Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit pada Teknik Voltametri Siklik

KINERJA ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI
NANOMAGNETIT PADA TEKNIK VOLTAMETRI SIKLIK

ESTY OCTIANA SARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Elektrode Pasta
Karbon Termodifikasi Nanomagnetit pada Teknik Voltametri Siklik adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013
Esty Octiana Sari
NIM G44104003

iii

ABSTRAK
ESTY OCTIANA SARI. Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Nanomagnetit pada Teknik Voltametri Siklik. Dibimbing oleh DEDEN
SAPRUDIN dan ZULHAN ARIF.
Kinerja elektrode pasta karbon (EPK) termodifikasi nanomagnetit
dipengaruhi oleh sifat nanomagnetit. Penelitian ini menentukan kinerja EPK yang
dimodifikasi dengan nanomagnetit hasil sintesis secara hidrotermal dari bahan
FeCl3, urea, dan natrium sitrat pada suhu 200 ºC selama 3 jam. Kinerja elektrode
ditentukan dengan teknik voltametri siklik menggunakan analit iodida dalam
elektrolit pendukung KCl pada daerah pemayaran 0.0–1.2 V. Analisis voltametri

memberikan 2 pasang puncak redoks yang bersifat kuasireversibel. Nanomagnetit
mampu meningkatkan respons arus puncak oksidasi iodida sebesar 1.4 kali lipat
dibandingkan dengan EPK. Sensitivitas elektrode 16.04 µA/mM, limit deteksi
0.0462 mM, dan limit kuantitasi 0.154 mM. Selektivitas elektrode tetap baik
hingga penambahan 10 kali lipat ion pengganggu. Demikian pula linearitas
hubungan konsentrasi iodida dengan arus puncak anodik cukup baik. Namun,
elektrode mengalami penurunan respons arus 7.32 µA setelah disimpan selama 1
bulan. Secara keseluruhan, kinerja elektrode belum sebaik kinerja EPK
termodifikasi nanomagnetit yang disintesis selama 12 jam.
Kata kunci: elektrode, hidrotermal, iodida, nanomagnetit, voltametri

ABSTRACT
ESTY OCTIANA SARI. The Performance of Nanomagnetite-Modified Carbon
Paste Electrode in Cyclic Voltammetry Technique. Supervised by DEDEN
SAPRUDIN and ZULHAN ARIF.
The performance of nanomagnetite-modified carbon paste electrodes (CPE)
are influenced by the characteristics of nanomagnetite. This study determined the
performance of a CPE modified with nanomagnetite synthesized by hydrothermal
technique from FeCl3, urea, and sodium citrate at 200 °C for 3 hours. The
electrode performance was determined by cyclic voltammetry technique by using

iodide as analyte in KCl as supporting electrolyte at potential range of 0.0 to 1.2
V. Voltammetric analysis provided two pairs of oxidation and reduction peaks,
both of them quasireversible. Nanomagnetite improved the response of iodide
oxidation peak current 1.4 fold compared with the unmodified CPE. The electrode
sensitivity was 16.04 mA/mM, the detection limit was 0.0462 mM, and the
quantitation limit was 0.154 mM. The electrode selectivity was still good until 10times addition of interference ion. The linearity of correlation of iodide
concentration with oxidation peak current was good as well. However the
electrode current response decreased after being stored for a month. Overall, the
electrode performances were not as good as CPE modified with nanomagnetite
synthesized for 12 hours previously reported.
Key words: electrode, hydrothermal, iodide, nanomagnetite, voltammetry

iv

v

KINERJA ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI
NANOMAGNETIT PADA TEKNIK VOLTAMETRI SIKLIK

ESTY OCTIANA SARI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi : Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit
pada Teknik Voltametri Siklik
Nama
: Esty Octiana Sari
NIM

: G44104003

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi
Pembimbing I

Zulhan Arif, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

ix

PRAKATA

Segala puji bagi Allah atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang
senantiasa mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan
judul Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit pada Teknik
Voltametri Siklik. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Desember
2012 di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bersama
Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Deden Saprudin, MSi dan
Zulhan Arif, SSi, MSi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada seluruh staf
Laboratorium Kimia Analitik (Bapak Eman, Ibu Nunung, dan Bapak Kosasih)
yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada penulis selama
penelitian. Terima kasih kepada Bapak Yani (Departemen Fisika) yang telah
memberikan bantuan dalam menyediakan beberapa peralatan untuk penelitian.
Terima kasih kepada Hanifah Fauziah, SSi, Uun Sundari, SSi, dan Budi Arifin,
SSi, MSi yang telah memberikan beberapa saran dalam penelitian ini. Terima
kasih penulis ucapkan kepada teman-teman Kimia Alih Jenis angkatan 44 dan
teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Analitik yang telah
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu, Ayah (alm),

dan adik-adikku tercinta Ade Dwiana Sari dan Dimas Rian Anugerah atas doa,
dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada saudari-saudariku dalam barisan dakwah yang senantiasa
menguatkan.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013
Esty Octiana Sari

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE........................................................................................ 2
Bahan dan Alat ............................................................................................... 2
Lingkup Penelitian ......................................................................................... 2
Sintesis Nanomagnetit
3

Pencirian dengan XRD
3
Pembuatan Elektrode Pasta Karbon
3
Pengukuran Arus Latar Belakang Elektrolit (KCl)
3
Pengaruh Komposisi Nanomagnetit
3
Pengaruh Kecepatan Payar
4
Pengaruh Komposisi Iodida
4
Penentuan Pengaruh Ion Halogen lain
4
Pengaruh Waktu Penyimpanan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4
Nanomagnetit ................................................................................................. 4
Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit ..................... 8
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 19

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15

Bagan alir penelitian
Kompleks sitrat dengan ion besi(II) (a) dan besi(III) (b)
Ilustrasi pembentukan nanomagnetit secara hidrotermal
Serbuk hitam nanomagnetit hasil sintesis berinteraksi dengan magnet
Citra SEM nanomagnetit hasil sintesis perbesaran 30 000 kali (a) dan 50
000 kali (b)
Difraktogram nanomagnetit hasil sintesis 3 jam
Voltamogram siklik KCl 0.1 M diukur dengan EPK (—) dan M3(—)
Voltamogram siklik KI 1 mM dalam KCl 0.1 M diukur dengan EPK
(— ) dan M3 (—)
Grafik arus puncak KI 1 mM dalam KCl 0.1M diukur dengan EPK dan
M3
Voltammogram siklik KI 1 mM dalam KCl 0.1 M pada berbagai
komposisi nanomagnetit
Grafik hubungan komposisi magnetit dengan arus puncak anodik (■)
dan katodik(●)
Voltamogram KI 1 mM pada berbagai kecepatan payar diukur dengan
M3.

