Model Matematika Sis-Si Dalam Penyebaran Penyakit Malaria Dengan Vaksinasi Taksempurna.

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN
PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI
TAKSEMPURNA

NUR FAJRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Matematika SIS-SI
dalam Penyebaran Penyakit Malaria dengan Vaksinasi Taksempurna adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Nur Fajri
NIM G551130171

RINGKASAN
NUR FAJRI. Model Matematika SIS-SI dalam Penyebaran Penyakit Malaria
dengan Vaksinasi Taksempurna. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan TONI
BAKHTIAR.
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit yang
dikenal dengan Plasmodium. Pembawa parasit Plasmodium ialah nyamuk
Anopheles betina yang mengakibatkan rusaknya sel-sel darah merah pada manusia
dan hewan melalui gigitannya. Malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi
darah. Malaria adalah penyakit yang mematikan. Untuk itu, diperlukan pencegahan
untuk mengendalikan baik tingkat infeksi maupun tingkat penyebaran penyakit ini.
Dalam penelitian ini, dibahas sebuah model penyebaran penyakit malaria tipe
SIS (Susceptible-Infected-Susceptible)-SI (Susceptible-Infected). Dalam model ini,
populasi manusia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas rentan, kelas terinfeksi dan
kelas tervaksinasi. Sementara itu, populasi nyamuk dibagi menjadi dua kelas, yaitu
kelas rentan dan kelas terinfeksi. Manusia pada kelas rentan dapat berpindah ke

kelas terinfeksi karena gigitan nyamuk terinfeksi ataupun penularan dari manusia
terinfeksi melalui transfusi darah. Manusia di kelas rentan dapat berpindah ke
manusia tervaksinasi karena vaksinasi. Manusia di kelas terinfeksi dapat berpindah
ke kelas rentan karena pemberian obat-obatan. Manusia di kelas tervaksinasi dapat
berpindah ke kelas terinfeksi karena kegagalan vaksin dan berpindah ke kelas
rentan karena kehilangan kekebalan tubuh. Nyamuk pada kelas rentan dapat
berpindah ke kelas terinfeksi akibat menggigit manusia terinfeksi. Modifikasi
model dilakukan dengan menambahkan asumsi bahwa manusia yang sembuh masih
dapat tertularkan penyakit, laju kelahiran manusia dan nyamuk dianggap sama
dengan laju kematian dan manusia yang vaksinasinya efektif akan berpindah ke
kelas rentan apabila kekebalan tubuhnya menghilang. Selain itu, modifikasi model
juga dilakukan dengan pemberian vaksin pada manusia.
Tujuan dari penelitian ini ialah memodifikasi model matematika penyebaran
penyakit malaria, melakukan analisis kestabilan lokal dan global pada model
modifikasi, melakukan analisis bifurkasi pada model modifikasi, menganalisis
pengaruh faktor vaksinasi taksempurna terhadap penularan penyakit malaria
melalui simulasi komputer.
Dalam penelitian ini diperoleh dua titik tetap pada model, yaitu titik tetap
tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Dengan menggunakan bilangan reproduksi
dasar  R0  , maka diperoleh bahwa titik tetap tanpa penyakit bersifat stabil global,

jika R0  1 dan titik tetap endemik bersifat stabil global, jika R0  1. Selain itu,
digunakan juga analisis bifurkasi yang bertujuan untuk mengetahui eksistensi dan
jumlah titik tetap endemik pada model untuk setiap parameter yang diberikan.
Parameter yang dianalisis hanya untuk parameter 1 ,  2 dan 3 . Hal ini
dikarenakan parameter-parameter tersebut merupakan laju interaksi antarpopulasi.
Hasil analisis bifurkasi menunjukkan bahwa jika terjadi bifurkasi maju, maka titik
tetap endemik bersifat stabil dan jika terjadi bifurkasi mundur, maka titik tetap
endemik bersifat takstabil.
Selain itu, hasil simulasi komputer menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan memberikan pengaruh terhadap dinamika penyebaran penyakit pada

populasi manusia dan nyamuk yang ditunjukkan dengan bilangan reproduksi dasar
 R0  . Secara umum, jika efektivitas vaksin ditingkatkan, maka menyebabkan
menurunnya bilangan reproduksi dasar. Jika diperoleh R0  1, maka jumlah
individu yang terinfeksi semakin berkurang, sehingga penyakit tidak akan
menyebar dan dalam jangka waktu tertentu penyakit akan menghilang dari populasi.
Kata kunci: malaria, vaksinasi taksempurna, bifurkasi, kestabilan global, model
SIS-SI

SUMMARY

NUR FAJRI. Mathematical SIS-SI Model in Spread Malaria with Imperfect
Vaccination. Supervised by PAIAN SIANTURI and TONI BAKHTIAR.
Malaria is an infectious disease caused by a parasite known as Plasmodium.
The Plasmodium parasite carrier is a female Anopheles mosquito that causes the
destruction of red blood cells in humans and animals through mosquito bites.
Malaria can also be transmitted through blood transfusion. Malaria is a deadly
disease. For that, we need prevention for controlling both the rate of infection and
the spread of the disease.
In this study, we discuss a model of the spread of malaria type of SIS
(Susceptible-Infected-Susceptible)-SI (Susceptible-Infected). In this model, the
human population is divided into three classes, namely Susceptible, Infected and
Vaccinated. Meanwhile, the mosquito population is divided into two classes namely
Susceptible and Infected. Humans on susceptible class may move to the infected
class. Susceptible humans can be transferred to vaccinated humans. Infected
humans can be transferred to the susceptible class because of the provision of drugs.
Vaccinated humans can move to class infections due to vaccine failure and switch
to the susceptible class because of loss of immunity. Mosquitoes on susceptible
class can move to class of mosquitoes infected from biting an infected human.
Modification of the model is done by adding the assumption that people who
recover can still be transmitted disease, human birth rate and mosquitoes are

considered equal to the rate of death and human vaccination will effectively move
to susceptible class if their immune has disappeared. Moreover, modification of the
model is also done with the vaccination in humans.
The aim of this study is to modify a mathematical model of the spread of
malaria, to analyze the local and global stability on the modified model, to analyze
the bifurcation on the modified model and to show the influence imperfect
vaccination against malaria disease transmission through computer simulation.
Through this study, we found that there are two equilibrium points on the
model, which is disease free equilibrium point and endemic equilibrium point. By
using basic reproduction number, we get if R0  1. then the model will be globally
stable in the disease free equilibrium and if R0  1, the model will be globally stable
in the endemic equilibrium point. Moreover, it is used also bifurcation analysis that
aims to determine the existence of the endemic equilibrium point in the model for
each of the given parameters. The parameters that were analyzed only for 1 ,  2
and  3 . This is because these parameters are rate among population interactions.
The result of analysis show that the endemic equilibrium point is stable if forward
bifurcation and unstable if backward bifurcation.
Besides that, the results of computer simulations show that the treatment
given to give effect to the dynamics of the spread of diseases in human populations
and mosquito shown with basic reproduction number  R0  . In general, if the

vaccine's effectiveness is increased, then caused a decline in the basic reproduction
number of infected individuals. If R0  1 , then the rate of transmission by infected

individuals decreased, so that the smaller the spread of disease and illness in a
certain time will disappear from the population.
Keywords: malaria, imperfect vaccination, bifurcation, global stability, SIS-SI

