Modal Sosial Dan Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran Di Lampung

(1)

RUMAHTANGGA KETURUNAN TRANSMIGRAN DI

LAMPUNG

NENSI FEBRINTINA MELDA SIAHAAN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016


(2)

(3)

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Modal Sosial

dan Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran di Lampung

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Nensi Febrintina Melda S NIM. I34120096


(4)

(5)

NENSI FEBRINTINA M S. Modal Sosial dan Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran di Lampung. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI

Transmigrasi merupakan salah satu kebijakan kependudukan pemerintah Indonesia untuk memindahkan petani tidak berlahan di Jawa dan Bali ke pulau-pulau lain agar meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, kualitas dan kuantitas sumberdaya alam semakin menurun dan tidak dapat menunjang kehidupan transmigran untuk jangka panjang. Keturunan transmigran tidak dapat bergantung lagi pada sumberdaya alam wilayah tersebut. Untuk mempertahankan kehidupannya, mereka harus melakukan perubahan dalam strategi nafkah mereka. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran modal sosial dalam strategi nafkah keturunan transmigran antar generasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei sebagai metodologi utama dalam pengumpulan data. Wawancara mendalam dan observasi juga dilakukan untuk memperkaya hasil analisis sebagai data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan modal sosial mempengaruhi strategi nafkah rumahtangga tersebut. Keturunan transmigran selanjutnya akan meninggalkan sektor pertanian dan menggantinya dengan non pertanian di luar desa dengan memanfaatkan modal sosial yang dimiliki.

Kata kunci: migrasi, modal sosial,strategi nafkah, transmigrasi

ABSTRACT

NENSI FEBRINTINA M S. Social Capital and Livelihood Strategies of

Transmigrant Descendant‟s Household in Lampung. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI

Transmigration is one of population policies in Indonesia to move landless farmers from Java and Bali to outer islands to increase their welfare. However, the quality and quantity of the natural resources in destination area is in the deminishing condition and cannot support the transmigrant‟s life for long period. The descendants of first generation of transmigrant cannot rely on the natural resources in that area anymore. To mantaining their life, they have to make changes in their livelihood strategies. This research is aimed to analyse the roles of social capital upon transmigrant‟s livelihood strategies across generations. This research applied quantitative approach with survey as main methodology of data collection. In-depth interview and observation were also conducted to enrich the analysis with qualitative data.The research result shows that the social capital endowment of transmigrant‟s household influences their livelihood strategies. The future generations of transmigrant will eventually leaving farm sector and shifting to non farm sectors in urban areas by using their social capital endowment.


(6)

(7)

RUMAHTANGGA KETURUNAN TRANSMIGRAN DI

LAMPUNG

NENSI FEBRINTINA MELDA SIAHAAN I34120096

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016


(8)

(9)

Judul Penelitian : Modal Sosial Dan Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran di Lampung

Nama : Nensi Febrintina Melda Siahaan

NIM : I34120096

Disetujui oleh

Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modal Sosial dan Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran di Lampung” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan modal sosial yang dimiliki oleh rumahtangga keturunan transmigran dan strategi nafkah yang diterapkan dalam rumahtangganya. Berdasarkan hasil observasi lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru untuk program transmigrasi yang lebih bijaksana.

Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

a) Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, b) Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, MSc dan Dwi Retno Hapsari, Msi selaku

dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini,

c) Orang tua tercinta, Bapak Sindak Siahaan, S.H, M.H dan Mama Netty Sibarani, S.Pd, serta Tulang Gerry, Opung Gerry Doli dan Boru yang telah memberikan kasih sayang, ketulusan, doa, semangat, dan motivasi,

d) Adik-adik tersayang, Edward Julio Christoper Siahaan dan Nova Ayu Lestari Siahaan, yang selalu menyemangati dan menghibur penulis, e) Pak Totok (Kepala Desa Bagelen), Pak Sujono (Sekertaris Desa), Pak

Lesmono (Bendahara Desa), Pak Legiman, Pak Gio, Pak Warkim, dan semua warga Desa Bagelen yang telah menerima penulis dengan baik, f) Supergirl, Nella dan Sherly. Terima kasih juga untuk Tim Basket Putri

FEMA dan juga Tim Basket Putri dan Putra UKM AGRIC,

g) Orang-orang tersayang yang jauh, Jessica, Risa, dan Debora, keluarga yang tidak habisnya memotivasi dengan berbagai cara,

h) Teman-teman sebimbingan, Zahra dan Dinda; teman seperjuangan yang merasakan suka duka bersama dalam mengerjakan skripsi,

i) Sahabat-sahabat tersayang, Apri, Inna, Amal, Mega, Fenny, Audina, Fina, dan Lici,

j) Keluarga besar mahasiswa SKPM 49 yang telah berjuang bersama-sama sejak TPB, yang selalu bersama saat suka dan duka untuk memotivasi penulis, dan

k) Komisi Persekutuan-PMK IPB angkatan 48-52, terkhusus Erwin, Pesta, Syska, Wulan, Boy, Yanti, Ella, Melda, Maria, Diori, Jonathan, Robi. l) Mas bro dan Mas Alam pegawai Innova FC yang sudah membantu

Bogor, Juni 2016

Nensi Febrintina Melda S NIM. I34120096


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ...1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah Penelitian... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

PENDEKATAN TEORITIS...5

Tinjauan Pustaka... 5

Strategi Nafkah ...5

Definisi dan Konsep Modal Sosial ...7

Transmigrasi ...8

Modal Sosial dan Strategi Nafkah ...9

Kerangka Analisis... 10

Hipotesis Penelitian ... 11

PENDEKATAN LAPANGAN ...13

Metode Penelitian ... 13

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Teknik Pengumpulan Data ... 13

Teknik Penentuan Responden dan Informan ... 14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 14

GAMBARAN UMUM DESA BAGELEN ...21

Sejarah Transmigran Pertama ... 21

Kondisi Geografis dan Kondisi Alam... 22

Penduduk dan Mata Pencaharian ... 23

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 26

KARAKTERISTIK RESPONDEN ...29

Usia ... 29

Tingkat Pendidikan ... 30

Jumlah Anggota Keluarga ... 33


(13)

Modal Sosial... 38

Kepercayaan ... 38

Jaringan ... 42

Norma ... 45

PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN ... 49

Perubahan yang Terjadi... 49

MODAL SOSIAL DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA KETURUNAN TRANSMIGRAN DI LAMPUNG... 55

Strategi Nafkah dan Kepercayaan ... 59

Strategi Nafkah dan Jaringan ... 62

Strategi Nafkah dan Norma ... 64

PENUTUP ... 69

Kesimpulan ... 69

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 73

RIWAYAT HIDUP ... 77

LAMPIRAN ... 79

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 ... 81

Lampiran 2 Kuesioner ... 82

Lampiran 3 Daftar Pertanyaan Wawancara Mendalam ... 90

Lampiran 4 Peta Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung ... 91

Lampiran 5 Daftar Nama dan Usia Responden... 92

Lampiran 6 Gambar Proses Penelitian di Lampung... 93


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Strategi Nafkah Rumahtangga 5

Tabel 2 Klasifikasi Sumber Nafkah 6

Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Usia (Desa Bagelen

Tahun 2016) 24

Tabel 4 Jumlah Penduduk Desa Bagelen Tahun 2009 Berdasarkan Mata

Pencaharian 25

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia 29 Tabel 6 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia,

Penggolongan Generasi, Rata-rata, dan Range Usia 30 Tabel 7 Tingkat Pendidikan Responden Desa Bagelen 2016 32 Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota

Keluarga 33

Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pendapatan Per Bulan 34

Tabel 10 Perbandingan Mata Pencaharian Responden Berdasarkan Sektor

Pekerjaannya 34

Tabel 11 Perbandingan Kepemilikkan Lahan Responden dan Statusnya 36 Tabel 12 Tingkat Kepercayaan Berdasarkan Intensitas Meminta Bantuan

(Desa Bagelen tahun 2016) 39

Tabel 13 Tingkat Kepercayaan Berdasarkan Intensitas Memberi Bantuan

(Desa Bagelen tahun 2016) 40

Tabel 14 Tingkat Kepercayaan Responden 40

Tabel 15 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Simpul 43 Tabel 16 Jumlah Responden Berdasarkan Organisasi yang diikuti 44 Tabel 17 Tingkat Kekuatan Jaringan Responden 44

Tabel 18 Tingkat Ketaatan Terhadap Norma 46

Tabel 19 Tingkat Kekuatan Modal Sosial Responden 48 Tabel 20 Jumlah Anak-Anak Responden Berdasarkan Tempat Tinggal

dan Sektor Mata Pencahariannya 53

Tabel 21 Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran, Desa

Bagelen Tahun 2016 55

Tabel 22 Jumlah Anggota Keluarga yang Bekerja dan Pekerjaannya 56 Tabel 23 Pengaruh Tingkat Kekuatan Kepercayaan Terhadap Strategi

Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran Desa Bagelen

Tahun 2016 59

Tabel 24 Pengaruh Tingkat Kekuatan Jaringan Terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran Desa Bagelen Tahun

2016 62

Tabel 25 Pengaruh Tingkat Ketaatan Norma Terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan Transmigran Desa Bagelen Tahun

2016 65

Tabel 26 Pengaruh Modal Sosial Terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Analisis 10

