Studi Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat

STUDI POPULASI DAN HABITAT MONYET EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis) DI CAGAR ALAM PANANJUNG
PANGANDARAN JAWA BARAT

SAFRINA AYU TRISNAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Populasi dan
Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Pananjung
Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Safrina Ayu Trisnawati
NIM E34090106

ABSTRAK
SAFRINA AYU TRISNAWATI. Studi Populasi dan Habitat Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa
Barat. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan ENTANG ISKANDAR.
Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan salah satu habitat alami
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Satwa ini termasuk dalam status
Least Concern dalam IUCN (2013) dan Appendix II dalam CITES. Hasil
penelitian yang dilakukan pada tiga jalur pengamatan menunjukan perbedaan
kepadatan populasi monyet ekor panjang. Pada jalur 1 (Karang Pandan) diketahui
sebanyak 22 ekor/ha, jalur 2 (Tadah Angin) sebanyak 4 ekor/ha sedangkan pada
jalur 3 (Cikamal) sebanyak 19 ekor/ha. Kisaran populasi pada jalur 1 adalah 22 +
9 ekor, jalur 2 sebanyak 4 + 2 ekor dan jalur 3 sebanyak 19 + 4 ekor. Pada
penelitian ini individu dewasa paling banyak ditemukan. Sex ratio monyet ekor

panjang diketahui 1:4 pada jalur 1 dan 3, dan 1:3 pada jalur 2. Sebanyak 48 jenis
tumbuhan ditemukan pada daerah monyet ekor panjang beraktivitas, 22
diantaranya merupakan jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pakan monyet
ekor panjang.
Kata kunci : habitat, kepadatan, Macaca fascicularis, populasi.

ABSTRACT
SAFRINA AYU TRISNAWATI. Population and Habitat Study of Long-Tailed
Macaque (Macaca fascicularis) in Pananjung Pangandaran Nature Reserve, West
Java. Supervised by NYOTO SANTOSO and ENTANG ISKANDAR.
Pananjung Pangandaran Nature Reserve is one of natural habitat for longtailed macaque (Macaca fascicularis). This wildlife was listed as Least Concern
status in IUCN (2013) and Appendix II in CITES. The result of the research,
which was done in three observation tracks, showed a different density of longtailed macaque. The greatest population density was found as Karang Pandan (22
ind/ha), while at second track (Tadah Angin) were 4 individuals/ha, and at the
third track (Cikamal) there were 19 individuals/ha. The range of population at the
first track as many as 22 ± 9 individuals, at the second track as many as 4 ± 2
individuals, and third track as many as 7 ± 4 individuals. The adult long-tailed
macaque was found at most in this research. Sex ratio of long-tailed macaque at
the first and third track was 1:4, and at the second track was 1:3. There were 48
plant species that were found in the area where the long-tailed macaque carried

out their activity, and 22 of the species had potential for long-tailed macaque feed.
Keywords: density, habitat, Macaca fascicularis, population

STUDI POPULASI DAN HABITAT MONYET EKOR PANJANG
(Macaca fascicularis) DI CAGAR ALAM PANANJUNG
PANGANDARAN JAWA BARAT

SAFRINA AYU TRISNAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Studi Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat
Nama
: Safrina Ayu Trisnawati
NIM
: E34090106

Disetujui oleh

Dr Ir Nyoto Santoso, MS
Pembimbing I

Dr Ir Entang Iskandar, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai Juli
2013 ini ialah mengenai monyet ekor panjang, dengan judul penelitian Studi
Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Cagar Alam
Pananjung Pangandaran Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nyoto Santoso, MS dan Dr Ir
Entang Iskandar MSi, selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, nasehat
dan bimbingan dengan penuh kesabaran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada pihak CA Pananjung Pangandaran (Pak Yana, Pak Bambang,
Pak Suratman, a Ona, a Deni, Pak Ence, Pak Ahyadi, Pak Yudi, Pak Kajan dan
seluruh staf cagar alam) atas ijin dan bantuannya selama penelitian, terima kasih
juga untuk Bapak dan Ibu Cimin atas semangatnya serta Pusat Studi Satwa
Primata (PSSP) IPB dan Dr Ir Entang Iskandar atas bantuan pendanaan untuk
penulisan penelitian ini. Ucapan terimakasih setulusnya saya sampaikan kepada
mama, papap serta seluruh keluarga, atas segala doa, perhatian dan kasih

sayangnya. Penulis mengungkapkan rasa terima kasih kepada Novita Puji
Leksono (Nop) sebagai teman seperjuangan selama penelitian, kepada Romi,
Gagat, Abi, Reza bego dan Bang Afroh, terima kasih untuk Bang Kamal atas
bantuannya, teman-teman Anggrek Hitam 46 sekaligus teman-teman seperjuangan
di bawah tangga perpus (Eva, Danti, Luna, Ambar, Maya, Handi, Sintayun, Resa,
Iin, uni Leri dan masih banyak lagi), dan yang terakhir terima kasih untuk
“kepercayaan” (dalam bahasa inggris), walaupun jauh tapi semangat dan doanya
tetap sampai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Safrina Ayu Trisnawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat


2

METODE

2

Waktu dan Lokasi

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data yang Dikumpulkan

2

Metode Pengumpulan Data


2

Pengolahan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Hasil

7

Pembahasan

14

SIMPULAN DAN SARAN


20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL
1. Luas areal jalur pengamatan monyet ekor panjang di CA
Pananjung Pangandaran
2. Populasi monyet ekor panjang di CA Pananjung Pangandaran pada
bulan Juni-Juli 2013
3. Sex ratio monyet ekor panjang di CA Pananjung Pangandaran pada
bulan Juni-Juli 2013
4. Beberapa jenis tumbuhan yang dominan di setiap jalur pengamatan
berdasarkan tingkat pertumbuhan
5. Daftar jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang


7
7
9
12
13

DAFTAR GAMBAR
1. Bentuk jalur pengamatan monyet ekor panjang
2. Bentuk jalur berpetak untuk analisis vegetasi
3. Presentase struktur umur monyet ekor panjang pada (a) Jalur 1
(Karang Pandan); (b) Jalur 2 (Tadah Angin) dan; (c) Jalur 3 (Cikamal).
4. Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 1
5. Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 2
6. Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 3
7. Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada seluruh jalur
8. Grafik hubungan aktivitas harian monyet ekor panjang dengan
penggunaan ruang dalam ketinggian pohon

3
4
8
9
10
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta pengamatan monyet ekor panjang di kawasan Cagar Alam
Pananjung Pangandaran
2. Monyet ekor panjang sedang mencari makan di (a) sekitar pantai;
dan (b) di pohon Kiara beas
3. Kondisi vegetasi pada (a) Jalur 1 (Karang Pandan); (b) Jalur 2 (Tadah
angin); dan (c) Jalur 3 (Cikamal)
4. Pohon Kiara beas di jalur 3 yang dijadikan tempat beraktivitas oleh
monyet ekor panjang
5. Buah pakan monyet ekor panjang (a) Pohpohan dan (b) Kiara
6. Hasil analisis vegetasi jalur 1 Karang Pandan
7. Hasil analisis vegetasi jalur 2 Tadah Angin
8. Hasil analisis vegetasi jalur 3 Cikamal