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MODEL MATEMATIKA SIS-SI DALAM PENYEBARAN
PENYAKIT MALARIA DENGAN VAKSINASI
TAKSEMPURNA


NUR FAJRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Jaharuddin, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah pemodelan
matematika dengan judul Model Matematika SIS-SI dalam Penyebaran Penyakit
Malaria dengan Vaksinasi Taksempurna.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Sains pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1 Bapak H Ramli dan Ibu Hj Suwarni selaku orang tua dan kakak, adik serta
seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan untuk
keberhasilan studi bagi penulis.
2 Bapak Dr Paian Sianturi selaku ketua komisi pembimbing.
3 Bapak Dr Toni Bakhtiar, MSc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus
Ketua Departemen Matematika Institut Pertanian Bogor.
4 Bapak Dr Jaharuddin, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Ketua Program
Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor.
5 Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Departemen Matematika Institut
Pertanian Bogor.
6 Kak Sonna yang selalu menemani dan membantu penulis dalam menyelesaikan
studi di Institut Pertanian Bogor.
7 Sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
8 Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Diktendik)-DIKTI sebagai
sponsor Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN).
Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaat dan memperkaya

pengalaman belajar dan wawasan kita semua.

Bogor, Oktober 2015

Nur Fajri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Persamaan Diferensial
Persamaan Diferensial Biasa Orde-1

3
3
3

Persamaan Diferensial Biasa Mandiri dan Takmandiri

3

Sistem Persamaan Diferensial Biasa


3

Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Titik Tetap
Pelinearan
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Titik Tetap Stabil

3
4
4
5
5

Titik Tetap Takstabil

5

Kestabilan Titik Tetap

5

Kestabilan Global

5

Pengertian Orbit Periodik

5

Kriteria Bendixson di  n

6

Bilangan Reproduksi Dasar
Bifurkasi
Definisi Bifurkasi

6
7
7

Kurva Bifurkasi

7

Teorema 1: Akar-akar persamaan polinomial orde-3

7

3 MODEL MATEMATIKA
Penelitian Sebelumnya
Penelitian Abdullahi et al. (2013)
Penelitian Safan et al. (2014)
Model Modifikasi
4 ANALISIS DAN SIMULASI
Penentuan Titik Tetap

9
9
10
12
13
17
17

 

Analisis Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit xdfe

17

Kestabilan Global
Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar
Analisis Bifurkasi
Arah Bifurkasi
Simulasi
Simulasi kurva bifurkasi untuk parameter 1

18
19
20
22
22
22

Simulasi kurva bifurkasi untuk parameter  2

25

Simulasi kurva bifurkasi untuk parameter  3

27

Simulasi Efektivitas Vaksin pada Manusia

29

5 SIMPULAN

31

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
3.1
4.1

Nilai parameter pada model SIS-SI dan satuannya
Efektivitas vaksin pada manusia terhadap R0

15
30

DAFTAR GAMBAR
3.1
3.2
3.3
4.1

Skema penyebaran penyakit malaria model SIR-SI
Skema penyebaran penyakit model SIS
Skema penyebaran penyakit malaria model modifikasi
Kurva bifurkasi untuk parameter 1 terhadap dua akar F 1 , I h**  0

11
13
14

4.2

yang terbesar
Kurva bifurkasi untuk parameter 1 terhadap akar yang lain dari

23

persamaan F 1 , I h**  0

24

4.3
4.4

Perubahan nilai I h untuk 1  14.707
Perubahan nilai I h untuk 1  14.707

25
25

4.5

Kurva bifurkasi untuk parameter  2 terhadap dua akar F 2 , I h**  0

4.6

yang terbesar
Kurva bifurkasi untuk parameter  2 terhadap akar yang lain dari

26

persamaan F  2 , I h**  0

26

4.7
4.8

Perubahan nilai I h untuk  2  3.327
Perubahan nilai I h untuk  2  3.327

27
27

4.9

Kurva bifurkasi untuk parameter  3 terhadap dua akar F 3 , I h**  0











4.11
4.12
4.13
4.14







yang terbesar
4.10 Kurva bifurkasi untuk parameter  3 terhadap akar yang lain dari









28

persamaan F 3 , I h**  0

28

Perubahan nilai I h untuk  3  0.1597
Perubahan nilai I h untuk  3  0.1597
Dinamika proporsi manusia untuk beberapa efektivitas vaksinasi
Dinamika proporsi nyamuk untuk beberapa efektivitas vaksinasi

29
29
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Penyederhanaan sistem persamaan diferensial model Abdullahi et al.
Penyederhanaan sistem persamaan diferensial model Safan et al.
Penyederhanaan sistem persamaan diferensial model modifikasi
Penentuan titik tetap
Penentuan matriks Jacobi
Kriteria Bendixson untuk kestabilan global
Penentuan bilangan reproduksi dasar
Penentuan persamaan bifurkasi
Perhitungan analisis bifurkasi terhadap parameter 1
Perhitungan analisis bifurkasi terhadap parameter  2
Perhitungan analisis bifurkasi terhadap parameter  3
Simulasi efektivitas vaksinasi pada manusia
Simulasi kestabilan titik tetap tanpa penyakit
Simulasi bilangan reproduksi dasar

