Elektrooksidasi Reduksi Tembaga(II) dan Perak(I) pada Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin

ELEKTROOKSIDASI REDUKSI TEMBAGA(II) DAN
PERAK(I) PADA ELEKTRODE PASTA KARBON
TERMODIFIKASI KUERSETIN

IKA RACHMAWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Elektrooksidasi Reduksi
Tembaga(II) dan Perak(I) pada Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ika Rachmawati
NIM G44100023

ABSTRAK
IKA RACHMAWATI. Elektrooksidasi Reduksi Tembaga(II) dan Perak(I) pada
Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin. Dibimbing oleh DEDEN
SAPRUDIN dan BUDI RIZA PUTRA.
Kuersetin merupakan salah satu senyawa dari golongan flavonoid yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam sehingga dapat digunakan
sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon. Langkah awal untuk mengetahui
kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin adalah dengan mencari pola
elektrookidasi reduksinya dengan metode voltammetri siklik. Voltammogram
siklik dari ion Cu(II) dan Ag(I) menghasilkan satu puncak anodik dan katodik yang
bersifat kuasireversibel. Peningkatan intensitas arus anodik dan katodik berturut
turut adalah 7.55% dan 60.89% untuk Cu(II) sedangkan untuk Ag(I) berturut turut
41.52% dan 194.46%. Voltammogram campuran Cu(II) dan Ag(I) menghasilkan
dua pasang puncak anodik dan katodik sehingga dapat digunakan untuk analisis

campuran Cu(II) dan Ag(I).
Kata kunci: elektrode, kuersetin, tembaga(II), perak(I), voltammetri

ABSTRACT
IKA RACHMAWATI. Electrooxidation Reduction Copper(II) and Silver(I) Using
Quercetin Modified Carbon Paste Electrodes. Supervised by DEDEN SAPRUDIN
and BUDI RIZA PUTRA.
Quercetin is one of flavonoids that can form complexes with metal ions to be
used as a modifier of carbon paste electrodes. The initial step to determine the
performance of quercetin modified carbon paste electrode is by looking for patterns
of elektrooxidation reduction with cyclic voltammetry method. Voltammogram
cyclic of ions Cu(II) and Ag(I) produces anodic and cathodic peaks that are
quasireversible. The increase in the anodic and cathodic current intensity were
7.55% and 60.89%, respectively, for Cu (II), while those for Ag (I) were 41.52%
and 194.46%, respectively. Voltammogram of mixture of Cu(II) and Ag(I)
produced two pairs of anodic and cathodic peaks that can be used for analysing
mixture of Cu(II) and Ag(I).
Keywords: electrode, quercetin, copper(II), silver(I), voltammetry

ELEKTROOKSIDASI REDUKSI TEMBAGA(II) DAN

PERAK(I) PADA ELEKTRODE PASTA KARBON
TERMODIFIKASI KUERSETIN

IKA RACHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Elektrooksidasi Reduksi Tembaga(II) dan Perak(I) pada Elektrode
Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin
Nama

: Ika Rachmawati
NIM
: G44100023

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi
Pembimbing I

Budi Riza Putra, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Elektrooksidasi Reduksi
Tembaga(II) dan Perak(I) pada Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin
dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada 4 Februari sampai 1 Juli 2014 di Laboratorium Analitik dan
Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Deden Saprudin, MSi dan
Bapak Budi Riza Putra, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dan saran selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu,
ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Eman, Bapak Kosasih,
Bapak Dede, dan Ibu Nunung dari Laboratorium Analitik, Ibu Dr Henny
Purwaningsih, MSi dan Bapak Eko dari Laboratorium Bersama beserta seluruh staf
Departemen Kimia yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik,
Yuditya, Ghozali, Sari, Qomariyah, Yuniarti, Ferinda, dan Jannah atas bantuan dan
dukungan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Ika Rachmawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Tujuan


3

Hipotesis Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Penelitian


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kuersetin sebagai Bahan Pemodifikasi EPK

5

Respon Elektrode Terhadap Ion Cu(II) dan Ag(I)

6

Pengaruh Laju Payar

9

Pengaruh Konsentrasi Analat


13

Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan Ion Cu(II)

15

Perbandingan Konsentrasi terhadap Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan
Ion Cu(II)

19

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20


Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6

Potensial dan arus puncak hasil analisis CuCl2 1 mM
Potensial dan arus puncak hasil analisis AgNO3 1 mM
Arus dan potensial puncak dari analisis Cu:Ag 1:1 mM
Arus dan potensial puncak dari Cu:Ag, Ag(I), dan Cu(II)
Arus dan potensial puncak oksidasi Cu:Ag, Cu(II), dan Ag(I)
Arus dan potensial puncak dari Cu:Ag dengan perbandingan konsentrasi

7
9
16
17
18
20

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur molekul kuersetin
2 Potensi posisi pembentukan kompleks ion logam dengan kuersetin
(Symonowicz dan Kolanek 2012)
3 Voltammogram siklik larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPK
dan EPKQ
4 Voltammogram siklik CuCl2 1 mM dalam larutan penyangga fosfat
pH 4.7 dengan EPK dan EPKQ
5 Voltammogram siklik AgNO3 1 mM dalam larutan penyangga fosfat
pH 4.7 dengan EPK dan EPKQ
6 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik CuCl2 1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
7 Hubungan akar laju payar dan arus puncak hasil analisis CuCl2 1 mM
dengan EPKQ
8 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik AgNO3 1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
9 Hubungan akar kuadrat laju payar dan arus puncak hasil analisis AgNO3
1 mM dengan EPKQ
10 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
11 Hubungan akar kuadrat laju payar dan arus puncak hasil analisis Cu:Ag
1:1 mM dengan EPKQ
12 Pengaruh konsentrasi pada voltammogram siklik CuCl2 dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
13 Hubungan konsentrasi CuCl2 dan arus puncak
14 Pengaruh konsentrasi pada voltammogram siklik AgNO3 dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
15 Hubungan konsentrasi AgNO3 dan arus puncak
16 Voltammogram siklik simultan Cu:Ag 1:1 mM dalam larutan penyangga
fosfat pH 4.7 dengan EPK dan EPKQ
17 Voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM, Cu(II) 1.0 mM, dan Ag(I)
1.0 mM dengan EPKQ
18 Voltammogram lucutan pulsa diferensial dari Cu:Ag, Ag(I), dan Cu(II)
19 Voltammogram siklik perbandingan konsentrasi Cu:Ag dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ

1
2
6
7
8
10
10
11
11
12
12
13
14
14
15
15
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Voltammogram siklik K3Fe(CN)6 pada EPK dan EPKQ
Potensial dan arus puncak K3Fe(CN)6
Pengaruh laju payar pada analisis CuCl2 1.0 mM dengan EPKQ
Pengaruh laju payar pada analisis AgNO3 1.0 mM dengan EPKQ
Pengaruh laju payar pada analisis Cu:Ag 1:1 mM dengan EPKQ
Pengaruh konsentrasi pada analisis CuCl2 dengan EPKQ
Pengaruh konsentrasi pada analisis AgNO3 dengan EPKQ

