. jahit 137. gosok 138. hitung 139. main
125. kutui 126. sowi 127. robang 128. bauri 129. nari 130. rohi 131. boi 132. kafa 133. tuhing 134. wo 135. kasei 136. tawa 137. kika 138. tato 139. mei Kata Warna
140. hitam 141. putih 142. biru 143. kuning
144. hijau 145. merah
Keiwewari 140. metan 141. bua 142. kahe 143. bomining 144. fiotatowari 145. berika Kata Penunjukan
146. kiri 147. kanan 148. tengah 149. atas 150. bawah 151. panjang 152. pendek
Kaiwo aunau 146. dowei 147. domoya 148. rabuang 149. jai 150. doung 151. wairoi 152. tinang
(32)
153. dekat 154. jauh
153. kefang 154. waroi Kata penunjuk tempat
155. ini 156. itu 157. di 158. ke 159. dari 160. sini 161. sana
Kaiwo katai 155. nini 156. nana 157. na 158. to 159. nadoni 160. nina 161. wana Kata waktu
162. pagi 163. siang 164. sore 165. malam 166. terang 167. gelap 168. hari 169. minggu 170. bulan 171. tahun
Kaiwo Rahida
162. kameai 163. rahida 164. ramindena 165. diru 166. memarang 167. mamantiti 168. rahida 169. ari 170. embai 171. fuina Kata Sifat
172. manis 173. pahit 174. enak 175. pedis 176. cantik 177. bau 178. kotor
Kaiwo toyari 172. maing 173. piama 174. mamisi 175. japu 176. mehikai 177. nyunsai 178. rerika
(33)
179. bersih 180. bagus 181. busuk 182. basah 183. apung 184. baru 185. beberapa 186. benar 187. salah 188. kapan
179. mirareban 180. mahikai 181. piro 182. wawasa 183. tawoi 184. waworu 185. beiru 186. antu 187. parari 188. kidoni Kata Perumpamaan
189. Seperti 190. bagaimana 191. banyak 192. dengan 193. lagi 194. lain 195. satu 196. dua 197. tiga 198. empat 199. lima 200. enam 201. tujuh 202. delapan 203. sembilan 204. sepuluh 206 Kau bermain 207 Dia bercerita 208 Dia mandi 209 Dia jalan
Kaiwo siai 189. Toiri 190. tofino 191. fiau 192. we 193. kontai 194. siai 195. boiri 196. boru 197. botoru 198. boa 199. ring 200. wonang 201. itu 202. indiatoru 203. indiata 204. sura
206 mei 207 deikaririai 208 deriai 209 roa
(34)
210 Bermimpi 211 Saya ambil 212 Saya membuat 213 Saya mengisi 214 Saya mendayung
215 Menemani
210 tamiai 211 ika 212 inari 213 isonio 214 iwo 215 deurari
3.2.5.3 Alat-alat atau Sarana Pendukung 1. Alat-alat Penghubung Bagi Informan
Alat penghubung yang dimaksud dalam pengambilan data dari masyarakat dan informan yaitu berupa makanan ciri kas orang papua (pinang), dan rokok.
2. Alat-alat tulis, buku dan kertas yang dapat membantu pencatatan dalam pengambilan data.
3. Transportasi ke lokasi penelitian
Transportasi yang akan digunakan dalam pengambilan data yaitu berupa sampan yang memiliki penimbang yang diistilakan dengan semang. Sampan ini dilengkapi dengan motor tempel, sebagai mesin penggerak sampai ke tempat tujuan. Hal ini harus dijangkau dengan perahu karena jalan darat belum dibuat atau diaspal.
4. Tape recorder
Tape recorder ini berfungsi untuk merekam percakapan yang dilakukan oleh masyarakat, baik berupa percakapan kelompok, maupun perorangan. Percakapan yang berupa kelompok, di sini peneliti mengambil data dengan mendengar dan merekam percakapan pada beberapa pertemuan tertentu seperti
(35)
pada saat mengadakan pesta adat, pertemuan para tokoh masyarakat dengan tokoh-tokoh agama yang membicarakan tentang penyelesaian perkara di lingkungan masyarakat kampung.
3.2.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.2.6.1 Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan yang dilakukan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya; rekonstruksi keadaan tersebut berdasarkan pengalaman masa lalu; proyeksi keadaan tersebut yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang; dan verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi (konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya (Lincoln & Guba dalam Syamsuddin & Damaianti, 2006:94). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin yaitu peneliti melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Pedoman wawancara tidak disertai alternatif jawaban sehingga responden bebas menjawab sesuai dengan hal yang diketahuinya, dalam kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan.
3.2.6.2 Teknik Pengamatan
Pengamatan (observasi) yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2007:104). Observasi digunakan bila penelitian berkenan dengan perilaku
(36)
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2007:145). Observasi digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati kehidupan masyarakat Ambai hubungannya dengan pengidentifikasikan struktur kalimat yang ada dalam bahasa Ambai dan peneliti tidak terlibat dalam kehidupan bermasyarakat tetapi hanya melakukan pengamatan dan pengumpulan data.
3.2.6.3 Teknik Dokumentasi
Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan berbagai teks yang di dalamnya telah tertera berbagai bacaan, baik itu berbentuk narasi, eksposisi, dan argumentasi dalam bahasa Ambai.