34
36
37
39
40
41
43
45
48
51
54
57
59
61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit yang
dikenal dengan Plasmodium. Ada empat jenis Plasmodium yang dapat
menyebabkan penyakit malaria yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Pembawa parasit Plasmodium ini
ialah nyamuk Anopheles betina yang menyebabkan rusaknya sel-sel darah merah.
Malaria dapat ditularkan melalui transfusi darah maupun bawaan. Di Indonesia,
kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria ialah bayi, anak balita dan ibu hamil.
Berdasarkan API (Annual Parasite Incidence), Indonesia bagian timur termasuk
dalam wilayah risiko malaria tinggi; Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera termasuk
dalam wilayah risiko malaria sedang; sedangkan Jawa dan Bali termasuk dalam
wilayah risiko malaria rendah (Ditjen PP 2011).
Metode yang paling sering digunakan dalam penanggulangan penyakit
malaria ialah obat-obatan, penyemprotan dan pencegahan gigitan. Sampai saat ini,
belum ada vaksin malaria yang benar-benar ampuh. Pada tahun 2011,
GlaxoSmithKline menemukan vaksin malaria pertama yang diizinkan untuk
digunakan di Afrika. Berdasarkan percobaan paling akhir, vaksin tersebut mampu
memberi kekebalan hingga empat tahun pada anak-anak (The RTS,S Clinical Trials
Partnership 2011) dan berdasarkan uji coba yang dilakukan terhadap laki-laki di
Kenya oleh Universitas Oxford Inggris diperoleh bahwa vaksin tersebut
menunjukkan efektivitas hingga 67% (Hill et al. 2015).
Beberapa penelitian tentang model matematika telah dilakukan untuk
mempelajari transmisi penyakit malaria. Abdullahi et al. (2013) mengembangkan
model penyebaran penyakit malaria SIR-SI dengan mempertimbangkan adanya
penularan dari manusia ke manusia melalui transfusi darah dan melalui ibu hamil
yang terinfeksi malaria. Selain itu, Laarabi et al. (2012) memformulasikan model
matematika untuk penyakit dengan tingkat infeksi yang bentuknya taklinear dan
melihat akibat dari vaksinasi terhadap populasi manusia. Safan et al. (2014)
memformulasikan model matematika untuk sebarang penyakit epidemik pada satu
populasi dengan melihat adanya pengaruh vaksinasi taksempurna untuk penyakit
Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi terhadap model Abdullahi et
al. (2013) dengan melihat pengaruh vaksinasi taksempurna yang diperkenalkan
oleh Safan et al. (2014) dan pengaruh kehilangan kekebalan tubuh (Mandal et al.
2011) terhadap manusia. Selanjutnya, pada model modifikasi akan dilakukan
analisis titik tetap, analisis kestabilan, bilangan reproduksi dasar, analisis bifurkasi
dan simulasi.

2
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini bertujuan untuk
Memodifikasi model matematika penyakit malaria.
Melakukan analisis kestabilan pada model modifikasi.
Melakukan analisis bifurkasi pada model modifikasi.
Menganalisis pengaruh faktor vaksinasi taksempurna terhadap penularan
penyakit malaria melalui simulasi komputer.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Persamaan Diferensial
Persamaan Diferensial Biasa Orde-1
Persamaan diferensial biasa orde-1 dapat dinyatakan sebagai
x  f (t , x )
(2.1)
dengan f  t , x  adalah fungsi kontinu. Untuk f fungsi taklinear, maka persamaan
(2.1) disebut persamaan diferensial biasa (PDB) taklinear, sedangkan untuk f fungsi
linear maka disebut PDB linear.
Persamaan Diferensial Biasa Mandiri dan Takmandiri
Misalkan diberikan PDB seperti pada persamaan (2.1). Untuk PDB yang
memuat peubah waktu t secara explisit, PDB tersebut disebut PDB takmandiri
(nonautonomous). Sementara itu, persamaan (2.1) disebut persamaan diferensial
biasa mandiri (autonomous) apabila tidak memuat t secara eksplisit di dalamnya
sehingga dapat ditulis sebagai
x  f  x  .
(2.2)
Sistem Persamaan Diferensial Biasa
T
T
Misalkan diberikan x   x1 , x2 ,..., xn  dan f   f1 , f 2 ,..., f n  dengan f i
adalah fungsi dalam x , di mana x   n , maka persamaan (2.2) dapat ditulis sebagai
x  f (x)
 x1 (t )   f1 ( x1 , x2 , , xn ) 

 


(2.3)
  
.
 x (t )   f ( x , x , , x ) 
n 
 n   n 1 2
Persamaan (2.3) disebut Sistem Persamaan Diferensial Biasa orde-1 mandiri. Untuk
sistem persamaan diferensial biasa, linear dan mandiri, persamaan (2.3) dapat
ditulis dalam notasi matriks sebagai
x  Ax
dengan A disebut matriks koefisien berukuran n  n .
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Diberikan matriks koefisien konstan A berukuran n  n dan sistem
persamaan diferensial biasa homogen x  Ax, x  0   x0 , x   n. . Suatu vektor
taknol x di dalam  n disebut vektor eigen dari A jika untuk semua skalar 
berlaku
(2.4)
Ax  x.
Nilai skalar  dinamakan nilai eigen dari A .
Untuk mencari nilai  dari A, maka sistem persamaan (2.4) dapat ditulis
sebagai

4
(2.5)

 A  I  x  0,

dengan I adalah matriks identitas. Sistem persamaan (2.5) memiliki penyelesaian
taknol jika dan hanya jika
det  A   I   0.
(2.6)
Persamaan (2.6) merupakan persamaan karakteristik dari matriks A (Leon 1998).
Titik Tetap
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagaimana pada
sistem (2.3). Titik x disebut titik tetap, jika f  x   0 . Titik tetap disebut juga titik
kritis atau titik kesetimbangan atau titik ekuilibrium. Untuk selanjutnya digunakan
titik tetap (Tu 1994).
Pelinearan
Analisis kestabilan sistem persamaan diferensial taklinear dapat dilakukan
melalui pelinieran. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa mandiri
taklinear
(2.7)
x  f (x), x  t    n .
dengan x  t  adalah satu fungsi bernilai vektor dalam t dan f adalah suatu fungsi
mulus yang terdefinisi pada U   n .
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagaimana pada
sistem (2.3), maka dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap x ,
maka sistem persamaan diferensial (2.7) dapat ditulis sebagai
(2.8)
x  η  J η  φ ( η),
dengan J adalah matriks Jacobi yang didefinisikan sebagai berikut
f1 
 f1 f1
 x x ... x 
2
k
 1

 f 2 f 2
f 2 
...
f

xk 
J  ( x )   x1 x2
(2.9)
x
 
   


 f k f k ... f k 
 x x
xk  x  x
2
 1
dan φ( η) adalah suku berorde tinggi yang bersifat lim φ( η)  0 , dengan η = x  x .
η 0

Bentuk η = Jη pada sistem persamaan diferensial (2.8) disebut pelinearan sistem
persamaan diferensial (2.7) (Tu 1994).

