Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JAGUNG MANIS DI
KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR:
PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

MELISSA AMANDASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Teknis Usahatani
Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data
Envelopment Analysis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Melissa Amandasari
NIM H351130716

RINGKASAN
MELISSA AMANDASARI. Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis.
Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan AMZUL RIFIN.
Efisiensi merupakan aspek yang penting karena dapat dijadikan sebagai alat
ukur untuk pemilihan penarikan keputusan produksi terhadap alternatif yang
tersedia. Penarikan keputusan produksi seringkali menjadi keharusan bagi petani
mengingat dalam aktivitas usahatani seringkali terjadi kesenjangan (gap) antara
produktivitas yang seharusnya dengan produktivitas yang dihasilkan. Salah satu
bentuk efisiensi yang perlu diperhatikan di tingkat usahatani yaitu efisiensi teknis.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji keragaan usahatani dan
penggunaan input produksi jagung manis, mengukur efisiensi teknis usahatani
jagung manis, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
teknis usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Di dalam melakukan kegiatan usahatani pada musim tanam 2013, sebagian
besar petani (83.87 persen) menggunakan pola tanam padi-ubi jalar-jagung manis,
dimana petani melakukan penanaman jagung manis pada akhir tahun karena
mendekati tahun baru permintaan jagung manis akan meningkat. Terkait
penggunaan input produksi, rata-rata petani responden masih belum menggunakan
input sesuai dengan penggunaan input yang dianjurkan, seperti pada penggunaan
pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, dan furadan.
Pengukuran efisiensi teknis dari usahatani jagung manis dalam penelitian ini
menggunakan variabel input yang terdiri dari benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk
kandang, furadan, tenaga kerja dalam keluarga, dan tenaga kerja luar keluarga.
Sedangkan variabel output yang digunakan yaitu produksi jagung manis dan
produktivitas jagung manis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani jagung
manis di Desa Gunung Malang tidak efisien secara teknis. Upaya peningkatan
efisiensi dalam usahatani dapat dilakukan dengan cara menggunakan input-input
produksi sesuai dengan komposisi yang dianjurkan. Penggunaan pupuk kandang,
pupuk TSP, dan tenaga kerja luar keluarga memiliki nilai persentase input berlebih
yang terbesar apabila dibandingkan dengan input-input produksi lainnya. Oleh
karena itu, petani dapat mengurangi penggunaan pupuk pupuk kandang sebanyak
16.92%, pupuk TSP sebanyak 14.82%, dan tenaga kerja luar keluarga sebanyak

14.55% agar usahatani jagung manis yang dilakukan efisien secara teknis.
Peningkatan efisiensi dalam suatu usahatani salah satunya sangat
dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi dari petani. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi teknis usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang
yaitu tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan di dalam rumah tangga petani,
dan keanggotaan dalam kelompoktani. Sedangkan variabel usia dan pengalaman
usahatani tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi teknis
usahatani jagung manis di lokasi penelitian.
Kata kunci: DEA, efisiensi teknis, jagung manis, regresi tobit

SUMMARY
MELISSA AMANDASARI. Technical Efficiency of Sweet Corn Farm in
Tenjolaya District, Bogor Regency: Data Envelopment Analysis Approach.
Supervised by RITA NURMALINA and AMZUL RIFIN.
Efficiency is an important aspect because it can be used as a measuring tools
to make a decision on the production with the availability of the alternatives.
Decision making is a must for farmers because of the appearance of a productivity
gap between the estimated productivity with the actual productivity. There are
different types of efficiency, but technical efficiency is the one that need to be
considered at the farm level.

The purpose of this research are to analyze the farming techniques and the
use of sweet corn production inputs, to measure the technical efficiency of sweet
corn farm, and to identify the factors that influence the technical efficiency of sweet
corn farm in Gunung Malang, Tenjolaya district, Bogor regency. The data that are
used in this research will be analyzed using a qualitative and quantitative analysis.
In 2013 growing season, most of the farmers (83.87 percent) using the ricesweet potato-sweet corn cropping pattern to do their farming. Almost all of the
farmers grow sweet corn at the end of the year because of the increasing of sweet
corn demand at New Year. Related to the use of production inputs, farmers in
Gulung Malang are not using the inputs in the right amount as being recommended
by the government, such as the use of urea, TSP, manure, and Furadan.
The input variables that are used in this research to see the value of technical
efficiency of sweet corn farm consists of seed, fertilizer (urea and TSP), manure,
pesticide (Furadan), family labors, and the labor outside of the family. While the
output variables that are used in this research are the production and the productivity
of sweet corn. The result shows that the sweet corn farmers in Gunung Malang are
technically inefficient. Using the inputs in the right amount as being recommended
by the government can improve the efficiency of sweet corn farm. The use of
manure, TSP, and labor outside of the family have the largest percentage of input
slacks when compared to the other production inputs. Hence, farmers can reduce
the use of manure for 16.92%, the use of TSP for 14.82%, and the use of labor

outside the family for 14.55% to make the sweet corn farm technically efficient.
One of the factors that can influenced the improvement of farm efficiency is
socio-economic factors of farmers. Factors that are affecting the technical
efficiency of sweet corn farm in Gunung Malang are the level of formal education,
the number of members in the household, and the membership in farmer groups.
While the other variables like age and farming experience do not significantly affect
the technical efficiency of sweet corn farm.
Keywords: DEA, sweet corn, technical efficiency, tobit regression

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JAGUNG MANIS DI
KECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR:

PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

MELISSA AMANDASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si

Penguji dari Program Studi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suharno, M.Adev.