23
24
24
25
25
26
29
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran merupakan bagian dari kawasan
konservasi Pangandaran yang terletak di Jawa Barat. Secara administratif CA
Pananjung Pangandaran terletak di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran,
Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Luas keseluruhan kawasan ini
adalah 488,936 ha, yang dibagi menjadi taman wisata alam seluas 34,321 ha dan
cagar alam seluas 454,615 ha serta penunjukan Cagar Alam Laut seluas 470 ha.
Kawasan CA Pananjung Pangandaran adalah salah satu kawasan yang
menjadi lokasi persebaran monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Macaca
fascicularis yang secara umum juga dikenal dengan nama monyet ekor panjang
adalah spesies yang tersebar luas di wilayah tropis Asia Tenggara (Eudey 2008).
Monyet ekor panjang yang terdapat di kawasan ini hidup secara bebas dalam
kawasan CA Pananjung Pangandaran ataupun di kawasan Taman Wisata Alam
(TWA) Pangandaran. Kondisi ini didukung oleh ekosistem cagar alam yang terdiri
dari hutan pantai, hutan tanaman dan hutan tropis dataran rendah yang relatif
masih terjaga.
Monyet ekor panjang termasuk dalam status Least Concern dalam IUCN
(2013) dan termasuk dalam Appendix II dalam CITES. Menurut Widiastuty dkk
(2011), jumlah individu monyet ekor panjang yang ada di CA Panjung
Pangandaran sebanyak 158 individu. Secara keseluruhan, potensi satwa terutama
monyet ekor panjang yang berada di dalam kawasan CA Pananjung Pangandaran
hingga kini belum banyak diteliti. Banyaknya populasi monyet ekor panjang dan
statusnya yang tidak dilindungi bukan berarti aman dari ancaman eksploitasi.
Satwa ini sering menjadi hama para petani, diburu untuk dijadikan objek tontonan
atau diperdagangkan. Satwa ini banyak menghadapi ancaman termasuk kerusakan
lingkungan dan hilangnya habitat dengan meningkatnya populasi manusia, baik di
perkotaan dan pedesaan, serta perdagangan dan perangkap untuk pengujian
farmasi, penelitian, dan pengembangan (Eudey 2008).
Kondisi populasi dan habitat satwa di suatu kawasan hutan perlu diketahui
keadaannya agar terhindar dari penurunan populasi maupun hilangnya suatu
spesies satwa. Kegiatan penelitian monyet ekor panjang dilakukan agar dapat
mengetahui keadaan populasi dan habitat yang meliputi jumlah individu dan
parameter populasi serta kondisi habitat di dalam kawasan CA Pananjung
Pangandaran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:
a. Kondisi populasi dan kepadatan monyet ekor panjang di CA Pananjung
Pangandaran.
b. Kondisi habitat monyet ekor panjang di CA Pananjung Pangandaran.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kondisi populasi
dan habitat monyet ekor panjang terkini, sehingga dapat membantu pengelola CA
Pananjung Pangandaran dalam upaya mempertahankan keanekaragaman hayati di
kawasan tersebut, khususnya monyet ekor panjang.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam (CA) Pananjung
Pangandaran, Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten
Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan
Juni – Juli 2013.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kawasan
Pangandaran, GPS, rangefinder, binokuler, kamera, kompas, 4 in 1, tally sheet,
tali tambang plastik, jam, meteran, alat tulis, Phi-band, alkohol 90%, kantong
plastik, dan kalkulator.
Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang didapat dari pengamatan langsung terhadap habitat
dan monyet ekor panjang di lapang. Data ini meliputi:
1. Populasi yang mencakup kepadatan populasi, struktur umur, sex ratio, dan
aktivitas.
2. Habitat yang mencakup komposisi dan struktur vegetasi, serta identifikasi
potensi pakan.
Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari keadaan iklim dan topografi,
jenis satwa lain yang terdapat di dalam kawasan cagar alam serta jenis-jenis
pohon yang berpotensi sebagai pakan maupun habitat monyet ekor panjang. Data
tersebut berasal dari studi literatur hasil penelitian sebelumnya, jurnal, dan
berdasarkan wawancara dengan pengelola cagar alam.
Metode Pengumpulan Data
Pengamatan Populasi Monyet Ekor Panjang
Orientasi lapang serta wawancara dengan petugas lapang atau masyarakat
sekitar cagar alam merupakan persiapan yang terlebih dahulu dilakukan sebelum
pengambilan data. Tujuannya, agar pengambilan data dilakukan pada lokasilokasi yang memang merupakan tempat monyet ekor panjang beraktivitas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah line transect sampling.

3
Pengamatan ini dilakukan sebanyak dua kali setiap harinya pada setiap jalur
yang sama, yaitu mulai pukul 07.00-12.00 dan sore hari pukul 15.00-17.00. Jalur
pengamatan diambil sebanyak tiga jalur, yaitu jalur 1 (Karang Pandan), jalur 2
(Tadah Angin) dan jalur 3 (Cikamal). Pengulangan pengamatan dilakukan
sebanyak 15 kali setiap jalurnya. Data yang dicatat selama pengamatan meliputi
jumlah individu, jenis kelamin, kelas umur, sudut lokasi penemuan satwa terhadap
jalur pengamatan yang dibidik menggunakan kompas serta pengukuran jarak
satwa dengan pengamat menggunakan range finder dan pita meter serta mencatat
aktivitas yang sedang dilakukan. Binokuler digunakan untuk membantu
pengamatan dalam mengidentifikasi monyet ekor panjang yang berjarak jauh.
S
S
r
T0

O



d

Arah transek

Ta

S

Gambar 1 Bentuk jalur pengamatan monyet ekor panjang
Keterangan :
O = posisi pengamat
S = posisi satwa
d = Jarak tegak lurus satwa dengan jalur
θ = sudut antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan
r = jarak antar satwaliar dengan pengamat
Aktivitas Harian
Metode yang digunakan dalam pengamatan aktivitas monyet ekor panjang
adalah ad libitum sampling. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat aktivitas
harian individu monyet ekor panjang. Pengamatan ini dilakukan di sepanjang jalur
transek yang digunakan. Individu yang diamati merupakan individu yang berada
dalam kelompok monyet ekor panjang. Posisi dan waktu ditemukannya satwa
beraktivitas dalam pengamatan juga dicatat sebagai data penggunaan ruang dan
waktu monyet ekor panjang beraktivitas. Aktivitas harian yang dicatat selama
pengamatan dikelompokan ke dalam suatu rangkaian perilaku secara keseluruhan,
yaitu:
a. Istirahat
: duduk dan berbaring
b. Berpindah
: berjalan, melompat, dan memanjat
c. Makan
: memegang, memetik, dan memasukan ke dalam mulut
d. Aktivitas sosial
: bermain, kawin, grooming dan bersuara
Analisis Habitat Monyet Ekor Panjang
Analisis habitat dilakukan pada sekitar daerah monyet ekor panjang
melakukan aktivitas harian. Pengambilan data ini menggunakan metode jalur
berpetak. Setiap jalur pengamatan memiliki empat petak analisis habitat, sehingga