5
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Titik Tetap Stabil
Misalkan x adalah titik tetap dari sistem persamaan diferensial (2.3) dan
x  t  adalah solusi dengan kondisi awal x  0   x0 . Titik x dikatakan titik tetap
stabil, jika untuk setiap   0, terdapat r  0, sedemikian sehingga x0  x  r ,
maka x(t )  x   untuk t  0 (Vershult 1990).
Titik Tetap Takstabil
Misalkan x adalah titik tetap dari sistem persamaan diferensial (2.3) dan
x  t  adalah sebuah solusi sistem persamaan diferensial yang memenuhi kondisi
awal x  0   x0 dengan x 0  x . Titik x dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat
radius   0, sedemikian hingga posisi awal x 0 memenuhi x0  x  r , untuk
setiap r  0 dan solusi x  t  memenuhi x  t   x   , untuk suatu t  0 (Verhulst
1990).
Kestabilan Titik Tetap
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial (2.3) dengan x sebagai titik tetap.
Kestabilan titik tetap x dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen
dari matriks Jacobian J, yaitu i , i  1, 2,..., n , yang diperoleh dari persamaan
karakteristik. Secara umum, kestabilan titik tetap mempunyai perilaku sebagai
berikut
1. Stabil, jika
a. Re  i   0, i , atau
b. j sedemikian sehingga Re( j )  0 dan Re(i )  0, i  j .
2. Takstabil, jika i sedemikian sehingga Re(i )  0 .
(Tu 1994).
Kestabilan Global
Diberikan sistem persamaan diferensial taklinear (2.3). Titik tetap x   n
dikatakan stabil global jika dan hanya jika untuk sembarang nilai awal x0 yang
diberikan, setiap solusi sistem tersebut yaitu x  t  berlaku lim x  t   x (Boyd

2008).

t 

Pengertian Orbit Periodik
Misalkan x    t  merupakan solusi untuk persamaan x  f  x  , x    n dan
misalkan terdapat bilangan positif terkecil T sedemikian sehingga   t  T     t 
untuk setiap t   , maka   t  disebut solusi periodik dari persamaan x = f  x 
dengan periode T (Perko 1991).

6
Kriteria Bendixson di  n
Sistem persamaan diferensial (2.3) dikatakan tidak memiliki solusi periodik pada
daerah Σ ⊆ ℝ , jika memenuhi salah satu kondisi di bawah ini
 f
f 
f
 f

(2.10a)
(i) sup  r  s    q  q  :1  r  s  n   0
xs 
 xr xs q  r , s  xr

 f

 f
f
f 
(2.10b)
(ii) sup  r  s    r  s  :1  r  s  n   0
 xq xq 
x
x



,
q
r
s
r
s




 f

 f
f 
f
(2.10c)
(iii) inf  r  s    q  q  :1  r  s  n   0
xs 
 xr xs q  r , s  xr

 f
f
f 
 f

(2.10d)
(iv) inf  r  s    r  s  :1  r  s  n   0


 xr xs q  r , s  xq xq 

(Li & Muldowney 1993).
Bilangan Reproduksi Dasar
Bilangan reproduksi dasar, dinotasikan dengan R0 merupakan suatu ukuran
potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Bilangan reproduksi dasar
didefinisikan sebagai nilai harapan banyaknya populasi rentan yang menjadi
terinfeksi selama masa infeksi berlangsung (Van den Driessche dan Watmough
2008). Kondisi yang timbul ialah
1. Jika R0  1, maka jumlah manusia terinfeksi akan menurun pada masa infeksi
berikutnya, sehingga penyakit tidak akan menyebar.
2. Jika R0  1, maka jumlah manusia terinfeksi akan meningkat pada masa infeksi
berikutnya, sehingga penyakit akan menyebar.
Nilai R0 dalam penelitian ini ditentukan dari nilai eigen taknegatif dengan
modulus terbesar The Next Generation Matrix. Matriks ini merupakan suatu matriks
yang dikonstruksi dari subpopulasi yang menyebabkan infeksi saja. Untuk model
umum dengan p kompartemen penyakit dan q kompartemen tanpa penyakit, nilai
R0 dapat dihitung untuk setiap kompartemen.
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial taklinear x = f  x  , x   n

dan misalkan a   p dan b   q adalah sub-subpopulasi pada setiap kompartemen.
Selanjutnya dinotasikan Fi sebagai laju peningkatan infeksi sekunder pada
kompartemen ke-i dan Vi sebagai laju pergerakan penyakit, kematian dan
penurunan kesembuhan dari kompartemen ke-i. Model kompartemen dapat ditulis
sebagai
a i  Fi  a,b   Vi  a,b 
; i  1, 2,..., n,
b  G  a,b 
; j  1, 2,..., m.
j

j

7
R0 dapat diperoleh dengan memandang kompartemen penyakit dari sistem

persamaan diferensial taklinear x = f  x  , x   n yang dapat ditulis sebagai

a =  F - V  a
dengan F dan
 F1
 a
 1
 F2

F   a1


 Fn
 a1

V adalah matriks-matriks berukuran n  n , di mana
F1
F1 
V1 
 V1 V1




a2
an
a
a2
an 

 1

F2
F2 
 V2 V2
V2 


a2
an 
an 
dan V   a1 a2




  

  



Fn
Fn 
 Vn Vn  Vn 

 a1 a2
a2
an   0,b 
an 
0

 0,b0 

dengan  0,b 0  adalah titik tetap tanpa penyakit.
The Next Generation Matrix K untuk suatu sistem persamaan diferensial
pada titik tetap tanpa penyakit berbentuk
(2.11)
K = FV 1.
Berdasarkan Van den Driessche dan Watmough (2008), diperoleh
R0   FV 1 .
(2.12)



dengan  FV



1



 adalah maksimum dari modulus nilai-nilai eigen FV

1

.