Kurva hubungan V1/2 dengan arus puncak anodik (■) dan katodik(●)
Kurva hubungan antara konsentrasi iodida dengan arus puncak anodik
(■) dan katodik (●)
Voltamogram KI diukur dengan elektrode baru (—) dan elektrode
yang telah disimpan selama 1 bulan (—)

2
6
6
6
7
7
8
9
9
10
10
11
12
12

13

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Reaksi stoikiometri pembentukan nanomagnetit
Standar magnetit JCPDS No. 19-0629
Penentuan kristalinitas nanomagnetit
Penentuan limit deteksi dan limit kuantitasi
Penentuan persen recovery KI setelah penambahan ion pengganggu

17
17
18
18
18

PENDAHULUAN

Teknik voltametri siklik lazim digunakan untuk penelitian awal dalam
pembuatan sensor. Teknik ini dapat secara cepat memberikan daerah potensial
redoks suatu komponen elektroaktif dan dapat mengevaluasi pengaruh media
terhadap suatu proses redoks (Wang 2000). Umumnya teknik voltametri yang
sensitif menggunakan elektrode merkuri (Harvey 2000). Namun, saat ini elektrode
merkuri sudah mulai ditinggalkan karena kurang ramah lingkungan. Sebagai
alternatif, dikembangkan elektrode pasta karbon (EPK) yang lebih ramah
lingkungan, memiliki kisaran potensial yang cukup luas, arus latar belakang yang
rendah, biaya rendah, lembam, serta cocok untuk berbagai aplikasi deteksi dan
pengukuran. Namun, pengumpulan ion pada permukaan EPK kurang terkendali
dan lebih lambat dibandingkan dengan elektrode logam (Wang 2000). Oleh
karena itu, perlu ditambahkan pemodifikasi pada EPK untuk meningkatkan
sensitivitasnya.
Sensitivitas suatu sensor elektrokimia berkaitan erat dengan kemampuannya
untuk menciptakan ruang mikro bagi biomolekul atau analit untuk bertukar
elektron langsung dengan elektrode (Loh et al. 2008). Dibutuhkan material yang
berukuran nano untuk menciptakan ruang mikro tersebut. Beberapa metode
populer untuk menciptakan nanopartikel di antaranya ialah ko-presipitasi,
dekomposisi termal, emulsi, hidrotermal, dan teknik pirolisis laser (Laurent et al.
2008). Salah satu metode yang mudah diaplikasikan dan menghasilkan
nanopartikel dengan ukuran yang seragam ialah metode hidrotermal (Lu et al.
2007; Wu et al. 2008).
Salah satu nanopartikel yang saat ini sedang dipelajari ialah nanomagnetit
(Fe3O4). Nanomagnetit memiliki beberapa kelengkapan sifat, meliputi sifat
kemagnetan, katalitik, konduktivitas, dan kompatibilitas biologis (Matsura et al.
2004). Nanomagnetit telah dimanfaatkan sebagai pemodifikasi pada EPK seperti
oleh Loh et al. (2008) dan Fauziah (2012). Magnetit yang berukuran nano efektif
meningkatkan sensitivitas sensor. Hal ini sesuai dengan prinsip adsorpsi: semakin
kecil ukuran partikel, semakin luas bidang sentuh untuk melakukan reaksi
sehingga semakin banyak analit yang mengalami reaksi redoks (Roonasii 2007).
Fauziah (2012) menggunakan nanomagnetit yang disintesis dengan metode
hidrotermal selama 12 jam untuk meningkatkan sensitivitas EPK dalam analisis
iodida secara voltametri siklik. Menurut Lv et al. (2009), nanomagnetit mulai
terbentuk pada 3 jam sintesis dan terbentuk sempurna pada 12 jam sintesis.
Berdasarkan uji dengan isoterm adsorpsi Brunauer-Emmet-Teller (BET),
nanomagnetit yang terbentuk pada 3 jam sintesis memiliki luas permukaan paling
besar (Lv et al. 2009; Cheng et al. 2010). Oleh sebab itu, nanomagnetit tersebut
diperkirakan memiliki mampu meningkatkan kinerja EPK. Pada penelitian ini,
kinerja EPK termodifikasi nanomagnetit hasil sintesis secara hidrotermal selama 3
jam ditentukan untuk analisis iodida secara voltametri siklik.

2

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan ialah FeCl3·6H2O (Nacalai Tesque),
akuabidestilata, urea (Merck), natrium sitrat (C6H5O7Na3·2H2O) (Merck), serbuk
grafit, parafin cair, gas N2, KCl, KBr, dan etanol (Merck).
Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik, wadah hidrotermal,
difraktometer sinar-X (XRD) Shimadzu Philips, pinggan porselen, mortar, alat
kaca, elektrode pembanding Ag/AgCl, elektrode pembantu kawat platinum,
pengaduk magnet, batang magnetik, dan galvanostat-potensiostat (E-Chem).

Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 4 tahap, yaitu (1) sintesis nanomagnetit dengan
metode hidrotermal selama 3 jam, (2) pencirian dengan XRD, (3) pembuatan dan
(4) pengujian EPK termodifikasi-nanomagnetit. Parameter pengujian meliputi
komposisi, kecepatan payar, konsentrasi iodida, ion pengganggu, dan waktu
penyimpanan. Berdasarkan parameter-parameter tersebut, linearitas, sensitivitas,
selektivitas, dan ketahanan elektrode ditentukan (Gambar 1).
Sintesis nanomagnetit

Pencirian dengan XRD

Pembuatan EPK
termodifikasinanomagnetit dengan
variasi komposisi

Pengujian kinerja elektrode
untuk analisis iodida

Uji arus
blangko

Uji
respons
arus KI

Linearitas

Pengaruh
komposisi

Sensitivitas

Pengaruh
kecepatan
payar

Pengaruh
konsentrasi
iodida

Selektivitas

Gambar 1 Bagan alir penelitian

Pengaruh ion
pengganggu

Pengaruh
waktu
penyimpanan

Ketahanan

3

Sintesis Nanomagnetit (Cheng et al. 2010)
Nanomagnetit disintesis menggunakan metode hidrotermal. Sebanyak
0.5406 g FeCl3·6H2O (2 mmol/0.05 M), 1.1764 g natrium sitrat (4 mmol/0.10 M),
dan 0.3604 g urea (6 mmol/0.15 M) dilarutkan dalam 40 mL akuades, diaduk
hingga larut sempurna, lalu dimasukkan ke dalam wadah teflon. Wadah tersebut
dimasukkan ke dalam oven dan diatur pada suhu 200 °C selama 3 jam. Setelah itu,
wadah didinginkan pada suhu ruang. Endapan hitam yang terbentuk dipisahkan,
dicuci dengan air dan etanol, lalu dikeringkan pada oven suhu 40 °C semalam.

Pencirian dengan XRD
Sekitar 200 mg sampel dicetak langsung pada aluminium berukuran 2 × 2.5
cm. Sampel dicirikan menggunakan alat XRD dengan lampu radiasi Cu (λ 1.54 Ǻ)
dengan tegangan 40 kV dan arus 30 mA.

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon (Qiong et al. 2003 dengan modifikasi)
Grafit digerus dengan mortar, kemudian dicampurkan dengan minyak
parafin dan nanomagnetit dengan 4 variasi komposisi nanomagnetit, yaitu 0, 5,
10, dan 15 mg. Komposisi parafin dan karbon dibuat tetap, yaitu 0.35 µL parafin
dan 100 mg karbon. Setelah terbentuk pasta yang homogen, pasta dipadatkan pada
badan elektrode dan permukaannya dihaluskan dengan kertas minyak.

Pengukuran Arus Latar Belakang Elektrolit (KCl) (Fauziah 2012)
Arus latar belakang yang ditimbulkan oleh media elektrolit ditentukan
dengan mengukur respons arus elektrolit KCl 0.1 M dengan EPK dan EPK
termodifikasi-nanomagnetit dengan komposisi 10 mg pada selang potensial 0–1.2
V dengan kecepatan payar 100 mV/det.

Pengaruh Komposisi Nanomagnetit
Larutan KI 1 mM dalam elektrolit KCl 0.1 M diukur menggunakan
elektrode EPK dan EPK termodifikasi-nanomagnetit dengan komposisi 5, 10, dan
15 mg. Respons arus diamati pada selang potensial 0–1.2 V dengan kecepatan
payar 100 mV/det.

4

Pengaruh Kecepatan Payar (Fauziah 2012)
Larutan KI 1 mM dalam KCl 0.1 M diukur dengan EPK termodifikasinanomagnetit dengan komposisi 10 mg. Respons arus diamati pada selang
potensial 0–1.2 V. Kecepatan payar yang digunakan berkisar antara 10 dan 160
mV/det.

Pengaruh Konsentrasi Iodida (Fauziah 2012)
Kurva kalibrasi dibuat dengan mengalurkan konsentrasi iodida (0–0.8 mM)
dengan arus puncak. Pengujian voltametri siklik dilakukan dengan menggunakan
EPK termodifikasi-nanomagnetit dengan komposisi 10 mg. Respons arus diamati
pada selang potensial 0–1.2 V dengan kecepatan payar 100 mV/det. Linearitas
kurva ditentukan berdasarkan koefisien korelasi kurva standar. Berdasarkan kurva
standar yang diperoleh, ditentukan pula sensitivitas, limit deteksi, dan limit
kuantitasi elektrode.

Penentuan Pengaruh Ion Halogen Lain (Zhu et al. 2010)
Gangguan ion halogen lain terhadap pengukuran iodida ditentukan dengan
mengukur KI 1 mM dengan penambahan KBr 2 mM dan 10 mM dalam KCl 0.1
M. Arus puncak yang dihasilkan dibandingkan dengan arus puncak KI 1 mM
tanpa penambahan KBr.

Pengaruh Waktu Penyimpanan
Larutan KI 1 mM dalam KCl 0.1 M diukur dengan EPK termodifikasinanomagnetit yang baru dibuat dan elektrode yang sudah disimpan selama 1
bulan. Respons arus yang dihasilkan dibandingkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanomagnetit
Nanomagnetit disintesis dengan metode hidrotermal dari larutan
FeCl3·6H2O, natrium sitrat, dan urea. Kristal Fe3O4 terdiri atas Fe3+ dan Fe2+,
maka diperlukan reduktor untuk mereduksi sebagian Fe3+ dari FeCl3. Sitrat
berperan sebagai pereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dalam pembentukan magnetit pada
suhu tinggi. Tanpa adanya sitrat, hanya akan terbentuk α-Fe2O3 (Cheng et al.
2010). Reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh natrium sitrat ialah sebagai berikut:

5

O

-

O-Na+

+

O Na

HO

O
+ CO2 + 2FeCl2 + HCl + NaCl

+ 2FeCl3
O-Na+

+

Na-O

O

O
+

Na-O

O

(1)
Bersamaan dengan reaksi tersebut, suhu tinggi mengakibatkan terjadinya
hidrolisis urea yang memberikan suasana basa. Menurut Lv et al. (2009), reaksi
hidrolisis urea ialah sebagai berikut:
(NH2)2CO (aq) + 3H2O (aq) Æ2NH4OH(aq) + CO2 (g)...............................................(2)
Kondisi basa tersebut mendukung terbentuknya endapan Fe(II) hidroksida dan
Fe(III) hidroksida dengan reaksi sebagai berikut:
Fe2+(aq) + 2 NH4OH (aq) ÆFe(OH)2 (s) + 2NH4+(aq).................................................(3)
Fe3+(aq) + 3 NH4OH (aq) ÆFe(OH)3 (s) + 3NH4+(aq).................................................(4)
Proses hidrotermal mendorong terbentuknya magnetit dengan terjadinya reaksi
antara 1 molekul Fe(II) hidroksida dan 2 molekul Fe(III) hidroksida, dengan
reaksi sebagai berikut:
Fe(OH)2(s) + 2Fe(OH)3(s) Æ Fe3O4(s) + 4H2O(aq) ..................................................(5)
Secara stoikiometri, kristal nanomagnetit terbentuk dari Fe3+ dan Fe2+
dengan nisbah 2:1, maka Fe3+ tidak boleh tereduksi seluruhnya. Reaksi reduksi (1)
diharapkan menghasilkan FeCl3 dan FeCl2 dengan nisbah mol 2:1.
2Fe3+ Æ 2Fe2+
Mula-mula
Reaksi
Setimbang

A
X
A-X

O

X
X

*Jika (A-X):X = 2:1, maka A = 3X; jika A = 2mmol, maka X = 0.66
mmol......................................................................................................................(6)
FeCl3 yang digunakan untuk sintesis nanomagnetit pada metode ini sebesar 2
mmol, maka dibutuhkan 0.33 mmol sitrat untuk mereduksi sepertiga molekul
FeCl3 menjadi FeCl2 . Reaksi stoikiometri lengkap disajikan pada Lampiran 1.
C6H5O73- + 2Fe3+ Æ C5H4O52- + CO2 + H+ + 2Fe2+
Mula-mula
Reaksi
Setimbang

0.33 mmol
-0.33 mmol
-

2.00 mmol
-0.66 mmol 0,33 mmol 0,33 mmol 0.33 mmol 0.66 mmol
1.33 mmol 0.33 mmol 0.33 mmol 0.33 mmol 0.66 mmol(7)

Meskipun reduksi Fe3+ hanya memerlukan 0.33 mol sitrat, sitrat
ditambahkan sebesar 4 mmol (0.1 M). Hal ini dikarenakan sitrat tidak hanya
berperan sebagai reduktor, tetapi juga berperan penting dalam pembentukan
morfologi kristal dan pencegahan agregasi. Cheng et al. (2010) melaporkan
bahwa penambahan sitrat dengan konsentrasi di bawah 0.1 M menghasilkan
nanopartikel dengan bentuk dan agregasi tidak beraturan. Sebaliknya,
penambahan sitrat sebanyak 0.1 M menghasilkan nanopartikel dengan morfologi
dan agregasi yang teratur, karena sitrat dapat membentuk kompleks yang stabil
dengan Fe3+ dan Fe2+ (Cheng et al. 2010). Fe3+ membentuk kompleks bidentat
dengan sitrat, sedangkan Fe2+ membentuk kompleks tridentat, yaitu berikatan
dengan 2 gugus karboksilat dan 1 gugus hidroksil (Gambar 2) (Francis dan Dodje

6

1993; Wu et al. 2008). Pembentukan kompleks dapat mereduksi keberadaan ion
besi bebas dalam larutan. Dengan demikian, dihasilkan reaksi lambat yang sangat
baik dalam pembentukan kristal (Cheng et al. 2010).

(a)
(b)
Gambar 2 Kompleks sitrat dengan ion besi(II) (a) dan besi(III) (b)
Cheng et al. (2010) mengilustrasikan proses pembentukan nanomagnetit
secara hidrotermal menjadi 2 tahap (Gambar 3). Tahap pertama, partikel amorf
pertama ternukleasi dari larutan jenuh, lalu terbentuk agregat menjadi partikel
amorf berbentuk bola yang didorong oleh minimalisasi energi permukaan total.
Selanjutnya pada tahap kedua, padatan amorf yang terbentuk pada tahap pertama
tumbuh terus-menerus dan mulai mengkristal.

Gambar 3 Ilustrasi pembentukan nanomagnetit secara hidrotermal (Cheng et al.
2010)
Terbentuknya nanomagnetit dicirikan dengan endapan berwarna hitam yang
dapat berinteraksi dengan medan magnet (Gambar 4). Sifat magnet endapan
muncul saat didekatkan dengan medan magnet luar kemudian hilang pada saat
medan magnet tersebut dijauhkan. Hal ini menunjukkan bahwa nanomagnetit
memiliki sifat paramagnetik.

Gambar 4 Serbuk hitam nanomagnetit hasil sintesis berinteraksi dengan magnet

7

Sifat paramagnetik Fe3O4 disebabkan oleh adanya transfer elektron antara
Fe3+ dan Fe2+ dalam kisi oktahedral (Chen et al. 2008) dan adanya pasangan spin
antiparalel yang tidak seimbang pada kisi kristal (Lu et al. 2007). Ukuran juga
menjadi faktor penting yang menentukan sifat paramagnetik. Partikel magnetit
berukuran kurang dari 30 nm akan memiliki sifat paramagnetik (Cheng et al 2010;
Lu et al. 2007). Nanomagnetit yang dihasilkan dengan metode hidrotermal ini
berukuran lebih dari 30 nm, yaitu 68–200 nm (Cheng et al. 2010; Fauziah 2012),
namun tetap memiliki sifat paramagnetik. Hal ini disebabkan magnetit yang
dihasilkan terdiri atas partikel magnetit tunggal berukuran 20 nm (Cheng et al.
2010; Fauziah 2012) (Gambar 5).

(a)
(b)
Gambar 5 Citra SEM nanomagnetit hasil sintesis perbesaran 30 000 kali (a) dan
50 000 kali (b) (Fauziah 2012)
Difraktogram sinar-X menunjukkan keberhasilan sintesis nanomagnetit,
ditunjukkan dengan kemiripan dengan pola standar magnetit JCPDS No. 19-0629
(Lampiran 2), yaitu munculnya puncak dengan intensitas tertinggi pada 2Ө
35.54°; 57.0564°; dan 62.66° (Gambar 6). Intensitas puncak yang tidak terlalu
tinggi menunjukkan tingkat kristalinitas yang rendah, yaitu 47.81% (Lampiran 3).

