Keanekaragaman Dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) Di Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG
CERAMBYCID (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE) DI
CAGAR ALAM PANGANDARAN, JAWA BARAT
SEPTIANI DEWI ARISKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam
Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Septiani Dewi Ariska
NIM G352124041
RINGKASAN
SEPTIANI DEWI ARISKA. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang
Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran, Jawa
Barat. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO ANGGRAITONINGSIH
NOERDJITO.
Kawasan cagar alam Pangandaran merupakan hutan hujan dengan luas 497
Ha. Kawasan hutan ini sangat unik karena berbentuk semenanjung dengan
dikelilingi pantai di bagian barat dan timur, sedikit terpisah dari daratan utama
Kabupaten Pangandaran. Karena letaknya yang unik, kawasan cagar alam
Pangandaran memiliki kekhasan flora dan fauna dataran rendah dengan pengaruh
faktor lingkungan pantai yang cukup besar.
Famili Cerambycidae merupakan famili keenam terbesar dalam ordo
Coleoptera. Kumbang cerambycid mudah dikenal karena memiliki antena yang
panjangnya dapat mencapai lebih dari separuh tubuhnya. Kumbang cerambycid
mempunyai bentuk mata yang menakik (notched), yakni seolah-olah mata
mengelilingi pangkal antena. Sebagian besar larva cerambycid hidup sebagai
pengebor kayu, terutama pada kayu mati, kayu yang sedang melapuk, dan
beberapa pada kayu kering. Sebagian kecil larva cerambycid hidup pada cabang
dan ranting tumbuhan yang sehat.
Keanekaragaman spesies kumbang cerambycid di suatu kawasan berkaitan
dengan heterogenitas vegetasi, terutama tumbuhan berkayu. Beberapa spesies
kumbang cerambycid hanya ditemukan di kawasan hutan primer atau hutan
sekunder, sedangkan beberapa spesies lainnya ditemukan di hutan yang telah
terdegradasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis keanekaragaman dan
kelimpahan kumbang cerambycid di cagar alam Pangandaran dan mengetahui
efektivitas penggunaan perangkap Artocarpus dan Ficus dalam koleksi kumbang
cerambycid.
Pengambilan sampel kumbang cerambycid dilakukan di 4 lokasi, yang
meliputi 2 lokasi di taman wisata alam dan 2 lokasi di cagar alam. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan perangkap cabang Artocarpus dan Ficus.
Di setiap lokasi, dipasang 10 perangkap Artocarpus dan 10 perangkap Ficus.
Pemasangan perangkap dilakukan secara sistematik yang dipasang berselangseling antara perangkap Artocarpus dan Ficus dengan jarak antar perangkap
sekitar 50 m. Koleksi sampel dilakukan setiap 3 hari sekali, yaitu pada hari ke 3,
ke 6, ke 9, dan ke 12 setelah pemasangan perangkap. Spesimen kumbang yang
terkoleksi kemudian diidentifikasi dan dianalisis dengan menghitung indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan, indeks dominansi, dan
indeks kesamaan Bray-Curtis.
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari kawasan cagar alam
Pangandaran termasuk dalam subfamili Lamiinae, yang terdiri atas 12 genus dan
20 spesies. Kumbang Lamiinae memiliki posisi muka tegak lurus, tubuh
memanjang, bersisi sejajar, silindris, dan bentuk pronotum sedikit menyempit dari
dasar elytra. Kelimpahan cerambycid tertinggi terdapat di lokasi cagar alam I
yang merupakan kawasan terbuka. Spesies yang memiliki kelimpahan tinggi di
lokasi ini, diantaranya Atimura bacillina, Sybra alternans, S. binotata,
Pterolophia uniformis, dan P. melanura. Kelimpahan spesies cerambycid di suatu
kawasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi habitat,
ketersediaan tumbuhan berkayu, musuh alami, dan faktor lingkungan.
Keanekaragaman spesies cerambycid tertinggi terdapat di lokasi taman
wisata alam I. Hal ini diduga karena lokasi ini didominasi oleh vegetasi pohon
besar, tutupan tajuk rapat, dan terdapat banyak pohon tumbang yang melapuk.
Batang kayu dan ranting lapuk merupakan habitat bagi larva cerambycid,
sehingga kondisi ini sangat mendukung kehadiran kumbang cerambycid. Spesies
yang dominan di lokasi taman wisata alam I, diantaranya Acalolepta rusticatrix,
Gnoma confusa, S. binotata, Nyctimenius javanus, dan Pothyne vittata. Spesies
yang dominan di semua lokasi pengamatan ialah S. binotata, N. javanus, dan P.
melanura. Spesies cerambycid yang terkoleksi di cagar alam Pangandaran
termasuk dalam cerambycid yang umum ditemukan di Jawa. Tujuh spesies
cerambycid yang ditemukan, yaitu Myagrus javanicus, Cacia curta, S.
obliquefasciata, S. fuscotriangularis, P. triangularis, N. javanus, dan Exocentrus
artocarpi merupakan cerambycid yang hanya terdistribusi di Jawa.
Keanekaragaman dan kelimpahan kumbang cerambycid pada perangkap
dipengaruhi oleh tahap kelayuan. Kumbang cerambycid lebih banyak terkoleksi
dengan perangkap cabang Artocarpus dibandingkan perangkap cabang Ficus. Hal
ini dapat disebabkan karena kondisi daun pada perangkap cabang Ficus lebih
cepat layu dan rontok dibandingkan daun cabang Artocarpus. Kondisi tersebut
berpengaruh terhadap jumlah individu dan spesies yang datang pada perangkap.
Kata kunci: Cerambycidae, keanekaragaman, kelimpahan, perangkap Artocarpus,
struktur komunitas
SUMMARY
SEPTIANI DEWI ARISKA. Diversity and Abundance of Cerambycid
Beetles (Coleoptera: Cerambycidae) in Pangandaran Nature Reserve, West Java.
Supervised by TRI ATMOWIDI and WORO ANGGRAITONINGSIH
NOERDJITO.
Pangandaran nature reserve is rain forest with an area about 497 hectares.
This forest is very unique, a peninsula surrounded by coasts in west and east. As a
unique natural reserve areas, Pangandaran has specific lowland flora and fauna
that was influenced by beach environment.
Cerambycidae is the sixth-largest family in order Coleoptera. Cerambycid
beetles were easily recognized by its antennae were longer than body length.
Cerambycid beetle has notched eye, the eyes surround the base of the antennae.
Adult female beetles lay eggs under bark of branch. Most of cerambycid larvae
are known as wood boring, mainly on dead wood, decaying wood, and some on
dry wood. Only a few of them live on the branches and twigs of healthy plants.
The diversity of cerambycid beetles related to the heterogeneity of
vegetation, particularly woody plants. Several species of cerambycids are only
found in primary or secondary forest, while the others can be found in degraded
forests. This study aimed to analyze the diversity and abundance of cerambycid
beetles in Pangandaran nature reserve and to study effectiveness of Artocarpus
and Ficus branch traps to collect cerambycid beetles.
Trapping of cerambycid beetles was conducted in four locations, i.e. two
locations in the natural park and two others in nature reserve area. Cerambycid
beetles were trapped by using Artocarpus and Ficus branch traps. We set up 10
Artocarpus and 10 Ficus traps in each location. Traps were set up systematically.
Collection of cerambycid beetles were conducted in 3rd, 6th, 9th, and 12th days after
traps set up. Data of cerambycid were analysed using Shannon-Wiener diversity
index, evenness index, dominance index, and Bray-Curtis similarity index.
Cerambycid beetles collected from Pangandaran nature reserve area
belong to subfamily Lamiinae, consist of 12 genera and 20 species. Lamiinae is
characterized by has a flat face, body elongated, cylindrical, and pronotum
slightly narrowed from the base of elytra. The highest abundance of cerambycid
was found in open area (nature reserve I). This location was dominated by
Atimura bacillina, Sybra alternans, S. binotata, Pterolophia uniformis, and P.
melanura. Higher abundance of cerambycid species in a region can be affected by
several factors, including habitat conditions, availability of woody plants, natural
enemies, and environmental factors.
The highest diversity of cerambycid found in natural park I. This location
is dominated by a large tree vegetation, dense canopy cover, and many decayed
fallen trees that supported cerambycid beetles. Dominant species found in natural
park I were Acalolepta rusticatrix, Gnoma confusa, S. binotata, Nyctimenius
javanus, and Pothyne vittata. Dominant species found in all locations were S.
binotata, N. javanus, and P. melanura.
All species cerambycid collected in Pangandaran nature reserve were
common cerambycid found in Java. Seven species found in this study, i.e.
Myagrus javanicus, Cacia curta, S. obliquefasciata, S. fuscotriangularis, P.
triangularis, N. javanus, and Exocentrus artocarpi only distributed in Java.
Diversity and abundance of cerambycid beetles collected in the traps were
affected by the condition of leaves. The number individual and species of
cerambycid beetles collected by Artocarpus trap was higher than Ficus trap.
Condition of the leaves of Ficus were faster wilt than Artocarpus leaves. These
conditions affected the number of individuals and species of cerambycid trapped.
Keywords: abundance, Artocarpus trap, Cerambycidae, diversity, structure
community
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG
CERAMBYCID (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE) DI
CAGAR ALAM PANGANDARAN, JAWA BARAT
SEPTIANI DEWI ARISKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Rika Raffiudin, MSi
Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
(Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran, Jawa
Barat
Nama
: Septiani Dewi Ariska
NIM
: G352124041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Drs Tri Atmowidi, MSi
Ketua
Prof Dr Woro A. Noerdjito
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biosains Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir R. R. Dyah Perwitasari, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah
keanekaragaman hayati, dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan
Kumbang Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran,
Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi dan Prof. Woro
Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing. Di samping itu, ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Yana selaku Ketua BKSDA
Pangandaran yang telah memberikan izin penelitian, Bapak Sarino (staf
Laboratorium Entomolgi, LIPI) yang telah membantu identifikasi sampel
kumbang cerambycid. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
dan adik yang telah membantu baik secara moril maupun materil. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman BSH 2012 dan 2013, temanteman kosan Harmony 2 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Septiani Dewi Ariska
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Koleksi Kumbang Cerambycid
Preservasi Kumbang Cerambycid
Identifikasi Kumbang Cerambycid
Pengukuran Faktor Lingkungan
Analisis Data
4
4
6
7
8
9
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Kawasan Cagar Alam Pangandaran
Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
Pembahasan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Keanekaragaman Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
11
11
11
11
16
17
17
18
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
21
21
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Titik koordinat dan ketinggian lokasi pengambilan sampel kumbang
cerambycid di cagar alam Pangandaran
2 Parameter lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran
3 Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di empat lokasi dengan
menggunakan perangkap Artocarpus dan perangkap Ficus
4 Indeks keanekaragaman (H'), kemerataan (E), dan dominansi (D)
kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran
5 Matriks kesamaan komunitas kumbang cerambycid antar lokasi di
kawasan cagar alam Pangandaran
5
11
12
15
15
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian di kawasan taman wisata alam dan cagar alam
Pangandaran: Taman Wisata Alam I (I), Taman Wisata Alam II (II),
Cagar Alam I (III), Cagar Alam II (IV)
2 Lokasi pengambilan sampel kumbang cerambycid: Taman Wisata
Alam I (a), Taman Wisata Alam II (b), Cagar Alam I (c), dan Cagar
Alam II (d)
3 Skema pemasangan perangkap di setiap lokasi pengambilan sampel di
cagar alam Pangandaran. AT=Artocarpus trap, FT=Ficus trap
4 Koleksi kumbang cerambycid: perangkap Artocarpus (a), perangkap
Ficus (b), koleksi kumbang dengan metode beating (c), spesimen
kumbang dalam botol sampel (d)
5 Karakter subordo kumbang: Adephaga (a), Polyphaga (b).
ks3=metakoksa; s1-2=sklerit 1-2
6 Morfologi Cerambycidae yang digunakan untuk identifikasi: sisi dorsal
(a), sisi ventral (b). ma=mata, pa=pangkal antena, lt=lateral tubercle,
prn=pronotum, ant=antena, el=elytra, esu=elytra sutura, eap=elytra
apeks, sku=skutelum, fm=femur, tb=tibia, tr=tarsus, tor=toraks,
kp=kepala,
ab=abdomen,
md=mandibula,
ks1=prokoksa,
ks2=mesokoksa, ks3=metakoksa, s1-5=sklerit 1-5
7 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. rusticatrix (a), E. luscus (b), M. javanicus (c), C.
javanus (d) (tribe Monochamini), C. curta (e), C. herbaceae (f) (tribe
Mesosini), G. confusa (g) (tribe Gnomini), N. javanus (h) (tribe
Nyctimeniini), E. artocarpi (i) (tribe Acanthocinini), P. vittata (j) (tribe
Agapanthiini)
8 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. bacillina (a), S. alternans (b), S. fuscotriangularis (c),
S. lateralis (d), S. binotata (e), S. obliquefasciata (f) (tribe
Apomecynini), P. uniformis (g), P. triangularis (h), P. melanura (i), P.
secuta (j) (tribe Pteropliini)
9 Dendogram kesamaan komunitas kumbang cerambycid berdasarkan
indeks kesamaan Bray-Curtis
5
6
7
7
8
9
13
14
15
10 Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA) antara faktor
lingkungan dengan spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di
cagar alam Pangandaran
11 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
perangkap Ficus (FT): jumlah individu (a), jumlah spesies kumulatif (b)
12 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
Ficus (FT) di setiap lokasi: jumlah individu (a), dan jumlah spesies (b)
16
17
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kunci Identifikasi untuk Subfamili Cerambycidae
2 Deskripsi Morfologi Spesies Cerambycidae
25
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar alam Pangandaran merupakan kawasan konservasi yang berada di
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Secara geografis cagar alam Pangandaran
terletak pada 108° 40' BT dan 7° 43' LS. Kawasan ini memiliki topografi landai
dan berbukit dengan ketinggian 0-75 m dpl. Pada awalnya kawasan hutan
Pangandaran berstatus sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan GB No. 19 Stbl.