4
jumlah petak analisis habitat monyet ekor panjang sebanyak 12 petak dengan
panjang masing-masing petak 20 m. Pada satu petak ukur dibagi kembali menjadi
beberapa ukuran, yaitu:
1. Petak ukur semai (2 m x 2 m), untuk menghitung anakan dengan tinggi < 1,5 m
2. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), untuk menghitung anakan dengan tinggi > 1,5
m dan diameter batangnya < 10 cm.
3. Petak ukur tiang (10 m x10 m), untuk menghitung diameter batang antara 10
cm – 19,9 cm.
4. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), untuk menghitung pohon berdiameter batang
≥ 20 cm.
20 m

20 m

2m
5m
10m

Gambar 2 Bentuk jalur berpetak untuk analisis vegetasi
Identifikasi Sumber dan Jenis Pakan
Identifikasi sumber pakan dan jenis yang dimakan dilakukan pada saat
pengamatan populasi monyet ekor panjang dengan cara mencatat jenis-jenis
pohon atau non tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber pakan. Data yang
dikumpulkan mencakup jenis pohon dan bagian yang dimakan untuk jenis pakan
tumbuhan, sedangkan untuk non tumbuhan dicatat jenis yang ditemukan,
misalnya serangga. Pengumpulan data potensi pakan dilakukan setelah
mengetahui bagian dan jenis pohon serta non tumbuhan yang dimakan oleh
monyet ekor panjang.
Pengolahan dan Analisis Data
Ukuran Populasi
Setiap pengamatan yang dilakukan pada jalur, akan menunjukkan rata-rata
kelompok dan rata-rata individu monyet ekor panjang yang ditemukan. Rata-rata
kelompok dan individu dapat dihitung dengan membagi jumlah kelompok atau
jumlah individu dengan jumlah ulangan. Persamaan perhitungan sebagai berikut:
Rata-rata kelompok =

dan Rata-rata individu =

Rata-rata kelompok memiliki satuan kelompok, sedangkan rata-rata individu
memiliki satuan individu. Ukuran populasi jenis monyet ekor panjang dihitung
berdasarkan kepadatan setiap jalur pengamatan, yakni ditentukan oleh jumlah
individu yang ditemukan pada setiap jalur pengamatan dan luas unit contoh

5
pengamatan. Metode pengumpulan data populasi yang digunakan adalah line
transect sampling sehingga lebar kiri-kanan jalur antar satu unit contoh dengan unit
contoh lain seringkali tidak sama. Lebar kiri-kanan jalur pengamatan dihitung
berdasarkan perjumpaan dengan satwa menggunakan persamaan sebagai berikut:
di

∑ di
ki

d n d̅i

in

i

Notasi di merupakan jarak satwa dengan jalur pengamatan ke-i (m), ri adalah jarak
satwa ke-i dengan pengamat (m), adalah sudut kontak pengamat dengan satwa
dan ki adalah kontak dengan satwa ke-i. Luas jalur pengamatan digunakan untuk
menentukan kepadatan populasi setiap jalur, luas jalur dihitung menggunakan
persamaan:
̅
i . di

Notasi a merupakan luas jalur pengamatan (ha), di adalah rata-rata lebar kirikanan jalur pengamatan ke-i (m) dan li adalah panjang jalur pengamatan ke-i (m),
setelah mengetahui luas tiap jalur, selanjutnya menentukan kepadatan populasi
( i ) tiap jalur yang dihitung menggunakan persamaan :


i

i

n.

Notasi xi menunjukan jumlah satwa yang ditemukan pada jalur pengamatan ke-i
(ekor) . Ragam populasi dugaan pada setiap jalur pengamatan dan ragam rata-rata
dihitung dengan menggunakan persamaan:
2
i



2
i

n



i

2

n

d n





2
i

n

Notasi 2i adalah ragam populasi pada jalur pengamatan ke-i, sedangkan i̅
merupakan ragam rata-rata jalur ke-i. Nilai ragam dihitung untuk mengetahui
kisaran populasi dugaan setiap jalur, kisaran populasi dihitung dengan
menggunakan persamaan:
(

i

⁄2 n

i̅)

Struktur Umur dan Sex Ratio
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas
umur dari suatu populasi. Stuktur populasi monyet ekor panjang dibagi
berdasarkan tiga kelompok kelas umur, yaitu dewasa, remaja dan anakan. Individu
jantan dewasa pada monyet ekor panjang ditandai dengan ukuran tubuh relatif
besar, tegap serta lebih agresif dan lincah. Berat badan individu jantan hampir satu
setengah kali berat individu betina, sehingga individu jantan dapat dikatakan lebih
gemuk atau berisi dibandingkan individu betina. Monyet ekor panjang dewasa
mempunyai rambut cambang yang lebat mengelilingi muka (Lekagul dan
McNeely 1977). Individu remaja mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan individu dewasa dengan warna tubuh yang lebih kecoklat-

6
coklatan. Umumnya individu remaja mempunyai rambut jambul yang tinggi.
Monyet ekor panjang anakan mempunyai ukuran tubuh paling kecil di antara
kelas umur yang lain, belum terlepas dari induknya dan biasanya mempunyai
tingkah laku bermain yang lebih menonjol. Seluruh bagian tubuh anakan berwarna
coklat atau hitam dengan bagian dada berwarna putih. Anakan monyet ekor
panjang akan terlihat berada di dalam gendongan betina dewasa ataupun
menggelantung pada perut (Rowe 1996).
Satwa ini hidup secara berkelompok, dalam satu kelompok akan terdapat
beberapa individu jantan dewasa atau betina dewasa. Nilai dugaan terhadap sex
rasio populasi monyet ekor panjang pada setiap jalur dapat ditentukan dengan
persamaan:
S = J/B
Notasi J adalah jumlah jantan potensial reproduksi dari satu jalur pengamatan, dan
B adalah Jumlah betina potensial reproduksi dari satu pengamatan.
Analisis Aktivitas Harian
Hasil yang diperoleh dari pengamatan berupa frekuensi aktivitas harian
yang muncul selama pengamatan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara deskriptif dan statistik. Setiap perilaku yang dicatat, akan dihitung nilai
rata-rata dan presentasenya agar terlihat aktivitas harian yang sering muncul atau
dilakukan oleh individu monyet ekor panjang. Selanjutnya, data hasil pengamatan
ad-libitum sampling akan ditampilkan dalam bentuk grafik dan diagram pie yang
menunjukan aktivitas paling sering terlihat saat pengamatan dan hubungan
aktivitas harian dengan penggunaan ruang oleh monyet ekor panjang.
Analisis Habitat
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominasi suatu
jenis terhadap jenis lainnya. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan
penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi
Relatif (DR), (Soerianegara dan Indrawan, 2005).
- Kerapatan (K)
= Jumlah individu suatu jenis
Luas unit contoh
- Kerapatan Relatif (KR)
= Kerapatan suatu jenis X 100 %
Kerapatan seluruh jenis
- Frekuensi (F)
= Jumlah plot ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh plot dalam unit contoh
- Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi suatu jenis X 100 %
Frekuensi seluruh jenis
- Dominasi (D)
= Luas bidang dasar suatu jenis
Luas unit contoh
- Dominasi Relatif (DR)
= Dominasi suatu jenis X 100 %
Dominasi seluruh jenis
- Indeks Nilai Penting
= KR + FR + DR
- Indeks Nilai Penting (untuk semai) = KR + FR
- Indeks Nilai Penting
= KR + FR + DR