Judul Tesis : Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis
Nama
: Melissa Amandasari
NIM
: H351130716

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Ketua

Dr Amzul Rifin, SP. MA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 11 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
efisiensi dalam hal penggunaan input-input produksi, dengan judul Efisiensi Teknis
Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan
Data Envelopment Analysis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Dr

Amzul Rifin, SP. MA. selaku pembimbing, Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si dan Dr. Ir.
Suharno, M.Adev. selaku dosen penguji pada ujian tesis, serta Dr Ir Netti Tinaprilla,
MM yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dodo
dan Bapak Toapa dari Badan Pengembangan Pertanian Perikanan dan Kehutanan
Cibungbulang, serta Bapak Anda dan Bapak Tata Sukarta beserta keluarga, yang
telah membantu selama pengumpulan data. Terakhir penulis sampaikan terima
kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan Fast Track Angkatan 1
Program Studi Magister Sains Agribisnis dan rekan-rekan Tri University.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Melissa Amandasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
8
9

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Penggunaan Input Produksi dengan Konsep Pengukuran
Parametrik
Efisiensi Penggunaan Input Produksi dengan Pendekatan
Data Envelopment Analysis pada Beberapa Komoditi Pertanian

9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis pada Beberapa
Komoditi Pertanian

9
13
14

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

16
16
23

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Responden
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

25
25
25
26
26
26
31

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Kondisi Sarana dan Prasarana
Kondisi Pertanian
Karakteristik Petani Responden

31
31
32
34
34
35

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang
Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Usahatani Jagung
Manis di Desa Gunung Malang

39
39
57
65

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

70
70
71

DAFTAR PUSTAKA

71

LAMPIRAN

78

RIWAYAT HIDUP

83

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung
menurut wilayah, 2011-2013
2 Produktivitas jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia
tahun 2010-2013
3 Luas wilayah berdasarkan penggunaannya di Desa Gunung Malang
tahun 2012
4 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Gunung Malang
pada tahun 2012
5 Distribusi penduduk Desa Gunung Malang berdasarkan
tingkat pendidikan pada tahun 2012
6 Sebaran kepemilikan luas lahan jagung manis dari petani responden
di Desa Gunung Malang tahun 2014
7 Sebaran status kepemilikan lahan petani responden
di Desa Gunung Malang tahun 2014
8 Sebaran status usahatani petani responden di Desa Gunung Malang
tahun 2014
9 Nilai rata-rata dari Constant Return to Scale Technical Efficiency
(CRSTE), Variable Return to Scale Technical Efficiency (VRSTE),
dan Scale Efficiency (SE) petani responden
10 Sebaran variabel yang digunakan oleh tiga petani responden
11 Sebaran variabel yang digunakan oleh lima petani responden
12 Nilai input berlebih (input slack) rata-rata dari seluruh responden
13 Variabel-variabel yang digunakan dalam regresi Tobit
14 Hasil regresi Tobit petani responden di Desa Gunung Malang
15 Sebaran perbandingan nilai efisiensi teknis antara petani
yang tergabung dalam kelompoktani dan petani
yang tidak tergabung dalam kelompoktani
16 Sebaran usia dan pengalaman usahatani dari petani responden
yang efisien secara teknis

2
3
32
33
34
39
40
40

58
60
61
62
65
66

68
69

DAFTAR GAMBAR
1 Produktivitas Jagung Manis per Hektar dari Petani Responden
pada Tahun 2013 di Desa Gunung Malang
2 Kurva Deterministic Production Frontier
3 Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif
4 Pengukuran Efisiensi dan Input Slack
5 Pola penanaman jagung manis di Desa Gunung Malang
6 Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden

6
17
18
22
41

7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

17
18
19

20

di Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2013-2014
Bedengan untuk menanam jagung manis
Kegiatan penanaman jagung manis
Pemupukan dilakukan di antara tanaman jagung manis
Kegiatan penyiangan
Kegiatan pembumbunan
Hama belalang yang menyerang tanaman jagung manis
Sebaran petani responden berdasarkan penggunaan benih per hektar
pada periode tanam tahun 2013-2014 di Desa Gunung Malang
Benih jagung manis varietas Talenta dan Jambore
Sebaran petani responden berdasarkan penggunaan pupuk urea
dan pupuk TSP per hektar pada periode tanam tahun 2013-2014
di Desa Gunung Malang
Sebaran petani responden berdasarkan penggunaan pupuk kandang
per hektar pada periode tanam tahun 2013-2014
di Desa Gunung Malang
Furadan 3R
Sebaran petani responden berdasarkan penggunaan furadan per hektar
pada periode tanam tahun 2013-2014 di Desa Gunung Malang
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis
petani responden per hektar pada periode tanam tahun 2013-2014
di Desa Gunung Malang
Distribusi skor efisiensi teknis pada model DEA
Variable Return to Scale (VRS) untuk masing-masing petani responden

42
44
45
46
47
47
48
50
51

52

53
54
55

56
58

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kerangka Pemikiran Operasional Efisiensi Teknis Usahatani
Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor
melalui Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
2 Karakteristik petani responden di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor tahun 2014
3 Constant Return to Scale Technical Efficiency Scores,
Variable Return to Scale Technical Efficiency Scores,
Scale Efficiency, dan Return to Scale dari setiap Petani Responden
4 Sebaran Input Berlebih (Input Slack) dari setiap Petani Responden
5 Sebaran Perbandingan untuk setiap Responden