Gambar 6 Difraktogram nanomagnetit hasil sintesis 3 jam

8

Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi-Nanomagnetit

Hasil Pengujian Awal
Pengujian awal dilakukan untuk memperoleh kondisi pengukuran yang
optimum sehingga meminimumkan galat yang bersumber pada metode analisis.
Pengujian awal yang dilakukan antara lain penentuan daerah pemayaran,
pengukuran arus blangko (KCl 0.1 M), Penentuan komposisi elektrode yang
optimum untuk pengukuran, dan pengukuran respons arus yang dihasilkan oleh
analit (iodida).
Daerah pemayaran idealnya berada pada daerah potensial redoks analit,
tetapi tidak berada pada daerah potensial redoks elektrolit pendukung. Hal ini
dimaksudkan agar arus puncak yang dihasilkan hanya berasal dari analit.
Elektrolit pendukung digunakan untuk menurunkan efek migrasi sehingga
meningkatkan arus difusi (Faraday) yang sebanding dengan konsentrasi analit
(Wang 2000). Fauziah (2012) melaporkan bahwa analisis KI dalam elektrolit KCl
0.1 M menghasilkan respons yang baik pada daerah pemayaran 0.0–1.2 V.
Pengukuran arus KCl 0.1 M pada daerah pemayaran 0.0–1.2 V dengan EPK
maupun EPK termodifikasi-nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam (M3)
didapati tidak menghasilkan arus puncak (Gambar 7). Hal ini mengindikasikan
kisaran potensial tersebut cocok digunakan untuk pengukuran KI. Potensial
redoks Cl– 1.36 V sementara K+ 2.92 V maka KCl tidak mengalami reaksi redoks
pada daerah potensial 0.0–1.2 V.
50
40

Arus (μA)

30
20
10
0
-10
-20
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)

Gambar 7 Voltamogram siklik KCl 0.1 M diukur dengan EPK (—) dan M3 (—)
Arus blangko yang dihasilkan oleh M3 lebih tinggi dibandingkan dengan
arus blangko yang dihasilkan oleh EPK (Gambar 7). Hal ini dapat disebabkan oleh
peningkatan arus kapasitif yang ditimbulkan oleh lapisan listrik ganda pada
permukaan logam (Scholz 2010). Nilai kapasitif elektrokimia dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu struktur dan ukuran kristal, ukuran partikel, morfologi
permukaan, konduktivitas elektron, air pada kristal, dan kristalinitas (Novianto et
al. 2012). Nanomagnetit hasil sintesis 3 jam yang sebagian bersifat amorf
mengikat ion-ion dengan kuat di permukaan. Ion-ion yang terkumpul di sekitar
permukaan logam ini menimbulkan arus kapasitif.

9

Arus (μA)

Pengukuran KI 1 mM dalam larutan KCl 0.1 M menghasilkan voltamogram
yang memiliki 2 pasang puncak oksidasi dan reduksi (Gambar 8). Puncak anodik
(Epa) dan katodik (Epc) pertama lebih tinggi daripada puncak kedua dan bentuknya
lebih lancip sehingga lebih sesuai untuk digunakan sebagai sinyal pengukuran.
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20
-25

Epa1

Epa2

Epc2
Epc1
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)

Gambar 8 Voltamogram siklik KI 1 mM dalam KCl 0.1 M diukur dengan EPK
(— ) dan M3 (—)
Diduga reaksi redoks yang terjadi adalah sebagai berikut :
Awal
:KIÆK+ + I–..................................................................................(1)
Epa1
:2I– Æ I2 + 2ē................................................................................(2)
KI berlebih
:I– + I2 Æ I3-.................................................................................(3)
Epa2
:2I3– Æ 3I2 + 2ē............................................................................(4)
Epc2
:3I2 + 2ē Æ 2I3–............................................................................(5)
Epc1
:I2 + 2ē Æ 2I–................................................................................(6)
Adanya logam Fe pada magnetit mengakibatkan terjadinya proses elektrokatalisis
sebagai berikut:
Epa1
:2I– + 2Fe3+ Æ I2 + 2Fe2+.............................................................(7)
Epa2
:2I3– + 2Fe3+ Æ 3I2 + 2Fe2+..........................................................(8)
Epc1
:I2 + 2Fe2+ Æ 2I– + 2Fe3+.............................................................(9)
Epc2
:3I2 + 2Fe2+Æ2I3– + 2Fe3+..........................................................(10)
Proses elektrokatalisis oleh Fe tersebut mampu meningkatkan respons EPK.
Nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam meningkatkan respons arus sebesar
1.4 kali EPK (Gambar 9).
18

Arus puncak (μA)

16

a n o d ik
ka to d ik

14
12
10
8
6
4
2
0
EPK

M 3

E lektrode

Gambar 9 Grafik arus puncak KI 1 mM dalam KCl 0.1 M diukur dengan EPK
dan M3

10

Peningkatan respons arus oleh nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam
masih lebih kecil dibandingkan dengan nanomagnetit yang disintesis selama 12
jam, meskipun luas permukaan nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam lebih
besar. Fauziah (2012) melaporkan bahwa nanomagnetit yang disintesis selama 12
jam mampu meningkatkan respons arus iodida sebesar 10 kali lipat EPK. Menurut
Cheng et al. (2010), nanomagnetit yang disintesis selama 12 jam memiliki
kristalinitas dan sifat paramagnetik yang paling besar. Hal ini mengindikasikan
bahwa kinerja elektrode tidak hanya dipengaruhi oleh luas permukaan
pemodifikasi, tetapi juga dipengaruhi oleh sifat lainnya, yaitu kristalinitas dan
sifat paramagnetik.
Semakin banyak nanomagnetit yang ditambahkan, semakin tinggi pula
respons arus (Gambar 10). Hal ini membuktikan fungsi nanomagnetit sebagai
katalis yang memediasi reaksi redoks analit. Pertambahan respons arus linear
dengan pertambahan komposisi nanomagnetit (Gambar 11), maka ketiga
komposisi nanomagnetit dapat digunakan untuk pengukuran. Komposisi
nanomagnetit 10 mg digunakan untuk pengukuran sinyal selanjutnya untuk
kepraktisan dan konsistensi data.
EPK
M3 5mg
M3 10mg
M3 15mg