3.3 Tahap Penelitian
Tahap penelitian merupakan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengambilan, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Kegiatan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Kegiatan untuk memperoleh struktur kalimat bahasa Ambai
2) Kegiatan mengklasifikasi jenis kalimat yang ada dalam bahasa Ambai 3) Kegiatan Analisis morfosintaksis kalimat bahasa Ambai.
4) Menyusun bahan pembelajaran kalimat bahasa Ambai untuk tingkat SLTP dengan mengacu pada pengembangan kurikulum dan tingkat kebutuhan daerah.
3.4 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan dipilah-pilah berdasarkan daftar kata, frasa, kalimat bahasa Ambai, agar data tersebut dianalisis untuk menentukan
(37)
struktur kalimat, jenis kalimat, kajian struktur kalimat bahasa Ambai, dan kemudian diuraikan berdasarkan tujuan masing-masing.
(38)
BAB V
BAHAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL SRTUKTUR KALIMAT BAHASA AMBAI
Pada bab ini, peneliti dapat menyusun bahan pembelajaran yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran pada mata pelajaran muatan lokal. Sesuai dengan beberapa pendapat para ahli dan pengertian dalam kamus pada Bab II, tentang bahan pembelajaran yaitu sesuatu bahan yang dibuat sebagai pedoman utama atau pegangan bukti dengan tujuan membantu proses belajar siswa untuk mencapai keberhasilan pendidikannya, maka peneliti dapat menyusun bahan ini agar dapat digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian pada bab I.
Pembuatan penyusunan bahan pembelajaran dalam mata pelajaran muatan lokal selalu berpatokan pada kebutuhan daerah yaitu meningkatkan ketrampilan pada suatu bidang yang sangat potensial. Potensi pemakai bahasa daerah Ambai meliputi beberapa distrik dan kampung, secara eksplisit peneliti melihat sangat sesuai untuk mengembangan bahasa Ambai yaitu dalam mata pelajaran muatan lokal di distrik kepulauan Ambai. Fokus pembelajaran muatan lokal dalam penelitian ini, peneliti lebih menitikberatkan pada tingkat kebahasaan yaitu struktur kalimat, jenis kalimat, dan proses pembentukan kata bahasa Ambai.
Ada pun kompetensi yang diharapkan dalam penyusunan bahan pembelajaran bahasa secara umum biasanya diarahkan pada empat aspek ketrampilan berbahasa. Keempat aspek ketrampilan berbahasa itu antara lain, ketrampilan mendengarkan, ketrampilan berbicara, ketrampilan membaca, dan
(39)
ketrampilan menulis. Untuk memahami dan mengembangkan bahasa Ambai, maka seorang siswa harus menguasai struktur kalimat bahasa Ambai sebagai suatu ketrampilan dasar. Ketrampilan dasar yang harus dimiliki dalam pembelajaran muatan lokal ini yaitu secara spesifik siswa dapat menggunakan bahasa Ambai sesuai dengan struktur kalimat yang benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti akan menjabarkan kompetensi pembelajaran berdasarkan tujuan pencapaian kompetensi siswa pada tingkatan kelas. Kompetensi pada tingkatan perkelas, peneliti membagi dengan harapan akan lebih mudah dan efisien. Demikian pembagian bahan pembelajaran dari kelas VII semester 1 dan 2, VIII semester 3 dan 4, dan IX semester 5 dan 6 di SMP Negeri Ambai.
5.1 Pada Tingkat Kelas VII semester 1
Kompetensi yang diharapkan pada bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai pada tingkat kelas VII semester I adalah
1. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Jau.
2. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Wau.
3. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona I.
4. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Amea.
(40)
5. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Ea.
6. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Tata.
7. Siswa dapat memahami proses penambahan protesis, epentesis, dan paragog.
8. Siswa dapat memahami proses pengurangan afesis, sinkop, dan apokop. 9. Siswa dapat memahami proses metatesis dalam bahasa Ambai.
10. Siswa dapat memahami proses blending dalam bahasa Ambai.
11. Siswa dapat memahami bentuk pemendekan dan singkatan dalam bahasa Ambai.
Bahan Pembelajaran Tingkatan Kelas VII Semester 1
Morfosintaksis Pembentukan Jenis Kata dalam Bahasa Ambai
Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat pada proses morfologi dan sintaksis (morfosintaksis) yang ada dalam kalimat bahasa Ambai. Proses pembentukan perubahan berupa morfem, kata, frasa, dan klausa, berdasarkan kandungan makna dari kalimat. Analisis bahasa Ambai dalam tataran proses morfofonemik yaitu pada tipe-tipe perubahan morfem, kata atau kalimat. Tipe-tipe perubahan ini terdiri dari penambahan, pengurangan, metatesis, blending, dan pemendekan. Namun sebelum kita meletakan contoh kalimat dari berbagai istilah ini, perlu juga kita ketahui proses terjadinya perubahan dari subjek dengan kata dasar dan unsur persona dengan unsur predikat. Proses analisis ini
(41)
peneliti melihat, ada unsur yang paling menonjol dalam perubahan yaitu unsur persona dengan kata dasar. Adapun proses ini terjadi pada unsur persona, jau (saya), wau (kau), i (dia), amea (kami), ea (mereka), tata (kita), turu (kita dua), dan muru (kamu dua) dalam bahasa Ambai. Misalnya pada unsur persona jau (saya) dan kata dasar tampi (makan), jika kedua kata ini dibentuk dalam sebuah kalimat maka kedua unsur harus digabungkan menjadi jampi (saya makan). Ada pula yang terjadi pada unsur persona wau (kau) dengan kata dasar tampi (makan), i (dia) dan tampi (makan), amea (kami) dan tampi (makan), maka kata wau (kau) ditambahkan dengan kata dasar tampi (makan), maka kedua kata itu akan berubah menjadi bampi (kau makan) dan i (dia) ditambahkan dengan kata tampi (makan) maka kedua kata itu akan berubah menjadi kata dampi (dia makan) dan kata amea (kami) ditambahkan dengan kata dasar tampi (makan) akan berubah menjadi ametampi (kami makan).
