Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen

ANALISIS FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN
SRAGEN

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial
Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan di dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dian Iswahyudi Tri Hartono
NIM E14100038

ABSTRAK
DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Analisis Finansial Pengelolaan Hutan
Rakyat Sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Dibimbing oleh
HANDIAN PURWAWANGSA
Hutan rakyat sertifikasi yaitu hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat
dengan sitem pengelolaan secara lestari dan disahkan oleh lembaga ekolabel.
Sertifikasi hutan telah dilaksanakan di hutan rakyat yang berada di Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen pada tahun 2009. Tujuan penelitian ini yaitu
membandingkan secara finansial usaha pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi
antara petani hutan rakyat yang mendapat bantuan dari APBD dan biaya
sendiri/swadaya. Selain itu untuk mengidentifikasi persepsi petani mengenai
pengaruh dari adanya sertifikasi hutan. Pengelolaan hutan rakyat APBD dan
swadaya daur panen 10 ataupun 20 tahun layak diusahakan sebab memiliki nilai
NPV > 0, Nilai BCR > 1 dan IRR > suku bunga. Hutan rakyat APBD daur panen
20 tahun dinilai paling menguntungkan dibanding lainya yang memiliki nilai NPV

sebesar Rp. 97 546 135. Petani merasa belum adanya perubahan secara khusus
dari adanya sertifikasi hutan jika ditinjau dari segi ekonomi, namun petani merasa
adanya perubahan lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya
setelah adanya sertifikasi hutan.
Kata kunci: analisis finansial, hutan rakyat, sertifikasi dan persepsi

ABSTRACT
DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO. Financial analysiz in community forest
certification in Sambirejo distrik Sragen. Supervised by HANDIAN
PURWAWANGSA.
Certification community forest is managed forests by communities with
sustainable management system and approved by international ecolabel. Forest
certification have implemented in different community forests, District Sambirejo,
Sragen in 2009. The purpose of this study is comparing financially Jati business
management of forest certification between community forest farmer who get the
assist from local government budget and private effort community forest, as well
as to identify farmer’s perceptions toward the influence of forest certification.
Local government budget community forest management and private effort
community forest either 10 or 20 year cycle are equally viable because it has a
value of NPV > 0, BCR values > 1 and IRR > interest rates. Local government

budget community forest management of 20 years cycle is considered the most
profitable than others who have a NPV value of Rp. 97 546 135 million. Farmers
feel the absence of changes specifically from the forest certification if in terms of
economic aspect , but farmers feel the better environmental changes for forest
people center after the forest certification.
Keywords: financial analysis, community forest, certification and perception

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN HUTAN
RAKYAT SERTIFIKASI DI KECAMATAN SAMBIREJO
KABUPATEN SRAGEN

DIAN ISWAHYUDI TRI HARTONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Finansial Pengelolaaan Hutan Rakyat Sertifikasi di
Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen
Nama
: Dian Iswahyudi Tri Hartono
NIM
: E14100038

Disetujui oleh

Handian Purwawangsa, S Hut MSi
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul Analisis Finansial Pengelolaan Hutan Rakyat Sertifikasi
di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi antara
hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi persepsi petani
mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi hutan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini, terutama kepada bapak Handian Purwawangsa, S Hut, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini.
Terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan selama penelitian ini berjalan. Terima kasih kepada Dinas Kehutanan
Kabupaten Sragen yang telah membantu selama proses pengambilan data. Terima
kasih kepada Pak Hardo, Pak Hasan dan Pak Agus yang telah membantu dalam
proses pengambilan data di setiap desa. Terima kasih kepada teman seperjuangan

di MNH 47, Fahutan 47 dan Kost Villa Merah yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas segala bantuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan
demi perbaikan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini bisa
bermanfaat.

Bogor, November 2014
Dian Iswahyudi Tri Hartono
NIM E14100038

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii


DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Sasaran Penelitian

3

Jenis Data

3


Metode Pengumpulan Sampel

3

Metode Pengolahan dan Analisis Data

4

Analisis Finansial

4

Analisis Sensitivitas

5

Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan

5


KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Responden

6

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

8

Hasil Analisis Finansial

10


Hasil Analisis Sensitivitas

12

Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah
Sertifikasi

13

Persepsi Masyarakat

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

SIMPULAN

15

SARAN

15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Jenis dan sumber data penelitian
6Karakteristik responden menurut umur
Distribusi responden menurut pendidikan
Jumlah anggota keluarga responden
Mata pencaharian responden
Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat
swadaya
7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur
panen 10 dan 20 tahun
8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi
9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah sertifikasi hutan
10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi

3
6
7
7
8
10
12
13
14
14

DAFTAR GAMBAR
1 Gambar peta lokasi penelitian

2

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian
2 Biaya pengelolaan hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 dan 20
tahun
3 Biaya pengelolaan hutan rakyat swadaya dengan daur panen 10 dan 20
tahun
4 Cash flow hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun
5 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun
6 Cashflow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun
7 Lanjutan cash flow hutan rakyat APBD daur panen 20 tahun
8 Cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun
9 Lanjutan cash flow hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun
10 Dokumentasi penelitian

