Linearitas dan Limit Deteksi Pasta Karbon Biosensor Arsen dengan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe

i

LINEARITAS DAN LIMIT DETEKSI
BIOSENSOR ARSEN DENGAN ELEKTRODE PASTA
KARBON TERMODIFIKASI ZEOLIT-Fe

ALI AULIA GHOZALI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Linearitas dan Limit Deteksi
Biosensor Arsen dengan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ali Aulia Ghozali
NIM G44100007

i

ABSTRAK
ALI AULIA GHOZALI. Linearitas dan Limit Deteksi Biosensor Arsen dengan
Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe. Dibimbing oleh DYAH
ISWANTINI dan HENNY PURWANINGSIH.
Deteksi arsen dengan biosensor berbasis inhibisi enzim dapat menjadi
alternatif metode analisis rutin mutu lingkungan akuatik. Biosensor dibuat dari
elektrode pasta karbon yang termodifikasi zeolit-Fe dengan enzim piruvat
dehidrogenase (PDH) sebagai agen pengenal hayati yang akan dihambat

aktivitasnya oleh arsen. Hasil pengukuran biosensor dibandingkan dengan hasil
pengukuran spektroskopi serapan atom (SSA). Linearitas dan nilai limit deteksi
kedua metode dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan kinerja optimum
biosensor didapat pada pH 7.00, suhu 33 °C, dan konsentrasi PDH 0.0142 U/mL.
Linearitas terbaik didapat sebesar 97.70% pada rentang 2.50-20 ppb, sedangkan
limit deteksi terbaik didapat sebesar 3.78 ppb. Nilai limit deteksi biosensor
tersebut didapat lebih rendah dibandingkan nilai limit deteksi metode SSA sebesar
6.52 ppb. Uji data berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata di
antara kedua metode selang kepercayaan 95%. Reprodusibilitas fabrikasi
biosensor masih rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan kinerja biosensor.
Kata kunci: elektrode pasta karbon, zeolit-Fe, biosensor, arsen, linearitas, limit
deteksi

ABSTRACT
ALI AULIA GHOZALI. Linearity and Detection Limit of Arsenic Biosensor
Fabricated from Carbon Paste Electrode Modified by Zeolite-Fe. Supervised by
DYAH ISWANTINI and HENNY PURWANINGSIH.
Detection of arsenic using biosensor based on enzyme inhibition could be
a routine alternative analysis method of aquatic environmental quality. Biosensors
were fabricated from carbon paste electrode modified by zeolite-Fe with pyruvate

dehydrogenase (PDH) enzyme as bioreceptor which was inhibited its activity by
arsenic. Measurement results were compared to atomic absorption spectroscopy
(AAS) measurement. Linearity and LOD value of both methods were compared.
The results showed optimum performance of biosensor was at pH 7.00, 33 °C, and
at PDH concentration of 0.0142 U/mL. The best linearity was around 97.70% in
range of 2.50-20 ppb, meanwhile the best LOD achieved as low as 3.78 ppb.
Biosensor’s LOD was lower compared to AAS value of LOD measured as low as
6.52 ppb. Paired data test showed that there was no significant difference between
the two methods at 95% confidence level. Reproducibility of fabricated biosensor
was still low, hence it needs to enhance the biosensor performance.
Keywords: carbon paste electrode, zeolite-Fe, biosensor, arsenic, linearity, limit of
detection

iii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

LINEARITAS DAN LIMIT DETEKSI
BIOSENSOR ARSEN DENGAN ELEKTRODE PASTA
KARBON TERMODIFIKASI ZEOLIT-Fe

ALI AULIA GHOZALI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

xi

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Linearitas dan Limit Deteksi Pasta Karbon Biosensor
Arsen dengan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe
: Ali Aulia Ghozali
: G44100007

Disetujui oleh

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr
Pembimbing I

Dr Henny Purwaningsih, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

xiii

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ilmiah yang berjudul “Linearitas
dan Limit Deteksi Biosensor Arsen dengan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi
Zeolit-Fe”. Laporan ilmiah ini penulis susun berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan di Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Bersama,
Departemen Kimia IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Dyah Iswantini

Pradono, MSc Agr selaku pembimbing pertama, Dr Henny Purwaningsih S, MSi
selaku pembimbing kedua, Prof Dr Purwatiningsih Sugita dan Dr Deden Saprudin
MSi selaku penguji atas bimbingan, saran, serta kritik konstruktif selama proses
penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas
dukungan dari keluarga, segenap rekan, dan pihak terkait atas sokongan moral dan
material serta semangat yang selalu diberikan kepada penulis.
Tiada gading yang tak retak, kritik serta saran atas penulisan karya ilmiah
sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Juni 2014
Ali Aulia Ghozali

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Metode
Preparasi dan Aktivasi Zeolit Alam
Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Anion (KTA) Zeolit
Preparasi Elektrode Pasta Karbon
Pengaruh Komposisi Zeolit-Fe
Penentuan Kadar Fe Terjerap
Analisis SEM
Imobilisasi Enzim Piruvat Dehidrogenase pada Elektrode
Pengukuran Elektrokimia
Pencirian Elektrode
Linearitas
Limit Deteksi
Uji Data Berpasangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi, Aktivasi, Karakterisasi dan Identifikasi Zeolit

Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe
Optimasi Kinerja Biosensor Arsen
Biosensor Arsen
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
xii
xii
1
1
2
2
3
3
3
3

3
4
4
4
4
5
5
6
6
6
6
7
7
9
11
13
15
15
15
16

19

xii

DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi dealuminasi zeolit dengan bantuan asam
2 Pengamatan visual zeolit
3 Hasil payaran SEM
4 Profil payaran voltamogram 6 EPK
5 Perbandingan profil arus voltamogram EPK dan EPK termodifikasi Fe
6 Plot kontur hasil optimasi
8 Profil voltamogram biosensor arsen
7 Mekanisme reaksi katalitik dan inhibisi enzim PDH
9 Kurva hubungan antara penurunan arus puncak terhadap konsentrasi arsen
10 Profil linearitas elektrode A, B, dan C
11 Kurva standar Fe dengan metode AAS
12 Profil voltamogram EPK termodifikasi zeolit-Fe 10 mg
13 Profil voltamogram EPK termodifikasi zeolit-Fe 15 mg
14 Profil voltamogram EPK termodifikasi zeolit-Fe 20 mg
15 Profil voltamogram EPK termodifikasi zeolit-Fe 25 mg
16 Grafik hubungan rerata arus puncak dengan jumlah zeolit-Fe dalam EPK
17 Profil arus puncak terhadap siklus pemayaran elektrode a
18 Profil arus puncak terhadap siklus pemayaran elektrode b
19 Profil arus puncak terhadap siklus pemayaran elektrode c
20 Profil linearitas elektrode a, b, dan c
21 Profil linearitas pengukuran As dengan AAS

7
8
9
10
10
11
12
12
13
14
22
23
23
23
24
24
28
29
30
31
33

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Penelitian
2 Rancangan percobaan kombinasi 3 parameter dengan metode CCD
3 Nilai KTA Zeolit
4 Jumlah Fe terdsorpsi dalam zeolit
5 Profil hasil pemayaran EPK termodifikasi zeolit-Fe
6 Optimasi variabel pH, suhu, dan konsentrasi enzim
7 Regresi Response Surface Method
8 Data pembacaan arus oksidasi 3 elektrode
9 Perhitungan limit deteksi elektrode a, b, dan c
10 Perhitungan linearitas dan limit deteksi pengukuran As menggunakan AAS
11 Uji data berpasangan hasil pengukuran AAS dan biosensor arsen
12 Salinan Lampiran Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010
13 Salinan Lampiran Kepmen LH No. 51 tahun 2004