669 tanggal 7 Desember 1934 dengan luas 497 Ha. Pada tahun 1961, di kawasan
ini ditemukan bunga Rafflesia padma, sehingga kemudian statusnya diubah
menjadi kawasan Cagar Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
No.34/KMP/1961. Pada tahun 1978, sebagian wilayah cagar alam seluas 37.7 Ha
yang berbatasan dengan pemukiman statusnya diubah menjadi taman wisata alam
karena dinilai memiliki potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata
alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.170/Kpts/Um/3/1978
(Disparbud Jabar 2013).
Cagar alam Pangandaran merupakan salah satu kawasan hutan hujan yang
sangat unik, karena berbentuk semenanjung dengan dikelilingi pantai di bagian
barat dan timur. Kawasan hutan ini menjorok ke arah laut, sedikit terpisah dari
daratan utama Kabupaten Pangandaran. Karena letaknya yang unik, kawasan
cagar alam Pangandaran memiliki kekhasan flora dan fauna dataran rendah
dengan pengaruh faktor lingkungan pantai yang cukup besar.
Salah satu bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya ialah serangga. Serangga memiliki beberapa nilai penting,
diantaranya nilai ekologi, endemisme, konservasi, pendidikan, budaya, estetika,
dan ekonomi (Little 1957). Coleoptera merupakan ordo yang memiliki
keanekaragaman tinggi, yaitu sekitar 40% dari total serangga, dan diperkirakan
10% diantaranya terdapat di Indonesia. Kumbang memiliki dua pasang sayap,
dengan pasangan sayap depan yang keras (elytra) yang menutupi sayap belakang
yang berbentuk seperti membran (Borror et al. 1989). Kumbang dapat berperan
sebagai herbivor, predator, fungivor, sumber makanan bagi organisme lain, serta
berperan penting dalam siklus hara (Packham et al. 1992; Grove 2002).
Cerambycidae merupakan famili keenam terbesar dalam ordo Coleoptera
(White 1983). Famili Cerambycidae terdiri atas delapan subfamili, yakni
Parandrinae, Prioninae, Lepturinae, Spondylidinae, Necydalinae, Dorcasominae,
Cerambycinae, dan Lamiinae (Heffern 2013). Cerambycidae merupakan
kelompok kumbang yang mudah dikenal karena memiliki antena panjang, yang
dapat mencapai lebih dari separuh panjang tubuhnya. Panjang antena pada
kumbang betina dewasa dapat mencapai sepanjang tubuhnya, sedangkan pada
kumbang jantan dewasa dapat mencapai dua kali atau lebih dari panjang tubuhnya
(Noerdjito et al. 2003). Bentuk mata umumnya menakik (notched), yaitu mata
mengelilingi pangkal antena. Bentuk tubuh biasanya memanjang, bersisi sejajar
dengan panjang 3-73 mm. Formula tarsi terlihat 4-4-4, namun sebenarnya 5-5-5,
karena ruas ke 4 sangat kecil dan tersembunyi (Borror et al. 1989).
Larva kumbang cerambycid hidup sebagai pengebor tumbuhan berkayu
(Makihara 1999). Kumbang betina dewasa meletakkan telur di bawah kulit kayu
2
atau pada celah pohon yang baru ditebang. Setelah telur menetas, larva
cerambycid akan mengebor masuk ke dalam kayu (Noerdjito 2011). Sebagian
besar larva cerambycid diketahui hidup sebagai pengebor kayu, terutama pada
kayu mati, kayu yang sedang melapuk, dan beberapa pada kayu kering. Sebagian
kecil larva cerambycid hidup pada cabang dan ranting tumbuhan yang sehat
(Kalshoven 1981). Beberapa spesies larva cerambycid hidup sebagai pengebor
pohon bambu dan berbagai tanaman rumput (Noerdjito et al. 2005). Fase dewasa
kumbang ini hidup sebagai pemakan nektar, pucuk daun, dan kulit kayu
(Noerdjito 2011).
La Mantia et al. (2010) melaporkan bahwa keanekaragaman spesies
kumbang cerambycid yang ditemukan di suatu kawasan berkaitan dengan
heterogenitas vegetasinya. Beberapa spesies kumbang cerambycid hanya
ditemukan di kawasan hutan, dan beberapa spesies lainnya ditemukan di kawasan
terbuka atau hutan terganggu (hutan tebangan, perubahan hutan menjadi
agroforestri, hutan bekas kebakaran), sehingga struktur komunitas kumbang
cerambycid di suatu kawasan adalah khas. Struktur kumbang cerambycid dapat
digunakan sebagai bioindikator suatu kawasan hutan (Noerdjito et al. 2004).
Di Asia, sekitar 35.000 spesies kumbang cerambycid telah teridentifikasi
dan sekitar 800 spesies dilaporkan dari hutan dataran rendah di Kalimantan Timur
(Makihara 1999). Keanekaragaman kumbang cerambycid telah dilaporkan di
beberapa kawasan di Jawa diantaranya 150 spesies di Taman Nasional Gunung
Halimun (Makihara & Noerdjito 2002), 38 spesies di Taman Nasional Gunung
Ciremai (Noerdjito 2008), 13 spesies di Kebun Raya Bogor (Noerdjito 2010), dan
38 spesies di Gunung Salak (Noerdjito 2012). Selain itu, keanekaragaman
kumbang cerambycid juga dilaporkan di Sumatera, yaitu 72 spesies di Jambi
(Fahri 2013). Koleksi kumbang cerambycid yang tersimpan di Museum
Zoologicum Bogoriense (MZB), Pusat Penelitian Biologi, LIPI sekitar 1200
spesies yang terkoleksi dari berbagai wilayah di Indonesia (Makihara & Noerdjito
2004).
Penelitian mengenai kumbang cerambycid di kawasan cagar alam
Pangandaran belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai kumbang cerambycid sebagai data awal untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman dan kelimpahannya.
Perumusan Masalah
Kawasan cagar alam Pangandaran merupakan kawasan hutan alam yang
berbentuk semenanjung. Kawasan ini memiliki keanekaragaman vegetasi hutan
dataran rendah yang banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan pantai dengan
kecepatan angin yang tinggi. Keanekaragaman kumbang cerambycid sangat
berkaitan dengan heterogenitas vegetasi, maka di kawasan cagar alam
Pangandaran kemungkinan ditemukan kumbang cerambycid yang khas, yang
mungkin belum pernah dilaporkan dari beberapa kawasan di Jawa lainnya.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalis tingkat keanekaragaman
dan kelimpahan kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran; (2)
mengukur efektivitas penggunaan perangkap cabang Artocarpus dan perangkap
cabang Ficus untuk koleksi kumbang cerambycid.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang cerambycid yang dapat
digunakan dalam upaya konservasi serangga. Data mengenai struktur komunitas
kumbang cerambycid dapat digunakan untuk menilai tingkat degradasi hutan dan
usaha konservasi habitat dan ekosistem secara umum.
4
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel kumbang cerambycid dilakukan pada bulan Mei 2014
di kawasan cagar alam Pangandaran, Jawa Barat. Pengambilan sampel kumbang
dilakukan di 4 lokasi, yaitu 2 lokasi di kawasan taman wisata alam (TWA I dan
TWA II) dan 2 lokasi di kawasan cagar alam (CA I dan CA II) (Gambar 1). Data
koordinat dari setiap lokasi pengambilan sampel ditentukan menggunakan Global
Positioning System (GPS) (Tabel 1).
Preservasi dan identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Entomologi,
Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong. Deskripsi dari masing-masing lokasi pengambilan sampel
kumbang cerambycid ialah sebagai berikut:
a. Lokasi I: Taman Wisata Alam I (TWA I)
Lokasi TWA I berada di dekat pantai timur yang berbatasan dengan wilayah
cagar alam. Lokasi ini memiliki kanopi tertutup dan terdapat banyak pohon
tumbang dan kayu lapuk. Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya ki buaya
(Leea indica), kenanga (Cananga odorata), caruy (Pterospermum javanicum),
ki kores (Physchotria viridiflora), ki minyak (Casearia sp.), dan jati (Tectona
grandis) (Gambar 2a).
b. Lokasi II: Taman Wisata Alam II (TWA II)
Lokasi TWA II berada di dekat situs peninggalan sejarah Batu Kalde,
melewati kawasan Goa Lanang dan Sumur Mudal. Lokasi ini memiliki kanopi
tertutup, terdapat banyak pohon tumbang dan kayu lapuk. Vegetasi yang dapat
dijumpai, diantaranya kondang (Ficus variegata), jati (T. grandis), mahoni
(Swietenia mahagoni), caruy (P. javanicum), hantap heulang (Sterculia
coccinea), dan jambu alas (Syzygium densiflora) (Gambar 2b).
c. Lokasi III: Cagar Alam I (CA I)
Lokasi ini merupakan kawasan terbuka dengan topografi sedikit berbukit.
Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya jati (T. grandis), beringin (Ficus
benjamina), seruni (Chrysanthemum indicum), ki hujan (Samanea saman),
singkil (Premna spp.), sembung (Blumea balsamifera), kelepu (Nauclea
orientalis), kiara (Ficus microcarpa), dan salam (Eugenia polyantha). Di
kawasan ini juga banyak ditemukan vegetasi perdu (Gambar 2c).
d. Lokasi IV: Cagar Alam II (CA II)
Lokasi ini dekat dengan pantai pasir putih yang berada di wilayah pantai barat.
Lokasi pasir putih biasanya ramai dikunjungi oleh wisatawan. Lokasi ini
memiliki kanopi yang tertutup. Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya
cangkuang (Pandanus furcatus), loa (Ficus racemosa), beringin (F.
benjamina), kondang (F. variegata), salam (E. polyantha), caruy (P.
javanicum), dan kopo (Syzygium cymosum) (Gambar 2d).
5
Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan taman wisata alam dan cagar alam
Pangandaran: Taman Wisata Alam I (I), Taman Wisata Alam II (II),
Cagar Alam I (III), Cagar Alam II (IV).
Tabel 1 Titik koordinat dan ketinggian lokasi pengambilan sampel kumbang
cerambycid di cagar alam Pangandaran
Ketinggian
Lokasi
Titik Koordinat
(m dpl)
07° 42' 43.0'' LS
Taman Wisata Alam I
37
108° 39' 73.0'' BT
07° 42' 41.2'' LS
Taman Wisata Alam II
43
108° 39' 60.2'' BT
07° 42' 64.8'' LS
Cagar Alam I
65
108° 39' 36.3'' BT
07° 42' 50.4'' LS
Cagar Alam II
23
108° 39' 14.6'' BT
Keterangan: m dpl (meter di atas permukaan laut)
6
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel kumbang cerambycid: Taman Wisata
Alam I (a), Taman Wisata Alam II (b), Cagar Alam I (c), dan Cagar
Alam II (d).
Koleksi Kumbang Cerambycid
Koleksi kumbang cerambycid dilakukan dengan menggunakan perangkap
cabang tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) dan cabang tumbuhan awarawar (Ficus septica). Perangkap cabang ini digunakan sebagai penarik kehadiran
kumbang cerambycid. Perangkap cabang Artocarpus dan Ficus ini berupa seikat
cabang tumbuhan (5 cabang beserta daunnya, dengan panjang sekitar 1 m)
diikatkan pada cabang pohon atau batang kayu pada ketinggian ±1.5 m dari
permukaan tanah dan dibiarkan sampai layu untuk menarik kehadiran kumbang
cerambycid (Noerdjito et al. 2003). Di setiap lokasi, dipasang 10 perangkap
Artocarpus dan 10 perangkap Ficus. Pemasangan perangkap dilakukan secara
sistematik, yang dipasang berselang-seling antara perangkap Artocarpus dan
perangkap Ficus. Jarak antar perangkap sekitar 50 m (Gambar 3).
Koleksi sampel dilakukan pada hari ke 3, ke 6, ke 9, dan ke 12 setelah
pemasangan perangkap. Koleksi sampel dilakukan dengan metode beating, yaitu
menggoyangkan atau memukul perangkap dengan dialasi penadah kain putih
berukuran 2m x 1m di bagian bawahnya. Kumbang cerambycid yang terjatuh ke
penadah, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah ditetesi dengan
7
ethyl acetat (Gambar 4). Kumbang yang telah dibius, kemudian disimpan untuk di
proses menjadi koleksi kering.
Gambar 3 Skema pemasangan perangkap di setiap lokasi pengambilan sampel di
cagar alam Pangandaran. AT=Artocarpus trap, FT=Ficus trap.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Koleksi kumbang cerambycid: perangkap Artocarpus (a), perangkap
Ficus (b), koleksi kumbang dengan metode beating (c), spesimen
kumbang dalam botol sampel (d).