17
20
20
21
22
23
24
25
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu semakin hari semakin meningkat baik untuk konsumsi
lokal maupun untuk ekspor. Berdasarkan data dari Bina Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai dan Pehutanan Sosial (BPDASPS 2013) kebutuhan kayu nasional
tercatat sebesar 43 juta m³/tahun. Potensi kayu rakyat cukup besar, diperkirakan
standing stock mencapai 125 juta m³/tahun dengan potensi siap panen ±20 juta
m³/tahun, sehingga kontribusi hutan rakyat sebesar 47% dari kebutuhan kayu
nasional. Luasan hutan rakyat yang ada di Indonesia semakin bertambah,
khususnya di Pulau Jawa yang ikut meningkat pesat. Berdasarkan data statistik
BPDASPS (2013) perkembangan luasan hutan rakyat tahun 2008-2013 di
Provinsi Jawa Tengah seluas 100 538 ha, sedangkan untuk luasan hutan rakyat
yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) di Kecamatan
Sambirejo sebesar 1 404 ha.
Selain memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga
memberikan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja produktif dan mampu
menstimulir usaha produktif lainya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan
hutan rakyat. Hal tersebut memotivasi para petani hutan rakyat yang berada di
Kecamatan Sambirejo untuk melakukan kegiatan pengelolaan jati di hutan
rakyatnya dengan cara yang baik dan benar yang dilakukan dengan mengikuti
sertifikasi hutan rakyat pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2004, Lembaga
Ekolabel Indonesia (LEI) dan Forest Stewardship Counsil (FSC) telah
mengeluarkan dua sertifikat untuk hutan rakyat di Indonesia yaitu hutan rakyat di
Desa Selopuro dan hutan rakyat di Desa Sumberejo, Kabupaten Wonogiri.
Adanya sertifikasi ini diharapkan mampu memberikan dukungan bagi
kepentingan komunitas dalam pengelolaan hutan dan membantu untuk
mempromosikan kayu rakyat di tingkat pasar nasional maupun internasional
(Hinrich et al. 2008). Penelitian ini secara khusus membahas sertifikasi hutan
rakyat di Indonesia. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan
finansial hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dari segi pendanaan
hutan rakyat dengan bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan
hutan rakyat dengan biaya sendiri/swadaya serta mengidentifikasi manfaat yang
diterima oleh masyarakat dengan adanya sertifikasi hutan.

Perumusan Masalah
Sertifikasi hutan diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih baik
kepada petani, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi. Hutan rakyat di
Kecamatan Sambirejo adalah salah satu hutan rakyat tersertifikasi pada tahun
2009. Perlu ditinjau lebih jauh lagi, apakah sertifikasi tersebut sudah mencapai
tujuan yang diinginkan, khususnya untuk para petani. Analisis finansial dilakukan
untuk mengetahui pengaruh dari adanya sertifikasi hutan rakyat terhadap aspek
finansial atau manfaat ekonomi dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat
sertifikasi di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membandingkan secara finansial pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi
antara hutan rakyat yang mendapat bantuan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan biaya sendiri/swadaya.
2. Mengidentifikasi persepsi petani mengenai pengaruh dari adanya sertifikasi
hutan rakyat.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini untuk :
1. Memberikan informasi mengenai perbedaan pengelolaan jati di hutan rakyat
APBD dan hutan rakyat swadaya dari segi finansial.
2. Memberikan informasi mengenai manfaat yang diterima oleh petani dari
sebelum dan setelah adanya sertifikasi hutan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi penelitian

Gambar 1 Lokasi Desa Penelitian

3
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014 di hutan
rakyat sertifikasi Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian adalah petani hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani, dan
melakukan observasi lapang. Data yang dibutuhkan dari kegiatan wawancara
meliputi:
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian
Jenis data
Data primer

Klasifikasi data
Identitas responden

Rincian data

Keterangan

-Nama responden
-Umur
-Jenis kelamin
-Jumlah keluarga

Potensi lahan

-Luas kepemilikan
-Jenis pohon
-Jumlah pohon

Biaya produksi

Wawancara
dengan petani

-Biaya persiapan lahan
-Biaya pengadaan bibit
-Biaya pemeliharaan
-Biaya pengadaan alat
-Biaya pemanenan

Data sekunder

Persepsi petani
Data demografi

-Luas desa

Kelompok tani

Metode Pengumpulan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Kriteria petani yang menjadi responden adalah petani yang mengusahakan hutan
rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo. Penentuan jumlah responden
berdasarkan standar minimal penelitian survei yaitu 30 responden (Singarimbun
dan Effendi 1987). Masing-masing 15 responden untuk hutan rakyat APBD
maupun hutan rakyat swadaya.

4
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Finansial
Indikator untuk mengetahui manfaat secara finansial adalah sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV)
Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai NPV > 0,
atau positif. Formula dari NPV sebagai berikut (Gittinger 2008):
n

NPV =
t=0

Bt − Ct
(1 + i)t

Keterangan:
NPV
= Net Present Value
Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
n
= umur ekonomis dalam perusahaan
i
= suku bunga yang berlaku
2.

Benefit Cost Rasio (BCR)
Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai BCR > 1,
apabila BCR < 1 maka usaha tidak layak, dan jika BCR = 1 maka usaha tidak
mengalami keuntungan atau kerugian (Gittinger 2008):

BCR =

Bt
n
t=0 1+i ᵗ
Ct
n
t=0 (1+i)ᵗ

Keterangan:
BCR
= Benefit Cost Ratio
Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
n
= umur ekonomis dalam perusahaan
i
= suku bunga yang berlaku
3.

Internal Rate of Return (IRR)
Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki nilai IRR ≥
suku bunga. Formula untuk menentukan IRR adalah sebagai berikut
(Gittinger 2008):
IRR = i(+) + NPV

NPV (+)
+ − NPV (−)

[� − − �(+) ]

Keterangan:
IRR
= Internal Rate of Return
NPV(+) = NPV bernilai positif
NPV(-) = NPV bernilai negatif
i(+)
= suku bunga yang membuat NPV positif
i(-)
= suku bungan yang membuat NPV negatif