22
23
23
24
24
24
24
25

PENDAHULUAN
Voltammetri menjadi alternatif metode dalam analisis penentuan logam,
selain Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan Plasma Gandeng InduktifSpektrofotometer Emisi Atom (PGI-SEA). Voltammetri siklik merupakan teknik
voltammetri yang memberikan hasil kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk
voltammogram siklik dari respon arus yang dihasilkan dari proses reaksi oksidasi
reduksi dengan menerapkan suatu potensial (Xia et al. 2010). Voltammetri lucutan
merupakan teknik voltammetri yang sensitif untuk analisis penentuan logam, salah
satunya adalah voltammetri lucutan pulsa diferensial. Voltammetri lucutan terdiri
dari dua tahap reaksi, yaitu tahap prakonsentrasi dan tahap pemayaran potensial
(Wang 2006).
Elektrode pasta karbon (EPK) telah menjadi alternatif elektrode kerja pada
sel elektrokimia voltammetri sebagai pengganti dari elektrode kerja merkuri yang
kurang ramah lingkungan. Elektrode pasta karbon dipilih sebagai elektrode kerja
karena lebih ramah lingkungan, lembam, biaya bahan yang relatif murah, dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi voltammetri, kisaran potensial yang cukup luas,
dan mudah dimodifikasi. Modifikasi EPK dilakukan untuk menambah selektivitas,
sensitivitas, stabilitas elektrokimia, dan mengurangi kelemahan EPK yang lebih
lambat dalam pengumpulan ion dibandingkan dengan elektrode logam (Wang
2006).
Kuersetin (3’,4’,3,5,7-pentahidroksiflavonol) (Gambar 1) merupakan salah
satu bahan pemodifikasi EPK yang berasal dari flavonoid dari kelompok flavonol
yang paling melimpah pada tumbuhan. Kuersetin memiliki nama IUPAC 2-(3’,4’dihidroksifenil)-3,5,7-trihidroksi-4H-kromen-4-on yang tergolong dalam bentuk
aglikon dari sejumlah flavonoid lain, termasuk rutin, kuersitrin, isokuersetin, dan
hiperosida (Brett dan Ghica 2003).

Gambar 1 Struktur molekul kuersetin
Gugus hidroksil dan karbonil yang terdapat dalam struktur kuersetin memiliki
kemampuan antioksidan dan pembentukan kompleks dengan berbagai ion logam
dengan mendonorkan elektron pada ion logam sehingga kuersetin dapat
meningkatkan sensitivitas pada permukaan elektrode termodifikasi (Xia et al. 2010).
Ada 3 bagian sisi aktif pada kuersetin yang berpotensi membentuk kompleks
dengan ion logam, yaitu antara 5-hidroksi dan 4-karbonil, antara 3-hidroksi dan 4-

2
karbonil, dan antara 3' dan 4'-hidroksi pada cincin B (Gambar 2) (Symonowick dan
Kolanek 2012). Gugus 7-hidroksi pada cincin A, pasangan elektron bebas dari atom
O pada cincin C, dan elektron-elektron � pada cincin aromatik pada kuersetin juga
memiliki peluang interaksi dengan kation logam.

B

C

Gambar 2 Potensi posisi pembentukan kompleks ion logam dengan kuersetin
(Symonowicz dan Kolanek 2012)
Kuersetin sebagai bahan pemodifikasi EPK diharapkan dapat meningkatkan
sensitivitas analisis dalam peningkatan respon intensitas arus puncak anodik dan
katodik dan mempercepat proses transfer elektron reaksi oksidasi dan reduksi analat.
Beberapa hasil penelitian telah melaporkan pemanfaatan kuersetin sebagai bahan
pemodifikasi EPK dan pengompleks dalam penentuan logam, diantaranya Taufik
(2013) melaporkan terjadi peningkatan intensitas arus puncak pada EPK
termodifikasi kuersetin pada analisis ion tembaga(II), penentuan timbal (Pb) dan
tembaga (Cu) pada serum manusia (Fei et al. 2001), penentuan simultan ion logam
Sb(III) dan Mo(VI) menggunakan kuersetin sebagai ligan pengompleks (Rojas et
al. 2012), dan Xia et al. (2010) telah melakukan penentuan simultan dari logam
tembaga (Cu), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) pada sampel tanah menggunakan
elektrode termodifikasi kuersetin dengan teknik voltammetri.
Logam perak (Ag) dan tembaga (Cu) merupakan beberapa logam transisi
yang dimanfaatkan dalam bidang industri logam, seperti pertambangan, metalurgi,
dan industri pelapisan, elektronik, dan pencampuran logam Ag dan Cu dalam
pembuatan uang koin sehingga ada potensi cemaran limbah logam ke lingkungan
yang mengganggu kesehatan manusia jika terakumulasi dalam konsentrasi tinggi.
Giyatmi et al. (2008) telah melakukan penentuan kandungan tembaga (Cu), perak
(Ag), dan kromium (Cr) dalam limbah industri perak dengan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA).
Analisis penentuan logam juga dapat dilakukan dengan metode lain, seperti
voltammetri yang dapat membedakan tingkat oksidasi logam, mendeteksi logam
secara simultan, preparasi sampel lebih mudah, peralatan lebih praktis, lebih murah,
dan respon cepat. Dalam penelitian ini dilakukan pengajian pola oksidasi reduksi
tembaga(II) dan perak(I) dengan metode voltammetri pada elektrode pasta karbon
termodifikasi kuersetin (EPKQ) untuk meningkatkan sensitivitas respon elektrode.

3
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola oksidasi reduksi tembaga(II) dan
perak(I) pada elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin (EPKQ) dengan
metode voltammetri.
Hipotesis Penelitian
Kuersetin sebagai bahan pemodifikasi EPK dapat digunakan untuk
meningkatkan sensitivitas pada analisis ion tembaga(II) dan perak(I) dengan
metode voltammetri

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah standar Kuersetin (Sigma Aldrich),
serbuk grafit, parafin cair, akua-bidestilata, K3Fe(CN)6 (Wako), KCl (Merck),
AgNO3 (Merck), CuCl2·2H2O (Merck), Na2HPO4·2H2O (Merck), dan
NaH2PO4·2H2O (Merck).
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik empat
desimal, pipet mikro, pengaduk magnet, pH meter (HM-20S), galvanostatpotensiostat (e-DAQ), perangkat lunak pengolah data Echem v2.1 dan Origin 7.0,
elektrode pembanding Ag/AgCl, elektrode tambahan kawat platina, kawat tembaga,
pipa kapiler kaca, kertas minyak, amplas, dan alat-alat gelas.

Prosedur Penelitian
Secara umum metode penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu
preparasi EPK dan EPKQ, pengujian EPK dan EPKQ dengan teknik voltammetri
siklik dan voltammetri lucutan pulsa diferensial (DPSV) untuk analisis pola
oksidasi reduksi tembaga(II) dan perak(I) dalam larutan elektrolit berupa larutan
penyangga fosfat pH 4.7. Pengujian EPKQ sebagai hasil modifikasi EPK dengan
kuersetin untuk analisis pola oksidasi reduksi tembaga(II) dan perak(I) dilakukan
dengan pemberian pengaruh laju payar dan perbandingan konsentrasi analat
terhadap sinyal arus yang dihasilkan pada voltammogram siklik. Pengujian juga
dilakukan pada pengaruh ion Ag(I) dalam penentuan ion Cu(II) pada EPKQ dengan
voltammetri siklik dan lucutan pulsa diferensial. Diagram alir penelitian terlampir
pada Lampiran 1.