(Van den Driessche & Watmough 2008).
Bifurkasi
Definisi Bifurkasi
Bifurkasi adalah perubahan kestabilan titik tetap akibat perubahan nilai
parameter, sedangkan titik bifurkasi merupakan titik di mana terjadinya bifurkasi
(Strogatz 1994, Murray 1993).
Kurva Bifurkasi
Kurva bifurkasi merupakan kurva yang mendeskripsikan titik tetap dan
stabilitas dari titik tetap untuk setiap nilai parameter yang berbeda. Kemiringan
pada kurva bifurkasi disebut sebagai arah bifurkasi. Jika kurva memiliki kemiringan
negatif, maka terjadi bifurkasi mundur dan jika memiliki kemiringan positif, maka
terjadi bifurkasi maju (Seydel 1988).
Teorema 1: Akar-akar persamaan polinomial orde-3
Diberikan fungsi polinomial h  z   az 3  bz 2  cz  d dengan a  0 , maka
berlaku
1. Jika d  0 , maka h  z   0 memiliki paling sedikit satu akar positif.

8
2.

Jika d  0 , maka h  z   0 memiliki akar-akar positif jika dan hanya jika

3.

1
b  b 2  3ac  0 dan h  z1   0
3a
Jika d  0 dan   b 2  3ac  0 , maka h  z   0 tidak memiliki akar yang
z1 



positif
(Ruan & Wai 2001).



9

3 MODEL MATEMATIKA
Model matematika membantu memahami proses dinamis yang mengatur
kepadatan nyamuk dan penularan malaria. Model matematika yang digunakan
untuk mengetahui penyebaran malaria di daerah tertentu dikenal dengan model
epidemi. Seperangkat persamaan bertujuan untuk menyimulasikan proses interaksi
manusia-nyamuk dengan bantuan variabel dan parameter yang dipilih untuk
membangun sebuah model yang berarti sedekat mungkin dengan fenomena nyata.
Model epidemi diperkenalkan oleh Daniel Bernoulli tentang penyebaran
penyakit cacar (smallpox). Model epidemi matematika modern diperkenalkan pada
tahun 1927 oleh McKendrick & Kermarck tentang model SIR, di mana SIR
merupakan singkatan dari Susceptible Infected Recovered. Dalam model SIR
populasi manusia terdiri atas tiga kelas yaitu manusia rentan (S) artinya manusia
yang belum terjangkit penyakit, manusia terinfeksi (I) artinya manusia yang sudah
terjangkit penyakit dan manusia sembuh (R) artinya manusia yang kebal atau imun
terhadap penyakit.
Model SIR tersebut kemudian terus dikembangkan dengan mengubah asumsi
atau menambah kompartemen. Beberapa contoh model dari pengembangan tersebut
ialah model SI dan SIS. SI merupakan singkatan dari Susceptible Infected,
sedangkan model SIS merupakan singkatan dari Susceptible Infected Susceptible.
Dalam model SIS, individu dalam kelas infeksi dapat sembuh dengan pengobatan
medis atau proses alam, tetapi kesembuhan itu tidak mengakibatkan individu
tersebut kebal, sehingga memungkinkan terinfeksi kembali dan masuk kelas infeksi.
Penelitian Sebelumnya
Pemodelan matematika untuk penyakit malaria diperkenalkan oleh Ross pada
tahun 1911. Menurut Ross, jika populasi nyamuk dapat dikurangi hingga di bawah
ambang batas tertentu, maka malaria dapat diberantas. Model sederhana yang
dibangun dikenal sebagai Model Ross telah dikembangkan selama bertahun-tahun.
Pada tahun 1957, McDonald mengembangkan lebih lanjut dengan
mempertimbangkan populasi manusia dan nyamuk pada suatu daerah dan tanpa
memperhitungkan pola mobilitas manusia dan nyamuk. Perumusan model ini
kemudian dikenal dengan nama Model Ross-McDonald.
Beberapa penelitian serupa yang mulai mempertimbangkan perubahan dalam
ukuran dan populasi antara lain Laarabi et al. (2012) yang memformulasikan model
SIR dengan tingkat infeksi yang bentuknya taklinear dan melihat akibat dari
vaksinasi terhadap populasi manusia. Dalam model ini diasumsikan bahwa
vaksinasi di waktu yang tepat dapat mengakibatkan manusia rentan yang
memperoleh vaksinasi dapat langsung berpindah ke manusia pulih. Agusto et al.
(2012) mengaplikasikan kontrol optimum dengan penggunaan treatment sebagai
variabel kontrol pada sistem transmisi penyakit malaria. Abdullahi et al. (2013)
mengembangkan model penyebaran penyakit malaria dengan mempertimbangkan
adanya penularan dari manusia ke manusia melalui transfusi darah dan melalui ibu
hamil yang terinfeksi malaria. Safan et al. (2014) memformulasikan model SIS
dengan melihat adanya vaksinasi yang taksempurna.

10
Penelitian Abdullahi et al. (2013)
Model SIR-SI yang dirumuskan oleh Abdullahi et al. (2013) menggambarkan
penyebaran penyakit malaria. Populasi manusia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu
kelas manusia yang rentan (Susceptible) S h , kelas manusia terinfeksi (Infected) I h
dan kelas manusia pulih (Recovered) R h . Manusia yang rentan ialah manusia yang
bukan imun dan tidak terkena infeksi. Manusia yang terkena infeksi ialah manusia
yang terkena malaria dan dapat menularkan kepada individu lain dengan perantara
nyamuk. Manusia sembuh ialah manusia yang sembuh dari penyakit malaria.
Populasi nyamuk dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas nyamuk rentan
(Susceptible) S v dan kelas nyamuk terinfeksi (Infected) I v . Nyamuk yang rentan
adalah nyamuk yang berpeluang terkena penyakit malaria. Sementara itu, nyamuk
terinfeksi adalah nyamuk yang di dalam tubuhnya telah terdapat infeksi parasit dan
dapat menularkan ke individu lain.
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
a. semua bayi yang baru lahir sangat rentan terhadap penyakit;
b. jangka hidup dari nyamuk tidak tergantung pada infeksi;
c. nyamuk yang baru lahir semua sehat;
d. manusia yang terinfeksi akan berpindah ke manusia sembuh karena pemberian
obat-obatan;
e. manusia yang rentan akan berkurang karena kematian;
f. manusia yang rentan akan berpindah ke manusia terinfeksi karena digigit
nyamuk terinfeksi;
g. manusia yang rentan akan berpindah ke manusia terinfeksi akibat transfusi
darah;
h. ibu yang melahirkan dalam keadaan terinfeksi akan melahirkan anak yang
terinfeksi juga
Dari asumsi-asumsi tersebut, individu yang lahir dan bermigrasi pada kelas
rentan S h memiliki laju konstan sebesar h . Manusia yang berada di kelas rentan

 

 

dapat berpindah ke kelas terinfeksi I h akibat transfusi darah dengan laju 1 atau
akibat gigitan nyamuk terinfeksi dengan laju  2 . Manusia yang berada di kelas
rentan dapat mati dengan laju kematian sebesar h . Lahirnya bayi yang terinfeksi

 

malaria akibat bawaan pada kelas terinfeksi I h memiliki laju sebesar . Manusia
yang berada di kelas terinfeksi dapat berpindah ke kelas pulih

 R  karena
h

penggunaan obat-obatan anti malaria dengan laju k . Manusia di kelas terinfeksi
dapat mati dengan laju kematian  h dan mati akibat malaria dengan laju  .