5
Analisis Sensitivitas
Menurut Nugroho (2013) analisis sensitivitas merupakan suatu teknis
analisis yang menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka
terhadap adanya pengaruh-pengaruh. Untuk menguji sensitivitas terhadap
kepekaan hasil, analisis dibuat dua skenario. Adapun skenario yang bisa dibuat
yaitu :
1. Apabila terjadi kenaikan biaya total produksi kayu dipasaran sebesar 10%.
2. Apabila terjadi penurunan harga kayu dipasaran sebesar 10%.
Asumsi-asumsi Dasar yang Digunakan
Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat suku bunga untuk kredit usaha rakyat di Bank Jawa Tengah adalah
14% pada tahun 2014 (Bank Jateng 2014).
2. Satuan yang digunakan adalah Rupiah/ha/tahun.
3. Sumber modal utamanya adalah modal yang dikeluarkan sendiri.
4. Umur untuk perhitungan finansial menggunakan skenario daur penen
selama 10 tahun dan 20 tahun.
5. Pendapatan dari penjualan kayu dan penjualan palawija dihitung sesuai
dengan periode panen.
6. Harga jual kayu jati diperoleh dari wawancara dengan petani dan
tengkulak dengan asumsi harga sama, tergantung diameter kayu yang
dijual.
Analisis Deskriptif
Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan software
Microsoft Excel 2007. Kemudian pengidentifikasian dilakukan dengan cara
analisis deskriptif. Komponen yang disajikan yaitu terkait karakteristik responden
yang meliputi umur responden, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan
mata pencaharian responden. Selain itu data yang diidentifikasi adalah kondisi
hutan rakyat sertifikasi dan belum sertifikasi serta persepsi petani setelah adanya
sertifikasi hutan rakyat.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Kecamatan Sambirejo
Secara administrasi Kecamatan Sambirejo termasuk dalam Kabupaten
Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Luas keseluruhan Kecamatan Sambirejo sebesar 4
843 Ha atau sebesar 5.14% dari luas Kabupaten Sragen (94 155 Ha). Kecamatan
Sambirejo memiliki topografi datar sampai pegunungan, sebagian besar
wilayahnya berbatasan langsung dengan Perhutani dan PTPN XVIII. Beriklim
tropis, serta curah hujan rata-rata per tahun 25.21 mm. Suhu rata-rata 18 sampai
27 °C. Terdapat 9 desa dalam Kecamatan Sambirejo, namun yang wilayahnya
mengikuti kegiatan sertifikasi hutan rakyat ada 8 desa yaitu, Sambirejo, Dawung,
Sambi, Jetis, Sukorejo, Kadipiro, Musuk, Jambeyan dan satu desa yang tidak
mengikuti program sertifikasi hutan rakyat yaitu Desa Blimbing (Persepsi 2009).

6
Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat
Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Sambirejo bermata pencaharian
sebagai petani. Jumlah penduduk yang tercatat sampai akhir Juni 2007 adalah 27
777 jiwa, dengan rincian Laki-laki 13 696 dan Perempuan 14 081. Secara
otomatis semua warga menjadi anggota Perkumpulan Kelompok Hutan Lestari
(PHKL), yang memiliki hak sama dalam pengambilan keputusan atas kelestarian
hutan di lingkunganya. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kayu jati adalah
sarana untuk menunjukkan jati diri sehingga harus dilindungi. Pemeliharaan
tanaman jati juga bertujuan untuk tabungan masa depan, menghadapi kebutuhan
mendesak dalam jumlah besar. Kesulitan mengakses ke layanan perbankan
menjadi pola penanaman kekayaan dalam bentuk tanaman kayu jati dan mahoni
menjadi pilihan yang mudah dilakukan sekaligus menambah perbesaran dari tahun
ke tahun (Persepsi 2009).

Profil Ringkas Unit Manajemen
Forest Management Unit (FMU) Wana Rejo Asri (Waras) Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen merupakan Gabungan Kelompok Hutan Lestari
(GKHL) dari 8 desa (Sukorejo, Jambeyan, Sambi, Dawung, Sambirejo, Kadipiro,
Musuk, Jetis). Anggota dari GKHL Waras memiliki jumlah anggota sebanyak 9
362 KK, dan luas lahan hutan 1 404.1 Ha (Pekarangan 826.5 Ha, Tegalan 577. 56
Ha). Jenis tanaman yang banyak di tanam di daerah in yaitu Jati, Mahoni, Akasia,
Sengon dan di bawah tegakan ada Kunir, Jahe, Garut, Uwi dan Gembili (Persepsi
2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik dan penggarap hutan
rakyat di enam desa yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.
Jumlah responden sebanyak 30 orang, dengan rincian sebanyak 28 orang laki-laki
dan sebanyak 2 orang perempuan yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan umur
Umur

N (responden)

Persentase (%)

31-40
41-50

2
7

6.7
23.3

51-60
61-70
≥70

9
7
5

30.0
23.3
16.7

30

100

Jumlah
Keterangan :
N = jumlah responden

7
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas petani hutan rakyat sebanyak (30%)
berada pada selang umur 51-60 tahun, sedangkan sebanyak (23.3%) petani hutan
rakyat berada pada selang umur 61-70 tahun. Menurut Badan Pusat Statistik
(2013) usia produktif yaitu usia yang berada diatas 15 tahun dan kurang dari 64
tahun, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia
produktif untuk mengelola hutan yang dimilikinya. Berdasarkan wawancara
dengan petani, rendahnya jumlah petani pengelola hutan rakyat yang berada pada
selang umur 30-40 tahun dikarenakan dalam usia tersebut mayoritas masyarakat
lebih tertarik dalam perkerjaan lain seperti dagang, menjadi buruh pabrik atau
juga sebagai buruh bangunan dibandingkan dengan menjadi petani hutan rakyat.
Tabel 3 Distribusi responden menurut pendidikan
Tingkat pendidikan

N(responden)

Persentase (%)

Tidak Bersekolah
SD/SR
SMP/SLTP
SMA/SLTA/STM/SGA
Sarjana

5
12
3
9
1

16.7
40
10
30
3.3

30

100

Jumlah
Keterangan :
N = jumlah responden

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas
berpendidikan rendah (40%), lulusan Sekolah Dasar atau Sekolah Rakyat untuk
istilah dulu. Sedangkan yang lulusan perguruan tinggi hanya terdapat satu orang
(3.3%). Berdasarkan wawancara di lapangan dengan petani, rendahnya tingkat
pendidikan responden dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan responden yang harus
dilakukan responden selama usia sekolah. Selain itu aksesibilitas menuju sekolah
lanjutan yang sebagian besar hanya berada di pusat kecamatan.
Tabel 4 Jumlah anggota keluarga responden
Jumlah anggota keluarga

N (responden)

Persentase (%)

1

0

0

2

10

33.3

3

8

26.7

4

5

16.7

≥5

7

23.3

30

100

Jumlah
N = jumlah responden

Tabel 4 menunjukkan jumlah anggota keluarga dari petani hutan rakyat di
Kecamatan Sambirejo sebagian besar (33%) memiliki jumlah anggota keluarga
responden sebanyak dua orang. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, ratarata yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak dua orang dikarenakan
anak dari keluarga ini sudah menikah sehingga anak tersebut sudah tidak menjadi
tanggung jawab sepenuhnya oleh responden.