4
Preparasi Elektrode Pasta Karbon (Xia et al. 2010 dengan modifikasi)
Sebanyak 100 mg grafit dan 45 µL minyak parafin dicampurkan ke dalam
mortar hingga campuran homogen. Kawat tembaga sebagai penghubung elektrode
ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung kaca hingga tersisa ruang kosong
sekitar 5 mm pada ujung tabung untuk pasta karbon. Pasta dimasukkan ke ujung
tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan dengan kertas
minyak hingga licin dan berkilau.
Preparasi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin (Xia et al. 2010
dengan modifikasi)
Elektrode ini dibuat dengan cara standar kuersetin dengan komposisi 5%
(b/b) dicampurkan dengan 95 mg serbuk grafit di dalam mortar. Sebanyak 45 µL
minyak parafin ditambahkan dan diaduk merata hingga terbentuk pasta yang
homogen. Kawat tembaga sebagai penghubung elektrode ke sumber listrik
dimasukkan ke dalam tabung kaca hingga tersisa ruang kosong sekitar 5 mm pada
ujung tabung untuk pasta karbon. Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh
dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan dengan kertas minyak hingga licin dan
berkilau.
Karakterisasi Elektrode dengan K3Fe(CN)6 (Reddaiah et al. 2012 dengan
modifikasi)
Respon elektrode diamati dalam larutan elektrolit KCl 0.1 M dengan teknik
voltammetri siklik dengan laju payar 0.1 V dtk-1 pada selang potensial dari -0.5
sampai 1.0 V kemudian dikarakterisasi dengan larutan K3Fe(CN)6 1 mM secara
voltammetri siklik pada selang potensial dari -0.5 sampai 1.0 V dengan laju payar
0.1 V dtk-1.
Respon Elektrode Terhadap Ion Cu(II) dan Ag(I) (Taufik 2013 dengan
modifikasi)
Respon elektrode diamati dalam larutan elektrolit pendukung berupa larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dan larutan analat berupa larutan AgNO3 1 mM dan larutan
CuCl2 1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan voltammetri siklik pada
laju payar 0.1 V dtk-1 dan selang potensial dari -0.5 sampai 1.0 V.
Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan Ion Cu(II) (Xia et al. 2010 dengan
modifikasi)
Campuran larutan AgNO3:CuCl2 1:1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH
4.7 dianalisis dengan voltammetri siklik. Arus puncak diamati pada laju payar 0.1
V dtk-1 dan selang potensial dari -0.5 sampai 1.0 V dengan EPK dan EPKQ.
Analisis simultan dengan voltammetri lucutan pulsa diferensial dilakukan dengan
selang potensial -0.5 sampai 1.0 V, laju payar 50 mV dtk-1, potensial deposisi 0 mV,
dan waktu deposisi 20 detik.
Perbandingan Konsentrasi Terhadap Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan Ion
Cu(II) (Xia et al. 2010 dengan modifikasi)
Campuran larutan AgNO3:CuCl2 dibuat dengan perbandingan 1:0.5 dan 0.5:1
mM dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 yang dianalisis dengan voltammetri
siklik. Arus puncak diamati pada laju payar 0.1 V dtk-1 dan selang potensial dari 0.5 sampai 1.0 V dengan EPK dan EPKQ.

5
Pengaruh Laju Payar (Taufik 2013 dengan modifikasi)
Respon arus analat dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 diamati dengan
teknik voltammetri siklik pada selang potensial dari -0.5 sampai 1.0 V dengan
EPKQ. Laju payar yang digunakan, diantaranya 0.05; 0.10; 0.15; 0.20; dan 0.25 V
dtk-1.
Pengaruh Konsentrasi Analat (Taufik 2013 dengan modifikasi)
Respon arus analat dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 diamati dengan
teknik voltammetri siklik pada laju payar 0.1 V dtk-1 dan selang potensial dari -0.5
sampai 1.0 V dengan EPKQ. Konsentrasi yang digunakan, diantaranya 0.1; 0.5; dan
1.0 mM.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuersetin sebagai Bahan Pemodifikasi EPK
Kuersetin digunakan sebagai bahan pemodifikasi EPK untuk meningkatkan
sensitivitas pada pengujian pola oksidasi reduksi tembaga(II) dan perak(I) dengan
teknik voltammetri. Karakterisasi elektrode dilakukan sebelum elektrode
digunakan untuk analisis analat. Larutan K3Fe(CN)6 1 mM dalam KCl 0.1 M
digunakan untuk karakterisasi EPK dan EPKQ dengan voltammetri siklik dalam
selang potensial -0.5 sampai 1.0 V dan laju payar 0.1 mV (Lampiran 2).
Voltammogram siklik K3Fe(CN)6 1 mM dari pengukuran dengan EPKQ
menunjukkan peningkatan puncak arus anodik sebesar 5.49% dan katodik sebesar
9.10%. Potensial anodik yang dihasilkan sebesar 0.400 V pada EPK dan 0.322 V
pada EPKQ sedangkan potensial katodik -0.108 V pada EPK dan -0.032 V pada
EPK. Beda potensial pada EPK sebesar 0.508 V sedangkan pada EPKQ sebesar
0.354 V yang menunjukkan bahwa proses reaksi bersifat kuasireversibel yang
didukung oleh nilai Ia/Ic yang lebih besar dari 1 (Lampiran 3). Reaksi oksidasi
reduksi bersifat reversibel jika beda potensial lebih kecil atau sama dengan 0.0592
V dan Ia/Ic mendekati 1 (Bott dan Jackson 1996). Elektrode yang telah dipreparasi
dapat digunakan untuk analisis analat dengan selang potensial -0.5 sampai 1.0 V
karena dapat menunjukkan arus puncak anodik dan katodik saat digunakan untuk
analisis analat yang mengalami reaksi oksidasi reduksi dan EPKQ dapat digunakan
untuk meningkatkan sensitivitas pengukuran analat.
Larutan penyangga fosfat pH 4.7 digunakan sebagai pelarut analat yang
berfungsi sebagai larutan elektrolit pendukung. Elektrolit pendukung berfungsi
untuk melindungi ion-ion analat dan menghilangkan efek elektromigrasi. Larutan
elektrolit pendukung dapat berupa asam mineral, garam anorganik, dan larutan
penyangga yang bersifat murni, dan tidak mudah teroksidasi dan tereduksi agar
tidak berpotensi sebagai kontaminan dan tidak memberi arus latar belakang saat
analisis analat (Wang 2006).
Larutan elektrolit dengan sistem penyangga diperlukan dalam analisis dengan
kontrol pH, seperti larutan penyangga HCOONa-HCl pH 4.7 yang digunakan
sebagai larutan elektrolit pendukung pada analisis simultan logam Cu, Pb, dan Cd
(Xia et al. 2010) dan penggunaan larutan penyangga fosfat pH 7.7 untuk analisis

6
sifat elektrooksidasi kuersetin (Brett dan Ghica 2003). Voltammogram siklik dari
larutan penyangga fosfat pH 4.7 (Gambar 3) tidak dihasilkan puncak arus oksidasi
dan reduksi dari hasil pengukuran dengan EPK dan EPKQ. Hasil ini menunjukkan
bahwa larutan buffer fosfat pH 4.7 tidak mengalami oksidasi dan reduksi pada
selang potensial -0.5 sampai 1.0 V dan kuersetin dalam EPKQ tidak memberi
puncak arus oksidasi dan reduksi.

