Pengaruh Kelekatan Serta Komunikasi Dengan Orangtua Dan Teman Sebaya Terhadap Karakter Remaja Perdesaan.

PENGARUH KELEKATAN SERTA KOMUNIKASI DENGAN
ORANGTUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP
KARAKTER REMAJA PERDESAAN

ZERVINA RUBYN DEVI SITUMORANG

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kelekatan serta
Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja
Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor
Bogor, Mei 2016

Zervina Rubyn Devi Situmorang
NIM I251140136

RINGKASAN

ZERVINA RUBYN DEVI SITUMORANG. Pengaruh Kelekatan serta
Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja
Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI
Permasalahan kenakalan remaja di Indonesia telah sampai pada kondisi
yang memprihatinkan. Kondisi yang demikian membuat permasalahan karakter
bangsa ini perlu mendapatkan perhatian dari semua kalangan baik lingkungan
keluarga sampai dengan pemerintah Indonesia. Salah satu yang perlu mendapat
perhatian adalah karakter para remaja Indonesia. Karakter atau identitas moral
remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Perkembangan karakter pada fase ini unik karena berkurangnya supervisi dari
orangtua dan meningkatnya intensitas interaksi dengan teman sebaya. Karakter
yang baik didapatkan dari hasil pengasuhan yang optimal. Contoh dari

pengasuhan yang baik adalah komunikasi efektif serta kelekatan yang aman. Akan
tetapi, karena pengaruh teman sebaya pada fase ini cukup kuat maka komunikasi
dan kelekatan dengan teman sebaya juga turut mempengaruhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari komunikasi dan
kelekatan remaja pada orangtua dan teman sebaya terhadap karakter remaja
perdesaan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Hibah Kompetensi
tahun 2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga
Perdesaan Berbasis Family and School Partnership” oleh tim penelitian yang
diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. Pemilihan lokasi dilakukan secara
purposive di Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada penelitian ini dilakukan
secara proportional random sampling yang melibatkan 109 responden.
Pengambilan data dilakukan melalui teknik self report dengan bantuan kuesioner.
Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji korelasi, dan uji regresi.
Rata-rata skor komunikasi remaja baik dengan orangtua maupun teman
sebayanya masih tergolong rendah. Hal yang serupa ditemukan pada skor
kelekatan remaja dengan orangtua dan teman sebaya yang masih tergolong
rendah. Skor karakter remaja perdesaan tertinggi didapatkan pada dimensi
pengetahuan moral (moral feeling). Selanjutnya, dimensi perasaan dan tindakan
moral masih dalam kategori rendah. Total karakter remaja perdesaan ditemukan
masih dalam kategori rendah. Kelekatan antara remaja dengan orangtua

berhubungan dengan pengetahuan moral. Komunikasi antara remaja dengan
orangtua berhubungan baik dengan perasaan, tindakan sampai karakter secara
keseluruhan. Berbeda dengan hal diatas, komunikasi dan kelekatan dengan teman
sebaya berhubungan dengan setiap dimensi Komunikasi remaja dengan orangtua
ditemukan memengaruhi karakter remaja. Selain komunikasi dengan orangtua,
karakter remaja ditemukan dipengaruhi oleh kelekatan dengan teman sebaya.
Kata kunci : Karakter, Kelekatan, Komunikasi, Remaja, Teman Sebaya

SUMMARY
ZERVINA RUBYN DEVI SITUMORANG. The Effect of Adolescent
Attachment and Communication to Parents and Peers on Adolescent Characters in
Rural Areas. Supervised by Dwi Hastuti and TIN HERAWATI.
Juvenile delinquency in Indonesia is a growing problem and clearly in an
appalling conditions. Such condition create degradation of our nation characters
and need to get the attention from family environment and Indonesian
government. One that needs attention is the character of the youth. Moral
character or identity of adolescents is influenced by various factors both internal
and external. Problems arising from this development phase are mainly due to
lack of parental supervision and the increasing of interaction intensity with peers.
Good character can often be obtained through optimal parenting. Examples of

good parenting are effective communication and secure attachment. However, due
to the strong influence of peers in this phase then the communication and
attachment with peers also affected.
The purposes of the present study were to analyzed the effect of adolescent
communication and attachment to parents and peers on adolescent character in
rural areas. The research was part of the Competency Grant Research in 2015
under the title of "Model of Children Education Character Based on Family and
School Partnership in Rural Areas" and conducted by the research team led by Dr.
Ir. Dual Hastuti, M.Sc. Reasearch location was selected purposively in Bogor.
Sampling was performed by proportional random which involved 109
respondents. Data were collected through self-report techniques with the help of a
questionnaire. Data were analyzed with descriptive analysis, correlation, and
regression.
The average score of adolescent communication with parents and peers
was low. A similar trend was found in a low score of adolescent attachment to
parents and peers. The highest score in characters of rural adolescent was found in
the dimension of moral knowledge (moral feeling). Furthermore, the dimensions
of feeling and moral action were still in the low category. The total character of
rural adolescents was found in low category. Correlation test results showed that
the attachment to a parent related to moral knowledge. Communication with

parents were associated with moral feelings, actions to the overall character. In
contrast to the above, communication and attachment with peers associated with
each dimension of the character. The result of regression analysis showed that
communication with parents affect all dimensions of adolescent characters.
Otherwise, adolescent characters was affected by adolescent attachment with
peers.
Keywords: Adolescent, Attachment, Character, Communication, Peer

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KELEKATAN SERTA KOMUNIKASI DENGAN
ORANGTUA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP

KARAKTER REMAJA PERDESAAN

ZERVINA RUBYN DEVI SITUMORANG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MSi

Judul Penelitian

Nama

NIM

: Pengaruh Kelekatan serta Komunikasi dengan
Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja
Perdesaan
: Zervina Rubyn Devi Situmorang
: I251140136

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc
Ketua

Dr. Tin Herawati, SP, M.Si
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keluarga dan Perkembangan