8
Tabel 5 Mata pencaharian responden
Pekerjaan utama
Petani sawah

Pekerjaan sampingan
Petani Hutan Rakyat
Dagang
Buruh

Pekerjaan utama

Ternak
Wirausaha Jamur
Rias Pengantin
Pekerjaan sampingan

Perangkat Desa
PNS + Pensiunan PNS

Petani Hutan Rakyat
Petani Hutan Rakyat

Jumlah
Keterangan :
N = jumlah responden

N (responden)

Persentase (%)

14
1
1

46.7
3.3
3.3

2
2
1
N (responden)

6.7
6.7
3.3
Persentase (%)

7
2

23.3
6.7

30

100

Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas mata pencaharian responden yaitu
sebagai petani (46.7%) atau sebanyak 14 orang. Menurut Fakultas Kehutanan IPB
(2000) budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang utama bagi masyarakat
pedesaan jawa pada umumnya. Jika kondisi alam memungkinkan, pilihan utama
adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
Responden pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani sawah karena di
Kecamatan Sambirejo masih banyak lahan sawah dan pengairan untuk irigasi
sawah juga memadai.

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo meliputi pengelolaan
tanaman pokok (kayu) dan pemanfaatan tanaman bawah tegakan (palawija).
Adapun kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan petani secara garis
besar adalah sebagai berikut:
Kayu
Pembibitan atau Persemaian
Pembibitan dilakukan pada tahun ke-nol dari kegiatan pengelolaan. Bibit
yang digunakan berasal dari anakan alami. Pembibitan dilakukan di lahan petani
masing-masing. Hal ini karena di Kecamatan Sambirejo belum memiliki areal
khusus untuk persemaian.
Penanaman
Kegiatan penanaman biasanya dilakukan di musim penghujan. Penanaman
pada umumnya dilakukan pada tahun 2003-2004 saat ada kegiatan Gerhan. Tinggi
bibit yang terpilih kurang lebih yaitu 30-40 cm. Jumlah bibit disesuaikan dengan
ketersediaan bibit di lahan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kayu dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
pemeliharaan bagi tanaman semusim (tanaman di bawah tegakan) selama 4 tahun
dimulai tahun ke-nol sampai tahun ke-tiga. Pemeliharaan yang dilakukan berupa

9
pemupukan dan penyiangan. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dan
pupuk kimia (urea). Waktu penyiangan biasanya pada musim kemarau dengan
melakukan pembersihan rumput. Namun tidak semua petani hutan rakyat
melakukan hal tersebut.
Penjarangan
Kegiatan penjarangan di hutan rakyat sampai saat ini belum dilakukan,
petani masih beranggapan bahwa mengurangi tanaman yang sudah ditanam
merupakan hal yang sayang untuk dilakukan, atau “eman” dalam bahasa jawa,
karena kesadaran akan sistem silvikultur yang masih rendah. Masyarakat
beranggapan bahwa tanaman akan dijarangi jika tanaman itu sudah bisa dijual.
Penebangan
Penebangan dilakukan oleh masyarakat dengan dasar tebang butuh.
Kebutuhan yang paling banyak adalah kebutuhan untuk anaknya yang baru masuk
sekolah, musim hajatan atau kebutuhan-kebutuhan mendadak lainya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fakultas Kehutanan IPB (2000) bahwa faktor yang
mempengaruhi petani dalam menebang pohon yaitu desakan kebutuhan ekonomi
diantaranya yaitu biaya sekolah, perbaikan rumah, biaya tanam, biaya hari raya
dan konsumsi. Tanaman yang ditebang rata-rata memiliki lingkar keliling 70-100
cm. Namun ada juga yang kurang dari diameter tersebut jika dalam kondisi
terdesak harus ditebang.
Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan kayu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli
baik biaya maupun tenaga. Biasanya pembeli membeli kayu dalam bentuk kayu
berdiri lalu mereka kumpulkan di rumah-rumah mereka atau tempat yang sudah
mereka sediakan secara khusus.
Pemasaran
Kayu dibeli dengan kesepakatan antara petani pemilik dan pembeli dengan
bentuk gelondongan. Pembeli dan petani pemilik melakukan transaksi langsung
dengan sistem pembayaran secara tunai. Pembeli merupakan orang yang berasal
dari daerah setempat, sehingga petani tidak perlu memasarkanya sendiri hasil
kayu yang akan dijualnya.
Palawija
Pola budi daya
Budidaya palawija biasanya menghasilkan dua kali panen selama setahun
dengan pola palawija-palawija-bero/tidak ditanami. Penanaman tanaman palawija
hanya dilakukan sampai tahun ke-tiga pengelolaan. Tanaman palawija yang biasa
ditanam yaitu jagung, kacang tanah, dan singkong, ubi, dll. Sebagian bibit berasal
dari bibit sendiri, namun ada juga bibit yang diperoleh dari cara mengusahakan ke
tetangga atau membeli ke pasar.
Penanaman
Penanaman biasanya dilakukan pada awal dan akhir musim penghujan
(November/Desember dan April/Mei) pada lahan di sela-sela tanaman kayu.
Penanaman dikerjakan dengan tenaga sendiri oleh anggota keluarga jadi tenaga
kerja untuk membantu proses penanaman.
Pemanenan dan pemasaran
Palawija dapat dipanen dalam waktu 3 sampai 4 bulan. Pemanenan
dilakukan menggunakan tenaga sendiri oleh anggota keluarga. Hasil panen

10
dikumpulkan di rumah kemudian langsung di beli oleh tengkulak. Selain itu,
sebagian hasil panen ada yang dikeringkan untuk digunakan sendiri dan dijual ke
pasar.