Preservasi Kumbang Cerambycid
Preservasi spesimen kumbang dilakukan dengan metode standar (Borror
1989). Metode preservasi ini mencegah adanya kerusakan pada spesimen yang
akan menyulitkan dalam proses identifikasi. Preservasi kumbang cerambycid
dilakukan dengan pinning dan labelling. Pinning dilakukan dengan cara
8
menusukkan jarum pada bagian elytra sebelah kanan. Pinning dilakukan untuk
kumbang yang berukuran lebih dari 10 mm. Kumbang yang berukuran kurang
dari 10 mm ditempelkan pada point card. Penggunaan point card dilakukan
dengan cara menyentuhkan lem pada ujung point card kemudian disentuhkan
pada bagian toraks sebelah kiri, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah
pinning, dilanjutkan dengan proses labelling yang meliputi lokasi, waktu koleksi,
metode koleksi, dan nama kolektor. Spesimen kumbang kemudian dimasukkan ke
dalam oven selama satu minggu, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama satu
minggu. Selanjutnya spesimen dibawa ke ruang koleksi untuk proses identifikasi.
Identifikasi Kumbang Cerambycid
Spesimen diidentifikasi hingga tingkat genus berdasarkan Cherepanov
(1990). Cerambycidae diidentifikasi hingga tingkat spesies berdasarkan Makihara
& Noerdjito (2002), Noerdjito et al. (2004), dan membandingkan dengan koleksi
spesimen yang terdapat di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), LIPI. Semua
spesimen kumbang cerambycid yang telah diidentifikasi disimpan di MZB, LIPI.
Karakter yang diamati pada tingkat subordo adalah metakoksa membagi
atau tidak membagi ruas pertama abdomen (Gambar 5). Karakter yang diamati
pada tingkat famili adalah ada tidaknya sutura notopleural, elytra menutup atau
tidak menutup abdomen, panjang antena kurang atau lebih dari separuh panjang
tubuh, mata utuh atau berlekuk mengelilingi pangkal antena (Gambar 6).
Karakter tingkat subfamili yang diamati pada Cerambycidae adalah bagian lateral
pronotum, bentuk ruas palpus maksila terakhir, ruas tarsi, dan bentuk koksa depan.
Kunci identifikasi untuk subfamili dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tingkat
genus dan spesies, karakter yang diamati meliputi (a) panjang tubuh yang diukur
dari tepi anterior toraks hingga ujung abdomen; (b) bentuk tubuh, pronotum,
skutelum, dan abdomen; (c) panjang dan lebar kepala, toraks, dan elytra; serta (d)
pola dan warna tubuh.
s1
ks3
ks3
s1
s2
s2
a
b
Gambar 5 Karakter subordo kumbang: Adephaga (a), Polyphaga (b).
ks3=metakoksa; s1-2=sklerit 1-2.
9
pa
md
ma
ant
prn
kp
r
ks1
lt
sku
ks2
tor
el
ks3
fm
s1
tb
esu
tr
ab
s2
s3
s4
s5
eap
b
a
Gambar 6 Morfologi Cerambycidae yang digunakan untuk identifikasi: sisi dorsal
(a), sisi ventral (b). ma=mata, pa=pangkal antena, lt=lateral tubercle,
prn=pronotum, ant=antena, el=elytra, esu=elytra sutura, eap=elytra
apeks, sku=skutelum, fm=femur, tb=tibia, tr=tarsus, tor=toraks,
kp=kepala,
ab=abdomen,
md=mandibula,
ks1=prokoksa,
ks2=mesokoksa, ks3=metakoksa, s1-5=sklerit 1-5.
Pengukuran Faktor Lingkungan
Di setiap lokasi pengamatan dilakukan pengukuran parameter lingkungan,
meliputi suhu udara (˚C), kelembaban (%), kecepatan angin (m/s), dan intensitas
cahaya (lux). Selain itu, di setiap lokasi juga diamati mengenai jenis vegetasi yang
dominan, penutupan tajuk, dan keberadaan kayu lapuk dan membusuk.
Analisis Data
Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi dianalisis dengan menghitung
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), indeks kemerataan (E), dan indeks
dominansi (D) (Magurran 1988). Komposisi spesies kumbang cerambycid antar
lokasi dianalisis dengan indeks kesamaan Bray-Curtis (Bray & Curtis 1957), dan
dibuat dalam bentuk matriks dan dendogram dengan menggunakan program
Paleontological Statistics (PAST) versi 1.93. Indeks kesamaan Bray-Curtis
dianalisis untuk mempelajari kemiripan komunitas kumbang cerambycid antar
lokasi pengamatan. Hubungan antara lokasi pengamatan, spesies, dan faktor
10
lingkungan dianalisis menggunakan Canonical Correspondence Analysis (CCA)
dalam program PAST versi 1.93. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H')
Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu
komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per
individu per spesies.
(H') = - ∑ Pi ln Pi
Keterangan:
H'
: indeks keanekaragaman
Σ
: jumlah spesies
Pi
: ni/N
ni
: jumlah individu spesies ke-i
N
: jumlah individu total
2.
Indeks Kemerataan (E)
Indeks kemerataan menunjukkan komposisi individu tiap spesies yang
terdapat dalam suatu komunitas.
H′
(E) =
ln S
Keterangan:
E
: indeks kemerataan
H'
: indeks keanekaragaman
ln
: logaritma natural
S
: jumlah spesies
Indeks Dominansi D
Indeks dominansi menunjukkan ada atau tidaknya spesies yang mendominasi
spesies lainnya dalam suatu komunitas.
D = Pi ²
Keterangan:
D
: indeks dominansi
Pi
: ni/N
ni
: jumlah individu spesies ke-i
N
: jumlah individu total
3.
4. Indeks Kesamaan Bray-Curtis
Indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan tingkat kemiripan komunitas antar
lokasi pengamatan.
2�
=
� +�
Keterangan:
BC
: indeks kesamaan Bray-Curtis
Si
: jumlah spesies pada lokasi i
Sj
: jumlah spesies pada lokasi j
Cij
: jumlah spesies yang sama
pada lokasi i dan j
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Kawasan Cagar Alam Pangandaran
Kondisi lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran selama
pengambilan sampel kumbang cerambycid memiliki suhu berkisar 30°C-32°C,
kelembaban berkisar 70%-80%. Kecepatan angin dan intensitas cahaya di lokasi
CA I (1,3 m/s dan 4306,5 lux) lebih tinggi dibandingkan ketiga lokasi lainnya,
karena lokasi CA I merupakan kawasan terbuka (Tabel 2).
Tabel 2 Parameter lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran
Lokasi
Parameter
Satuan
TWA I
TWA II
CA I
Suhu
˚C
31.2
29.9
30.7
Kelembaban
%
77.8
83.0
78.5
Kecepatan angin
m/s
0.0
0.0
1.3
Intensitas cahaya
lux
403.8
171.7
4306.5
CA II
32.1
69.0
0.2
197.5
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari empat lokasi pengamatan
sebanyak 574 individu, yang termasuk dalam satu subfamili, 8 tribe, 12 genus,
dan 20 spesies. Semua cerambycid yang terkoleksi termasuk dalam subfamili
Lamiinae. Genus yang paling banyak terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran ialah Sybra dan Pterolophia (masing-masing 5 spesies dan 4 spesies).
Jumlah spesies cerambycid tertinggi (17 spesies) terkoleksi dari lokasi TWA I dan
terendah di CA I (9 spesies). Di lokasi TWA II dan lokasi CA II masing-masing
terkoleksi 11 spesies dan 13 spesies (Tabel 3).
Komposisi spesies kumbang cerambycid yang ditemukan di empat lokasi
pengamatan bervariasi. Spesies yang dominan di semua lokasi pengamatan ialah
Sybra binotata, Nyctimenius javanus, dan Pterolophia melanura. Spesies lain
yang juga dominan namun tidak ditemukan di kawasan terbuka (CA I) ialah
Acalolepta rusticatrix, Cacia curta, Gnoma confusa, dan Pterolophia triangularis.
Selain itu, juga terdapat spesies yang hanya terkoleksi di satu lokasi pengamatan,
diantaranya Cereopsius javanus (TWA I), S. lateralis (CA I), S. obliquefasciata
(CA II), dan Exocentrus artocarpi (CA II) dengan kelimpahan individu yang
sangat rendah (1-2 individu).
Spesies yang memiliki kelimpahan tinggi, diantaranya S. binotata (229
individu), N. javanus (74 individu), Atimura bacillina (67 individu), dan A.
rusticatrix (45 individu). Spesies yang memiliki kelimpahan rendah adalah
Myagrus javanicus (5 individu), Epepeotes luscus (4 individu), C. curta (4
individu), C. herbaceae (3 individu), S. fuscotriangularis (2 individu), S.
obliquefasciata (2 individu), P. secuta (2 individu), C. javanus (1 individu), S.
lateralis (1 individu), dan E. artocarpi (1 individu).
12
Tabel 3 Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di empat lokasi dengan
menggunakan perangkap Artocarpus dan perangkap Ficus
Taman Wisata Alam
Cagar Alam
Subfamili
Jumlah
TWA I
TWA II
CA I
CA II
Tribe
Genus (spesies)
AT FT
AT FT
AT FT
AT FT AT
FT
Lamiinae
Monochamini
Acalolepta rusticatrix
5
8
4
9
0
0
9
10
18
27
Epepeotes luscus
2
0
0
0
0
1
1
0
3
1
Myagrus javanicus
2
2
0
1
0
0
0
0
2
3
Cereopsius javanus
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Mesosini
Cacia curta
1
0
2
0
0
0
1
0
4
0
C. herbaceae
1
0
2
0
0
0
0
0
3
0
Gnomini
Gnoma confusa
4
3
6
1
0
0
7
2
17
6
Apomecynini
Atimura bacillina
2
0
0
0
56
7
1
1
59
8
Sybra alternans
0
4
0
0
12
5
3
1
15
10
S. fuscotriangularis
1
0
0
0
0
0
1
0
2
0
S. lateralis
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
S. binotata
28
29
31
14
38
45
30
14
127 102
S. obliquefasciata
0
0
0
0
0
0
2
0
2
0
Nyctimeniini
Nyctimenius javanus
12
17
26
10
1
4
0
4
39
35
Pteropliini
Pterolophia uniformis
6
2
1
0
11
5
0
0
18
7
P. triangularis
5
3
1
0
0
0
2
0
8
3
P. melanura
2
5
4
1
10
9
3
1
19
16
P. secuta
1
0
0
0
1
0
0
0
2
0
Acanthocinini
Exocentrus artocarpi
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Agaphantiini
Pothyne vittata
1
6
0
8
0
0
0
0
1
14
Jumlah individu
74
79
77
44 130 76
61
33
342 232
Jumlah individu total
153
121
206
94
574
Jumlah spesies
17
11
9
13
20
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam, AT = perangkap Artocarpus, FT =
perangkap Ficus
Kelimpahan kumbang cerambycid tertinggi terdapat di lokasi CA I yang
didominasi oleh spesies berukuran kecil, seperti A. bacillina, S. alternans, S.
binotata, P. uniformis, dan P. melanura. Kumbang cerambycid yang terkoleksi
memiliki ukuran berkisar 0.4 cm (E. artocarpi) sampai 4 cm (A. rusticatrix)
(Gambar 7 dan Gambar 8). Kumbang cerambycid yang berukuran besar (> 10
mm) ialah A. rusticatrix, E. luscus, M. javanicus, C. javanus, dan G. confusa.
Sebagian besar kumbang cerambycid yang terkoleksi berwarna cokelat kehitaman.
Spesies yang termasuk dalam tribe Monochamini, seperti A. rusticatrix, E. luscus,
M. javanicus, dan C. javanus memiliki lateral tubercle (benjolan kecil membulat
atau seperti tombol) pada bagian tepi pronotumnya. Spesies kumbang cerambycid
yang besar (A. rusticatrix, E. luscus, M. javanicus, G. confusa, dan P. vittata)
memiliki antena yang panjangnya mencapai lebih dari panjang tubuhnya.
Deskripsi dari masing-masing spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi dapat
dilihat pada Lampiran 2.
13
1 cm
1 cm
1 cm
a
c
b
0.5 cm
1 cm
0.5 cm
1 cm
e
d
1 cm
0.3 cm
0.5 cm
h
g
f
i
j
Gambar 7 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. rusticatrix (a), E. luscus (b), M. javanicus (c), C.
javanus (d) (tribe Monochamini), C. curta (e), C. herbaceae (f)
(tribe Mesosini), G. confusa (g) (tribe Gnomini), N. javanus (h)
(tribe Nyctimeniini), E. artocarpi (i) (tribe Acanthocinini), P. vittata
(j) (tribe Agapanthiini).
14
0.3 cm
0.3 cm
0.3 cm
a
c
b
0.3 cm
0.3 cm
0.3 cm
e
d
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
g
f
h
i
0.5 cm
j
Gambar 8 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. bacillina (a), S. alternans (b), S. fuscotriangularis
(c), S. lateralis (d), S. binotata (e), S. obliquefasciata (f) (tribe
Apomecynini), P. uniformis (g), P. triangularis (h), P. melanura (i),
P. secuta (j) (tribe Pteropliini).
15
Keanekaragaman dan kemerataan spesies kumbang cerambycid tertinggi
ditemukan pada lokasi TWA I (H'=2.09, E=0.74) dan terendah di lokasi CA I
(H'=1.52). Keanekaragaman spesies di lokasi TWA II dan lokasi CA II relatif
sama (H'=1.70 dan H'=1.75) (Tabel 4).
Tabel 4 Indeks keanekaragaman (H'), kemerataan (E), dan dominansi (D)
kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran
Indeks
H'
E
D
TWA I
2.09
0.74
0.20
TWA II
1.70
0.71
0.25
CA I
1.52
0.69
0.28
CA II
1.75
0.68
0.28
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
Berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, kesamaan komunitas kumbang
cerambycid antar lokasi pengamatan berkisar 0.34-0.81 (Tabel 5). Kumbang A.
rusticatrix, G. confusa, dan N. javanus mendominasi di lokasi TWA I dan TWA II.