Anak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 15 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulisan tesis yang berjudul Pengaruh Komunikasi serta Kelekatan
dengan Orangtua dan Teman Sebaya terhadap Karakter Remaja Perdesaan
berhasil diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis pada saat menyelesaikan studi
pascasarjana, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, SP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dan pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., dan Alfiasari
SP,M.Si. yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis,
Bapak Robert Situmorang dan Ibu Druvadhy A. D. Noor, atas dukungan
moril dan materil yang tidak terhingga. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada adik penulis Kelvin Deviro dan seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya.
4. Kepada teman-teman satu bimbingan Leni Novita, S.Si dan Rety Puspitasari,
S.Pd atas segala dukungan dan semangat selama proses penulisan tesis ini
berlangsung. Serta kepada teman-teman Ilmu Keluarga dan Perkembangan
Anak 2013 terima kasih atas dukungan semangat selama masa perkuliahan.
5. Pemerintah Desa, Sekolah Menengah Kejuruan, serta masyarakat di Desa
Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
6. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada M. Mardi Dewantara, Tri
Susandari, Hayuningtyas Triwahyuni, Anggie Pangestika, Yunita Tri Lestari,

dan Bella A. atas dukungan semangat selama penulis menjadi mahasiswa
pascasarjana hingga dapat menyelesaikan studi.
7. Kepada teman-teman enumerator penelitian Hibah Kompetensi 2015 atas
kerjasama dan dukungannya selama persiapan penelitian sampai dengan
pengambilan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2016

Zervina Rubyn Devi Situmorang

DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Kelekatan dengan Orangtua dan Teman Sebaya

Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya
Faktor yang Mempengaruhi Karakter

1
1
3
5
5
6
6
7
8
10

3. KERANGKA PEMIKIRAN

11

4. METODE PENELITIAN

14

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Teknik Penarikan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
5. Artikel 1

14
14
15
16
18
20

PENGARUH KELEKATAN DAN KOMUNIKASI DENGAN ORANGTUA
TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN
20
Abstrak
20
Abstract
20
Pendahuluan
21
Metode Penelitian
22
Hasil
23
Karakteristik Remaja dan Keluarga
23
Kelekatan dengan Orangtua
23
Komunikasi dengan Orangtua
24
Karakter Remaja
25
Faktor yang berhubungan dengan Karakter Remaja
26
Faktor yang mempengaruhi Karakter Remaja
26
Pembahasan
27
Simpulan dan Saran
30
Daftar Pustaka
31
6. Artikel 2
PENGARUH KOMUNIKASI DAN KELEKATAN DENGAN TEMAN
SEBAYA TERHADAP KARAKTER REMAJA PERDESAAN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian

32
32
32
33
33
34

Hasil
Karakteristik Remaja dan Keluarga
Komunikasi dengan Teman Sebaya
Kelekatan dengan Teman Sebaya
Karakter Remaja
Faktor yang berhubungan dengan Karakter Remaja
Faktor yang mempengaruhi Karakter Remaja
Pembahasan
Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka

35
35
36
37
38
38
39
40
41
42

Pembahasan Umum

44

Simpulan

47

Saran

47

7. DAFTAR PUSTAKA

48

8. LAMPIRAN

53

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Variabel penelitian, skala data dan instrumen
Tabel 2 Variabel dan pengkategorian data

15
17

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh komunikasi serta kelekatan
remaja dengan orangtua dan teman sebaya terhadap karakter remaja 13
Gambar 2 Teknik penarikan contoh
15

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Remaja merupakan komponen bangsa yang diharapkan menjadi generasi
penerus bangsa Indonesia. Sebagai penerus bangsa, seorang remaja haruslah
memiliki kualitas diri yang prima agar dapat memberikan pengaruh yang baik
bagi bangsa Indonesia kelak. Menurut Profil Kriminalitas Remaja (BPS 2010),
tindakan kenakalan yang dilakukan remaja Indonesia berada pada kondisi yang
memprihatinkan. Sebanyak 60 persen remaja Indonesia diketahui pernah
melakukan tindak pencurian. Selain itu, Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI (2014) menunjukkan bahwa dari tahun 2011 ke tahun 2012 jumlah
pengguna narkoba usia di bawah 19 tahun naik dari 1891 orang menjadi 2238
orang. Laporan pihak kepolisian memperlihatkan bahwa tren tindakan kriminal
yang dilakukan oleh remaja meningkat sebesar 4.3 persen setiap tahunnya.
Selain semakin meningkatnya laporan kenakalan yang dilakukan para
remaja, kualitas kenakalan remaja pun mulai meningkat kearah tindakan
kriminalitas. Pada awalnya kenakalan remaja hanyalah sebatas perkelahian di
sekolah, namun dewasa ini tindakan seperti pencurian, penyalahgunaan narkoba,
free sex, sampai dengan pembunuhan kerap kali dilakukan oleh para remaja di
Indonesia. Hal diatas menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi moral di
Indonesia terlebih para remaja Indonesia (Puspitawati 2009). Degradasi moral
yang dialami remaja dipengaruhi oleh faktor yang kompleks baik dari lingkungan
internal dan eksternal remaja. Kondisi yang demikian membuat permasalahan
karakter bangsa ini perlu mendapatkan perhatian dari semua kalangan baik
lingkungan keluarga sampai dengan pemerintah Indonesia.
Karakter adalah hal yang universal dan dapat dijelaskan oleh berbagai
macam aspek yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menilai karakter
seorang remaja diperlukan konsep yang dapat menjelaskan setiap aspek dalam diri
seseorang. Karakter dapat dikatakan baik apabila yang tergambar dari diri
seseorang adalah nilai-nilai atau sifat kebaikan. Kebaikan ini diterima oleh
masyarakat dan diterapkan pada setiap aspek kehidupan (Lickona 2004).
Seseorang mengembangkan karakter yang baik dengan cara mengetahui mana
yang baik dan tidak dalam berperilaku. Menurut Lickona (1994), seseorang yang
berkarakter adalah orang yang mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, serta
melakukan kebaikan. Karakter yang baik merupakan sesuatu yang bisa
dikembangkan dan pengembangan itu sangat mungkin dilakukan. Hal utama yang
perlu dipersiapkan dalam membangun karakter seseorang adalah lingkungan yang
penuh kasih sayang.
Menurut pendekatan teori ekologi Bronfenbrener, keluarga merupakan
tempat bagi seseorang untuk mendapatkan pengasuhan, kasih sayang, dan
kesempatan untuk mengembangkan diri. Keluarga merupakan agen sosialisasi
pertama dan terpenting dalam proses perkembangan manusia (Berns 2011).
Hubungan orangtua dan anak yang responsif, penuh cinta, serta kasih sayang
berhubungan dengan perkembangan moral seorang anak. Seseorang yang
memiliki perasaan aman dengan orangtuanya lebih matang perkembangan
moralnya dibandingkan anak yang tidak lekat dengan orangtuanya. Keluarga