19
20
21
22
23
25
26
27
31
33
35
36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Arsen (As) adalah salah satu logam berat yang bersifat kontaminan dalam
lingkungan akuatik. Logam ini dalam bentuk persenyawaannya banyak
diaplikasikan pada bidang pertanian, medis, industri, furnitur, dan senjata.
Keberadaan logam umumnya terdapat secara alami pada batuan beku. Namun,
penggunaan senyawaan As secara intensif menyebabkan paparan As pada perairan
menjadi cukup tinggi. Logam As memiliki efek toksik . Gejala-gejala yang
ditimbulkannya berupa gangguan fungsi hati, sistem pernapasan, sistem endokrin,
sistem syaraf, kulit, sistem hemopoitis, dan sistem kardiovaskuler (Widowati et al.
2008). Permenkes 492/Menkes/Per/IV/2010 memberikan batas minimum arsen
dalam air minum 0.010 mg/L, sedangkan pada KepmenLH No. 51 tahun 2004
batas kadar arsen pada perairan laut sebesar 0.012 mg/L. Logam arsen bersifat
toksik dan mampu memblokir jalur metabolisme tubuh. Oleh karena itu, deteksi
keberadaan arsen sangat diperlukan untuk memonitor kualitas air lingkungan.
Untuk mendeteksi keberadaan As dalam sampel diperlukan suatu metode
pengukuran yang cepat, akurat, presisi, dan sensitif. Beberapa metode yang
dikembangkan antara lain teknik spektrofotometri (Agrawal et al. 1999) dan
Carbon Nano Tubes (CNTs) termodifikasi dengan platina (Daud et al. 2012).
Metode-metode tersebut memiliki kelemahan sebab membutuhkan keahlian
operator yang profesional, kurang portabel, dan waktu analisis yang relatif lama.
Pengukuran menggunakan metode elektrokimia dengan elektrode biosensor
memiliki potensi untuk dikembangkan dalam analisis pemantauan di lapangan
secara rutin (Chaplin dan Bucke 1990).
Biosensor adalah alat deteksi yang memanfaatkan elemen-elemen biologis
sebagai agen pengenal analit yang terkoneksi dengan transduser (Eggins 2002).
Teknologi biosensor menyediakan kemudahan untuk analisis cepat, selektif, dan
sensitif, sehingga dapat digunakan untuk keperluan analisis rutin. Salah satu
prinsip teknologi biosensor adalah proses inhibisi aktivitas enzim. Inhibisi
aktivitas enzim sebanding dengan konsentrasi substrat kompetitor yang
menghalangi kinerja enzim sehingga, prinsip ini dapat digunakan untuk mengukur
konsentrasi analit (dalam hal ini berupa polutan logam berat) dalam sampel.
Aplikasi prinsip ini telah diterapkan pada pengukuran insektisida, pestisida, dan
logam berat dengan biosensor (Souiru et al. 2009; Chauhan dan Pundir 2011;
Shang et al. 2011). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aplikasi
biosensor sebagai metode deteksi logam berat untuk analisis cepat, selektif, dan
akurat dapat menjadi alternatif pengembangan metode deteksi logam berat di
lingkungan. Dengan demikian, penelitian ini akan diarahkan pada pengembangan
metode deteksi dengan perangkat biosensor.
Biosensor dapat dibuat dari berbagai jenis elektrode. Salah satu jenis
elektrode yang umum dikembangkan adalah elektrode pasta karbon (EPK). EPK
adalah elektrode yang terbuat dari campuran grafit dengan minyak mineral.
Elektrode ini sederhana dan menyediakan permukaan yang dapat diperbarui untuk
pertukaran elektron. EPK umum dikerjakan pada proses analisis, seperti:
voltametri, amperometri, maupun potensiometri. EPK memiliki sifat yang mudah

2

dimodifikasi, mudah dibuat, dan sensitif. Sehingga, banyak penelitian
elektroanalisis yang memakai EPK sebagai elektrode kerja (Vytřas et al. 2009).
Beberapa penelitian yang menggunakan EPK antara lain: parameter kinetika
biosensor antioksidan dengan enzim SOD Deinococcus radiodurans (Trivadila
2011), biosensor kolesterol dengan mediator ferosena (Iswantini et al. 2009), dan
sensor katekolamina dengan EPK termodifikasi Cu dan Ag (Sanghavi et al. 2013).
Oleh karena itu, EPK digunakan sebagai alternatif elektrode yang ekonomis, cepat
dipreparasi, dan mudah dibuat.
Biosensor arsen memiliki prinsip kerja biosensor berbasis inhibisi. Arsen
akan menghambat aktivitas katalitik dari reaksi piruvat menjadi asetil-KoA
dengan cara mengubah gugus ditiol pada kompleks enzim E 2 menjadi bentuk
senyawa kompleks arsen (Voet, Voet 2010). Arsen berperan sebagai inhibitor
nonkompetitif dengan menyerang gugus alosterik enzim. Penyerangan ini
menyebabkan pengubahan struktur 3 dimensi enzim yang memperlambat kinerja
katalitik enzim. Dengan mekanisme lain As menaikkan konsentrasi H 2O2 yang
dapat menghambat kinerja PDH (Samikkanu et al. 2003).
Pengembangan elektrode sangat diperlukan untuk menghasilkan biosensor
yang stabil dan memiliki kinerja yang baik. Salah satu matriks yang dapat dipakai
untuk memodifikasi maupun sebagai tempat imobilisasi enzim adalah zeolit. Balal
et al. (2009) memaparkan bahwa modifikasi elektrode menggunakan zeolit dapat
meningkatkan respon arus yang dihasilkan. Rocha et al. (2005) menemukan
bahwa respon arus dan efisiensi pelekatan enzim tripsin pada zeolit NaY memiliki
nilai yang paling baik di antara jenis zeolit sintetis NaX dan NaA. Penggunaan
komposit zeolit dapat dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan matriks
pengimobilisasi, sehingga kapasitas imobilisasi akan meningkat. Diharapkan
diperoleh respon arus yang baik dan aktivitas enzim terimobilisasi yang tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat dan mengevaluasi linearitas dan limit
deteksi biosensor As dengan enzim piruvat dehidrogenase sebagai agen pengenal
hayati dengan zeolit-Fe sebagai matriks pemodifikasi sifat elektrode pasta karbon.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Juni 2014 di
Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Terpadu Departemen Kimia Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Hipotesis
Biosensor arsen memiliki limit deteksi yang rendah (1.25-5.00 ppb)
sehingga sensitif dalam analisis rutin kadar arsen dalam limbah. Penambahan
zeolit-Fe ke dalam biosensor arsen diharapkan dapat meningkatkan respon arus
sensor.