 

Manusia di kelas pulih Rh dapat mati dengan laju  h .

S 
v

Untuk populasi nyamuk, nyamuk yang lahir dan bermigrasi pada kelas rentan
memiliki laju konstan sebesar v . Nyamuk di kelas rentan dapat berpindah ke

 

kelas terinfeksi I v karena menggigit manusia terinfeksi dengan laju  3 atau
dapat mati dengan laju kematian sebesar v . Selanjutnya, nyamuk di kelas
terinfeksi dapat mati dengan laju kematian v .

11
Pola penyebaran penyakit malaria dapat dilihat pada Gambar 3.1, dengan (→)
menyatakan perpindahan individu dan (⇢) menyatakan pengaruh
antarkompartemen.

k

Gambar 3.1 Skema penyebaran penyakit malaria model SIR-SI
Berdasarkan skema Gambar 3.1, diperoleh sistem persamaan diferensial
untuk masing-masing kompartemen sebagai berikut
dS h
b
 

(3.1)
 h N h   1h I h  2h I v  h  S h
dt
N
N


dI h
b
 

  I h   1h I h  2h I v  S h    h    k  I h
dt
N
N


dR h
 k I h   h R h
dt
dS v


 v N v   3h I h  v  S v
dt
N


dengan

dI v  3 h v
 h I S  v I v ,
dt
N

N h  S h  I h  R h dan N v  S v  I v ,
di mana N h adalah total populasi manusia dan N v adalah total populasi nyamuk.
Dengan memisalkan
Sh
Ih
Rh
Sv
Iv
S h  h , I h  h , Rh  h , Sv  v dan I v  v ,
N
N
N
N
N
maka diperoleh S h  I h  Rh  1 dan Sv  I v  1 sehingga sistem persamaan
diferensial (3.1) dapat disederhanakan menjadi

12

dI h
  I h  ( 1 I h   2 I v ) 1  I h  Rh    h    k   I h
(3.2)
dt
dRh
 k I h  h Rh
dt
dI v
 3 (1  I v ) I h  v I v ,
dt
dengan  2  b2 n dan n  N v N h .
Proses penyederhanaan sistem persamaan diferensial (3.1) menjadi sistem
persamaan (3.2) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penelitian Safan et al. (2014)
Model yang dirumuskan oleh Safan et al.(2014) ini merupakan model yang
melihat pola penyebaran penyakit epidemi. Model ini menggambarkan populasi
manusia terdiri dari tiga kelas, yaitu manusia yang rentan S h , manusia yang
terinfeksi

I 
h

 .

dan manusia yang tervaksinasi V

h

 

Model ini mempelajari

tentang penyebaran penyakit menggunakan model SIS dengan memperhatikan
dampak vaksinasi taksempurna. Dalam hal ini, diasumsikan kemanjuran vaksinasi
adalah e   0,1 . Vaksinasi dianggap berhasil jika e  1 dan gagal jika e  0. Kelas
rentan dilahirkan dengan laju h dengan proporsi p dari yang dilahirkan tersebut
langsung diberikan vaksin. Populasi rentan memiliki laju kematian h juga, laju
tervaksinasi  dan laju terinfeksi adalah  I h , di mana  adalah laju kontak
antara individu terinfeksi dengan individu rentan. Individu terinfeksi juga mati
dengan laju  h atau disembuhkan dengan laju  . Individu vaksinasi juga mati

dengan laju h dan terinfeksi dengan laju 1  e   I h dengan e adalah
kemanjuran vaksin.
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
a. laju kelahiran manusia sama dengan laju kematian;
b. manusia rentan yang baru lahir akan berkurang sebesar p karena pemberian
vaksin;
c. manusia yang terinfeksi akan berpindah ke manusia rentan karena pemberian
obat-obatan;
d. manusia yang rentan akan berkurang karena kematian;
e. manusia yang rentan akan berkurang karena pemberian vaksinasi;
f. manusia rentan yang gagal vaksin akan berpindah ke manusia terinfeksi.
Pola vaksinasi taksempurna dapat dilihat pada Gambar 3.2, di mana (→)
menyatakan perpindahan individu.

13

Gambar 3.2 Skema penyebaran penyakit model SIS
Skema pada Gambar 3.2 dapat dituliskan dalam sistem persamaan diferensial
sebagai berikut
dS h



(3.3)
 (1  p )  h N h   I h    h   h I h  S h
dt
N





dI h
 h S h I h  (1  e) h V h I h  (  h   ) I h
dt
N
N
h

dV
 p  h N h  S h   hV h  (1  e) h V h I h
dt
N
h
h
h
h
N  S  I V .
Dengan memisalkan
Sh
Ih
Vh
S h  h , I h  h dan Vh  h ,
N
N
N
maka Sh  I h  Vh  1 sehingga sistem persamaan diferensial (3.3) dapat
disederhanakan menjadi
dI h
  1  I h  Vh  I h  (1  e) Vh I h  (  h   ) I h
(3.4)
dt
dVh
 ph  1  I h  Vh   hVh  1  e  Vh I h .
dt
Penyederhanaan sistem persamaan diferensial (3.3) menjadi sistem persamaan (3.4)
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Modifikasi Model Matematika
Model SIR-SI yang dirumuskan oleh Abdullahi et al. (2013) selanjutnya
dimodifikasi dengan mengubah asumsi menjadi individu terinfeksi yang sembuh
karena pemberian obat-obatan akan berpindah ke manusia rentan disebabkan obatobatan hanya bersifat menyembuhkan, tidak memberi kekebalan.
Pada penelitian ini juga melihat pengaruh faktor vaksinasi taksempurna, di
mana manusia yang telah diberi vaksin belum tentu menjadi kebal terhadap

14
penyakit malaria. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya vaksin yang benarbenar manjur dalam memberikan imunitas terhadap penyakit malaria. Selain itu,
manusia rentan yang baru lahir akan langsung diberi vaksinasi dengan laju p
seperti yang diperkenalkan oleh Safan et al. (2014). Model ini selanjutnya disebut
model SIS-SI. Selain itu model modifikasi juga mengasumsikan bahwa manusia
yang vaksinnya efektif dapat rentan kembali karena kehilangan kekebalan tubuh
(Mandal et al. 2011).

