Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat

STUDI POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA
(Trachypithecus auratus sondaicus) DI CAGAR ALAM
PANANJUNG PANGANDARAN JAWA BARAT

NOVITA PUJI LEKSONO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Populasi dan
Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam
Pananjung Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

Novita Puji Leksono
NIM E34090099

ABSTRAK
NOVITA PUJI LEKSONO. Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa
Barat Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan ENTANG ISKANDAR.
Lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) merupakan salah satu
spesies primata endemik Jawa Barat yang termasuk dalam kategori Vulnerable IUCN
2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi populasi dan habitat
lutung jawa di Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Penelitian dilakukan pada bulan
Juni sampai Juli 2013. Kepadatan populasi lutung jawa dihitung dengan
menggunakan metode line transect sampling. Kepadatan populasi lutung jawa di CA
Pananjung Pangandaran dibagi berdasarkan lokasi pengamatan, yaitu Karang Pandan,
Tadah Angin, dan Cikamal. Kepadatan lutung jawa tertinggi ditemukan di Jalur
Karang Pandan dengan 8 individu/ha, kemudian Cikamal dengan 4 individu/ha, dan

terakhir Tadah Angin dengan 2 individu/ha. Keberadaan lutung jawa di CA
Pananjung Pangandaran didukung oleh habitatnya termasuk vegetasi. Ada beberapa
pohon yang menjadi pohon pakan bagi lutung jawa, dan yang paling sering dimakan
oleh lutung jawa adalah kiara beas (Ficus sumatrana) dan laban (Vitex Pubescens).

Kata kunci: habitat, kepadatan, lutung jawa, populasi

ABSTRACT
NOVITA PUJI LEKSONO. Study on Population and Habitat of Javan Langur
(Trachypithecus auratus sondaicus) in Pananjung Pangandaran Nature Reserve,
West Java. Supervised by NYOTO SANTOSO and ENTANG ISKANDAR.
Javan langur (Trachypithecus auratus sondaicus) is one of the endemic
primate species in West Java and is listed as Vulnerable status of IUCN 2013. The
purpose of this research was to study the population and habitat of javan langur at
Pananjung Pangandaran Nature Reserve. Observation had been done in June-July
2013. Population density of javan langur was estimated using line transect
sampling method. Population density of javan langur in Pangandaran Nature
Reserve was divided based on location of observation: Karang Pandan, Tadah
Angin, and Cikamal. Karang Pandan has the highest density with 8ndividulas/ha,
followed by Cikamal with 4 individuals/ha, and Tadah Angin with 2

individuals/ha. The existence of javan langur in Pangandaran Nature Reserve was
supported by its habitat, including the vegetation. There were some trees that
become the feeding tree of javan langur, the most frequently eaten by javan langur
were Ficus sumatrana and Vitex pubescens.
Keywords: density, habitat, javan langur, population

STUDI POPULASI DAN HABITAT LUTUNG JAWA
(Trachypithecus auratus sondaicus) DI CAGAR ALAM
PANANJUNG PANGANDARAN JAWA BARAT

NOVITA PUJI LEKSONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Studi Populasi dan Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran,
Jawa Barat
: Novita Puji Leksono
: E34090099

Disetujui oleh

Dr Ir Nyoto Santoso, MS
Pembimbing I


Dr Ir Entang Iskandar, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Populasi dan
Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung
Pangandaran, Jawa Barat”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli
2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nyoto Santoso, MS dan
Bapak Dr Ir Entang Iskandar, MSi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan, dan
saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Pusat
Studi Satwa Primata (PSSP)-LP-IPB yang telah memberikan dana untuk melakukan

penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para staf Resort Kawasan
Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Pangandaran yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Safrina Ayu
Trisnawati sebagai teman seperjuangan dan Alya Faryanti sebagai pemberi usulan
mengenai topik dan lokasi penelitian. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada bapak, ibu, seluruh anggota keluarga, Romi, Gagat, Luna, Bang Afroh
(KSHE 43), Kak Dhila Mansyur (KSHE 44), Bang Malau (KSHE 45), Bang Kamal
(KSHE 45), keluarga besar HIMAKOVA dan ANGGREK HITAM 46, dan para
sahabat atas doa dan kasih sayangnya, serta kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan moral maupun material dalam proses pembuatan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Novita Puji Leksono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Objek Penelitian

2


Metode Pengumpulan Data

2

Pengolahan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Populasi Lutung Jawa

7


Habitat Lutung Jawa

13

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18


LAMPIRAN

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Area pengamatan
Populasi lutung jawa
Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur
INP tertinggi masing-masing jalur
Jenis pohon pakan lutung jawa

6
8
10
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Metode line transect
Analisis vegetasi
Kondisi umum jalur pengamatan
Struktur umur lutung jawa tiap jalur
Aktivitas lutung jawa jalur
Aktivitas lutung jawa jalur 2
Aktivitas lutung jawa jalur 3
Aktivitas lutung jawa pada seluruh jalur
Aktivitas lutung jawa pada strata tajuk
Pohon kiara beas

2
3
7
9
11
11
12
12
13
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Lokasi ditemukannya lutung jawa
Hasil analisis vegetasi jalur 1
Hasil analisis vegetasi jalur 2
Hasil analisis vegetasi jalur 3
Gambar-gambar selama penelitian

20
21
25
29
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran merupakan kawasan hutan yang
didominasi oleh vegetasi hutan sekunder tua (Dishut 2008). Keberadaan kawasan
konservasi ini ditunjang dengan beberapa jenis satwa liar yang hidup di dalamnya.
Salah satu jenis satwa liar yang ditemukan di CA Pangandaran adalah lutung
jawa. Chivers (1988) yang diacu dalam Megantara (2004) menuliskan bahwa
lutung jawa yang merupakan pemakan biji berperan dalam regenerasi hutan
primer dan hutan sekunder.
Lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) merupakan salah satu jenis
primata endemik Jawa Barat yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan kategori
International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN) tahun 2013, lutung terdaftar dalam kategori Vulnerable (VU) atau rentan
terhadap kepunahan, yang artinya memiliki resiko tinggi terancam punah di alam
liar. Hal ini terjadi karena primata merupakan salah satu satwa liar yang
mengalami gangguan seperti penurunan jumlah populasi ataupun kehilangan
habitat akibat aktivitas manusia seperti memburu, merusak habitat, dan
mencemari lingkungan (Alikodra 2002). Luasan CA dan TWA Pangandaran yang
terbatas dikhawatirkan akan menghambat penyebaran lutung jawa dan
mempengaruhi kestabilan populasi serta mengancam kelestarian lutung jawa
(Husodo dan Megantara 2002). Engelhardt (2000) yang diacu dalam Megantara
(2004) melaporkan adanya penjualan lutung yang berasal dari kawasan konservasi
Pangandaran keluar kawasan (pasar). Penelitian Megantara (2004) menyebutkan
bahwa terjadi penurunan populasi lutung di kawasan Taman Wisata Alam (TWA)
Pangandaran dari 130 individu pada tahun 1988 menjadi sekitar 101-109 individu
pada 2003.
Data kondisi populasi dan habitat lutung jawa di CA Pananjung
Pangandaran belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai ukuran populasi dan potensi habitat lutung jawa (Trachypithecus
auratus sondaicus).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menghitung kepadatan populasi lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran.
2. Mendeskripsikan potensi habitat lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran.
Manfaat Penelitian
Data yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi pengelola kawasan CA Pananjung Pangandaran
dalam upaya pelestarian lutung jawa serta habitatnya.