78
79

80
81
82

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan bahan pangan penting karena merupakan sumber
karbohidrat kedua setelah padi, sehingga sebagai salah satu sumber bahan pangan,
jagung telah menjadi komoditas utama setelah padi. Bahkan, jagung dijadikan
sebagai bahan pangan utama di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Madura
dan Nusa Tenggara. Jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, yang
sampai saat ini pengembangannya terus dilakukan, serta dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku industri seperti industri etanol (Purwono dan Hartono 2005).
Industri yang banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku yaitu industri pakan
ternak dan industri non-pangan, serta industri makanan dan minuman. Peranan
jagung yang dapat digunakan dalam berbagai industri tersebut membuat budidaya
jagung memiliki prospek yang sangat baik, baik dari harga jual maupun
permintaannya (Tim Karya Tani Mandiri 2010).
Selama periode 2005-2009, kebutuhan jagung nasional untuk bahan industri
pakan ternak, makanan, dan minuman terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Kebutuhan jagung nasional dalam kurun waktu lima tahun tersebut
menunjukkan peningkatan dari 12.26 juta ton pipilan kering (pada tahun 2005)
menjadi 17.66 juta ton pipilan kering (pada tahun 2009), dengan laju peningkatan
sebesar 11.38 persen per tahun. Proyeksi kebutuhan jagung nasional pada tahun
2013 sekitar 23.61 juta ton dan pada tahun 2014 dibutuhkan sekitar 26.29 juta ton
bahan baku jagung (Departemen Pertanian 2009). Kebutuhan jagung nasional yang
tinggi tersebut perlu diimbangi dengan kontinuitas produksi dalam negeri yang baik.
Luas panen dan produktivitas jagung yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun
menyebabkan produksi jagung di Indonesia pada tahun 2011 hingga 2013
cenderung berfluktuasi. Meskipun pada tahun 2012 produksi jagung di Indonesia
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011, jumlah produksi
tersebut belum mampu mengimbangi jumlah konsumsi jagung di Indonesia. Pada
tahun 2011, konsumsi jagung di Indonesia mencapai 18 800 000 ton, sedangkan
jumlah produksi jagung yang dihasilkan hanya 17 643 250 ton (Badan Pusat
Statistik 2013). Konsumsi jagung yang tinggi menyebabkan permintaan jagung di
Indonesia menjadi tinggi pula, sedangkan tingginya permintaan tersebut tidak
seimbang dengan ketersediaan jagung di dalam negeri.
Produksi jagung pada tahun 2012 (ATAP) sebesar 19.39 juta ton pipilan
kering atau mengalami peningkatan sebesar 1.74 juta ton (9.88%) dibandingkan
tahun 2011 (Tabel 1). Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 1.24
juta ton dan di luar Jawa sebesar 0.50 juta ton. Produksi jagung pada tahun 2013
(ARAM I) diperkirakan sebesar 18.84 juta ton pipilan kering atau mengalami
penurunan sebesar 0.55 juta ton (2.83%) dibandingkan tahun 2012. Penurunan
produksi tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 0.53 juta ton dan di luar Jawa
sebesar 0.01 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan
luas panen seluas 66.62 ribu hektar (1.68%) dan penurunan produktivitas sebesar
0.57 kuintal/hektar (1.16%). Perkiraan penurunan produksi jagung pada tahun 2013
yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, perkiraan

2
peningkatan produksi yang relatif besar terdapat di Provinsi Lampung, Gorontalo,
Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat. Perkembangan luas panen,
produktivitas, dan produksi jagung menurut wilayah pada tahun 2011-2013 dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut
wilayah, 2011-2013a
Perkembangan
Uraian

2011

2012

2013b

2012 – 2013

2011 - 2012
Absolut

(%)

Absolut

(%)

Luas Panen (ha)
- Jawa

1 945 744.00

2 011 339.00

1 956 056.00

65 595.00

3.37

-55 283.00

-2.75

- Luar Jawa

1 918 948.00

1 946 256.00

1 934 918.00

27 308.00

1.42

-11 338.00

-0.58

- Indonesia

3 864 692.00

3 957 595.00

3 890 974.00

92 903.00

2.40

-66 621.00

-1.68

- Jawa

48.65

53.26

52.03

4.61

9.48

-1.23

-2.31

- Luar Jawa

42.61

44.57

44.76

1.96

4.60

0.19

0.43

- Indonesia

45.65

48.99

48.42

3.34

7.32

-0.57

-1.16

- Jawa

9 466 866.00

10 712 017.00

10 177 972.00

1 245 151.00

13.15

-534 045.00

-4.99

- Luar Jawa

8 176 384.00

8 675 005.00

8 660 557.00

498 621.00

6.10

-14 448.00

-0.17

- Indonesia

17 643 250.00

19 387 022.00

18 838 529.00

1 743 772.00

9.88

-548 493.00

-2.83

Produktivitas
(ku/ha)

Produksi (ton)c

a

b

c

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah).; ARAM (Angka Ramalan) I 2013.; Kualitas
produksi jagung adalah pipilan kering.

Daerah penghasil utama jagung di Indonesia pada tahun 2013 adalah Pulau
Jawa, yaitu sekitar 71.4% dari produksi nasional (Badan Pusat Statistik 2013).
Beberapa daerah sentra produksi jagung di Pulau Jawa pada tahun 2013 cenderung
mengalami peningkatan produktivitas, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Barat
dan Jawa Tengah (Tabel 2). Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi
jagung di Indonesia yang memiliki produktivitas jagung tertinggi apabila
dibandingkan dengan sentra jagung lainnya.
Produksi dan produktivitas jagung di Provinsi Jawa Barat terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi tersebut terjadi seiring dengan
adanya program pemerintah mengenai perluasan areal penanaman jagung di
Indonesia, terutama di Jawa Barat. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi
jagung pada tahun 2011 yaitu melalui penciptaan dan penelitian varietas benih
unggul, penyelenggaraan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SLPTT), Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), pemberian bantuan benih dari
cadangan benih nasional (CBN), Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis
Korporasi (GP3K), dan pelatihan (Kementrian Pertanian 2012). Selain itu, upaya
peningkatan produksi jagung yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk
ekstensifikasi pertanian juga dilakukan dengan melakukan perluasan lahan
terutama di daerah luar Jawa, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas
produk, perbaikan akses pasar, penguatan kelembagaan petani, perbaikan sistem
permodalan, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Tim Karya Tani Mandiri
2010).