20
EPK
EPKQ

15
10

I (

5
0
-5
-10
-15
-20
-0.6 -0.4 -0.2 0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 3 Voltammogram siklik larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPK
dan EPKQ

Voltammogram siklik larutan penyangga fosfat yang diperoleh dari
pengukuran dengan EPKQ menunjukkan peningkatan arus latar belakang
dibandingkan pengukuran dengan EPK. Hasil ini menunjukkan bahwa kuersetin
dapat meningkatkan sensitivitas pengukuran dan dapat digunakan sebagai
pemodifikasi EPK untuk analisis analat dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7
dalam selang potensial -0.5 sampai 1.0 V.
Respon Elektrode Terhadap Ion Cu(II) dan Ag(I)
Voltammogram siklik dari larutan CuCl2 1 mM dalam larutan penyangga
fosfat pH 4.7 (Gambar 4) menunjukkan satu puncak oksidasi dan satu puncak
reduksi pada analisis dengan EPK dan EPKQ dalam selang potensial -0.5 sampai
1.0 V. Potensial negatif yang diberikan pada awal pemayaran diduga
mengakibatkan reaksi reduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+. Reaksi oksidasi terjadi

7
karena pemayaran ke arah potensial positif sehingga puncak anodik yang terjadi
pada -0.028 V dengan EPK dan 0.044 V dengan EPKQ diduga hasil oksidasi
kembali ion Cu+ menjadi ion Cu2+. Pembalikan arah payar menuju potensial negatif
diduga hasil reduksi dari ion Cu2+ menjadi ion Cu+. Puncak katodik yang dihasilkan
dengan EPK berada pada -0.208 V dan -0.128 V pada EPKQ.

40

EPK
EPKQ

30
20

I (A)

10
0
-10
-20
-30
-40
-0.6 -0.4 -0.2 0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 4 Voltammogram siklik CuCl2 1 mM dalam larutan penyangga fosfat
pH 4.7 dengan EPK dan EPKQ

Puncak

Tabel 1 Potensial dan arus puncak hasil analisis CuCl2 1 mM
E (V)
I (µA)
Ia/Ic (µA)
E (V)
Peningkatan
arus (%)
EPK EPKQ EPK EPKQ EPK EPKQ EPK EPKQ

Anodik
-0.028 0.044
(a)
Katodik
-0.208 -0.128
(k)

20.13
0.180

21.65

0.172

7.55
5.62

3.58

5.76

3.76
60.89

Tabel 1 menunjukkan potensial dan arus puncak oksidasi reduksi hasil
analisis CuCl2 1 mM dengan EPK dan EPKQ. Beda potensial dan Ia/Ic yang
dihasilkan menunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi CuCl2 bersifat
kuasireversibel karena beda potensial yang dihasilkam lebih besar dari 0.0592 V
dan Ia/Ic lebih besar dari 1. Intensitas arus puncak anodik dan katodik mengalami

8
peningkatan pada EPKQ. Peningkatan intensitas arus puncak katodik CuCl2 lebih
besar dibandingkan anodik yang menunjukkan lebih banyak ion Cu(II) yang
mengalami reduksi pada EPKQ.
Voltammogram siklik dari larutan AgNO3 1 mM dalam larutan penyangga
fosfat pH 4.7 (Gambar 5) menunjukkan satu puncak oksidasi dan satu puncak
reduksi pada analisis dengan EPK dan EPKQ dalam selang potensial -0.5 sampai
1.0 V. Reduksi Ag+ menjadi Ag terjadi akibat pemberian potensial negatif diawal
pemayaran sehingga saat potensial semakin ke arah positif terjadi reaksi oksidasi
dari Ag menjadi Ag+ yang ditandai dengan puncak anodik.

25
EPK
EPKQ

20
15

I (

10
5
0
-5
-10
-15
-20
-0.6 -0.4 -0.2 0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 5 Voltammogram siklik AgNO3 1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH
4.7 dengan EPK dan EPKQ
Puncak anodik yang dihasilkan dengan EPK berada pada 0.364 V dan 0.378
V dengan EPKQ. Radulescu et al. (2010) melaporkan bahwa potensial puncak
oksidasi Ag dalam larutan penyangga asetat pH 5.2 berada pada kisaran 0.23 sampai
0.35 V dengan elektrode karbon termodifikasi N-(2-aminoetil)-4,4'-bipiridina.
Pemayaran kembali ke arah potensial negatif mengakibatkan reaksi reduksi Ag+
menjadi Ag yang ditandai dengan puncak katodik. Puncak katodik yang dihasilkan
dengan EPK berada pada 0.142 V dan 0.226 V dengan EPKQ.
Tabel 2 menunjukkan potensial dan arus puncak oksidasi reduksi hasil
analisis AgNO3 1 mM dengan EPK dan EPKQ. Beda potensial yang dihasilkan
menunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi AgNO3 bersifat kuasireversibel karena
beda potensial yang dihasilkan lebih besar dari 0.0592 V dan nilai Ia/Ic lebih besar
dari 1. Peningkatan intensitas arus puncak katodik AgNO3 lebih besar dibandingkan

9
anodik yang menunjukkan lebih banyak ion Ag(I) yang mengalami reduksi pada
EPKQ.

Puncak

Tabel 2 Potensial dan arus puncak hasil analisis AgNO3 1 mM
E (V)
I (µA)
Ia/Ic (µA)
Peningkatan
E (V)
arus (%)
EPK EPKQ EPK EPKQ EPK EPKQ EPK EPKQ

Anodik
0.364
(a)
Katodik
0.142
(k)

0.378

9.73
0.222

0.226

13.77

0.152

41.52
3.37

2.89

8.51

1.62
194.46

Proses transfer elektron pada proses kuasireversibel berjalan lebih lambat
dibandingkan proses reversibel yang ditandai dengan potensial puncak anodik dan
katodik dengan selisih beda potensial lebih besar dari 0.0592 V dan Ia/Ic lebih besar
dari 1. Reaksi oksidasi reduksi bersifat reversibel jika beda potensial lebih kecil
atau sama dengan 0.0592 V dan Ia/Ic mendekati 1 (Bott dan Jackson 1996).
Penurunan beda potensial dan nilai Ia/Ic pada hasil analisis CuCl2 dan AgNO3 pada
EPKQ menunjukkan proses transfer elektron terjadi semakin cepat dibandingkan
pada EPK tanpa kuersetin.
Penurunan beda potensial, Ia/Ic, dan peningkatan intensitas arus puncak
anodik dan katodik yang terjadi pada voltammogram siklik CuCl2 dan AgNO3 hasil
analisis dengan EPKQ menunjukkan bahwa kuersetin dapat digunakan sebagai
pemodifikasi EPK untuk meningkatkan sensitivitas hasil analisis dalam bentuk
peningkatan intensitas arus dan mempercepat proses transfer elektron reaksi
okdidasi dan reduksi. Ion logam pada EPKQ lebih terakumulasi dibandingkan pada
EPK karena kuersetin memiliki sisi aktif yang dapat bereaksi membentuk kompleks
dengan ion logam sehingga ion logam yang teradsorpsi pada permukaan EPKQ
berpeluang lebih besar untuk mengalami reaksi oksidasi reduksi.
Pengaruh Laju Payar
Voltammogram siklik yang dihasilkan dari pemberian pengaruh laju payar
dapat menunjukkan tingkat sensitivitas dan proses elektromigrasi analat yang
terjadi pada elektrode. Laju payar memengaruhi intensitas arus puncak oksidasi dan
reduksi yang dihasilkan pada voltammogram siklik CuCl2 (Lampiran 4) dan AgNO3
(Lampiran 5).
Pengaruh laju payar memengaruhi arus puncak pada voltammogram siklik
pada analisis CuCl2 1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 (Gambar 6).
Hubungan akar kuadrat laju payar (v1/2) dan arus puncak (Ip) adalah linear dengan
persamaan Ipa = 2.1371 v1/2 – 1.2883 dengan R2 sebesar 0.9715 untuk arus puncak
oksidasi dan Ipk = 0.8600 v1/2 – 3.0452 dengan R2 sebesar 0.9294 untuk arus puncak
reduksi. (Gambar 7).
Peningkatan intensitas arus puncak terjadi seiring peningkatan laju payar
pada voltammogram siklik AgNO3 yang dianalisis dengan EPKQ (Gambar 8).