Cerambycid yang paling banyak terkoleksi di lokasi CA II ialah A. rusticatrix, G.
confusa, S. obliquefasciata, dan E. artocarpi, sedangkan cerambycid yang banyak
terkoleksi di lokasi CA I ialah A. bacillina, S. alternans, S. lateralis, S. binotata, P.
uniformis, dan P. melanura. Berdasarkan dendogram, kesamaan komunitas yang
paling tinggi adalah antara lokasi TWA I dan TWA II, sedangkan komunitas
cerambycid di lokasi CA I terpisah (Gambar 9).
Tabel 5 Matriks kesamaan komunitas kumbang cerambycid antar lokasi di
kawasan cagar alam Pangandaran
Lokasi
TWA I
TWA II
CA I
CA II
TWA I
1
0.81
0.47
0.67
TWA II
0.81
1
0.34
0.69
CA I
0.47
0.34
1
0.39
CA II
0.67
0.69
0.39
1
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
CA II
TWA II
TWA I
CA I
0.40
0.48
0.56
0.64
0.72
0.80
0.88
0.96
Similarity
Gambar 9 Dendogram kesamaan komunitas kumbang cerambycid berdasarkan
indeks kesamaan Bray-Curtis. TWA=Taman Wisata Alam,
CA=Cagar Alam.
16
Kehadiran kumbang cerambycid di suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Kecepatan angin dan intensitas cahaya berpengaruh besar
terhadap distribusi spesies A. bacillina, S. lateralis, dan P.melanura di lokasi CA I.
Distribusi spesies E. luscus lebih dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kumbang S.
binotata dapat ditemukan di semua lokasi pengamatan. Kelembaban tidak
berpengaruh signifikan terhadap distribusi spesies cerambycid di kawasan cagar
alam Pangandaran (Gambar 10).
Gambar 10 Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA) antara
faktor lingkungan dengan spesies kumbang cerambycid yang
terkoleksi di cagar alam Pangandaran.
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
Kumbang cerambycid yang terkoleksi pada perangkap Artocarpus (342
individu) lebih banyak dibandingkan perangkap Ficus (232 individu). Dari 20
spesies yang terkoleksi, 12 spesies terkoleksi pada kedua perangkap dan delapan
spesies (C. javanus, C. curta, C. herbaceae, S. fuscotriangularis, S. lateralis, S.
obliquefasciata, P. secuta, dan E. artocarpi) hanya terkoleksi pada perangkap
Artocarpus.
Jumlah individu yang terkoleksi pada perangkap Artocarpus meningkat dari
koleksi hari ke 3 hingga hari ke 6 dan menurun pada koleksi selanjutnya. Jumlah
individu yang terkoleksi pada perangkap Ficus meningkat dari koleksi hari ke 3
hingga koleksi hari ke 9 dan menurun pada koleksi hari ke 12 (Gambar 11a).
Jumlah spesies kumulatif yang terkoleksi pada perangkap meningkat dari koleksi
hari ke 3 hingga koleksi hari ke 12 (Gambar 11b).
17
(a)
Gambar 11 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
perangkap Ficus (FT): jumlah individu (a), jumlah spesies kumulatif
(b).
Di semua lokasi, jumlah individu yang terkoleksi pada perangkap
Artocarpus lebih banyak dibandingkan pada perangkap Ficus (Gambar 12a). Dari
total 20 spesies, sebanyak delapan spesies terkoleksi pada perangkap Artocarpus
dan 12 spesies terkoleksi pada dua macam perangkap. Semua spesies yang
terkoleksi pada perangkap Ficus juga terkoleksi pada perangkap Artocarpus
(Gambar 12b).
(a)
(b)
Gambar 12 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
Ficus (FT) di setiap lokasi: jumlah individu (a), dan jumlah spesies
(b).
Pembahasan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Kelimpahan kumbang cerambycid di keempat lokasi pengamatan bervariasi.
Kelimpahan cerambycid tertinggi terdapat di kawasan terbuka (lokasi CA I).
Speises yang memiliki kelimpahan tinggi di lokasi ini diantaranya A. bacillina, S.
alternans, S. binotata, P. uniformis, dan P. melanura. Spesies-spesies tersebut
merupakan cerambycid berukuran kecil (< 10 mm). Hal ini diduga selain karena
adanya faktor pembatas, seperti intensitas cahaya dan kecepatan angin, di lokasi
CA I juga terdapat beberapa vegetasi perdu yang kemungkinan menjadi tumbuhan
inang untuk beberapa spesies cerambycid, terutama yang berukuran kecil.
18
Larva cerambycid yang berukuran kecil umumnya lebih tertarik pada
cabang atau ranting tumbuhan yang berukuran kecil. Kvamme & Wallin (2011)
melaporkan bahwa kumbang Stenostola ferrea yang memiliki ukuran 8-14 mm
menyukai tanaman Tilia spp. sebagai tanaman inang yang memiliki diameter
cabang dan ranting berukuran 1-20 cm. Maeto et al. (2002) juga melaporkan
ukuran diameter pohon berpengaruh terhadap keanekaragaman kumbang
cerambycid di suatu habitat. Kelimpahan spesies cerambycid di suatu kawasan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi habitat, ketersediaan
tumbuhan berkayu, musuh alami, dan faktor lingkungan.
Spesies A. bacillina banyak terkoleksi di lokasi terbuka (CA I). Menurut
Noerdjito et al. (2009), spesies ini merupakan spesies indikator hutan terganggu,
karena biasanya spesies ini banyak ditemukan di kawasan hutan terbuka atau
hutan terganggu akibat penebangan, kebakaran, dan alih fungsi kawasan. Spesies
A.rusticatrix dan E.luscus lebih banyak terkoleksi di lokasi TWA I dan TWA II.
Menurut Noerdjito et al. (2009), spesies tersebut merupakan indikator untuk hutan
alam, karena kumbang ini banyak ditemukan di kawasan hutan primer atau hutan
sekunder. Menurut Tscharntke et al. (2002), spesies yang berukuran besar lebih
rentan terhadap kerusakan habitat dibandingkan dengan yang berukuran kecil,
karena spesies berukuran besar bereproduksi lebih lambat dan membutuhkan
energi yang lebih banyak. Beberapa spesies kumbang cerambycid juga diketahui
sebagai hama tanaman, seperti Plocaederus ferrugineus yang menjadi hama
tanaman jambu mete (Asogwa et al. 2009), Rhytidodera integra dan Palimna
annulata sebagai hama tanaman mangga (Amirullah et al. 2014).
Keanekaragaman Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari kawasan cagar alam
Pangandaran terdiri atas satu subfamili Lamiinae, 12 genus, dan 20 spesies.
Subfamili Laminae memiliki ciri morfologi posisi muka datar dan bentuk
pronotum yang sedikit menyempit dari dasar elytra (Borror et al. 1989). Subfamili
Lamiinae merupakan kelompok kumbang yang besar, mencakup berbagai genus
dengan warna dan ukuran yang beragam. Di Asia Tenggara, kumbang Lamiinae
telah teridentifikasi sekitar 180 genus, dan masih banyak yang belum
teridentifikasi (Fah 2010). Umumnya, kumbang cerambycid ini tertarik pada
cabang dan ranting mati (Kalshoven 1981). Kelompok Lamiinae merupakan
cerambycid yang aktif di siang hari. Kelompok ini juga diketahui tertarik dengan
tumbuhan Artocarpus. Makihara (1999) melaporkan sebanyak 279 spesies
kumbang cerambycid dari subfamili Lamiinae dikoleksi di Kalimantan Timur, 38
spesies diantaranya ditemukan pada tumbuhan Artocarpus sebagai tumbuhan
inangnya.
Dua genus yang ditemukan dominan ialah Sybra dan Pterolophia. Genus
tersebut merupakan cerambycid yang memiliki ukuran tubuh kecil. Kedua genus
tersebut banyak ditemukan di kawasan terbuka (lokasi CA I). Genus Sybra
diketahui lebih memilih tumbuhan inang yang kering, seperti cabang dan ranting
mati tumbuhan Euphorbia, Barringtonia, Cycas, Hibiscus, Artocarpus, dan Ficus.
Genus Sybra memiliki sebaran yang luas, yaitu di Indonesia, Philipina,
Micronesia, hingga kepulauan Hawaii (Chen et al. 2001).
19
Keanekaragaman spesies cerambycid tertinggi terdapat di lokasi TWA I.
Lokasi ini didominasi oleh vegetasi pohon besar, tutupan tajuk rapat, dan terdapat
banyak pohon tumbang yang melapuk. Batang kayu dan ranting lapuk merupakan
habitat bagi larva cerambycid, sehingga lokasi ini sangat mendukung kehadiran
kumbang cerambycid. Menurut Noerdjito et al. (2003), kumbang cerambycid
memiliki ketergantungan dengan kayu mati dan sensitif dengan kondisi hutan. Hal
ini juga sesuai dengan laporan Fellin (1980), bahwa larva kumbang cerambycid
memakan kayu mati dan berperan penting dalam proses pelapukan. Spesies yang
dominan di lokasi TWA I, diantaranya A. rusticatrix, G. confusa, S. binotata, N.
javanus, dan P. vittata. Kumbang A. rusticatrix, G. confusa, dan P. vittata
merupakan cerambycid yang berukuran besar (> 10 mm). Larva kumbang
cerambycid yang berukuran besar biasanya lebih memilih cabang atau ranting
kayu yang besar untuk meletakkan telur dan perkembangan larvanya.
Keanekaragaman kumbang cerambycid terendah ditemukan di lokasi CA I.
Lokasi CA I merupakan kawasan terbuka dengan intensitas cahaya dan kecepatan
angin yang tinggi. Oleh karena itu, hanya beberapa spesies kumbang cerambycid
yang mampu beradaptasi pada habitat tersebut. Perbedaan kondisi lingkungan di
setiap habitat dapat berpengaruh terhadap pola sebaran vegetasi, sehingga akan
mempengaruhi kemerataan spesies kumbang cerambycid (Amirullah et al. 2014).
Spesies yang dominan di lokasi CA I ialah A. bacillina, S. binotata, S. alternans,
P. uniformis, dan P. melanura yang merupakan cerambycid berukuran kecil.
Menurut (Noerdjito 2010), spesies tersebut diketahui mampu beradaptasi pada
daerah terbuka. Di lokasi CA I ditemukan beberapa vegetasi perdu yang memiliki
cabang dan ranting berukuran kecil. Vegetasi tersebut kemungkinan menjadi
tanaman inang untuk beberapa spesies cerambycid. Sesuai dengan laporan
Noerdjito (2011), beberapa spesies kumbang cerambycid akan memilih spesies
pohon atau semak yang berbeda sebagai tanaman inangnya.
Lokasi TWA I dan lokasi TWA II memiliki kesamaan spesies tertinggi.
Sebelas spesies terkoleksi dari lokasi TWA I dan TWA II, yaitu A. rusticatrix, M.
javanicus, C. curta, C. herbaceae, G. confusa, S. binotata, N. javanus, P.
uniformis, P. triangularis, P. melanura, dan P. vittata. Lokasi TWA I dan TWA II
memiliki karakteristik habitat yang relatif sama, yakni didominasi vegetasi pohon
besar, tutupan tajuk yang rapat, serta banyak ditemukan kayu dan ranting lapuk.
Spesies kumbang cerambycid yang ditemukan di kawasan cagar alam
Pangandaran memiliki kesamaan dengan hasil penelitian di beberapa kawasan di
Jawa. Dari 20 spesies yang ditemukan, delapan spesies (A. rusticatrix, A. bacillina,
E. luscus, P. melanura, P. uniformis, S. binotata, S. fuscotriangularis, dan S.
obliquefasciata) juga ditemukan di Gunung Salak (Noerdjito 2012), dan enam
spesies (A. rusticatrix, E. luscus, P. vittata, P. melanura, S. binotata, dan S.
fuscotriangularis) juga ditemukan di Gunung Slamet (Noerdjito 2011). Selain itu,
enam spesies (A. rusticatrix, E. luscus, A. bacillina, S. lateralis, P. melanura, dan
P. secuta) juga ditemukan di Jambi (Fahri 2013). Spesies A. rusticatrix, N.
javanus, dan P. melanura dapat ditemukan dibeberapa kawasan, tersebar dari
dataran rendah hingga dataran tinggi. Menurut Noerdjito (2010), spesies tersebut
diketahui mampu hidup di berbagai tipe habitat dan mempunyai sebaran yang luas.
Cerambycid yang terkoleksi di cagar alam Pangandaran didominasi oleh
spesies berukuran kecil. Hal ini diduga karena lokasi cagar alam Pangandaran
yang berada di dataran rendah dan dikelilingi pantai, sehingga hanya beberapa
20
spesies yang mampu beradaptasi. Letak kawasan juga dapat menjadi faktor
pembatas untuk distribusi beberapa spesies cerambycid. Menurut Tantowijaya
(2008), serangga yang hidup di dataran rendah mempunyai ukuran tubuh yang
lebih kecil dibandingkan dengan serangga yang hidup di dataran tinggi. Hal ini
terjadi karena adanya plastisitas morfologi. Selain ketinggian habitat, distribusi
kumbang cerambycid juga dapat dipengaruhi oleh keanekragaman veg
CERAMBYCID (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE) DI
CAGAR ALAM PANGANDARAN, JAWA BARAT
SEPTIANI DEWI ARISKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam
Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Septiani Dewi Ariska
NIM G352124041
RINGKASAN
SEPTIANI DEWI ARISKA. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang
Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran, Jawa
Barat. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO ANGGRAITONINGSIH
NOERDJITO.