7
Potensi Pakan
Berdasarkan pengamatan potensi pakan, akan diketahui daftar jenis pakan
yang berupa tumbuhan atau non tumbuhan yang dimakan. Daftar jenis pakan ini
juga menunjukan bagian dari jenis tumbuhan yang dimakan monyet ekor panjang,
misalnya berupa pucuk, buah atau daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Populasi Monyet Ekor Panjang
Pengamatan populasi monyet ekor panjang dilakukan pada tiga jalur
pengamatan yang juga merupakan jalur patroli polisi hutan CA Pananjung
Pangandaran. Jalur tersebut berada di bagian barat yaitu Jalur 1 (Karang Pandan),
bagian tengah adalah Jalur 2 (Tadah Angin) dan bagian timur cagar alam, yaitu
Jalur 3 (Cikamal) dengan total luas areal penelitian 2,75 (Tabel 1).
Tabel 1 Luas areal jalur pengamatan monyet pkor panjang di CA Pananjung
Pangandaran
No
1
2
3

Jalur Pengamatan
Jalur 1 (Karang Pandan)
Jalur 2 (Tadah Angin)
Jalur 3 (Cikamal)
Total

Luas jalur pengamatan (ha)
0.83
1.26
0.66
2.75 ha

Setiap jalur memiliki luasan dan panjang jalur yang berbeda-beda.
Keduanya mempengaruhi hasil perhitungan kepadatan populasi monyet ekor
panjang pada setiap jalur. Melalui perhitungan kepadatan populasi, kisaran
populasi monyet ekor panjang dapat diketahui setelah sebelumnya menghitung
ragam populasi, dan ragam rata-rata setiap jalur, yaitu 22 + 9, 4 + 2 dan 19 + 4
pada masing-masing jalur 1, 2 dan 3 (Tabel 2).
Tabel 2 Populasi monyet ekor panjang di CA Pananjung Pangandaran pada bulan
Juni-Juli 2013
Kepadatan
Ragam
Ragam
Kiasaran
Jalur
populasi
populasi
rata-rata
Populasi
(ekor/ha)
(ekor)
(ekor)
(ekor)
1 (Karang Pandan)
22
277
4.3
22 + 9
2 (Tadah Angin)
4
16
1.07
4+2
3 (Cikamal)
19
66
2.09
19 + 4
Kepadatan populasi di jalur 1 sebesar 22 ekor/ha. Pengamatan yang
dilakukan di jalur 1 menemukan rata-rata 2 kelompok, dengan jumlah individu
rata-rata 18 ekor. Jumlah individu monyet ekor panjang di jalur 1 pada saat
pengamatan paling banyak terhitung dapat mencapai 25 ekor dalam 1 kelompok.
Hasil yang berbeda ditunjukan pada ukuran populasi di jalur 2 (Tadah Angin).

8
Pada saat pengamatan, paling banyak monyet ekor panjang terhitung di jalur 2
sebanyak 11 ekor dalam 1 kelompok. Rata-rata kelompok yang ditemukan di jalur
2 terhitung 1 kelompok dengan rata-rata individu 6 ekor. Kepadatan populasi di
jalur 2 sebesar 4 ekor/ha.
Pada jalur 3, kepadatan populasi terhitung sebesar 19 ekor/ha. Jumlah ratarata kelompok monyet ekor panjang yang ditemukan setiap ulangannya sebesar 2
kelompok. Jumlah rata-rata kelompok ini memiliki jumlah yang sama dengan
jumlah rata-rata monyet ekor panjang di jalur 1, hanya jumlah rata-rata individu
yang berbeda, yaitu 19 ekor. Kepadatan populasi setiap jalur juga dapat
menentukan kisaran populasi setiap jalur dengan terlebih dahulu menghitung nilai
ragam. Menggunakan selang kepercayaan 95%, kisaran populasi pada jalur 1
sebesar 22 + 9 ekor, jalur 4 + 2 ekor sedangkan jalur 3 sebanyak 19 + 4 ekor.
Struktur Umur dan Sex Ratio
Kelas umur monyet ekor panjang dibagi menjadi 3 yaitu kelas umur anak,
remaja dan dewasa. Penentuan kelas dilakukan berdasarkan morfologinya.
Berdasarkan pengamatan, jalur 1 tercatat mendapat kontak 134 individu dewasa,
114 remaja dan 22 anakan, untuk jalur 2 tercatat 66 individu dewasa, 11 remaja
dan 3 anakan, sedangkan jalur 3 tercatat 112 individu dewasa, 58 remaja dan 21
anakan. Presentase struktur umur setiap jalur disajikan dalam gambar 3.

anakan
8%

remaja
14%

anakan
4%

dewasa
50%

remaja
42%

dewasa
82%

(a)

(b)

anakan
11%
remaja
30%

dewasa
59%

(c)
Gambar 3 Presentase struktur umur monyet ekor panjang pada (a) Jalur 1(Karang
Pandan); (b) Jalur 2 (Tadah Angin) dan; (c) Jalur 3 (Cikamal).

9
Presentasi kelas umur dewasa paling banyak ditemukan pada jalur 2, yaitu
sebesar 82%, sedangkan jalur 1 dan 3 presentasi kelas umur dewasa lebih dari
setengah jumlah indiviu yang ditemukan. Jika diurutkan berdasarkan kelas umur,
presentase struktur umur monyet ekor panjang disetiap jalur semua sama, dimana
kelas umur dewasa memiliki presentase paling tinggi, dikuti oleh kelas umur
remaja dan selanjutnya kelas umur anakan. Setiap kelompok monyet ekor panjang
akan terdiri dari beberapa jantan dewasa dan banyak betina dewasa. Perbandingan
jumlah jantan dan betina disebut juga dengan sex ratio. Jalur 1 dan 3 memiliki
perbandingan sex ratio 1:4, yang menunjukkan satu individu jantan dewasa
monyet ekor panjang dapat mengawini sampai empat individu monyet ekor
panjang betina dewasa. Hasil berbeda ditunjukan pada jalur 2, yang memiliki
perbandingan sex ratio 1:3 (Tabel 3).
Tabel 3 Sex ratio monyet ekor panjang di CA Pananjung Pangandaran pada bulan
Juni-Juli 2013
Dewasa
Jantan
Betina
29
105
15
51
22
90

Jalur
1 (Karang Pandan)
2 (Tadah Angin)
3 (Cikamal)

Sex Ratio
1:4
1:3
1:4

Jumlah kontak

Aktivitas Harian
Aktivitas monyet ekor panjang yang paling banyak terlihat di ketiga jalur
pengamatan adalah aktivitas makan, diikuti oleh aktivitas berpindah, istirahat dan
aktivitas sosial. Aktivitas makan yang terlihat meliputi memegang, memetik dan
memasukan makanan ke dalam mulut. Monyet ekor panjang berpindah dengan
cara melompat dari satu pohon ke pohon lainnya atau berlari saat satwa tersebut
berada di lantai hutan. Aktivitas sosial monyet ekor panjang yang terlihat adalah
mencari kutu atau grooming dan berkelahi antar jantan dewasa, sedangkan
aktivitas istirahat monyet ekor panjang terlihat duduk diam sambil melihat
keadaan sekitar (Gambar 4,5,6 dan 7)
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Pagi
Sore