2

dalam hal ini orangtua ditemukan memiliki peran dalam munculnya perilaku
bermasalah pada remaja. Dengan kata lain, orangtua memiliki faktor resiko dalam
pembentukan karakter anak. Pengasuhan yang efektif dan cinta yang diberikan
orangtua akan membantu pembentukan karakter seseorang pada setiap tahap
perkembangan individu (Lickona 1994).
Kelekatan menjadi hal dasar yang dimiliki anak sejak lahir dan menjadi
hal yang menjaga anak dari perilaku menyimpang dikemudian hari. Kelekatan
merupakan proses panjang yang terbentuk semenjak didalam kandungan.
Semakin baik kelekatan yang dibentuk semenjak anak lahir maka kelekatan
dimasa remaja juga akan baik. Kelekatan dengan orangtua juga memediatori
kelekatan remaja dengan teman bermainnya. Anak yang memiliki kelekatan
dengan orangtua dan teman lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang lebih luas (Ma dan Huebner 2008). Kelekatan tersebut menjadi
dasar perkembangan karakter remaja. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang
terikat secara emosi akan mudah mempengaruhi perkembangan seseorang. Selain
itu, cinta dan kelekatan yang terjalin antara orangtua dan anak akan menciptakan
kondisi yang stabil dalam mentransmisikan nilai-nilai kebaikan (Lickona 1998).
Selain kelekatan dengan orangtua, pengaruh kelekatan dengan teman
sebaya juga telah banyak diteliti. Kelekatan dengan teman sebaya ditemukan
berpengaruh terhadap kompetensi sosial dan kemampuan menyesuaikan diri pada
diri remaja (Fass dan Tubman 2002). Penelitian pada remaja memperlihatkan
bahwa kelekataan dengan teman sebaya sama pentingnya dengan kelekatan
dengan orangtua dalam hal pembentukan identitas diri yang baik (Selby 2000).
Pada fase remaja, ditemukan bahwa besarnya pengaruh kelekatan dengan teman
sebaya lebih besar dibandingkan kelekatan dengan orangtua (Schneider, Atkinson,
dan Tardif 2001). Akan tetapi, penelitian tentang pengaruh kelekatan dengan
sebaya hanya berfokus pada pembentukan identitasi diri. Maka dari itu, penelitian
tentang pengaruh kelekatan dengan teman sebaya terhadap karakter remaja perlu
dilakukan.
Selain kelekatan, komunikasi menjadi salah satu aspek penting dalam
hubungan antara orangtua dan anak untuk mencegah perilaku-perilaku
menyimpang (Blake et al. 2001). Penelitian tentang kasus bunuh diri remaja usia
11 sampai dengan 18 tahun di Hong Kong memperlihatkan bahwa komunikasi
yang buruk antara orangtua dan remaja dapat memicu rasa putus asa pada remaja
yang berujung tindakan bunuh diri (Lai Kwok dan Shek 2010). Hal diatas
memperlihatkan pentingnya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak.
Komunikasi yang baik dan terbuka merupakan hasil dari proses panjang selama
masa perkembangan anak dari kecil sampai dewasa. Orangtua yang responsive
dan juga mendengarkan anak secara efektif akan membuat anak terbuka untuk
mengkomunikasikan segala macam hal dengan orangtuanya. Apabila komunikasi
yang berjalan baik dan memuaskan bagi anak maka anak akan merasa aman dan
nyaman dengan orangtua (Greenberg 2009). Selain itu, hasil penelitian tentang
kelekatan remaja dengan orangtua menunjukkan bahwa komunikasi sangat
berpengaruh terhadap kelekatan seorang anak dengan orangtuanya (Katorski
2003).
Pola komunikasi yang terjadi di dalam keluarga terbukti memiliki
pengaruh terhadap perkembangan moral reasoning seorang remaja. Keluarga
yang proses komunikasinya hangat, terbuka, dan responsif akan lebih mudah

3

untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada diri seorang remaja. Selain itu,
komunikasi dengan orangtua juga dapat dijadikan pengalaman sosial yang dapat
digunakan anak untuk mengkonstruksi pengetahuan moral mereka (Oladipo 2009;
Speicher 1994; Berkowitz dan Grych 1998). Komunikasi yang terjalin baik antara
anak dengan orangtua maupun teman sebayanya terbukti mempengaruhi karakter
seseorang.
Hal diatas juga berlaku pada hubungan anak dengan teman sebaya. Remaja
merupakan fase yang penuh dengan tekanan dari lingkungan terutama teman
sebaya. Teman sebaya bisa memberikan dampak positif ataupun negatif bagi
seorang remaja. Tekanan teman sebaya dapat mempengaruhi remaja dalam hal
konsumsi alkohol, seks pranikah, sampai dengan sikap terhadap orangtuanya.
Komunikasi merupakan faktor yang menentukan keterikatan remaja dengan teman
sebayanya. Hasil penelitian menunjukkan remaja yang komunikasi dengan
orangtuanya tidak efektif lebih rentan terkena pengaruh teman sebaya
(Soetjiningsih 2007). Selanjutnya hasil penelitian Karina, Hastuti dan Alfiasari
(2013), menunjukkan bahwa pada saat remaja keterikatan dengan peer group
berkaitan dengan perilaku bullying. Pada tahap ini pengaruh keluarga yang positif
dapat menjadi faktor yang melindungi dampak negatif pengaruh teman sebaya.
Maka dari itu, komunikasi yang baik antara remaja dan orangtua menjadi penting
agar pengaruh negatif dari teman sebaya tidak memberikan dampak buruk bagi
remaja.
Penelitian tentang pengaruh kelekatan dan komunikasi dengan orangtua
terhadap perkembangan karakter pernah dilakukan pada berbagai fase
perkembangan (Dewanggi 2014). Akan tetapi, pada fase ini remaja tidak hanya
lekat pada orangtua tetapi juga pada teman sebaya. Pada saat ini belum ditemukan
penelitian yang menggabungkan komunikasi dan kelekatan anak dengan orangtua
serta teman sebaya terhadap perkembangan karakter remaja. Maka dari itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dominasi orangtua atau teman
sebaya terhadap perkembangan karakter remaja.
Perumusan Masalah
Remaja dikenal sebagai masa yang dipenuhi oleh proses perubahan serta
penyesuaian. Beberapa aspek dalam diri remaja perlu dikembangkan sebagai
bekal untuk menghadapi masa dewasa. Seringkali remaja dianggap sebagai
miniatur orang dewasa. Akan tetapi, remaja merupakan sebuah fase yang memiliki
banyak keunikkan sehingga studi tentang perkembangan remaja semakin meluas.
Salah satu area perkembangan yang dianggap memiliki dampak positif dan perlu
untuk dikembangkan pada diri remaja adalah karakter (Peterson dan Seligman
2004). Semakin meningkatnya laporan perilaku bermasalah yang dialami remaja,
memperlihatkan bahwa meningkatkan kekuatan karakter menjadi hal yang perlu
dilakukan bangsa Indonesia pada saat ini (Kemenpora 2009).
Paradigma pendidikan karakter yang baru menemukan bahwa intervensi
kekuatan karakter yang dilakukan di sekolah telah berhasil memunculkan emosi
positif, keterlibatan, dan pencapaian yang baik pada siswanya (Linkins, Niemiec,
Gillham, dan Mayerson 2014). Akan tetapi, Park (2009) menduga bahwa bukan
hanya sekolah yang dapat mengembangkan kekuatan karakter melainkan banyak
faktor yang memengaruhi perkembangan kekuatan karakter baik genetis, keluarga,