Analisis Finansial
Analisis finansial yaitu analisis suatu proyek yang dilihat dari sudut
pandang orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek. Aspek finansial
digunakan untuk mengetahui perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan
suatu proyek dalam jangka waktu tertentu (Muhammad 2004).
Informasi terkait dengan biaya-biaya selama pengelolaan berlangsung
diperluan dalam perhitungan analisis finansial. Biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam pengelolaan jati di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo antara
lain biaya untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengadaan bibit kayu jati,
pengadaan bibit palawija, persiapan lahan, pengadaan alat, pemupukan tanaman
dan penyemprotan tanaman.
Pendapatan diperoleh petani dari hasil penjualan kayu dan palawija. Rincian
biaya pengelolaan digunakan untuk menghitung kelayakan usaha pengelolaan jati
di hutan rakyat sertifikasi di Kecamatan Sambirejo dengan tingkat suku bunga
sebesar 14%. Perbandingan perhitungan dilakukan pada empat sistem pengelolaan
yang berbeda, diantaranya yaitu hutan rakyat APBD dengan daur panen 10 tahun,
APBD daur panen 20 tahun, Swadaya daur panen 10 tahun dan Swadaya daur
panen 20 tahun. Hasil perhitungan analisis finansial dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Rekapitulasi cash flow pada hutan rakyat APBD dan hutan rakyat
swadaya
Hutan rakyat
Swadaya dengan
daur 10 tahun

Pendapatan
terdiskonto (Rp)

56 391 204

55 914 089

105 237 737

104 760 622

Biaya terdiskonto
(Rp)

7 568 227

8 023 327

7 691 602

7 253 825

48 822 977

47 890 763

97 546 135

97 506 797

7.5

7.0

13.7

14.4

48%

39%

33%

NPV (Rp)
BCR

59%
IRR (%)
Sumber : Data diolah

Hutan rakyat
APBD dengan
daur 20 tahun

Hutan rakyat
Swadaya
dengan daur
20 tahun

Hutan rakyat
APBD dengan
daur 10 tahun

Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau manfaat neto sekarang dapat diartikan
sebagai keuntungan dari kegiatan penjualan suatu produk yang diperoleh selama
jangka waktu pengusahaan (Gittinger 2008). Tabel 6 menunjukkan bahwa
keempat sistem pengelolaan jati di hutan rakyat yang berbeda. Berdasarkan
perhitungan analisis finansial, sistem pengelolaan jati di hutan rakyat APBD

11
dengan daur panen 20 tahun memiliki nilai NPV tertinggi dibanding ketiga sistem
pengelolaan lainya yaitu sebesar Rp 97 546 135 atau dengan kata lain setiap
tahunya kegiatan pengelolaan jati di hutan rakyat dengan sistem ini menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 4 877 307. Besarnya keuntungan yang diperoleh dalam
sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun dikarenakan masa panen kayu
yang cukup lama sehingga diameter kayu yang ditebang cukup besar. Selain itu
dikarenakan bibit kayu jati yang ditanam diperoleh dari sumbangan Dinas
Kehutanan Kabupaten Sragen, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk pembelian bibit.
Nilai NPV terendah berada pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat
swadaya daur panen 10 tahun. Berdasarkan perhitungan analisis finansial,
diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 47 890 763 dalam waktu pengusahaan 10 tahun.
Dengan kata lain usaha ini mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 4 789 076 tiap
tahunya. Jika dilihat dari pendapatan yang diperoleh tiap tahunya, diantara hutan
rakyat APBD daur panen 20 tahun dan hutan rakyat daur panen 10 tahun tidak
memiliki perbedaan yang cukup jauh. Namun jika ditinjau dari segi ekologi,
sistem pengelolaan APBD daur panen 20 tahun lebih memberikan manfaat
ekologi yang baik jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan swadaya daur
panen 10 tahun. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan
Sambirejo layak diusahakan karena masing-masing memiliki nilai NPV > 0.
Menurut (Gittinger 2008) suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila memiliki
nilai NPV > 0, atau positif.
Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat terhadap biaya adalah rasio
yang diperoleh dari nilai sekarang arus manfaat yang dibagi oleh nilai sekarang
arus biaya. Nilai mutlak BCR akan berbeda tergantung kepada tingkat suku bunga
yang dipilih. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin rendah nilai BCR yang
dihasilkan, dan jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, BCR yang
dihasilkan akan kurang dari 1 (Gittinger 2008).
Berdasarkan perhitungan analisis finansial dengan tingkat suku bunga
sebesar 14%, didapatkan nilai BCR tertinggi yaitu pada sitem pengelolaan jati di
hutan rakyat swadaya daur panen 20 tahun yaitu sebesar 14.4. Hal ini dikarenakan
biaya yang dikeluarkan selama pengusahaan relatif kecil sehinga biaya yang
dikeluarkan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar 14.4 rupiah, lebih
besar jika dibandingkan dengan ketiga sistem pengelolaan yang lain. Keempat
sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Sambirejo memiliki nilai BCR > 1,
sehingga usaha ini dikatakan layak untuk diusahakan lebih lanjut.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) tingkat pengembalian internal yaitu tingkat
diskonto yang membuat manfaat sekarang neto dari arus manfaat neto tambahan
atau arus uang tambahan sama dengan nol. Tingkat tersebut adalah tingkat bunga
maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan
karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya operasional dan investasi dan
proyek baru sampai pada tingkat pulang modal ( Gittinger 2008).
Berdasarkan Tabel 6, nilai IRR terbesar yaitu pada sistem pengelolaan jati di
hutan rakyat APBD daur panen 10 tahun yaitu sebesar 59%, sedangkan nilai IRR

12
terkecil yaitu pada sistem pengelolaan jati di hutan rakyat swadaya daur panen 20
tahun yaitu sebesar 39%. Keempat sistem pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan
Sambirejo memiliki nilai tingkat pengembalian internal (IRR) > tingkat suku
bunga. Menurut (Gittinger 2008) usaha dikatakan layak jika memiliki nilai IRR >
tingkat suku bunga. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keempat sistem
pengelolaan hutan rakyat yang ada layak untuk diusahakan lebih lanjut.

Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas yaitu cara meneliti kembali suatu analisa untuk dapat
melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah
(Gittinger 2008). Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan uji kepekaan
untuk keempat sistem pengelolaan hutan rakyat yang ada di Kecamatan Sambirejo
terhadap kemungkinan adanya perubahan biaya pengelolaan dan harga jual
produk. Uji kepekaan dilakukan jika terjadi kenaikan biaya pengelolaan sebesar
10% dan jika terjadi penurunan harga jual produk sebesar 10%. Penentuan nilai
perubahan disesuaikan dengan nilai inflasi terbesar di Indonesia pada tahun 2014,
serta untuk mempermudah dalam proses perhitungan. Hasil analisis sensitivitas
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis sensitivitas usaha hutan rakyat APBD dan swadaya daur
panen 10 tahun & 20 tahun
Jenis Pengelolaan

Normal

Kondisi
Harga
turun
10%

Persen perubahan (%)
Biaya
naik 10%

Harga
Turun

Biaya
Naik

HR APBD 10 tahun
HR Swadaya 10 tahun
HR APBD 20 tahun

48 822 977
47 890 763
97 546 135

43 183 856
42 299 354
87 600 440

48 066 154
47 088 430
96 776 974

-11.55
-11.68
-10.20

-1.55
-1.68
-0.79

HR Swadaya 20 tahun

97 506 797

86 137 616

95 693 226

-11.66

-1.86

HR APBD 10 tahun
HR Swadaya 10 tahun
HR APBD 20 tahun
HR Swadaya 20 tahun

8
7
13.7
14.4

6.7
6.3
12.4
11.6

6.8
6.3
12
11.6

-10.67
-10.00
-9.49
-19.44

-9.33
-10.00
-9.49
-19.44

HR APBD 10 tahun
HR Swadaya 10 tahun

59
48

50
42

51
42

-15.25
-12.50

-13.56
-12.50

HR APBD 20 tahun
HR Swadaya 20 tahun
Sumber : Data diolah

39
33

30
24

30
24

-23.08
-27.27

-23.08
-27.27

NPV

BCR

IRR

Tabel 7 menunjukkan bahwa dengan adanya penurunan harga produk dan
kenaikan biaya produksi sebesar 10% tidak mempengaruhi kelayakan usaha dalam
pengelolaan hutan rakyat. Usaha tetap dikatakan layak karena memiliki nilai NPV
> 0, BCR > 1 dan IRR > tingkat suku bunga. Pengaruh yang paling nyata yaitu
pada saat terjadi penurunan harga jual produk sebesar 10%. Ditunjukkan dengan
persen perubahan yang cukup besar jika dibandingkan dengan dengan kenaikan
biaya produksi sebesar 10%. Hal ini dikarenakan, jumlah harga yang didapatkan

13
dari penjualan produk lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pengelolaan. Sehingga dengan kenaikan biaya sebesar 10%,
tidak begitu berpengaruh terhadap perhitungan analisis finansialnya. Menurut
Nugroho (2013), apabila terjadi perubahan kondisi meskipun sedikit, dan kondisi
tersebut dapat merubah nilai NPV, maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut
peka terhadap perubahan kondisi yang terjadi.

Skenario Perbandingan Penjualan Kayu Sebelum Sertifikasi dan Setelah
Sertifikasi
Untuk mengetahui pengaruh dari adanya sertifikasi yang dilaksanakan di
hutan rakyat yang berada di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen dilakukan
skenario perhitungan terhadap penjualan kayu sebelum dan setelah adanya
sertifikasi. Cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengelompokkan tahun
penjualan kayu sebelum sertifikasi tahun (2007-2009) dengan diameter sama dan
data penjualan setelah sertifikasi (2012-2014) dengan tahun dan diameter yang
sama. Analisis dengan jangka waktu selama tiga tahun dengan tingkat bunga 14%.
Untuk hasil perbedaan penjualan kayunya disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan penjualan kayu sebelum dan setelah sertifikasi
NPV 10-15 cm
Sebelum
Sesudah
Persentase Perubahan
Sumber : Data diolah

NPV 20-25 cm

14 251 375
15 263 832

50 531 094
55 762 123

7%

10%

Tabel 8 menunjukan besarnya nilai NPV untuk penjualan kayu hutan rakyat
sebelum dan setelah sertifikasi. Perbedaan penjualan sebelum dan setelah
sertifikasi untuk kayu berdiameter 10-15 cm sebesar 7%, sedangkan untuk kayu
berdiameter 20-25 cm sebesar 10%. Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) di
Kelompok Tani Wana Rejo Asri, kenaikan harga (premium price) yang
direncanakan yaitu sebesar 15 sampai 30 %. Berdasarkan wawancara, petani di
Kecamatan Sambirejo beranggapan bahwa harga sebelum dan setelah adanya
sertifikasi sama saja sehingga mereka belum merasakan adanya perubahan harga
secara signifikan sesuai dengan yang mereka inginkan (premium price).
Perubahan diatas dianggap wajar karena adanya perubahan tahun jual. Petani
masih mengikuti harga yang ditawarkan oleh tengkulak sehingga petani belum
bisa memainkan harga.
Menurut pendapat Puspitaloka (2013) ada beberapa hal yang membuat
premium price belum tercipta diantaranya, pembeli kayu sertifikasi dalam negeri
menginginkan kayu bersertifikasi dan berkualitas tinggi namun hanya bersedia
membayar dengan harga murah, ada pembeli sertifikasi dari luar negeri yang
menawarkan sistem kerjasama perdagangan namun dengan menggunakan sistem
kuota dimana perbulannya memasok sejumlah kubik sesuai kesepakatan, belum
adanya pasar khusus sertifikasi, Tempat Pengumpulan Kayu Sertifikasi (TPKS)
belum bisa memfasilitasi pembelian kayu hutan rakyat sertifikasi dari petani

14
karena kekurangan modal, dan tidak adanya pembeli kayu sertifikasi akhir-akhir
ini.