10
Hubungan akar kuadrat laju payar (v1/2) dan arus puncak (Ip) pada analisis AgNO3
1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 adalah linear dengan persamaan Ipa =
0.2357v1/2 + 11.542 dengan R2 sebesar 0.7948 untuk arus puncak oksidasi dan Ipk =
0.1616v1/2 + 6.7403 dengan R2 sebesar 0.9124 untuk arus puncak reduksi (Gambar
9).

60

-1

50 mV dtk
-1
100 mV dtk
-1
150 mV dtk
-1
200 mV dtk
-1
250 mV dtk

50
40
30
20
I (A)

10
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2

0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

E (V) vs Ag/AgCl

Ip (µA)

Gambar 7 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik CuCl2 1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
35
30
25
20
15
10
5
0

Ipa = 2.1371v1/2 – 1.2883
R² = 0.9715
Ipk = 0.86v1/2 – 3.0452
R² = 0.9294

5

7

9
v1/2

11
13
-1
1/2
(mV dtk )

Anodik (a)

15

17

Katodik (k)

Gambar 6 Hubungan akar laju payar dan arus puncak hasil analisis CuCl2 1 mM
dengan EPKQ

11

I (

Peningkatan laju payar juga memengaruhi intensitas arus puncak anodik dan
katodik pada voltammogram siklik yang dihasilkan dari analisis pengaruh ion Ag+
pada penentuan ion Cu2+ dengan EPKQ (Gambar 10). Intensitas arus puncak anodik
dan katodik 1 dan 2 meningkat seiring peningkatan laju payar (Lampiran 6).
Hubungan akar kuadrat laju payar (v1/2) dan arus puncak (Ip) pada analisis Cu:Ag
1:1 mM dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7 adalah linear dengan persamaan Ipa1
= 1.4327v1/2 + 3.7644 dengan R2 sebesar 0.9531 dan Ipa2 = 0.3422v1/2 – 19.802
dengan R2 sebesar 0.9989 untuk arus puncak anodik 1 dan 2 sedangkan Ipk1 =
1.1396v1/2 + 2.2563 dengan R2 sebesar 0.9960 dan Ipk2 = 0.1747 + 0.5306 dengan
R2 sebesar 0.9871 untuk puncak katodik 1 dan 2 (Gambar 11).

30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
-25
-30

-1

50 mV dtk
-1
100 mV dtk
-1
150 mV dtk
-1
200 mV dtk
-1
250 mV dtk

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2

0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

E (V) vs Ag/AgCl

Ip (µA)

Gambar 8 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik AgNO3 1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
17
15
13
11
9
7

Ipa = 0.2357v1/2 + 11.542
R² = 0.7948
Ipk = 0.1616v1/2 + 6.7403
R² = 0.9124
5

10
15
1/2
-1
1/2
v (mV dtk )
Anodik (a)
Katodik (k)

20

Gambar 9 Hubungan akar kuadrat laju payar dan arus puncak hasil analisis
AgNO3 1 mM dengan EPKQ

12

I (A)

Berdasarkan persamaan Randles-Ševčik, jika intensitas arus puncak
berbanding lurus dengan laju payar menunjukkan bahwa terjadi proses difusi analat
pada elektrode (Bard et al. 2010). Semakin tinggi laju payar akan mempercepat
proses difusi analat pada elektrode sehingga reaksi oksidasi dan reduksi semakin
cepat dan intensitas arus pun meningkat.

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70

-1

50 mV dtk
-1
100 mV dtk
-1
150 mV dtk
-1
200 mV dtk
-1
250 mV dtk

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 10 Pengaruh laju payar pada voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ

30

Ipa1 = 1.4327v1/2+ 3.7644
R² = 0.9531
Ipk1 = 1.1396v1/2 + 2.2563
R² = 0.996

Ip (µA)

25
20
15
10

Ipa2 = 0.3422v1/2 – 1.9802
R² = 0.9989

5

Ipk2 = 0.1747v1/2 + 0.5306
R² = 0.9871

0
5

7

Anodik p1

9

11
13
v1/2 (mV dtk-1)1/2

Anodik p2

Katodik p1

15

17

Katodik p2

Gambar 11 Hubungan akar kuadrat laju payar dan arus puncak hasil analisis Cu:Ag
1:1 mM dengan EPKQ

13
Kuersetin di dalam EPKQ juga berperan dalam meningkatkan sensitivitas
pengukuran karena kuersetin memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks
dengan ion logam. Analat dalam bentuk Ag+ dan Cu2+ yang berdifusi pada elektrode
dapat bereaksi dengan kuersetin sehingga terjadi peningkatan konsentrasi analat
yang meningkatkan intensitas arus puncak. EPKQ yang digunakan dalam analisis
respon elektrode terhadap analat, pengaruh konsentrasi, dan laju payar merupakan
elektrode yang sama, baik untuk Cu(II) maupun Ag(I) sehingga menunjukkan
bahwa EPKQ yang telah dipreparasi dapat digunakan tidak hanya untuk satu kali
analisis analat.
Pengaruh Konsentrasi Analat
Konsentrasi analat memengaruhi intensitas arus puncak oksidasi dan reduksi
yang dihasilkan pada voltammogram siklik CuCl2 (Lampiran 7) dan AgNO3
(Lampiran 8) dengan laju payar yang dibuat konstan 0.1 V dtk-1. Pengaruh
konsentrasi memengaruhi arus puncak pada voltammogram siklik pada analisis
CuCl2 dengan EPKQ (Gambar 12).

40

0.1 mM
0.5 mM
1.0 mM

30
20

I (A)

10
0
-10
-20
-30
-40
-0.6 -0.4 -0.2 0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 12 Pengaruh konsentrasi pada voltammogram siklik CuCl2 dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ
Hubungan konsentrasi CuCl2 dan arus puncak (Ip) adalah linear dengan persamaan
Ipa = 20.4090[CuCl2] – 0.5115 dengan R2 sebesar 0.8785 untuk arus puncak oksidasi
dan Ipk = 5.6656[CuCl2] – 0.3816 dengan R2 sebesar 0.8831 untuk arus puncak
reduksi (Gambar 13).

14
25

Ipa = 20.409[CuCl2] – 0.5115
R² = 0.8785

Ip (µA)

20
15
10

Ipk = 5.6656[CuCl2] – 0.3816
R² = 0.8831

5
0
0

0.5
[CuCl2] (mM)
Anodik (a)
Katodik (k)

1

Gambar 13 Hubungan konsentrasi CuCl2 dan arus puncak
Peningkatan intensitas arus puncak terjadi seiring peningkatan konsentrasi
AgNO3 yang dianalisis dengan EPKQ (Gambar 14). Hubungan konsentrasi AgNO3
dan arus puncak (Ip) adalah linear dengan persamaan Ipa = 12.7340[AgNO3] +
1.0556 dengan R2 sebesar 1.0000 untuk arus puncak oksidasi dan Ipk =
8.8605[AgNO3] – 0.6261 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9822 untuk
arus puncak reduksi (Gambar 15).