4

maupun lingkungan pertemanan. Penguatan dari lingkungan di luar sekolah
misalnya kelekatan dengan orangtua serta teman terbukti menurunkan perilaku
bermasalah (Bhatt et al. 2012; Kocayoruk 2010).
Orangtua dan teman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan
karakter remaja. Kelekatan dengan orangtua ditemukan mempengaruhi
perkembangan karakter anak pada usia dini di pedesaan (Dewanggi 2014), akan
tetapi penelitian tetang pengaruh kelekatan terhadap perkembangan karakter
remaja masih jarang dilakukan. Selain itu, tidak bisa dipungkiri pada penelitian
kelekatan di usia remaja seseorang memiliki kecenderungan untuk lebih dekat
dengan teman dibandingkan dengan keluarganya (Kolucki dan Lemish 2011).
Masa remaja ditandai dengan semakin meningkatnya kemandirian serta
munculnya permasalahan dengan lingkungan sekitar salah satunya orangtua. Fase
remaja merupakan fase di saat pengawasan dari orangtua menurun dan interaksi
dengan teman sebaya semakin meningkat. Remaja menginginkan kebebasan serta
penerimaan dari teman sebayanya. Hal tersebut dibarengi dengan kesulitan
orangtua untuk melakukan kontrol pada remaja (Meichenbaum, Fabiano, dan
Fincham 2004). Fakta diatas menimbulkan pertanyaan manakah yang lebih
dominan antara pengaruh kelekatan dengan orangtua ataupun teman sebaya
terhadap perkembangan karakter remaja. Maka dari itu sangat menarik untuk
melihat pengaruh kelekatan dengan orangtua dan teman sebaya pada penelitian
tentang karakter remaja.
Orangtua dalam hal ini ibu memiliki peran penting dalam proses
komunikasi selama masa perkembangan anak. Data BPS (2014) menunjukkan
bahwa pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah perempuan bekerja dari tahuntahun sebelumnya. Kondisi perempuan atau ibu yang bekerja membuat proses
komunikasi yang terjalin dengan anak menjadi cenderung bermasalah. Apabila
komunikasi antara orangtua dan anak tidak berjalan lancar maka akan muncul
permasalahan-permasalahan lainnya. Terbukti dari permasalahan agresivitas
remaja yang ternyata dipengaruhi oleh komunikasi yang buruk antara orangtua
dan uremaja (Diana dan Retnowati 2009). Remaja yang tidak bisa berkomunikasi
secara terbuka dengan orangtua akan lebih rentan mengalami permasalahan
perilaku karena pada saat ini tekanan dari teman sebaya lebih kuat sehingga
mudah memberikan pengaruh negatif pada remaja.
Selain berdampak pada agresivitas remaja, tingkat tanggung jawab remaja
juga sangat erat kaitannya dengan komunikasi yang dilakukan orangtua dan anak
(Mahmud et al. 2011). Permasalahan seperti pencurian sampai dengan narkoba
yang dilakukan oleh remaja memperlihatkan bahwa masih ada remaja di Indonesia
yang belum bisa bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Akan tetapi, ada hal yang
tidak bisa dilupakan bahwa pembentukan karakter remaja merupakan hasil
interaksi yang mendorong munculnya kelekatan. Salah satu proses interaksi yang
menjadi dasar kelekatan adalah proses komunikasi. Kelekatan yang baik akan
membuat proses komunikasi yang baik pula antara orangtua dan anak (Ontai dan
Thompson 2008). Pada fase remaja, kemampuan berpikir dan kemandirian yang
semakin meningkat membuat kelekatan tidak cukup untuk menghindarkan anak
dari dampak buruk lingkungan disekitarnya. Proses mentransmisikan nilai-nilai
kebaikan ataupun aturan-aturan biasa dilakukan dengan proses komunikasi. Maka
dari itu untuk melihat faktor yang mempengaruhi karakter remaja, kelekatan dan
komunikasi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