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran,
Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni
sampai Juli 2013.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan antara lain Global Positioning System
(GPS), Range finder, Phi-band, Tally sheet, meteran, alat tulis, kamera, kantong
plastik, kompas, spidol, tali plastik, dan binokuler.
Objek Penelitian
Objek yang diteliti dalam penelitian adalah lutung jawa (Trachypithecus
auratus sondaicus) yang ada di CA Pananjung Pangandaran dengan spesifikasi
pendataan populasi dan habitatnya.
Metode Pengumpulan Data
Populasi Lutung Jawa
Pengumpulan data/pengamatan dilakukan melalui survei dengan
menggunakan metode jalur (line transect sampling method) pada lokasi-lokasi
yang telah ditentukan. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan berdasarkan
survey lapang yang telah dilakukan sebelumnya, informasi penelitian-penelitian
yang sudah ada, serta wawancara petugas balai dan penduduk lokal. Pengamatan
dilakukan sebanyak 14 kali ulangan pada setiap jalur pengamatan. Pengamatan
dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-12.00 WIB dan pada sore hari pukul 15.0017.00 WIB. Posisi lutung yang teramati pada saat pengamatan dicatat
menggunakan GPS. Jenis data yang dicatat pada saat pengamatan adalah jumlah
individu, jenis kelamin, kelas umur, sudut lokasi penemuan satwa terhadap jalur
pengamatan, dan jarak tegak lurus satwa terhadap jalur pengamatan.
S
S
r
T0

O



d

Arah transek

S

Gambar 1 Metode Line transect

Ta

3
Keterangan atas notasi-notasi yang digunakan pada Gambar 1 adalah d
menyatakan jarak tegak lurus antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan (d=
r.sinθ), r = jarak antar satwaliar dengan pengamat, θ = sudut antar posisi satwa
dengan lintasan pengamatan, O = posisi pengamat, dan S = posisi satwa.
Aktivitas Harian
Pengamatan aktivitas harian lutung jawa dilakukan dengan menggunakan
metode ad-libitum. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat semua aktivitas
yang dilakukan lutung jawa. Pengamatan aktivitas dilakukan bersamaan dengan
pengamatan populasi lutung jawa, yaitu di sepanjang jalur transek yang
digunakan. Posisi satwa dalam pengamatan juga dicatat sebagai data penggunaan
ruang oleh lutung jawa.
Habitat Lutung Jawa
Analisis vegetasi habitat lutung jawa dilakukan menggunakan metode jalur
berpetak (Gambar 2). Metode ini dimulai dengan membuat petak contoh seluas
20mx20m. Petak contoh yang dibuat minimal sebanyak 5 petak contoh dalam
setiap jalur pengamatan.
20 m

20 m

2m
5m
10m

Gambar 2 Analisis Vegetasi
Petak contoh yang telah dibuat akan dibagi menjadi petak ukur sesuai
pertumbuhan tiap vegetasinya :
1. Petak ukur semai (2mx2m), yaitu dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan
bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya liana, epifit, pandan dan palem.
2. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu dengan tinggi > 1,5 m dan diameter
batangnya < 10 cm.
3. Petak ukur tiang (10 m x10 m), yaitu dengan diameter batang antara 10 cm 19,9 cm.
4. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon berdiameter batang ≥ 20 cm.
Identifikasi Jenis dan Sumber Pakan Lutung Jawa
Identifikasi jenis pakan lutung jawa diamati bersamaan dengan
pengamatan aktivitas harian. Data yang dicatat adalah nama jenis tumbuhan dan
bagian tumbuhan yang dimakan dalam setiap pencatatan pengamat. Selain itu,
informasi yang didapatkan dari masyarakat melalui wawancara juga menjadi
pertimbangan dalam melakukan identifikasi sumber pakan.

4

Pengolahan dan Analisis Data
Populasi Lutung Jawa
Penghitungan lebar kiri-kanan jalur pengamatan
di

∑ di
ki

ri . inθ dan d̅i

Keterangan :
di
= jarak satwa dengan jalur pengamatan ke-i (m),
ri
= jarak satwa ke-i dengan pengamat (m),
θ
= sudut kontak pengamat dengan satwa, dan
ki
= kontak dengan satwa ke-i.
Luas rata-rata jalur pengamatan
i

. d̅ i

Keterangan :

= luas rata-rata seluruh jalur pengamatan (ha/jalur),
di
= rata-rata lebar kiri-kanan jalur pengamatan ke-i (m),
li
= panjang jalur pengamatan ke-i (m), dan
Kepadatan populasi tiap jalur
Pi

∑ xi

n.a

Keterangan :
xi
= jumlah satwa yang ditemukan pada jalur pengamatan ke-i (individu)
Ragam populasi dugaan
2
i

∑ x2i

2

( ∑ xi ) n
dan
n



Keterangan :
2
= ragam populasi pada jalur pengamatan ke-i,
i
= ragam rata-rata jalur ke-i.
̅i



2
i

n

Kisaran populasi dugaan setiap jalur

(Pi t(

⁄2 n )

i̅)

Struktur umur dan sex ratio
Struktur umur merupakan perbandingan jumlah individu di dalam setiap
kelas umur (Alikodra 2002). Struktur populasi lutung jawa dibagi berdasarkan
tiga kelompok kelas umur, yaitu dewasa, remaja dan anakan. Sex ratio atau nisbah
kelamin merupakan perbandingan antara jumlah jantan yang berpotensi untuk
reproduksi dengan betina yang berpotensi untuk reproduksi pada area
pengamatan.
S = J/B

5
Analisis Aktivitas Harian Lutung Jawa
Hasil yang diperoleh berupa frekuensi aktivitas harian yang muncul
selama pengamatan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif
dan statistik. Setiap perilaku yang dicatat akan dihitung nilai rata-rata dan
persentasenya agar terlihat aktivitas harian yang sering dilakukan oleh lutung
jawa. Selanjutnya, data hasil pengamatan akan ditampilkan dalam bentuk grafik
atau diagram yang menunjukkan aktivitas terbanyak yang dilakukan oleh lutung
jawa serta hubungan aktivitas harian dengan penggunaan ruang oleh lutung jawa.
Habitat Lutung Jawa
Indeks Nilai Penting (INP) menggambarkan kedudukan ekologis suatu
jenis dalam komunitas dengan kata lain INP digunakan untuk menetapkan
dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Soerianegara dan Indrawan (2005)
menjelaskan mengenai Indeks Nilai Penting yang dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi
Relatif (DR).
-

Kerapatan (batang/ ha)

=

-

Kerapatan Relatif (%)

=

-

Frekuensi

=

-

Frekuensi Relatif

=

-

Dominansi (m2/ ha)

=

-

Dominansi Relatif (%)