20

0.1 mM
0.5 mM
1.0 mM

15
10
I (

5
0
-5
-10
-15
-20
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2

0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 14 Pengaruh konsentrasi pada voltammogram siklik AgNO3 dalam
larutan penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ

15

Ip (µA)

15.00
Ipa = 12.734[AgNO3] + 1.0556
R² = 1

10.00
5.00

Ipk = 8.8605[AgNO3] – 0.6261
R² = 0.9822

0.00
0

0.5
[AgNO3] (mM)
Anodik (a)

1

Katodik (k)

Gambar 15 Hubungan konsentrasi AgNO3 dan arus puncak
Peningkatan konsentrasi dapat meningkatkan intensitas arus puncak oksidasi
dan reduksi pada hasil voltammogram siklik CuCl2 dan AgNO3. Semakin tinggi
konsentrasi analat, semakin tinggi intensitas arus puncak oksidasi dan reduksi yang
dihasilkan pada voltammogram siklik.
Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan Ion Cu(II)
Ion Ag(I) memberikan pengaruh pada penentuan ion Cu(II) yang ditunjukkan
dalam voltammogram yang dihasilkan dari analisis pencampuran CuCl2 dan AgNO3
dalam satu larutan dengan perbandingan konsentrasi 1:1 mM dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7. Voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM menghasilkan 2
pasang puncak oksidasi dan reduksi pada analisis dengan EPK dan EPKQ (Gambar
16).
a1
a2

k1

k2

Gambar 16 Voltammogram siklik simultan Cu:Ag 1:1 mM dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPK dan EPKQ

16
Puncak anodik dan katodik 1 diduga berasal dari reaksi oksidasi dan reduksi
Cu(II) sedangkan puncak anodik dan katodik 2 diduga berasal dari reaksi oksidasi
dan reduksi Ag(I). Tabel 3 menunjukkan perbedaan arus dan potensial puncak
anodik dan katodik yang dihasilkan dari analisis Cu:Ag 1:1 mM dengan EPK dan
EPKQ. Intensitas arus yang dihasilkan dari analisis dengan EPKQ memilki
intensitas yang lebih besar dibandingkan dengan EPK, kecuali puncak katodik 2
pada EPK. Puncak katodik 2 yang diduga berasal dari reduksi Ag(I) pada EPK lebih
tinggi karena ion Ag(I) dan Cu(II) tidak bersaing untuk berinteraksi dengan sisi
aktif kuersetin sehingga intensitas arus puncak katodik ion Ag(I) lebih tinggi.
Tabel 3 Arus dan potensial puncak dari analisis Cu:Ag 1:1 mM
Ip (µA)
Ep (V)
Elektrode Anodik (a)
Katodik (k)
Anodik (a)
Katodik (k)
1
2
1
2
1
2
1
2
EPK
7.41 1.91 1.93 15.86 0.314 0.532 -0.302 0.126
EPKQ
26.72 19.44 14.14 9.50 0.036 0.518 -0.156 0.366

Puncak arus anodik dan katodik 1 pada EPKQ memiliki intensitas arus yang
lebih besar daripada pasangan puncak anodik dan katodik 2. Hasil ini diduga berasal
dari ion Cu2+ yang memiliki peluang lebih besar untuk teradsorpsi dan bereaksi
dengan sisi aktif kuersetin pada permukaan elektrode daripada ion Ag+ sehingga
ion Cu2+ lebih terakumulasi pada permukaan EPKQ dan sensitivitas pengukuran
meningkat dengan ditandai oleh arus puncak anodik yang lebih tinggi. Torreggiani
et al. (2004) dan Bukhari et al. (2009) melaporkan bahwa Cu2+ dan kuersetin dapat
membentuk kompleks dengan 2 rasio logam:ligan, yaitu 1:2 dan 2:1.
Perbedaan voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM, Cu(II) 1.0 mM, dan Ag(I)
1.0 mM ditunjukkan pada Gambar 17. Tabel 4 menunjukkan perbedaan arus dan
potensial puncak anodik dan katodik pada voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM,
Ag(I) 1.0 mM, dan Cu(II) 1.0 mM yang diperoleh dengan EPKQ. Perbandingan
voltammogram siklik antara Cu:Ag 1:1 mM, Cu 1.0 mM dari hasil analisis dengan
EPKQ menunjukkan data potensial puncak anodik 1 pada Cu:Ag, yaitu 0.036 V
berdekatan dengan puncak anodik Cu(II), yaitu 0.044 V. Puncak katodik 1 pada
Cu:Ag juga berdekatan potensial katodik Cu(II), yaitu -0.156 V untuk Cu:Ag dan 0.128 V untuk Cu(II).
Voltammogram siklik antara Cu:Ag 1:1 mM dan Ag(I) 1.0 mM hasil analisis
dengan EPKQ menunjukkan data potensial puncak anodik 2 pada Cu:Ag, yaitu
0.518 V berdekatan dengan puncak anodik Ag(I), yaitu 0.378 V. Puncak katodik 2
pada Cu:Ag juga berdekatan potensial katodik Ag(I), yaitu 0.226 V untuk Cu:Ag
dan 0.366 V untuk Cu(II). Pergeseran puncak anodik dan katodik yang terjadi
diduga disebabkan oleh persaingan peluang interaksi antara ion Cu(II) dan Ag(I)
dengan sisi aktif kuersetin.

17

a1
a2

k2
k1

Gambar 17 Voltammogram siklik Cu:Ag 1:1 mM, Cu(II) 1.0 mM, dan Ag(I)
1.0 mM dengan EPKQ
Tabel 4 Arus dan potensial puncak dari Cu:Ag, Ag(I), dan Cu(II)
Analat

[Analat]
(mM)

Cu:Ag
Ag
Cu

1:1
1.0
1.0

Ip (µA)
Anodik (a)
Katodik (k)
1
2
1
2
26.72 19.44 14.14 9.50
13.77
8.51
21.65
5.76

Ep (V)
Anodik (a)
Katodik (k)
1
2
1
2
0.036 0.518 -0.156 0.366
0.378
0.226
0.044
-0.128

Perbandingan voltammogram dari teknik voltammetri lucutan pulsa
diferensial dari Cu:Ag 1:1 mM, Cu(II) 1.0 mM, dan Ag(I) 1.0 mM ditunjukkan pada
Gambar 18. Voltammogram yang dihasilkan dari teknik voltammetri lucutan pulsa
diferensial juga menunjukkan bahwa puncak anodik 1 Cu:Ag 1:1 mM pada -0.065
V berdekatan dengan puncak anodik Cu(II) pada -0.045 V. Puncak anodik 2 Cu:Ag
1:1 mM pada 0.355 V berdekatan dengan potensial puncak katodik Ag(I) pada
0.285 V (Tabel 5). Intensitas arus puncak anodik 1 yang diduga berasal dari Cu(II)
pada voltammogram Cu:Ag 1:1 mM lebih tinggi daripada arus puncak anodik 2
yang berasal dari Ag(I).