5

Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian ini diharapkan dapat
menjawab pertanyaan, yaitu:
1) Apakah terdapat hubungan antara kelekatan remaja dengan orangtua dan
komunikasi remaja dengan orangtua terhadap karakter remaja?
2) Apakah terdapat hubungan antara komunikasi remaja dengan teman sebaya
dan kelekatan remaja dengan teman sebaya terhadap karakter remaja?
3) Adakah pengaruh kelekatan remaja dengan orangtua dan komunikasi remaja
dengan orangtua terhadap karakter remaja?
4) Adakah pengaruh komunikasi remaja dengan orangtua dan kelekatan remaja
dengan orangtua terhadap karakter remaja?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi
serta kelekatan dengan orangtua dan teman sebaya terhadap karakter remaja.
Tujuan khusus:
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penilitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, kelekatan remaja
dan orangtua, komunikasi dengan orangtua, komunikasi remaja dan teman
sebaya, kelekatan dengan teman sebaya, dan karakter remaja.
2. Menganalisis pengaruh komunikasi dan kelekatan dengan orangtua terhadap
karakter remaja
3. Menganalisis pengaruh komunikasi dan kelekatan dengan teman sebaya
terhadap karakter remaja
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi
tentang pengaruh komunikasi serta kelekatan remaja dengan orangtua serta teman
terhadap karakter remaja. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi orangtua dalam melakukan praktek pengasuhan dan
pengarahan dalam hal kekuatan karakter. Bagi pemerintah hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan untuk pembuatan modul dan penyuluhan bidang
pengasuhan. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini berguna untuk
pengembangan ilmu di bidang ilmu perkembangan remaja dan keluarga.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh berbagai hal yang ada di
sekelilingnya. Menurut pendekatan Teori Ekologi Bronfenbrenner, untuk
memahami perkembangan seorang individu maka perlu untuk mengetahui kondisi
lingkungan disekitar individu itu berkembang (Bronfenbrenner 1994).
Bronfenbrenner menyatakan bahwa lingkungan atau sistem disekeliling manusia
merupakan aspek penting dalam mendorong dan menuntun proses perkembangan
manusia. Perkembangan teori ini diawali oleh hasil-hasil penelitian tentang
interaksi proksimal antara orangtua-anak ataupun anak-anak. Adanya hasil
penelitian yang memperlihatkan tentang pengaruh interaksi ibu dan anak terhadap
perkembangan berat badan anak di usia empat tahun menunjukkan bahwa
interaksi dengan lingkungan baik langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi perkembangan manusia (Bronfenbrenner 1994). Penilaian tentang
kualitas interaksi dan kelekatan antara orangtua dan anak terhadap perkembangan
anak membuat proses proksimal tersebut menjadi suatu konsep yang dapat diukur.
Pada akhirnya. teori dan hasil penelitian tentang kelekatan anak dengan orangtua
memberikan implikasi penting pada perkembangan teori ekologi Bronfenbrenner
(Bronfenbrenner dan Morris 2006)
Sejalan dengan perkembangan teori ini, Bronfenbrenner menjabarkan empat
sistem yang dianggap berpengaruh pada proses perkembangan manusia. Sistem
tersebut terdiri dari:
1. Sistem Mikro atay Microsystem
Sistem mikro adalah lingkungan yang berhubungan langsung dengan pola
aktivitas, interaksi, dan peran sosial yang dialami seorang individu. Pada sistem
ini disebutkan adanya sebuah proses proksimal yang menghasilkan pola
perkembangan dan perilaku yang cenderung tetap dan berkelanjutan. Adanya
interaksi langsung dengan sistem ini dikatakan akan membuahkan sebuah pola
perkembangan yang khas pada diri individu. Contoh dari sistem mikro ini adalah
lingkungan keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Lingkungan ini ditandai dengan
interaksi yang terjadi secara langsung dengan individu berkembang. Menurut
Bronfenbrenner dan Morris (2006) terdapat dua hal penting yang perlu
diperhatikan pada sistem ini dalam proses pembentukan kepribadian individu.
Pertama adalah kondisi fisik dari lingkungan tempat individu berkembang dan
yang kedua adalah proses proksimal yang terjadi didalamnya.
2. Sistem Meso atau Mesosystem
Selain sistem mikro yang berinteraksi langsung dengan individu, terdapat
pengembangan lingkungan pada teori sistem ekologi manusia. Selain interaksi
yang dilakukan individu dengan sistem mikronya, interaksi antara lebih dari satu
sistem mikro dipandang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan
individu. Interaksi antara lebih dari satu sistem mikro itu disebut dengan sistem
meso atau mesosystem. Salah satu bukti bahwa interaksi antara dua sistem mikro
akan mempengaruhi perkembangan individu yaitu, temuan hasil peneltian
menunjukkan bahwa proses pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua akan

7

mempengaruhi seseorang dalam memilih lingkungan teman sebayanya. Hal
tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian seseorang.
3. Sistem Ekso atau Exosystem
Sistem ekso adalah hubungan dan proses suatu kondisi atau situasi yang
tidak melibatkan individu berkembang akan tetapi secara tidak langsung hal
kondisi tersebut dapat mempengaruhi lingkungan tempat berkembangnya
seseorang. Salah satu contohnya adalah situasi di lingkungan tempat tinggal dapat
mempengaruhi cara orangtua berinteraksi dengan anaknya. Lingkungan tempat
tinggal yang baik ataupun lingkungan pekerjaan yang baik akan mendorong
orangtua untuk berinteraksi secara positif dengan anaknya.
4. Sistem Makro atau Macrosystem
Sistem ini adalah tempat dimana sistem mikro, meso, dan ekso saling
berinteraksi. Sistem Makro diisi dengan sistem kebudayaan yang mempengaruhi
nilai serta kepercayaan orang-orang didalamnya. Secara spesifik sistem makro
memberikan dampak pada gaya hidup, sistem kepercayaan, dan cara hidup
masyarakat.
Kelekatan dengan Orangtua dan Teman Sebaya
Kelekatan merupakan hal yang tidak mudah untuk didefinisikan, namun
sering dikaitkan dengan aspek emosi. Kelekatan adalah proses kompleks yang
mengkombinasikan emosi dan pikiran tentang suatu hubungan emosional.
Kelekatan dapat berpengaruh kuat terhadap perasaan dan perilaku seseorang.
Perilaku dan perasaan tentang kelekatan akan berbeda-beda apabila seseorang
semakin bertambah dewasa. Pada masa awal setelah kelahiran, seorang anak akan
beradaptasi dengan lingkungan sosial dengan pengasuh utama. Fase tersebut
merupakan pengalaman kelekatan anak yang pertama dan berpengaruh sangat
kuat terhadap perkembangan kepribadian pada fase selanjutnya. Teori kelekatan
berfokus pada hubungan antara orangtua dan anak serta didasari oleh respon
terhadap kebutuhan dasar remaja (Mercer 2006).
Teori kelekatan menggunakan pendekatan banyak teori salah satunya yaitu
teori psikoanalisis. Menurut teori psikoanalisis, kelekatan antara ibu dan anak
dapat dijelaskan oleh drive theory dan object-relations theory. Menurut drive
theory, seperti halnya Freud menyatakan bahwa kelekatan antara ibu dan anak
didorong oleh energy fisik atau libido anak. Pada fase awal kelahiran, libido anak
berpusat pada oral sehingga kebutuhan untuk menyusui menjadi dasar munculnya
perasaan cinta anak kepada ibunya. Selanjutnya, menurut object-relations theory
kehadiran ibu sangat penting karena seorang anak terikat secara psikologis
semenjak dari awal kelahiran. Ketidakhadiran ibu menjadi hal yang berbahaya
bagi proses kelekatan seorang anak dengan ibunya.
Menurut teori kelekatan Bowlby, kelekatan merupakan pelindung dari
lingkungan yang mungkin memberikan dampak buruk bagi remaja. Kelekatan
sangat terkait dengan pengasuhan yang dilakukan oleh ibu. Pengalaman anak
dengan pengasuh utamanya akan menjadi dasar perkembangan anak sampai fase
dewasanya. Menurut Bowlby juga, perkembangan kelekatan tidak selalu linear
dengan perkembangan psikologis remaja. Hal terpenting yang mempengaruhi
kelekatan adalah interaksi antara remaja dengan lingkungannya. Kehangatan, rasa
aman, dan juga kenyamanan sangat bergantung kepada kedekatan seseorang