Kawasan cagar alam Pangandaran merupakan hutan hujan dengan luas 497
Ha. Kawasan hutan ini sangat unik karena berbentuk semenanjung dengan
dikelilingi pantai di bagian barat dan timur, sedikit terpisah dari daratan utama
Kabupaten Pangandaran. Karena letaknya yang unik, kawasan cagar alam
Pangandaran memiliki kekhasan flora dan fauna dataran rendah dengan pengaruh
faktor lingkungan pantai yang cukup besar.
Famili Cerambycidae merupakan famili keenam terbesar dalam ordo
Coleoptera. Kumbang cerambycid mudah dikenal karena memiliki antena yang
panjangnya dapat mencapai lebih dari separuh tubuhnya. Kumbang cerambycid
mempunyai bentuk mata yang menakik (notched), yakni seolah-olah mata
mengelilingi pangkal antena. Sebagian besar larva cerambycid hidup sebagai
pengebor kayu, terutama pada kayu mati, kayu yang sedang melapuk, dan
beberapa pada kayu kering. Sebagian kecil larva cerambycid hidup pada cabang
dan ranting tumbuhan yang sehat.
Keanekaragaman spesies kumbang cerambycid di suatu kawasan berkaitan
dengan heterogenitas vegetasi, terutama tumbuhan berkayu. Beberapa spesies
kumbang cerambycid hanya ditemukan di kawasan hutan primer atau hutan
sekunder, sedangkan beberapa spesies lainnya ditemukan di hutan yang telah
terdegradasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis keanekaragaman dan
kelimpahan kumbang cerambycid di cagar alam Pangandaran dan mengetahui
efektivitas penggunaan perangkap Artocarpus dan Ficus dalam koleksi kumbang
cerambycid.
Pengambilan sampel kumbang cerambycid dilakukan di 4 lokasi, yang
meliputi 2 lokasi di taman wisata alam dan 2 lokasi di cagar alam. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan perangkap cabang Artocarpus dan Ficus.
Di setiap lokasi, dipasang 10 perangkap Artocarpus dan 10 perangkap Ficus.
Pemasangan perangkap dilakukan secara sistematik yang dipasang berselangseling antara perangkap Artocarpus dan Ficus dengan jarak antar perangkap
sekitar 50 m. Koleksi sampel dilakukan setiap 3 hari sekali, yaitu pada hari ke 3,
ke 6, ke 9, dan ke 12 setelah pemasangan perangkap. Spesimen kumbang yang
terkoleksi kemudian diidentifikasi dan dianalisis dengan menghitung indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan, indeks dominansi, dan
indeks kesamaan Bray-Curtis.
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari kawasan cagar alam
Pangandaran termasuk dalam subfamili Lamiinae, yang terdiri atas 12 genus dan
20 spesies. Kumbang Lamiinae memiliki posisi muka tegak lurus, tubuh
memanjang, bersisi sejajar, silindris, dan bentuk pronotum sedikit menyempit dari
dasar elytra. Kelimpahan cerambycid tertinggi terdapat di lokasi cagar alam I
yang merupakan kawasan terbuka. Spesies yang memiliki kelimpahan tinggi di
lokasi ini, diantaranya Atimura bacillina, Sybra alternans, S. binotata,
Pterolophia uniformis, dan P. melanura. Kelimpahan spesies cerambycid di suatu
kawasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi habitat,
ketersediaan tumbuhan berkayu, musuh alami, dan faktor lingkungan.
Keanekaragaman spesies cerambycid tertinggi terdapat di lokasi taman
wisata alam I. Hal ini diduga karena lokasi ini didominasi oleh vegetasi pohon
besar, tutupan tajuk rapat, dan terdapat banyak pohon tumbang yang melapuk.
Batang kayu dan ranting lapuk merupakan habitat bagi larva cerambycid,
sehingga kondisi ini sangat mendukung kehadiran kumbang cerambycid. Spesies
yang dominan di lokasi taman wisata alam I, diantaranya Acalolepta rusticatrix,
Gnoma confusa, S. binotata, Nyctimenius javanus, dan Pothyne vittata. Spesies
yang dominan di semua lokasi pengamatan ialah S. binotata, N. javanus, dan P.
melanura. Spesies cerambycid yang terkoleksi di cagar alam Pangandaran
termasuk dalam cerambycid yang umum ditemukan di Jawa. Tujuh spesies
cerambycid yang ditemukan, yaitu Myagrus javanicus, Cacia curta, S.
obliquefasciata, S. fuscotriangularis, P. triangularis, N. javanus, dan Exocentrus
artocarpi merupakan cerambycid yang hanya terdistribusi di Jawa.
Keanekaragaman dan kelimpahan kumbang cerambycid pada perangkap
dipengaruhi oleh tahap kelayuan. Kumbang cerambycid lebih banyak terkoleksi
dengan perangkap cabang Artocarpus dibandingkan perangkap cabang Ficus. Hal
ini dapat disebabkan karena kondisi daun pada perangkap cabang Ficus lebih
cepat layu dan rontok dibandingkan daun cabang Artocarpus. Kondisi tersebut
berpengaruh terhadap jumlah individu dan spesies yang datang pada perangkap.
Kata kunci: Cerambycidae, keanekaragaman, kelimpahan, perangkap Artocarpus,
struktur komunitas
SUMMARY
SEPTIANI DEWI ARISKA. Diversity and Abundance of Cerambycid
Beetles (Coleoptera: Cerambycidae) in Pangandaran Nature Reserve, West Java.
Supervised by TRI ATMOWIDI and WORO ANGGRAITONINGSIH
NOERDJITO.
Pangandaran nature reserve is rain forest with an area about 497 hectares.
This forest is very unique, a peninsula surrounded by coasts in west and east. As a
unique natural reserve areas, Pangandaran has specific lowland flora and fauna
that was influenced by beach environment.
Cerambycidae is the sixth-largest family in order Coleoptera. Cerambycid
beetles were easily recognized by its antennae were longer than body length.
Cerambycid beetle has notched eye, the eyes surround the base of the antennae.
Adult female beetles lay eggs under bark of branch. Most of cerambycid larvae
are known as wood boring, mainly on dead wood, decaying wood, and some on
dry wood. Only a few of them live on the branches and twigs of healthy plants.
The diversity of cerambycid beetles related to the heterogeneity of
vegetation, particularly woody plants. Several species of cerambycids are only
found in primary or secondary forest, while the others can be found in degraded
forests. This study aimed to analyze the diversity and abundance of cerambycid
beetles in Pangandaran nature reserve and to study effectiveness of Artocarpus
and Ficus branch traps to collect cerambycid beetles.
Trapping of cerambycid beetles was conducted in four locations, i.e. two
locations in the natural park and two others in nature reserve area. Cerambycid
beetles were trapped by using Artocarpus and Ficus branch traps. We set up 10
Artocarpus and 10 Ficus traps in each location. Traps were set up systematically.
Collection of cerambycid beetles were conducted in 3rd, 6th, 9th, and 12th days after
traps set up. Data of cerambycid were analysed using Shannon-Wiener diversity
index, evenness index, dominance index, and Bray-Curtis similarity index.
Cerambycid beetles collected from Pangandaran nature reserve area
belong to subfamily Lamiinae, consist of 12 genera and 20 species. Lamiinae is
characterized by has a flat face, body elongated, cylindrical, and pronotum
slightly narrowed from the base of elytra. The highest abundance of cerambycid
was found in open area (nature reserve I). This location was dominated by
Atimura bacillina, Sybra alternans, S. binotata, Pterolophia uniformis, and P.
melanura. Higher abundance of cerambycid species in a region can be affected by
several factors, including habitat conditions, availability of woody plants, natural
enemies, and environmental factors.
The highest diversity of cerambycid found in natural park I. This location
is dominated by a large tree vegetation, dense canopy cover, and many decayed
fallen trees that supported cerambycid beetles. Dominant species found in natural
park I were Acalolepta rusticatrix, Gnoma confusa, S. binotata, Nyctimenius
javanus, and Pothyne vittata. Dominant species found in all locations were S.
binotata, N. javanus, and P. melanura.
All species cerambycid collected in Pangandaran nature reserve were
common cerambycid found in Java. Seven species found in this study, i.e.
Myagrus javanicus, Cacia curta, S. obliquefasciata, S. fuscotriangularis, P.
triangularis, N. javanus, and Exocentrus artocarpi only distributed in Java.
Diversity and abundance of cerambycid beetles collected in the traps were
affected by the condition of leaves. The number individual and species of
cerambycid beetles collected by Artocarpus trap was higher than Ficus trap.
Condition of the leaves of Ficus were faster wilt than Artocarpus leaves. These
conditions affected the number of individuals and species of cerambycid trapped.
Keywords: abundance, Artocarpus trap, Cerambycidae, diversity, structure
community
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG
CERAMBYCID (COLEOPTERA: CERAMBYCIDAE) DI
CAGAR ALAM PANGANDARAN, JAWA BARAT
SEPTIANI DEWI ARISKA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Rika Raffiudin, MSi
Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
(Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran, Jawa
Barat
Nama
: Septiani Dewi Ariska
NIM
: G352124041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Drs Tri Atmowidi, MSi
Ketua
Prof Dr Woro A. Noerdjito
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biosains Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir R. R. Dyah Perwitasari, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah
keanekaragaman hayati, dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan
Kumbang Cerambycid (Coleoptera: Cerambycidae) di Cagar Alam Pangandaran,
Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi dan Prof. Woro
Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing. Di samping itu, ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Yana selaku Ketua BKSDA
Pangandaran yang telah memberikan izin penelitian, Bapak Sarino (staf
Laboratorium Entomolgi, LIPI) yang telah membantu identifikasi sampel
kumbang cerambycid. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
dan adik yang telah membantu baik secara moril maupun materil. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman BSH 2012 dan 2013, temanteman kosan Harmony 2 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Septiani Dewi Ariska
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
3
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Koleksi Kumbang Cerambycid
Preservasi Kumbang Cerambycid
Identifikasi Kumbang Cerambycid
Pengukuran Faktor Lingkungan
Analisis Data
4
4
6
7
8
9
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Kawasan Cagar Alam Pangandaran
Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
Pembahasan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Keanekaragaman Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
11
11
11
11
16
17
17
18
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
21
21
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Titik koordinat dan ketinggian lokasi pengambilan sampel kumbang
cerambycid di cagar alam Pangandaran
2 Parameter lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran
3 Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di empat lokasi dengan
menggunakan perangkap Artocarpus dan perangkap Ficus
4 Indeks keanekaragaman (H'), kemerataan (E), dan dominansi (D)
kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran
5 Matriks kesamaan komunitas kumbang cerambycid antar lokasi di
kawasan cagar alam Pangandaran
5
11
12
15
15
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian di kawasan taman wisata alam dan cagar alam
Pangandaran: Taman Wisata Alam I (I), Taman Wisata Alam II (II),
Cagar Alam I (III), Cagar Alam II (IV)
2 Lokasi pengambilan sampel kumbang cerambycid: Taman Wisata
Alam I (a), Taman Wisata Alam II (b), Cagar Alam I (c), dan Cagar
Alam II (d)
3 Skema pemasangan perangkap di setiap lokasi pengambilan sampel di
cagar alam Pangandaran. AT=Artocarpus trap, FT=Ficus trap
4 Koleksi kumbang cerambycid: perangkap Artocarpus (a), perangkap
Ficus (b), koleksi kumbang dengan metode beating (c), spesimen
kumbang dalam botol sampel (d)
5 Karakter subordo kumbang: Adephaga (a), Polyphaga (b).
ks3=metakoksa; s1-2=sklerit 1-2
6 Morfologi Cerambycidae yang digunakan untuk identifikasi: sisi dorsal
(a), sisi ventral (b). ma=mata, pa=pangkal antena, lt=lateral tubercle,
prn=pronotum, ant=antena, el=elytra, esu=elytra sutura, eap=elytra
apeks, sku=skutelum, fm=femur, tb=tibia, tr=tarsus, tor=toraks,
kp=kepala,
ab=abdomen,
md=mandibula,
ks1=prokoksa,
ks2=mesokoksa, ks3=metakoksa, s1-5=sklerit 1-5
7 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. rusticatrix (a), E. luscus (b), M. javanicus (c), C.
javanus (d) (tribe Monochamini), C. curta (e), C. herbaceae (f) (tribe
Mesosini), G. confusa (g) (tribe Gnomini), N. javanus (h) (tribe
Nyctimeniini), E. artocarpi (i) (tribe Acanthocinini), P. vittata (j) (tribe
Agapanthiini)
8 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. bacillina (a), S. alternans (b), S. fuscotriangularis (c),
S. lateralis (d), S. binotata (e), S. obliquefasciata (f) (tribe
Apomecynini), P. uniformis (g), P. triangularis (h), P. melanura (i), P.
secuta (j) (tribe Pteropliini)
9 Dendogram kesamaan komunitas kumbang cerambycid berdasarkan
indeks kesamaan Bray-Curtis
5
6
7
7
8
9
13
14
15
10 Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA) antara faktor
lingkungan dengan spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di
cagar alam Pangandaran
11 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
perangkap Ficus (FT): jumlah individu (a), jumlah spesies kumulatif (b)
12 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
Ficus (FT) di setiap lokasi: jumlah individu (a), dan jumlah spesies (b)
16
17
17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kunci Identifikasi untuk Subfamili Cerambycidae
2 Deskripsi Morfologi Spesies Cerambycidae
25
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar alam Pangandaran merupakan kawasan konservasi yang berada di
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Secara geografis cagar alam Pangandaran
terletak pada 108° 40' BT dan 7° 43' LS. Kawasan ini memiliki topografi landai
dan berbukit dengan ketinggian 0-75 m dpl. Pada awalnya kawasan hutan
Pangandaran berstatus sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan GB No. 19 Stbl.