50
40

Arus (μA)

30
20
10
0
-10
-20
-30
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)

Gambar 10 Voltamogram siklik KI 1 mM dalam KCl 0.1 M pada berbagai
komposisi nanomagnetit
13

Arus puncak (μA)

12
11
10
9
8
7
0

5

10

15

Komposisi Magnetit (mg)

Gambar 11 Grafik hubungan komposisi magnetit dengan arus puncak anodik (■)
dan katodik(●)

11

Mekanisme Elektrokatalisis
Reversibilitas reaksi redoks yang terjadi pada analit diketahui dari selisih
antara potensial puncak redoks (Tabel). Berdasarkan persamaan energi bebas
gibbs, jika beda potensial antara puncak anodik dan katodik lebih kecil atau sama
dengan 59 mV, maka reaksi redoks tersebut reversibel (Scholz 2010). Dengan
demikian, pasangan redoks pertama dan kedua, baik pada EPK dan EPK
termodifikasi-nanomagnetit adalah reaksi kuasireversibel karena beda
potensialnya lebih besar dari 59 mV.
Tabel Potensial puncak redoks
Potensial
Epa 1
Epc1
ΔE1
Epa2
Epc2
ΔE2

EPK
0.550
0.444
0.106
0.738
-

M3
0.556
0.414
0.129
0.830
0.736
0.094

Arus puncak yang dihasilkan dipengaruhi pula oleh kecepatan payar.
Semakin tinggi kecepatan payar, semakin tinggi intensitas arus puncak yang
dihasilkan (Gambar 12). Hal ini diakibatkan oleh gradien konsentrasi dan fluks
pada elektrode yang meningkat seiring meningkatnya kecepatan payar (Bard et al.
2010).

30

Arus (A)

20
10
0

1 0 m V/de t
2 0 m V/de t
4 0 m V/de t

-10

5 0 m V/de t
8 0 m V/de t
1 0 0 m V /de t

-20

1 2 5 m V /de t
1 6 0 m V /de t

-30
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)
Gambar 12 Voltamogram KI 1 mM pada berbagai kecepatan payar diukur dengan
elektrode M3
Proses elektrokatalisis yang terjadi pada elektrode dapat diketahui dari
hubungan antara arus puncak (Ip) dan akar kuadrat kecepatan payar (V1/2)
(Gambar 13). Hubungan Ip dengan V1/2 linear mengikuti persamaan
Ipa1 M3 = 1.097 V1/2 – 0.378
R² = 0.997
R² = 0.982
Ipc1 M3 = 1.819 V1/2 + 2.856

12

Berdasarkan persamaan Randles-Sevcik, jika intensitas arus puncak berbanding
lurus dengan kecepatan payar, maka proses pada elektrode melibatkan difusi
(Bard et al. 2010).
18

Arus Puncak (μA)

16
14
12
10
8
6

2

4

6

8

V

10

12

14

1/2

Gambar 13 Kurva hubungan V1/2 dengan arus puncak anodik (■) dan katodik (●)
Saat kontak dengan elektrode, iodida dalam larutan berdifusi ke dalam pasta
dan bertumbukan dengan magnetit sehingga terjadi reaksi elektrokatalisis.
Semakin banyak iodida yang berdifusi, semakin tinggi arus puncak yang
dihasilkan. Hal ini konsisten dengan gagasan bahwa iodida tidak hanya terikat
pada permukaan luar, tetapi juga berpenetrasi pada meso- dan mikropori kristal
dan teradsorpsi pada permukaan dalam (Strauss et al. 2005; Mohapatra dan Anand
2010).
Linearitas, Sensitivitas, Selektivitas, dan Ketahanan Elektrode
Linearitas respons elektrode terhadap konsentrasi analit sangat menentukan
keakuratan analisis. Hubungan arus puncak dan konsentrasi iodida (Gambar 14)
mengikuti persamaan berikut:
Ipa1 M3= 16.94c – 0.895
R² = 0.97
Ipc1 M3= 18.25c – 2.330
R² = 0.88
dengan Ipa (µA) adalah intensitas puncak anodik, Ipc (µA) adalah intensitas puncak
katodik, dan c adalah konsentrasi iodida.
16

Arus Puncak (μA)

14
12
10
8
6
4
2
0
-2
0 ,0

0 ,2

0 ,4

0,6

0 ,8

K o n s e n tra s i (m M )

Gambar 14 Kurva hubungan antara konsentrasi iodida dengan arus puncak
anodik (■) dan katodik (●)

13

Berdasarkan koefisien korelasi, linearitas puncak anodik lebih baik
dibandingkan dengan puncak katodik. Berdasarkan SNI 06-6989 (2005), linearitas
pengukuran dikatakan baik bila R2 lebih besar atau sama dengan 0.97. Jadi, arus
puncak anodik memenuhi kriteria untuk digunakan pada pengukuran secara
kuantitatif.
Sensitivitas, limit deteksi, dan limit kuantitasi ditentukan berdasarkan
persamaan kurva standar (Lampiran 4). Sensitivitas ialah besarnya perubahan
respons yang ditimbulkan oleh perubahan 1 satuan konsentrasi analit (Harvey
2000). Limit deteksi ialah konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi oleh
instrumen, sedangkan limit kuantitasi ialah konsentrasi analit terendah yang dapat
diukur secara akurat oleh instrumen (Harmita 2004). Sensitivitas, limit deteksi,
dan limit kuantitasi elektrode M3 berturut-turut ialah 16.04 µA/mM, 0.0462 mM,
dan 0.154 mM.
Selektivitas merupakan kemampuan suatu alat atau metode untuk
membedakan sinyal analit dengan sinyal yang berasal dari pengganggu (Harvey
2000). Selektivitas diamati dari pengaruh ion halogen lain yang lazimnya
mengganggu pengukuran iodida. Ion pengganggu yang digunakan dalam studi
selektivitas ini ialah Br– yang berasal dari KBr dengan nisbah molar 2 dan 10
(Lampiran 5). Recovery pengukuran diperoleh sebesar 96.85% pada penambahan
KBr 2 mM dan 103.99% pada penambahan KBr 10 mM.
Persen recovery yang mendekati 100% berarti Br– dalam jumlah yang cukup
besar (hingga 10 kali lipat iodida) tidak mengganggu pengukuran iodida. Hal ini
dikarenakan potensial reduksi bromium jauh berbeda dengan potensial reduksi
iodium. Potensial reduksi bromium 1.09 V sementara potensial reduksi iodium
0.535 V.
Ketahanan (rudgedness) elektrode selama penyimpanan diuji dengan
membandingkan respons arus yang diberikan oleh elektrode yang baru dibuat
dengan elektrode yang telah disimpan selama 1 bulan. Penyimpanan elektrode
didapati menurunkan respons arus puncak (Gambar 15).
100