=

- Indeks Nilai Penting
- Indeks Nilai Penting
- Luas bidang dasar suatu jenis
Keterangan:
d
= Diameter
KR = Kerapatan Relatif
FR = Frekuensi Relatif
DR = Dominansi Relatif

= KR + FR + DR (Pohon)
= KR + FR
= ⁄

Potensi pakan
Data hasil pengamatan yang diperoleh akan menunjukkan daftar jenis
tumbuhan atau jenis lain (non tumbuhan) yang dimakan oleh lutung jawa serta
bagian tumbuhan yang paling disukai atau paling sering dimakan oleh lutung
jawa.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak Kawasan
Kawasan KSDA Pananjung Pangandaran terletak di Pantai Selatan Pulau
Jawa dengan koordinat 108°30"-109° Bujur Timur dan 7°30'-8° Lintang Selatan.
Secara administratif KSDA Pananjung Pangandaran termasuk dalam wilayah
Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi
Jawa Barat. Letak kawasan ini berbatasan dengan Teluk Pangandaran di sebelah
timur, Samudera Indonesia di sebelah selatan, dan Teluk Parigi di sebelah barat.
Sejarah dan Status Pengelolaan Kawasan
Kawasan CA dan TWA Pananjung Pangandaran semula merupakan tempat
perladangan penduduk. Kawasan ini resmi menjadi Suaka Margasatwa (SM)
seluas 530 ha berdasarkan Keputusan Pemerintah tanggal 7 Desember tahun 1934
No.669. Pada tahun 1961, kawasan SM ini diubah statusnya menjadi Cagar Alam
seluas 524.6 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.34/KMP/1961
setelah ditemukannya tumbuhan Rafflesia di dalam kawasan. Minat masyarakat
yang semakin tinggi untuk berwisata di alam terbuka menjadi salah satu faktor
dibentuknya Taman Wisata seluas 37.7 ha di sebagian kawasan Cagar Alam atas
dasar SK Menteri Pertanian No. 170/KPTS/UM/1978.
Kawasan KSDA Pananjung Pangandaran yang terdiri dari kawasan CA dan
TWA ini ditetapkan status dan luasannya berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia No.484/MENHUT-II/2010 tentang Penetapan
Kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran seluas 454,615 ha dan Taman Wisata
Alam Pangandaran seluas 343.210 m2. Sejak tahun 1999 administrasi pengelolaan
kawasan konservasi Pananjung Pangandaran dikelola oleh BKSDA Jawa Barat II,
Seksi Wilayah Konservasi I, Resort KSDA Pangandaran. Pengusahaan Taman
Wisata Alam Pangandaran dikelola oleh PT. PERHUTANI KPH Ciamis, UNIT
III Jawa Barat.
Area Pengamatan
Penelitian dilakukan pada tiga lokasi pengamatan, yaitu jalur Karang
Pandan, Tadah Angin, dan Cikamal. Luas total area penelitian adalah 4.06 ha.
Karang Pandan merupakan jalur dengan luas jalur pengamatan tertinggi,
sedangkan jalur Tadah Angin memiliki luas jalur pengamatan terendah (Tabel 1).
Tabel 1 Area pengamatan
No.
1.
2.
3.

Jalur
Pengamatan
Karang Pandan
Tadah Angin
Cikamal
Total

Luas Jalur Pengamatan (ha)
1.45 ha
1.17 ha
1.44 ha
4.06 ha

7
Secara umum kondisi topografi kawasan KSDA Pangandaran cukup
landai, namun ada sebagian yang berbukit-bukit. KSDA Pangandaran memiliki
topografi dengan ketinggian rata-rata 100 meter di atas permukaan laut dan
ketinggian maksimal mencapai 148 meter di atas permukaan laut (Dishut 2008).
Kondisi umum jalur pengamatan berbeda-beda, jalur 1 Karang Pandan memiliki
kondisi vegetasi yang lebih rapat dibanding dengan jalur lainnya dan jalannya
berbukit. Jalur 2 Tadah Angin kondisi jalurnya meliputi sungai namun tidak
terlalu berbukit. Sungai-sungai yang ada di KSDA Pangandaran berjumlah 10
buah dengan panjang 1-2 km. Sungai paling besar salah satunya ditemukan di
jalur 3 Cikamal yang bermuara ke Pantai Barat. Kondisi umum jalur 3 Cikamal
memiliki vegetasi yang paling jarang dibanding dua jalur lainnya karena titik awal
jalur 3 ditemui padang rerumputan seperti savana, sedangkan jalur yang dilalui
cukup datar.

(a)

(b)

(c)
Gambar 3 Kondisi umum jalur: (a) Karang Pandan, (b) Tadah Angin, (c) Cikamal
Populasi Lutung Jawa
Populasi didefinisikan sebagai sekelompok organisme dengan jenis yang
sama hidup di suatu kawasan tertentu pada waktu tertentu (Tobing 2008). Kondisi
suatu populasi dapat lebih dipahami dengan mengetahui sifat-sifat dari populasi
tersebut. Sifat-sifat dari populasi tersebut berupa kepadatan (densitas), laju/tingkat
kelahiran (natalitas), laju/tingkat kematian (mortalitas), serta struktur umur dan
seks rasio (bayi, anak, individu muda, dewasa dengan jenis kelamin betina atau
jantan). Lebih lanjut disebutkan bahwa sifat-sifat ini merupakan parameter untuk
mengetahui kondisi suatu populasi secara alami ataupun perubahannya yang
terjadi akibat pengaruh lingkungan.
Populasi lutung jawa yang ada di area penelitian dikelompokkan
berdasarkan jalur pengamatan. Kepadatan populasi lutung jawa di area penelitian

8
berdasarkan data pengamatan adalah 8 ind/ha pada Jalur 1 Karang Pandan, 2
ind/ha pada jalur 2 Tadah Angin, dan 4 ind/ha pada Jalur 3 Cikamal. Masingmasing kepadatan populasi tiap jalur berada pada selang kisaran populasi tiap
jalur (Tabel 2).
Tabel 2 Populasi lutung jawa
Jalur
pengamatan

Rata rata individu
(ind)

Rata rata kelompok
(kelompok)

1
2
3

11
2
6

2
1
1

Kepadatan Kisaran
populasi populasi
(ind/ha)
(ind)
8
7 ± 3,65
2
2 ± 1,30
4
4 ± 1,50