669 tanggal 7 Desember 1934 dengan luas 497 Ha. Pada tahun 1961, di kawasan
ini ditemukan bunga Rafflesia padma, sehingga kemudian statusnya diubah
menjadi kawasan Cagar Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
No.34/KMP/1961. Pada tahun 1978, sebagian wilayah cagar alam seluas 37.7 Ha
yang berbatasan dengan pemukiman statusnya diubah menjadi taman wisata alam
karena dinilai memiliki potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata
alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.170/Kpts/Um/3/1978
(Disparbud Jabar 2013).
Cagar alam Pangandaran merupakan salah satu kawasan hutan hujan yang
sangat unik, karena berbentuk semenanjung dengan dikelilingi pantai di bagian
barat dan timur. Kawasan hutan ini menjorok ke arah laut, sedikit terpisah dari
daratan utama Kabupaten Pangandaran. Karena letaknya yang unik, kawasan
cagar alam Pangandaran memiliki kekhasan flora dan fauna dataran rendah
dengan pengaruh faktor lingkungan pantai yang cukup besar.
Salah satu bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya ialah serangga. Serangga memiliki beberapa nilai penting,
diantaranya nilai ekologi, endemisme, konservasi, pendidikan, budaya, estetika,
dan ekonomi (Little 1957). Coleoptera merupakan ordo yang memiliki
keanekaragaman tinggi, yaitu sekitar 40% dari total serangga, dan diperkirakan
10% diantaranya terdapat di Indonesia. Kumbang memiliki dua pasang sayap,
dengan pasangan sayap depan yang keras (elytra) yang menutupi sayap belakang
yang berbentuk seperti membran (Borror et al. 1989). Kumbang dapat berperan
sebagai herbivor, predator, fungivor, sumber makanan bagi organisme lain, serta
berperan penting dalam siklus hara (Packham et al. 1992; Grove 2002).
Cerambycidae merupakan famili keenam terbesar dalam ordo Coleoptera
(White 1983). Famili Cerambycidae terdiri atas delapan subfamili, yakni
Parandrinae, Prioninae, Lepturinae, Spondylidinae, Necydalinae, Dorcasominae,
Cerambycinae, dan Lamiinae (Heffern 2013). Cerambycidae merupakan
kelompok kumbang yang mudah dikenal karena memiliki antena panjang, yang
dapat mencapai lebih dari separuh panjang tubuhnya. Panjang antena pada
kumbang betina dewasa dapat mencapai sepanjang tubuhnya, sedangkan pada
kumbang jantan dewasa dapat mencapai dua kali atau lebih dari panjang tubuhnya
(Noerdjito et al. 2003). Bentuk mata umumnya menakik (notched), yaitu mata
mengelilingi pangkal antena. Bentuk tubuh biasanya memanjang, bersisi sejajar
dengan panjang 3-73 mm. Formula tarsi terlihat 4-4-4, namun sebenarnya 5-5-5,
karena ruas ke 4 sangat kecil dan tersembunyi (Borror et al. 1989).
Larva kumbang cerambycid hidup sebagai pengebor tumbuhan berkayu
(Makihara 1999). Kumbang betina dewasa meletakkan telur di bawah kulit kayu
2
atau pada celah pohon yang baru ditebang. Setelah telur menetas, larva
cerambycid akan mengebor masuk ke dalam kayu (Noerdjito 2011). Sebagian
besar larva cerambycid diketahui hidup sebagai pengebor kayu, terutama pada
kayu mati, kayu yang sedang melapuk, dan beberapa pada kayu kering. Sebagian
kecil larva cerambycid hidup pada cabang dan ranting tumbuhan yang sehat
(Kalshoven 1981). Beberapa spesies larva cerambycid hidup sebagai pengebor
pohon bambu dan berbagai tanaman rumput (Noerdjito et al. 2005). Fase dewasa
kumbang ini hidup sebagai pemakan nektar, pucuk daun, dan kulit kayu
(Noerdjito 2011).
La Mantia et al. (2010) melaporkan bahwa keanekaragaman spesies
kumbang cerambycid yang ditemukan di suatu kawasan berkaitan dengan
heterogenitas vegetasinya. Beberapa spesies kumbang cerambycid hanya
ditemukan di kawasan hutan, dan beberapa spesies lainnya ditemukan di kawasan
terbuka atau hutan terganggu (hutan tebangan, perubahan hutan menjadi
agroforestri, hutan bekas kebakaran), sehingga struktur komunitas kumbang
cerambycid di suatu kawasan adalah khas. Struktur kumbang cerambycid dapat
digunakan sebagai bioindikator suatu kawasan hutan (Noerdjito et al. 2004).
Di Asia, sekitar 35.000 spesies kumbang cerambycid telah teridentifikasi
dan sekitar 800 spesies dilaporkan dari hutan dataran rendah di Kalimantan Timur
(Makihara 1999). Keanekaragaman kumbang cerambycid telah dilaporkan di
beberapa kawasan di Jawa diantaranya 150 spesies di Taman Nasional Gunung
Halimun (Makihara & Noerdjito 2002), 38 spesies di Taman Nasional Gunung
Ciremai (Noerdjito 2008), 13 spesies di Kebun Raya Bogor (Noerdjito 2010), dan
38 spesies di Gunung Salak (Noerdjito 2012). Selain itu, keanekaragaman
kumbang cerambycid juga dilaporkan di Sumatera, yaitu 72 spesies di Jambi
(Fahri 2013). Koleksi kumbang cerambycid yang tersimpan di Museum
Zoologicum Bogoriense (MZB), Pusat Penelitian Biologi, LIPI sekitar 1200
spesies yang terkoleksi dari berbagai wilayah di Indonesia (Makihara & Noerdjito
2004).
Penelitian mengenai kumbang cerambycid di kawasan cagar alam
Pangandaran belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai kumbang cerambycid sebagai data awal untuk mengetahui tingkat
keanekaragaman dan kelimpahannya.
Perumusan Masalah
Kawasan cagar alam Pangandaran merupakan kawasan hutan alam yang
berbentuk semenanjung. Kawasan ini memiliki keanekaragaman vegetasi hutan
dataran rendah yang banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan pantai dengan
kecepatan angin yang tinggi. Keanekaragaman kumbang cerambycid sangat
berkaitan dengan heterogenitas vegetasi, maka di kawasan cagar alam
Pangandaran kemungkinan ditemukan kumbang cerambycid yang khas, yang
mungkin belum pernah dilaporkan dari beberapa kawasan di Jawa lainnya.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalis tingkat keanekaragaman
dan kelimpahan kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran; (2)
mengukur efektivitas penggunaan perangkap cabang Artocarpus dan perangkap
cabang Ficus untuk koleksi kumbang cerambycid.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang cerambycid yang dapat
digunakan dalam upaya konservasi serangga. Data mengenai struktur komunitas
kumbang cerambycid dapat digunakan untuk menilai tingkat degradasi hutan dan
usaha konservasi habitat dan ekosistem secara umum.
4
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel kumbang cerambycid dilakukan pada bulan Mei 2014
di kawasan cagar alam Pangandaran, Jawa Barat. Pengambilan sampel kumbang
dilakukan di 4 lokasi, yaitu 2 lokasi di kawasan taman wisata alam (TWA I dan
TWA II) dan 2 lokasi di kawasan cagar alam (CA I dan CA II) (Gambar 1). Data
koordinat dari setiap lokasi pengambilan sampel ditentukan menggunakan Global
Positioning System (GPS) (Tabel 1).
Preservasi dan identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Entomologi,
Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong. Deskripsi dari masing-masing lokasi pengambilan sampel
kumbang cerambycid ialah sebagai berikut:
a. Lokasi I: Taman Wisata Alam I (TWA I)
Lokasi TWA I berada di dekat pantai timur yang berbatasan dengan wilayah
cagar alam. Lokasi ini memiliki kanopi tertutup dan terdapat banyak pohon
tumbang dan kayu lapuk. Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya ki buaya
(Leea indica), kenanga (Cananga odorata), caruy (Pterospermum javanicum),
ki kores (Physchotria viridiflora), ki minyak (Casearia sp.), dan jati (Tectona
grandis) (Gambar 2a).
b. Lokasi II: Taman Wisata Alam II (TWA II)
Lokasi TWA II berada di dekat situs peninggalan sejarah Batu Kalde,
melewati kawasan Goa Lanang dan Sumur Mudal. Lokasi ini memiliki kanopi
tertutup, terdapat banyak pohon tumbang dan kayu lapuk. Vegetasi yang dapat
dijumpai, diantaranya kondang (Ficus variegata), jati (T. grandis), mahoni
(Swietenia mahagoni), caruy (P. javanicum), hantap heulang (Sterculia
coccinea), dan jambu alas (Syzygium densiflora) (Gambar 2b).
c. Lokasi III: Cagar Alam I (CA I)
Lokasi ini merupakan kawasan terbuka dengan topografi sedikit berbukit.
Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya jati (T. grandis), beringin (Ficus
benjamina), seruni (Chrysanthemum indicum), ki hujan (Samanea saman),
singkil (Premna spp.), sembung (Blumea balsamifera), kelepu (Nauclea
orientalis), kiara (Ficus microcarpa), dan salam (Eugenia polyantha). Di
kawasan ini juga banyak ditemukan vegetasi perdu (Gambar 2c).
d. Lokasi IV: Cagar Alam II (CA II)
Lokasi ini dekat dengan pantai pasir putih yang berada di wilayah pantai barat.
Lokasi pasir putih biasanya ramai dikunjungi oleh wisatawan. Lokasi ini
memiliki kanopi yang tertutup. Vegetasi yang dapat dijumpai, diantaranya
cangkuang (Pandanus furcatus), loa (Ficus racemosa), beringin (F.
benjamina), kondang (F. variegata), salam (E. polyantha), caruy (P.
javanicum), dan kopo (Syzygium cymosum) (Gambar 2d).
5
Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan taman wisata alam dan cagar alam
Pangandaran: Taman Wisata Alam I (I), Taman Wisata Alam II (II),
Cagar Alam I (III), Cagar Alam II (IV).
Tabel 1 Titik koordinat dan ketinggian lokasi pengambilan sampel kumbang
cerambycid di cagar alam Pangandaran
Ketinggian
Lokasi
Titik Koordinat
(m dpl)
07° 42' 43.0'' LS
Taman Wisata Alam I
37
108° 39' 73.0'' BT
07° 42' 41.2'' LS
Taman Wisata Alam II
43
108° 39' 60.2'' BT
07° 42' 64.8'' LS
Cagar Alam I
65
108° 39' 36.3'' BT
07° 42' 50.4'' LS
Cagar Alam II
23
108° 39' 14.6'' BT
Keterangan: m dpl (meter di atas permukaan laut)
6
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel kumbang cerambycid: Taman Wisata
Alam I (a), Taman Wisata Alam II (b), Cagar Alam I (c), dan Cagar
Alam II (d).
Koleksi Kumbang Cerambycid
Koleksi kumbang cerambycid dilakukan dengan menggunakan perangkap
cabang tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus) dan cabang tumbuhan awarawar (Ficus septica). Perangkap cabang ini digunakan sebagai penarik kehadiran
kumbang cerambycid. Perangkap cabang Artocarpus dan Ficus ini berupa seikat
cabang tumbuhan (5 cabang beserta daunnya, dengan panjang sekitar 1 m)
diikatkan pada cabang pohon atau batang kayu pada ketinggian ±1.5 m dari
permukaan tanah dan dibiarkan sampai layu untuk menarik kehadiran kumbang
cerambycid (Noerdjito et al. 2003). Di setiap lokasi, dipasang 10 perangkap
Artocarpus dan 10 perangkap Ficus. Pemasangan perangkap dilakukan secara
sistematik, yang dipasang berselang-seling antara perangkap Artocarpus dan
perangkap Ficus. Jarak antar perangkap sekitar 50 m (Gambar 3).
Koleksi sampel dilakukan pada hari ke 3, ke 6, ke 9, dan ke 12 setelah
pemasangan perangkap. Koleksi sampel dilakukan dengan metode beating, yaitu
menggoyangkan atau memukul perangkap dengan dialasi penadah kain putih
berukuran 2m x 1m di bagian bawahnya. Kumbang cerambycid yang terjatuh ke
penadah, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah ditetesi dengan
7
ethyl acetat (Gambar 4). Kumbang yang telah dibius, kemudian disimpan untuk di
proses menjadi koleksi kering.
Gambar 3 Skema pemasangan perangkap di setiap lokasi pengambilan sampel di
cagar alam Pangandaran. AT=Artocarpus trap, FT=Ficus trap.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4 Koleksi kumbang cerambycid: perangkap Artocarpus (a), perangkap
Ficus (b), koleksi kumbang dengan metode beating (c), spesimen
kumbang dalam botol sampel (d).
Preservasi Kumbang Cerambycid
Preservasi spesimen kumbang dilakukan dengan metode standar (Borror
1989). Metode preservasi ini mencegah adanya kerusakan pada spesimen yang
akan menyulitkan dalam proses identifikasi. Preservasi kumbang cerambycid
dilakukan dengan pinning dan labelling. Pinning dilakukan dengan cara
8
menusukkan jarum pada bagian elytra sebelah kanan. Pinning dilakukan untuk
kumbang yang berukuran lebih dari 10 mm. Kumbang yang berukuran kurang
dari 10 mm ditempelkan pada point card. Penggunaan point card dilakukan
dengan cara menyentuhkan lem pada ujung point card kemudian disentuhkan
pada bagian toraks sebelah kiri, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah
pinning, dilanjutkan dengan proses labelling yang meliputi lokasi, waktu koleksi,
metode koleksi, dan nama kolektor. Spesimen kumbang kemudian dimasukkan ke
dalam oven selama satu minggu, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama satu
minggu. Selanjutnya spesimen dibawa ke ruang koleksi untuk proses identifikasi.