8

dengan seseorang yang dia cintai. Dengan kata lain, pada saat seseorang merasa
lekat maka kedekatan dengan orang lain akan membuat dirinya merasa aman dan
nyaman (Holmes 1993). Pengukuran kelekatan pada remaja diarahkan pada
persepsi remaja terhadap dimensi kognitif dan afektif kelekatan mereka dengan
orangtua. Pengukuran kelekatan menggunakan pendekatan teori attachment yang
diukur ke dalam tiga dimensi yaitu tingkat kepercayaan antara orangtua dan
remaja, kualitas komunikasi, serta pengungkapan kemarahan (Greenberg 2009).
Selain itu, kelekatan remaja dengan orangtuanya dapat diukur dari kehadiran dan
responsivitas pengasuh yang dirasakan oleh seorang remaja (McConnel 2008)
Kelekatan dengan teman sebaya merupakan persepsi, perasaan dan pikiran
seseorang tentang hubungan remaja dengan teman sebayanya. Masa remaja
dikenal sebagai masa pencarian identitas sehingga mereka secara aktif
bereksplorasi dan membina hubungan dengan teman sebayanya. Kelekatan
merupakan modal bagi remaja untuk dapat mencari identitas diri tanpa
terpengaruh oleh tekanan buruk dari teman sebaya. Kelekatan biasa dikaitkan
dengan hubungan remaja-orangtua serta remaja-teman sebaya. Pada penelitian
tentang kelekatan dengan teman sebaya, ditemukan hubungan yang unik antara
kelekatan serta identitas relasional remaja. Tidak hanya itu, kelekatan dengan
teman ditemukan berhubungan positif signifikan dengan self-esteem, optimis,
kemampuan intelektual, serta berhubungan negatif dengan stress akademik. Selain
itu, ditemukan bahwa perempuan memiliki kelekatan dengan teman sebaya
dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Kelekatan merupakan
komponen penting dalam hal pola peyesuaian. Pada saat remaja, rasa aman yang
dimiliki seseorang terhadap lingkungan teman sebaya dapat melindungi dari
perilaku-perilaku menyimpang (Fass dan Tubman 2002)
Komunikasi dengan Orangtua dan Teman Sebaya
Keberlangsungan sebuah keluarga tidak terlepas dari apa yang terjadi dalam
keluarga itu sendiri. Komunikasi merupakan salah satu aspek yang dianggap
penting untuk menjaga keberlangsungan sebuah keluarga. Komunikasi adalah
sebuah proses untuk saling berbagi pikiran, pendapat, dan perasaan yang sangat
penting untuk dilakukan di dalam keluarga. Dengan adanya komunikasi yang baik
di dalam keluarga maka akan memunculkan rasa diperhatikan dan juga
didengarkan. Komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang penting sehingga
antar anggota keluarga saling menghargai pikiran dan keinginan masing-masing.
Selain itu komunikasi merupakan sebuah proses yang terus berjalan dan
memerlukan kerjasama untuk membuat keterbukaan antar generasi dalam sebuah
keluarga. Komunikasi menjadi kunci hubungan yang harmonis antara orangtua
dan remaja.
Komunikasi merupakan satu dari tiga dimensi utama dalam Circumplex
Model of Marital and Family System. Menurut Barnes dan Olson (1985),
kepuasan hubungan keluarga bergantung pada tingkat kohesi dan kemampuan
adaptasi sebuah keluarga. Kohesi merupakan tingkat kedekatan emosi antara
anggota keluarga. Adaptasi dijelaskan sebagai kemampuan anggota keluarga
untuk merespon situasi yang penuh tekanan baik stres situasional maupun stress
karena perubahan tahapan keluarga. Komunikasi dikatakan sebagai sebuah

9

mekanisme di dalam sebuah keluarga untuk saling berbagi perasaan, kebutuhan,
dan perubahan. Maka dari itu dalam model circumplex, komunikasi dikatakan
sebagai fasilitator bagi keluarga untuk menghadapi perubahan-perubahan.
Komunikasi yang positif dan efektif akan memudahkan keluarga untuk
beradaptasi dan menjaga kelekatan antar anggota keluarga. Keluarga yang tingkat
adaptasi dan kohesivitasnya seimbang dikatakan memiliki komunikasi yang baik
antara orangtua dengan anaknya.
Perkembangan seorang remaja tidak lepas dari proses interaksi yang terjadi
antara dirinya dan lingkungan disekelilingnya. Menurut Davidson dan Cardemil
(2009), hubungan antara remaja dan orangtua dibangun berdasarkan dua aspek
penting yaitu komunikasi antara remaja dan orangtua serta keterlibatan orangtua.
Komunikasi yang baik juga terbukti berhubungan dengan kesejahteraan serta
perkembangan diri remaja. Pada remaja, proses komunikasi di dalam keluarga
merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Perubahan yang terjadi pada diri
seorang remaja membuat fase ini menjadi fase yang sulit. Proses komunikasi
yang hangat dan penuh cinta sangat diperlukan untuk mengawal perkembangan
seorang remaja. Selain itu, perkembangan moral reasoning seorang remaja sangat
terkait dengan diskusi yang dilakukan orangtua dan remaja. Tidak hanya
komunikasi dengan orangtua, perkembangan moral seorang remaja juga dikaitkan
dengan interaksinya dengan teman sebaya (Louis dan Emerson 2011; Barnes dan
Olson 1985).
Keluarga yang memfasilitasi remaja untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi yang baik terbukti berhubungan positif dengan perkembangan
moralnya. Selain itu, komunikasi juga dijadikan dasar terbentuknya kelekatan
antara remaja dengan orangtua maupun dengan teman sebaya. Interaksi yang
konsisten antara orangtua dan remaja terbukti membantu untuk membangun
kelekatan dengan remaja (Bowlby 2008). Begitu pula dengan proses komunikasi
remaja dengan teman sebayanya. Proses komunikasi yang terjadi pada masa
remaja sangat penting untuk membangun kelekatan yang baik sehingga
perkembangan individu pada fase ini juga baik. Teori kelekatan juga menjelaskan
bahwa dasar utama terbentuknya kelekatan adalah komunikasi yang dilakukan
antara orangtua dan remaja. Orangtua yang responsive dan dapat memenuhi
kebutuhan remaja sejak kecil akan menghasilkan kelekatan yang baik serta rasa
aman. Rasa aman untuk dapat berkomunikasi dengan baik akan berdampak pada
interaksinya dengan lingkungan di luar keluarganya (Bowlby 1988).
Remaja yang tidak dapat berkomunikasi secara baik dengan keluarganya
ditemukan memiliki kesulitan selama masa perkembangannya. Selain itu, proses
komunikasi sangat penting untuk mengembangkan pola berpikir, pengetahuan
serta perilaku mereka terhadap lingkungan di sekelilingnya (Moitra dan
Mukherjee 2009). Pola komunikasi antara orangtua dan remaja menjadi model
pembelajaran bagi seorang remaja untuk berkomunikasi dengan orang lain. Selain
itu, konsep diri seorang remaja terbentuk karena pola komunikasi yang baik antara
orangtua dan remaja (Yahaya 2000). Komunikasi dua arah yang terjadi antara
remaja dan orangtua juga terbukti membantu perkembangan mental remaja yang
sehat (Bowlby 1988).