Gambar 2 Para Tetua Generasi Pertama Pada Perpindahan Transmigran

Ke Desa Bagelen 22

Gambar 3 Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan

Jenis Kelamin 24

Gamabr 4 Grafik Riwayat Pendidikan Responden di

Desa Bagelen 31

Gambar 5 Simpul Jaringan Keturunan Transmigran 43 Gambar 6 Jumlah Transmigran dan Keturunannya dari Generasi 1

Hingga Generasi 4 yang Bermata-pencaharian di

Sektor Pertanian dan Non Pertanian 50

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 81

Lampiran 2 Kuesioner 82

Lampiran 3 Daftar Pertanyaan Wawancara Mendalam 90 Lampiran 4 Peta Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

Peswaran, Provinsi Lampung 91

Lampiran 5 Daftar Nama dan Usia Responden 92

Lampiran 6 Gambar Proses Penelitian di Lampung 93 Lampiran 7 Hasil Uji Tabulasi Silang Menggunakan SPSS Statistic 20 95


(16)

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transmigrasi adalah program perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya ke daerah lain yang tidak padat penduduknya. Dasar hukum yang digunakan untuk program ini adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang Transmigrasi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, ditambah beberapa keputusan dan dukungan Presiden. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian Bab II pasal 3 menyatakan bahwa tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, mengadakan peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah, serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa (RI 1997). Selain itu, dalam Undang-Undang tersebut pada Bab II pasal 5 juga menyatakan bahwa penyelenggaraan transmigrasi diarahkan pada penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan perwujudan integrasi masyarakat. Levang (2003) menyatakan program transmigrasi bukanlah suatu program baru yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia. Program ini sudah berlangsung sejak masa penjajahan kolonial Belanda. Pelaksanaan program transmigrasi, yang kala itu disebut kolonisasi, dimulai pertama kali pada bulan November 1905 dengan melibatkan 155 Kepala Keluarga (815 jiwa) yang berasal dari Keresidenan Kedu, Jawa Tengah. Para transmigran tersebut diberangkatkan menuju Gedong Tataan yang terletak sekitar 25 Km sebelah barat Tanjungkarang dan dikenal dengan Keresidenan Lampung.

Dalam Undang-Undang tersebut pada Pasal 24 ayat (3) tentang Ketransmigrasian dikatakan bahwa setiap transmigran akan memperoleh fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan seperti tanah seluas 2 hektar per kepala keluarga, yang ditentukan dengan rincian 0,25 hektar untuk perumahan dan pekarangan dan 0,75 hektar untuk lahan usaha I, serta 1 hektar untuk lahan usahan II, baik untuk lahan kering atau basah (RI 1997). Lahan-lahan tersebut dapat menjadi hak milik dengan mengurus surat kepemilikkan lahan. Hak-hak tersebut merupakan hak bagi transmigran ketika transmigrasi gencar dilaksanakan. Namun kini Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar mulai mempromosikan kembali program ini dengan sistem yang baru. Selain lahan, para transmigran juga akan diberikan bantuan perbekalan senilai Rp 3,5 juta per kepala keluarga selama 18 bulan. Dana tersebut tidak diberikan dalam bentuk uang tunai, namun berupa beras, lauk pauk, dan sebagainya1.

Berdasarkan Undang-Undang, fasilitas yang diperoleh transmigran dari program ini sebagian besar merupakan penunjang untuk sektor pertanian. Setiap transmigran akan diberi lahan untuk bertani yang dapat diolah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tak hanya itu, setiap transmigran juga akan diberikan pelatihan-pelatihan mengenai pertanian karena tidak semua transmigran memiliki latar belakang sebagai petani atau keluarga petani. Proses akan terus dilakukan

1

Perencanaan program transmigrasi 2016-2017 yang disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar (dikutip dalam berita


(18)

berdasarkan kebutuhan wilayah tersebut. Sebagai contoh, bila suatu wilayah dinilai sudah maju atau sumberdaya wilayah tersebut dinilai tidak lagi mampu menunjang pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka transmigrasi akan kembali dilakukan.

Menurut Bambang, Kepala UPTD Museum Nasional Ketransmigrasian, proses ini dilakukan dengan mengumpulkan beberapa keluarga kemudian dipindahkan ke wilayah lainnya2. Transmigran dapat memilih untuk ikut serta program transmigrasi kembali atau menetap di wilayah tersebut. Jika warga turut kembali dalam program tersebut, maka warga akan kembali dipindahkan ke wilayah baru dengan bantuan pemerintah. Namun bila tidak, maka warga akan menetap di wilayah tersebut tetapi secara otomatis akan terlepas dari status sebagai transmigran dan tidak mendapat bantuan pemerintah lagi. Hal tersebut juga menandakan bahwa hak dan fasilitas yang diperoleh dari program transmigrasi yang dulu diberikan akan ditarik kembali, termasuk lahan usaha yang dulu diberikan. Setelah tak memiliki lahan, warga akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari sektor pertanian. Hal tersebut kemudian memberi dampak pada kesejahteraan warga transmigran.

Penambahan jumlah penduduk bukan hanya akibat dari kelahiran pada keturunan transmigrasi, tetapi juga akibat dari migrasi lokal dan mandiri para migran dari berbagai wilayah, seperti Jawa, Sumatera, dan wilayah lainnya. Hal tersebut menunjukkan saat ini bukan hanya warga etnis Jawa yang tinggal di wilayah transmigrasi, tetapi etnis lainnya juga terdapat di desa ini seperti etnis Batak, etnis Padang, etnis Sunda, dan lain sebagainya. Masing-masing warga kemudian membentuk relasi atau berhubungan dengan warga lain karena mereka saat ini tinggal di wilayah yang sama. Hubungan dan relasi antara transmigran dengan warga pendatang berlangsung dengan baik yang biasanya terbentuk karena faktor jangka waktu tinggal di desa. Semakin lama transmigran ataupun pendatang tinggal di desa tersebut, maka hubungan akan semakin baik dan kuat karena intensitas berkomunikasi yang semakin tinggi.

Dewasa ini, kehidupan transmigran tidak selalu baik, terlebih lagi warga yang merupakan keturunan transmigran yang sudah dipindahkan pada tahun 1905. Bermodal dengan warisan nenek-kakek atau buyut yang merupakan fasilitas, sarana, dan prasarana yang diperoleh dari kegiatan transmigrasi, kehidupan keturunan transmigran saat ini berbeda dengan para tetuanya dahulu. Lahan-lahan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang kemudian tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup keturunan transmigran, padahal lahan menjadi modal utama untuk membangun kehidupan di wilayah transmigrasi. Hal ini juga yang kemudian memacu perkembangan pembangunan tidak lagi terfokus pada sektor pertanian. Akibatnya, pendapatan rumahtangga dari sektor pertanian menurun. Tak hanya itu, mudahnya prosedur dalam perpindahan penduduk kemudian meningkatkan jumlah penduduk yang dapat keluar dan masuk desa sehingga mempengaruhi keberagaman sosial, ekonomi, dan budaya suatu wilayah. Untuk bertahan dengan perubahan-perubahan tersebut, maka keturunan transmigran melakukan adaptasi untuk melanjutkan hidup dan memenuhi kebutuhannya.

Merujuk pada penelitian Sunarti (2013) mengenai transmigran Jawa di Provinsi Jambi, bahwa transmigran Jawa dan keturunannya di Jambi sudah mulai

2

Wawancara dengan Bapak Bambang Sigi, Kepala UPTD Museum Nasional Ketransmigrasian, pada 9 November 2015 pukul 13.47


(19)

memiliki gaya hidup dan gaya bersosialisasi yang sama dengan penduduk asli, bahkan beberapa di antaranya juga sudah mulai turut serta dalam kegiatan adat penduduk Jambi. Hal ini menyatakan bahwa program transmigrasi memberi pengaruh terhadap perubahan karakteristik sosial-budaya transmigran dan keturunannya. Berbeda dengan penelitian Sunarti, penelitian Tulak et al. (2009) tentang transmigran Jawa di Papua menunjukkan bahwa karakter sosial dan budaya transmigran Jawa tidak berubah, tetapi kualitas ekonomi rumahtangga meningkat. Rumahtangga etnis Jawa memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik bila dibandingkan dengan penduduk etnis Papua yang merupakan penduduk asli di wilayah tersebut. Keadaan tersebut dikarenakan perbedaan cara pandang dalam menanggapi tantangan ekonomi. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa modal sosial yang tergambar dalam karakter sosial dan budaya memiliki peran besar dalam strategi nafkah dan perekonomian rumahtangga. Kepercayaan, jaringan (jejaring), dan norma yang merupakan elemen dalam modal sosial menjadi penyedia pilihan strategi nafkah untuk beradaptasi di wilayah baru yang memiliki perbedaan baik dari sosial, ekonomi, dan budaya. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar terjadinya perubahan atas pilihan strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran.

Rumusan Masalah Penelitian

Menurut Anwar (2013) pembangunan yang mendorong terjadinya transformasi di pedesaan saat ini telah gagal dan era pembangunan telah berakhir. Keseluruhan proses transformasi tersebut kemudian menghasilkan dampak lanjutan berupa derajat ketidakamanan sumber nafkah serta lumpuhnya struktur kelembagaan jaminan nafkah asli yang telah mapan. Dharmawan (2007, hal 170) mengutip Sajogyo yang menyatakan bahwa sistem penghidupan dan nafkah pedesaan memang tidak bisa dilepaskan dari proses destabilisasi sistem sosial ekonomi. Hal ini kemudian mendorong terjadinya proses adaptasi dalam segi ekonomi dan ekologis yang dibentuk oleh masyarakat desa sebagai upaya menyelaraskan keberadaan mereka terhadap arus perubahan sosial agar mampu menghasilkan suatu sistem yang dinamis dalam penghidupan dan nafkah pedesaan, tak terkecuali dengan para transmigran yang memang dimodalkan segala kebutuhan untuk mengelola pertanian dari program transmigrasi yang diikutinya. Perubahan yang terus terjadi tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan akan transmigran pertama dengan keturunannya saat ini, termasuk dalam strategi nafkah yang diterapkan. Dengan adanya gambaran tersebut, kemudian muncul pertanyaan: Bagaimana bentuk strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran saat ini?

Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Merujuk pada temuan Geertz mengenai studi “Informal Rational Credit Association”, Coleman (1988) kemudian menunjukkan nilai-nilai positif modal sosial bagi pengembangan ekonomi pada masyarakat tradisional di negara berkembang. Hal ini semakin diperkuat dengan sangat bergantungnya transmigran yang baru datang terhadap teman-teman senasib yang juga turut dalam proses transmigrasi tersebut. Hubungan dan relasi yang sudah terbangun terus dipelihara hingga keturunannya saat ini. Maka dari itu muncul pertanyaan:


(20)

Bagaimana kelimpahan modal sosial yang dimiliki rumahtangga keturunan transmigran saat ini?

Merujuk pada kelima jenis modal menurut Scoones (1998), permasalahan yang terjadi di Desa Bagelen saat ini terletak pada modal alam, modal finansial, dan modal manusia. Permasalahan modal alam yaitu daya dukung alam yang menurun ditandai dengan menurunnya kualitas dan jumlah sumberdaya alam yang ada di desa ini sehingga warga tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan mengandalkan alam. Permasalahan pada modal manusia adalah rendahnya kemampuan keturunan transmigran menghadapi keadaan alam tersebut, baik dari segi pendidikan maupun kemampuan lainnya. Hal tersebut juga tak lepas dari permasalahan ekonomi, yaitu kemampuan warga dari segi ekonomi yang tergolong rumahtangga dengan pendapatan rendah. Merujuk pada pernyataan Coleman (1988) sebelumnya, bahwa modal sosial memiliki perannya tersendiri ketika ketiga modal lainnya menghadapi permasalahan. Selain adanya pilihan, strategi nafkah mengharuskan adanya sumberdaya manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam strategi nafkah. Mengingat besarnya peran modal sosial dalam strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran, maka kemudian muncul pertanyaan: Bagaimana pengaruh modal sosial terhadap strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bentuk strategi nafkah yang diterapkan oleh keturunan transmigran saat ini

2. Menganalisis kelimpahan modal sosial yang dimiliki rumahtangga keturunan transmigran

3. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat kepada berbagai pihak antara lain:

1. Bagi akademisi, menambah literatur penelitian mengenai modal sosial dan strategi nafkah serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya terhadap keturunan transmigran

2. Bagi masyarakat, sebagai informasi bahwa konsep modal sosial memberi alternatif pilihan strategi nafkah serta menjadi penambah pengetahuan dalam memanfaatkan modal sosial yang dimiliki

3. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program pembangunan dan transmigrasi serta dalam penentuan kebijakan bagi transmigran dan program transmigrasi yang hendak dilaksanakan. Melalui penelitian ini, pemerintah dapat mengetahui dampak jangka panjang yang telah terjadi pada keturunan transmigran terdahulu sehingga dalam pembuatan kebijakan selanjutnya dapat mempertimbangkan keadaan tersebut


(21)

PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Strategi Nafkah

Strategi nafkah ialah penghidupan yang terdiri dari aset (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan modal sosial), kegiatan, dan akses (yang di mediasi oleh kelembagaan dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan kehidupan individu atau rumahtangga (Ellis 1999). Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Dalam konsep strategi nafkah terdapat pengklasifikasian strategi nafkah. Beberapa sumber mengklasifikasikan strategi nafkah sebagaimana yang terdapat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi strategi nafkah rumahtangga

Sumber Klasifikasi Strategi

Nafkah

Penjelasan Carner (1984)

dalam Widodo (2011)

Melakukan beraneka ragam pekerjaan

meskipun dengan upah yang rendah Memanfaatkan ikatan kekerabatan

Migrasi

Rumahtangga melakukan lebih dari satu pekerjaan walaupun dengan upah yang rendah, sehingga

pendapatan tidak bergantung pada satu pekerjaan saja

Rumahtangga memanfaatkan ikatan kekerabatan dan pertukaran timbal balik dalam pemberian rasa aman dan perlindungan

Anggota rumahtangga melakukan migrasi ke daerah lain biasanya migrasi desa-kota sebagai alternatif terakhir apabila sudah tidak terdapat lagi pilihan sumber nafkah di desanya.

Widodo (2011) Strategi ekonomi

Strategi sosial

Strategi ekonomi yang digunakan berupa pola nafkah ganda, optimalisasi tenaga kerja rumahtangga dan migrasi

Strategi sosial berupa pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal dan jejaring sosial

Dharmawan (2001)

Strategi nafkah legal

Strategi nafkah ilegal

Strategi dalam kategori tindakan positif dengan basis kegiatan sosial-ekonomi, misalnya kegiatan

produksi, migrasi, strategi substitusi dan sebagainya. Kategori ini juga disebut peaceful ways, karena sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Strategi dalam kategori negatif, dengan tindakan-tindakan yang


(22)

melanggar hukum. Seperi merampok, mencuri, melacur, korupsi dan sebagainya. Kategori ini disebut non-peaceful ways, karena cara yang ditempuh umumnya dengan melakukan tekanan fisik dan mental.

Scoones (1998) Rekayasa

sumberdaya nafkah pertanian

Pola nafkah ganda

Migrasi

Memanfaatkan sektor pertanian secara lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (ekstensifikasi) maupun dengan memperluas lahan produksi (intensifikasi)

Menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari

pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan)

Usaha yang dilakukan dengan cara melakukan mobilisasi

Dalam konsep strategi nafkah juga terdapat beberapa bentuk modal atau biasa disebut livelihood asset. Menurut Scoones (1998), ada empat bentuk modal yaitu Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital), Modal Manusia (Human Capital), Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes), dan Modal Sosial (Social Capital), sedangkan Ellis (1999) menambahkan Modal Fisik (Physical

Capital) sehingga menurutnya ada lima bentuk modal. Ellis (1999) juga

mengemukakan ada tiga jenis klasifikasi sumber nafkah yang terdapat pada tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi sumber nafkah

Jenis Klasifikasi Penjelasan

Farm Income Pendapatan berasal dari usaha pertanian milik sendiri; strategi nafkah yang berasal dari sektor pertanian, baik diakses oleh pemilik tanah ataupun melalui akses bagi hasil atau sewa lahan

Off-farm Income Pendapatan berasal dari usaha pertanian bukan milik sendiri; penghasilan diperoleh dari upah tenaga kerja, sistem bagi hasil, kontrak upah tenaga kerja non upah, dan lain-lain yang masih tercakup dalam lingkup pertanian

Non-farm Income Pendapatan yang bukan berasal dari pertanian, seperti gaji pensiun, berdagang, dan lain-lain


(23)

Scoones (1998) menggolongkan strategi nafkah setidaknya menjadi tiga golongan besar. Ketiga golongan tersebut adalah :

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang merupakan usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun dengan memperluas lahan garapan pertanian (ekstensifikasi).

2. Pola nafkah ganda yang merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan).

3. Migrasi merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasi/ perpindahan penduduk (migrasi) ke luar desa, baik ke desa lain maupun ke kota untuk bekerja di sektor pertanian maupun non pertanian

Marzali (1993) menyatakan masyarakat pedesaan selalu melandasi sistem nafkahnya pada tindakan ekonomi. Menurutnya, tindakan ekonomi masyarakat pedesaan dapat dibagi ke dalam dua pendekatan utama, yaitu pendekatan moral ekonomi dan pendekatan rasional. Scott (1983) menyatakan bahwa pendekatan moral ekonomi berpendapat bahwa tindakan ekonomi masyarakat pedesaan berlandaskan pada prinsip dasar: the norm of resiprocity (adat saling tolong) dan the right of subsitence (hak untuk hidup pada paras subsisten). Adat saling tolong menolong berfungsi sebagai pedoman moral yang utama dalam hubungan sosial, sedangkan hak untuk hidup menetapkan batasan-batasan hidup minimal yang harus terpenuhi bagi anggota masyarkat desa dalam rangka hubungan saling tolong menolong.

Definisi dan Konsep Modal Sosial

Putnam (1998) menyatakan bahwa modal sosial merupakan segala hal yang dimiliki oleh organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan (jejaring) sosial yang mampu memperbaiki efisiensi masyarakat melalui tindakan yang terkoordinasi. Definisi modal sosial milik Putnam merupakan pengembangan dari definisi milik Fukuyama. Modal sosial yang dimaksud oleh Fukuyama (1995) juga mengandung segala nilai-nilai informal atau norma yang dianut suatu kelompok agar tercipta suatu kerjasama dalam kelompok tersebut. Dalam memahami modal sosial, Nahapiet dan Ghoshal (1998) mengatakan setidaknya ada dua dimensi modal sosial yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberadaan modal sosial, yaitu dimensi kognitif dan dimensi struktural. Dimensi kognitif menjelaskan mengenai nilai-nilai, sikap dan keyakinan yang mempengaruhi kepercayaan, solidaritas dan resiprositas yang menciptakan kerjasama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dan memfokuskan terciptanya keseimbangan antara bonding social capital atau modal sosial pengikat dengan bridging social capital atau modal sosial jembatan, sedangkan dimensi struktural memfokuskan pada adanya kegiatan-kegiatan kolektif yang bermanfaat bagi seluruh warga masyarakat yang difasilitasi oleh organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat pada tingkat lokal. Dimensi struktural ini sangat penting karena berbagai upaya pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan lebih berhasil bila dilakukan melalui kelembagaan sosial pada tingkat lokal.