3

METODE PENELITIAN
Metode penelitian mengikuti diagram alir penelitian pada Lampiran 1.
Metode penelitian dimulai dari tahap preparasi dan aktivasi zeolit, modifikasi
zeolit dengan insersi Fe, karakterisasi zeolit yang digunakan, pembuatan EPK, uji
hantar arus, imobilisasi enzim PDH, penentuan kondisi optimum kerja biosensor,
dan penentuan limit deteksi serta linearitas.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan pro analyst yang digunakan dalam penelitian ini adalah
K3[Fe(CN)6] 0.1 mM, HCl (0.2, 3 M), NaOH (0.1 N), indikator fenolftalein,
EDTA 0.1 M, FeCl3·6H2O 0.1 M, enzim PDH dari hati sapi (Sigma Aldrich,
P7032), larutan substrat piruvat, As2O3 1000 ppb, AgNO3 0.1 M, dan larutan
dapar fosfat.
Bahan lainnya antara lain zeolit alam Cikalong, grafit, dan parafin cair.
Sedangkan alat-alat yang digunakan selama proses penelitian antara lain
kompartemen elektrode, mortar, membran dialisis, nilon, benang paranilon, pipet
mikroliter, saringan 100 mesh, gelas piala, kertas minyak, dan seperangkat alat
potensiostat/galvanostat eDAQ, AAS Shimadzu P-7000, dan komputer yang telah
dipasang program pengolah data Echem v.2.1.0 serta MINITAB 16.
Metode
Preparasi dan Aktivasi Zeolit Alam (modifikasi SNI 13-3494-1994)
Zeolit alam dicuci, digerus, dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Hasil
ayakan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3 jam pada suhu 300 °C. Zeolit
lalu diaktivasi dengan cara asam. Sampel zeolit ditimbang sebanyak 100 g dan
ditambah larutan 250 mL HCl 3.0 M. Campuran diaduk selama 60 menit disaring
dan dibilas akuades hingga pH campuran netral. Zeolit kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 300 °C. Pencucian dihentikan bila tidak terbentuk endapan
pada filtrat bila diteteskan AgNO3.
Penentuan Nilai Kapasitas Tukar Anion (KTA) Zeolit
(modifikasi SNI 13-3494-1994)
Zeolit 0.5 g ditimbang dan dicampur dalam 100 mL HCl 0.2 M. Campuran
kemudian diaduk selama 4 jam. Campuran disaring dan diambil filtratnya. Filtrat
sebanyak 10 mL diambil dan ditempatkan dalam labu erlenmeyer. Filtrat lalu
dititrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator fenolftalein. Nilai KTA
zeolit sebelum, setelah aktivasi, dan setelah insersi Fe dibandingkan. Nilai KTA
dihitung berdasarkan rumus berikut:
��

� −�

=
100 �



× 100

4

Keterangan:
Vc
Vb
m
[NaOH]N

: volume NaOH pada titrasi contoh (mL)
: volume NaOH pada titrasi blangko (mL)
: massa zeolit yang diuji (g)
: konsentrasi NaOH (N)

Preparasi Elektrode Pasta Karbon
Satu gram zeolit yang telah diaktivasi direndam dalam FeCl3 0.01 M 250
mL dan diaduk selama 48 jam dengan bantuan pengaduk magnetik. Zeolit
disaring dan dicuci dengan larutan HCl pH 2 dan air destilasi untuk
menghilangkan ion klorida. Elektrode dipersiapkan dengan menggerus grafit
dalam mortar. Serbuk grafit termodifikasi 55 mg kemudian dicampur dengan 35
μL parafin cair hingga merata. Zeolit yang telah termodifikasi Fe kemudian
dicampurkan bersama grafit lalu ditambahkan dietil eter 2 mL. Campuran
kemudian diaduk hingga pelarut menguap (Balal et al. 2009).
Tabung kaca kemudian dimasukkan kawat tembaga berdiameter 3 mm
sebagai penghubung elektrode dengan sumber arus listrik. Ruang sepanjang 5 mm
disisakan pada ujung tabung sebagai tempat pasta karbon. Pasta karbon
termodifikasi kemudian dimasukkan dalam elektrode hingga penuh, padat, dan
rata. Kelebihan minyak parafin diserap dengan kertas minyak. Respon elektrode
kemudian diamati dalam larutan K3[Fe(SCN)6] 1 mM dengan teknik voltametri
siklik. Kecepatan payaran yang ditetapkan sebesar 100 mVs-1 pada selang
potensial 0.0 hingga 1.0 V (modifikasi Taufik 2013).
Pengaruh Komposisi Zeolit-Fe
Pengaruh komposisi zeolit-Fe diamati dengan mengukur arus puncak yang
terukur. Zeolit-Fe sebanyak 10, 15, 20, dan 25 mg ditambahkan dalam campuran
grafit dan parafin. Respon elektrode diamati dalam larutan K3[Fe(SCN)6] 1 mM
dengan teknik voltametri siklik dengan parameter kecepatan payaran dan selang
potensial yang sama. Penambahan komposisi zeolit-Fe dengan respon arus terbaik
dipilih sebagai kondisi pengukuran selanjutnya.
Penentuan Kadar Fe Terjerap (modifikasi Balal et al. 2009).
Sebanyak 0.5 g zeolit direndam dan diaduk dalam 50 mL FeCl3 0.01 M
selama 48 jam. Filtrat kemudian dipisahkan dan diencerkan 100 kali. Konsentrasi
Fe bebas kemudian diukur menggunakan AAS. Larutan FeCl3 0.01 M tanpa
penambahan zeolit ditetapkan sebagai konsentrasi awal. Selisih pengukuran
adalah kadar Fe yang telah terjerap dalam zeolit. Ulangan dilakukan 5 kali.
Analisis SEM
Morfologi zeolit belum teraktivasi, teraktivasi, dan zeolit-Fe diperiksa
dengan metode SEM. Ketiga permukaan pori zeolit diperiksa pada perbesaran
2500x dan dibandingkan homogenitas pori-pori zeolit.

5

Imobilisasi Enzim Piruvat Dehidrogenase pada Elektrode
(modifikasi Ikeda et al. 1998)
Larutan enzim PHD dengan konsentrasi tertentu diteteskan pada permukaan
elektrode pasta karbon sebanyak 35 μL. Elektrode dibiarkan mengering dengan
menguapnya pelarut. Ujung elektrode kemudian ditutup dengan membran dialisis,
lalu jaring nilon, dan diikat dengan paranilon. Elektrode direndam dalam larutan
dapar fosfat pH 7.4 kemudian dapat digunakan untuk pengukuran aktivitas PHD
dengan metode elektrokimia.
Pengukuran Elektrokimia
Pengukuran elektrokimia voltametri siklik dilakukan dengan bantuan
seperangkat alat potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer yang telah
terpasang program pengolah data Echem v.2.1.0. Elektrode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-Fe (elektrode
kerja), elektrode Ag/AgCl (elektrode referensi), dan elektrode platina (elektrode
pembantu). Parameter pengukuran pada program diatur sebagai berikut:
Step W : 20 ms
Mode : Cyclic
Upper E : 750/1000 mV
Initial E : 100 mV
Final E : 100 mV
Lower E : 0 mV
Rate
: 125 mV/s
Range : 5 V
Dengan metode Response Surface Methodology: Central Composite Design
(RSM: CCD) kondisi optimum pengukuran logam arsen ditentukan. Kombinasikombinasi yang telah ditentukan dimasukkan ke dalam piranti lunak statistika
MINITAB 14. Percobaan kemudian dilakukan sesuai dengan kombinasi yang
telah diberikan. Terdapat 3 parameter yang diuji, yaitu: suhu, pH, dan konsentrasi
enzim PDH. Perancangan ini digunakan untuk mencari nilai optimum aktivitas
enzim PDH setelah diimobilisasi. Berikut di bawah ini adalah tabel perlakuan
terkode antara pH dengan temperatur.
Larutan dapar fosfat dengan pH tertentu sebanyak 1.9 mL dan larutan
PDH 0.0005 U/mL 100 μL ditambahkan ke dalam sel pengukuran. Puncak arus
anode yang diamati ditetapkan sebagai blangko. Selanjutnya ditambahkan substrat
piruvat 2.1 mM sebanyak 1 mL dan diukur perubahan arus puncak anode.
(modifikasi Trivadilla 2011). Kombinasi rancangan antara pH dan suhu yang
diterapkan ditulis pada Lampiran 2. Hasil kombinasi kemudian diplotkan terhadap
arus yang dihasilkan membentuk kurva trimatra.
Tabel 1 Perlakuan terkode kondisi optimasi pengukuran
Perlakuan Terkode
Parameter
-1.63
-1.00
0.00
pH
5.37
6.00
7.00
Suhu (°C)
17.0
20.0
25.0
[PDH] U/mL
0.0050
0.0085
0.0142