3
Tabel 2 Produktivitas jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia tahun
2010-2013a
Provinsi

a

Produktivitas (ku/ha)
2010

2011

2012

2013b

Jawa Timur

44.42

45.21

51.08

48.03

Jawa Tengah

48.41

53.30

54.97

55.09

Lampung

37.25

38.13

39.46

51.43

Sumatera Utara

50.13

50.71

55.41

55.87

Sulawesi Selatan

44.27

47.80

46.58

45.62

Jawa Barat

60.08

64.23

69.22

72.06

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013).; bAngka Sementara.

Salah satu sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terdapat di
Kabupaten Bogor dengan luas panen sebesar 750 hektar dan produksi sebesar 2 956
ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012). Meskipun
sebagai salah satu sentra jagung di Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki jumlah
produksi yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten Garut yang
merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu,
pengembangan potensi jagung di Kabupaten Bogor perlu dilakukan untuk dapat
meningkatkan produksi jagung nasional.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa
Barat (2012), produksi jagung di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 sampai dengan
tahun 2009 mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan produktivitas. Pada
tahun 2009, produksi jagung mengalami peningkatan sebesar 3 373 ton dan
peningkatan produktivitas sebesar 2.54 kuintal per hektar. Namun pada tahun 2010
dan 2011, produksi jagung di Kabupaten Bogor cenderung mengalami penurunan,
yang diiringi dengan penurunan luas panen.
Bakhsh et al. (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga kemungkinan cara
untuk meningkatkan produksi, yaitu dengan menambah luas lahan,
mengembangkan dan mengadopsi teknologi baru, dan menggunakan sumberdaya
yang tersedia secara lebih efisien (efisiensi teknis). Peningkatan produksi jagung
manis melalui penambahan luas lahan dianggap cukup sulit untuk dilakukan
mengingat tingginya tingkat konversi lahan pertanian yang saat ini dilakukan
menjadi lahan pemukiman dan industri, khususnya di daerah Kabupaten Bogor.
Begitu pula dengan peningkatan produksi melalui pengembangan dan adopsi
teknologi baru, dimana mayoritas petani jagung manis di Kabupaten Bogor masih
melakukan usahatani jagung manis secara sederhana (tradisional) sehingga sulit
untuk dilakukan adopsi teknologi baru. Karakteristik petani dan permodalan juga
menjadi salah satu penyebab sulitnya pengembangan dan adopsi teknologi baru di
tingkat petani (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Kabupaten Bogor 2013, komunikasi pribadi). Berdasarkan pernyataan tersebut,
maka peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan menggunakan
sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien. Hal ini juga didukung oleh penelitian

4
yang menyatakan bahwa peningkatan efisiensi teknis dapat meningkatkan produksi
(Bakhsh et al. 2006) dan menekan biaya usahatani sehingga dapat meningkatkan
pendapatan petani (Ogundari dan Ojo 2007). Peningkatan efisiensi teknis usahatani
jagung di Kabupaten Bogor perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi
jagung.
Tipe jagung yang dikembangkan di daerah Kabupaten Bogor pada
umumnya adalah jagung manis. Tanaman jagung manis sudah banyak dikenal di
daerah Jawa Barat daripada di daerah lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
permintaan benih jagung manis yang mencapai 50 ton pada tahun 2006 untuk
provinsi Jawa Barat, sedangkan untuk provinsi Jawa Timur hanya 20 ton 1 .
Permintaan terhadap jagung manis juga terus mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan permintaan dari pasar tradisional,
restoran, hotel, dan swalayan-swalayan yang membutuhkan pasokan dalam jumlah
yang cukup besar. Konsumsi jagung muda (semi) di Indonesia pada tahun 2011
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17.86% dibandingkan
dengan tahun 2010.
Terkait umur tanaman, jagung manis memiliki umur produksi yang lebih
singkat apabila dibandingkan dengan jagung jenis lainnya, yaitu dapat dipanen pada
umur 75-80 hari. Waktu panen yang singkat ini menyebabkan perputaran modal
petani menjadi semakin cepat. Selain itu, budidaya jagung manis tergolong lebih
mudah karena tidak memerlukan proses pengeringan lebih lanjut seperti dalam
budidaya jagung pada umumnya (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
2013, komunikasi pribadi). Beberapa alasan tersebut membuat banyak petani di
Kabupaten Bogor memilih untuk menanam jagung manis. Di samping itu,
pertumbuhan terbaik untuk jagung manis yaitu di daerah beriklim tropik. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya pengembangan jagung manis di Indonesia, khususnya
di Kabupaten Bogor, mempunyai prospek yang cukup baik.
Salah satu daerah penghasil jagung manis di Kabupaten Bogor adalah
Kecamatan Tenjolaya. Luas panen jagung manis di Kecamatan Tenjolaya pada
tahun 2011 sebesar 89 hektar dengan tingkat produksi sebesar 297 ton. Peningkatan
luas panen dan tingkat produksi jagung manis terbesar di Kabupaten Bogor pada
tahun 2011 terjadi di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bogor 2012). Selain itu, produktivitas jagung manis di Kecamatan Tenjolaya pada
tahun 2011 juga mengalami peningkatan menjadi 4.00 ton per hektar dari 3.93 ton
per hektar pada tahun sebelumnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2012).
Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Tenjolaya berpotensi untuk dilakukan
kegiatan budidaya jagung manis.
Peningkatan produksi jagung manis di Kecamatan Tenjolaya menandakan
adanya peningkatan minat petani dalam melakukan aktivitas usahatani jagung
manis. Peningkatan minat petani dalam melakukan usahatani jagung manis perlu
diikuti dengan peningkatan efisiensi teknis dalam melakukan usahatani jagung
manis. Tingkat efisiensi teknis usahatani jagung manis salah satunya dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial-ekonomi petani dan penggunaan faktor-faktor
produksi yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat penerimaan,
1

Anonim. 2012. Laris Manis Bisnis Sweet Corn. [internet]. [diacu 2013 Mei 7]. Tersedia dari:
http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=709.