Dalam analisis kalimat bahasa Ambai ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jika unsur persona wau (kau) ditambahkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal kata itu akan beruba menjadi b. Unsur persona i, jika ditambahkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka kata dasar tersebut huruf awal akan berubah menjadi d. Unsur persona amea, ea, tata, turu, dan muru, jika ditambahkan dengan kata dasar apapun seperti pada contoh di atas tidak mengalami perubahan pada fonem awal suatu kata dasar. Proses penghilangan itu terjadi pada suku kata awal, maupun suku kata kedua.
Berikut ini peneliti dapat mengkaji unsur persona satu-persatu agar dalam kalimat akan lebih jelas unsur persona itu digabungkan dengan kata dasar.
(42)
1) Unsur Jau (saya)
(1) Unsur persona jau (saya), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t akan hilang dengan suku akhir au dari kata wau yang hasilnya menjadi j. Contoh! ● tampi menjadi jampi ● tato menjadi jeto ● tawa menjadi jawa
(2) Unsur persona jau (saya), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p akan hilang dengan suku akhir au dari kata jau yang akan berubah bentuk menjadi i. Contoh!
● mung menjadi imung ● nunung menjadi inunung ● ra menjadi ira
● sobu menjadi isobu ● bai menjadi ibai
● kase menjadi ikase ● wori menjadi iwori ● poro menjadi iporo
2) Unsur persona Wau (kau)
(1) Unsur persona wau (kau), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t, akan hilang dengan fonem i berubah menjadi b.
Contoh!
● tampi menjadi dampi (dia makan) ● tato menjadi deto (dia hitung) ● tawa menjadi dawa (dia jahit)
(43)
(2) Unsur persona wau (kau), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p tidak mengalami perubahan.
3) Unsur persona I (dia)
(1) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t, akan hilang dan fonem i berubah menjadi b. Contoh!
● tampi menjadi dampi (dia makan) ● tato menjadi deto (dia hitung) ● tawa menjadi dawa (dia menjahit)
(2) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, r, s, h, b, k, dan w, maka suku kata pertama dari kata dasar akan ditambahkan fonem i sebagai infiks.
Contoh:
● mung menjadi miung (dia bunuh) ● ra menjadi ria (dia jalan) ● sobu menjadi siobu (dia dapat) ● bai menjadi biai (dia bayar) ● wori menjadi wiori (dia beli) ● kase menjadi kiase (dia ikat)
(3) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem n, maka suku kata pertama dari kata dasar akan berubah dengan menambah fonem y sebagai infiks.
(44)
Contoh!
● nunung menjadi nyunung (dia tembak) ● nuna menjadi nyuna (dia cium)
(4) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem p, m, maka fonem kedua dari kata dasar itu akan berubah menjadi fonem i sebagai infiks.
Contoh:
● poro menjadi piro (dia busuk) ● payai menjadi piyai (dia rela) ● muni menjadi mini (dia membunuh) ● makai menjadi mikai (dia menari)
4) Unsur persona Ea (mereka)
Jika unsur persona ea (mereka), digabungkan dengan suatu kata dasar, maka fonem a pada kata ea akan hilang.
Contoh!
● mung menjadi emung (mereka bunuh) ● nunung menjadi enunung (mereka tembak) ● ra menjadi era (mereka jalan)
● sobu menjadi esobu ( mereka dapat) ● bai menjadi ebai (mereka bayar) ● kase menjadiekase (mereka ikat)
(45)
● wori menjadi ewori (mereka bayar) ● poro menjadi eporo (mereka busuk)
5) Unsur persona Amea (kami)
Jika unsur persona amea (kami), digabungkan dengan suatu kata dasar, maka fonem akhir a pada kata amea akan hilang.
Contoh!
● mung menjadi amemung (kami bunuh) ● nunung menjadi amenunung (kami bakar) ● ra menjadi amera (kami jalan)
● sobu menjadi amesobu (kami dapat) ● bai menjadi amebai (kami bayar) ● kase menjadi amekase (kami ikat) ● wori menjadi amewori (kami beli) ● piro menjadi ameporo (kami busuk)
6) Unsur Persona Tata (kita)
Unsur persona tata, bila digabungkan dengan suatu kata dasar, maka suku kata kedua dari kata tata akan hilang.
Contoh!
● mung menjadi tamung (kita bunuh) ● nunung menjadi tanunung (kita tembak) ● ra menjadi tara (kita jalan)
(46)
● kase menjadi takase (kita ikat) ● sobu menjadi tasobu (kita dapat) ● bai menjadi tabai (kita bayar) ● wori menjadi tawori (kita beli) ● piro menjadi taporo (kita busuk)
7) Proses penambahan ini terdiri dari:
(1) Protesis artinya penambahan vokal atau konsonan pada awal kata.