18

h
a2
a1

Gambar 18 Voltammogram lucutan pulsa diferensial dari Cu:Ag, Ag(I), dan Cu(II)
Tabel 5 Arus dan potensial puncak oksidasi Cu:Ag, Cu(II), dan Ag(I)
Ip (µA)
Ep (V)
[Analat]
Analat
Anodik
Anodik
(mM)
1
2
1
2
Cu:Ag
1:1
2.02
0.23
-0.065
0.355
Cu
1.0
5.59
-0.045
Ag
1.0
6.16
0.285

Intensitas arus anodik Cu(II) yang lebih tinggi daripada arus anodik Ag(I) dan
pergeseran potensial puncak anodik Cu(II) dan Ag(I) pada voltammogram Cu:Ag
dengan perbandingan konsentrasi yang sama, yaitu 1:1 mM diduga terjadi akibat
persaingan interaksi antara ion Cu(II) dan Ag(I) dengan sisi aktif kuersetin.
Berdasarkan hasil analisis diduga ion Cu(II) memiliki peluang lebih besar untuk
berinteraksi dengan sisi aktif kuersetin dibandingkan ion Ag(I) sehingga ion Cu(II)
lebih terakumulasi dan berpeluang lebih untuk mengalami reaksi oksidasi di
permukaan EPKQ.
Gugus hidroksil dan atom O dari karbonil pada kuersetin tergolong jenis basa
keras sehingga interaksi dengan ion Cu2+ lebih mudah karena ion Cu2+ tergolong
jenis asam batas (borderline) yang bersifat peralihan antara asam lunak dan asam
keras sehingga ion Cu2+ bersifat lebih keras daripada ion Ag+. Peluang interaksi
gugus hidroksil dan atom O dari karbonil pada kuersetin dengan ion Ag+ lebih

19
rendah karena ion Ag+ tergolong jenis asam lunak. Menurut Pearson (2005), asam
keras akan berinteraksi lebih mudah dan kuat dengan basa keras sedangkan asam
lunak akan berinteraksi lebih mudah dan kuat dengan basa lunak. Pengaruh anionanion, seperti Cl-, NO3-, HPO42-, dan H2PO4- yang berasal dari analat dan larutan
penyangga fosfat diduga berperan dalam penurunan intensitas arus puncak anodik
dan reduksi karena anion-anion dapat berinteraksi dengan kation Cu2+ dan Ag+.
Perbandingan Konsentrasi terhadap Pengaruh Ion Ag(I) pada Penentuan
Ion Cu(II)
Intensitas arus puncak anodik dan katodik masing-masing analat, baik ion
Cu(II) maupun ion Ag(I) menunjukkan peningkatan arus seiring peningkatan
konsentrasinya dalam larutan Cu:Ag 1:1; 1:0.5; dan 0.5:1 mM. Gambar 19
menunjukkan voltammogram siklik perbandingan konsentrasi Cu:Ag dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ, yaitu Cu:Ag 1:1; 0.5:1; dan 0.5:1 mM.
Perbandingan komposisi Cu(II) dan Ag(I) berpengaruh pada arus dan potensial
puncak anodik dan katodik yang dihasilkan pada voltammogram siklik Cu:Ag yang
ditunjukkan pada Tabel 6.

Cu:Ag 1:1 mM
Cu:Ag 0.5:1 mM
Cu:Ag 1:0.5 mM

40
30

I (A)

20
10
0
-10
-20
-30
-40
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
E (V) vs Ag/AgCl
Gambar 19 Voltammogram siklik perbandingan konsentrasi Cu:Ag dalam larutan
penyangga fosfat pH 4.7 dengan EPKQ

20
Tabel 6 Arus dan potensial puncak dari Cu:Ag dengan perbandingan konsentrasi
Ip (µA)
Ep (V)
[Analat]
Anodik
Katodik
Anodik
Katodik
(mM)
1
2
1
2
1
2
1
2
1:1
18.77
1.39
13.81
2.23 0.036 0.520 -0.156 0.336
1:0.5
12.39
0.70
4.14
0.19 -0.108 0.358 -0.288 0.246
0.5:1
1.53
0.55
1.06
0.23 -0.010 0.214 -0.098 0.360
Puncak anodik dan katodik 1 yang diduga berasal dari ion Cu(II) selalu
menunjukkan intensitas arus lebih tinggi dalam larutan Cu:Ag 1:1; 1:0.5; dan 0.5:1
mM. Intensitas arus puncak anodik dan katodik Cu(II) yang lebih tinggi daripada
arus puncak anodik dan katodik Ag(I) diduga terjadi akibat persaingan interaksi
antara ion Cu(II) dan Ag(I) dengan sisi aktif kuersetin. Ion Cu(II) diduga tetap
memiliki peluang lebih besar untuk berinteraksi dengan sisi aktif kuersetin
dibandingkan ion Ag(I) meskipun konsentrasi ion Ag+ lebih besar sehingga ion
Cu(II) lebih terakumulasi di permukaan EPKQ.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Elektrode pasta karbon termodifikasi (EPKQ) dapat meningkatkan
sensitivitas analisis dalam bentuk peningkatan intensitas arus puncak oksidasi
reduksi dan proses transfer elektron reaksi oksidasi reduksi lebih cepat yang
ditandai dengan penurunan beda potensial dan Ia/Ic pada hasil analisis CuCl2 dan
AgNO3 dalam larutan penyangga fosfat pH 4.7. Voltammogran siklik dari ion
Cu(II) dan Ag(I) masing-masing menghasilkan satu puncak anodik dan katodik
yang bersifat kuasireversibel. Peningkatan laju payar dan konsentrasi analat
berbanding lurus dengan peningkatan intensitas arus puncak anodik dan katodik,
baik Cu(II) maupun Ag(I).
Pengaruh ion Ag(I) dalam penentuan ion Cu(II) juga dapat dilakukan dengan
EPKQ. Voltammogram siklik dari larutan campuran Cu(II) dan Ag(I)
menghasilkan 2 pasang puncak anodik dan katodik. Intensitas arus puncak anodik
dan katodik Cu(II) selalu lebih tinggi daripada arus puncak anodik dan katodik
Ag(I) meskipun konsentrasi ion Ag+ lebih besar. Peluang interaksi anion, seperti
Cl-, NO3-, HPO42-, dan H2PO4- dengan kation (Cu2+ dan Ag+) dan persaingan
interaksi antara Cu2+ dan Ag+ dengan sisi aktif kuersetin diduga berperan dalam
perbedaan intensitas arus puncak anodik dan katodik yang dihasilkan.
Saran
Respon analat pada jenis dan pH larutan elektrolit pendukung yang berbeda
perlu dilakukan. Penetuan selang potensial, waktu dan potensial prekonsentrasi
yang optimum perlu dilakukan sebelum analisis analat dengan voltammetri.