Persepsi Masyarakat
Menurut Khalwani (2008) persepsi yaitu pandangan dan pengamatan,
pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan obyektif
yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat mereka berada
sehingga dapat menentukan tindakanya. Persepsi petani terhadap kondisi hutan
setelah adanya sertifikasi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Persepsi petani terhadap kondisi hutan setelah adanya sertifikasi hutan
Kondisi hutan rakyat setelah sertifikasi
Lahan yang tadinya kosong, sekarang tertanami
dengan pohon-pohon yang hijau.
Terjaganya cadangan air di masing-masing desa
dan DAS yang membaik
Kondisi satwa liar lebih terjaga, semakin bertambah
dan tingkat erosi berkurang.
Tegakan semakin bagus jika dibanding
sebelumnya, menjadi lebih tertata.
Sumber: Data primer

Jumlah responden

Persentase

6

20%

5

17%

8

27%

11

37%

Tabel 9 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap kondisi
hutan rakyatnya setelah adanya sertifikasi hutan. Mayoritas petani memiliki
persepsi positif terhadap kondisi hutanya setelah adanya sertifikasi hutan.
Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa tegakan di lahanya semakin bagus
jika dibandingkan sebelumnya, tegakan lebih tertata dan udara disekitarnya
menjadi lebih sejuk. Selanjutnya sebanyak 27% responden beranggapan kondisi
satwa liar lebih terjaga dilihat dari bertambahnya populasi, dan tingkat erosi
berkurang. Sebanyak 20% responden lainya beranggapan bahwa lahan yang
tadinya kosong, kini mulai nampak lebih hijau dan sebanyak 17% responden
beranggapan bahwa mereka memiliki cadangan air untuk mengisi sumur-sumur
meraka dan terpeliharanya Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan baik. Hasil
pengamatan di lapangan, dengan adanya sungai-sungai, bendungan air dan sumur
yang terpelihara dengan baik ini digunakan masyarakat untuk mengairi sawahsawah di lahan yang dimilikinya sehingga masyarakat tidak begitu sulit dalam
kebutuhan air untuk sawahnya.
Tabel 10 Persepsi petani terhadap manfaat hutan rakyat setelah sertifikasi
Manfaat setelah adanya sertifikasi hutan
Secara khusus manfaat belum ada, namun
dampak lingkungan semakin membaik.
Lahan lebih memiliki nilai sebab ada tanaman
kayu diatasnya.
Manfaat ekonomi menigkat jika dilihat dari
penjualan kayunya.
Sering mendapat sumbangan bibit dan sering
mendapatkan kunjungan.
Sumber : Data primer

Jumlah responden

Presentase

23

77%

3

10%

2

7%

2

7%

15
Tabel 10 merupakan gambaran dari masing-masing petani terhadap apa
yang mereka rasakan selama pengelolaan hutan rakyat sebelum dan setelah
adanya sertifikasi hutan. Sebanyak 77% petani menganggap adanya sertifikasi
hutan belum memberikan manfaat ekonomi secara signifikan bagi pendapatan
mereka. Hal ini juga dirasakan oleh petani di daerah lain. Menurut Daniyati
(2009) di Selopuro dan Sumberejo, meskipun sertifikat Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat Lestari (PHBML) LEI sudah diberikan, namun respon pasar
terhadap kayu rakyat belum bisa diharapkan. Pada umumnya posisi tawar petani
masih rendah jika dibandingkan dengan pihak lain yang lebih mantap secara
kelembagaan. Selain itu, permasalahan terbesar yang melingkupi pengelolaan
hutan rakyat yaitu kemampuan untuk melihat peluang pasar secara cermat dan
akses harga kayu di pasaran.
Pada kasus ini, petani di desa-desa yang berada di Kecamatan Sambirejo
menjual kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada tengkulak yang ada di daerah
sekitarnya. Petani belum memiliki akses pasar selain ke tengkulak yang membeli
dengan cara mendatangi secara langsung. Namun disamping itu, sertifikasi hutan
memberikan dampak positif terhadap petani. Sebesar 77% petani beranggapan
bahwa ada perubahan yang baik terhadap lingkungannya dan lahan lebih memiliki
nilai. Selain itu, setelah adanya sertifikasi mereka sering mendapat kunjungan dari
luar dan sering ditawarkan sumbangan bibit pohon.

SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Hutan rakyat dengan jenis pengelolaan APBD dan swadaya daur panen 10
maupun 20 tahun di Kecamatan Sambirejo menghasilkan nilai NPV, BCR dan
IRR yang berbeda. Nilai NPV terbesar yaitu pada hutan rakyat APBD daur
panen 20 tahun sebesar Rp. 97 546 135 dan yang memiliki nilai NPV terkecil
yaitu hutan rakyat swadaya daur panen 10 tahun sebesar Rp. 47 890 763.
2. Keempat sistem pengelolaan ini layak untuk diusahakan karena telah mencapai
batas kriteria layak diantaranya NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > suku bunga.
3. Petani merasa belum ada perubahan secara khusus akan adanya sertifikasi
hutan jika ditinjau dari segi ekonomi namun petani merasa adanya perubahan
lingkungan yang membaik untuk hutan rakyat yang dikelolanya setelah adanya
sertifikasi hutan.
SARAN
Koperasi kelompok tani hutan rakyat sertifikasi perlu dijalankan agar bisa
menutupi kebutuhan petani yang sering mendesak, sehingga kayu bisa tertahan
dan bisa dijual dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu, sebaiknya promotor
sertifikasi tidak lepas begitu saja terhadap sertifikat hutan rakyat yang sudah
diterima. Perlu adanya kontrol terhadap penjualan kayu dan pelebaran akses pasar
agar petani memperoleh premium price seperti yang diinginkan. Penguatan
kelembagaan juga perlu dilakukan agar sistem penjualan dapat terkelola dengan
baik dan tertata.

16

DAFTAR PUSTAKA
Bank Jateng. 2014. Suku Bunga Kredit Usaha rakyat. [internet]. [diakses 18
Agustus 2014]. Tersedia dari : http://bankjateng.co.id/content.php?query=
menu&kat= content&id_ content =34.
[BPDASPS] Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2013.
Data Statistik Ditjen BPDASPS. Jakarta (ID) : Kementrian Kehutanan.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk 2000-2025. [internet].
[diakses
20 Juli 2014]. Tersedia dari: http://www.datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_content&task=view&id=92
0&Itemid=936.
Daniyati E. 2009. Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan
Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Kulon Progo Provinsi DI. Yogyakarta) [Tesis]. Bogor (ID) :
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa : Perannya Dalam
Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Bogor (ID) : Program
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM).
Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Sutomo S dan
Mangiri K, penerjemah. Jakarta (ID) :Universitas Indonesia-Press.
Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture. Edisi ke-2.
Hinrich A, Muhtaman, D R dan Irianto N. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat di
Indonesia. Jakarta (ID) : GTZ.
Khalwani M K. 2008. Persepsi dan Motivasi Masyarakat Setempat Terhadap
Program Hutan Rakyat GN-RHL (Kasus di Desa Cigudeg, Kecamatan
Cigudeg dan Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Muhammad R. 2004. Sistem Pengelolaan dan Manfat Ekonomi hutan Rakyat di
Cianjur Selatan (Studi Kasus di Kecamatan Cibinong dan Sindang Barang)
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Nugroho B. 2013. Ekonomi Keteknikan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.
[PERSEPSI] Perhimpunan untuk dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 2009.
Dokumen Pengajuan Sertifikasi Hutan Rakyat Kecamatan Sambirejo
Kabupaten Sragen. Klaten (ID) : PERSEPSI.
Puspitaloka D. 2013. Analisis Kelembagaan dan Dampak Penerapan Sertifikasi
Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) Terhadap
Petani Hutan Rakyat di Kabupaten Wonogiri. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Singarimbun M, Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta (ID) :
LP3S.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.

