Analisis Strategi Dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun Di Lombok Tengah

ANALISIS STRATEGI DAN RESILIENSI NAFKAH
RUMAHTANGGA PENENUN DI LOMBOK TENGAH

NAFIAH KURNIASIH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis
Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok Tengah
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai
karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung
bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai
bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan
ini.
Bogor, Mei 2015

Nafiah Kurniasih
NIM I34110031

ABSTRAK
NAFIAH KURNIASIH. Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga
Penenun di Lombok Tengah. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat,
yang mencakup dua dusun, yaitu Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan
Jonggata dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Pujut. Tujuan
penelitian adalah untuk melihat struktur nafkah dan bentuk strategi nafkah
rumahtangga penenun. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh pemanfaatan
lima modal nafkah terhadap resiliensi rumahtangga penenun. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode
kuantitatif dilakukan melalui pendekatan survei dan menggunakan kuesioner.
Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara
mendalam. Pendekatan lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di
lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
modal nafkah terhadap tingkat resiliensi, serta memaparkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat resiliensi rumahtangga penenun di dua dusun. Faktor yang
mempengaruhi tingkat resiliensi di Dusun Sade yaitu pinjaman, tingkat alokasi

tenaga kerja dan penguasaan keterampilan. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge yaitu
pinjaman, tingkat lama waktu bersekolah dan tingkat investasi barang.
Kata kunci : struktur nafkah, strategi nafkah, modal nafkah, resiliensi

ABSTRACT
NAFIAH KURNIASIH. Analysis of Livelihoods Strategies and Resilience of
Weaver Household in Central Lombok. Supervised by ARYA HADI
DHARMAWAN
The research is carried out in Central Lombok, West Nusa Tenggara, which
includes two villages, namely Dusun Sade, Rembitan Village, District Jonggata
and Dusun Ketangge, Sukarara Village, District Pujut. The purpose of this
research is to see the livelihood structure and livelihood strategy of weaver
household. This research also analyzed the effects of using five livelihood capitals
to resilience of weaver household. This research used quantitative method that is
supported by qualitative data. Quantitative method carried out through surveys
and questionnaires. Qualitative data collection is done by using in-depth
interviews. The other approach used by field observation in the research location.
The result of this research showed that there is influence between capital incomes
to the level of resilience, as well as explain the factors that affect the level of

weaver household resilience in two villages. The independent factor in Dusun
Sade is loans, the level of allocation of labor and skill of acquisition. The
independent factor in Dusun Ketangge is loan, the time level of schooling and the
level of investment goods.
Keywords: livelihood structure, livelihood strategies, livelihood capital, resilience

ANALISIS STRATEGI DAN RESILIENSI NAFKAH
RUMAHTANGGA PENENUN DI LOMBOK TENGAH

NAFIAH KURNIASIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga
Penenun di Lombok Tengah
: Nafiah Kurniasih
: I34110031

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MScAgr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia dengan segala hal terbaik dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul
Analisis Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Penenun di Lombok
Tengah. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan proposal
penelitian ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang
terlibat hingga penyelesaian makalah proposal ini, sebagai berikut:
1. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MScAgr. yang
telah membimbing, mendukung dan memberikan inspirasi yang luar biasa
dalam penyusunan skripsi.
2. Terima kasih kepada pemerintah dan masyarkat Kabupaten Lombok Tengah,
yang mendukung penelitian ini, khususnya kepada Dusun Sade, Desa
Rembitan dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara.
3. Terima kasih kepada Ibunda Rakmah yang selalu mendukung dan
memberikan doa terindah sehingga penulis dapat sampai pada tahap ini, dan

kepada orang yang paling menginspirasi hidup penulis, yaitu almarhum
Ayahanda Paidi, yang tiada habisnya memberikan inspirasi yang luar biasa
disetiap langkah hidup penulis.
4. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis yang telah memberikan
dukungan yang luar biasa.
5. Terima kasih kepada seluruh sahabat penulis, yang tiada habisnya
memberikan semangat dan inspirasi.
6. Rekan-rekan KPM angkatan 48 yang telah memberikan kebersamaan dan
kesan mendalam selama menjalani pembelajaran di departemen SKPM.
7. Rekan-rekan COMDEV HIMASIERA 2012-2013 dan 2013-2014 yang sangat
membantu dalam pengembangan ideologi.
8. Terima kasih kepada rekan satu bimbingan yang memberikan motivasi yang
luar biasa dalam penulisan proposal ini.
9. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi,
dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.

Bogor, Juni 2015
Nafiah Kurniasih

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Strategi Nafkah
Modal Nafkah
Konsep Resiliensi
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Sampling

Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut
Kondisi Fisik
Kondisi Sosial
Kondisi Ekonomi
Kondisi Ekologi
Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat
Kondisi Fisik
Kondisi Sosial
Kondisi Ekonomi
Kondisi Ekologi
Ikhtisar
STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN
Struktur Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan
Lapisan Bawah
Lapisan Menengah

xvii

xix
xxi
1
1
3
4
4
5
5
5
8
10
11
13
14
17
17
17
17
18

19
21
21
21
22
23
24
25
25
26
26
27
28
29
30
31
32

xiv


Lapisan Atas
Struktur Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge, Desa
Sukarara
Lapisan Bawah
Lapisan Menengah
Lapisan Atas
Struktur Pengeluaran Dan Saving Capacity Rumatangga Penenun di
Dua Dusun
Posisi Rumahtangga Penenun Dua Desa Terhadap Garis Kemiskinan
Ikhtisar
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN
Bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa
Rembitan
Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian
Pola Nafkah Ganda
RekayasaSpasial
Bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge,
Desa Sukarara
Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian
Pola Nafkah Ganda
Rekayasa Spasial
Ikhtisar
MODAL NAFKAH RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN
Pemanfaatan Modal nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Sade,
Desa Rembitan
Modal Alam
Modal Finansial
Modal Manusia
Modal Fisik
Modal Sosial
Pemanfaatan Modal nafkah Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge,
Desa Sukarara
Modal Alam
Modal Finansial
Modal Manusia
Modal Fisik
Modal Sosial
Analisis Modal nafkah di Dua Desa
Ikhtisar
RESILIENSI RUMAHTANGGA PENENUN DI DUA DUSUN