Gambar 3.3 Skema penyebaran penyakit malaria model modifikasi
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
 manusia sembuh masih dapat tertularkan penyakit;
 laju kelahiran manusia dan nyamuk dianggap sama dengan laju kematian;
 manusia yang vaksinasinya efektif akan berpindah ke manusia rentan apabila
kekebalan tubuhnya hilang.
Secara skematis pola penyebaran penyakit malaria dengan asumsi-asumsi di atas
digambarkan dalam diagram kompartemen pada Gambar 3.3.
Model matematika penyebaran penyakit malaria dengan asumsi tersebut
dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan berikut
dS h

b


(3.5)
 1  p  h N h   I h   V h   h   1h I h  2h I v  Sh
dt
N
N


dI h  1 h b2 v  h
b
  h I  h I  S   h    I h  1  e  2h V h I v
dt  N
N
N


15

b
dV h
 p h N h  S h   h    V h  1  e  2h V h I v
dt
N
h
h
h
h
N  S  I V
dS v


 v N v   3h I h  v  S v
dt
N

dI v  3 h v
 h I S  v I v
dt
N
v
N  S v  I v.
Dengan memisalkan
Sh
Ih
Vh
Sv
Iv
S h  h , I h  h , Vh  h , S v  v dan I v  v ,
N
N
N
N
N
maka diperoleh Sh  I h  Vh  1 dan Sv  I v  1 sehingga sistem persamaan
diferensial (3.5) dapat disederhanakan menjadi
dI h
  1 I h   2 I v 1  I h  Vh    h    I h  1  e   2Vh I v
(3.6)
dt
dVh
 p h   1  I h  Vh    h    Vh  1  e   2Vh I v
dt
dI v
 3 1  I v  I h  v I v ,
dt
dengan  2  b2 n dan n  N v N h .
Penyederhanaan sistem persamaan diferensial (3.5) menjadi sistem persamaan (3.6)
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Keterangan dari parameter-parameter dan nilai-nilai parameter yang
digunakan pada model-model di atas diberikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Nilai parameter pada model SIS-SI dan satuannya
Nilai
Satuan
Sumber
Variabel
Keterangan
Parameter
Proporsi manusia rentan
tanpa
p
Asumsi
yang baru lahir langsung
0.8
satuan
divaksin

h

Laju kematian manusia
yang dianggap sama
dengan laju kelahiran

0.041

waktu 1

Labadin et al.
(2009)

v

Laju kematian nyamuk
yang dianggap sama
dengan laju kelahiran

0.13

waktu 1

Labadin et al.
(2009)



Laju manusia terinfeksi
yang sembuh karena obatobatan

1
3

waktu 1

Pongsumpun
(2006)

16
Nilai
Parameter

Satuan

Sumber

0.4

waktu 1

Asumsi

1
730

waktu 1

Agusto et al.
(2012)

1

Laju perpindahan manusia
dari kelas rentan ke kelas
infeksi akibat transfusi
darah

0.022

waktu 1

Asumsi

b2

Laju perpindahan manusia
dari kelas rentan ke kelas
infeksi akibat gigitan
nyamuk terinfeksi

0.05

waktu 1

Pongsumpun
(2006)

3

Laju perpindahan nyamuk
dari kelas rentan ke kelas
infeksi akibat menggigit
manusia terinfeksi

0.024

waktu 1

Labadin et al.
(2009)

n

Perbandingan populasi
nyamuk dengan manusia

10

tanpa
satuan

Pongsumpun
(2006)

e

Efektivitas vaksinasi

0.4

tanpa
satuan

Asumsi

Variabel

Keterangan



Laju manusia rentan yang
divaksin



Laju manusia yang telah
divaksin menjadi rentan
kembali

Selanjutnya, model modifikasi ini akan dibahas pada bab berikutnya meliputi
penentuan titik tetap, analisis kestabilan titik tetap, baik kestabilan lokal maupun
kestabilan global, bilangan reproduksi dasar dan analisis bifurkasi.

17

4 ANALISIS DAN SIMULASI
Penentuan Titik Tetap
Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial (3.6) diperoleh dengan
dI h
dVh
dI v
mengatur
 0,
 0 dan
 0. Dengan menyelesaikan sistem
dt
dt
dt
persamaan diferensial tersebut, maka diperoleh dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap
tanpa penyakit (disease free equilibrium) xdfe dan titik tetap endemik (endemic
equilibrium) xee . Titik tetap tanpa penyakit adalah titik tetap yang memuat nilai
I h  0 . Titik tetap endemik adalah titik tetap yang memuat nilai I h  0.
Dengan menggunakan software berbasis fungsional diperoleh titik tetap xdfe
sebagai
(4.1)
xdfe  I h , Vh , I v   0, Vh* , 0 ,





di mana

ph 
.
  h  
Sementara itu, titik tetap xee dapat ditulis sebagai
Vh* 

xee  I h ,Vh , I v    I h** , Vh** , I v**  ,

di mana
**
h

V 

p h  1  I h** 

  h    1  e   2 I v**

dan I v** 

(4.2)

3 I h**

3 I h**  v

.

(4.3)

Pencarian nilai I h** akan dilakukan melalui persamaan bifurkasi yang akan dibahas
pada bagian berikutnya, sehingga Vh** dan I v** pada persamaan (4.3) dapat
diperoleh. Proses penentuan titik tetap dapat dilihat pada Lampiran 4.