Lutung jawa atau yang biasa disebut ebony leaf-monkey merupakan primata
yang biasa hidup berkelompok. Satu kelompok lutung biasanya terdiri dari 6-23
individu (Rowe 1996). Lebih lanjut disebutkan bahwa ada sekitar 6-23 individu
pada masing-masing kelompok lutung jawa. Hasil penelitian menunjukkan ratarata individu dan rata-rata kelompok lutung jawa di CA Pangandaran pada jalur 1
memiliki rata-rata tertinggi dibanding jalur lainnya, untuk rata-rata kelompok
sebanyak 2 kelompok dan rata-rata individu sebesar 11 individu. Jumlah individu
terbanyak yang ditemukan dalam satu kelompok di jalur 1 adalah 14 individu.
Pada jalur 2 dan 3, masing-masing jumlah individu terbanyak yang ditemukan
dalam satu kelompok adalah 5 individu dan 9 individu.
Kepadatan populasi lutung jawa paling tinggi dijumpai pada Jalur 1 sebesar
8 ind/ha, sedangkan kepadatan populasi terendah dijumpai di Jalur 2 dengan
kepadatan populasi 2 ind/ha. Kepadatan di jalur 1 lebih tinggi daripada di jalur
lainnya karena pada jalur 1 terdapat lebih dari satu pohon kiara beas (Ficus
sumatrana) yang merupakan sumber pakan utama bagi lutung jawa. Selama
pengamatan, lutung jawa selalu ditemukan di pohon kiara beas yang terletak di
ujung jalur 1. Morfologi pohon kiara beas yang besar dan tinggi, serta memiliki
percabangan yang banyak dan kuat cocok dijadikan tempat istirahat bagi lutung
jawa. Keberadaan pohon kiara beas di ujung jalur 1 juga didukung dengan
lokasinya yang berdekatan dengan sungai atau sumber air. Di salah satu blok di
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), jenis Ficus yang bentuknya
seperti payung dan percabangan melebar mendukung untuk dilakukannya
berbagai aktivitas oleh lutung, seperti tidur, istirahat, berlindung, ataupun makan
(Febriyanti 2008).
Kepadatan populasi lutung jawa paling rendah yang ditemukan di jalur 2
yaitu dengan kepadatan sebesar 2 ind/ha dapat terjadi karena beberapa faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi ditemukannya lutung jawa paling sedikit di
jalur 2 adalah jumlah pohon pakan yang lebih sedikit dibanding dengan jalur
lainnya. Pada jalur 2 juga tidak ditemukan adanya pohon kiara beas yang daunnya
sering dimakan oleh lutung jawa seperti pada jalur 1. Faktor lainnya adalah
wisatawan yang cukup sering melewati jalur 2 untuk mencapai lokasi air terjun
Tadah Angin. Hal ini bisa menjadi faktor susah ditemukannya lutung di jalur 2
karena takut oleh keberadaan manusia. Lutung jawa yang ada di CA perilakunya
sudah berbeda dengan yang ada di TWA. Lutung jawa yang ada di dalam CA
masih takut jika bertemu manusia, sedangkan lutung jawa yang ada di TWA

9
sudah terhabituasi dengan keberadaan manusia di sekitarnya, sehingga lutung
jawa yang ada di TWA tidak pergi menjauh ketika melihat manusia.
Kepadatan kelompok lutung jawa yang ada di kawasan TWA lebih besar
dibandingkan dengan yang ada di CA. Penelitian Megantara (2004) menyebutkan
bahwa kepadatan populasi lutung jawa di TWA mencapai 2.68 ind/ha. Kepadatan
lutung jawa di CA berkisar antara 0.58–0.63 ind/ha atau sekitar 58–63 ind/ km2
(Megantara 2004). Husodo dan Megantara (2002) mencatat bahwa telah terjadi
penurunan populasi lutung jawa di TWA. Tahun 2001 tercatat ada 131–135
individu lutung jawa di TWA, dan menurun pada angka 101–109 pada tahun
2004.
Populasi lutung jawa di CA juga tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi
penurunan, mengingat adanya penangkapan lutung jawa secara ilegal untuk dijual
ke wisatawan. Manusia merupakan predator lutung jawa paling utama. Konflik
antara manusia dan lutung jawa dapat menjadi ancaman bagi perlindungan
terhadap kelestarian spesies ini, baik itu berupa ancaman kematian ataupun
berpindah mencari habitat yang lebih mendukung. Predator alami lutung jawa
adalah harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan macan tutul jawa (Panthera
pardus melas) yang saat ini keberadaannya sudah mendekati kepunahan (UMich
2012). Selama pengamatan tidak ditemukan adanya kedua predator tersebut,
namun terdapat beberapa satwa liar seperti ular tanah dan ular sanca (Python sp.)
yang menjadi predator monyet ekor panjang dan bisa menjadi predator mamalia
lainnya termasuk lutung jawa. Adanya keterbatasan kawasan yang dikelilingi oleh
laut juga menyebabkan penyebaran lutung jawa menjadi terbatas yang
mempengaruhi kelestariannya jika populasi meningkat namun kondisi habitat
masih terbatas.
Selain ukuran populasi lutung jawa, di setiap jalur juga diketahui struktur
umur dan nisbah kelamin lutung jawa. Secara keseluruhan, struktur umur dewasa
mendominasi pada setiap jalur. Pada jalur 1, persentase untuk struktur umur
dewasa adalah sebesar 49%. Pada jalur 2, persentase struktur umur dewasa
mencapai 56%, dan pada jalur 3 sebesar 65%.
70%
65%
60%
50%
40%

56%
49%
35%

36%

Dewasa
Remaja

30%
20%

18%

16%
8%

10%

Anakan
17%

0%
Jalur 1

Jalur 2

Jalur 3

Gambar 4 Struktur umur lutung jawa tiap jalur
Sebagian besar lutung jawa memiliki warna rambut hitam dan sebagian
lainnya berwarna coklat kemerahan (Rowe 1996). Lutung jawa yang ada di Jawa
Timur mempunyai warna rambut kemerahan sampai hitam kelam, sedangkan

10
semakin ke wilayah barat lutung jawa berwarna lebih gelap atau hitam di bagian
punggung dengan bagian paha berwarna sedikit lebih terang (Maryanto et al.
2008). Lutung jawa yang ada di CA Pangandaran memiliki warna rambut
dominan hitam untuk dewasa dan remaja, sedangkan saat masih anakan
rambutnya berwarna cokelat kemerahan. Kelompok-kelompok lutung jawa yang
ditemukan terdiri dari satu jantan, beberapa betina, beberapa individu remaja, dan
sedikit individu anakan atau bayi. Perbandingan jenis kelamin lutung jawa tiap
jalur berbeda-beda. Perbandingan paling signifikan terdapat pada jalur 1 dengan
perbandingan jantan dan betina sebesar 1:4. Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur
disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Nisbah kelamin lutung jawa tiap jalur
Dewasa
Jalur
Jantan
Betina
1(Karang Pandan)
17
62
2(Tadah Angin)
6
8
3(Cikamal)
14
36