32
33
34
35
35
36
38
39
41
41
41
42
43
43
43
43
44
45
47
47
48
49
50
50
51
52
52
53
54
55
55
56
60
61

xv

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi Rumahtangga Penenun
di Dua Dusun
Resiliensi Rumahtangga Penenun di Dusun Sade
Pengaruh Pendapatan terhadap Resiliensi
Pengaruh Pengeluaran terhadap Resiliensi
Pengaruh Saving Capacity terhadap Resiliensi
Pengaruh Modal Nafkah terhadap Resiliensi
Resiliensi Rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge
Pengaruh Pendapatan terhadap Resiliensi
Pengaruh Pengeluaran terhadap Resiliensi
Pengaruh Saving Capacity terhadap Resiliensi
Pengaruh Modal Nafkah terhadap Resiliensi
Ikhtisar
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

61
66
66
68
69
69
70
70
71
72
73
74
77
77
78
79
81
103

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

Metode Pengumpulan Data
Jumlah dan persentase perbandingan luas lahan rumahtangga
penenun di dua dusun
Jumlah perbandingan rata-rata modal finansial rumahtangga
penenun di dua dusun
Jumlah dan presentase rumahtangga penenun di dua dusun
berdasarkan tingkat kepemilikkan modal fisik tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase perbandingan tingakat modal manusia
anggota rumahtangga penenun di dua dusun
Jumlah dan
persentase perbandingan keikuitsertaan anggota
rumahtangga penenun terhadap banjar di dua dusun
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah
rumahtangga Penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 20142015
Jumlah dan persentase pengaruh pinjaman terhadap resiliensi
rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 20142015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat alokasi tenaga kerja
terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa
Rembitan tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat penguasaan keterampilan
terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa
Rembitan tahun 2014-2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah
rumahtangga Penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun
2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh pinjaman terhadap resiliensi
rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun
2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat lama waktu bersekolah
terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa
Sukarara tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat lama waktu bersekolah
terhadap resiliensi rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa
Sukarara tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat pendapatan rumahtangga penenun di Dusun Sade per tahun
2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat pengeluaran rumahtangga penenun di Dusun Sade per tahun
2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat saving capacity rumahtangga penenun di Dusun Sade per

18
57
57
58
59
59

62

62

63

63

64

65

65

66

67

68
69

xviii

18

19

20

21

22

tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat modal nafkah rumahtangga penenun di Dusun Sade per
tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat pendapatan rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per
tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat pengeluaran rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per
tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat saving capacity rumahtangga penenun di Dusun Ketangge
per tahun 2014-2015
Jumlah dan persentase pengaruh tingkat resiliensi nafkah dengan
tingkat modal nafkah rumahtangga penenun di Dusun Ketangge per
tahun 2014-2015

70

71

72

73

73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7

8

9

10
11

12

13
14
15

Komponen dan Alur dalam Studi Nafkah
Konsep Segilima Pentagon (Modal)
Kerangka Pemikiran
Persentase pendapatan pada setiap lapisan di Dusun Sade, Desa
Rembitan 2014-2015
Persentase pendapatan pada setiap lapisan di Dusun Ketangge, Desa
Sukarara 2014-2015
Struktur nafkah rumahtangga penenun rata-rata per tahun dalam
rupiah menurut lapisan di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 20142015
Struktur nafkah rumahtangga penenun rata-rata per tahun dalam
rupiah menurut lapisan di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun
2014-2015
Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur pengeluaran
rata-rata rumahtangga penenun pertahun dalam rupiah di Dusun
Sade, Desa Rembitan, tahun 2014-2015
Perbandingan struktur pendapatan rata-rata dan struktur pengeluaran
rata-rata rumahtangga penenun pertahun dalam rupiah di Dusun
Ketangge, Desa Sukarara tahun 2014-2015
Posisi rumahtangga penenun terhadap garis kemiskinan World Bank
pertahun 2014-2015
Jenis dan jumlah pengguna strategi nafkah yang dilakukan anggota
rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 20142015
Jenis dan jumlah pengguna strategi nafkah yang dilakukan anggota
rumahtangga penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun
2014-2015
Pemanfaatan modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga
penenun di Dusun Sade, Desa Rembitan tahun 2014-2015
Pemanfaatan Modal nafkah berdasarkan lapisan rumahtangga
Penenun di Dusun Ketangge, Desa Sukarara tahun 2014-2015
Modal nafkah rumahtangga penenun di dua dusun, Kabupaten
Lombok Tengah tahun 2014-2015

6
9
12
29
29

30

33

37

37
38

42

44
47
52
56

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Peta Pola Ruang Kabupaten Lombok Tengah
Jadwal Kegiatan Penelitian
Hasil uji Regresi Linier
Kuesiner
Pedoman Wawancara Mendalam
Daftar Responden
Dokumentasi
Tulisan Tematik