1.00
8.00
30.0
0.0198

1.63
8.63
33.0
0.0234

6

Pencirian Elektrode
Biosensor yang telah dipersiapkan kemudian dikarakterisasi pada kondisi
optimum pengukuran. Parameter karakterisasi yang digunakan adalah: linearitas
dan limit deteksi (Nazaruddin 2007). Untuk menguji perbedaan kedua metode
pengukuran, digunakan uji data berpasangan (Harvey 2000).
Linearitas (modifikasi Samphao et al. 2012)
Linearitas pengukuran diukur dengan mengukur respon tegangan terhadap
logaritma konsentrasi As2O3 Konsentrasi masing-masing yang digunakan adalah:
0.63-30 μg/L sebanyak 1.00 mL. Larutan yang digunakan adalah larutan dapar
dengan pH optimum, 1.00 mL piruvat 30 mM dan 100 μL enzim PDH 0.0005
U/mL. Setelah biosensor digunakan, elektrode direndam dalam EDTA 0.1 M
selama 2-3 menit. Penurunan puncak arus anode kemudian diamati setelah arsen
ditambahkan. Data kemudian diplot dalam kurva dengan sumbu-x adalah
logaritma konsentrasi ion arsenit dan respon arus (mA) pada sumbu-y.
Limit Deteksi (Harmita 2004)
Limit deteksi diukur dengan rumus berikut
� �

� �=

3 × �analit

Keterangan:
σanalit = simpangan baku respon analitik analit
b
= kemiringan garis pada persamaan garis linear
Uji Data Berpasangan (Harvey 2000)

Pengukuran biosensor arsen dibandingkan dengan pengukuran AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy). Konsentrasi As2O3 yang terukur dalam rentang
linearitasnya dibandingkan dengan hasil pengukuran biosensor. Hasil data
kemudian diuji secara statistik dengan metode uji data berpasangan pada selang
kepercayaan 95%. Rumus yang digunakan:
=



Keterangan:
t
= nilai uji-t
= rerata perbedaan nilai dari kedua kelompok data
N
= jumlah data
σd
= standar deviasi perbedaan nilai kedua kelompok data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi, Aktivasi, Karakterisasi dan Identifikasi Zeolit
Zeolit alam Cikalong yang digunakan masih berbentuk bongkahan berwarna
putih sedikit kehijauan dengan beberapa bintik kuning dan hijau. Tekstur zeolit
alam Cikalong agak keras namun mudah hancur. Zeolit ini kemudian dibersihkan,
dihancurkan dengan bantuan mortar, diayak dan disaring hingga 100 mesh untuk
mendapatkan ukuran pori yang lebih seragam. Kandungan mineral zeolit yang
dominan terdapat pada zeolit ini adalah modernit dengan sedikit pengotor berupa
kuarsa (Wyantuti 2008).
Zeolit alam Cikalong diaktivasi secara kimiawi dan fisis. Aktivasi bertujuan
menghilangkan pengotor-pengotor mineral lain yang menyumbat pori-pori zeolit.
Hilangnya pengotor menyebaban luas permukaan zeolit bertambah dan memiliki
aktivitas adsorpsi yang lebih besar. Selama proses aktivasi zeolit, terjadi proses
dealuminasi. Proses ini mengakibatkan Al dan beberapa logam pengotor lainnya
keluar dari struktur rangka zeolit. Selama proses dealuminasi, spesi H+(aq) diserang
oleh atom oksigen yang terikat pada kerangka zeolit. Menurut
Mutngimaturrohmah et al. (2003) terdapat dua kemungkinan mekanisme
pemutusan ikatan, yaitu pemutusan ikatan Si-O dan Al-O. Berdasarkan harga
energi disosiasi ikatan, energi ikatan Al-O (116 kkal/mol) lebih rendah daripada
energi disosiasi Si-O (190 kkal/mol). Oleh karena itu, ikatan Al-O lebih mudah
putus. Mekanisme pemutusan ikatan ditunjukkan pada Gambar 1. Pada proses ini
secara visual filtrat cucian perendaman berwarna kuning kehijauan. Warna ini
diakibatkan oleh spesi AlCl3 yang terbentuk selama proses dealuminasi. Setelah
proses pencucian secara berulang hingga pH mendekati netral dan anion klorida
sisa telah tereliminasi, zeolit teraktivasi secara kimiawi kemudian ditempatkan
dalam tanur 300-400 ºC selama 3-4 jam (modifikasi SNI 13-3494-1994).
Perlakuan ini bertujuan membebaskan air yang terjerap, sehingga luas permukaan
zeolit untuk penjerapan lebih meningkat. Zeolit yang telah dipanaskan dalam
tanur kemudian dimodifikasi dengan penambahan ion Fe3+. Hal ini dilakukan
dengan prinsip penukaran kation logam pada pori-pori zeolit. Penukaran kation
logam pada zeolit tidak mengubah struktur kristal tetrahedron zeolit, melainkan
mengubah sifat dan afinitas daya jerap zeolit. (Hanafiah 2005).

Gambar 1 Reaksi dealuminasi zeolit dengan bantuan asam
(Weitkamp, Puppe 1999)