Sex Ratio
1:4
1:2
1:3

Nisbah kelamin lutung jawa antara jantan dan betina dewasa yang masih
produktif dalah 1:4 untuk jalur 1, 1:2 untuk jalur 2, dan 1:3 untuk jalur 3. Nisbah
kelamin yang didapat merupakan nisbah kelamin ukuran normal dalam sebuah
kelompok lutung jawa. Rowe (1996) menjelaskan bahwa lutung jawa merupakan
primata yang hidup berkelompok dengan komposisi satu jantan dan banyak betina
(one male, multifemale). Jumlah individu jantan memang mengalami penurunan
dari tahun 2002 sampai tahun 2004. Pada tahun 2002, nisbah kelamin lutung jawa
dewasa produktif adalah 1: 4.3 yang menurun menjadi 1:1.8 pada tahun 2004
(Megantara 2004). Hal ini bisa terjadi karena terbentuknya kelompok baru karena
jantan remaja sudah menjadi dewasa dan membentuk kelompok baru. Selama
pengamatan pernah ditemukan lutung jantan remaja hidup terpisah dari
kelompoknya atau soliter. Hasil wawancara dengan petugas balai menyatakan bisa
terjadi terbentuknya kelompok baru mengingat terjadinya penurunan jumlah
jantan dewasa pada tiap kelompok. Lutung jawa remaja jantan tersebut akan
membentuk kelompok baru karena sudah mendekati struktur umur dewasa. Hal ini
didukung dengan pernyataan Rowe (1996) yang menyebutkan bahwa jantan
remaja yang meninggalkan kelompoknya sebelum beranjak dewasa karena adanya
jantan baru yang mengambil alih kelompoknya akan hidup soliter atau bergabung
dengan kelompok yang hanya terdiri dari individu-individu jantan.
Struktur umur lutung jawa didominasi oleh struktur umur dewasa pada
masing-masing jalur. Persentase anakan paling rendah di setiap jalur, kemudian
diikuti oleh persentase remaja. Struktur umur ini seperti membentuk piramida
terbalik dengan pengertian persentase rendah untuk individu-individu muda, dan
semakin besar proporsinya ketika dewasa.
Selama pengamatan, aktivitas lutung jawa yang tercatat dilampirkan pada
Gambar 5,6,7, dan 8. Aktivitas yang ditemukan berupa aktivitas makan, istirahat,
dan aktivitas sosial. Bermain, kawin, grooming, dan bersuara termasuk ke dalam
aktivitas sosial. Berjalan, melompat, dan memanjat termasuk ke dalam aktivitas
berpindah, sedangkan duduk, diam, berdiri, dan berbaring dimasukkan ke dalam

11
aktivitas istirahat. Pada jalur 1, aktivitas pagi hari yang paling sering dilakukan
oleh lutung jawa yaitu berpindah dengan jumlah kontak sebanyak 11 kali
pertemuan dan yang paling jarang ditemukan adalah istirahat dan aktivitas sosial
dengan jumlah kontak pertemuan masing-masing 1. Pengamatan pada sore hari
hanya dilakukan dua kali, dan satu kali pengamatan tidak ditemukan adanya
lutung jawa, sehingga hanya ada satu kali pertemuan dengan kelompok lutung
jawa yang sedang melakukan aktivitas berpindah.
11

12
Jumlah kontak

10
8

6

6
Pagi

4
2

1

1

Istirahat

Aktivitas
sosial

Sore

1

0
Makan

Berpindah

Aktivitas

Gambar 5 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 1 (Karang Pandan)
Pada jalur 2, aktivitas yang paling sering ditemukan sedang dilakukan oleh
lutung jawa pada pagi hari adalah berpindah dengan jumlah kontak sebanyak 3
kali dan yang paling sedikit ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa adalah
aktivitas sosial dengan jumlah kontak 1 kali. Pada sore hari, berpindah merupakan
aktivitas yang sedang dilakukan oleh lutung jawa saat terjadi kontak. Pengamatan
sore hari pada jalur 2 dilakukan sebanyak tiga kali namun hanya satu kali
didapatkan pertemuan dengan lutung jawa. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya
wisatawan yang kembali dari Air Terjun Tadah Angin menuju pintu keluar dan
melewati jalur pengamatan, sehingga lutung jawa pergi menghindar.
3.5

3

Jumlah kontak

3
2.5

2

2

2
1.5

1

1

1

Pagi
Sore

0.5
0
Makan

Berpindah

Istirahat

Aktivitas
sosial

Aktivitas

Gambar 6 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 2 (Tadah Angin)

12
6

Jumlah kontak

5

5

4
3

3

3

Pagi
2

2
1

Sore
1

1

0
Makan

Berpindah

Istirahat

Aktivitas sosial

Aktivitas

Gambar 7 Aktivitas lutung jawa pada Jalur 3 (Cikamal)
Pada jalur 3, aktivitas yang paling banyak ditemukan sedang dilakukan oleh
lutung jawa pada pagi hari adalah makan dengan jumlah kontak sebanyak 5 kali
dan berbeda dengan aktivitas dominan di jalur lainnya yaitu berpindah. Pada jalur
3, pertemuan paling sering dilakukan oleh lutung jawa pada pagi hari adalah di
pohon kiara beas yang merupakan sumber pakan bagi lutung jawa di dalam CA
dan lokasinya berada di awal jalur pengamatan. Jumlah kontak paling sedikit
adalah aktivitas sosial dengan total kontak hanya 2 kali. Pada sore hari, pertemuan
dengan lutung jawa didapatkan sedang melakukan aktivitas makan dan berpindah
yaitu dengan jumlah kontak masing-masing sebanyak 1 kali.
Aktivitas
sosial
9%
Istirahat
16%

Makan
36%

Berpindah
39%

Gambar 8 Aktivitas lutung jawa pada seluruh jalur
Secara keseluruhan, aktivitas yang paling sering dilakukan oleh lutung jawa
saat dijumpai adalah berpindah dengan persentase sebesar 39%. Lutung jawa
paling sedikit dijumpai sedang melakukan aktivitas sosial yang hanya senilai 9%.
Saat sedang melakukan aktivitasnya, lutung jawa melakukan tiap aktivitas pada
ketinggian strata tajuk yang berbeda-beda. Berikut ditampilkan grafik hubungan
antara aktivitas dan penggunaan ruang pada strata tajuk oleh lutung jawa.

13

20

18.2

18

Ketinggian (m)

16
14

12.3

12.2

11.9

12
10
8
6
4
2
0
Makan

Berpindah Istirahat

Aktivitas
sosial

Aktivitas

Gambar 9 Grafik aktivitas lutung jawa pada strata tajuk
Aktivitas makan oleh lutung jawa dijumpai pada ketinggian >15 meter. Pada
ketinggian 10–15 meter, dijumpai aktivitas lutung jawa yaitu berpindah, istirahat,
dan aktivitas sosial. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh lutung jawa
berada pada ketinggian 10-20 meter. Lutung jawa mencapai ketinggian mencapai
18.2 meter hanya ketika sedang melakukan aktivitas makan. Aktivitas lutung jawa
yang paling sering dilakukan saat perjumpaan adalah bepindah, baik melompat
ataupun berjalan. Posisi lutung jawa di strata penggunaan ruang pada tajuk pohon
paling banyak ditemukan di ketinggian rata-rata 18.2 m. Sesuai dengan
pernyataan Subarkah et al. (2011) bahwa sebanyak 50.53% lutung menggunakan
kanopi paling atas (top canopy) dengan ketinggian di atas 20 meter untuk
melakukan sebagian besar aktivitasnya.
Habitat lutung jawa
Satwa liar hidup di suatu tempat yang sesuai untuk mendukung
pemenuhan kebutuhannya baik berupa pakan, air, tempat berlindung, tempat
berkubang, maupun tempat mengasin atau garam mineral. Suatu kawasan yang
dipergunakan satwa liar untuk hidup serta sebagai tempat berkembang biak
disebut habitat (Alikodra 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu habitat
terdiri dari komponen fisik dan komponen biotik. Komponen fisik dapat terdiri
dari suhu, sumber air, topografi, kelembaban udara, dan tipe hutan. Makhluk
hidup lain yang ada di lingkungan satwa liar termasuk ke dalam komponen biotik,
seperti tumbuhan, satwa lain (pemangsa dan mangsa), serta manusia.
Spesies lutung (Trachypithecus auratus) tersebar di Pulau Jawa, Bali, dan
Lombok (Rosenblum et al. 1997). Lutung jawa merupakan satwa arboreal yang
aktif pada siang hari (diurnal) dan dapat hidup di berbagai tipe hutan, dari tipe
hutan dataran rendah hingga dataran tinggi, baik pada jenis hutan primer maupun
sekunder (Maryanto et al. 2008). Lutung jawa juga dapat hidup di tipe hutan