82
83
84
86
96
97
98
100

PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai
pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin
diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan
kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran
dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang luas, didominasi oleh laut dan pulaupulau seluas 1.910.931,32 km2 yang tersebar dalam 17.504 pulau (BPS 2012).
Luas wilayah tersebut dibarengi dengan jumlah penduduk Indonesia yang tersebar
diberbagai pulau sejumlah 237.641.326 jiwa (BPS 2010), dan jumlah penduduk
Indonesia semakin lama semakin bertambah sesuai dengan pergerakan jumlah
penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 jumlah
penduduk Indonesia adalah 206.264.595 (BPS 2010) dan meningkat sangat pesat
dalam kurun waktu 10 tahun. Jumlah penduduk tersebut syarat dengan kebutuhan
hidup manusia, baik dalam bentuk sandang, pangan, dan papan yang harus
dipenuhi oleh setiap individu manusia yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.
Manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri memerlukan
sumberdaya sebagai pemasok kebutuhan hidupnya, baik dalam bentuk material
maupun non-material. Sumberdaya tersebut dapat berupa financial capital,
physical capital, natural capital, human capital, dan sosial capital (Ellis F dan
Freeman H A 2005), yang kesemuanya merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dari tatanan hidup manusia yang butuh hidup, butuh makan, dan
butuh bersosialisasi karena manusia merupakan makhluk sosial. Manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan yang merupakan hasil dari
kebiasaan hidup bermasyarakat. Indonesia yang merupakan negara kepulauan
memiliki banyak budaya, yang kesemuanya diatur oleh nilai-nilai dan norma yang
berbeda-beda
Hasil kebudayaan yang menjadi icon negara Indonesia salah satunya adalah
tenun. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kerajinan tenun sebagai bentuk
kebudayaan mereka. Tradisi menenun sendiri sudah sangat lama ada di Indonesia,
diberbagai daerahpun kedatangan dan keberadaannya berbeda-beda, begitu pula
dengan bentuk dan karakteristik tenun yang dihasilkan, karena dipengaruhi oleh
letak geografis dan budaya yang berbeda. Tradisi menenun biasanya dilakukan
oleh rumahtangga, yang kebanyakan dilakukan oleh wanita. Menenun dapat juga
diklasifikasikan sebagai simpanan barang berharga, aset bagi rumahtangga
penenun yang merupakan strategi yang digunakan rumahtangga penenun untuk
bertahan hidup.
Penenun merupakan bagian dari rumahtangga pedesaan yang sumber nafkah
utamanya dari pertanian. Ellis (2000) menggolngkan sumber nafkah tersebut
kedalam on-farm, off-farm, dan non-farm. Kegiatan on-farm berkaitan dengan
sumber nafkah yang diperoleh dari kegiatan pertanian pada lahan sendiri.
Kegiatan off-farm berkaitan dengan sumber nafkah yang diperoleh dari kegiatan
pertanian dari lahan milik orang lain atau sewa. Sedangkan kegiatan non-

2

faramberkaitan dengan sumber nafkah di luar kegiatan pertanian. Kesemuanya
merupakan struktur nafkah yang biasanya dimiliki oleh rumahtangga pedesaan,
dalam proposal ini lebih dikerucutkan menjadi rumahtangga penenun.
Telah menjadi fakta bahwa rumahtangga pedesaan tidak hanya
mengandalkan sumber nafkah tunggal pertanian saja. Dengan menyempitnya
penguasaan tanah pertanian, maka terjadi transformasi struktur penghidupan
rumahtangga pedesaan. Sumber-sumber nafkah sektor non-pertanian
menggantikan sektor pertanian, termasuk industri kecil. Industri kecil (tenun)
menentukan tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi rumahtangga pedesaan melalui
berbagai cara. Menenun merupakan salah satu strategi yang dilakukan
rumahtangga pedesaan untuk bertahan pada masa krisi, yaitu pada saat tidak ada
pekerjaan disawah, namun ketika musim panen datang, pekerjaan menenun
ditinggalkan dan para penenun lebih memilih ikut dalam proses panen tersebut.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Syukur (2013) mengenai sistem
ekonomi lokal masyarakat penenun Wajo, kegiatan tenun merupakan bentuk
diversifikasi mata pencaharian yang bisa berfungsi sebagai katub pengaman dalam
ekonomi keluarga. Bagi kalangan penenun gedogan, menenun merupakan
kegiatan sampingan untuk mengisi waktu luang yang hasilnya dapat membantu
ekonomi keluarga. Kegiatan menenun ditinggalkan pada saat panen padi di sawah
dan para penenun lebih memilih bekerja di sawah. Demikian pula pada saat ada
tetangga atau kerabat yang melaksanakan hajatan, maka penenun gedogan lebih
memilih meninggalkan kegiatan tenunnya dan bergabung membantu tetangga atau
kerabat yang melaksanakan hajatan tersebut. hasil penjualan kain tenun tersebut
terserap untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehingga kegiatan menenun
lebih mencerminkan kegiatan ekonomi yang bersifat subsistem. Adapun Syukur
(2013) memaparkan sumberdaya kaitanya dengan rumahtangga penenun gedogan
yaitu, modal alam berupa tanah, kayu untuk membuat alat. Modal fisik adalah
rumah, peralatan tenun gedogan dan benang. Modal finansial adalah berupa uang
hasil penjualan kain tenun hasil buatan sendiri yang dibelikan benang dan bahan
menenun lainnya. Modal manusia adalah sumber daya manusia yang memiliki
keterampilan menenun dan serta tenaga kerja keluarga (istri atau anak
perempuan). Modal sosial adalah jaringan penjualan kain tenun, dan penjual
benang, seperti pendistribusian kain kepada butik-butik tertentu, dll.
Penggunaan lima sumber nafkah yang telah disebutkan di atas akan
berpengaruh terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun. Konsep resiliensi
sosial diperkenalkan oleh Jansen (2007) dalam Cote (2012) sebagai kemampuan
kelompok atau masyarakat untuk mengatasi tekanan eksternal dan gangguan
sebagai akibat dari perubahan sosial, politik, dan lingkungan. Resiliensi dapat
dipahami sebagai kemampuan adaptasi seseorang dalam menghadapi guncangan
atau perubahan lingkungan sosial-ekologi.