8

Gambar 2 Pengamatan visual zeolit (dari kiri ke kanan):
zeolit belum teraktivasi, zeolit teraktivasi HCl
3 M,
dan zeolit teraktivasi yang telah
termodifikasi FeCl3
Preparasi zeolit-Fe dilakukan dengan penjerapan zeolit teraktivasi dalam
larutan FeCl3 selama 48 jam (Balal et al. 2009). Larutan FeCl3 sebanyak 50 mL
yang digunakan memiliki konsentrasi 0.01 M. Pengamatan visual menunjukkan
zeolit-Fe memiliki warna jingga kekuningan, berbeda dengan zeolit teraktivasi
yang memiliki warna putih. Sementara itu, zeolit yang belum teraktivasi berwarna
putih dengan intensitas warna yang lebih rendah (Gambar 2). Untuk mengukur
kadar Fe dalam zeolit-Fe, filtrat diambil dan kadar Fe bebas diukur dengan AAS.
Setelah diberikan perlakuan, kadar zeolit terjerap sebanyak 28.440 mg/g zeolit
(Lampiran 4). Jumlah Fe teradsorpsi pada permukaan zeolit sebanding dengan
peningkatan kadar Fe pada permukaan zeolit. Dengan metode pembuatan dan
analisis yang berbeda Agustina (2012) mendapatkan nilai Fe zeolit Cikalong
bertambah sebanyak 4.7813 mg/g. Zeolit-Fe tersebut dibuat dengan penjerapan
senyawa Fe(OH)3 dan analisis yang digunakan adalah desorpsi Fe dengan larutan
HNO3 5%.
Nilai KTA zeolit antarperlakuan diukur. Nilai KTA zeolit menandakan
afinitas zeolit terhadap anion. Semakin besar nilai KTA, zeolit akan semakin
mudah berinteraksi dengan anion (Hanafiah 2005). Hasil pengukuran KTA
menunjukkan nilai rerata secara berturut-turut untuk zeolit belum teraktivasi,
zeolit teraktivasi, dan zeolit-Fe adalah 8.2527, 11.3295, 16.5995 mek/100 g zeolit.
Aktivasi zeolit secara asam mengubah karakter zeolit menjadi lebih positif.
Sehingga, nilai KTA zeolit meningkat. Berubahnya karakter zeolit ini disebabkan
terlepasnya Al selama proses aktivasi menjadi AlCl3 (Weitkamp, Puppe 1999).
Nilai KTA meningkat 2 kali lipat setelah zeolit diinsersi ion Fe(III). Insersi
ion Fe(III) dapat dilakukan karena ion Fe(III) memiliki afinitas terhadap ligan
mineral liat yang lebih kuat dibandingkan dengan ion yang bervalensi rendah dan
atau ion dengan radius hidrasi yang tinggi (Hanafiah 2005). Karakter zeolit
menjadi lebih positif sehingga memudahkan interaksi dengan muatan negatif,
seperti gugus elektronegatif pada enzim. Permukaan zeolit yang cenderung positif
juga diharapkan akan menguatkan interaksi antara enzim dengan permukaan
elektrode. Sehingga, enzim tidak mudah mengalami ablasi dari permukaan
elektrode.

9

(a)

(b)

(c)
Gambar 3 Hasil payaran SEM perbesaran 2500×: (a) zeolit
belumteraktivasi, (b) zeolit teraktivasi HCl 3 M, (c)
zeolit-Fe.
Analisis morfologi zeolit dengan SEM menunjukkan rongga-rongga zeolit
pada pembesaran 2500 kali (Gambar 3). Rongga pada zeolit yang belum
termodifikasi terlihat tidak teratur. Beberapa substansi pengotor masih teramati
menutupi pori-pori zeolit. Rongga zeolit semakin banyak dan terbuka pada zeolit
teraktivasi asam. Hasil insersi atom Fe pada zeolit menyebabkan rongga semakin
banyak dan teratur. Hal ini mengindikasikan luas permukaan zeolit semakin
bertambah.
Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Fe
Elektrode pasta karbon (EPK) dibuat dengan komposisi 55 mg grafit dan
35μL parafin. Elektrode yang telah dibuat kemudian dikarakterisasi respon
arusnya menggunakan K3[Fe(CN)6] 1mM. Elektrode dengan respon arus yang
konstan dan menunjukkan puncak redoks di 0.4-0.6 V dipilih untuk pengukuran
selanjutnya. Dari 30 EPK yang dibuat, hanya ada 6 EPK dengan respon terbaik.
Hasil pengujian menunjukkan rerata respon arus dari 6 EPK tersebut sebesar ±
0.0006 mA (Gambar 4). Profil arus EPK terlihat seragam dengan rentang 0.00080.0006 mA dengan deviasi arus yang rendah. Hal ini menunjukkan keterulangan
fabrikasi elektrode rendah namun memiliki presisi yang tinggi.

10

0,001

Arus (mA)

0,000
-0,001

E1
E2
E3
E4
E5
E6

-0,002
-0,003
-0,004
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Tegangan (V)

Gambar 4 Profil payaran voltamogram 6 EPK yang berbeda tanpa
penambahan zeolit-Fe (E1, E2, E3, E4, E5, E6).
Modifikasi EPK dilakukan dengan menambahkan zeolit-Fe ke dalam
campuran EPK. Bobot zeolit-Fe yang ditambahkan sebesar 10-25 mg. Profil
elektrode setiap penambahan zeolit-Fe ditunjukkan pada Lampiran 5. Semakin
banyak zeolit yang ditambahkan, bentuk voltamogram menunjukkan arus oksidasi
yang semakin meningkat. Akan tetapi, penambahan zeolit-Fe di atas 15 mg tidak
menghasilkan keterulangan arus puncak yang seragam, bahkan cenderung
menurun. Balal (2009) menjelaskan bahwa penambahan zeolit-Fe yang lebih
tinggi mengurangi konduktivitas permukaan elektrode. Dengan demikian, zeolitFe yang ditambahkan ke dalam EPK sebanyak 15 mg.
Hasil pengukuran menunjukkan terjadi peningkatan arus (Gambar 5).
Peningkatan arus yang terukur sebesar 3-5 kali pada EPK termodifikasi zeolit-Fe
15 mg (Lampiran 5). Hasil ini sesuai dengan penelitian Balal et al. (2009) yang
menunjukkan penambahan nanozeolit termodifikasi Fe 15 mg pada EPK akan
meningkatkan respon arus yang dihasilkan meningkat sebesar 3-10 kali. Potensial
arus oksidasi bergeser menuju potensial 0.3-0.5V. Hal ini menunjukkan
penambahan zeolit-Fe menimbulkan efek elektrokatalisis dengan pergeseran
potensial semakin negatif pada proses redoks sampel selama proses pemayaran
(Bae et al. 2000).
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E1zeolitFe
E2zeolitFe
E3zeolitFe
E4zeolitFe
E5zeolitFe
E6zeolitFe

0,06
0,04

Arus (mA)

0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
-0,08
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

Tegangan (V)

Gambar 5 Perbandingan profil arus voltamogram EPK dan EPK
termodifikasi Fe

11

Contour Plot of A (mA) vs pH, [PDH]

Contour Plot of A (mA) vs pH, Suhu
A (mA)
< -0.010
-0.010 - -0.005
-0.005 0.000
0.000 0.005
0.005 0.010
0.010 0.015
0.015 0.020
> 0.020

8.5
8.0

7.0

-0.010
-0.005
0.000
0.005
0.010
0.015

8.0
7.5
pH

pH

7.5

A (mA)
< -0.010
- -0.005
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
> 0.020

8.5

7.0

6.5

6.5

6.0

6.0

5.5

5.5

0.0050 0.0075 0.0100 0.0125 0.0150 0.0175 0.0200 0.0225
[PDH]

18

20

22

24
26
Suhu

(a)

28

30

32

(b)
Contour Plot of A (mA) vs [PDH], Suhu
A (mA)
< -0.010
- -0.005
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
> 0.020

0.0225

-0.010
-0.005
0.000
0.005
0.010
0.015

0.0200

[PDH]