Identifikasi Kumbang Cerambycid
Spesimen diidentifikasi hingga tingkat genus berdasarkan Cherepanov
(1990). Cerambycidae diidentifikasi hingga tingkat spesies berdasarkan Makihara
& Noerdjito (2002), Noerdjito et al. (2004), dan membandingkan dengan koleksi
spesimen yang terdapat di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), LIPI. Semua
spesimen kumbang cerambycid yang telah diidentifikasi disimpan di MZB, LIPI.
Karakter yang diamati pada tingkat subordo adalah metakoksa membagi
atau tidak membagi ruas pertama abdomen (Gambar 5). Karakter yang diamati
pada tingkat famili adalah ada tidaknya sutura notopleural, elytra menutup atau
tidak menutup abdomen, panjang antena kurang atau lebih dari separuh panjang
tubuh, mata utuh atau berlekuk mengelilingi pangkal antena (Gambar 6).
Karakter tingkat subfamili yang diamati pada Cerambycidae adalah bagian lateral
pronotum, bentuk ruas palpus maksila terakhir, ruas tarsi, dan bentuk koksa depan.
Kunci identifikasi untuk subfamili dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tingkat
genus dan spesies, karakter yang diamati meliputi (a) panjang tubuh yang diukur
dari tepi anterior toraks hingga ujung abdomen; (b) bentuk tubuh, pronotum,
skutelum, dan abdomen; (c) panjang dan lebar kepala, toraks, dan elytra; serta (d)
pola dan warna tubuh.
s1
ks3
ks3
s1
s2
s2
a
b
Gambar 5 Karakter subordo kumbang: Adephaga (a), Polyphaga (b).
ks3=metakoksa; s1-2=sklerit 1-2.
9
pa
md
ma
ant
prn
kp
r
ks1
lt
sku
ks2
tor
el
ks3
fm
s1
tb
esu
tr
ab
s2
s3
s4
s5
eap
b
a
Gambar 6 Morfologi Cerambycidae yang digunakan untuk identifikasi: sisi dorsal
(a), sisi ventral (b). ma=mata, pa=pangkal antena, lt=lateral tubercle,
prn=pronotum, ant=antena, el=elytra, esu=elytra sutura, eap=elytra
apeks, sku=skutelum, fm=femur, tb=tibia, tr=tarsus, tor=toraks,
kp=kepala,
ab=abdomen,
md=mandibula,
ks1=prokoksa,
ks2=mesokoksa, ks3=metakoksa, s1-5=sklerit 1-5.
Pengukuran Faktor Lingkungan
Di setiap lokasi pengamatan dilakukan pengukuran parameter lingkungan,
meliputi suhu udara (˚C), kelembaban (%), kecepatan angin (m/s), dan intensitas
cahaya (lux). Selain itu, di setiap lokasi juga diamati mengenai jenis vegetasi yang
dominan, penutupan tajuk, dan keberadaan kayu lapuk dan membusuk.
Analisis Data
Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi dianalisis dengan menghitung
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), indeks kemerataan (E), dan indeks
dominansi (D) (Magurran 1988). Komposisi spesies kumbang cerambycid antar
lokasi dianalisis dengan indeks kesamaan Bray-Curtis (Bray & Curtis 1957), dan
dibuat dalam bentuk matriks dan dendogram dengan menggunakan program
Paleontological Statistics (PAST) versi 1.93. Indeks kesamaan Bray-Curtis
dianalisis untuk mempelajari kemiripan komunitas kumbang cerambycid antar
lokasi pengamatan. Hubungan antara lokasi pengamatan, spesies, dan faktor
10
lingkungan dianalisis menggunakan Canonical Correspondence Analysis (CCA)
dalam program PAST versi 1.93. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H')
Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu
komunitas dan memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per
individu per spesies.
(H') = - ∑ Pi ln Pi
Keterangan:
H'
: indeks keanekaragaman
Σ
: jumlah spesies
Pi
: ni/N
ni
: jumlah individu spesies ke-i
N
: jumlah individu total
2.
Indeks Kemerataan (E)
Indeks kemerataan menunjukkan komposisi individu tiap spesies yang
terdapat dalam suatu komunitas.
H′
(E) =
ln S
Keterangan:
E
: indeks kemerataan
H'
: indeks keanekaragaman
ln
: logaritma natural
S
: jumlah spesies
Indeks Dominansi D
Indeks dominansi menunjukkan ada atau tidaknya spesies yang mendominasi
spesies lainnya dalam suatu komunitas.
D = Pi ²
Keterangan:
D
: indeks dominansi
Pi
: ni/N
ni
: jumlah individu spesies ke-i
N
: jumlah individu total
3.
4. Indeks Kesamaan Bray-Curtis
Indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan tingkat kemiripan komunitas antar
lokasi pengamatan.
2�
=
� +�
Keterangan:
BC
: indeks kesamaan Bray-Curtis
Si
: jumlah spesies pada lokasi i
Sj
: jumlah spesies pada lokasi j
Cij
: jumlah spesies yang sama
pada lokasi i dan j
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Kawasan Cagar Alam Pangandaran
Kondisi lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran selama
pengambilan sampel kumbang cerambycid memiliki suhu berkisar 30°C-32°C,
kelembaban berkisar 70%-80%. Kecepatan angin dan intensitas cahaya di lokasi
CA I (1,3 m/s dan 4306,5 lux) lebih tinggi dibandingkan ketiga lokasi lainnya,
karena lokasi CA I merupakan kawasan terbuka (Tabel 2).
Tabel 2 Parameter lingkungan di kawasan cagar alam Pangandaran
Lokasi
Parameter
Satuan
TWA I
TWA II
CA I
Suhu
˚C
31.2
29.9
30.7
Kelembaban
%
77.8
83.0
78.5
Kecepatan angin
m/s
0.0
0.0
1.3
Intensitas cahaya
lux
403.8
171.7
4306.5
CA II
32.1
69.0
0.2
197.5
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Cerambycid
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari empat lokasi pengamatan
sebanyak 574 individu, yang termasuk dalam satu subfamili, 8 tribe, 12 genus,
dan 20 spesies. Semua cerambycid yang terkoleksi termasuk dalam subfamili
Lamiinae. Genus yang paling banyak terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran ialah Sybra dan Pterolophia (masing-masing 5 spesies dan 4 spesies).
Jumlah spesies cerambycid tertinggi (17 spesies) terkoleksi dari lokasi TWA I dan
terendah di CA I (9 spesies). Di lokasi TWA II dan lokasi CA II masing-masing
terkoleksi 11 spesies dan 13 spesies (Tabel 3).
Komposisi spesies kumbang cerambycid yang ditemukan di empat lokasi
pengamatan bervariasi. Spesies yang dominan di semua lokasi pengamatan ialah
Sybra binotata, Nyctimenius javanus, dan Pterolophia melanura. Spesies lain
yang juga dominan namun tidak ditemukan di kawasan terbuka (CA I) ialah
Acalolepta rusticatrix, Cacia curta, Gnoma confusa, dan Pterolophia triangularis.
Selain itu, juga terdapat spesies yang hanya terkoleksi di satu lokasi pengamatan,
diantaranya Cereopsius javanus (TWA I), S. lateralis (CA I), S. obliquefasciata
(CA II), dan Exocentrus artocarpi (CA II) dengan kelimpahan individu yang
sangat rendah (1-2 individu).
Spesies yang memiliki kelimpahan tinggi, diantaranya S. binotata (229
individu), N. javanus (74 individu), Atimura bacillina (67 individu), dan A.
rusticatrix (45 individu). Spesies yang memiliki kelimpahan rendah adalah
Myagrus javanicus (5 individu), Epepeotes luscus (4 individu), C. curta (4
individu), C. herbaceae (3 individu), S. fuscotriangularis (2 individu), S.
obliquefasciata (2 individu), P. secuta (2 individu), C. javanus (1 individu), S.
lateralis (1 individu), dan E. artocarpi (1 individu).
12
Tabel 3 Spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi di empat lokasi dengan
menggunakan perangkap Artocarpus dan perangkap Ficus
Taman Wisata Alam
Cagar Alam
Subfamili
Jumlah
TWA I
TWA II
CA I
CA II
Tribe
Genus (spesies)
AT FT
AT FT
AT FT
AT FT AT
FT
Lamiinae
Monochamini
Acalolepta rusticatrix
5
8
4
9
0
0
9
10
18
27
Epepeotes luscus
2
0
0
0
0
1
1
0
3
1
Myagrus javanicus
2
2
0
1
0
0
0
0
2
3
Cereopsius javanus
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Mesosini
Cacia curta
1
0
2
0
0
0
1
0
4
0
C. herbaceae
1
0
2
0
0
0
0
0
3
0
Gnomini
Gnoma confusa
4
3
6
1
0
0
7
2
17
6
Apomecynini
Atimura bacillina
2
0
0
0
56
7
1
1
59
8
Sybra alternans
0
4
0
0
12
5
3
1
15
10
S. fuscotriangularis
1
0
0
0
0
0
1
0
2
0
S. lateralis
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
S. binotata
28
29
31
14
38
45
30
14
127 102
S. obliquefasciata
0
0
0
0
0
0
2
0
2
0
Nyctimeniini
Nyctimenius javanus
12
17
26
10
1
4
0
4
39
35
Pteropliini
Pterolophia uniformis
6
2
1
0
11
5
0
0
18
7
P. triangularis
5
3
1
0
0
0
2
0
8
3
P. melanura
2
5
4
1
10
9
3
1
19
16
P. secuta
1
0
0
0
1
0
0
0
2
0
Acanthocinini
Exocentrus artocarpi
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Agaphantiini
Pothyne vittata
1
6
0
8
0
0
0
0
1
14
Jumlah individu
74
79
77
44 130 76
61
33
342 232
Jumlah individu total
153
121
206
94
574
Jumlah spesies
17
11
9
13
20
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam, AT = perangkap Artocarpus, FT =
perangkap Ficus
Kelimpahan kumbang cerambycid tertinggi terdapat di lokasi CA I yang
didominasi oleh spesies berukuran kecil, seperti A. bacillina, S. alternans, S.
binotata, P. uniformis, dan P. melanura. Kumbang cerambycid yang terkoleksi
memiliki ukuran berkisar 0.4 cm (E. artocarpi) sampai 4 cm (A. rusticatrix)
(Gambar 7 dan Gambar 8). Kumbang cerambycid yang berukuran besar (> 10
mm) ialah A. rusticatrix, E. luscus, M. javanicus, C. javanus, dan G. confusa.
Sebagian besar kumbang cerambycid yang terkoleksi berwarna cokelat kehitaman.
Spesies yang termasuk dalam tribe Monochamini, seperti A. rusticatrix, E. luscus,
M. javanicus, dan C. javanus memiliki lateral tubercle (benjolan kecil membulat
atau seperti tombol) pada bagian tepi pronotumnya. Spesies kumbang cerambycid
yang besar (A. rusticatrix, E. luscus, M. javanicus, G. confusa, dan P. vittata)
memiliki antena yang panjangnya mencapai lebih dari panjang tubuhnya.
Deskripsi dari masing-masing spesies kumbang cerambycid yang terkoleksi dapat
dilihat pada Lampiran 2.
13
1 cm
1 cm
1 cm
a
c
b
0.5 cm
1 cm
0.5 cm
1 cm
e
d
1 cm
0.3 cm
0.5 cm
h
g
f
i
j
Gambar 7 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. rusticatrix (a), E. luscus (b), M. javanicus (c), C.
javanus (d) (tribe Monochamini), C. curta (e), C. herbaceae (f)
(tribe Mesosini), G. confusa (g) (tribe Gnomini), N. javanus (h)
(tribe Nyctimeniini), E. artocarpi (i) (tribe Acanthocinini), P. vittata
(j) (tribe Agapanthiini).
14
0.3 cm
0.3 cm
0.3 cm
a
c
b
0.3 cm
0.3 cm
0.3 cm
e
d
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
g
f
h
i
0.5 cm
j
Gambar 8 Spesies cerambycid yang terkoleksi di kawasan cagar alam
Pangandaran: A. bacillina (a), S. alternans (b), S. fuscotriangularis
(c), S. lateralis (d), S. binotata (e), S. obliquefasciata (f) (tribe
Apomecynini), P. uniformis (g), P. triangularis (h), P. melanura (i),
P. secuta (j) (tribe Pteropliini).
15
Keanekaragaman dan kemerataan spesies kumbang cerambycid tertinggi
ditemukan pada lokasi TWA I (H'=2.09, E=0.74) dan terendah di lokasi CA I
(H'=1.52). Keanekaragaman spesies di lokasi TWA II dan lokasi CA II relatif
sama (H'=1.70 dan H'=1.75) (Tabel 4).
Tabel 4 Indeks keanekaragaman (H'), kemerataan (E), dan dominansi (D)
kumbang cerambycid di kawasan cagar alam Pangandaran
Indeks
H'
E
D
TWA I
2.09
0.74
0.20
TWA II
1.70
0.71
0.25
CA I
1.52
0.69
0.28
CA II
1.75
0.68
0.28
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
Berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, kesamaan komunitas kumbang
cerambycid antar lokasi pengamatan berkisar 0.34-0.81 (Tabel 5). Kumbang A.
rusticatrix, G. confusa, dan N. javanus mendominasi di lokasi TWA I dan TWA II.