 

Analisis Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit xdfe

Pada bagian ini akan dilakukan analisis untuk melihat sifat kestabilan pada
titik tetap tanpa penyakit xdfe . Misalkan sistem persamaan diferensial (3.6) ditulis
sebagai berikut
dI h
(4.4)
 f1  I h ,Vh , I v  ;
dt
dVh
 f 2  I h , Vh , I v  ;
dt
dI v
 f 3  I h ,Vh , I v  .
dt
Dengan melakukan pelinearan, maka diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut

18

 f1

 I h
 f
J  2
 I h
 f
 3
 I h

f1
Vh
f 2
Vh
f3
Vh

f1 

I v 
f 2 

I v 
f3 

I v  x

(4.5)

dfe

 1 1  Vh*   h  




3


Nilai eigen matriks





0

 2 1  eVh*  


 1  e   2Vh*  .

 v


dapat ditentukan dengan

  h  
0
Jacobi

menyelesaikan

det J xdfe   I  0 , sehingga diperoleh persamaan karakteristik sebagai berikut
di mana

      a5      a1    a9     a3a7   0 ,

a1  1 1  Vh*   h  

a7   3
a9   v .

a3   2 1  eVh* 

a5     h   
Nilai-nilai eigen untuk matriks J diperoleh sebagai berikut
1  a5

2 
3 

(4.6)

 a1  a9    a1  a9 

2

 4a3 a7

2

 4a3 a7

(4.7)

2

 a1  a9    a1  a9 

2
Sistem persamaan diferensial (3.6) akan stabil lokal jika dan hanya jika semua nilai
eigen bernilai negatif. Untuk 1 selalu bernilai negatif, sedangkan



untuk 2 bernilai negatif jika  a1  a9   0 dan a1a9  a3 a7 ; dan

 untuk 3 bernilai negatif jika  a1  a9   0 .
Dengan demikian, sistem persamaan diferensial (3.6) bersifat stabil lokal jika dan
hanya jika  a1  a9   0 dan a1a9  a3 a7 .
Kestabilan Global
Selain kestabilan lokal dari titik tetap, pada penelitian ini juga melihat
kestabilan global dari titik tetap. Kestabilan global adalah kestabilan dalam waktu
jangka panjang. Untuk mengetahui eksistensi kestabilan global dari sistem
persamaan
diferensial
(3.6)
pada
daerah
Σ,
di
mana
   I h ,Vh , I v  : I h  0,Vh  0, I h  Vh  1,0  I v  1 dan Σ ⊆ ℝ , maka digunakan

19
Kriteria Bendixson (2.10). Dengan menuliskan sistem persamaan diferensial (3.6)
menjadi (4.4) dan dengan menggunakan persamaan (2.10b), maka diperoleh
 f
f
f 
f
(4.8a)
(i)
sup  1  3  1  3   1   h  v   
 I h I v Vh Vh 
 f
f
f 
f
(ii)
(4.8b)
sup  2  3  2  3    3   h  v    .
 Vh I v I h I h 
Dengan demikian, berdasarkan Kriteria Bendixson, sistem persamaan diferensial
(3.6) tidak memiliki solusi periodik pada daerah Σ, sehingga selalu memiliki titik
tetap yang bersifat stabil global, jika memenuhi 1  h  v   atau
3   h  v   . Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 6.
Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar
Bilangan reproduksi dasar, dinotasikan dengan R0 , merupakan nilai harapan
banyaknya populasi rentan yang menjadi terinfeksi selama masa infeksi
berlangsung. Penentuan bilangan reproduksi dasar dilakukan dengan pendekatan
The Next Generation Matrix.
The Next Generation Matrix K untuk sistem persamaan (3.6) didefinisikan
sebagai
(4.9)
K  FV 1
dengan F dan V adalah sebagai berikut
 1 1  V *  2 1  eV * 
 h   0 
h
h
 dan V  
F
.


0

v


0

3


Bilangan reproduksi dasar merupakan nilai eigen taknegatif terbesar matriks K
yang ditulis sebagai







R0 
di mana

k1 

k2 
k3 

1 1  Vh* 
h  

3

h  

k1
k2
 1  k 2 k3 ,
2
4

(4.10)

,

 2 1  eVh* 
v



,

.

Proses penentuan bilangan reproduksi dasar dapat dilihat pada Lampiran 7.
Kondisi yang memungkinkan dari bilangan reproduksi dasar menurut Van
den Driessche & Watmough (2008) adalah
1. Jika R0  1, maka jumlah manusia terinfeksi akan menurun pada infeksi
berikutnya, sehingga penyakit tidak akan menyebar.

20
2.

Jika R0  1, maka jumlah manusia terinfeksi akan meningkat pada masa infeksi
berikutnya, sehingga penyakit akan menyebar.

Berdasarkan teorema Bendixson, sistem persamaan diferensial (3.6) selalu
memiliki titik tetap yang bersifat stabil global, jika memenuhi 1  h  v  
atau  3   h  v   . Dengan demikian, jika kondisi 1  h  v   atau
3   h  v   terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa jika R0  1 , maka
sistem persamaan diferensial (3.6) akan bersifat stabil global ke titik tetap bebas
penyakit xdfe . Jika R0  1 , maka sistem persamaan diferensial (3.6) akan bersifat
stabil global ke titik tetap endemik xee .
Analisis Bifurkasi
Bifurkasi adalah perubahan kestabilan sistem akibat perubahan parameter.
dI
Persamaan bifurkasi dapat ditentukan dengan menggunakan v  0 pada sistem
dt
persamaan (3.6) sehingga diperoleh
3 I h
(4.11)
.
Iv 
 3 I h  v
dVh
Kemudian dengan menggunakan
 0 pada sistem persamaan (3.6) dan
dt
persamaan (4.11), sehingga diperoleh
p  h    I h
(4.12)
Vh 
.
1  e   2 3 I h

  h   
3 I h  v
Dengan menyubstitusikan persamaan (4.11) dan persamaan (4.12) ke dalam
dI h
 0 pada sistem persamaan (3.6), maka diperoleh
dt







 3 I h   
p  h    I h

 
 1I h   2 
  1  I h  
 3 I h   
  3 I h  v   





1




e




  
h
2


 3 I h  v   







 3 I h 
p  h    I h


 h    I h  1  e   2 

  0. (4.13)

  3 I h    3 I h  v 
   h    1  e   2 
 
  3 I h  v  

Dengan menyelesaikan persamaan (4.13) untuk I h  0, maka diperoleh persamaan
bifurkasi sebagai
3
2
(4.14)
F  I h**   a  I h**   b  I h**   cI h**  d  0 ,
di mana

21

a  132  h    1- e   2   0
b   e 2 32  e 2 32  e1 2  32  ev 1 2 3  e 22 32  e h  22  32  p  h 132 

 32  32   2  32   32 h  2 32  h 32  132  2v 13   2  32 
h 32  1 2 32  v 1 2  32  h 1 32  2 h v 13   22 32  2 h  2 32  h2 