Makan

Istirahat

Berpindah
Aktifitas

Aktifitas sosial

Gambar 4 Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 1

10
12

Jumlah kontak

10
8
6

Pagi

4

Sore

2
0
Makan

Istirahat

Berpindah
Aktifitas

Aktifitas sosial

Gambar 5 Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 2
14

Jumlah kontak

12
10
8
Pagi

6

Sore

4
2
0
Makan

Istirahat

Berpindah
Aktifitas

Aktifitas sosial

Gambar 6 Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang pada jalur 3
40
35
Jumlah kontak

30
25
20

Pagi

15

Sore

10
5
0
Makan

Istirahat

Berpindah
Aktifitas

Aktifitas sosial

Gambar 7 Perbandingan aktivitas harian monyet ekor panjang di seluruh jalur

11
Pohon merupakan tempat monyet ekor panjang paling banyak ditemukan
sedang melakukan aktivitas harian. Pada penelitian ini, penggunaan ruang monyet
ekor panjang berdasarkan pada strata tajuk ketinggian pohon, mulai dari strata
tajuk E (lantai hutan), strata tajuk D, strata tajuk C, strata tajuk B hingga strata
tajuk A. Saat pengamatan, monyet ekor panjang terlihat melakukan aktivitas
harian seperti makan, berpindah, istirahat, berkelahi dan grooming di bagian
pohon pada ketinggian tertentu. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata
ketinggian pohon, monyet ekor panjang melakukan aktivitas makan pada
ketinggian 8,2 m sedangkan aktivitas berpindah dilakukan pada ketinggian 9,9 m.
Aktivitas istirahat dilakukan pada ketinggian pohon yang lebih tinggi, yaitu 12 m,
lalu aktivitas sosial seperti berkelahi dan grooming, dilakukan pada ketinggian 5,5
m. Gambar 8 menunjukkan hubungan aktivitas harian monyet ekor panjang
dengan penggunaan ruang dalam ketinggian pohon.

ketingiian pohon (meter)

14
12 m

12
9,9 m

10

8,3 m

makan

8
5,5 m

6

berpindah
istirahat

4

aktifitas sosial

2
0
makan

berpindah

istirahat

aktifitas sosial

aktifitas harian
Gambar 8 Grafik hubungan aktivitas harian monyet ekor panjang dengan
penggunaan ruang dalam ketinggian pohon

Habitat Monyet Ekor Panjang
Analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan dengan membuat petak
contoh disetiap jalur pangamatan. Setiap jalur memiliki 4 petak contoh yang
dibagi beberapa bagian sesuai tingkat pertumbuhan pohon. Suhu rata-rata pada
saat pengamatan adalah 27,9oC dengan kelembapan sebesar 84,1 %. Hasil analisis
menunjukan pada jalur 1 terdapat 31 jenis tumbuhan yang terdiri dari 17 jenis
tingkat semai, 20 jenis tingkat pancang, 14 jenis tingkat tiang, dan 11 jenis tingkat
pohon. Pada jalur 2 terdapat 32 jenis tumbuhan yang terdiri dari 12 jenis tingkat
semai, 21 jenis tingkat pancang, 8 jenis tingkat tiang, dan 11 jenis tingkat pohon,
sedangkan pada jalur 3 terdapat 20 jenis tumbuhan yang terdiri dari 12 jenis
tingkat semai, 10 jenis tingkat pancang, 2 jenis tingkat tiang dan 8 jenis tingkat
pohon.
Secara keseluruhan, jenis tumbuhan yang ditemukan pada plot analisis
habitat sebanyak 48 jenis tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan pancang yang
paling banyak ditemukan. Hasil analisis habitat pada ketiga jalur menunjukan

12
jalur 2 merupakan jalur yang memiliki kerapatan vegetasi paling tinggi. Pada
setiap plot analisis terdapat beberapa jenis tumbuhan dominan yang ditemukan.
Kebanyakan tumbuhan dominan merupakan pakan monyet ekor panjang. Jenis
tumbuhan yang dominan dan dimakan oleh monyet ekor panjang adalah Pandan
laut sarengseng (Pandanus tectorius), Kiara beas (Ficus sumatrana), Jejerukan
(Acronychya laurifolia) dan Ki andong (Rhodamnia cinerea) sedangkan jenis
yang dominan namun tidak dimakan monyet ekor panjang adalah Bintaro
(Cerbera manghas), Ki baceta (Claucena excavata) dan Kakapasan. Tabel 4
menunjukan beberapa jenis tumbuhan dominan yang ditemukan pada setiap jalur.
Tabel 4 Beberapa jenis tumbuhan yang dominan di setiap jalur pengamatan
berdasarkan tingkat pertumbuhan
Jalur Tingkat
1
Semai

Pancang

Tiang

Pohon

2

Semai

Pancang

Tiang

Pohon

3

Semai

Pancang

Tiang
Pohon

No
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
1
2
3

Nama jenis
Pandan laut
Ki kores
Soka putih
Ki kores
Ki hapit
Keruing
Bintaro
Jejerukan
Pohpohan
Kiara beas
Laban
Pohpohan
Ki baceta
Ki hoe
Ki pancar
Kakapasan
Ki hoe
Ki andong
Laban
Ipis kulit
Ki pancar
Laban
Ki segel
Putat
Ki lalayu
Ipis kulit
Ki pancar
Ki andong
Ki hoe
Ki kores
Jejerukan
Kiara beas
Ki pancar
Laban

Nama ilmiah
Pandanus tectorius
Psycotria sp.
Ixora coccinea
Psycotria sp.
Euphorbia chasembila
Dipterocapus caudiferus
Cerbera manghas
Acronychya laurifolia
Buchanania arborescens
Ficus sumatrana
Vitex pubescens
Buchanania arborescens
Claucena excavata
Guioa diplopetala
Baccaurea javanica
Guioa diplopetala
Rhodamnia cinerea
Vitex pubescens
Decaspermum fruticosum
Baccaurea javanica
Vitex pubescens
Dillenia excelsa
Planchonia valida
Erioglosum rubiginosum
Decaspermum fruticosum
Baccaurea javanica
Rhodamnia cinerea
Guioa diplopetala
Psycotria sp.
Acronychya laurifolia
Ficus sumatrana
Baccaurea javanica
Vitex pubescens

INP (%)
55,88
51,86
21,26
28,07
22,05
19,00
57,56
42,02
35,88
89,63
63,82
30,16
72,49
23,24
17,59
39,79
36,37
25,26
86,28
63,01
26,30
65,77
42,79
35,99
31,56
28,46
26,15
38,87
36,44
23,48
157,72
119,05
53,40
33,81