3

Perumusan Masalah
Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan yang mengancam
bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September
2013 sebesar 28,55 juta jiwa yang berarti sebanyak 11,47% penduduk Indonesia
berada di bawah garis kemiskinan, dan dari total jumlah penduduk miskin
tersebut, sebesar 17,92 juta jiwa adalah penduduk miskin yang berada dipedesaan
(BPS 2013). BAPPENAS (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai masalah
yang multidimensi, karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara
ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan
juga memiliki arti yang lebih luas dari sekadar kurangnya pendapatan atau
konsumsi seseorang dibandingkan dengan standar kemiskinan yang telah
ditentukan. Tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena berkaitan
dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar pendapatan (non-income
faktors) yaitu akses kebutuhan minimum seperti kesehatan, pendidikan, air bersih
dan sanitasi.
Mengacu pada Dharmawan (2001) bahwa sumber nafkah rumahtangga
sangat beragam (multiple resource of livelihood) karena rumahtangga tidak
tergantung hanya pada satu unit pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu
dan tidak ada satu sumber nafkah yang dapat memenuhi semua kebutuhan
rumahtangga. Sumberdaya mengacu kepada semua hal yang dapat dimanfaatkan
atau tidak oleh rumah tangga, aset juga mengacu kepada semua hal yang dapat
dimanfaatkan oleh rumahtangga.
Rumahtangga pedesaan di Indonesia kebanyakan masih memegang teguh
budayanya, begitu pula dengan rumahtangga penenun di Dusun Sade, Desa
Rembitan, Kec. Pujut dan Dusun Ketangge, Desa Sukarara, Kec. Jonggat, Kab.
Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kedua desa tersebut masih
memegang teguh budaya menenun yang awal mula keberadaannya tidak dapat
dipastikan. Budaya menenun sendiri merupakan bentuk diversifikasi mata
pencaharian yang bisa berfungsi sebagai katub pengaman dalam ekonomi
keluarga. Terutama pada rumahtangga pedesaan yang menjadikan pertanian
sebagai sumber pendapatan utama. Kondisi pertanian yang tidak selalu
menguntungkan dan keberhasilannya ditentukan oleh banyak faktor, yang salah
satunya adalah faktor cuaca menjadikan pendapatan dari sektor ini tidak selalu
baik. Oleh karena itu dibutuhkan sumber dan strategi nafkah lain yang dapat
menunjang ketidakpastian hasil dari sektor pertanian.
Merujuk pada perumusan masalah tersebut, maka bentuk-bentuk alternatif
yang biasa dilakukan oleh rumahtangga penenun dalam menghadapi kondisi
rentan, menarik untuk dibahas. Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur nafkah rumahtangga penenun?
2. Bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga penenun?
3. Bagaimana modal nafkah mempengaruhi tingkat resiliensi nafkah rumahtangga
penenun?

4

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis struktur nafkah rumahtangga penenun
2. Menganalisis bentuk strategi nafkah rumahtangga penenun
3. Menganalisis pengaruh modal nafkah terhadap tingkat resiliensi nafkah
rumahtangga penenun
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam
memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi rumahtangga penenun, serta memaparkan berbagai sumber
nafkah dan pemanfaatannya oleh rumahtangga penenun dalam bertahan hidup,
sehingga menjadi referensi bagi rumahtangga lainnya untuk mengetahui
seberapa besar kontribusi masing-masing sumber nafkah.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam
memberikan informasi dan data untuk pembuatan kebijakan yang terkait,
khususnya di Kabupaten Lombok Tengah

PENDEKATAN TEORETIS
Bab ini berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan
definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar
untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran
logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian dan
definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari
masing-masing bagian tersebut.
Tinjauan Pustaka
Strategi Nafkah
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi jika
manusia hidup sendiri, dan untuk memenuhinya manusia membutuhkan strategi.
Strategi nafkah merupakan aspek yang sangat dekat dengan kehidupan
bermasyarakat. Kajian terkait strategi nafkah telah banyak dikemukakan oleh para
ahli sejak tahun 1980an, dan banyak dipublikasikan sejak tahun 1990an. Adapun
Chambers dan Conway (1991) menerangkan strategi nafkah yang didefinisikan
sebagai:
“…Livelihoods compromises the capabilities, assets (stores, resources, claim dan
acces) and activities required for a means of living…” (Chambersand Conway,
1991)

Unsur-unsur dalam strategi nafkah menutur Chambers dan Conway (1991)
adalah kapabilitas, aset dan aktivitas. Chambers dan Conway (1991)
menggambarkan keterhubungan antara kapabilitas, aset, dan aktivitas dalam
sebuah siklus yang menjelaskan bahwa Kapabilitas menunjukkan kemampuan
individu untuk menunjukkan potensi dirinya sebagai manusia dalam artian
menjadi dan menjalankan. Kapabilitas menunjukkan serangkaian alternatif untuk
melakukan yang bisa dilakukan dengan karakteristik ekonomi, sosial dan personal
manusia. Aktifitas merujuk pada kegiatan yang menghasilkan pendapatan.
Strategi nafkah tergantung dari seberapa besar aset yang dimiliki, kapabilitas
individu dan aktivitas yang nyata dilakukan untuk memeuhi kebutuhan hidup.
Pada gambar 1, Chambers dan Conway (1991) juga menggambarkan bahwa
aset dapat berupa tangible asset yaitu sumberdaya dan simpanan, dan intangible
asset yaitu klain dan akses. Tangible asset yang berbentuk simpanan dapat
berupa makanan, atau sesuatu yang berharga berupa emas, perhiasan dan kain
tenun, simpanan uang dibang untuk menghemat dan rencana pinjaman.
Sumberdaya termasuk tanah, air, pohon, dan ternak, serta alat dan perlengkapan
rumahtangga. Selain tangible asset terdapat pula dua intangible asset , yaitu
klaim dan akses. Klaim merupakan permintaan dan permohonan yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan materi, moral atau kegiatan pendukung atau akses.
Klaim seringkali terjadi ketika stres dan shock atau ketika kontingensi muncul,
yang dilakukan oleh individu atau suatu agensi yang biasanya berlatarbelakang
kombinasi hukum, teladan, konvensi sosial, kewajiban moral dan kekuasaan.
Akses adalah peluang dalam kegiatan untuk menggunakan suberdaya, simpanan