5
tingkat pengeluaran, serta tingkat pendapatan usahatani jagung manis. Ketersediaan
benih berkualitas, banyaknya jumlah tenaga kerja pertanian yang tersedia,
ketersediaan lahan yang cukup luas, serta manajemen usahatani yang cukup baik
merupakan potensi yang perlu dikembangkan secara optimal dalam melakukan
budidaya jagung manis, sehingga dapat menjadikan Kabupaten Bogor sebagai salah
satu sentra produksi jagung manis, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian
nasional.

Perumusan Masalah
Permintaan terhadap jagung manis terus mengalami peningkatan, tidak
hanya dari swalayan-swalayan tetapi saat ini jagung manis juga dibutuhkan oleh
tempat-tempat pariwisata dan tempat-tempat keramaian lainnya dalam bentuk
jagung bakar maupun jagung rebus. Namun saat ini pengembangan jagung manis
di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat dari masih rendahnya
produksi dan produktivitas jagung manis dalam negeri. Rendahnya produksi jagung
manis di Indonesia secara umum disebabkan oleh masih rendahnya jumlah
penggunaan benih berkualitas, kelangkaan pupuk, belum berkembangnya
kelembagaan di tingkat petani, teknologi panen dan pasca panen yang belum
memadai, serta lahan garapan yang sempit (Tim Karya Tani Mandiri 2010).
Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan usahatani
jagung manis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012).
Tanaman jagung manis menjadi sangat populer di Desa Gunung Malang pada tahun
1990-an. Pada tahun tersebut, banyak petani yang mulai tertarik untuk melakukan
budidaya jagung manis. Petani melakukan budidaya jagung manis karena beberapa
alasan, yaitu permintaannya yang masih sangat tinggi, nilai jual yang lebih tinggi
dan lebih mudah diserap oleh pasar, serta pemasaran yang cukup mudah (Petugas
Penyuluh Lapang Kecamatan Tenjolaya 2014, komunikasi pribadi). Selain itu,
perawatan tanaman jagung manis juga tidak serumit tanaman sayuran lainnya dan
memiliki waktu panen yang lebih cepat daripada jagung pipil, yaitu sekitar 75-80
hari, sehingga perputaran modal petani menjadi lebih cepat.
Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi dan luas panen jagung
manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
2011). Akan tetapi, luas panen dan tingkat produksi jagung manis di Desa Gunung
Malang mengalami penurunan masing-masing sebesar 75 hektar dan 945 kuintal
pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Penurunan luas
panen dan tingkat produksi jagung manis di Desa Gunung Malang diduga karena
adanya pengaruh iklim dan masih rendahnya tingkat efisiensi pada penggunaan
faktor-faktor produksi di dalam melakukan usahatani jagung manis (Petugas
Penyuluh Lapang Kecamatan Tenjolaya 2014, komunikasi pribadi).
Produktivitas rata-rata yang dihasilkan oleh petani jagung manis di Desa
Gunung Malang baru mencapai 6.17 ton per hektar, jauh lebih rendah apabila
dibandingkan dengan produktivitas nasional yaitu sebesar 12-14 ton per hektar
(Amandasari 2013). Selain itu, berdasarkan penelitian dari Amandasari (2013),
terlihat bahwa terdapat variasi produktivitas per hektar diantara masing-masing
petani jagung manis di Desa Gunung Malang. Variasi pada produktivitas per hektar

6
tersebut diduga karena adanya perbedaan tingkat penggunaan faktor-faktor
produksi di dalam melakukan usahatani jagung manis. Hal ini salah satunya dapat
terlihat pada rata-rata penggunaan input produksi dari petani responden seperti
pupuk kimia dan pupuk kandang yang masih belum sesuai dengan penggunaan
pupuk yang dianjurkan. Rata-rata penggunaan pupuk kandang dari petani
responden sebesar 3 016.07 kg per hektar, sedangkan rata-rata penggunaan pupuk
kandang yang dianjurkan sebesar 5 000.00 kg per hektar2. Produktivitas per hektar
dari usahatani jagung manis petani responden pada tahun 2013 di Desa Gunung
Malang dapat dilihat pada Gambar 1.

12.00

Produktivitas (Ton/Ha)

10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435

Responden

Gambar 1 Produktivitas jagung manis per hektar dari petani responden pada tahun
2013 di Desa Gunung Malang

Berdasarkan Gambar 1 maka perbaikan dalam penggunaan faktor-faktor
produksi di dalam melakukan usahatani jagung manis perlu dilakukan agar
produktivitas usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang dapat meningkat.
Upaya peningkatan efisiensi dalam suatu usahatani salah satunya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial-ekonomi dari petani.
Dalam praktik usahatani, meskipun petani telah memiliki pengalaman yang
cukup panjang dalam melakukan suatu kegiatan usahatani untuk komoditas
pertanian, namun petani tersebut tidak selalu dapat mencapai tingkat efisiensi
seperti yang diharapkan. Meskipun mempergunakan satu set teknologi yang sama,
pada musim yang sama, dan di lahan yang sama, keragaman pada hasil akan selalu
muncul. Hal ini disebabkan hasil yang dicapai pada dasarnya dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik faktor yang dapat dikendalikan (internal), faktor yang tidak
dapat dikendalikan (eksternal), maupun faktor yang mempengaruhi intensitas input
2

Sinar Tani. 2010. Panen Jagung Terpadat Pecahkan Rekor MURI. [internet]. [diacu 2014 Maret 3].
Tersedia dari: http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/153.