● emung (mereka bunuh) dari kata dasar mung (bunuh) ditambahkan dengan ea (mereka)
● imesiri (saya sendiri) dari kata dasar mesiri (sendiri) ditambahkan dengan jau (saya)
(2) Epentesis artinya penambahan vokal atau konsonan di tengah kata. ● mung menjadi miung (dia bunuh) ● ra menjadi ria (dia jalan) ● sobu menjadi siobu (dia dapat) ● bai menjadi biai (dia bayar) ● wori menjadi wiori (dia beli) ● kase menjadi kiase (dia ikat)
(3) Paragog artinya penambahan vokal atau konsonan di akhir kata ● Lukasio (lukas dia)
● Mansirio (sendiri dia) ● Diangbai (ikan itu) ● Moridine (baronan itu)
(47)
8) Proses Pengurangan
(1) Afesis artinya pengurangan vokal atau konsonan di awal kata.
● Pada kata tota (tendang), bila ditambahkan kata jau (saya) sebagai prefiks, maka kata itu akan berubah menjadi jota. Jadi proses afesis di sini yaitu kata tota mengalami pengurangan menjadi kata ota.
● Pada kata jau ( saya) dengan kata dasar tampi (makan), bila digabungkan maka kata itu akan berubah menjadi jampi. Jadi proses afesis di sini yaitu kata tampi mengalami pengurangan menjadi kata ampi.
(2) Sinkop artinya pengurangan vokal atau konsonan di tengah kata.
Proses pengurangan vokal atau konsonan ini akan terlihat pada contoh kata dalam bahasa Ambai berikut ini.
● Kata tata (kita) digabungkan dengan kata eriai akan menjadi deriai. Penghilangan –ne pada kata dine.
(3) Apokop artinya pengurangan vokal atau konsonan di akhir kata.
Proses pengurangan vokal atau konsonan di akhir kata yaitu pada kata amea digabungkan dengan kata tawang, akan berubah menjadi ametawang. Jadi kata amea jika ditambahkan dengan kata tawang, maka kata amea akan mengalami pengurangan fonem -e pada akhir kata amea. Jadi kata itu akan berubah menjadi ame.
9) Metatesis
Metatesis adalah proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua fonem. Metatesis dalam bahasa Ambai yang terlihat pada beberapa kalimat berikut.
(48)
Contoh!
● Bena terjadi dari gabungan kata wau (kau) dengan kata tena (tidur) ● Jena terjadi dari gabungan kata jau (saya) dengan kata tena (tidur)
● Ametena terjadi dari gabungan kata amea (kami) dengan kata tena (tidur) ● Dena terjadi dari gabungan fonem i (dia) dengan kata tena (tidur) ● Etena terjadi dari gabungan kata ea (mereka) dengan kata tena (tidur) ● Tatena terjadi dari gabungan kata tata (kita) dengan kata tena (tidur)
10) Proses Blending
Blending adalah percampuran dua kata yang menjadi satu kata. Dalam bahasa Ambai akan terlihat pada unsur persona dengan kata kerja.
Contoh!
●bunung terjadi dari kata wau dan tunung
Kata wau dan tunung bila kedua kata ini digabungkan, maka kedua kata ini akan berubah menjadi kata bunung.
● Inari digabungkan dari kata jau dan nari (saya buat) ● Ira digabungkan dari kata jau dan ra (saya jalan) ● Imito dibentuk dari kata jau dan mito (saya lari) ● Bena dibentuk dari kata wau dan tena (kau tidur) ● Mang ea tunung menjadi mantunung (peminum)
(49)
Pemendekan ini terdiri dari bentuk akronim dan berupa singkatan kata. Akronim adalah penciptaan istilah baru dengan cara menyingkat, baik itu fonem awalnya saja ataupun, tengah atau akhir pada kata. Dalam bahasa Ambai kata ini biasanya diucapkan dengan menyingkat dua kata menjadi satu kata, sehingga terdengar ada beberapa fonem yang tidak terdengar oleh pembicara maupun pendengar. Misalnya pada kata:
● kahairai menjadi kairai (kau cepat menjadi cepat) ● dohona menjadi dona (sehingga menjadi hingga)
● mang tata inau menjadi mantaunau
(laki-laki kita ajar menjadi pengajar laki-laki)
12) Singkatan
Singkatan kata dalam bahasa Ambai yaitu cara mengambil fonem awalnya saja dan proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah leksem baru yang berstatus kata.
Contoh!