0.0175
0.0150
0.0125
0.0100
0.0075
0.0050
18

20

22

24
26
Suhu

28

30

32

(c)
Gambar 6 Gambar plot kontur hasil optimasi variabel pH, suhu, dan
konsentrasi PDH: (a) pH terhadap [PDH], (b) pH terhadap suhu,
(c) [PDH] terhadap suhu.
Optimasi Kinerja Biosensor Arsen
Biosensor arsen dibuat dengan penambahan enzim piruvat dehidrogenase
(PDH) terimobilisasi pada permukaan elektrode. Imobilisasi enzim bertujuan
meningkatkan stabilitas enzim selama proses enzimatik berlangsung (Eggins
2002). Sebelum menambahkan arsen dalam sampel, dibutuhkan optimasi kinerja
biosensor. Bagian enzim terimobilisasi dimasukkan ke dalam larutan dapar fosfat
dengan pH optimum kinerja enzim PDH pada pH 7.4 menurut spesifikasi produk
enzim. Kondisi optimum kinerja biosensor (pH, suhu, dan konsentrasi enzim)
dicari dengan metode Respon Surface Methodology: Central Composite Design.
Hasil optimasi menunjukkan EPK zeolit-Fe memiliki kondisi optimum pada
pH 7.00, suhu 33 °C, dan konsentrasi enzim 0.0142 U/mL (Gambar 6). Kondisi
pH optimum yang diperoleh relatif sedikit bergeser dari pH optimum kinerja
enzim antara 7.00-8.00 dalam keadaan bebas (Pawelczyk, Olson 1992).
Pergeseran ini terjadi akibat perubahan lingkungan ionik di permukaan elektrode
yang terimobilisasi enzim. Permukaan elektrode yang positif menarik anion ke
permukaan untuk menetralkan muatan. Akibatnya, muatan negatif cenderung
berkumpul di dekat enzim yang terimobilisasi dan mengubah pH optimum enzim
menjadi lebih basa. Hal sebaliknya terjadi bila tempat imobilisasi enzim
cenderung bersifat negatif (Bergamasco 2000).

12

(a)

(b)
Gambar 7 (a) Mekanisme reaksi katalitik enzim PDH dengan substrat piruvat
(Voet, Voet 2010)
(b) Mekanisme inhibisi arsen pada enzim PDH (Diwan 2007)

0,25
0,20

Arus (mA)

0,15
0,10
0,05
blangko
piruvat
2.5ppbAs
5ppbAs
10ppbAs
15ppbAs
20ppbAs

0,00
-0,05
-0,10
-0,15
-0,20
-0,25

-0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2
Tegangan (V)

Gambar 8 Profil voltamogram biosensor arsen

Penurunan Arus (10-4 mA)

13

1000
800
600
1

400

2

200

3

0
0

10

20

30

40

50

60

[As] (ppb)

Gambar 9 Kurva hubungan antara penurunan arus puncak terhadap
konsentrasi arsen
Akan tetapi, sifat permukaan diduga tidak banyak terpengaruh oleh
keberadaan zeolit. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pH optimum enzim terimobilisasi
tidak meningkat dan masih berada pada rentang optimum kinerja enzim.
Pengukuran karakterisasi biosensor arsen dengan enzim PDH lalu disesuaikan
pada kondisi optimum yang telah diperoleh.
Hasil pengolahan data ANOVA regresi linear model CCD pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan model kurva memiliki lengkungan kurva
(p=0.213). Model kurva yang dibangun diketahui juga belum memenuhi syarat
untuk dibuat kontur 3 dimensinya (p=0.221). Hal ini ditandai dengan interaksi
antarvariabel tidak berpengaruh secara nyata (p=0.440) terhadap arus yang
dihasilkan dan masih timbulnya kurvatur pada model. Hanya pH yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap arus yang dihasilkan (p=0.023). Keadaan ini
menunjukkan model RSM yang dibangun masih linear (p=0.213) dan belum
bersifat kuadratik (p=0.066) Hal ini disebabkan oleh komponen pengenal hayati
berupa enzim yang rentan terhadap perubahan kondisi pH lingkungan. Perubahan
pH lingkungan dapat mengubah kondisi geometri 3 dimensi enzim sehingga
menurunkan aktivitas katalitiknya (Eggins 2002).
Biosensor Arsen
Biosensor arsen bekerja dengan mendeteksi terjadinya penurunan arus akibat
keberadaan arsen dalam sampel. Aktivitas enzim PDH terhalangi oleh keberadaan
arsen (Gambar 7). Arsen menghalangi proses redoks enzim dengan cara berikatan
dengan gugus ditiol visinal pada enzim, sehingga aktivitas katalitiknya mengalami
penurunan (Samikkanu et al. 2003). Penurunan aktivitas ini dapat terdeteksi
dengan melihat penurunan arus oksidasi antara pengukuran sampel dengan As dan
tanpa As. Bereaksinya substrat piruvat dengan enzim PDH akan menghasilkan
puncak arus oksidasi. Adanya arsen menyebabkan penurunan arus puncak

14

Penurunan Arus (mA 10-4)

oksidasi pada potensial 0.0-0.2 V (Gambar 8). Profil penurunan arus puncak
terhadap peningkatan konsentrasi arsen ditunjukkan pada Gambar 9.

1040
ya = 21,20x + 401,7
R² = 0,699

880
720

yb = 1,343x + 140,6
R² = 0,977

560
400

yc = 2,724x + 204,9
R² = 0,69

240
80
0

5

10

15

20

25

b
c
a

[As] (ppb)

Gambar 10 Profil linearitas elektrode A, B, dan C
Pengukuran senyawa arsen dilakukan pada rentang 0.63-30 ppb.
Pengukuran pada rentang ini bertujuan mengetahui linearitas dan limit deteksi
biosensor arsen yang dibuat. Selain itu, linearitas arus, limit deteksi, dan limit
kuantisasi biosensor dibandingkan dengan linearitas hasil pengukuran AAS. Hasil
pengukuran pada 3 elektrode yang berbeda dengan ulangan 1 kali menunjukkan
linearitas terbaik berada pada rentang penambahan arsen antara 2.50-20 ppb
(Gambar 10). Dari 3 hasil pengukuran elektrode hanya elektrode B dan C yang
memberikan profil arus yang serupa. Elektrode A memberikan respon arus yang
jauh lebih besar namun tidak konstan pada rentang 0.63-2.50 ppb.
Hasil payaran voltamogram ini menunjukkan keterulangan fabrikasi
elektrode masih rendah. Akibatnya, linearitas dan limit deteksi ketiga elektrode
berbeda-beda. Hal ini disebabkan arus yang dihasilkan berbeda antara elektrode
satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini dapat terjadi akibat dari kesalahan acak
proses fabrikasi elektrode atau proses imobilisasi yang kurang homogen (Švancara
et al. 2009).
Elektrode b menunjukkan koefisien determinasi dan limit deteksi terbaik
secara berturut-turut sebesar 97.70% dan 3.78 ppb. Berdasarkan perhitungan nilai
limit deteksi biosensor dengan linearitas terbaik ini masih tinggi sebesar 3.78 ppb
(Lampiran 8). Namun, nilai limit deteksi elektrode B masih lebih rendah daripada
limit deteksi metode AAS (Lampiran 9). Limit deteksi masing-masing elektrode
masih belum seragam, sehingga nilai limit deteksi biosensor arsen yang telah
dibuat diperkirakan berada pada rentang 2-16 ppb.
Bila hasil pengukuran biosensor ini dibandingkan dengan beberapa
penelitian tentang deteksi As, metode biosensor berpotensi memberikan nilai limit
deteksi relatif rendah. Sarkar et al. (2011) dengan perangkat field test kit dapat
mendeteksi As hingga 10 ppb. Sementara itu, Tahir et al. (2008) dengan metode
spektrofotometi dapat mendeteksi As hingga konsentrasi 1 ppb. Siddiki et al.
(2011) dengan metode biosensor GFP memiliki nilai limit deteksi sebesar 5 ppb
As. Limit deteksi yang rendah sangat diperlukan karena nilai ambang batas