7
dan harga relatifnya (Coelli et al. 1998). Faktor-faktor internal berkaitan sangat erat
dengan kapabilitas manajerial petani dalam melaksanakan praktik usahatani
(Sumaryanto dan Siregar 2003). Hal-hal yang tercakup dalam faktor ini adalah
tingkat penguasaan teknologi pembibitan, budidaya, pascapanen, serta kemampuan
petani mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan
usahataninya sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukannya secara tepat
(Saptana 2012).
Kualitas sumberdaya manusia (petani) merupakan faktor internal yang
sangat penting. Semakin tinggi kualitas SDM petani, diharapkan akan semakin
tinggi pula kemampuan petani di dalam mengadopsi teknologi, mengelola
usahatani, dan melakukan pengambilan keputusan, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi usahatani. Variabel-variabel seperti pendidikan formal, pendidikan
informal, keterlibatan pada kelembagaan pertanian, pengalaman berusahatani,
manajemen usahatani, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan usia petani
merupakan beberapa indikator penting yang dapat dijadikan sebagai faktor-faktor
penentu tingkat efisiensi usahatani.
Kapabilitas manajerial berkaitan erat dengan kemampuan petani dalam
mengumpulkan dan mengolah informasi, sehingga dapat menambah pengetahuan
petani. Sebagian besar pengetahuan tersebut diperoleh melalui bimbingan dan
penyuluhan, belajar secara mandiri, belajar dari petani lain atau pembelajaran dari
orang tua secara turun-temurun, pengalaman, maupun dari sumber-sumber
informasi lainnya. Oleh karena itu, kemampuan baca tulis petani juga ikut
mempengaruhi karena saat ini sebagian besar informasi yang tersedia adalah dalam
bentuk tulisan yang dapat diakses dari berbagai media.
Wujud kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya usahatani tercermin
dalam aplikasi usahatani dan kualitas keputusan yang diambil. Jenis input yang
digunakan, jumlah input yang digunakan (kuantitas), mutu input yang digunakan
(kualitas), kombinasi input-input yang digunakan, waktu penggunaan, serta cara
pengaplikasiannya merupakan unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan oleh
petani dalam melakukan pengambilan keputusan. Kapabilitas manajerial akan
tercermin dari output yang dihasilkan pada saat panen. Jika produksi yang diperoleh
mendekati potensi maksimum yang dapat diperoleh di suatu lingkungan yang
serupa, maka dapat dikatakan bahwa petani tersebut telah mengelola usahataninya
dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Hal ini berarti bahwa tingkat produksi atau
produktivitas yang dicapainya mendekati produksi frontier (Saptana 2012).
Selain faktor-faktor sosial-ekonomi dari petani, upaya peningkatan efisiensi
dalam suatu usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan dan
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan kegiatan usahatani,
seperti benih, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida, dan tenaga kerja. Terkait
budidaya jagung manis, petani di Desa Gunung Malang menghadapi beberapa
kendala, diantaranya yaitu adanya keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman
penyakit bulai, mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai
anjuran dalam pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta adanya pengaruh iklim
yang dapat mengurangi produksi jagung manis.
Keterbatasan modal menyebabkan usahatani jagung manis masih dilakukan
secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan modal
mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan aktivitas usahataninya, seperti

8
dalam hal pembelian benih berkualitas. Mahalnya harga benih jagung manis dan
terbatasnya modal petani menyebabkan petani membeli benih yang lebih murah
namun tidak berkualitas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman jagung
manis menjadi kurang optimal. Selain itu, petani jagung manis di Desa Gunung
Malang umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang
dianjurkan, sehingga produktivitas jagung manis menjadi tidak optimal.
Serangan penyakit bulai juga mempengaruhi produktivitas jagung manis di
Desa Gunung Malang. Produktivitas jagung manis yang terserang penyakit bulai
akan mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan obat-obatan pertanian yang dapat
mengurangi serangan penyakit tersebut. Umumnya keterbatasan modal
menyebabkan petani membeli obat-obatan pertanian dalam jumlah yang lebih
sedikit dari jumlah kebutuhan yang seharusnya, sehingga obat pertanian yang
disemprotkan ke tanaman yang tertular penyakit tidak mampu memberikan
pengaruh yang besar bagi produktivitas jagung manis.
Penggunaan faktor-faktor produksi dalam budidaya jagung manis serta
kemampuan manajerial yang berasal dari diri petani melalui faktor-faktor sosialekonomi akan mempengaruhi efisiensi teknis petani di dalam melakukan usahatani
jagung manis. Oleh karena itu, analisis efisiensi teknis diperlukan untuk melihat
tingkat efisiensi penggunaan input-input produksi dari petani responden dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani
jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
antara lain:
1. Bagaimana keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
2. Apakah usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor sudah efisien secara teknis?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani jagung
manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
2. Mengukur efisiensi teknis usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani
jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor.