KI 0.8 mM M3 baru
KI 0.8 mM M3 1 bulan

80

Arus (μA)

60

17.62μA
40
10.39μA

20
0
-20
-40
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Potensial (V)
Gambar 15 Voltamogram KI diukur dengan elektrode baru (—) dan elektrode
yang telah disimpan selama 1 bulan (—)

14

Penurunan respons arus akibat penyimpanan elektrode cukup besar, yaitu
7.23 µA. Menurut Lu et al. (2007), penyimpanan yang cukup lama dalam keadaan
ambien dapat mengoksidasi magnetit menjadi magemit (Fe2O3). Selain itu,
pengotor berupa sisa sitrat diduga memicu degradasi kristal nanomagnetit selama
penyimpanan. Hal ini menyebabkan penurunan katalisis sehingga menurunkan
respons arus puncak. Nanomagnetit dapat dicegah dari oksidasi dan aglomerasi
dengan cara penyalutan (Laurent et al. 2008; Lu et al. 2007).

SIMPULAN DAN SARAN

Elektode termodifikasi nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam
menunjukkan kinerja yang cukup baik. Nanomagnetit hasil sintesis secara
hidrotermal selama 3 jam berhasil meningkatkan respons arus sebesar 1.4 kali
lipat elektrode pasta karbon. Linearitas respons elektrode baik pada puncak
anodik. Selektivitas elektrode juga baik hingga penambahan 10 kali lipat ion
pengganggu. Sensitivitas elektrode 16.04 µA/mM, limit deteksi 0.0462 mM, dan
limit kuantitasi 0.154 mM. Respons elektrode menurun 7.23 µA setelah disimpan
selama 1 bulan.
Bagaimanapun, sensitivitas elektrode tersebut masih lebih rendah
dibandingkan dengan elektrode termodifikasi nanomagnetit yang disintesis selama
12 jam. Oleh karena itu, untuk pengembangan selanjutnya disarankan
menggunakan nanomagnetit yang disintesis selama 12 jam. Selain itu, diperlukan
upaya meningkatkan ketahanan elektrode terhadap penyimpanan, antara lain
dengan penyalutan.

DAFTAR PUSTAKA

Bard

AJ, Stratmann M, Unwin PR, editor. 2010. Encyclopedia of
Electroanalytical Techniques. New York (US): Marcell-Dekker.
Chen J, Wang F, Huang K, Liu Y, Liu S. 2008. Preparation of Fe3O4 nanoparticles
with adjustable morphology. J Alloys & Compounds [internet]. [diunduh
2012 Des 1]. 475:898-902. Tersedia pada: http://144.206.159.178/ft/
537/607077/12605005.pdf.
Cheng W, Gellings T, Tang K, Qi Y, Sheng J, Liu Z. 2010. One-step synthesis of
superparamagnetic monodisperse porous Fe3O4 hollow and core-shell
spheres. J Mater Chem. 20(1):1799-1805. doi: 10.1039/b919164j.
Fauziah H. 2012. Nanomagnetit sebagai peningkat sensitivitas elektrode pasta
karbon untuk analisis iodida secara voltametri siklik [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

15

Francis AJ, Dodje CJ. 1993. Influence of complex structure on the biodegradation
of iron-citrate complex. Appl Environ Microbiol [internet]. [diunduh 2012
Des 1]. 59(1):109-113. Tersedia pada: http://journals.asm.org/site/misc/repri
nts.xhtml.
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian [internet]. [diunduh 2012 Sept 1]. 1(3):117-135.
Tersedia pada: http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n03Harmita 01030
1.pdf.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): Mc Graw Hill.
Laurent S, Forge D, Port M, Roch A, Robic C, Elst LV, Muller RN. 2008.
Magnetic iron oxide nanoparticles: synthesis, stabilization, vectorization,
physichochemica, characterizations, and biological applications. Chem Rev
[internet]. [diunduh 2012 Jul 31]. 10:2064-2110. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18543879.
Loh KS, Lee YH, Musa A, Salmah AA, Zamri I. 2008. Use of Fe3O4
nanoparticles for enhancement of biosensor response to the herbicide 2,4dichlorophenoxyacetic acid. Sensors. 8:5775-5791. doi: 10.3390/s8095775
Lu AH, Salabas E, Scutch F. 2007. Magnetic nanoparticles: synthesis, protection,
functionalization, and application. Angew Chemie. 46(1):1222-1244. doi:
10.1002/anie.200602866.
Lv Y, Wang H, Wang X, Bai J. 2009. Synthesis, characterization and growing
mechanism of monodisperse Fe3O4 microspheres. J Crystal Growth
[internet]. [diunduh 2012 Jul 21]. 311(13):3445-3450. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0022024809004084.
Matsura V, Guari Y, Larionova I, Gue´rin C, Caneschi A, Sangregorio C,
Lancelle-Beltran E, Mehdi A, Corriu RJP. 2004. Synthesis of magnetic
silica-based nanocomposites containing Fe3O4 nanoparticles. J Mater Chem.
14:3026-3033. doi: 10.1039/B409449B
Mohapatra M, Anand S. 2010. Synthesis and applications of nano-structured iron
oxides/hydroxides. Int J Eng Sci Technol [internet]. [diunduh 2012 Apr 21].
2(8):127-146. Tersedia pada: http://www.ajol.info/index.php/ijest/article
/view/63846.
Novianto D, Susanti D, Purwaningsih H. 2012. Aplikasi tungsten trioksida nano
partikel dengan metode sol gel dan proses kalsinasi sebagai kapasitor
elektrokimia. Jurnal Teknik Material dan Metalurgi Institut Sepuluh
Nopember Surabaya [internet]. [diunduh 2012 Jul 11]. Tersedia pada:
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-20403-Paper-2166626.pdf
Qiong H, Junjie F, Sengshui H. 2003. Voltammetric method based on an ionpairing reaction for the determination of trace amount of iodide at carbonpaste electrode. Anal Sci [internet]. [diunduh 2012 Jan 3]. 19:681-686.
Tersedia pada: https://www.jstage.jst.go.jp/article/analsci/19/5/19_5_681/
_pdf.
Roonasi P. 2007. Adsorption and surface reaction properties of synthesized
magnetite nanoparticles [tesis]. Luleå (SE): Luleå University of Technology.
Scholz F, editor. 2010. Electroanalytical Methods Guide to Experiments and
Applications. Ed ke-2. Heidelberg (DE): Springer.