● Kahairai menjadi kai (cepat)
● Mang ea tunung menjadi mantunung (peminum) ● Mang erirau menjadi mandirau (suami)
(50)
5.2 Pada Tingkat Kelas VII Semester 2
Kompetensi yang diharapkan pada bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai pada tingkat kelas VII semester I adalah
1. Siswa dapat memahami unsur persona yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai subjek dalam kalimat.
2. Siswa dapat memahami unsur persona sebagai prefiks dalam pemaknaan kalimat.
3. Siswa dapat memahami unsur subjek pada kata benda, kata sifat, dan kata bilangan.
4. Siswa memahami setiap penyebutan nama dalam bahasa Ambai harus diakhiri dengan fonem i.
Materi Struktur kalimat bahasa Ambai
Pada umumnya struktur bahasa Ambai, memiliki unsur subjek dan predikat sebagai inti kalimat dan unsur objek, dan keterangan sebagai pelengkap. Ditinjau dari beberapa hasil analisis kalimat bahasa Ambai, ternyata ada bentuk atau pola kalimat yang memiliki pola tersendiri atau khusus. Bentuk struktur kalimat yang ditemukan dalam pemakaian kalimat bahasa Ambai adalah bentuk persona wajib ditempelkan pada kata dasar sebagai subjek sekaligus predikat. Untuk lebih memahami bentuk dan struktur kalimat bahasa Ambai, maka peneliti dapat menjabarkan sebagai berikut:
a. Unsur persona jau (saya), wau (kau), i (dia), ea (mereka), amea(kami), tata (kita), dalam pemenggalan kata, unsur persona ini tidak dapat berdiri sendiri
(51)
sebagai subjek dalam kalimat. Berikut beberapa contoh dalam kalimat di bawah ini!
1. Junung je!
(Saya minum Bir!) 2. Bang diang maneiru?
(Kau makan ikan berapa?) 3. Nyuntarai dunung dine.
(Dia seorang peminum.) 4. Paulusi demi ea ewawu.
(Paulus menyuruh mereka bubar.) 5. Merama tahafe tane muniara nei!
(Mari kita tutup acara kita!)
b. Unsur predikat dalam bahasa Ambai tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya unsur persona, karena dalam bahasa Ambai kalau dilihat pada beberapa contoh kalimat, tentunya unsur persona berperan sebagai prefiks. Tanpa adanya prefiks persona, kalimat ini tidak memiliki makna predikat pada suatu konteks kalimat.
Berikut contoh pada beberapa kalimat di bawah ini! 1. Wa sifona jai dautai sifo to Bia.
(Pesawat itu terbang ke Biak.) 2. Bang diang nani kay.
(52)
3. Tu maraing bani kairai? (Tenggelamkan nelon cepat!) 4. Deriai!
(Dia mandi!)
c. Unsur subjek pada kata benda, kata sifat, kata bilangan, tentunya dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Berikut beberapa contoh pada kalimat di bawah ini!
1. Junusi dana munua manei na ne afaigoro.
(Junus menembak seekor ikan tongkol dengan senapan selam.) 2. Mesaki johi rayato.
(Mesak menyanyikan sebuah lagu.) 3. Nafa bua nini dino tohari.
(Pasir putih ini yang diambil.) 4. Rahofui foyo mehikai paria.
(Suaranya sangat merdu.)
d. Jika dilihat dari segi pemaknaan kalimat, maka unsur persona yang digabungkan dengan predikat selalu berfungsi sebagai prefiks. Berikut contoh kata yang terdapat pada kalimat di bawah ini!
1. Bisang diang munesai wai. (Kau tikan ikan Munesai itu!) 2. Wokai diang bai!
(53)
(Kau lempar ikan itu cepat!) 3. Wu turu wori jisang diang nei!
(Kau dayung kencang, agar saya tikam ikan ini!)
e. Setiap penyebutan nama orang dan benda selalu diakhiri dengan vokal i. Penyebutan vokal i dalam bahasa Ambai pada unsur nama orang dan benda ini biasanya menyatakan pengganti dari pelaku atau menunjukan benda yang disebutkan. Kalau dilihat dari segi makna fonem i pada unsur persona, maka fonem i berfungsi menyatakan orang ketiga (dia). Demikian pula pada unsur benda, maka fonem i berfungsi menyatakan kata penunjuk (itu).
Berikut beberapa contoh di bawah ini! 1. Marteni (Marthen dia)
2. Mesaki (Mesak dia) 3. Motori (Motor itu)
5.3 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 3
Materi Jenis-jenis kalimat dilihat dari Segi Isi dan Amanat 1. Kalimat Berita
Kalimat berita bahasa Ambai secara umum membentuk kalimat yang isinya menyampaikan, memaparkan atau memberitahukan sesuatu kepada orang lain berupa perasaan, peristiwa, dan kejadian.
Berikut contoh kalimat berita bahasa Ambai. ● Aha mani Day dong na Worandiama!
(54)
(Besok, Ayah datang dari Jayapura) ●Ai dontai mane!
(Ibu telah datang)
●Robio wiori motori waworu! (Robi membeli motor baru!)
2. Kalimat Tanya
Kalimat tanya bahasa Ambai secara formal ditandai oleh beberapa kata tanya seperti: fiani (apa), mantei (siapa), beiru (berapa), kidoni (kapan), tofino (bagaimana), dan doni (kemana). Kalimat tanya ini biasanya digunakan untuk meminta informasi mengenai sesuatu dari penutur. Adapun cara pembentukan kalimat tanya adalah
1) Penambahan kata fiani
Kata tanya fiani digunakan untuk menanyakan benda, hewan, tumbuhan. Contoh berikut ini!
● Bang fiani? (Kau makan apa?) ● Bunung fiani? (Kau minum apa?)
2) Penambahan kata mantei
Kata tanya mantei digunakan untuk menanyakan orang lain. Perhatikan Contoh berikut ini!
(55)
● Kayati nini mantei nen dine? (Buku ini siapa yang punya?) ● Rau mantei?