10

Faktor yang Mempengaruhi Karakter
Karakter merupakan konsep multidimensional yang berkaitan dengan
berbagai ciri psikologis seorang individu. Menurut teori pembelajaran sosial,
karakter merupakan hasil dari kostruksi sosial. Akan tetapi, menurut pandangan
psikologi kepribadian setiap individu memiliki perbedaan yang relatif stabil dan
juga umum. Karakter juga terbentuk dari kemampuan seseorang untuk berubah
dan beradaptasi. Maka dari itu, karakter dikatakan sebagai sesuatu yang plural
sehingga seringkali dijelaskan oleh dua aspek yaitu kekuatan dan virtues. Apabila
seseorang dihadapkan pada situasi tertentu maka akan mendorong mereka untuk
mengembangkan atau menunjukkan kekuatan yang ia miliki (Peterson dan
Seligman 2004). Karakter sendiri merupakan fokus utama dalam proses
perkembangan positif remaja karena dianggap memberikan dampak positif dalam
setiap aspek kehidupan (Park 2009).
Menurut pendekatan teori karakter, setiap tahapan perkembangan
seseorang maka moral dan karakternya pun juga ikut berkembang. Menurut
Santrock (2008), perkembangan moral seseorang berfokus kepada aturan dan cara
seseorang berinteraksi yang dapat dilihat dari tiga domain yatu kognitif, perilaku,
dan emosi. Perkembangan moral seseorang sangat bergantung kepada kemampuan
berpikirnya. Maka dari itu, setiap fase perkembangan individu berbeda pula
perkembangan karakternya. Pada saat remaja, menurut teori Piaget seorang remaja
sudah berada pada tahap autonomous morality. Pada fase ini seorang remaja sudah
dapat memahami bahwa aturan dibuat oleh seseorang untuk menilai perilaku
orang lain. Seseorang yang berada pada fase ini mengetahui bahwa setiap tindakan
yang ia lakukan pasti ada konsekuensinya dan semua tindakan dilakukan atas
dasar kesadaran akan konsekuensi tersebut.
Berbeda lagi dengan tahapan perkembangan moral Kohlberg yang
mengelompokan perkembangan karakter berdasarkan jawaban seseorang
mengenai dilemma moral yang diberikan. Seorang remaja seharusnya sudah
sampai kepada tahap conventional ethics. Pada tahapan ini seseorang melakukan
keputusan moral berdasarkan aturan yang berlaku dengan tujuan agar dapat
menjaga dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Tahapan ini tercapai karena
seorang remaja sudah tidak lagi egosentris dan mulai memandang isu moral dari
perspektif orang lain. Untuk mencapai tahapan ini perlu kesadaran yang tinggi
akan nilai moral. Kesadaran yang tinggi tersebut perlu dikembangkan oleh
lingkungan dalam hal ini keluarga.
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan perubahan hampir pada
setiap aspek perkembangan dalam diri seseorang. Masa ini ditandai dengan
peningkatan kemandiran seseorang menjadi individu yang lebih autonomy
(Keijsers et al. 2010). Pada masa ini remaja melalui tahapan perkembangan
kepribadian dan karakter. Kemampuan berpikir remaja sudah sampai pada tahapan
formal operational sehingga level moral seseorang diharapkan semakin
meningkat. Kematangan moral sangat berkaitan dengan kekuatan karakter yang
dimiliki oleh remaja. Remaja sangat perlu memiliki karakter yang baik. Hal ini
dikarenakan menurut Heraclitus, seorang filsuf Yunani karakter adalah takdir.
Karakter yang baik akan membentuk takdir yang baik dalam lembaga
kemasyarakatan (Lickona 2004). Seorang remaja dengan karakter yang baik
tentunya akan membawa pengaruh baik pada lingkungannya. Hal tersebut dapat