Cerambycid yang paling banyak terkoleksi di lokasi CA II ialah A. rusticatrix, G.
confusa, S. obliquefasciata, dan E. artocarpi, sedangkan cerambycid yang banyak
terkoleksi di lokasi CA I ialah A. bacillina, S. alternans, S. lateralis, S. binotata, P.
uniformis, dan P. melanura. Berdasarkan dendogram, kesamaan komunitas yang
paling tinggi adalah antara lokasi TWA I dan TWA II, sedangkan komunitas
cerambycid di lokasi CA I terpisah (Gambar 9).
Tabel 5 Matriks kesamaan komunitas kumbang cerambycid antar lokasi di
kawasan cagar alam Pangandaran
Lokasi
TWA I
TWA II
CA I
CA II
TWA I
1
0.81
0.47
0.67
TWA II
0.81
1
0.34
0.69
CA I
0.47
0.34
1
0.39
CA II
0.67
0.69
0.39
1
Keterangan: TWA = taman wisata alam, CA = cagar alam
CA II
TWA II
TWA I
CA I
0.40
0.48
0.56
0.64
0.72
0.80
0.88
0.96
Similarity
Gambar 9 Dendogram kesamaan komunitas kumbang cerambycid berdasarkan
indeks kesamaan Bray-Curtis. TWA=Taman Wisata Alam,
CA=Cagar Alam.
16
Kehadiran kumbang cerambycid di suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Kecepatan angin dan intensitas cahaya berpengaruh besar
terhadap distribusi spesies A. bacillina, S. lateralis, dan P.melanura di lokasi CA I.
Distribusi spesies E. luscus lebih dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kumbang S.
binotata dapat ditemukan di semua lokasi pengamatan. Kelembaban tidak
berpengaruh signifikan terhadap distribusi spesies cerambycid di kawasan cagar
alam Pangandaran (Gambar 10).
Gambar 10 Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA) antara
faktor lingkungan dengan spesies kumbang cerambycid yang
terkoleksi di cagar alam Pangandaran.
Efektivitas Penggunaan Perangkap Artocarpus dan Perangkap Ficus
Kumbang cerambycid yang terkoleksi pada perangkap Artocarpus (342
individu) lebih banyak dibandingkan perangkap Ficus (232 individu). Dari 20
spesies yang terkoleksi, 12 spesies terkoleksi pada kedua perangkap dan delapan
spesies (C. javanus, C. curta, C. herbaceae, S. fuscotriangularis, S. lateralis, S.
obliquefasciata, P. secuta, dan E. artocarpi) hanya terkoleksi pada perangkap
Artocarpus.
Jumlah individu yang terkoleksi pada perangkap Artocarpus meningkat dari
koleksi hari ke 3 hingga hari ke 6 dan menurun pada koleksi selanjutnya. Jumlah
individu yang terkoleksi pada perangkap Ficus meningkat dari koleksi hari ke 3
hingga koleksi hari ke 9 dan menurun pada koleksi hari ke 12 (Gambar 11a).
Jumlah spesies kumulatif yang terkoleksi pada perangkap meningkat dari koleksi
hari ke 3 hingga koleksi hari ke 12 (Gambar 11b).
17
(a)
Gambar 11 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
perangkap Ficus (FT): jumlah individu (a), jumlah spesies kumulatif
(b).
Di semua lokasi, jumlah individu yang terkoleksi pada perangkap
Artocarpus lebih banyak dibandingkan pada perangkap Ficus (Gambar 12a). Dari
total 20 spesies, sebanyak delapan spesies terkoleksi pada perangkap Artocarpus
dan 12 spesies terkoleksi pada dua macam perangkap. Semua spesies yang
terkoleksi pada perangkap Ficus juga terkoleksi pada perangkap Artocarpus
(Gambar 12b).
(a)
(b)
Gambar 12 Cerambycid yang terkoleksi dengan perangkap Artocarpus (AT) dan
Ficus (FT) di setiap lokasi: jumlah individu (a), dan jumlah spesies
(b).
Pembahasan
Kelimpahan Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Kelimpahan kumbang cerambycid di keempat lokasi pengamatan bervariasi.
Kelimpahan cerambycid tertinggi terdapat di kawasan terbuka (lokasi CA I).
Speises yang memiliki kelimpahan tinggi di lokasi ini diantaranya A. bacillina, S.
alternans, S. binotata, P. uniformis, dan P. melanura. Spesies-spesies tersebut
merupakan cerambycid berukuran kecil (< 10 mm). Hal ini diduga selain karena
adanya faktor pembatas, seperti intensitas cahaya dan kecepatan angin, di lokasi
CA I juga terdapat beberapa vegetasi perdu yang kemungkinan menjadi tumbuhan
inang untuk beberapa spesies cerambycid, terutama yang berukuran kecil.
18
Larva cerambycid yang berukuran kecil umumnya lebih tertarik pada
cabang atau ranting tumbuhan yang berukuran kecil. Kvamme & Wallin (2011)
melaporkan bahwa kumbang Stenostola ferrea yang memiliki ukuran 8-14 mm
menyukai tanaman Tilia spp. sebagai tanaman inang yang memiliki diameter
cabang dan ranting berukuran 1-20 cm. Maeto et al. (2002) juga melaporkan
ukuran diameter pohon berpengaruh terhadap keanekaragaman kumbang
cerambycid di suatu habitat. Kelimpahan spesies cerambycid di suatu kawasan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi habitat, ketersediaan
tumbuhan berkayu, musuh alami, dan faktor lingkungan.
Spesies A. bacillina banyak terkoleksi di lokasi terbuka (CA I). Menurut
Noerdjito et al. (2009), spesies ini merupakan spesies indikator hutan terganggu,
karena biasanya spesies ini banyak ditemukan di kawasan hutan terbuka atau
hutan terganggu akibat penebangan, kebakaran, dan alih fungsi kawasan. Spesies
A.rusticatrix dan E.luscus lebih banyak terkoleksi di lokasi TWA I dan TWA II.
Menurut Noerdjito et al. (2009), spesies tersebut merupakan indikator untuk hutan
alam, karena kumbang ini banyak ditemukan di kawasan hutan primer atau hutan
sekunder. Menurut Tscharntke et al. (2002), spesies yang berukuran besar lebih
rentan terhadap kerusakan habitat dibandingkan dengan yang berukuran kecil,
karena spesies berukuran besar bereproduksi lebih lambat dan membutuhkan
energi yang lebih banyak. Beberapa spesies kumbang cerambycid juga diketahui
sebagai hama tanaman, seperti Plocaederus ferrugineus yang menjadi hama
tanaman jambu mete (Asogwa et al. 2009), Rhytidodera integra dan Palimna
annulata sebagai hama tanaman mangga (Amirullah et al. 2014).
Keanekaragaman Kumbang Cerambycid di Cagar Alam Pangandaran
Kumbang cerambycid yang terkoleksi dari kawasan cagar alam
Pangandaran terdiri atas satu subfamili Lamiinae, 12 genus, dan 20 spesies.
Subfamili Laminae memiliki ciri morfologi posisi muka datar dan bentuk
pronotum yang sedikit menyempit dari dasar elytra (Borror et al. 1989). Subfamili
Lamiinae merupakan kelompok kumbang yang besar, mencakup berbagai genus
dengan warna dan ukuran yang beragam. Di Asia Tenggara, kumbang Lamiinae
telah teridentifikasi sekitar 180 genus, dan masih banyak yang belum
teridentifikasi (Fah 2010). Umumnya, kumbang cerambycid ini tertarik pada
cabang dan ranting mati (Kalshoven 1981). Kelompok Lamiinae merupakan
cerambycid yang aktif di siang hari. Kelompok ini juga diketahui tertarik dengan
tumbuhan Artocarpus. Makihara (1999) melaporkan sebanyak 279 spesies
kumbang cerambycid dari subfamili Lamiinae dikoleksi di Kalimantan Timur, 38
spesies diantaranya ditemukan pada tumbuhan Artocarpus sebagai tumbuhan
inangnya.
Dua genus yang ditemukan dominan ialah Sybra dan Pterolophia. Genus
tersebut merupakan cerambycid yang memiliki ukuran tubuh kecil. Kedua genus
tersebut banyak ditemukan di kawasan terbuka (lokasi CA I). Genus Sybra
diketahui lebih memilih tumbuhan inang yang kering, seperti cabang dan ranting
mati tumbuhan Euphorbia, Barringtonia, Cycas, Hibiscus, Artocarpus, dan Ficus.
Genus Sybra memiliki sebaran yang luas, yaitu di Indonesia, Philipina,
Micronesia, hingga kepulauan Hawaii (Chen et al. 2001).
19
Keanekaragaman spesies cerambycid tertinggi terdapat di lokasi TWA I.
Lokasi ini didominasi oleh vegetasi pohon besar, tutupan tajuk rapat, dan terdapat
banyak pohon tumbang yang melapuk. Batang kayu dan ranting lapuk merupakan
habitat bagi larva cerambycid, sehingga lokasi ini sangat mendukung kehadiran
kumbang cerambycid. Menurut Noerdjito et al. (2003), kumbang cerambycid
memiliki ketergantungan dengan kayu mati dan sensitif dengan kondisi hutan. Hal
ini juga sesuai dengan laporan Fellin (1980), bahwa larva kumbang cerambycid
memakan kayu mati dan berperan penting dalam proses pelapukan. Spesies yang
dominan di lokasi TWA I, diantaranya A. rusticatrix, G. confusa, S. binotata, N.
javanus, dan P. vittata. Kumbang A. rusticatrix, G. confusa, dan P. vittata
merupakan cerambycid yang berukuran besar (> 10 mm). Larva kumbang
cerambycid yang berukuran besar biasanya lebih memilih cabang atau ranting
kayu yang besar untuk meletakkan telur dan perkembangan larvanya.
Keanekaragaman kumbang cerambycid terendah ditemukan di lokasi CA I.
Lokasi CA I merupakan kawasan terbuka dengan intensitas cahaya dan kecepatan
angin yang tinggi. Oleh karena itu, hanya beberapa spesies kumbang cerambycid
yang mampu beradaptasi pada habitat tersebut. Perbedaan kondisi lingkungan di
setiap habitat dapat berpengaruh terhadap pola sebaran vegetasi, sehingga akan
mempengaruhi kemerataan spesies kumbang cerambycid (Amirullah et al. 2014).
Spesies yang dominan di lokasi CA I ialah A. bacillina, S. binotata, S. alternans,
P. uniformis, dan P. melanura yang merupakan cerambycid berukuran kecil.
Menurut (Noerdjito 2010), spesies tersebut diketahui mampu beradaptasi pada
daerah terbuka. Di lokasi CA I ditemukan beberapa vegetasi perdu yang memiliki
cabang dan ranting berukuran kecil. Vegetasi tersebut kemungkinan menjadi
tanaman inang untuk beberapa spesies cerambycid. Sesuai dengan laporan
Noerdjito (2011), beberapa spesies kumbang cerambycid akan memilih spesies
pohon atau semak yang berbeda sebagai tanaman inangnya.
Lokasi TWA I dan lokasi TWA II memiliki kesamaan spesies tertinggi.
Sebelas spesies terkoleksi dari lokasi TWA I dan TWA II, yaitu A. rusticatrix, M.
javanicus, C. curta, C. herbaceae, G. confusa, S. binotata, N. javanus, P.
uniformis, P. triangularis, P. melanura, dan P. vittata. Lokasi TWA I dan TWA II
memiliki karakteristik habitat yang relatif sama, yakni didominasi vegetasi pohon
besar, tutupan tajuk yang rapat, serta banyak ditemukan kayu dan ranting lapuk.
Spesies kumbang cerambycid yang ditemukan di kawasan cagar alam
Pangandaran memiliki kesamaan dengan hasil penelitian di beberapa kawasan di
Jawa. Dari 20 spesies yang ditemukan, delapan spesies (A. rusticatrix, A. bacillina,
E. luscus, P. melanura, P. uniformis, S. binotata, S. fuscotriangularis, dan S.
obliquefasciata) juga ditemukan di Gunung Salak (Noerdjito 2012), dan enam
spesies (A. rusticatrix, E. luscus, P. vittata, P. melanura, S. binotata, dan S.
fuscotriangularis) juga ditemukan di Gunung Slamet (Noerdjito 2011). Selain itu,
enam spesies (A. rusticatrix, E. luscus, A. bacillina, S. lateralis, P. melanura, dan
P. secuta) juga ditemukan di Jambi (Fahri 2013). Spesies A. rusticatrix, N.
javanus, dan P. melanura dapat ditemukan dibeberapa kawasan, tersebar dari
dataran rendah hingga dataran tinggi. Menurut Noerdjito (2010), spesies tersebut
diketahui mampu hidup di berbagai tipe habitat dan mempunyai sebaran yang luas.
Cerambycid yang terkoleksi di cagar alam Pangandaran didominasi oleh
spesies berukuran kecil. Hal ini diduga karena lokasi cagar alam Pangandaran
yang berada di dataran rendah dan dikelilingi pantai, sehingga hanya beberapa
20
spesies yang mampu beradaptasi. Letak kawasan juga dapat menjadi faktor
pembatas untuk distribusi beberapa spesies cerambycid. Menurut Tantowijaya
(2008), serangga yang hidup di dataran rendah mempunyai ukuran tubuh yang
lebih kecil dibandingkan dengan serangga yang hidup di dataran tinggi. Hal ini
terjadi karena adanya plastisitas morfologi. Selain ketinggian habitat, distribusi
kumbang cerambycid juga dapat dipengaruhi oleh keanekragaman veg