Wawancara ini dilakukan hanya untuk kepentingan penelitian sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Jawaban dari hasil wawancara akan dirahasiakan. Terima
kasih atas perhatian dan waktu yang telah anda berikan untuk menjawab
pertanyaan dari wawancara ini. Semoga apa yang anda berikan dapat bermanfaat.
Data umum petani
Tanggal pengambilan data: ...............................................................................
Nama: ................................................................................................................
Desa: .................................................................................................................
Jenis kelamin: ...................................................................................................
Umur: ................................................................................................................
Pendidikan terakhir: ..........................................................................................
Jumlah anggota keluarga: .................................................................................
Pekerjaan pokok: ..............................................................................................
Pekerjaan sampingan: .......................................................................................
Keikut sertaan dalam program kelompok tani: (iya/tidak)*..............................
Lamanya ikut program kelompok tani: .............................................................
Kepemilikan hutan rakyat
Berapa luas lahan yang bapak miliki?
Jawaban: .....................................................................................................................
Bagaimana status kepemilikan lahannya?
a. sendiri
b.sewa
c. lainnya...
Sejak kapan bapak mengelola hutan rakyat ini?
Jawaban: .....................................................................................................................
Berapa jumlah tenaga kerja untuk mengelola lahan bapak? Bagaimana pembagian
kerjanya?
Jawaban: ……………………………………………………………………….........
Apa tujuan bapak membangun hutan rakyat?
Jawaban: .....................................................................................................................
Adakah masalah yang bapak hadapi dalam mengelola hutan rakyat yang bapak
miliki?
Jawaban: .....................................................................................................................
Bagaimana status usaha hutan rakyat yang bapak kelola?
a. Penggarap
c. Petani Pemilik.
b. Petani Pemilik dan Penggarap

18
8. Apakah ada perizinan dan pengaturan pajak dalam kegiatan;
a. Memungut hasil dari hutan
b. Menjual hasil dari hutan rakyat
c. Pemanfaatan
9. Jika ada, berapa besarnya biaya perizinan dan pengaturan pajak?
a. Memungut hasil hutan dari hutan rakyat
b. Menjual hasil dari hutan rakyat
c. Pemanfaatan
10. Kemana proses perizinan dapat diperoleh?
Jawaban: ................................................................................................................
Produksi Kayu
1. Sudah berapa tahun bapak menanam pohon pada lahan bapak?
Jawaban: .........................................................................................................
2. Jenis pohon apa yang bapak tanam pada lahan bapak?
Jawaban: .........................................................................................................
3. Mengapa bapak memilih jenis tersebut untuk ditanam dilahan bapak?
Jawaban: .........................................................................................................
4. Darimana bapak memperoleh bibit tersebut?
a. Pembibitan sendiri
b. Membeli
c. Lainya
5. Apa saja alat yang diperlukan untuk menanam?
Jawaban: ........................................................................................................
6. Apakah alat-alat tersebut milik bapak sendiri?
Jawaban: ........................................................................................................
7. Apakah dasar bapak dalam melakukan penebangan pada hutan rakyat yang
bapak miliki?
Jawaban: ........................................................................................................
8. Berapa banyak bapak menebang pohon selama satu tahun?
Jawaban: ........................................................................................................
9. Dalam bentuk apa bapak menjual hasil kayu hutan rakyat yang bapak
miliki
a. Pohon berdiri
b. Ditebang dan dijual dalam bentuk log/kayu bulat?
c. Ditebang dan diolah secara borongan dan dijual dalam bentuk olahan?
10. Selama ini sudah berapa kali panen di hutan rakyat yang bapak miliki?
Jawaban: .........................................................................................................
11. Berapa umur rata-rata jumlah pohon yang bapak tebang selama sekali
penebangan?
Jawaban: ........................................................................................................
12. Berapa jumlah pohon yang bapak tebang dalam sekali kegiatan
penebangan?
Jawaban: ........................................................................................................
13. Berapa harga jual kayu dari hutan rakyat bapak?
Jawaban: ........................................................................................................
14. Bagaimana sistem pembayaran yang biasanya dilakukan?
a. Bayar dimuka
b. Langsung saat mengambil barang
c. Bayar belakangan

19
15. Berapa biaya yang digunakan untuk pembelian bibit yang akan bapak tanam?
Bagaimana periode pembelianya?
Jawaban: .................................................................

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

3 79 107

Analisis Produksi Dan Kelayakan Finansial Usahatani Karet Rakyat Di Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

15 127 101

Analisis Ekonomi, Ekologi dan Sosial Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Kasus di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi DI Yogyakarta

2 11 130

Pemetaan Potensi Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Gis Di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2014

0 8 37

Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Di Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

0 4 41

ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)

0 11 93

SERTIFIKASI HUTAN RAKYAT (Studi Evaluasi Dampak Sertifikasi Hutan Rakyat Terhadap Petani Hutan Rakyat di Kelurahan Selopuro Kecamatan Batuwarno Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah).

0 0 20

RESPONDENPETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) PENGENALAN TEMPAT

0 0 27

Analisis Finansial Perbandingan Usaha Hutan Rakyat Monokultur dengan Usaha Hutan Rakyat Campuran (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 20

ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI

0 0 11