(24)

Beberapa ahli memiliki pendapat masing-masing mengenai komponen-komponen dari modal sosial ini. Namun dari beberapa pendapat, pemikiran Putnam yang paling banyak dirujuk. Komponen modal sosial yang dimaksud adalah kepercayaan (trust), jaringan (network), dan nilai-nilai atau peraturan tak tertulis (norms).

a. Kepercayaan (trust)

Merupakan komponen mengenai bagaimana seseorang percaya kepada orang lain dalam suatu komunitas ataupun di luar komunitas. Hal ini berkaitan dengan bagaimana harapan-harapan yang muncul dari seseorang yang mempercayai orang lain dengan harapan bahwa harapan-harapan tersebut dapat terpenuhi, sehingga kepercayaan bersifat timbal balik.

b. Jaringan (network)

Merupakan komponen mengenai banyaknya relasi-relasi yang terbentuk dari suatu komunitas di dalamnya maupun antar komunitas. Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak seseorang yang dikenal dengan berbagai kelebihan dan kekurangan sehingga dapat dioptimalkan akses tersebut untuk berbagai kebutuhan. Selain itu, banyaknya jaringan memudahkan seseorang untuk meminta bantuan ketika sedang kesusahan karena semakin luas jaringan, semakin banyak opsi yang muncul untuk diminta bantuannya.

c. Norma (norms)

Merupakan komponen berisi peraturan-peraturan yang terdapat dalam suatu hubungan relasional tertentu, baik tertulis maupun tidak. Penekanan di komponen ini adalah mengenai ada tidaknya suatu norma dan bagaimana kepatuhan orang-orang yang berada di dalam aturan tersebut berlaku. Semakin patuh anggota-anggota suatu komunitas tertentu, maka semakin baik modal sosialnya.

Transmigrasi

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi yang dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu Tansmigrasi Umum, Transmigrasi Swakarsa Berbantuan, dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri. Transmigrasi juga merupakan perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang, dari daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang. Penyelenggaraan transmigrasi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyiapan permukiman dalam bentuk kesiapan permukiman yang layak huni, layak usaha, layak berkembang, pengarahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi sampai dengan penyerahannya kepada pemerintah daerah. Pengembangan wilayah transmigrasi sebagai usaha mengembangkan wilayah berdasarkan sumberdaya alam yang tersedia yang mengalami kekurangan sumberdaya manusia (Priyono 2004). Dengan demikian, penyelenggaraan transmigrasi membuka kesempatan bagi penduduk untuk berpindah dan menetap guna meningkatkan kesejahteraannya.


(25)

Selain transmigrasi, kita juga mengenal istilah lain dalam perpindahan penduduk, yaitu Migrasi (permaen) dan Sirkulasi dan Komutasi (non permanen). Migrasi merupakan perpindahan penduduk untuk jangka waktu yang cukup lama dari suatu wilayah ke wilayah lain yang bersifat permanen, sedangkan sirkulasi dan komutasi merupakan gerakan ulang yang dilakukan setiap hari antara tempat tinggal ke tempat tujuan. Faktor yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi atau faktor yang memotivasi dibagi menjadi dua, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Lee (1966) menyatakan bahwa migrasi dilakukan karena adanya 4 (empat) faktor yaitu faktor daerah asal, daerah tujuan, rintangan yang menghambat, dan faktor pribadi. Faktor daerah asal merupakan faktor pendorong yang bersifat negatif yang mendorong seseorang untuk pergi meninggalkan daerah asal, sedangkan faktor penarik merupakan faktor positif yang berasal dari daerah yang akan dituju. Faktor pribadi merupakan faktor yang berasal dari diri sendiri, yang berkaitan dengan rasa ingin untuk melakukan migrasi, serta pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi atau tidak.

Kondisi transmigrasi yang tidak lagi dijalankan saat ini kemudian mempengaruhi keberadaan transmigran dan keturunannya. Kehidupan transmigran menjadi terikat dengan segala sarana dan prasarana serta sumberdaya alam yang sudah diterima selama menyandang status sebagai transmigran. Ketika program transmigrasi tidak lagi dilakukan, maka peluang transmigran untuk meninggalkan wilayah transmigrasi menjadi sangat kecil karena ketergantungan mereka kepada sumberdaya alam wilayah tersebut dan ketidakmampuan secara finansial untuk membiayai proses perpindahan. Maka dari itu, transmigran memilih untuk menentap di wilayah transmigrasi yang menjadi tempat penyokong kehidupan keturunan transmigran.

Modal Sosial dan Strategi Nafkah

Konsep mata pencarian (livelihood) sangat penting dalam memahami

coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan kadang-kadang

dianggap sama dengan strategi mata pencarian (livelihood strategies). Suatu mata pencarian meliputi pendapatan (baik yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan menjamin kehidupan. Dalam hubungannya dengan transmigrasi, jaringan sosial dibentuk antara transmigran terdahulu dengan transmigran baru dan antara transmigran dengan masyarakat setempat (Fadhilah 2007). Fukuyama mengatakan kondisi kesejahteraan dan demokrasi serta daya saing suatu masyarakat ditentukan oleh tingkat kepercayaan antara sesama warga. Faktor kesejahteraan sosial ekonomi dan kelimpahan modal dalam rumahtangga akan menentukan strategi nafkah yang dipilih.

Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, setiap transmigran yang bersedia turut dalam program transmigrasi akan memperoleh pemukiman, lahan usaha (tanah), pembinaan, dan pelatihan dalam sektor pertanian sebagai perlengkapan dan kebutuhan untuk bekerja di sektor pertanian, apapun latar belakang pekerjaan dari transmigran tersebut. Saat awal kedatangannya, transmigran dihadapkan dengan pola kehidupan yang jauh berbeda dengan pola kehidupan daerah asal. Hubungan darah dan hubungan bertetangga menjadi penting bagi para transmigran, terlebih


(26)

lagi dengan karakteristik akan penduduk desa yang menjunjung nilai-nilai kekeluargaan. Hubungan ini terus dipelihara sejak awal perpindahan transmigran hingga saat ini dalam kehidupan keturunan transmigran. Hal ini yang kemudian menjadikan ikatan sosial semakin kuat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Keadaan ini menjadi tanda akan pentingnya modal sosial bagi keturunan transmigran.

Dengan terjadinya perubahan-perubahan yang juga turut mengubah keadaan sumberdaya alam, kehidupan keturunan transmigran tidak lagi sama dengan kehidupan tetuanya. Sumberdaya alam dalam bentuk sektor pertanian yang kala itu menjadi penyokong utama kehidupan transmigran mengalami penurunan kualitas dan kuantitas, sehingga mendorong keturunan transmigran saat ini untuk melakukan adaptasi, termasuk di dalamnya adaptasi dengan strategi nafkah. Berbekalkan modal sosial yang kuat dan sudah terbentuk lama, maka keturunan transmigran kemudian melakukan adaptasi terhadap strategi nafkah rumahtangganya.

Kerangka Analisis

Penelitian ini didasarkan pada kerangka analisis sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Analisis

Penelitian ini dipusatkan pada strategi nafkah yang diterapkan oleh transmigran pada awal perpindahan yang kemudian dibandingkan dengan keadaan strategi nafkah yang dipilih atau diterapkan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana modal sosial yang dimiliki oleh rumahtangga keturunan transmigran, yang terdiri dari tiga komponen di dalamnya, dapat mempengaruhi strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran. Penelitian ini diawali dengan melihat bagaimana kelimpahan modal sosial yang dimiliki dalam rumahtangga dan juga strategi nafkah yang diterapkan saat ini. Tak hanya itu, dalam penelitian

Strategi Nafkah Rumahtangga Keturunan

Transmigran

Awal Saat Ini

Modal Sosial (Putnam 1998) X1 Kepercayaan

X2 Jaringan X3 Norma

m

em

pe

nga

ruhi Strategi nafkah

rumahtangga keturunan transmigran

(Scoones 1998):

Y1 Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian

Y2 Pola Nafkah Ganda


(27)

juga akan dilihat sumber nafkah yang saat ini diandalkan oleh keturunan transmigran. Analisis terhadap strategi nafkah yang dilakukan dengan merujuk pada konsep strategi nafkah Scoones (1998) dan modal sosial Putnam (1998). Hal tersebut dilihat dengan pengaruh dari masing-masing komponen (kepercayaan, jaringan, dan norma) dalam strategi nafkah terlebih dahulu, yang kemudian dilihat secara modal sosial keseluruhan (akumulasi dari ketiga komponen).

Proses transmigrasi yang telah dilakukan sejak 1905 kemudian memberi dampak jangka panjang kepada keturunannya saat ini. Modal sosial dapat dimanfaatkan untuk menambah sumber-sumber nafkah dan memperbaiki perekonomian rumahtangga keturunan transmigran. Modal sosial itu sendiri merupakan bagian yang secara alami terbentuk dalam sumberdaya manusia, dimana sumberdaya manusia merupakan faktor yang dibutuhkan dalam strategi nafkah. Dengan kata lain modal sosial berhubungan tidak langsung dengan strategi nafkah. Peran modal sosial tersebut juga didukung oleh beberapa faktor yaitu masyarakat (people), organisasi (organization), lingkungan (environmental), dan teknologi (technology) yang akan dijelaskan dan menjadi pendukung terjadinya perubahan.