15

konsentrasi senyawaan arsenik yang diperbolehkan dalam regulasi antara 10-15
ppb.
Pengujian data berpasangan data masing-masing elektrode dengan hasil
pengukuran AAS pada tingkat kepercayaan 95% dan konsentrasi arsen yang sama
(Lampiran 10). Hasil uji menunjukkan kedua data memberikan hasil pengukuran
yang tidak berbeda nyata pada hasil pengukuran biosensor terhadap hasil
pengukuran AAS. Hal ini menunjukkan metode pengukuran arsen dengan
biosensor berpotensi dapat sebagai alternatif metode pengukuran selain AAS pada
rentang konsentrasi As yang rendah. Akan tetapi, mengingat nilai limit deteksi
yang belum seragam antarelektrode akibat keterulangan imobilisasi enzim yang
rendah dan rentang linearitas yang sempit (2.50-20 ppb) membuat metode
pengukuran ini masih sulit untuk diaplikasikan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian menunjukkan penggunaan zeolit-Fe sebagai material
pemodifikasi EPK mampu meningkatkan arus sebesar 3-7 kali. Jumlah zeolit-Fe
yang dapat memberikan profil arus seragam dan maksimum diketahui sebesar 15
mg. Dengan kondisi jumlah zeolit optimum kinerja biosensor diketahui memiliki
kondisi optimum saat pH larutan, suhu, dan konsentrasi enzim PDH sebesar 7.00,
33 °C, dan 0.0142 U/mL. Nilai limit deteksi dari tiga biosensor masih berbeda
satu sama lain, sehingga reprodisibilitas fabrikasi biosensor masih rendah.
Linearitas terbaik pengukuran As dengan biosensor berada pada rentang 2.50-20
ppb. Nilai limit deteksi terbaik dari 3 biosensor didapatkan sebesar 3.78 ppb. Nilai
ini lebih rendah dibanding limit deteksi pengukuran AAS, namun masih tinggi
untuk mendeteksi konsentrasi As di bawah 10 ppb. Rentang linearitas yang sempit
dan limit deteksi yang relatif tinggi membuat analisis dengan biosensor As ini
masih sulit.
Saran
Penelitian mengenai stabilitas termodinamik dan selektivitas biosensor
diperlukan untuk menambah informasi karakteristik biosensor As berbasis EPK
zeolit-Fe dengan enzim PDH sebagai agen pengenal hayati. Titik optimasi kinerja
optimum dengan parameter suhu, pH, dan konsentrasi PDH perlu dievaluasi.
Rentang linearitas di bawah 2.50 ppb perlu diteliti untuk mendapatkan nilai limit
deteksi yang lebih rendah dan rentang linearitas yang lebih lebar. Keterulangan
fabrikasi biosensor perlu ditingkatkan dengan penambahan zat pengimobilisasi
yang lebih baik. Sifat inhibisi arsen dapat diteliti lebih lanjut dengan parameter
Km dan Vmaks enzim pada kondisi optimum pengukuran biosensor.

16

DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 13-3494-1994: Mineral zeolit,
Pengukuran kapasitas pertukaran kation, Jakarta (ID).
Agrawal O, Sunita G, Gupta VK. 1999. A sensitive colorimetric method for the
determination of arsenic in environmental and biological samples. J. Chin.
Chem. Soc. 46(4): 641-645.
Bae ZU, Park YC, Lee JH, Chang HY, Lee SH. 2000. Electrocatalytic properties
of a modified electrode with an asymmetric nickel(II)-tetraaza(14)annulene
complex. Bull. Korean Chem. Soc. 21(7):749-751
Balal M, Mohammad H, Bahareh B, Ali B, Maryam H, Mozhgan Z. 2009. Zeolite
nanoparticle modified carbon paste electrode as a biosensor for simultanous
determination of dopamine and tryptophan. J. Chin. Chem. Soc. 56(4): 789796.
Bergamasco R, Basseti FJ, de Moraes FF, Zanin GM. 2000. Characterization of
free and immobilized invertase regarding activity and energy of activation.
Braz.
J.
Chem.
Eng.
17:4-7
http://dx.doi.erg/10.1590/S010466322000000400051
Chaplin MF, Bucke C. 1990. Enzyme Technology. Cambridge (GB): Cambridge
University Press.
Chauhan N, Pundir CS. 2011. An amperometric biosensor based on
acetylcholinesterase immobilized onto iron oxide nanoparticles/multi-walled
carbon nanotubes modified gold electrode for measurement of
organophosphorus insecticides Analytica Chimica Acta 701: 66-74
Daud N, Yusof NA, Tee TW, Abdullah AH. 2012. Electrochemical sensor for As
(III) utilizing CNTs/leucine/nafion modified electrode. Int. J. Electrochem.
7(2012):175-185.
Diwan JJ. 2007. Pyruvate Dehydrogenase & Krebs Cycle. [terhubung berkala].
http://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/krebs.htm#l
ocaliz (19 Juli 2014)
Eggins BR. 2002. Chemical Sensors and Biosensors. New Jersey (US): John
Wiley & Sons Inc.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo
Persada
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3): 117-135
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston (US): Mc Graw Hill Co.
Ikeda et al. 1998. Electrochemical monitoring of in vivo reconstruction of glucose
dehydrogenase in Escherichia coli cells with externally added
pyrroloquinoline. J. Electroanal. Chem. 449:219-224.
Iswantini D, Saprudin D, Kibtiah. 2009. Penggunaan Metode Voltametri dalam
Biosensor Kolesterol dengan Ferosen sebagai Mediator, Jurnal Biofisika.
Mutngimaturrohmah, Gunawan, Khabibi. 2003. Aplikasi zeolit alam
terdealuminasi dan termodifikasi HDTMA sebagai adsorben fenol. [skripsi].
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro:
Semarang.
Nazaruddin. 2007. Biosensor urea berbasis biopolimer khitin sebagai matriks
imobilisasi. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 6(1): 41-44.

17

Powalczyk T , Olson MS. 1992. Regulation of pyruvate dehydrogenase kinase
activity from pig kidney cortex. Biochem. J. (288):369-373
Rocha C, Cristina MR, Gonçalves MP, Teixeira JA. 2005.Spent-grains and
zeolites as potential carriers for trypsin immobilization. Prosiding.
International Chemical Engineering Conference, Departamento de
Engenharia
Quimica
da
Universidade
de
Coimbra.
http://hdl.handle.net/1822/3518
Samikkannu T, Chen C-H, Yih L-H. 2003. Reactive oxygen species are involved
in arsenic trioxide inhibition of pyruvate dehydrogenase activity. Chemical
Research in Toxicology 16(3):409-414.
Samphao A, Rerkchai H, Jitcharoen J, Nacaricha D, Kalcher K. 2012. Indirect
determination of mercury by inhibition of glucose oxidase immobilized on a
carbon paste electrode. Int. J. Electrochem. Sci. 7(2012): 1001-1010
Sanghavi BJ, Mobin SM, Mathur P, Lahiri GK, Srivastava AK. 2013. Biomimetic
sensor for certain catecholamines employing copper(II) complex and silver
nanoparticle modified glassy carbon paste electrode. Biosensors and
Bioelectronics 39(1):124-132.
Sarkar B, Solaiman AHM, Das AK, Chowdhury DA. 2011. Comparative analysis
of arsenic detection in water by field test kit and AAS method. JES 2(1):3841
Shang Z, Xu Y, Gu Y, Wang Y, Wei D, Zhan L. 2011. A Rapid Detection of
Pesticide Residue Based on Piezoelectric Biosensor Procedia Engineering
15: 4480-4485
Siddiki MSR, Kawakami Y, Ueda S, Maeda I. 2011. Solid phase biosensors for
arsenic or cadmium composed of a trans factor and cis element complex.
Sensors (11):10063-10073 doi:10.3390/s111110063
Souiru M, Gammoudi I, Ouada HB, Mora L, Jouenne T, Jaffrezic-Renault N,
Dejous C, Othmane A, Duncan AC. 2009. Escherichia coli-functionalized
magnetic nanobeads as an ultrasensitive biosensor for heavymetals.
Procedia Chemistry . 1: 1027–1030
Švancara I, Vytřas K, Kalcher K, Walcarius A, Wang J. 2009. Carbon paste
electrodes in factsnumbers, and notes: a review on the occasion of the 50years jubilee of carbon paste in electrochemistry and electroanalysis.
Electroanalysis (21): 7-28 doi:10.1002/elan.200804340
Tahir MA, Rasheed H, Malala A. 2008. Method development for arsenic analysis
by modification in spectrophotometric technique. Drink. Water Eng. Sci.
Discuss (1):135-154
Taufik M. 2013. Analisis Cu(II) pada bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.)
Merr.) menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin.
Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Trivadilla. 2011. Biosensor antioksidan menggunakan superoksida dismutase
Deinococcus radiodurans yang diimobilisasi pada permukaan elektrode
pasta
karbon
dan
parameter
kinetikanya
[tesis].
Sekolah
Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Voet D, Voet JG. 2011. Biochemistry 4th Edition. New Jersey (US): John Willey
Inc.