14
bakau di pesisir pantai, hutan rawa air tawar, dan hutan meranggas dan dapat
hidup sampai pada ketinggian 3500 meter di atas permukaan laut (PPE Jawa
2013). Hutan yang ada di CA Pananjung Pangandaran termasuk hutan dataran
rendah dengan beberapa komponen fisik yang diukur dari penelitian yaitu suhu
dan kelembaban udara. Suhu rata-rata yang didapat selama pengamatan adalah
27.9oC dengan kelembapan rata-rata sebesar 84.1 %. Hal ini didukung dengan
pernyataan Disparbud Jabar (2013) bahwa kelembaban udara CA dan TWA
Pangandaran berkisar antara 80-90%. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan
Ferguson CA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per
tahun 3.196 mm (Disparbud 2013).
Farida dan Harun (2000) menjelaskan untuk mempertahankan keberadaan
primata di habitat alaminya, perlu dilakukan identifikasi terhadap
keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada karena tumbuhan-tumbuhan ini adalah
sumber pakan bagi primata yang hidup di habitat tersebut. Keberadaan lutung
jawa di CA Pananjung Pangandaran juga didukung dengan vegetasi yang terdapat
di dalamnya. Analisis vegetasi yang telah dilakukan menunjukkan Indeks Nilai
Penting (INP) suatu tumbuhan pada setiap jalur pengamatan.
Tabel 4 Indeks Nilai Penting tertinggi masing-masing jalur
Jalur Tingkat
1

Semai

Pancang
Tiang
Pohon
2

Semai
Pancang
Tiang
Pohon

3

Semai

Pancang
Tiang

Pohon

No

Nama lokal

1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1

Pandan laut
sarengseng
Ki kores
Ki hapit
Ki kores
Bintaro
Jejerukan
Kiara beas
Laban
Ki hoe
Ki pancar
Kisegel
Ki hoe
Ki andong
Jambu alas
Ki segel
Laban
Ipis kulit

2
1
2
1
2

Jejerukan
Kokopian
Ki pancar
Ki andong
Pohpohan

1
2

Kiara beas
Ki andong

Nama ilmiah

INP (%)

Pandanus tectorius

55.88

Psycotria sp.
Euphorbia chasembila
Psycotria sp.
Cerbera manghas
Acronychya laurifolia
Ficus sumatrana
Vitex pubescens
Guioa diplopetala
Baccauera javanica
Dillenia excelsa
Guioa diplopetala
Rhodamnia cinerea
Syzygium sp.
Dillenia excelsa
Vitex pubescens
Decaspermum
fruticosum
Acronychya laurifolia
Plectronia glabra
Baccauera javanica
Rhodamnia cinerea
Buchanania
arborescens
Ficus sumatrana
Rhodamnia cinerea

51.86
28.07
22.05
57.56
42.02
89.63
63.82
93.75
56.25
22.45
21.52
68.82
37.35
51.02
30.24
46.92
35.38
37.70
29.37
148.83
84.01
83.53
73.41

15
INP merupakan parameter kuantitatif yang biasanya dipakai untuk
menunjukkan tingkat dominansi suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas
tumbuhan (Indriyanto 2006). Jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi
merupakan jenis tumbuhan yang paling dominan pada suatu komunitas tumbuhan.
Pada masing-masing jalur pengamatan didapatkan jenis-jenis dominan dari hasil
analisis vegetasi. Kiara beas (Ficus sumatrana) merupakan jenis dominan pada
tingkat pohon di jalur 1 dan 3. Pada tingkat tiang, ki andong (Rhodamnia cinerea)
merupakan jenis dominan pada jalur 2 dan 3. Secara tidak langsung, jenis-jenis
dominan yang ditemukan hampir sama pada setiap jalur, namun hanya berbeda
pada tingkat pertumbuhannya.
Terdapat 54 jenis pohon dari hasil analisis vegetasi, dan 22 diantaranya
merupakan pakan bagi lutung jawa di Pangandaran. Berikut data pohon yang
dijadikan pakan oleh lutung jawa. Sebagian besar bagian daun dimakan oleh
lutung jawa dari setiap jenis data pakan yang ada.

No.

Nama lokal

1

Bayur

2
3
4

Buni
Huru manuk
Ipis kulit

5
6
7
8

Jambu alas
Jejebugan
Jejerukan
Kadoya

9
10
11
12
13
14
15

Ki andong
Ki beunteur
Ki hapit
Ki kores
Ki pancar
Ki segel
Kiara beas

16
17
18
19
20

Kopo
Laban
Manggis
hutan
Parengpeng
Poh-pohan

21
22

Putat
Salam

Tabel 5 Jenis pakan lutung jawa
Bagian yang
Nama ilmiah
dimakan
Pterospermum
Daun
javanicum
Antidesma bunius
Pucuk daun dan buah
Litsea mappaceae
Buah
Decaspermum
Buah
fruticosum
Syzygium sp.
Daun
Sterculia urceolata
Buah
Acronychya laurifolia Buah
Amoora
Pucuk daun dan buah
aphanamimixis
Rhodamnia cinerea
Buah
Macutia diversifolia
Daun
Euphorbia chasembila Buah
Psycotria sp.
Daun
Baccauera javanica
Pucuk daun
Dillenia excelsa
Daun
Ficus sumatrana
Pucuk daun muda,
buah
Syzigium zippelianum Pucuk daun dan buah
Vitex pubescens
Daun, bunga
Garcinia laterifolia
Pucuk daun
Croton argyratus
Buchanania
arborescens
Barringtonia sp.
Syzygium polyanthum

Kerapatan
(batang/ha)
18.75
25
625
9131.25
37.5
100
4810.25
6.25
1956.25
156.25
1250
66000
8425
4475
25
156.25
206.25
6.25

Pucuk daun
Daun dan buah

225
2556.25

Daun dan buah
Daun

256.25
406.25

16
Jenis tumbuhan pakan yang disukai pada tabel di atas beberapa diantaranya
merupakan jenis dominan pada masing-masing jalur. Kiara beas (Ficus
sumatrana) merupakan jenis dominan tingkat pohon pada jalur 1 dan 3. Pohpohan (Buchanania arborescens) merupakan jenis dominan tingkat tiang pada
jalur 3. Ki segel (Dillenia excelsa) merupakan jenis dominan tingkat semai dan
pohin pada jalur 2. Ki kores (Psycotria sp.) merupakan jenis dominan tingkat
semai dan pancang pada jalur 1. Ki andong (Rhodamnia cinerea) merupakan
jenis dominan tingkat tiang dan pohon di jalur 2 dan 3. Jadi, beberapa jenis
tumbuhan pada daftar jenis pakan yang disukai lutung jawa merupakan jenis-jenis
dominan yang ada pada masing-masing jalur, baik berupa semai, pancang, tiang,
ataupun pohon.