Hipotesis Penelitian

1. Diduga, saat ini strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran di Lampung telah berubah dari strategi nafkah yang dimiliki pada awal perpindahan yang dilihat dari menurunnya jumlah petani di Desa Bagelen 2. Diduga, rumahtangga keturunan transmigran di Lampung memiliki modal

sosial yang berlimpah dengan tingkat kekuatan kepercayaan, jaringan, dan norma yang tinggi

3. Diduga, modal sosial memiliki peran yang kuat atas strategi nafkah rumahtangga keturunan transmigran di Lampung


(28)

(29)

PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan metode eksplanatori. Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antarvariabel melalui pengujian hipotesis (Effendi dan Tukiran 2012). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Provinsi Lampung. Responden dalam penelitian ini merupakan keturunan transmigran generasi ke-3 dan ke-4 yang dipilih dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Data dan informasi dari penelitian ini akan diolah dan dianalisis guna mengetahui pengaruh modal sosial terhadap strategi nafkah keturunan transmigran di Lampung. Informasi penting lainnya terkait lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan serta analisis data yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposif) karena Desa Bagelen merupakan wilayah tujuan program transmigrasi pertama tahun 1905 di Indonesia yang diselenggarakan pada masa kolonial Belanda. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur melalui internet yang terkait dengan lokasi penelitian. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Lampiran 1), mulai bulan Januari hingga bulan Juni 2016. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif agar memperkaya data dan lebih memahami keadaan yang sedang diteliti. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul data (Singarimbun dan Efendi 2008). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap responden terpilih dan informan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui survei yaitu mengenai data pribadi responden, data keadaan ekonomi dan sosial rumahtangga responden, keadaan modal sosial dalam rumahtangga responden, dan strategi nafkah rumahtangga responden. Di sisi lain, data yang diperoleh melalui wawancara mendalam adalah data mengenai sejarah transmigrasi di Desa Bagelen dan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang nampak di desa. Data primer lainnya diperoleh melalui observasi di lapangan dengan melihat secara langsung kondisi rumahtangga keturunan transmigran. Data sekunder, yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor pemerintahan berupa data jumlah penduduk,


(30)

buku, internet, serta jurnal-jurnal penelitian terkait. Data-data tersebut selain dapat diperoleh dari Kantor Desa di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, juga dapat diperoleh dari Museum Nasional Ketransmigrasian yang terletak di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Museum Nasional Ketransmigrasian merupakan museum yang dibangun untuk mengabadikan sejarah transmigrasi ke Lampung tahun 1905, sebagai transmigrasi pertama di Indonesia.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Populasi dalam penelitian ini adalah keturunan transmigran yang menetap di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti strategi nafkah keturunan transmigran di Desa Bagelen. Berdasarkan hasil penjajakan dan wawancara dengan Kepala Desa Bagelen, maka diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Bagelen saat ini adalah keturunan ke-3 dan ke-4 transmigran. Untuk mendapat sampel yang cukup maka penelitian akan difokuskan kepada keturunan ke-3 dan ke-4 transmigran dan dijadikan sebagai kerangka sampling (sampling frame). Dari kerangka tersebut akan diambil secara acak dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) 35 orang sampel sebagai responden pada penelitian ini, dimana syarat minimal untuk analisis kuantitatif adalah 30 orang dengan tambahan 5 orang untuk cadangan jika ada kesalahan sehingga total jumlah responden adalah 35 orang.

Dalam penelitian ini juga terdapat responden terpilih. Responden terpilih dalam penelitian ini adalah keturunan transmigran generasi ke-2 dan ke-5 yang merupakan anggota keluarga responden. Tujuan dari adanya responden terpilih adalah untuk memperkaya informasi dengan tambahan informasi dari generasi ke-2 dan ke-5 agar mempermudah peneliti dalam memahami perubahan di Desa Bagelen. Pemilihan responden terpilih dilakukan secara purposive berdasarkan data yang diperoleh dari survei. Jika tidak terdapat generasi ke-2 dan ke-5 di antara keluarga responden, informasi tentang generasi ke-2 dan ke-5 diperoleh dari rumahtangga bukan responden, dengan status sebagai informan. Informan dalam penelitian ini juga meliputi Perangkat Desa Bagelen, Pengurus/Petinggi Museum Ketransmigrasian di Desa Bagelen, dan warga transmigran lainnya di Desa Bagelen (di luar responden). Informan tersebut dipilih karena pihak-pihak tersebut yang bertanggung jawab secara langsung serta mengetahui keadaan mengenai program transmigrasi dan para transmigran di Desa Bagelen.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan proses tabulasi silang dan tabel frekuensi dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows 20.0. Pemilihan proses pengolahan didasarkan pada tujuan dari penelitian ini, dengan menggunakan tabulasi silang akan diketahui hubungan dan pengaruhnya secara sekaligus antara dua variabel yang diteliti.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Kedua ialah penyajian data dengan


(31)

menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Ketiga ialah verifikasi, yang dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. Sebelum dilakukan penelitian secara langsung di lapangan, akan dilakukan uji coba kuesioner dengan tujuan apakah pertanyaan-pertanyaan di kuesioner dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data, berikut penjelasan bagaimana pengolahan dan analisis data dilakukan:

1.Karakteristik Individu dan Rumahtangga

a. Golongan usia: Merupakan selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Penggolongan usia dalam penelitian ini menggunakan konsep golongan usia milik Havighurst (1972) yang digolongkan menjadi:

- Bayi: usia 0-5 tahun

- Anak-anak awal: usia 6-12 tahun - Remaja: usia 13-18 tahun

- Dewasa Awal atau Dewasa Muda: usia 19-30 tahun

- Dewasa Tengah atau Pertengahan Dewasa: usia 30-60 tahun - Dewasa Tua atau Usia Lanjut: 61 tahun ke atas

Pada penelitian ini, golongan usia dikerucutkan hanya pada tiga golongan usia menurut Havighurst (1972) tersebut. Penggolongan usia dalam penelitian ini digolongkan menjadi golongan Muda, Dewasa, dan Tua. Setiap golongan akan dimasukkan kedalam kelompok sebagai penanda sebagai berikut:

Golongan muda (kelompok 1): usia 19-29 tahun

Golongan dewasa tengah (kelompok 2): usia 30-60 tahun Golongan tua (kelompok 3): 61 tahun ke atas

Penggolongan usia juga dikaitkan dengan pengelompokan responden berdasarkan generasinya. Data yang diperoleh dan sudah dikelompokan berdasarkan generasi dan golongan usia akan diberi tambahan berupa rata-rata usia dan range usia dalam generasi tersebut. data usia yang diperoleh merupakan data ordinal

b. Jenis Kelamin: Merupakan jenis seks responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin digolongkan kedalam dua golongan yaitu laki-laki dan perempuan dengan kode golongan 1 untuk laki-laki-laki-laki dan 2 untuk perempuan. Informasi jenis kelamin tersebut tergolong sebagai data nominal

c. Tingkat Pendidikan: Merupakan jenis pendidikan sekolah tertinggi yang

pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan ini diukur menggunakan penggolongan berdasarkan variasi jenjang pendidikan responden yaitu tidak


(32)

bersekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma 1, Diploma 3, dan Sarjana (S1). Klasifikasi atau penggolongan tingkat pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:

Rendah : jika pendidikan terakhir berada di antara jenjang Tidak Sekolah hingga Sekolah Dasar/sederajat

Sedang : jika pendidikan terakhir berada di antara jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat hingga Diploma 1

Tinggi : jika pendidikan terakhir berada di antara jenjang lebih dari Diploma 1 (Diploma 3 dan Sarjana)

Informasi tingkat pendidikan tersebut tergolong sebagai data ordinal

d. Jumlah Anggota Keluarga: merupakan banyaknya anggota keluarga baik

inti maupun tidak yang hidup dalam satu atap. Ada tiga klasifikasi rumahtangga berdasarkan jumlah anggotanya yang dijelaskan sebagai berikut:

Rumahtangga Kecil: jika anggota rumahtangga berjumlah 1-3 orang Rumahtangga Menengah: jika anggota rumahtangga berjumlah 4-6 orang Rumahtangga Besar: jika anggota rumahtangga lebih dari 7 orang

Informasi jumlah anggota keluarga tersebut tergolong sebagai data ordinal 2. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan diolah dengan menggunakan data pemasukan dan pengeluaran rumahtangga responden. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah data pemasukan karena pemasukan masing-masing rumahtangga sangat beragama karena keberagaman jenis maupun jumlah pekerjaannya yang menjadi sumber pemasukan rumahtangga tersebut, sedangkan secara pengeluaran hampir semua rumahtangga memiliki jumlah pengeluaran yang seragam karena gaya hidup rumahtangga warga desa ini yang hampir serupa. Tingkat pendapatan ini ditentukan berdasarkan rumus yang menggunakan standar deviasi dan juga rata-rata dari penghasilan responden penelitian ini. Standar deviasi ditandai dengn “SD” dan rata-rata ditandai dengan “X” yang dijelaskan sebagai berikut:

Rendah : jika pendapatan responden kurang dari (x-1/2 sd) Sedang : jika pendapatan responden di antara (x-1/2 sd)

hingga (x+1/2 sd)

Tinggi : jika pendapatan responden lebih dari (x+1/2 sd) Data hasil pada tingkat pendapatan tergolong sebagai data ordinal. 3. Tingkat Kekuatan Modal Sosial