13
Potensi Pakan
Potensi pakan monyet ekor panjang diketahui dengan cara mendata jenisjenis yang ditemukan dan mencocokannya dengan data pakan yang didapat dari
hasil pengamatan pengelola cagar alam, litelatur dan data saat pengamatan
populasi monyet ekor panjang. Berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan, pada
jalur 1 terdapat 31 tumbuhan dengan 17 jenis tumbuhan yang menjadi pakan
monyet ekor panjang. Pada jalur 2 yang tercatat 32 jenis tumbuhan, 15
diantaranya merupakan pakan satwa tersebut, sedangkan pada jalur 3 yang
ditemukan 20 jenis tumbuhan dan 13 jenis diantaranya merupakan pakan monyet
ekor panjang. Keseluruhan jumlah jenis tumbuhan yang menjadi pakan monyet
ekor panjang tercatat 22 jenis.
Jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang yang memiliki kerapatan
paling tinggi adalah pandan laut, yaitu 112500. Penyebarannya banyak ditemukan
hanya pada jalur 1. Jenis lain yang memiliki kerapatan tinggi adalah ki kores, ipis
kulit, ki pancar dan kilalayu. Jenis tersebut ditemukan pada setiap plot analisis
habitat di ketiga jalur. Monyet ekor panjang hanya memakan bagian buah dan
pucuk jenis tumbuhan yang memiliki kerapatan paling tinggi tersebut. Monyet
ekor panjang tidak memakan seluruh bagian tumbuhan. Bagian buah, pucuk,
batang dan bunga yang dimakan monyet ekor panjang. Jenis tumbuhan yang
hanya dimakan buahnya saja diketahui sebanyak 15 jenis, dimakan buah dan
pucuk 5 jenis, dimakan bunganya 1 jenis, dan dimakan batang dan buah 1 jenis.
Tabel 5 Daftar jenis tumbuhan pakan monyet ekor panjang
No

Nama lokal

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Bayur
Darewak
Huni
Huru manuk
Ipis kulit
Jejerukan
Ki andong
Ki beunteur
Ki beusi
Ki hapit
Ki kores
Ki lalayu
Ki pancar
Ki segel
Kiara beas
Laban
Manggis hutan
Pandan laut
Parengpeng
Pohpohan
Rukem
Sulangkar

Nama latin
Pterospermum javanicum
Microcos tomentosa
Antidesma bunius
Litsea mappaceae
Decaspermum fruticosum
Acronychya laurifolia
Rhodamnia cinerea
Macutia diversifolia
Memecylon oleaefolum
Euphorbia chasembila
Psycotria sp.
Arytera littoralis
Baccaurea javanica
Dillenia excelsa
Ficus sumatrana
Vitex pubescens
Gracinia laterifolia
Pandanus tectorius
Groton argiratua
Buchanania arborescens
Flancourtia rukam
Leea sambucina

Bagian yang
dimakan
Buah
Buah
Pucuk, buah
Pucuk, buah
Pucuk, buah
Buah
Buah
Buah
Buah
Buah
Pucuk, buah
Buah
Buah
Buah
Pucuk, buah
Bunga
Buah
Buah
Buah
Buah
Buah
Batang, buah

Kerapatan
6,25
1350
25
625
8875
1293,7
3600
156,2
150
1250
66400
11975
13900
3231,2
31,2
687,5
6,2
112500
231,2
250
7325
3400

14
Pembahasan
Populasi Monyet Ekor Panjang
Monyet ekor panjang hidup secara berkelompok dengan ukuran kelompok
bervariasi menurut kondisi habitatnya. Rata-rata dalam 1 kelompok monyet ekor
panjang yang ditemukan di dalam cagar alam terdapat 18 ekor pada jalur 1, 6 ekor
pada jalur 2 dan 19 ekor pada jalur 3. Satu kelompok monyet ekor panjang dapat
terdiri lebih dari 100 ekor (Lekagul dan McNeely 1977) sedangkan menurut
Nowak (1999) dalam satu kelompok monyet ekor panjang rata-rata terdiri dari 6100 individu. Perhitungan ukuran kelompok di dalam cagar alam dapat dikatakan
underestimate. Hal tersebut dapat terjadi karena satwa ini hidup dalam kelompok
besar dengan jumlah individu yang banyak. Jumlah individu tersebut akan
menyebar dalam wilayah yang besar juga, sehingga dalam perhitungannya bisa
terjadi bias dengan kelompok lain yang mungkin berdekatan dengan kelompok
tersebut.
Rata-rata ukuran kelompok monyet ekor panjang di CA Pananjung
Pangandaran dapat dikatakan lebih kecil dari ukuran kelompok monyet yang
terdapat di TWA yang dapat mencapai 50 individu dalam 1 kelompok. Kelompok
monyet ekor panjang di daerah ini hidup di dalam hutan primer dan sekunder
dataran rendah, padang rumput, hutan tanaman jati serta hutan pantai. Menurut
Lekagul dan McNeely (1977) umumnya kepadatan populasi monyet ekor panjang
di hutan primer lebih rendah dibandingkan kepadatan populasi di hutan sekunder.
Hal ini juga seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Supartono (2001) ukuran
populasi monyet ekor panjang di kawasan lindung HPHTI PT. Riau Andalan Pulp
and Paper berkisar 18-22 ekor untuk daerah sepadan sungai, sedangkan di daerah
kebun karet berkisar antara 45-53 ekor.
Berdasarkan hasil pengamatan, daerah yang memiliki kepadatan paling
rendah adalah jalur 2 (Tadah Angin), yaitu sebesar 4 ekor/ha. Jalur 2 merupakan
bagian tengah kawasan cagar alam dengan bagian kanan dan kiri jalur merupakan
hutan primer dan sekunder dataran rendah, selain itu jalur ini juga dilalui oleh
sungai Cikamal yang bermuara di air terjun Tadah angin. Kepadatan populasi
pada jalur ini diketahui paling kecil, padahal kondisinya dikelilingi oleh hutan
dataran rendah yang rapat akan pepohonan. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Santoso (1996) dan Supartono (2001), monyet ekor panjang cenderung lebih
menyukai daerah yang kondisi vegetasinya lebih jarang dibandingkan dengan
vegetasi yang rapat, sehingga pada jalur ini monyet ekor panjang yang ditemukan
paling sedikit.
Rendahnya jumlah individu yang ditemukan pada jalur 2 dapat dipengaruhi
oleh sedikitnya jumlah tumbuhan pakan. Berdasarkan analisis habitat, jenis semai
dan pancang yang mendominasi pada jalur 2 tidak dimakan oleh monyet ekor
panjang, yaitu jenis ki baceta dan kakapasan. Jenis pakan lainnya hanya
ditemukan sedikit, sedangkan pada tingkat tiang dan pohon, jenis laban
mendominasi plot analisi habitat. Kondisi jalur 2 yang berdekatan dengan jalur 1
memungkinkan adanya sub-kelompok dari jalur 1 yang ditemukan pada jalur 2,
sehingga jumlah yang ditemukan pada jalur 2 lebih sedikit.
Monyet ekor panjang juga dapat ditemukan pada vegetasi yang cukup rapat.
Hal ini terlihat dari jalur 1 yang memiliki kepadatan paling tinggi, yaitu 22
ekor/ha. Jalur 1 berada di bagian timur pantai Pangandaran, sebelah kiri jalur