Gambar 10 Pohon kiara beas
Penyebaran lutung jawa di TWA juga lebih terkonsentrasi atau lebih
merata jika dibandingkan dengan yang ada di CA. Keberadaan lutung jawa di CA
hanya terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu, seperti keberadaan kiara beas
(Ficus sumatrana) yang merupakan sumber pakan sekaligus cover bagi lutung
jawa. Seperti yang disebutkan oleh Febriyanti (2008), karakteristik cover lutung
jawa adalah pohon dengan ketinggian rata-rata 19.16 m dan diameter rata-rata
53.56 cm. Pohon kiara beas yang ada di ujung jalur 1 memiliki diameter 158 cm
dan tinggi total 22 m. Bentuknya yang seperti payung dengan percabangan
melebar juga mendukung untuk dilakukannya berbagai aktivitas oleh lutung,
seperti tidur, istirahat, berlindung, ataupun makan (Febriyanti 2008).
Lutung jawa yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap daerah
terfragmentasi memilih lokasi dengan tutupan kanopi tajuk yang rapat agar dapat
melindungi diri dan kelompok dari sinar matahari, hujan, angin, bahkan predator.
Hal ini menegaskan kepadatan tertinggi lutung jawa yang ada pada jalur 1 karena
memiliki kerapatan vegetasi paling tinggi dibanding jalur lainnya. Lutung jawa
kebanyakan memakan bagian pucuk daun jenis tumbuhan pakan seperti kiara beas
(Ficus sumatrana), pohpohan (Buchanania arborescens), dan jati (Tectona
grandis). Kool (1993) menuliskan bahwa lutung jawa di CA Pangandaran
memiliki proporsi yang lebih rendah dalam memakan daun tua dibanding dengan
studi pakan yang pernah dilakukan pada subfamili Colobine lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa lutung jawa termasuk pemakan daun atau yang biasa disebut
sebagai foliforus. Preh (Ficus spp), yang termasuk ke dalam genus Ficus atau
beringin, digunakan oleh lutung yang berada di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS) sebagai pohon pakan, istirahat, melakukan aktivitas sosial
termasuk berpindah (Subarkah et.al 2011). Hal ini mempertegas keberadaan
lutung jawa sebagai satwa arboreal atau satwa yang melakukan sebagian besar

17
aktivitasnya di atas pohon. Subarkah et.al (2011) juga menyebutkan bahwa hanya
sedikit perjumpaan menemukan lutung di TNBTS sedang berada di atas
permukaan tanah untuk mencari serangga.
Pengelolaan populasi lutung jawa dapat dilakukan dengan mengetahui
interaksi lutung jawa dengan habitatnya. Alikodra (2002) menyatakan bahwa
semua pengelolaan populasi harus didasarkan pada keadaan habitat jenis satwa
liar, suatu lingkungan biotik dapat diubah dengan menambahkan jumlah
tumbuhan ataupun satwa liar. Jenis satwa liar berdarah panas seperti mamalia
memerlukan kondisi temperatur tubuh yang selalu sesuai dengan lingkungannya.
Lutung jawa membutuhkan jenis pohon yang akan tumbuh tinggi dengan
percabangan yang lebar untuk menyesuaikan kondisi suhu tubuh jika cuaca
Pangandaran panas dan untuk bersembunyi jika turun hujan. Pengelola dapat
menanam jenis pohon yang sudah ada di dalam kawasan pada daerah pembatas
antara kawasan dengan lingkungan penduduk untuk mengurangi aktivitas satwa
termasuk lutung jawa dan monyet ekor panjang agar tidak masuk ke lingkungan
penduduk. Patroli diadakan lebih efektif untuk menjaga kawasan konservasi dari
pemburu atau orang-orang yang melanggar masuk kawasan (Cowlishaw dan
Dunbar 2000).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Kepadatan populasi lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran dibagi
menjadi tiga berdasarkan areal pengamatan, yaitu pada Jalur 1 sebesar 8
ind/ ha, pada jalur 2 sebesar 2 ind/ ha, dan pada jalur 3 sebesar 4 ind/ ha.
Komposisi perbandingan jenis kelamin tiap jalur adalah 1:4 untuk jalur 1,
1:2 untuk jalur 2, dan 1:3 untuk jalur 3. Struktur umur dewasa
mendominasi setiap jalur dengan persentasi 49% untuk jalur 1, 56 % untuk
jalur 2, dan 66 % untuk jalur 3.
2. Aktivitas yang paling sering ditemukan sedang dilakukan oleh lutung jawa
adalah berpindah. Penggunaan ruang oleh lutung jawa pada strata tajuk
pohon paling tinggi berada pada ketinggian 18,2 meter dan sering
digunakan untuk melakukan aktivitas makan.
3. Potensi habitat dari lutung jawa adalah keberadaan vegetasi yang
menunjang kelestariannya. Jenis tumbuhan paling dominan adalah ki
andong (Rhodamnia cinerea) dengan INP mencapai 148.83% dan
kerapatan 1956.25 batang/ha. Pohon-pohon dengan morfologi besar
seperti kiara beas (Ficus sumatrana) dan laban (Vitex pubescens) dijadikan
sebagai shelter/ cover bagi lutung jawa.
4. Potensi pakan bagi lutung jawa yang paling utama adalah kiara beas (Ficus
sumatrana) dengan total INP rata-rata sebesar 86.58%. Potensi pakan
lutung jawa lainnya adalah jenis tumbuhan ki kores (Psycotria sp.)
memiliki kerapatan tertinggi yaitu sebesar 66000 batang/ha. Sebagian
besar bagian tumbuhan yang dimakan oleh lutung jawa adalah bagian
daun.

18
Saran
1. Perlu adanya pemantauan tahunan yang berkesinambungan untuk
mengetahui kondisi atau perkembangan populasi lutung jawa baik di
Cagar Alam ataupun Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran.
2. Pengelolaan habitat lutung jawa juga perlu dilakukan untuk mengindari
terjadinya ledakan populasi ataupun penurunan populasi.