Pada tingkat kelimpahan modal sosial, ada tiga komponen yang dilihat yaitu kepercayaan, jaringan, dan norma. Ketiga komponen akan dianalisis menggunakan kuesioner, yang di dalamnya akan diajukan beberapa pertanyaan dan pilihan jawaban berupa “Ya” dan “Tidak”. Untuk jawaban “Ya” akan diberi nilai 2 dan untuk jawaban “Tidak” akan diberi nilai 1. Penilaian dalam modal sosial menggunakan rumus sebagai berikut:


(33)

Keterangan: nmaks merupakan nilai maksimal dalam setiap kuesionernya, sedangkan nmin merupakan nilai minimum dalam setiap kuesionernya. Jumlah kategori merupakan total kategori yang akan ditentukan. Dalam penelitian ini ada tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Untuk kategori rendah akan ditandai dengan angka 1, kategori sedang akan ditandai dengan angka 2, dan kategori tinggi akan ditandai dengan angka 3. Penjelasan kategori “Tinggi”, “Sedang” dan “Rendah” untuk setiap komponen modal sosial adalah sebagai berikut:

A. Kepercayaan:

Tingkat kepercayaan diukur dari intensitas meminta bantuan dan intensitas memberi bantuan yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Dalam meminta bantuan, saran, dan solusi: hal ini dilihat dari intensitas responden dalam meminta bantuan untuk mengatasi masalah, baik berupa uang ataupun jasa, saran, dan solusi. Rasa percaya dinilai tinggi bila responden pernah meminta bantuan baik kepada sesama keturunan transmigran ataupun kepada pendatang di wilayah tersebut. Rasa percaya dinilai rendah bila responden tidak pernah atau tidak mau meminta bantuan baik kepada sesama keturunan transmigran ataupun pendatang

2. Dalam memberi bantuan, saran, dan solusi: hal ini dilihat dari intensitas responden dalam memberi bantuan untuk mengatasi masalah, baik berupa uang ataupun jasa, saran, dan solusi. Rasa percaya dinilai tinggi bila responden pernah memberi bantuan baik kepada sesama keturunan transmigran maupun kepada pendatang di wilayah tersebut. Rasa percaya dinilai rendah bila responden tidak pernah atau tidak mau memberi bantuan baik kepada sesama keturunan transmigran maupun pendatang.

Data tersebut diperoleh dari kuesioner. Dalam kuesioner ada 10 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis kepercayaan responden (4A.1-4A.10). Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner tentang kepercayaan adalah sebesar 20 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 10 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 10 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 10 pertanyaan akan dikali 1). Jawaban setiap responden akan diberi nilai, kemudian digolongkan kedalam kategori yang sudah ditentukan sebagai berikut:

Kepercayaan rendah: total nilai dari kuesioner adalah 10-13 Kepercayaan sedang: total nilai dari kuesioner adalah 14-16 Kepercayaan tinggi: total nilai dari kuesioner adalah 17-20

Data yang diperoleh atas tingkat kepercayaan tergolong dalam data ordinal B. Jaringan:

Tingkat jaringan diukur berdasarkan ukuran jaringan dan kekuatan jaringan yang dijelaskan sebagai berikut:


(34)

1. Berdasarkan ukuran: dilihat dari keikutsertaan jumlah organisasi yang diikuti oleh responden. Jaringan akan semakin luas bila organisasi yang diikuti semakin banyak.

2. Berdasarkan kekuatan: dilihat dari jumlah simpul yang dimiliki oleh responden dan rumah tangganya. Semakin banyak jumlah simpul yang dimiliki, maka semakin kuat jaringan yang dimiliki.

Data tersebut diperoleh dari kuesioner. Dalam kuesioner ada 10 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis jaringan responden. Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner tentang jaringan adalah sebesar 20 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 10 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 10 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 10 pertanyaan akan dikali 1). Jawaban setiap responden akan diberi nilai, kemudian digolongkan kedalam kategori yang sudah ditentukan sebagai berikut:

Jaringan rendah: total nilai dari kuesioner adalah 10-13 Jaringan sedang: total nilai dari kuesioner adalah 14-16 Jaringan tinggi: total nilai dari kuesioner adalah 17-20 Data yang diperoleh atas tingkat jaringan tergolong dalam data ordinal C. Norma:

Pengukuran tingkat ketaatan norma dilakukan secara kualitatif berdasarkan pada hasil atau data yang diperoleh dari jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner. Jawaban tersebut kemudian akan dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat ketaatan terhadap norma. Dalam kuesioner ada 12 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis ketaatan norma responden. Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner tentang ketaatan norma adalah sebesar 24 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 12 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 12 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 12 pertanyaan akan dikali 1). Jawaban setiap responden akan diberi nilai, kemudian digolongkan kedalam kategori yang sudah ditentukan sebagai berikut:

Ketaatan norma rendah : total nilai dari kuesioner adalah 12-15 Ketaatan norma sedang : total nilai dari kuesioner adalah 16-20 Ketaatan norma tinggi : total nilai dari kuesioner adalah 21-24 Data yang diperoleh atas tingkat ketaatan norma tergolong dalam data ordinal D. Kelimpahan Modal Sosial:

Pengukuran kelimpahan modal sosial dilakukan secara kualitatif berdasarkan hasil dari penilaian indikator di masing-masing komponen yang akan diakumulasikan secara kualitatif juga. Hasil-hasil tersebut akan diinterpretasikan dan dianalisis untuk melihat keadaan modal sosial dalam rumahtangga. Selain itu, penilaian kelimpahan modal sosial juga dapat dilakukan dengan melihat hasil akumulasi dari nilai pada kuesioner atas pertanyaan mengenai kepercayaan, jaringan, dan norma. Nilai-nilai yang sudah didapat akan ditambahkan satu sama lain. Dalam kuesioner kekuatan modal sosial ada 32 pertanyaan (10 pertanyaan pada kuesioner kepercayaan, 10 pertanyaan pada kuesioner jaringan, dan 12 pertanyaan pada kuesioner norma). Dalam akumulasi tersebut, skor terendah akan bernilai 32 dan skor


(35)

tertinggi akan bernilai 64. Kategori yang akan digunakan adalah rendah, sedang, dan tinggi dengan skor sebagai berikut:

Rendah : 32-42 Sedang : 43-53 Tinggi : 54-64

Data yang diperoleh atas tingkat kelimpahan modal sosial tergolong dalam data ordinal

4. Strategi Nafkah

Pada strategi nafkah, ada tiga komponen yang akan terlebih dahulu dianalisis yaitu jenis strategi nafkah yang diterapkan saat ini oleh responden. Ada tiga jenis strategi nafkah yaitu Sumber Nafkah Pertanian, Pola Nafkah Ganda, dan Migrasi. Ketiga komponen akan dianalisis menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner akan diajukan beberapa pertanyaan dan pilihan jawaban berupa “Ya” dan “Tidak”. Untuk jawaban “Ya” akan diberi nilai 2 dan untuk jawaban “Tidak” akan diberi nilai 1.

Strategi nafkah yang diterapkan dapat dilihat dari jumlah jenis sumber nafkah dan sektornya ataupun kombinasi keduanya. Berdasarkan sumber nafkah, akan dibagi menjadi nafkah yang berasal dari pekerjaan di dalam desa dan pekerjaan di luar desa. Berdasarkan sektor nafkahnya, akan dibagi menjadi sektor pertanian dan non pertanian. Nafkah tersebut juga akan dilihat dari subyek yang mendapatkan, apakah hanya kepala keluarga yang melakukan pekerjaan untuk mencari nafkah atau ada bantuan oleh anggota keluarga lainnya.

Suatu rumahtangga dinilai menerapkan strategi Sumber Nafkah Pertanian jika penghasilan dalam rumahtangga tersebut didominasi dari sektor pertanian di dalam desa saja. Dengan kata lain, maka rumahtangga tersebut lebih sering melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sebagai bentuk strategi nafkahnya. Suatu rumahtangga dinilai menerapkan strategi Pola Nafkah Ganda jika ada lebih dari satu orang anggota rumahtangga yang melakukan pekerjaan untuk mencari nafkah dengan mengkombinasikan sektor nafkahnya, misalnya ayah bekerja di sektor pertanian dan ibu bekerja di sektor non pertanian. Keadaan lainnya yang menunjukkan Pola Nafkah Ganda adalah ketika kepala keluarga memiliki lebih dari satu pekerjaan. Suatu rumahtangga dinilai menerapkan strategi Migrasi jika ada satu atau lebih anggota keluarga yang melakukan pekerjaan dengan memanfaatkan perpindahan penduduk keluar desa, baik ke desa lainnya ataupun ke kota untuk mencari nafkah.

Data dan informasi tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan jawaban atas kuesioner yang diberikan.

A. Rekayasa Sumberdaya Nafkah Pertanian

Dalam kuesioner ada 10 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis strategi ini. Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner ini adalah sebesar 20 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 10 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 10 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 10 pertanyaan akan dikali 1). Jika skor yang diperoleh responden lebih dari 15 maka rumahtangga tersebut dinilai menerapkan strategi ini.


(36)

B. Pola Nafkah Ganda

Dalam kuesioner ada 6 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis strategi ini. Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner ini adalah sebesar 12 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 6 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 6 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 6 pertanyaan akan dikali 1). Jika skor yang diperoleh responden lebih dari 8 maka rumahtangga tersebut dinilai menerapkan strategi ini.