18

Vytřas K, Švancara I, Metelka R. 2009. Carbon paste electrodes in
electroanalytical chemistry. J. Serb. Chem. Soc. 74(10): 1021-1033.
Weitkamp J, Puppe L. 1999. Catalysis and Zeolites: Fundamentals and
Applications. Berlin (DE): Spinger-Verlag
Widowati W, Sastiono A, Jusuf R. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta (ID):
Penerbit Andi.
Wyantuti S.2008. Karakterisasi zeolit alam asal Cikalong Tasikmalaya. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran. Bandung.

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Zeolit
Aktivasi
Grafit + Parafin

Zeolit teraktivasi
100
mesh

FeCl3 0.01
M
250 mL

Zeolit
termodifikasi
Fe3+

Konsentrasi
tertentu

ECP

Campuran
grafit+parafin
yang telah halus

Uji hantar
arus

ECP

Imobilisasi
enzim PHD
Biosensor

Uji RSM:
CCD

Kondisi
optimum

Validasi





Limit deteksi
Linearitas
Uji Data Berpasangan

20

Lampiran 2 Rancangan percobaan kombinasi 3 parameter dengan metode
CCD
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

pH
6.00
6.00
6.00
6.00
8.00
8.00
8.00
8.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
7.00
8.63
5.37

Suhu (°C)
20
20
30
30
20
20
30
30
25
25
25
25
25
25
17
25
25
33
25
25

[LDH] (U/mL)
0.0085
0.0198
0.0085
0.0198
0.0085
0.0198
0.0085
0.0198
0.0142
0.0142
0.0142
0.0142
0.0142
0.0142
0.0142
0.0050
0.0234
0.0142
0.0142
0.0142

21

Lampiran 3 Nilai KTA Zeolit
Tabel 2 Standardisasi NaOH 0.1 N oleh asam oksalat 0.1 N 5 mL
Ulangan

Volume titran (mL)
Akhir
Terpakai
6.20
5.70
11.97
5.77
17.50
5.78
Rerata
: fenolftalein
: tak berwarna – merah muda
: 0.6300 g
= (0.6300 g/ 63 gmol-1) / (0.1 L)
= 0.1000 N
= (VAsam oksalat/Vtitran) x NAsam oksalat
= (5.00 mL/5.70 mL) x 0.1001 N
= 0.0877 N
= (0.0877+0.0867+0.0870)N/3
= 0.0870 N

Awal
0.50
6.20
11.97

1
2
3

Indikator
Perubahan warna
Massa asam oksalat
[Asam oksalat]
[NaOH]

Rerata [NaOH]

[NaOH]N
0.0877
0.0867
0.0870
0.0870

Tabel 2 Data titrasi nilai KTA filtrat zeolit dengan NaOH 0.0870 N
Volume titran (mL)
Sampel

Ulangan

Blangko
Zeolit
belum
teraktivasi
Zeolit
teraktivasi

1
2
3

Awal

Akhir

Terpakai

19.80
17.97
27.83
37.87

29.30
27.83
37.87
47.90

9.50
9.86
10.04
10.03

41.50
20.87
31.03

10.10
10.20
10.16

10.60
20.97
31.40

10.57
10.37
10.43

Rerata
1
2
3

31.40
10.67
20.87

1
2
3

0.03
10.60
20.97

Rerata
Zeolit-Fe

Rerata
�� =
=

� −�



× 100

9.86 − 9.50
0.0870
0.5025 �

× 100 = 6.2328


100 �

KTA
(mek/100
g)
6.2328
9.3493
9.1761
8.2527
10.4046
12.1387
11.4451
11.3295
18.5660
15.0957
16.1368
16.5995

22

Lampiran 4 Jumlah Fe terdsorpsi dalam zeolit
Tabel 3 Kurva standar Fe AAS
Konsentrasi (ppm)
0.4000
1.0000
2.0000
4.0000
8.0000

Persamaan garis linear
y = 0.0251 + 0.0399x
R2 = 0.9999
Keterangan:
y = absorbans
x = konsentrasi Fe (ppm)

Absorbans
0.0402
0.0646
0.1055
0.1861
0.3433
0,4
Aborbans

No
1
2
3
4
5

0,3
y = 0.0399x + 0.0251
R² = 0.9999

0,2
0,1
0
0

5

10

[Fe] (ppm)

Gambar 11 Kurva standar Fe dengan metode
AAS
Tabel 4 Data adsorpsi Fe ke dalam zeolit (FeCl3 0.01 M 50 mL)
Massa Fe
Massa Absorbans [Fe]bebas [Fe]teradsorpsi
No
Perlakuan
terjerap
(ppm)
(ppm)
Zeolit
(fp 100x)
(mg/g)
1
Fe 0.01 M
0.2616
592.73
2
Ulangan 1 0.5005
0.1434
296.49
296.24
28.624
3
Ulangan 2 0.5004
0.1489
310.28
282.45
28.246
4
Ulangan 3 0.5014
0.1465
304.26
288.47
28.848
5
Ulangan 4 0.5012
0.1504
314.04
278.69
27.869
6
Ulangan 5 0.5012
0.1464
304.01
288.72
28.872
Rerata
28.440
Contoh perhitungan:
1. [Fe]bebas = (Asampel-a)/b x fp = (0.1434-0.0251)/0.0399 x 100 = 296.49 ppm
2. [Fe]terjerap = [Fe 0.01 M]ppm – [Fe]sampel
= (592.73 – 296.49) ppm = 296.24 ppm
3. Massa Fe terjerap = [Fe]terjerap x Vsampel = 296.24 ppm x 50 mL = 14.812 mg
4. Massa Fe terjerap/g zeolit = 14.812 mg/0.5005 g = 28.364 mg/g
5.

Rerata massa Fe terjerap/g zeolit =

1
5

5
�=1[�

]� = 28.440

�/�

23

Lampiran 5 Profil hasil pemayaran EPK termodifikasi zeolit-Fe dengan
K3[Fe(CN)6] 1mM dalam KCl 0.1 M
0,003
0,002

Arus (mA)

0,0