(Kau menikahi dengan siapa?) ● Wawayo mantei niari ne? (Perahu itu siapa yang buat?) ● Mantei fiai rahutu fine?
(Siapa yang membuka pintu ini?)
3) Penambahan kata beiru dan maneiru.
Kata beiru digunakan untuk menanyakan bilangan. Perhatikan contoh berikut ini!
● Bong doi beiru we Maritai?
(Kau berikan uang berapa banyak kepada Marta?) ● Antaraung beiru?
(Atap berapa?)
● Nemu aringgoya beiru? (Berapa banyak penikammu?)
Kata tanya maneiru digunakan untuk menanyakan jumlah benda, orang, hewan. ● Nemu arikang maneiru?
(Berapa banyak anakmu?) ● Bang diang maneiru? (Kau makan ikan berapa?)
(56)
4) Penambahan kata kidoni
Kata kidoni digunakan untuk menanyakan waktu. ● Kidoni bong ma?
(Kapan kau datang?) ● Kidoni rirauki? (Kapan kau menikah?)
5) Penambahan kata tofino
Kata tanya tofino digunakan untuk menanyakan keadaan. ● Metafai tofino?
(Kalian berlayar ke mana?) ● Nemutarai wani tofino? (Bagaimana kesehatanmu?)
6) Penambahan kata doni ● Bong doni?
(Kau pergi ke mana?) ● Mura doni?
(Kamu pergi ke mana?) ● Mandoni dino moduweine? (Dengan siapa kau berbicara?)
(57)
3. Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang berupa tindakan. Kalimat perintah dalam bahasa Ambai dapat dibentuk dengan memasukan kata kairai. Berikut Contoh!
● Ro to woria fo kairai! (Pergi ke luar cepat!)
● Roa tara aimasa fo kairai! (Kau pergi belah kayu cepat!) ● Tu maraing bani kairai! (Ulurkan nelon itu cepat!) ● Mung erang bai kairai! (Tebarkan jaring itu cepat!)
4. Kalimat Seru
Kalimat seru dalam bahasa Ambai ditandai dengan kata boe dan antu yang artinya sungguh mengagumkan, sangat heran, dan banggga terhadap seseorang. Namun pada dasarnya kalimat seru dapat pula dilihat dari segi makna. Contoh ● Boe nu wani mehikaiao!
(Alangkah indahnya pulau itu!)
●Antu! Nyuntarai beng dine!
(Sungguh dia orang benar!)
(58)
Kalimat suruh dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang mengharapkan tanggapan berupa tindakan dari yang diajak berbicara. Berdasarkan pola struktur kalimat dapat dijadikan menjadi empat golongan yaitu
1. Kalimat Suruh yang sebenarnya ● Bisang diang munesai wai! (Kau tikan ikan Munesai itu!) ● Paulusi demi ea ewawu!
(Paulus menyuruh mereka kabur!)
2. Kalimat Persilahan ●Bang diang nani kai! (Makanlah ikan itu cepat!) ● Kobi diang piro wai!
(Buanglah ikan yang amis itu!)
3. Kalimat ajakan
● Rufia ramindena mani beriai!
(Bekerja sampai malam itu harus mandi!) ● Merama tawopi tata!
(Mari kita berlomba dayung!)
(59)
● Dohona momei fiang ne fanai! (Jangan kau buang-buang makanan!) ●Dona rohi fanai!
(Jangan kau menyanyi!)
5.1.4 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 4
Kalimat dilihat dari segi Kelas Kata Predikat maka kalimat meliputi kalimat verba kalimat nomina, adjektival, numeralia, adverbial, dan preposisional 1) Kalimat Verba (kerja)
Kata kerja dalam bahasa Ambai selalu diikuti oleh unsur persona yang selalu dilekatkan dengan subjek. Kelas kata verba predikat dalam bahasa Ambai dapat pula dilihat dari verba taktransitif, verba ekatransitif, dan verba dwitransitif. Untuk menentukan kata kerja taktransitif, ekatransitif, dan dwitransitif, peneliti melihat dari unsur predikat sebagai kata kerja dengan unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan.
(1) Verba taktransitif merupakan kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap, dan hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu subjek dan predikat. ●Deriai! (Dia mandi!)
●Bampi! (Kau makan!)
●Bunung! (Kau minum!)
●Bana! (Kau panah!)
(2) Verba ekatransitif merupakan kalimat yang memiliki tiga unsur wajib yaitu subjek, predikat, dan objek.
(60)
●Jimi juai aimasa. (Jimi mengangkat kayu.) ● Dai dunung je botoli ring. (Bapak minum bir lima botol.) ● Uwo ufo diang na rawanang dau. (Mereka menarik ikan di lautan.) ● Isahu mani meroa.
(Saya memanggil kalian menyahut.)
(3) Verba dwitransitif merupakan ungkapan hubungan tiga wujud, masing-masing unsur subjek, objek, dan keterangan.
Contoh!
● Fifiani modurine? (Apa yang kau katakan?)
● Rahida fiani bontai to Worandia? (Hari apa kau berangkat?)
●Wa wayo mantei niaririne? (Perahu itu siapa yang buat?)
2) Kalimat Nomina (benda)
Kata benda yang menjadi predikat dalam bahasa Ambai, dapat dilihat pada unsur subjek awal kalimat yang selalu melekatkan pada unsur predikat.