15
merupakan tebing dan pantai timur Pangandaran, sedangkan bagian kanan adalah
hutan dataran rendah. Adanya pantai pada jalur ini menjadi faktor dapat
ditemukannya monyet ekor panjang. Pantai dapat menjadi sumber makanan bagi
monyet ekor panjang, salah satu contoh pakan yang bisa didapatkan monyet ekor
panjang adalah kepiting, karena hal tersebut monyet ekor panjang disebut juga
crab-eating macaque. Monyet ekor panjang merupakan primata yang memiliki
kemampuan adapatasi tinggi, dengan perilaku makan frugivorus dan memiliki
sifat opportunistic omnivore, yaitu akan memakan jenis makanan lain yang
tersedia di habitatnya (Fakhri et al. 2012).
Jalur terakhir yang digunakan untuk pengamatan berada di bagian barat CA,
yaitu jalur 3 (Cikamal). Jalur ini merupakan jalur yang kondisinya melewati
padang rumput, hutan primer dan sekunder dataran rendah serta sungai Cikamal,
selain itu pada jalur ini juga paling banyak ditemukan bunga dan knop Rafflesia
padma. Pada jalur 3 kepadatan populasi diketahui sebesar 19 ekor/ha. Monyet
ekor panjang pada jalur ini paling banyak ditemukan pada pohon Kiara beas
(Ficus sumatrana) yang sedang berbuah di sekitar padang rumput. Hal ini dapat
membuktikan selain kondisi vegetasi, adanya ketersediaan pakan juga menjadi
faktor yang menentukan penyebaran dan ukuran populasi monyet ekor panjang.
Penyebaran monyet ekor panjang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu suhu, air, makanan dan predator (Fakhri et al. 2012). Menurut Lang (2006)
monyet ekor panjang dapat dijumpai di daerah tropis karena karena suhunya yang
hangat (24o sampai 36oC) dan iklim yang lembab dengan curah hujan berkisar
antara 140 sampai 300 mm/tahun serta dapat hidup pada ketinggian 0 sampai
2000 mdpl. Suhu lingkungan di daerah pengamatan tergolong cukup hangat yaitu
27,9oC dengan kelembapan sebesar 84,1 %, suhu ini berada pada rentang suhu
optimum lingkungan monyet ekor panjang sehingga daerah cagar alam sesuai
untuk kehidupan monyet ekor panjang. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya
sumber air, yaitu dari Sungai Cikamal yang bukan berasal dari air laut. Semua
makhluk hidup membutuhkan air, termasuk monyet ekor panjang. Daerah tepian
sungai menjadi sumber air bagi satwa ini.
Keberadaan predator alami juga mempengaruhi keberadaan monyet ekor
panjang. Menurut hasil wawancara dengan staf cagar alam, predator alami bagi
monyet ekor panjang di cagar alam adalah ular sanca (Phyton sp.) dan biawak
(Varanus sp.), namun jumlah kasus monyet ekor panjang yang di mangsa oleh
ular sanca dan biawak hanya sedikit. Kebanyakan jumlah monyet ekor panjang
berkurang dikarenakan faktor internal, misalnya sakit, berkelahi dengan anggota
kelompok ataupun kecelakaan terjatuh dari pohon.
Perilaku satwa juga dapat mempengaruhi penyebaran dan besar kecilnya
ukuran kelompok, termasuk perilaku sosial (Watanabe et al. 1996), perilaku
seksual (Engelhardt 2004), dan perilaku anti predator (Van Scaik 1985). Faktor
lain yang dapat mempengaruhi ukuran kelompok adalah kematian, kelahiran,
imigrasi dan emigrasi. Efisiensi mencari makan juga mempengaruhi ketersediaan
pakan dan ukuran kelompok. Monyet ekor panjang yang hidup berkelompok akan
menghasilkan kompetisi dalam mencari makan yang disukai. Kompetisi ini
tergantung pada ukuran kelompok, jumlah makanan yang tersedia dan
kemampuan individu dalam bertahan (Fuentes 1999).
Populasi yang ditemukan saat pengamatan didominasi oleh individu dewasa,
dengan kelas umur anakan paling sedikit ditemukan. Melalui data tersebut dapat

16
disimpulkan bahwa struktur umur monyet ekor panjang membentuk piramida
terbalik, dimana individu dewasa lebih dominan jika dibandingkan dengan
individu remaja dan anakan. Hal tersebut menyebabkan struktur umur monyet
ekor panjang masuk dalam kategori populasi menurun (regressive population).
Menurut Alikodra (1990) struktur umur dalam keadaan populasi menurun yaitu
jumlah kelahiran (natalitas) lebih kecil dari jumlah kematian (mortalitas). Pada
penelitian ini, data kelahiran monyet ekor panjang tidak diketahui, namun
rendahnya jumlah anak dan remaja menunjukan individu yang memiliki fungsi
untuk reproduksi dan melanjutkan perkembangbiakan dengan baik hanya sedikit.
Individu dewasa yang ditemukan lebih banyak memungkinkan banyaknya terjadi
reproduksi, namun tidak untuk jangka waktu yang lama.
Keterbatasan pengamat juga diduga menjadi faktor rendahnya individu
remaja teridentifikasi. Monyet ekor panjang yang berada di dalam cagar alam
tidak terbiasa dengan adanya manusia, berbeda dengan monyet ekor panjang di
taman wisata alam yang terbiasa dengan manusia sehingga dapat lebih jelas
terlihat antara individu dewasa, remaja dan anakan. Pada saat pengamatan,
individu monyet ekor panjang lebih sensitif terhadap bunyi dan gerakan, terutama
individu remaja. Kontak yang terjadi dengan individu remaja terjadi lebih cepat.
Ketika ditemukan individu remaja tersebut akan menjauh masuk ke dalam hutan,
di luar jarak pandang pengamat, sehingga memungkinkan adanya individu remaja
yang tidak terhitung dan lebih banyak individu dewasa yang terhitung.
Individu dewasa monyet ekor panjang yang tercatat terdiri dari jenis
kelamin jantan dan betina. Perbandingan individu jantan dan betina pada populasi
ini disebut sex ratio. Hasil pengamatan menunjukan sex ratio monyet ekor
panjang di jalur 1 dan 3 adalah 1:4, sedangkan pada jalur 2 adalah 1:3. Hasil ini
berbeda dengan teori menurut Napier dan Napier (1967) yang mengatakan sex
ratio satu kelompok monyet ekor panjang di habitat alami adalah 1:2. CA
Pananjung Pangandaran merupakan salah satu habitat alami monyet ekor panjang.
Besarnya sex ratio ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
ketersediaan makanan. Kelimpahan jumlah makanan sangat berpengaruh terhadap
tingkat kesuksesan proses reproduksi monyet ekor panjang. Ketika jumlah
makanan melimpah maka kelahiran terjadi lebih cepat dan lebih sering (Lang
2006).
Monyet ekor panjang merupakan satwa yang hidup mengelompok, dalam
satu kelompok terdiri dari banyak jantan dan banyak betina (multi-male multifemale) dengan sistem perkawinan, jantan dapat mengawini betina manapun.
Jantan monyet ekor panjang biasanya kawin dengan lebih dari satu betina dan
sebaliknya (Karimullah 2011). Besarnya jumlah betina dalam sex ratio
memungkinkan jantan monyet ekor panjang dapat mengawini dan memilih
banyak betina, selain itu mengurangi persaingan kawin antar individu jantan.
Setiap kelompok monyet ekor panjang, akan ada jantan dominan atau yang
disebut sebagai Alpha male, begitu juga dengan monyet ekor panjang betina yang
dominan. Jantan dominan menjadi pemimpin kelompok (Karimullah 2011).
Pengamatan monyet ekor panjang yang dilakukan mulai pukul 07.00 hingga
pukul 12.00 dan sore mulai pukul 15.00 sampai 17.00. Aktivitas makan dan
berpindah merupakan aktivitas yang paling sering terlihat pada pagi hari dan sore
hari. Pagi hari merupakan waktu dimana monyet ekor panjang mulai melakukan
aktivitas seperti mencari makan, melakukan aktivitas sosial seperti grooming dan