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan (YPFK).
Cowlishaw G, Dunbar R. 2000. Primate Conservation Biology. Chicago (US):
The University of Chicago Press.
[Dishut] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2008. [terhubung berkala] http://
dishut.jabarprov.go.id (diakses pada 20 April 2013).
[Disparbud Jabar] Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2013.
[terhubung berkala] http:// disparbud.jabarprov.go.id (diakses pada 24 Maret
2014).
Farida WR, Harun. 2000. Keragaman Jenis Tumbuhan sebagai Sumber Pakan
bagi Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), dan Lutung
(Trachypithecus auratus) di Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal
Primatologi Indonesia 3 (2): 55-61.
Febriyanti NS. 2008. Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus Geoffroy 1812) di Blok Ireng-ireng Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Husodo T, Megantara EN. 2002. Distribusi dan Daerah Jelajah Lutung
(Trachypithecus auratus sondaicus) di Taman Wisata Alam Pangandaran.
Jurnal Biotika 1 (1): 36-47.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Kool, K.M. 1993. The diet and feeding behavior of the silver leaf monkey
(Trachypithecus auratus sondaicus) in Indonesia. International Journal of
Primatology 14(5): 667-700.
[IUCN] International Union for the Conservation of Nature and Natural
Resources. 2013. [terhubung berkala] http://www.iucnredlist.org (diakses
pada 24 Maret 2014).
Maryanto I, Achmadi AS, Kartono AP. 2008. Mamalia Dilindungi Perundangundangan Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Press.
Megantara EN. 2004. Penyebaran dan populasi lutung (Trachypithecus auratus
sondaicus) di Cagar Alam/Taman Wisata Pangandaran. Jurnal Bionatura 6
(3): 260-271.
[PPE] Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa. 2013. [terhubung berkala] http://
http://ppejawa.com (diakses pada 24 Januari 2014)
Rosenblum LL, Supriatna J, Hasan MN, Melnick DJ. 1997. High Mitochondrial
DNA Diversity with Little Structure Within and Among Leaf Monkey
Populations (Trachypithecus cristatus and Trachypithecus auratus.
International Journal of Primatology 18 (6).

19
Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. USA (US): Pogonia
Press.
Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID):
Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Subarkah MH, Wawandono NB, Pudyatmoko S, Subeno, Nurvianto S, Budiman
A. 2011. Javan Leaf Monkey (Trachypithecus auratus) Movement in a
Fragmented Habitat, at Bromo Tengger Semeru National Park, East Java,
Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia (7): 2.
Subagyo A, Arfan E, Siburian J. 2008. Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis
cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas
Jambi. International Publication Index 1 (1).
[UMich] The Regents of the University of Michigan and its licensors. 2012.
[terhubung berkala] http:// eol.org (diakses pada 24 Januari 2014).
Tobing ISL. 2008. Teknik Estimasi Ukuran Populasi Suatu Spesies Primata. Vis
Vitalis 1 (1).

20
Lampiran 1 Lokasi penelitian dan pengamatan lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran
20

20
Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1
Tingkat semai
No
Jenis Tumbuhan
Nama ilmiah
1 Huru
Litsea mappaceae
2 Huru manuk
Decaspermum fruticosum
3 Ipis kulit
4 Kacukilan
Guioa diplopetala
5 Ki hoe
Psycotria sp.
6 Ki kores
Dillenia excelsa
10 Ki segel
Pandanus tectorius
11 Pandan laut sarengseng
Flacourtia rukam
12 Rukem
Saraca indica
13 Soka
16 Sulangkar
Ternstroemia jaoquianum
17 Umpang
Jumlah

K
5625
625
1875
14375
4375
63750
625
112500
4375
8125
1875
6875
225000

KR (%)
2,50
0,28
0,83
6,39
1,94
28,33
0,28
50,00
1,94
3,61
0,83
3,06
100

F
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
1
0,25
0,25
0,25
0,75
0,25
0,25
4,25

FR (%)
5,88
5,88
5,88
5,88
5,88
23,53
5,88
5,88
5,88
17,65
5,88
5,88
100

INP (%)
8,38
6,16
6,72
12,27
7,83
51,86
6,16
55,88
7,83
21,26
6,72
8,94
200

21

20

22

Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 (lanjutan)
Tingkat Pancang
No
Jenis Tumbuhan
Nama ilmiah
Taraktogenos heterophylla
1 Buntut lutung
2 Huru
Decaspermum fruticosum
3 Ipis kulit
Sterculia urceolata
4 Jejebugan
Acronychya laurifolia
5 Jejerukan
6 Kakapasan
7 Keruing
Memecylon intermedium
8 Ki besi
Macutia diversifolia
9 Ki beunteur
Euphorbia chasembila
10 Ki hapit
Psycotria sp.
11 Ki kores
Dillenia excelsa
12 Ki segel
13 Ki baceta
Baccauera javanica
14 Ki pancar
Syzigium zippelianum
15 Kopo
Buchanania arborescens
16 Pohpohan
Ternstroemia jaoquianum
17 Pumpang
Barringtonia sp.
18 Putat
Flacourtia rukam
19 Rukem
20 Sulangkar
Jumlah

K
200
300
800
100
400
100
1300
100
100
1000
1500
600
300
100
100
100
100
100
100
900
8300

KR (%)
2,41
3,61
9,64
1,20
4,82
1,20
15,66
1,20
1,20
12,05
18,07
7,23
3,61
1,20
1,20
1,20
1,20
1,20
1,20
10,84
100

F
0,5
0,5
0,25
0,25
0,75
0,25
0,25
0,25
0,25
0,75
0,75
0,5
0,5
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
7,5

FR (%)
6,67
6,67
3,33
3,33
10,00
3,33
3,33
3,33
3,33
10,00
10,00
6,67
6,67
3,33
3,33
3,33
3,33
3,33
3,33
3,33
100

INP (%)
9,08
10,28
12,97
4,54
14,82
4,54
19,00
4,54
4,54
22,05
28,07
13,90
10,28
4,54
4,54
4,54
4,54
4,54
4,54
14,18
200

20
Lampiran 2 Hasil analisis vegetasi jalur 1 (lanjutan)
Tingkat tiang
No.
Jenis tumbuhan
Nama ilmiah
Andong
1
Bintaro
Cerbera manghas
2
Jejerukan
Acronychya laurifolia
3
Kakapasan
4
Ki beunteur
Macutia diversifolia
5
Ki hapit
Euphorbia chasembila
6
Ki kores
Psycotria sp.
7
Ki besi
Memecylon intermedium
8
Ki segel
Dillenia excelsa
9
Kopo
Syzigium zippelianum
10
Laban
Vitex pubescens
11
Parengpeng
Croton argyratus
12
Pohpohan
Buchanania arborescens
13
Rukem
Flacourtia rukam
14
Jumlah

K
50
200
125
25
50
50
25
50
25
50
100
25
125
50
950

KR (%)
5,26
21,05
13,16
2,63
5,26
5,26
2,63
5,26
2,63
5,26
10,53
2,63
13,16
5,26
100

F
0,5
0,5
0,75
0,25
0,25
0,5
0,25
0,25
0,25
0,25
0,75
0,25
0,75
0,25
5,75

FR (%)
8,70
8,70
13,043
4,35
4,35
8,70
4,35
4,35
4,35
4,35
13,043
4,35
13,043
4,35
100

D
0,81
4,31
2,45
0,60
0,57
0,52
0,20
0,75
0,52
0,59
1,57
0,67
1,50
0,43
15,48

DR (%)
5,23
27,81
15,82
3,89
3,67
3,37
1,32
4,83
3,34
3,81
10,11
4,32
9,68
2,80
100

INP (%)
19,19
57,56
42,02
10,87
13,28
17,33
8,30
14,44
10,32
13,42
33,68
11,30
35,88
12,41
300

23

21

K
12,5
18,75
12,5
6,25
6,25
6,25
18,75
31,25
6,25
18,75
12,5

KR (%)
8,33
12,5
8,33
4,17
4,17
4,17
12,5
20,83
4,17
12,5
8,33

F
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,5
2
0,25
0,75
0,5

FR (%)