(61)
● Kamiai foyo mintawa Mosesi! (Batu itu menindis Moses!) ● Bobi mani mantaunau dine! (Boby adalah seorang guru!) ● Umbe nani weo tanari romi nai! (Parang itu untuk membuat kebun!) ● Imani nehu manfata dine.
(Dia adalah gembalaku.)
3) Kalimat Adjektifal (sifat)
Kalimat adjektifal dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang pembentukan predikatnya dapat dilihat dari kata sifat.
Contoh:
● Rahofui foyo mehikai paria! (Suaranya sangat merdu!)
● Netaraifoyo mirarebanai beyari! (Tubuhnya sangat gagah!)
● Boe medu kaiwo mahikai! (Tutur bahasanya baik!) ● Antu! Nyuntara beng dine! (Sungguh! Dia orang benar!)
(62)
Kalimat numeralia dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang dibentuk dari unsur nomina sebagai predikatnya. Seperti orang, dan wajib diikuti ukuran seperti meter.
Contoh:
● Tawawisi mani tatampi.
(Kalau kita lapar kita harus makan.)
● Junusi dana munua manei na ne afaigorofo.
(Junus memanah seekor ikan tongkol dengan senapan menyelam.) ● Nemu arikang maneiru?
(Kau punya anak berapa orang?) ● Bang diang maneiru?
(Kau makan ikan berapa ekor?)
5) Kalimat Adverbial (keterangan)
Kalimat adverbial dalam bahasa Ambai dapat dilihat dari kategori adjektival, numeralia, dan preposisi dalam kalimat.
Contoh:
●Wa sifona jai dautai sifo to Bia. (Pesawat itu terbang ke Biak.) ●Wa foyo Andariasi defairine!
(Perahu itu Andarias yang membuatnya!) ● Nafa bua nini dino tahari.
(63)
● Faringgeni nini karia. (Petatas ini tidak baik.)
6) Kalimat Preposisional (penghubung)
Kalimat preposisional dalam bahasa Ambai dapat dilihat pada unsur predikat yang berupa kata preposisional.
Contoh:
● Bonani jau nehu dine. (Yang itu bukan saya punya.) ● Fianandino baniwa?
(Apa yang kau makan?)
● Dohona momei fiang ne fanai. (Jangan kau main makanan)
5.1.5 Pada Tingkat Kelas X Semester 5
1) Kalimat minim dalam bahasa Ambai merupakan kalimat pendek yang terdiri dari unsur segmental (kata), suprasegmental (intonasi) dengan makna dan situasi. Kalimat ini biasanya dilalui dengan pertanyaan dan jawaban singkat.
Contoh! ● Fiani? (apa)
(64)
(apa yang kau bicarakan?) ● Jayapura!
(Jayapura!) ● Bong doni?
(Kau pergi ke mana?)
2) Kalimat panjang dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang terdiri atas beberapa kontur dan klausa. Kalimat ini diucapkan oleh pembicara dengan mendapat respons dari pendengar. Respons ini berupa jawaban panjang yang terdiri atas beberapa klausa. Contoh!
● Jimi ruai aimasa.
(Jimi kau angkat kayu bakar.) ● Mung erang bai kairai! (Kau buang jaring itu cepat)
3) Kalimat minor merupakan kalimat yang tidak lengkap namun dapat dipahami konteks oleh pembicara atau pendengar (jawaban singkat).
● Bia to doni?
(Kau turun ke mana?) ● Wa!
(Perahu!)
4) Kalimat mayor merupakan kalimat yang memiliki unsur inti atau lengkap yaitu subjek dan predikat.
(65)
● Wori fiani? (Kau beli apa?) ● Iwori diang! (Saya beli ikan!) ●Ai dontai mane! (Ibu sudah tiba!)
5.1.6 Pada Tingkat Kelas X Semester 6
Segi jumlah klausanya kalimat dapat dibagi menjadi Kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat.
1) Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.
Contoh!
● Piteri dana muntung manei.
(Piter menembak seekor burung Merpati) ● Robio wiori motori waworu.
(Robio wiori motori waworu) ● Jimi juai aimasa.
Jimi mengangkat kayu bakar) ● Ametafai na wa batang.
(66)
2) Kalimat majemuk setara dalam bahasa Ambai sejalan secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi dalam bahasa Indonesia seperti kontai-dan, ainanaya-lalu, kemudian, bento ki-sudah itu, setelah itu, sebelum itu, Yang berlawanan secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya
Contoh
● Wiwing foyo jang pa, jang diang, jang timuri, konta niari anang. (Perempuan itu masak ikan, masak nasi, masak ubi, dan papeda.) ● Ai wiori diang mandu konta anang rotang kowei.
(Ibu membeli ikan dua dan sagu satu kantong.)
3) Kalimat majemuk bertingkat bahasa Ambai berhubungan sebab akibat yang secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: mani (sebab itu),weo (karena itu). Contoh!
● Umona mani nyuntarai ambe dine. (Tantanya orang pendatang)
● Ro mani kufe nemu rahutu wani!
(Kalau kau pergi jangan lupa menutup pintu!) ● Rahidafao kaiwasa emunsa na jembatan faisi.
(Tadi siang, orang-orang berkelahi di atas jembatan itu!)
● Kamamiai nini we nari munu.
(67)
● Rukasi bio netatui foi weo ne tatui foyo kiamananapi. (Lukas memukul adiknya sebab adiknya mencuri.)