17
beristirahat. Berdasakan pola aktivitasnya, monyet ekor panjang digolongkan
menjadi primata yang diurnal atau aktif pada pagi serta siang hari dan pada
umunya akan beristirat pada tengah hari ataupun malam hari (Rowe 1996).
Menurut Santoso (1996) rata-rata monyet ekor panjang mulai mencari makan
pukul 06.00 hingga pukul 08.00. Pengamatan dilakukan pada waktu aktif monyet
ekor panjang, sehingga aktivitas yang sering terlihat adalah aktivitas makan
maupun sedang berpindah, monyet ekor panjang pindah dari satu-pohon kepohon
lain sedang mencari makan atau berusaha menghidari adanya manusia.
Aktivitas makan dilakukan pada rata-rata ketinggian pohon 8,2 meter. Pada
umumnya, kebiasaan makan monyet ekor panjang di Pulau Tinjil menempati
strata C dan D atau menduduki vegetasi tingkat tiang dan pohon (Santoso 1996).
Satwa ini bersifat arboreal namun seringkali terlihat turun ke tanah (Lekagul dan
McNeely 1977). Pada beberapa kali pengamatan, didapatkan monyet ekor panjang
melakukan aktivitas makan dan berkelahi di lantai hutan. Saat berada di atas
pohon, ekornya yang panjang membantu keseimbangannya dalam melompat di
antara cabang-cabang pohon (Fuentes 1999). Hal ini terlihat pada saat monyet
ekor panjang berpindah dengan cepat dari satu pohon ke pohon lainnya. Aktivitas
berpindah monyet ekor panjang ini dilakukan pada rata-rata ketinggian pohon 9,9
m, sedangkan aktivitas istirahat dilakukan pada ketinggian 12 m dan aktivitas
sosial pada ketinggian 5,5 m. Jika melihat penggunaan tajuk pohon oleh monyet
ekor panjang untuk beraktivitas, strata tajuk yang digunakan termasuk strata tajuk
C. Strata ini terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m dengan banyak
cabang (Soerianegara dan Indrawan 2005).
CA Pananjung Pangandaran berdekatan lansung dengan kawasan TWA
Pangandaran. Letaknya yang berdekatan ini memungkinkan adanya pengunjung
masuk ke cagar alam. Jalur 2 merupakan daerah yang cukup sering dikunjungi
oleh manusia. Adanya manusia ini mempengaruhi keberadaan monyet ekor
panjang. Satwa ini cenderung menghindari daerah jalur 2 karena adanya manusia.
Hal tersebut dapat terlihat dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada jalur 2
hanya ditemukan sedikit individu monyet ekor panjang. Perilaku yang cenderung
menghindar terhadap manusia inilah yang membedakan monyet ekor panjang di
cagar alam dan TWA.
Habitat Monyet Ekor Panjang
Populasi monyet ekor panjang saat ini tersebar di dalam kawasan CA
Pananjug Pangandaran dan TWA Pangandaran. Monyet ekor panjang hidup dalam
hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi yang
berkisar 1000 m dpl. Satwa ini dapat ditemukan di berbagai habitat termasuk
hutan mangrove, rawa, pantai, hutan tropis, hutan konifer, daerah riparian, hutan
sekunder, pinggiran hutan, perkebunan penduduk, perkampungan dan daerah
terganggu (Fooden 2006; Supriatna dan Hendras 2000; Nowak 1999; Lekagul dan
McNeely 1977, Yanuar et al. 2009). Rata-rata curah hujan CA Pananjung
Pangandaran adalah 3.196 mm/tahun dengan suhu berkisar 25o - 30o dan
kelembapan udara antara 80% - 90%. Pada bulan Oktober sampai dengan Maret
terjadi musim basah yang bersamaan dengan angin barat, sedangkan pada bulan
Juli sampai dengan September terjadi musim kering yang bersamaan dengan
periode musim angin tenggara (Dishut Jawa Barat 2008).

18
Hasil analisis habitat menunjukan terdapat 31 jenis tumbuhan pada jalur 1.
Pada jalur ini terdapat pantai, hutan dataran rendah dan hutan pantai habitat
monyet ekor panjang. Pandan laut sarengseng pada tingkat semai yang memiliki
frekuensi paling tinggi. Jenis tumbuhan ini banyak ditemukan di dalam plot
analisis maupun di sekitar pantai pada ujung jalur 1. Menurut pengelola, monyet
ekor panjang biasa memakan buah Pandan laut. Pada tingkat pancang, jenis
tumbuhan Ki kores paling banyak ditemukan, monyet ekor panjang memakan
pucuk dan buah jenis ini. Selanjutnya pada tingkat tiang, Bintaro merupakan jenis
yang banyak ditemukan, namun menurut pengelola dan litelatur yang ada, jenis ini
tidak dimakan monyet ekor panjang. Kiara beas merupakan jenis pohon yang
paling dominan ditemukan. Pohon dijadikan sumber pakan oleh monyet ekor
panjang, dan melakukan aktivitas harian seperti grooming dan beristirahat.
Pada jalur 2 ditemukan 32 jenis tumbuhan dan didominasi oleh Ki baceta
pada tingkat semai, Kakapasan pada tingkat pancang, serta Laban pada tigkat
tiang dan pohon. Jenis tumbuhan Ki baceta dan Kakapasan, tidak dimakan oleh
monyet ekor panjang, sedangkan untuk jenis Laban monyet ekor panjang biasa
memakan bunga dari jenis ini. Jalur 2 merupakan jalur yang berada di bagian
tengah cagar alam. Berbeda dengan jalur 1 yang berbatasan dengan pantai timur
pangandaran, jalur 2 dikelilingi oleh hutan dataran rendah, selain itu terdapat
hutan tanaman dan bekas padang rumput yang sedang mengalami suksesi. Jalur
ini juga melewati sungai yang bermuara di air terjun Tadah angin, air terjun
tersebut sekaligus ujung jalur pengamatan. Jika melihat hasil pengamatan, pada
jalur ini ditemukan paling sedikit individu monyet ekor panjang.
Pada jalur 3 ditemukan 20 jenis tumbuhan, dengan tingkat petumbuhan
semai didominasi oleh jenis tumbuhan Kilalayu, pada jenis pancang didominasi
oleh Ki andong. Untuk tingkat pertumbuhan tiang didominasi oleh Jejerukan
sedangkan pada tingkat