21

DAFTAR PUSTAKA
Bard AJ, Stratmann M, Unwin PR, editor. 2010. Encyclopedia of Electroanalytical
Techniques. New York (US): Marcell-Dekker.
Bott AW, Jackson BP. 1996. Study of ferricyanide by cyclic voltammetry using the
cv-50w. Current Separations. 15(1):25–30.
Brett AMO, Ghica ME. 2003. Electrochemical oxidation of quercetin.
Electroanalysis. 15(22):1745-1750.doi:10.1002/elan.200302800.
Giyatmi, Kamal Z, Melati D. 2008. Penurunan kadar Cu, Cr, dan Ag dalam limbah
cair industri perak di kota gede setelah diadsorpsi dengan tanah liat dari
daerah godean. Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir; 2008 Agustus
25–26; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Sekolah Tinggi Teknologi
Nuklir-BATAN. Hlm 99 – 106.
Fei JJ, Wang JF, Li JN. 2001. Determination of copper in human serum by
adsorptive stripping voltammetry at quercetin modified carbon paste electrode.
Journal of Analytical Science. 17(5):375–378.
Fei JJ, Li JN, Yi FY. 2001. Determination of trace lead by adsorptive stripping
voltammetry at quercetin modified carbon paste electrode. Chinese Journal
of Analytical Chemistry. 29(8):916–918.
Pearson RG. 2005. Chemical hardness and density functional theory. J Chem Sci.
117(5):369–377.doi:10.1007/BF02708340.
Radulescu MC, Chira A, Radulescu M, Bucur B, Bucur MP, Radu GL. 2010.
Determination of silver(I) by differential pulse voltammetry using a glassy
carbon electrode modified with synthesized N-(2-aminoethyl-4,4'-bipyridine.
Sensors. 10:11340–11351.doi:10.3390/s101211340.
Reddaiah K, Reddy TM, Raghu P, Swamy BEK. 2012. Electrochemical
Determination of quercetin at β–cyclodextrin modified chemical sensor: a
voltammetric study. Anal. Bioanal. Electrochem. 4(2):122–134.
Rojas C, Arancibia V, Gomez M, Nagles E. 2012. Simultaneous determination of
antimony(III) and molybdenum(VI) by adsorptive stripping voltammetry
using quercetin as complexing agent. Electroanalysis. 25(2):439–447.doi:
10.1002/elan.201200487.
Symonowicz M, Kolanek M. 2012. Flavonoids and their properties to form chelate
complexes. Biotechnol Food Sci. 76(1):35–41.
Taufik M. 2013. Elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin untuk analisis ion
tembaga (II) secara voltammetri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Torreggiani A, Tamba M, Trinchero A, Boora S. 2004. Copper(II)–quercetin
complexes in aqueous solutions: spectroscopic and kinetic properties. Journal
of Molecular Structure. 759–766.doi:10.1016/j.molstruc.2004.11.081.
Wang J. 2006. Analytical Electrochemistry. Third Edition. New York (US): Willey.
Xia F, Zhang X, Zhou C, Sun D, Dong Y, Liu Z. 2010. Simultaneous determination
of copper, lead, and cadmium at hexagonal mesoporous silica immobilized
quercetin modified carbon paste electrode. J Auto Met Chem. 10:1–
6.doi:10.1155/2010/824197.

22

LAMPIRAN
Lampiran
1 Diagram alir penelitian
Grafit + kuersetin
parafin

Grafit + parafin

Dihomogenkan di dalam
mortar secara terpisah

Elektrode pasta
karbon (EPK)

EPK termodifikasi kuersetin
(EPKQ)

-Karakterisasi dengan K3Fe(CN)6
EPK dan EPKQ
terkarakterisasi
-Respon elektrode terhadap Cu(II)
dan Ag(I) dengan voltammetri
siklik
Voltammogram siklik Cu(II) dan Ag(I)
-Pengaruh laju payar
-Pengaruh konsentrasi analat
Voltammogram siklik Cu(II) dan Ag(I)
dipengaruhi laju payar dan konsentrasi analat
-Analisis pengaruh Ag(I) pada
penentuan Cu(II)
-Perbandingan
konsentrasi
terhadap pengaruh Ag(I) pada
penentuan Cu(II)
Voltammogram siklik dan
lucutan pulsa diferensial Cu:Ag

23
Lampiran 2 Voltammogram siklik K3Fe(CN)6 pada EPK dan EPKQ

20

EPK
EPKQ

15

I (

10
5
0
-5
-10
-15
-0.6 -0.4 -0.2 0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

E (V) vs Ag/AgCl
Lampiran 3 Potensial dan arus puncak K3Fe(CN)6

Puncak

Ep (V)
EPK EPKQ

Ep (V)
EPK

Anodik
0.400 0.322
(a)
0.508
Katodik
-0.108 -0.032
(k)

EPKQ

Ip (µA)
EPK EPKQ
1.44

1.52

1.22

1.33

0.354

Ipa/Ipc (µA) Peningkatan
arus (%)
EPK EPKQ
5.49
1.18

Contoh Perhitungan:
Ep EPK
= |Epa-Epk| = |0.400 – (-0.108)| V = 0.508 V
Ipa/Ipc
= (1.44/1.22) µA = 1.18 µA
Peningkatan arus
= (Ipa EPKQ – Ipa EPK/Ipa EPK) × 100% = 5.49 %

1.14
9.10

24
Lampiran 4 Pengaruh laju payar pada analisis CuCl2 1.0 mM dengan EPKQ
v

v1/2

(mV dtk-1)

(mV dtk-1)1/2

50
100
150
200
250

7.0711
10.0000
12.2474
14.1421
15.8114

Ip (µA)
Anodik
Katodik
(a)
(k)
12.78
2.39
21.65
5.76
25.59
8.70
27.44
9.20
32.77
9.70

Ep(V)
Anodik
Katodik
(a)
(k)
0.068
-0.080
0.044
-0.128
0.040
-0.178
-0.012
-0.228
-0.010
-0.235

Lampiran 5 Pengaruh laju payar pada analisis AgNO3 1.0 mM dengan EPKQ
v

v1/2

(mV dtk-1)

(mV dtk-1)1/2

50
100
150
200
250

7.0711
10.0000
12.2474
14.1421
15.8114

Ip (µA)
Anodik
Katodik
(a)
(k)
13.53
7.89
13.77
8.51
13.98
8.52
14.60
8.88
15.80
9.48

Ep (V)
Anodik
Katodik
(a)
(k)
0.378
0.240
0.378
0.226
0.373
0.217
0.373
0.217
0.370
0.210

Lampiran 6 Pengaruh laju payar pada analisis Cu:Ag 1:1 mM dengan EPKQ
v

v1/2

(mV dtk-1)

(mV dtk-1)1/2

50
100
150
200
250

7
10
12
14
16

Ip (µA)
Anodik
1
2
12.91 0.48
18.77 1.39
22.29 2.18
24.73 2.89
25.04 3.44

Ep (V)

Katodik
1
2
10.12 1.75
13.81 2.23
16.31 2.78
18.64 3.02
19.95 3.23

Anodik
1
2
0.040 0.510
0.036 0.520
0.037 0.502
0.032 0.516
0.030 0.535

Katodik
1
2
-0.128 0.360
-0.156 0.336
-0.170 0.325
-0.184 0.340
-0.210 0.345

Lampiran 7 Pengaruh konsentrasi pada analisis CuCl2 dengan EPKQ
[CuCl2]
(mM)
0.1
0.5
1.0

Ep (V)
Anodik (a)
Katodik (k)
-0.047
-0.242
-0.028
-0.208
0.044
-0.128

Ip (µA)
Anodik (a)
Katodik (k)
3.72
0.78
5.75
1.38
21.65
5.76

25
Lampiran 8 Pengaruh konsentrasi pada analisis AgNO3 dengan EPKQ
Ep (V)

Ip (µA)

[AgNO3]
(mM)

Anodik (a)

Katodik (k)

Anodik (a)

Katodik (k)

0.1
0.5
1.0

0.308
0.328
0.378

0.076
0.126
0.226

2.30
7.47
13.77

0.60
3.18
8.51

26

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 maret 1992 dari ayah Abdul
Azis dan ibu Kasiyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun
2010 penulis lulus dari SMA Negeri 73 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Analisis Instrumental pada tahun ajaran 2013/2014. Bulan Juli˗Agustus
2013 penulis melaksanakan praktik lapangan di Balai Pengujian dan Identifikasi
Barang Tipe A Jakarta dengan judul laporan Karakterisasi dan Penentuan Bentuk
Mineral Kaolin serta Identifikasi Alumina Silikat dalam Semen Putih.