16

Strauss R, Brummer GW, Barrow NJ. 1997. Effects of crystallinity of goethite: II.
rates of sorption and desorption of phospate. Eur J Soil Sci. 48(1):101-114.
doi: 10.1111/j.1365-2389.1997.tb00189.x.
Wang J. 2000. Analytical Electrochemistry. Ed ke-2. New York (US): J Wiley.
Wu W, He Q, Jiang C. 2008. Magnetic iron oxide nanoparticles: synthesis and
surface functionalization strategies. Nanoscale Res Lett. 3:397-415. doi:
10.1007/s11671-008-9174-9.
Zhu Y, Cao L, Hao J, Qu Q, Xin S, Zhang H. 2010. Electrochemical liquid-phase
microextraction and determination of iodide in kelp based on carbon paste
electrode by cyclic voltammetry. Microchim Acta. 170:121-126. doi:
10.1007/s00604-010-0397-y.

Lampiran 1 Reaksi stoikiometri pembentukan nanomagnetit
I Reduksi Fe3+ oleh sitrat
C6H5O73- + 2Fe3+ Æ C5H4O52- + CO2
Mula-mula
Reaksi
Setimbang

0.33 mmol
-0.33 mmol
-

2.00 mmol
-0.66 mmol
1.33 mmol

+

H+ + 2Fe2+

0.33 mmol 0.33 mmol 0.33 mmol 0.66 mmol
0.33 mmol 0.33 mmol 0.33 mmol 0.66 mmol

II Reaksi hidrolisis urea
(NH2)2CO + 3H2O Æ2NH4OH + CO2
III Pembentukan Fe(II) hidroksida dan Fe(III) hidroksida
+ 2NH4+
Fe2+ + 2NH4OH ÆFe(OH)2
0.66 mmol

0.66 mmol

3+

Fe + 3NH4OH ÆFe(OH)3
1.33 mmol

+ 3NH4+

1.33 mmol

IV Reaksi pembentukan magnetit
Fe(OH)2 + 2Fe(OH)3
Mula-mula
Reaksi
Setimbang

0.66 mmol
0.66 mmol
-

Æ

1.33 mmol
1,33 mmol
-

Lampiran 2 Standar magnetit JCPDS No. 19-0629

Fe3O4
0,66 mmol
0.66 mmol

+

4H2O
2,4 mmol
2.4 mmol

18

Lampiran 3 Penentuan kristalinitas nanomagnetit
Waktu sintesis
magnetit (jam)

Luas daerah kristalin
(kcps*deg)

Luas daerah amorf
(kcps*deg)

Kristalinitas
(%)

3

0.1985

0.2167

47.81

Contoh perhitungan :
Kristalinitas = Luas daerah kristalin/(luas daerah amorf + kristalin) × 100%
0.1985
% 4 . %
kristalinitas M3
0.1985 + 0.2167

Lampiran 4 Penentuan limit deteksi dan limit kuantisasi
Persamaan linear puncak oksidasi
Ulangan
M3
y = 17.19x – 0.66
R² = 0.981
1
2
3
Rerata
SD intersep
LOD( 3*SD intersep)/slope 
LOQ (10*SD intersep)/slope 

y = 16.83x – 0.85

R² = 0.971

y = 16.80x – 1.176

R² = 0.943

y = 16.94x – 0.895±0.2609 R² = 0.968
0.2609
0.0462 
0.1540 

Lampiran 5 Penentuan persen recovery KI setelah penambahan ion pengganggu.
% recovery 
Elektrode M3 
Ipa 
Ipc 
Ipa 
Ipc 
KI 1 mM 
16.54 
8.94 
 
 
KI 1 mM + KBr 2 mM 
16,02 
14.72 
96.85 
164.65 
KI 1 mM + KBr 10 mM 
16.12 
16.12 
103.99 
192.39 
Contoh perhitungan:
% recovery = (arus puncak KI 1 mM + KBr)/(arus puncak KI 1 mM) × 100%
16.02
%
×100% = 96.86%
16.54

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei Lala (Riau) pada tanggal 21 Oktober 1989 dari
Ayah Sarijo dan Ibu Rukana. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pada
tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rengat dan pada tahun yang sama,
penulis diterima di Program Keahlian Analisis Kimia D3 Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada bulan Maret hingga
April 2010 penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di Laboratorium Analisis
Tanah Seameo Biotrop, Bogor, Jawa Barat dengan judul tugas akhir Penetapan
Tanah Standar sebagai Internal Quality Control pada Analisis Tanah. Pada bulan
Oktober 2010 penulis dinyatakan lulus sebagai ahli madya analisis kimia dan pada
tahun yang sama diterima di Program Alih Jenis Departemen Kimia, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Elektroanalitik, Kimia Fisik, Kimia Koloid, dan Kromatografi II di Program
Keahlian D3 Analisis Kimia Institut Pertanian Bogor (2010–2012) dan menjadi
staf pengajar privat di bimbingan belajar Lembaga Studi Intensif (2010). Penulis
juga aktif dalam lembaga dakwah kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa
IPB (2008–2012).