9
Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya
meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani jagung
manis.
2. Menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan dalam
mencari alternatif pemecahan masalah usahatani jagung manis, khususnya di
wilayah Bogor.
3. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian berjudul Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan
Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis ini
difokuskan pada pembahasan mengenai komoditi jagung manis. Penelitian ini
dibatasi pada analisis keragaan usahatani, analisis efisiensi teknis, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani jagung manis di Desa Gunung
Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Penelitian ini hanya berfokus
pada analisis efisiensi teknis, sehingga tidak mengakomodasi efisiensi alokatif dan
efisiensi ekonomi. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan analisis efisiensi
teknis adalah pendekatan non parametrik, yaitu Data Envelopment Analysis (DEA)
dan Regresi Tobit.
Pada penelitian ini, usahatani yang akan menjadi sampel adalah usahatani
jagung manis yang dilakukan secara monokultur. Petani yang dijadikan responden
pada penelitian ini terbatas pada petani yang melakukan budidaya jagung manis
pada musim tanam 2013-2014 di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data
penggunaan input dan penjualan jagung manis pada musim tanam 2013-2014.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Penggunaan Input Produksi dengan Konsep Pengukuran
Parametrik
Efisiensi merupakan aspek yang penting karena dapat dijadikan sebagai alat
ukur untuk pemilihan penarikan keputusan produksi terhadap alternatif yang
tersedia. Efisiensi merupakan indikator keberhasilan yang mengukur kinerja
dengan cara mengevalusi unit produksi (Alviya 2011). Penarikan keputusan
produksi seringkali menjadi keharusan bagi petani mengingat dalam aktivitas
usahatani seringkali terjadi kesenjangan (gap) produktivitas, antara produktivitas
yang seharusnya dengan produktivitas yang dihasilkan. Kesenjangan produktivitas
tersebut dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang sulit untuk diatasi oleh

10
petani, seperti iklim dan kurangnya kemampuan manajerial petani dalam
mengalokasikan sumberdaya untuk kegiatan usahatani. Perbedaan hasil yang
disebabkan oleh kedua faktor tersebut menyebabkan senjang produktivitas antara
produktivitas potensial usahatani dengan produktivitas yang dihasilkan oleh petani.
Salah satu bentuk efisiensi yang perlu diperhatikan di tingkat usahatani
yaitu efisiensi teknis. Efisensi teknis berhubungan dengan kemampuan petani untuk
berproduksi pada kurva frontier isoquan. Efisiensi teknis dapat dicapai ketika
petani mampu memproduksi pada tingkat output maksimum dengan menggunakan
sejumlah input tertentu, atau dengan menggunakan input minimum untuk
memproduksi tingkat output tertentu. Kedua definisi dari efisiensi teknis tersebut
dikenal sebagai pengukuran efisiensi berorientasi output (output-oriented) dan
pengukuran efisiensi berorientasi input (input-oriented). Penggunaan salah satu
pendekatan dapat dilakukan tergantung pada kemampuan petani dalam mengontrol
kedua hal tersebut (output atau input). Namun secara umum, petani memiliki
kontrol yang lebih besar terhadap input dibandingkan output. Hal ini didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pugliese (2011) dan Dhungana et al. (2004)
pada komoditi jagung dan beras.
Dua konsep alternatif untuk mengestimasi fungsi frontier dan pengukuran
efisiensi teknis yaitu non parametrik dan parametrik (Coelli et al. 1998).
Keunggulan pendekatan non parametrik adalah tidak menghendaki bentuk fungsi
yang khusus untuk merepresentasikan teknologi yang ada. Kelemahan utamanya
yaitu bersifat deterministik dan mengasumsikan bahwa semua deviasi dari frontier
adalah inefisiensi.
Alternatif lain untuk mengestimasi fungsi frontier dan pengukuran efisiensi
teknis adalah dengan menggunakan pendekatan parametrik. Pendekatan parametrik
dapat digunakan untuk estimasi fungsi produksi, fungsi biaya, dan fungsi
keuntungan dan dapat menggunakan beberapa metode estimasi (Ordinary Least
Square/OLS atau Maximum Likelihood/ML) dengan data empiris untuk
mengestimasi parameter dari fungsi tersebut (Coelli et al. 1998). Pendekatan
parametrik dapat dibedakan menjadi pendekatan parametrik deterministik dan
parametrik stokastik (Bravo-Ureta dan Pinherio 1993).
Model frontier deterministik mengasumsikan bahwa deviasi dari frontier
disebabkan oleh adanya inefisiensi, sedangkan pendekatan frontier stokastik
mengijinkan adanya gangguan acak (error term). Model fungsi frontier stokastik
mengintegrasikan struktur gangguan acak atas dua hal, yakni komponen yang
merefleksikan inefisiensi (berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat dikontrol
petani yang sangat terkait dengan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial
petani) dan komponen yang menangkap gangguan yang tidak dapat dikontrol oleh
petani, seperti faktor perubahan iklim (kekeringan dan kebanjiran), serangan OPT,
dan fluktuasi harga.
Keuntungan dari penggunaan pendekatan frontier statistik deterministik
adalah hasil analisis untuk model menggunakan data sampel yang memadai dapat
diuji kelayakan statistiknya (Aigner dan Chu 1968; Richmond 1974; serta Schmidt
1976). Dengan demikian, pendekatan ini lebih cocok untuk estimasi efisiensi
usahatani jika dibandingkan dengan pendekatan non parametrik karena dapat diuji
kelayakan statistiknya. Namun Schmidt (1976) mengemukakan bahwa pendekatan
frontier statistik deterministik mempunyai kelemahan yang sama dengan