6

atau pelayanan atau mendapatkan informasi, materi, teknologi, pekerjaan,
makanan atau pendapatan.
PEOPLE

Livelihood
Capabilities

A Living

Stores and
Resource

Tangible Assets

Claim and Access

Intangible Assets

Sumber: Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts the 21st Century Chambers
dan Conway (1991)

Gambar 1. Komponen dan Alur dalam Studi Nafkah
Rumahtangga tidak selalu berisi ikatan darah. Rumahtangga bisa juga
berarti sekelompok orang yang berbagi rumah atau tempat tinggal dan berbagi
pendapatan atau seseorang yang tinggal sendiri, keluarga inti, keluarga batih, atau
sekelompok orang yang tidak berhubungan (Marshal 1994 dalam Dharmawan
2001). Sehingga rumahtangga bisa berarti ikatan darah ataupun hubungan tanpa
dasar ikatan darah.
Strategi nafkah dilakukan berdasarkan sumber-sumber nafkah yang dimiliki
individu atau dan faktor-faktor di luar rumahtangga yang menentukan kemampuan
rumahtangga dalam melakukan strategi nafkah. Merujuk pada pendapat Ellis
(2000) tindakan yang dilakukan berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki atau
tidak dapat dimiliki tetapi dapat diakses manfaatnya. Akses sumberdaya
ditentukan oleh kemampuan rumahtangga dalam memperoleh dan memanfaatkan
sumberdaya.
Ellis (1998) membedakan strategi nafkah menjadi tiga, yaitu pertama:
berasal dari on-farm; merupakan strategi nafkah yang didasarkan dari sumber
hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan). Kedua: berasal dari off-farm, yaitu dapat berupa upah tenaga kerja
pertanian, sistem bagi hasil (share cropping system), kontrak upah tenaga kerja
non upah dan lain-lain. Ketiga: berasal dari non-farm, yaitu sumber pendapatan
yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi 5 yaitu: (1) upah
tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan
pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari buruh

7

migran yang pergi ke kota; dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar
negeri. Namun, pada kenyataanya klasifikasi tersebut hanya dibagi menjadi dua
yaitu dari sektor pertanian (on-farmdan off-farm) dan sektor non pertanian (nonfarm). Menurut Dharmawan (2007), dua basis nafkah sector pertanian dan non
pertanian tersebut menyebabkan keterlekatan warga komunitas pedesaan kepada
dua sektor tersebut secara khas. Setiap lapisan menggandakan kegiatan
ekonominya di dua sektor tersebut.
Adapun Dharmawan (1997) dalam Dharmawan (2001) menjabarkan pola
strategi nafkah rumah-tangga petani, yang terbagi kedalam tiga tahap, yaitu
survival phase (tahap bertahan), consolidation phase (tahap konsolidasi), dan
accumulation phase (tahap akumulasi). Survival phase merupakan tahapan yang
paling rentan dimana kondisi rumahtangga sudah mendekati kehancuran ekonomi,
karena dengan sedikit guncangan, rumahtangga tersebut akan masuk kedalam
tingkat yang paling rendah, dan untuk mengembalikan keadaan perekonomian
akan menjadi sangat sulit. Sementara tahap akumulasi merupakan tahapan yang
paling kuat dalam bertahan dimana orang-orang sudah berada pada tingkatan
tertinggi dalam memenuhi kebutuhannya. Proses akumulasi selalu dapat berlanjut
ketika tidak ada batas bagi seseorang untuk menambah kekayaannya. Selain itu
Dharmawan (2001) juga menjabarkan enam strategi yang dapat dilakukan
rumahtangga petani yang merupakan bagian dari tiga tahapan yang dibagi
kedalam jangka panjang dan jangka pendek, yaitu:
1. Economic security achievement through stabilization and recovery strategy,
merupakan strategi jangka pendek dari survival phase (tahan bertahan)yang
berorientasi pada achieving short-term economic stabilization and recovery
processes;
2. Strategy of conserving survival position while finding the path (way) for
improving economic situation merupakan strategi jangka panjang dari survival
phase (tahan bertahan) yang berorientasi pada safekeeping and retaininglongterm survival status (conserving a stagnant position or status quo) while trying
to better economic position;
3. Strategy of fulfilling and maintaining economic security merupakan strategi
jangka pendek dari consolidation phase (tahan konsolidasi) yang berorientasi
padaachieving economic security and anticipating future emergency situation
from economic shock and stress;
4. Strategy of preparing „take off‟ position while maintaining economic security
merupakan strategi jangka panjang dari consolidation phase (tahan
konsolidasi) yang berorientasi padaestablishing better basis for „take-off‟
position to get into the accumulation phase-preservation and preparing faster
economic growth;
5. Economic security maintenance anf expansive strategy merupakan strategi
jangka pendek dari accumulation phase (tahan akumulasi) yang berorientasi
padapreparing expansive strategy via asset-based investments;
6. Safekeeping strategy merupakan strategi jangka panjang dari accumulation
phase (tahap akumulasi) yang berorientasi pada maintaining high economic
growth strategy.
Pada penelitian ini, strategi nafkah disesuaikan dengan analisis kerangka
kerja nafkah berkelanjutan oleh Scoones (1998), yang menyatakan terdapat tiga
bentuk strategi nafkah, yaitu:

8

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input
eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan
memperluas lahan garapan (ekstensifikasi);
2. Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara pekerjaan lain selain pertanian untuk
meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga
(ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja selain pertanian, dan memperoleh
pendapatan; dan
3. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen
maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Modal Nafkah
Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya
dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumahtangga yang sangat
beragam (multipe source of livelihood), karena jika rumahtangga tergantung
hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah, tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan rumahtangga. Adapun sumber nafkah menurut Scoones (1998)
memiliki beberapa kategori, yaitu:
1. Modal alam - persediaan sumber daya alam (tanah, air, udara, sumber daya
genetik) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi) dimana mengalir sumber daya
dan layanan yang bermanfaat bagi kehidupan didapat.
2. Modal Ekonomi – berupa modal awal (tunai, credit/debt, saving, dan aset
ekonmi lain, termasuk infrastruktur dan alat produksi dan teknologi) yang
penting dalam melakukan strategi nafkah.
3. Modal manusia - keterampilan, pengetahuan, kemampuan kerja dan kesehatan
yang baik dan kemampuan fisik yang penting untuk mengejar keberhasilan
strategi penghidupan yang berbeda.
4. Modal sosial - sumber daya sosial (jaringan, klaim sosial, hubungan sosial,
afiliasi, asosiasi) di mana orang-orang menarik ketika mengejar strategi
penghidupan yang berbeda memerlukan tindakan terkoordinas
Tidak jauh berbeda dengan Scoones, Ellis dan Freeman (2005) dalam
pendekatan sumber nafkah, yang pada penelitian ini modal nafkah disesuaikan
dengan pendapat Ellis dan Freeman (2005) yang mengkategorikan sumber daya
yang disebut sebagai 'aset' atau 'modal' kedalam lima modal, yaitu:
1. Modal Alam (Natural Capital). Modal alam meliputi tanah/lahan, air dan
sumberdaya biologis yang dimanfaatkan oleh orang untuk melangsungkan
kehidupan. Modal alam akan berambah atau meningkat bila dikendalikan
manusia sama seperti pada zaman pertanian menetap (Scoones 1998).
2. Modal Fisik (Physical Capital). Modal fisik terdiri dari modal yang dibuat dari
proses produksi ekonomi terdiri dari gedung, saluran irigasi, jalan,
peralatan/alat bantu (tools), mesin, dan sebagainya.Modal fisik juga dapat
disubtitusi oleh modal alam seperti keseluruhan proses teknologi yang
berpasangan dengan industralisasi dan urbanisasi. Aset fisik mampu
memfasilitasi diversifikasi nafkah berupa infrastruktur seperti jalan, saluran
listrik, persediaan air.

9

3. Modal Manusia (Human Capital). Modal ini merupakan aset utama yang
dimiliki golongan miskin yaitu tenaga kerja mereka sendiri. Modal manusia
berarti tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga seperti pendidikan,
keterampilan, dan kesehatan (Carney 1998 dalam Ellis 2000). Perubahan
komposisi modal manusia disebabkan oleh demografi (kelahiran, kematian,
perkawinan, anak yang semakin tua) dan restukturisasi karena kejadian yang
tak terduga (perceraian) atau tekanan dari luar (Moser 1998 dalam Ellis 2000).
Badan pusat statistik mengatakan pendidikan terakhir adalah pendidikan
tamatan terakhir seseorang.
4. Modal Finansial dan subtitusi (Financial Capital and Substitutes). Modal
finansial artinya persediaan uang rumah tangga yang memiliki akses. Modal
finansial ini terutama tabungan dan akses kredit pinjaman. Modal finansial
dapat juga berupa hutang untuk dialihkan ke modal lain dan langsung
dikonsumsi.
5. Modal Sosial (Sosial Capital). Modal sosial merupakan gabungan komunitas
yang memberi keuntungan pada individual atau rumah tangga (Ellis 2000).
Swift (1998) dalam Ellis (2000) mengatakan modal sosial dibangun dari
jaringan askriptif dan elektif antar individu, memungkinkan wewenang
hubungan vertikal atau horizontal sebagai organisasi sukarela berlandaskan
kepercayaan (trust) dan harapan yang bergerak dalam jaringan. Contoh
hubungan vertikal yaitu patron, pemimpin, politikus yang bertemu saat terjadi
krisis. Hubungan horizotal seperti kelompok sosial asosiasi, club, agensi
sukarela yang bersama-sama mengejar kepentingan bersama.
Modal Manusia

Modal Sosial

Modal Fisik

Modal Alamiah

Modal Finansial

Sumber: Rural Livelihood and Diversity in Development Countries Ellis (2000)

Gambar 2. Konsep Segilima Pentagon (Modal)
Untuk mempermudah memahami seberapa besar akses keluarga dari setiap
tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal, maka grafik pentagon
divisualisasikan dalam dua dimensi. Apabila grafik mengalami penyusutan
kedalam, maka di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber
menandakan masalah yang perlu penanganan, dan apabila melebar menunjukan
modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Perbandingan antara tanda plus dan
minus akan menentukan penyusutan yang terjadi dalam grafik pentagon. Bila
tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka akan terjadi penyusutan