C. Migrasi

Dalam kuesioner ada 8 pertanyaan yang akan digunakan untuk menganalisis strategi ini. Skor tertinggi yang akan didapat dalam kuesioner ini adalah sebesar 16 (jika semua pertanyaan dijawab “Ya” maka 8 pertanyaan akan dikali 2) dan skor terendah adalah sebesar 8 (jika semua pertanyaan dijawab “Tidak” maka 8 pertanyaan akan dikali 1). Jika skor yang diperoleh responden lebih dari 11 maka rumahtangga tersebut dinilai menerapkan strategi ini.


(37)

GAMBARAN UMUM DESA BAGELEN

Sejarah Transmigran Pertama

Desa Bagelen adalah desa kolonisasi pertama di Indonesia pada masa politik pemerintahan penjajah Belanda. Desa ini didirikan pada tahun 1905. Nama desa ini disesuaikan dengan asal daerah penduduk itu sendiri yaitu dari daerah Bagelen Kedu yang terletak di daerah Purworejo, Jawa Tengah. Latar belakang penduduk suku Jawa asli menjadi alasan mengapa hingga saat ini masih ada beberapa nama jalan ataupun tempat yang sama dengan nama jalan dan tempat di daerah Jawa Tengah. Bahkan nama orang juga masih sangat khas seperti nama orang Jawa pada umumnya.

Berdasarkan monografi Desa Bagelen, tahun 1905 merupakan tahun kedatangannya transmigran pertama dengan jumlah 43 orang yang terdiri dari 40 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang dipimpin oleh Tuan Eteeng dari pihak orang Belanda dan Tuan Sastro Suntiko dari pihak orang Jawa. Rombongan kolonis dari Jawa diangkut menggunakan kapal laut. Setelah sampai di Pelabuhan Panjang, selanjutnya para kolonis itu berjalan kaki sejauh lebih dari 70 km menuju Gedong Tataan, Lampung Selatan (sebelah utara Bandarlampung) selama 3 hari. Kedatangan selanjutnya dilaksanakan pada tahun 1905 hingga 1910. Dalam rentang tahun tersebut, terjadi sebanyak 3 kali kedatangan dengan tambahan jumlah warga yang masuk ke Desa Bagelen. Pada tahun 1906 didatangkan lagi sebanyak 203 orang atau 100 kepala keluarga yang dipimpin oleh Tuan Heers. Kedatangan ketiga terjadi pada tahun 1907 dengan tambahan warga sebanyak 100 orang atau 50 kepala keluarga yang dipimpin oleh Tuan Alweek. Tahun selanjutnya, yaitu tahun 1908 kembali didatangkan sebanyak 500 orang yang dipimpin oleh Tuan Baang.

Pada tahun 1910, pemerintah Belanda memberikan kuasa atas tanah kepada warga Desa Bagelen seluas 537 bau atau setara dengan 424,6 hektar untuk dimiliki secara pribadi. Tiap-tiap kepala keluarga mendapat hak milik dan hak usaha atas tanah seluas 1 bau dengan rincian bahwa ¼ bau untuk pekarangan dan ¾ bau untuk tanah persawahan atau perladangan. Sesuai dengan kebijakan pada 6 Juni 1987, wilayah Desa Bagelen mengalami pemekaran dan dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah desa, yaitu Desa Bagelen, Desa Kutoarjo, dan Desa Karang Anyar.

Pada periode tahun 1950-1969 perpindahan penduduk ke Lampung mencapai 53.263 keluarga atau sebanyak 221.035 jiwa. Memasuki era Pembangunan Lima Tahun (Pelita), Lampung mendapat lagi tambahan penduduk sebanyak 22.362 Kepala Keluarga asal Jawa, Madura, dan Bali. Jumlah penduduk terus bertambah. Pada tahun 1905 penduduk Lampung berjumlah kurang dari 150 ribu dan didominasi suku asli Lampung, sedangkan kini orang Jawa di Lampung sudah mencapai sekitar 60 persen dari total penduduk Lampung atau sebanyak 7 juta jiwa.

Sama seperti para kolonis yang dibawa Belanda ke Lampung, para transmigran asal Jawa yang ditempatkan di Lampung pun mendapatkan aneka perbekalan dari pemerintah setelah kekuasaan diserahkan kepada warga dan pemerintah Indonesia. Selain bahan makanan seperti beras, jagung, minyak, mereka juga mendapatkan rumah-rumah bedeng beratap seng atau asbes dan perabot rumahtangga seperti cangkul, sabit, sekop, piring, mangkuk, meja, dan kursi.


(38)

Program yang merupakan bagian dari politik balas budi Belanda itu, sebenarnya diarahkan untuk mendukung upaya Belanda mengelola tanah perkebunan di Lampung. Bukan hanya orang-orang Bagelen yang dipindahkan ke Lampung, tetapi juga orang-orang dari berbagai daerah lain di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali. Para transmigran awal itu ditempatkan di kawasan Gedong Tataan (sekarang masuk Kabupaten Pesawaran), Wonosobo (sekarang masuk Kabupaten Tanggamus), Metro, Lampung Tengah, Batanghari (Lampung Timur) dan Kabupaten Tulangbawang.

(Sumber: Dokumentasi dan Arsip Desa Bagelen dan Museum Nasional Ketransmigrasian)

Gambar 2 Para tetua generasi pertama pada perpindahan transmigran ke Desa Bagelen (Sumber: Arsip dan Monografi Desa Bagelen tahun 2015)

Kondisi Geografis dan Kondisi Alam

Desa Bagelen merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Desa Bagelen terdiri dari lima dusun yang letaknya saling berdekatan, yaitu Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3, Dusun 4, dan Dusun 5. Desa Bagelen merupakan desa pertama yang menjadi wilayah tujuan program transmigrasi di Indonesia. Secara geografis, Desa Bagelen berbatasan langsung dengan Desa Karang Anyar di sebelah utara, Desa Sukaraja di sebelah selatan, Desa Kutoarjo di sebelah barat, dan Desa Kebagusan di sebelah timur. Desa ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Way Semak dan Sungai Way Ngison. Dari segi jarak tempuh, desa ini berjarak 90 kilometer dari ibu kota Kabupaten Lampung Selatan dan 1 kilometer dari ibu kota Kecamatan Gedong Tataan.


(39)

Suhu udara di desa ini berada pada kisaran 32-35 C dengan curah hujan sekitar 2000-3000 mm/tahun (Profil Desa Bagelen 2015). Desa ini berada pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Akses menuju desa ini juga sudah baik walaupun belum beraspal. Luas Desa Bagelen sendiri mencapai 415,25 hektar yang terdiri atas 51,25 hektar pemukiman, 308 hektar sawah, 30 hektar tegal/peladangan, 2 hektar pemakaman, 1 hektar lapangan, 6 kilometer jalan desa, 3 hektar kolam ikan, dan 14 hektar sungai. Desa ini didominasi dengan pemukiman, sawah, dan ladang. Beberapa lahan bahkan masih kosong dan dipenuhi dengan tanaman liar. Tata letak rumah tinggal warga pun menyebar dan tak tersusun rapih. Berdasarkan sejarahnya pada awal kedatangan transmigran pertama, mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi berhak menentukan luas lahan yang akan menjadi miliknya dan letak posisinya secara bebas.

Secara kondisi alam, tidak banyak lagi sawah di temukan di desa ini. Beberapa lahan berdasarkan keadaannya saat ini termasuk kedalam kategori gersang dan akhirnya di gunakan sebagai lahan tempat tinggal atau lahan bercocok tanam untuk jenis tanaman yang tidak memerlukan banyak air seperti tanaman coklat.

Penduduk dan Mata Pencaharian

Sebanyak 97% dari jumlah penduduk di Desa Bagelen adalah keturunan transmigran pertama yang pindah pada tahun 1905 dan merupakan orang Jawa asli, sedangkan 3% lainnya merupakan warga pendatang yang terdiri dari berbagai suku seperti suku Batak, suku Lampung, suku Padang dan lainnya. Para pendatang yang pindah ke wilayah Desa Bagelen dikarenakan adanya ikatan perkawinan dengan warga setempat atau adanya alasan pekerjaan. Ikatan pernikahan pada umumnya terjadi antar sesama keturunan transmigran atau dengan warga lain yang memiliki suku yang sama. Namun biasanya warga yang memiliki kegiatan mobilisasi keluar desa dengan intensitas tinggi berpeluang lebih untuk berinteraksi dengan warga luar desa yang memiliki suku yang berbeda. Sebagian dari mereka pun akhirnya memutuskan untuk menikah dengan warga luar desa, kemudian memilih untuk tinggal di dalam ataupun di luar desa.

Di awal masa kolonisasi, hanya 43 orang yang dipindahkan oleh Belanda menuju Bagelen, namun kini jumlah penduduk Desa Bagelen per tahun 2004 sebanyak 6.880 jiwa dengan 1889 KK (Kepala Keluarga). Total penduduk terdiri dari 3.606 laki-laki dan 3.274 perempuan. Berdasarkan data penduduk dan wilayah tersebut, jumlah kepadatan penduduk Desa Bagelen per hektar adalah sebesar 16,5 jiwa/ha.