(68)
DAFTAR PUSTAKA
Anceaux, J. C. 1961. The Linguistic Situation In The Islands Of Yapen, Kurudu, Nau and Miosnum, New Guinea. Institut Bahasa dan Tata Bahasa.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Ba’dulu. Abdul Muis. dkk. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta
Badudu, J. S., Zain (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
Bauer, Laurie. 1988 Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Einburg University Press
Bloomfield, Leonard. 1995 Laguage.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Butar-Butar, Charles. 1996. Tesis ( Pengembangan Materi pengajaran struktur bahasa Indonesia berdasarkan analisis kontrasktif bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba.). Bandung: IKIP.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Crystal, David, 1985. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. oxford: Brasil Black Well.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, H. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
(69)
Moeliono, Anton, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Parera, Jos Daniel. 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural. Jakarta: Erlangga Edisi Kedua
Putrayasa, Ida B. 2007. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran), Bandung: PT Refika Aditama.
Ramlan, M. 1986. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono
Richards, Jack C. 1992. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistic. England: Longman Group.
Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Stern, H. H. 1984. Fundamental Concepts of Language Teaching. oxfort University: Walton.
Syamsuddin AR. 2007. Modul Struktur Bahasa Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Syamsuddin AR dan Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: PT Remaja Rosdakarya.
(1)
(apa yang kau bicarakan?) ● Jayapura!
(Jayapura!) ● Bong doni?
(Kau pergi ke mana?)
2) Kalimat panjang dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang terdiri atas beberapa kontur dan klausa. Kalimat ini diucapkan oleh pembicara dengan mendapat respons dari pendengar. Respons ini berupa jawaban panjang yang terdiri atas beberapa klausa. Contoh!
● Jimi ruai aimasa.
(Jimi kau angkat kayu bakar.) ● Mung erang bai kairai! (Kau buang jaring itu cepat)
3) Kalimat minor merupakan kalimat yang tidak lengkap namun dapat dipahami konteks oleh pembicara atau pendengar (jawaban singkat).
● Bia to doni?
(Kau turun ke mana?) ● Wa!
(Perahu!)
4) Kalimat mayor merupakan kalimat yang memiliki unsur inti atau lengkap yaitu subjek dan predikat.
(2)
● Wori fiani? (Kau beli apa?) ● Iwori diang! (Saya beli ikan!) ●Ai dontai mane! (Ibu sudah tiba!)
5.1.6 Pada Tingkat Kelas X Semester 6
Segi jumlah klausanya kalimat dapat dibagi menjadi Kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat.
1) Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.
Contoh!
● Piteri dana muntung manei.
(Piter menembak seekor burung Merpati) ● Robio wiori motori waworu.
(Robio wiori motori waworu) ● Jimi juai aimasa.
Jimi mengangkat kayu bakar) ● Ametafai na wa batang.
(3)
2) Kalimat majemuk setara dalam bahasa Ambai sejalan secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi dalam bahasa Indonesia seperti kontai-dan, ainanaya-lalu, kemudian, bento ki-sudah itu, setelah itu, sebelum itu, Yang berlawanan secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya
Contoh
● Wiwing foyo jang pa, jang diang, jang timuri, konta niari anang. (Perempuan itu masak ikan, masak nasi, masak ubi, dan papeda.) ● Ai wiori diang mandu konta anang rotang kowei.
(Ibu membeli ikan dua dan sagu satu kantong.)
3) Kalimat majemuk bertingkat bahasa Ambai berhubungan sebab akibat yang secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: mani (sebab itu),weo (karena itu). Contoh!
● Umona mani nyuntarai ambe dine. (Tantanya orang pendatang)
● Ro mani kufe nemu rahutu wani!
(Kalau kau pergi jangan lupa menutup pintu!) ● Rahidafao kaiwasa emunsa na jembatan faisi.
(Tadi siang, orang-orang berkelahi di atas jembatan itu!)
● Kamamiai nini we nari munu.
(4)
● Rukasi bio netatui foi weo ne tatui foyo kiamananapi. (Lukas memukul adiknya sebab adiknya mencuri.)
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Anceaux, J. C. 1961. The Linguistic Situation In The Islands Of Yapen, Kurudu, Nau and Miosnum, New Guinea. Institut Bahasa dan Tata Bahasa.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Ba’dulu. Abdul Muis. dkk. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta
Badudu, J. S., Zain (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.
Bauer, Laurie. 1988 Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Einburg University Press
Bloomfield, Leonard. 1995 Laguage.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Butar-Butar, Charles. 1996. Tesis ( Pengembangan Materi pengajaran struktur bahasa Indonesia berdasarkan analisis kontrasktif bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba.). Bandung: IKIP.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Crystal, David, 1985. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. oxford: Brasil Black Well.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, H. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
(6)
Moeliono, Anton, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Parera, Jos Daniel. 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural. Jakarta: Erlangga Edisi Kedua
Putrayasa, Ida B. 2007. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran), Bandung: PT Refika Aditama.
Ramlan, M. 1986. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono
Richards, Jack C. 1992. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistic. England: Longman Group.
Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Stern, H. H. 1984. Fundamental Concepts of Language Teaching. oxfort University: Walton.
Syamsuddin AR. 2007. Modul Struktur Bahasa Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Syamsuddin AR dan Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: PT Remaja Rosdakarya.