10

dalam pentagon yang mengarah ke dalam, begitupun sebaliknya. Kelima modal
ini perlu untuk dikelola secara berkelanjutan, agar faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupan, interaksi antara faktor, serta keberlanjutan untuk
menyambung hidup. Rumahtangga petani tidak bertanah (miskin) umunnya
menerapkan strategi bertahan hidup (survival strategi).
Konsep Resiliensi
Salah satu konsep yang cukup populer yang digunakan dalam
menggambarkan ketahanan manusia dalam menghadapi perubahan dalam
lingkungannya yaitu konsep resiliensi. Konsep resiliensi sosial diperkenalkan oleh
Jansen (2007) dalam Cote (2012) sebagai kemampuan kelompok atau masyarakat
untuk mengatasi tekanan eksternal dan gangguan sebagai akibat dari perubahan
sosial, politik, dan lingkungan. Menurut Cote (2012) Permasalahan dalam
mendefinisikan konsep resiliensi dalam sistem sosial-lingkungan adalah
keterbatasan menganalisis trade-off dan keputusan manajemen aspek tata kelola
dalam bingkai sempit model prioritas sosial dan lingkungan.
Berdasarkan pendapat Cote dan Nightingale (2012) yang menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada lingkungan memberikan konsekuensi dalam sistem
sosial-lingkungan. Pembahasan mengenai konsep bertahan belum menjelaskan
konteks sosio-kultural yang mendasari heterogenitas pada dinamika sosiolkultural yang berbeda. Selain itu Chambers dan Conway (1991) menjabarkan
beberapa strategi untuk mengatasi stres dan shock, yang merupakan bentukbentuk dari strategi bertahan dalam menghadapi perubahan dalam lingkungannya,
yang terdiri daricampuranberikut:
1. Berhemat: mengurangi konsumsi saat ini; bergeser untuk mengkonsumsi
makanan dengan kualitas rendah; memanfaatkan energi yang tersimpan dalam
tubuh,
2. Menimbun: mengumpulkan, menjaga, melestarikan, dan melindungi basis aset
untuk pemulihan dan pembangunan kembali mata pencaharian
3. Menguras: memanfaatkan fasilitas rumah tangga; menjual aset
4. Membuat variasi: mencari sumber-sumber baru makanan liar, makanan sisa,
binatang liar, makanan yang disimpan oleh tikus dan hewan lainnya;
diversifikasi kegiatan kerja dan sumber pendapatan, terutama di akhir musim
5. Mengklaim: membuat klaim pada kerabat, tetangga, pelanggan, masyarakat,
LSM, aksi politik pemerintah, masyarakat internasional, berbagai cara dengan
mengambil utang, tolong-menolong dengan niat baik, mengemis, dan
6. Migrasi: memindahkan anggota keluarga, ternak, dan aset; dan/atau bermigrasi
Pada penelitian ini, lebih mengacu pada tiga indikator resiliensi yang
dijelaskan oleh Carpenter et al (2001) dalam Speranza et al (2014). Pertama,
kapasitas penyangga yang didalamnya terdapat kepemilikan modal dan akses
terhadap modal (modal sosial, modal alam, modal manusia, modal fisik, dan
modal finansial). Kedua yaitu organisasi diri, terdiri dari institusi, koperasi dan
jaringan, struktur jaringan, kesempatan untuk mengorganisasi diri, dan
kepercayaan terhadap kepemilikan sumber daya. Ketiga yaitu kapasitas untuk
belajar terdiri dari pengetahuan mengenai tantangan dan kesempatan, berabagi
visi kolektif, komitmen untuk belajar, kapabilitas indentifikasi pengetahuan,
kapabilitas berbagi pengetahuan, kapabiilitas mentransfer pengetahuan, dan

11

memanfaatkan mekanisme umpan balik. Selain itu, Palmer (1997) dalam Praptiwi
(2009) mendeskrispsikan empat tipe resiliensi, yaitu:
1. Anomic survival; orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan
2. Regenerative resilience; dapat melengkapi usaha untuk mengembangkan
kompetensi dari mekanisme coping
3. Adaptive resilience; periode yang relatif berlanjut dari pelaksanaan dan strategi
coping
4. Flourishing resilience; penerapan yang luas dari perilaku dan strategi coping
Michalski & Watson dalam Praptiwi (2009) memaparkan berbagai
karakteristik rumahtangga yang memiliki resiliensi, yakni:
1. Kompeten dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan dalam mengambil
keputusan
2. Adanya pembagian tugas dalam rumahtangga
3. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi untuk mencapai tujuan
4. Kemampuan komunikasi yang baik
5. Mempunyai hubungan yang konsisten dengan sesama.
Kerangka Pemikiran
Rumahtangga penenun di dua Dusun, yaitu Dusun Sade, Desa Rembitan dan
Dusun Ketangge, Desa Sukarara, memiliki struktur, modal, dan strategi nafkah
yang berbeda satu sama lain. Rumahtangga penenun memiliki struktur nafkah
yang berbeda, berdasarkan Ellis (1998) yang di bedakan kedalam aktivitas onfarm, off-farm, dan non-farm. Ketiganya akan membangun struktur rumahtangga
penenun menjadi beberapa lapisan masyarakat.
Rumahtangga penenun dalam melakukan strategi nafkah rumahtangga
memiliki lima modal nafkah yang dijelaskan Ellis dan Freeman (2005), yaitu
modal alam, modal fisik, modal manusia, modal sosial, dan mosal finansial. Pada
penelitian ini, pemanfaatan modal alam dilihat dari luas kepemilikan lahan.
Pemanfaatan modal finansial dilihat dari tingkat pendapatan di sektor on-farm,
off-farm dan non-farm, jumlah tabungan, pinjaman dan pengeluaran. Pemanfaatan
modal fisik, dilihat dari tingkat investasi barang. Pemanfaatan modal sosial,
dilihat dari tingkat partisipasi terhadap lembaga sosial yang ada di masyarakat.
Serta pemanfaatan modal manusia, dilihat dari tingkat alokasi tenaga kerja,tingkat
lama waktu bersekolah dan penguasaan keterampilan di luar sektor pertanian.
Strategi nafkah rumahtangga penenun terbentuk dikarenakan dalam
memenuhi kebutuhan hidup, rumahtangga di kedua dusun tidak akan mampu
hanya mengandalkan satu sektor saja, yang dalam penelitian ini, pendapatan
utama berasal dari sektor on-farm. Adapun bentuk stategi nafkah menurut
Scoones (1998) dibagi kedalam tiga bentuk, yaitu rekayasa sumber nafkah
pertanian, pola nafkah ganda (diversifikasi) dan rekayasa spasial (migrasi).
Menenun merupakan salah satu bentuk strategi nafkah, terutama strategi nafkah
berupa diversifikasi mata pencaharian. Struktur nafkah, bentuk strategi nafkah dan
kelima modal tersebut akan mempengaruhi tingkat resiliensi atau ketahanan
rumahtangga penenun yang sumber nafkah utamanya dari sektor on-farmdalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam waktu setahun, terutama pada saat
menunggu hasil pertanian. Berikut adalah gambar kerangka pemikiran dari
penelitian ini:

12

Rumahtangga Penenun

Modal Nafkah (X)
menurut Ellis dan Freeman (2005) :
Modal Alam (X1):
- Luas kepemilikan lahan (x1.1)

Struktur Nafkah menurut
Ellis (1998):
- Strategi on-farm
- Strategi off-farm
- Strategi non-farm

Modal Finansial (X2):
- Tingkat Pendapatan dari sektor farm (x2.1)
- Tingkat Pendapatan dari sektor off-farm (x2.2)
- Tingkat Pendapatan dari sektor non-farm (x2.3)
- Jumlah tabungan (x2.4)
- Jumlah Pinjaman (x2.5)
- Pengeluaran (x2.6)

Bentuk Strategi Nafkah
menurut Scoones (1998):
- Rekayasa sumber nafkah
pertanian
- Pola nafkah ganda
(diversifikasi)
- Rekayasa spasial (migrasi)

Modal Fisik (X3):
- Tingkat investasi barang (x3.1)
Modal Sosial (X4):
- Tingkat partisipasi terhadap lembaga sosial
(x4.1)
Modal Manusia (X5):
- Tingkat alokasi tenaga kerja (x5.1)
- Tingkat lama waktu bersekolah (x5.2)
- Penguasaan Keterampilan di Luar Pertanian
(x5.3)

Keterangan:
: Melingkupi
: Mempengaruhi
: Bentuk strategi nafkah

Tingkat Resiliensi (Y):
1. Kecepatan Pulih dari Shock (Y1)
2. Banyaknya pilihan sumber
nafkah (Y2)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan gambar 3diatas, tingkat resiliensi nafkah rumahtangga penenun
pada penelitian ini dilihat dari kecepatan pulih dari shock dan banyaknya pilihan
sumber nafkah. Kecepatan pulih dari shock, dalam penelitian ini dimaksudkan
adalah kecepatan rumahtangga dalam mendapatakan pinjaman ketika terjadi krisis
atau penurunan kemampuan betahan hidup, kecepatan anggota rumahtangga
kembali sehat dari keadaan sakit, serta kecepatan rumahtangga untuk
mengembalikan pinjaman. Sementara banyaknya pilihan sumber nafkah
merupakan banyaknya strategi yang dilakukan rumahtangga penenun untuk
bertahan hidup.

13

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka tingkat resiliensi rumah
tangga penenun dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = y1 + y2
Y = f (X1, X2, X3, X3, X4, X5)
Modal nafkah (X):
X1
X2
X3
X4
X5

=
=
=
=
=

(x1.1)
(x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5)
(x3.1, x3.2)
(x4.1, x4.2)
(x5.1, x5.2, x5.3)
Sehingga
y1 + y2 =

f(x1.1, x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5, x3.1,
x3.2, x4.1. x4.2, x5.1, x5.2, x5.3)

Keterangan :
Y
: Variabel terpengaruh
X
: Variabel pengaruh

Hipotesis penelitian ini yaitu:
Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan sumber nafkah yang
terdiri dari modal manusia, alam, fisik, finansial dan sosial yang dilakukan
rumahtangga terhadap tingkat resiliensi rumahtangga penenun Y = f (Xn) dengan
rincian sebagai berikut:
1. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal alam terhadap
tingkat resiliensi rumahtangga penenun, Yn = f (x1.1)
2. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal sosial terhadap
tingkat resiliensi rumahtangga penenunYn = f (x2.1, x2.2, x2.3, x2.4, x2.5)
3. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal manusia terhadap
tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x3.1, x3.2)
4. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal fisik terhadap
tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x4.1, x4.2)
5. Diduga terdapat pengaruh antara tingkat pemanfaatan modal finansial terhadap
tingkat resiliensi rumahtangga penenun Yn = f (x5.1, x5.2, x5.3)

14

Definisi Operasional
No Nama Variabel
(1) (2)
Variabel Terpengaruh
1 Tingkat
Kecepatan
Resiliensi Pulih dari
(Y)
Shock(y1)

Banyaknya
pilihan
sumber
nafkah (y2)

Variabel Berpengaruh
1 Modal
Luas
Alam (X1) kepemilikan
lahan (x1.1)

2

3

4

5

Modal
Finansial
(X2)

Definisi Operasional
(3)
Lamanya waktu yang
dibutuhkan rumahtangga
penenun untuk pulih ke
keadaan stabil setelah
menghadapi perubahan
dalam lingkungannya.
Jenis dan jumlah berbagai
alternatif cara yang
dilakukan rumahtangga
penenun dalam
menyesuaikan diri ketika
menghadapi perubahan
dalam lingkungannya.

(4)
1. Resiliensi rendah, jika

5

Besaran luas tanah produktif 1. Luas lahan rendah jika
yang dimiliki rumahtangga
≤ 1460 m2
penenun
2. Luas lahan sedang
jika1460 m2< x