11

dijelaskan dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa remaja yang memiliki
kekuatan karakter yang baik berhubungan dengan tingginya kepuasan hidup
remaja serta rendahnya permasalahan perilaku yang dialami remaja (Shoshani dan
Slone 2012).
Kekuatan Karakter didefinisikan sebagai ciri positif seseorang yang
dapat diukur dan terlihat dari pengetahuan, perasaan, dan perilakunya (Park,
Peterson, dan Seligman 2004). Kekuatan karakter diklasifikasikan kedalam
beberapa dimensi spesifik tentang proses psikologis yang mengandung nilai moral
yang baik (Soshani dan Slone 2012). Kekuatan karakter tercermin dari
kepribadian serta perilaku yang terlihat pada kegiatan sehari-hari. Kekuatan
karakter terdiri dari enam klasifikasi yaitu wisdom and knowledge, courage,
humanity, justice, temperance, dan transcendence. Setiap klasifikasi dalam
kekuatan karakter memiliki indikator berupa dimensi perilaku-perilaku yang
seharusnya dimiliki oleh setiap individu. Jumlah dimensi yang ada pada kekuatan
karakter sebanyak 24 yang terbagi kedalam enam klasifikasi di atas (Peterson dan
Seligman 2004).
Menurut Lickona, untuk membangun karakter yang baik pada remaja
diperlukan tiga hal yaitu mengetahui yang benar, memperhatikan mana yang
benar, kemudian melakukan yang benar. Seperti yang diketahui tiga hal tersebut
menjadi dasar pendidikan karakter yaitu knowing the good, feeling the good, dan
acting the good. Ketiga hal itu menjadi dasar perkembangan karakter yang baik
bagi seorang individu. Lickona (1998) menyatakan ada syarat yang harus dipenuhi
orangtua dalam mengembangkan karakter seorang remaja. Pengasuhan yang
efektif adalah kata kuncinya. Pengasuhan yang efektif dapat terjadi apabila
orangtua menyiapkan lingkungan yang penuh cinta dan rasa aman. Pengasuhan
yang penuh kehangatan, rasa aman, serta reponsif terbukti berhubungan positif
dengan perkembangan moral seseorang. Modal rasa aman dan lingkungan yang
penuh cinta tersebutlah yang dapat membentuk karakter remaja menjadi baik,
namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada pengaruh dari lingkungan luar terhadap
perkembangan karakter seorang remaja. Hasil penelitian Dewanggi (2014),
menemukan bahwa kelekatan ibu dan kualitas pengasuhan memiliki pengaruh
positif terhadap karakter anak usia dini baik di desa maupun di kota. Selain itu,
penelitian Hastuti (2009) menemukan bahwa pada anak usia pra sekolah,
pengasuhan dan proses pembelajaran di sekolah mempengaruhi perkembangan
moral dan karakter anak.

KERANGKA PEMIKIRAN
Remaja merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dan dipengaruhi
oleh sistem tersebut. Berdasarkan perspektif ekologi, keluarga sebagai sistem
yang berinteraksi secara langsung dengan remaja memiliki pengaruhnya terhadap
pembentukan karakter remaja. Akan tetapi interaksi antara remaja dan keluarga
akan dipengaruhi oleh karakteristik remaja itu sendiri. Komunikasi yang
dilakukan oleh orangtua dengan remaja akan dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin anak. Selain itu kelekatan orangtua-remaja akan memiliki efek yang
berbeda apabila terdapat perbedaan karakteristik internal remaja (jenis kelamin
dan usia) serta konteks keluarga misalnya kondisi sosioekonomi serta struktur

12

keluarga. Jenis kelamin remaja juga akan menentukan bagaimana proses
komunikasi dan kelekatan mereka dengan teman sebayanya. Remaja perempuan
memiliki kelekatan yang lebih dalam dengan teman sebaya dibandingan remaja
laki-laki.
Komunikasi remaja dengan orangtua tidak terlepas dengan bagaimana
kelekatan yang dimiliki keduanya. Komunikasi yang baik akan terjadi bila antara
remaja dan orangtua memiliki hubungan yang aman dan lekat. Pada kelekatan
yang baik antara orangtua dan remaja pastinya ada proses komunikasi yang
berjalan baik. Hubungan antara orangtua dan remaja dalam hal ini komunikasi
akan memfasilitasi hubungan yang sehat didalam keluarga dan perkembangan
individu remaja yang sehat. Akan tetapi, apabila komunikasi antara remaja dan
orangtua bermasalah maka komunikasi remaja akan lebih banyak dilakukan
dengan teman sebaya. Komunikasi yang berjalan baik antara remaja dengan teman
sebayanya akan mempengaruhi kelekatan serta perilaku dan karakter seorang
anak.
Karakter seorang remaja sangat bergantung oleh karakteristik remaja serta
lingkungan di sekitarnya. Jenis kelamin remaja diketahui memiliki hubungan
dengan kualitas karakternya. Selain itu, kondisi sosial ekonomi keluarga juga akan
mempengaruhi karakter seseorang. Kualitas dari kelekatan yang dimiliki seorang
remaja baik dengan teman sebaya dan orangtua menjadi faktor yang menjaga
remaja dari permasalahan selama masa transisi. Kelekatan remaja dengan
orangtua sendiri pada masa ini terbukti berdampak pada moral dan karakter
remaja. Kelekatan remaja dengan teman sebaya berdampak pada perilaku remaja.
Pengaruh orangtua dalam menciptakan pengasuhan yang aman akan berdampak
pada perkembangan individu yang stabil. Selain itu, kelekatan dengan orangtua
dan teman sebaya juga merupakan faktor yang saling terkait untuk penyesuaian
dan perkembangan karakter remaja.

13

Kelekatan dengan
Orangtua
Karakteristik
Keluarga:
 Usia orangtua
 Pendidikan
orangtua
 Pendapatan
per
Kapita/bulan

Karakteristik
Remaja:
 Usia
 Jenis
Kelamin

Komunikasi dengan
Orangtua:
 Kebebasan Komunikasi
 Permasalahan
Komunikasi

Komunikasi dengan
Teman Sebaya:
 Kebebasan Komunikasi
 Permasalahan
Komunikasi

Karakter
Remaja:
 Moral
knowing
 Moral
feeling
 Moral
action

Kelekatan dengan
Teman Sebaya

Lingkungan
Sekolah

= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh komunikasi serta kelekatan remaja
dengan orangtua dan teman sebaya terhadap karakter remaja

14

METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hibah kompetensi yang
berjudul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis
Family and School Partnership”, yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti M.Sc dan
anggotanya yaitu Alfiasari SP, M.Si. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Desa Ciasihan dan Desa
Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang dipilih secara purposive
sebagai salah satu dari lima terbesar daerah yang merepresentasikan usaha
pertanian terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilaksanakan pada
bulan April 2015-Mei 2015
Teknik Penarikan Contoh
Populasi penelitian ini adalah siswa yang memiliki orangtua lengkap dari
sekolah yang terpilih di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor. Jumlah SMK yang ada di lokasi penelitian masing-masing
sebanyak satu sekolah. Jumlah populasi dari penelitian ini sebanyak 287 siswa.
Contoh dari penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMK dari sekolah yang
terpilih sebagai lokasi penelitian. Penarikan contoh dilakukan dengan cara
proportional random sampling. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian
ini berjumlah 135 siswa untuk memperkecil terjadinya kesalahan saat penarikan
responden. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sudah memenuhi
persyaratan jumlah minimal responden berdasarkan rumus Slovin, yaitu:
=


+