Dari jumlah penduduk tersebut, 6793 orang memeluk agama Islam, 49 orang memeluk agama Kristen, dan 38 orang memeluk agama Katholik. Seluruh penduduk merupakan Warga Negara Indonesia. Namun pada tahun 2009 jumlah Kepala Keluarga di desa menjadi sebanyak 1856 KK dengan komposisi sebanyak 3.789 berjenis kelamin laki-laki dan 3.530 berjenis kelamin perempuan. Dengan kata lain, dalam kurun waktu 5 tahun jumlah kepala keluarga mengalami penurunan sebanyak 33KK, namun jumlah laki-laki bertambah sebanyak 183 jiwa dan perempuan sebanyak 256 jiwa. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di wilayah Desa Bagelen tergolong cepat. Jumlah tersebut terus bertambah seiiring bertambahnya tahun. Perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki-laki per tahun 2009 dapat dilihat dalam grafik berikut:


(40)

Gambar 3 Grafik perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Bagelen tahun 2009 (Sumber: Data yang diolah)

Jumlah penduduk tersebut juga dapat digolongkan berdasarkan usia. Perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2004 dan 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut golongan usia dan jenis kelamin (Desa Bagelen tahun 2004 dan 2009)

No Usia (tahun)

Laki-Laki Perempuan Jumlah

2004 2009 2004 2009 2004 2009

1 0-25 1840

(51%) 1923 (50,7%) 1799 (55%) 1895 (53,6%) 3639 (52,8%) 3818 (52%) 2 26-50 1257

(34,8%) 1297 (34,2%) 1150 (35,1%) 1235 (23%) 2554 (37%) 2532 (34,5%) 3 >50 509

(14,2%) 569 (15,1%) 325 (9,9%) 400 (23,4%) 834 (10,2%) 969 (13,5%) Jumlah penduduk

3606 3789 3274 3530 6880 7319

Sumber: Data monografi Desa Bagelen tahun 2004 dan 2009

Berdasarkan data pada tabel 3, diketahui pada tahun 2009 jumlah penduduk di Desa Bagelen adalah sebanyak 7319 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam waktu 5 tahun, penduduk di Desa Bagelen bertambah sebanyak 439 jiwa atau terjadi pertambahan penduduk sebesar 6,4% dari jumlah penduduk pada tahun 2004. Pada data tersebut, didapat informasi bahwa penambahan jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penambahan jumlah penduduk laki-laki. Pertambahan jumlah penduduk bukan hanya terjadi akibat kelahiran tetapi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang masuk ke dalam desa. Begitu juga dengan pengurangan penduduk bukan hanya terjadi akibat kematian tetapi juga karena jumlah penduduk yang keluar desa. Fenomena di

Laki-Laki 52% Perempuan

48%


(41)

lapangan yang terjadi, banyak warga laki-laki Desa Bagelen yang menikah dengan warga dari luar desa dan kemudian memilih untuk tinggal di Desa Bagelen. Hal ini menjadi salah satu faktor pengaruh jumlah penduduk wanita bertambah lebih pesat dari jumlah penduduk laki-laki. Di sisi lain, penduduk laki-laki lebih banyak yang melakukan mobilisasi ke luar desa. Perpindahan tersebut biasanya dilakukan dengan tujuan mencari pekerjaan di luar desa. Beberapa ada yang melakukan komutasi, namun beberapa juga ada yang melakukan migrasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses mobilisasi untuk keluar-masuk desa sudah mudah dan memadai penduduk untuk melakukannya secara mandiri.

Pada tabel 3 juga diketahui bahwa sebanyak 2532 orang atau sebanyak 34,5% penduduk Desa Bagelen masuk dalam kelompok tenaga kerja dan usia produktif yang berada pada rentang usia 26-50 tahun. Jumlah penduduk desa ini yang masih termasuk dalam kelompok muda dan pelajar yaitu usia 0-25 tahun, adalah sebanyak 3818 orang dan dalam kelompok lansia yang berusia lebih dari 50 tahun terdapat sebanyak 969 orang, sehingga diketahui bahwa per tahun 2009 di Desa Bagelen lebih banyak penduduknya yang termasuk dalam golongan muda hingga dewasa.

Bila didasarkan pada mata pencahariannya, penduduk Desa Bagelen mayoritas bekerja sebagai wirausaha. Wirausaha yang dilakukan di desa ini lebih mengarah kepada usaha-usaha mandiri atau pekerjaan serabutan yang dilakukan oleh penduduknya. Jumlah terbanyak kedua setelah wirausaha adalah petani. Petani yang dimaksudkan disini selain petani pemiliki, juga merupakan petani penggarap dan petani buruh. Selebihnya merupakan karyawan, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pensiunan, dan tukang seperti yang tercantum pada tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Bagelen tahun 2009 berdasarkan mata pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

(%)

1 Petani 467 6,4

2 Buruh Tani 352 4,8

3 Karyawan 70 0,9

4 PNS 160 2,1

5 Tukang 250 3,4

6 ABRI 160 2,1

7 Pensiunan 275 3,7

8 Wiraswasta (usaha mandiri/serabutan)

2034 27,7

Sumber: Monografi Desa Bagelen 2009

Sekalipun jumlah pekerjaan petani memiliki jumlah yang cukup banyak, namun banyak yang tidak memiliki lahan untuk bertani sehingga tidak jarang bertani dijadikan pekerjaan sampingan bagi beberapa penduduk di desa ini. Hal ini dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menggantungkan hidupnya pada satu pekerjaan saja, melainkan memiliki pekerjaan sampingan. Ada pula kepala rumahtangga yang mengizinkan anggota rumahtangganya untuk mencari


(1)

Lampiran 4 Peta Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

Pesawaran, Provinsi Lampung


(2)

Lampiran 5 Daftar Nama dan Usia Responden

No

Nama

Usia (tahun)

1 Heru

45

2 Sugoto

64

3 Agus Wanto

42

4 Suhardi

57

5 Tri Wahyuni

25

6 Wagiso

77

7 Parmono

65

8 Tugiman Adi

71

9 Lesmono

28

10 Teguh

47

11 Totok Pujiono

40

12 Suhendriyanto

36

13 Suparyanto

51

14 Legio Handoko

54

15 M. Idris

71

16 Kuswaji

74

17 Supriyanto

55

18 Edi Wawono

79

19 Legiman Adi

63

20 Singgih Warisno

45

21 RS Asmono

73

22 Sutiyono DS

74

23 Sujono

54

24 Anggun Setiyo

34

25 Suyetno

36

26 Hi. Asgari Amir

63

27 Suhadi

67

28 Marlan

69

29 Parwito

46

30 Bambang W. Fariji

55

31 Eko Priyokataro

54

32 H. Tarwiyah

68

33 Suyono

65

34 Hariyoyo

59


(3)

Lampiran 6 Gambar Proses Penelitian di Lampung

Sawah yang masih terdapat di Desa Bagelen Proses survei

Proses Wawancara Kelompok Tani di Desa Bagelen


(4)

Salah satu rumah keturunan transmigran Desa Bagelen


(5)

Lampiran 7 Hasil Uji Tabulasi Silang Menggunakan

SPSS Statistic 20

Tingakatan Modal S osial - Kepercayaan * Tingkat S trategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda Crosstabulation

Tingkat Strategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda Total

Rendah Sedang Tinggi

Tingkatan M odal Sosial - Kepercayaan

Count 2 0 1 3

% within Tingakatan M odal Sosial -

Kepercayaan

66,7% 0,0% 33,3% 100,0%

Count 3 7 6 16

% within Tingakatan M odal Sosial -

Kepercayaan

18,8% 43,8% 37,5% 100,0%

Count 2 6 8 16

% within Tingakatan M odal Sosial -

Kepercayaan

12,5% 37,5% 50,0% 100,0%

Total

Count 7 13 15 35

% within Tingakatan M odal Sosial - Kepercayaan

20,0% 37,1% 42,9% 100,0%

Tingakatan Modal S osial - Jaringan * Tingkat S trategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda Crosstabulation Tingkat Strategi Nafkah - Pola Nafkah

Ganda

Total

Rendah Sedang Tinggi

Tingkatan M odal Sosial - Jaringan

Count 1 0 1 2

% within Tingakatan M odal Sosial - Jaringan

50,0% 0,0% 50,0% 100,0%

Count 2 4 4 10

% within Tingakatan M odal Sosial - Jaringan

20,0% 40,0% 40,0% 100,0%

Count 4 9 10 23

% within Tingakatan M odal Sosial - Jaringan

17,4% 39,1% 43,5% 100,0%

Total

Count 7 13 15 35

% within Tingakatan M odal Sosial - Jaringan

20,0% 37,1% 42,9% 100,0%


(6)

Tingkat Strategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda

Total

Rendah Sedang Tinggi

Tingkatan M odal Sosial - Norma

Count 2 4 4 10

% within Tingakatan M odal Sosial - Norma

20,0% 40,0% 40,0% 100,0%

Count 2 4 1 7

% within Tingakatan M odal Sosial - Norma

28,6% 57,1% 14,3% 100,0%

Count 3 5 10 18

% within Tingakatan M odal Sosial - Norma

16,7% 27,8% 55,6% 100,0%

Total

Count 7 13 15 35

% within Tingakatan M odal Sosial - Norma

20,0% 37,1% 42,9% 100,0%

Tingkat Kekuatan Modal S osial * Tingkat S trategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda Crosstabulation

Tingkat Strategi Nafkah - Pola Nafkah Ganda

Total

Rendah Sedang Tinggi

Tingkat Kekuatan M odal Sosial

Count 2 2 3 7

% within Tingkat Kekuatan M odal Sosial

28,6% 28,6% 42,9% 100,0%

Count 5 11 12 28

% within Tingkat Kekuatan M odal Sosial

17,9% 39,3% 42,9% 100,0%

Total

Count 7 13 15 35

% within Tingkat Kekuatan M odal Sosial