11
pendekatan parametrik stokastik dan pendekatan non parametrik, yaitu terletak
pada diperlukannya bentuk fungsional tertentu dan semua penyimpangan dari
frontier dikategorikan sebagai inefisiensi teknis. Pendekatan ini mempunyai asumsi
implisit bahwa semua variasi acak adalah karena inefisiensi teknis dan tidak
diperbolehkan adanya variasi acak diluar kontrol petani. Pendekatan frontier
deterministik belum mempertimbangkan kemungkinan kemungkinan bahwa
kinerja usahatani dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang berada
di luar kontrol petani (Saptana 2012).
Salah satu metode estimasi tingkat efisiensi teknis dengan pendekatan
parametrik yang banyak digunakan adalah melalui pendekatan frontier statistik
stokastik atau frontier stokastik, yang dalam implementasinya menggunakan
Stochastic Production Frontier (SPF). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh
Aigner et al. (1977) dan pada saat yang bersamaan juga dilakukan oleh Meeusen
dan Van Den Broek (1977). Pengembangan pada tahun-tahun berikutnya banyak
dilakukan seperti oleh Coelli et al. (1998), Waldman (1984), dan Greene (1993).
Pendekatan SPF juga banyak digunakan oleh peneliti seperti Erwidodo (1992a dan
1992b), Siregar (1987), Sumaryanto (2001), dan Sumaryanto et al. (2003) untuk
melakukan estimasi efisiensi usahatani padi di beberapa daerah sentra produksi di
Indonesia. Pendekatan ini juga telah digunakan Sukiyono (2005) pada usahatani
cabai merah di Rejang Lebong. Selanjutnya Saptana (2011) menggunakan SPF
dengan memasukkan unsur risiko pada usahatani cabai merah di Jawa Tengah.
Demikian juga halnya Nahraeni (2012) yang menggunakan SPF dengan
memasukkan nilai keberlanjutan untuk usahatani kentang dan kubis di Jawa Barat.
Kekuatan utama dari pendekatan parametrik stokastik adalah dengan
memasukkan gangguan stokastik (error term). Pendekatan ini memisahkan deviasideviasi dari frontier atas inefisiensi sistematik atau aktual dari usahatani dan
komponen-komponen acak yang bersifat stokastik dan bukan karena inefisiensi
dalam pengelolaan usahatani (Coelli et al. 1998). Kelemahan utama pendekatan
fungsi produksi parametrik stokastik adalah menghendaki secara eksplisit bentuk
fungsi yang menggambarkan teknologi yang ada, membutuhkan asumsi tentang
distribusi inefisiensi, dan tidak dapat digunakan untuk kasus multi output.
Tinjauan historis perkembangan pendekatan pengukuran efisiensi secara
lebih terperinci terdiri atas : (1) Frontier non parametrik, yang dalam
pengukurannya menggunakan Total Factor Productiviy (TFP) dan Data
Envelopment Analysis (DEA), (2) Frontier parametrik deterministik, (3) Frontier
statistik deterministik, (4) Frontier statistik stokastik yang belum memasukkan
unsur risiko; (5) Frontier statistik stokastik yang telah memasukkan unsur risiko;
dan (6) Penggunaan frontier statistik stokastik dengan memasukkan nilai
keberlanjutan (Saptana 2012).
Dari tinjauan historis menunjukkan bahwa produksi frontier stokastik
(Stochastic Production Frontier/SPF) yang memasukkan unsur gangguan acak
(error term) adalah model yang dipandang relevan untuk analisis efisiensi usahatani
tanaman pangan seperti padi, palawija, dan sayuran. Model SPF banyak digunakan
dalam analisis efisiensi usahatani pada usahatani pangan dilandasi beberapa
argumen: (a) Sifat dasar industri biologi adalah bersifat stokastik, terlebih untuk
komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (sayur-sayuran, buah-buahan, dan
usaha ternak unggas komersial) yang rentan terhadap gejolak faktor eksternal,
seperti faktor iklim, cuaca, serangan HPT, serta fluktuasi harga; (b) Parameter yang

12
bekerja dalam proses produksi dan parameter yang mencerminkan kapabilitas
manajerial usahatani dalam model SPF diestimasi secara simultan agar konsisten
(Kumbhakar 1987; Kumbhakar dan Lovell 2000); (c) Penggunaan model SPF
belakangan dengan mengasumsikan heterokedastis, juga telah berhasil
memasukkan unsur risiko; dan (d) Penggunaan model SPF juga telah berhasil
memasukkan nilai keberlanjutan.
Bravo-Ureta et al. (2007) mengkaji sebanyak 167 hasil studi empiris dengan
komposisi sebagai berikut : 42 studi menggunakan metode non parametrik, 32 studi
menggunakan metode parametrik deterministik, dan 117 menggunakan metode
frontier parametrik stokastik. Hasil studi menunjukkan bahwa metode frontier
parametrik stokastik adalah metode yang banyak digunakan oleh para peneliti di
bidang pertanian, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut
menunjukkan bahwa studi dengan model frontier parametrik stokastik lebih sesuai
untuk kajian-kajian usahatani tanaman pangan, karena usaha ini sangat dipengaruhi
oleh gangguan acak yang disebabkan oleh faktor eksternal.
Penggunaan metodologi frontier banyak digunakan di negara-negara
berkembang (Kalirajan 1981; Kalirajan dan Shand 1989; Kalirajan 1991; Bauer
1990; Battese 1992; Battese dan Coelli 1995; dan Beck 1991), juga ditemui di
beberapa negara maju (Wilson et al. 1998; Fogasari dan Latruffe 2007; dan
Lambarraa et al. 2007), serta di Indonesia (Erwidodo 1990; Sumaryanto 2001;
Siregar dan Sumaryanto 2003; Sumaryanto 2003; Wahida 2005; Fauziyah 2010;
Saptana 2011, dan Nahraeni 2012). Model frontier stokastik telah digunakan secara
luas dalam analisis efisiensi usahatani terutama untuk usahatani padi, terutama di
Asia, yaitu Bangladesh, China, India, Indonesia, Jepang, Pakistan, Filipina, dan
Srilanka.
Battese (1992) memberikan ulasan komprehensif tentang aplikasi frontier
produksi parametrik untuk usaha pertanian, khususnya usahatani padi. Ogundari
dan Ojo (2007) juga melakukan studi efisiensi teknis, alokatif dan efisiensi ekonomi
untuk ubi kayu di Osun State, Nigeria. Sementara itu, Wilson et al. (1998)
memberikan ulasan tentang aplikasi frontier produksi kentang di Inggris dengan
menggunakan data sekunder dari Departemen Perta