Perubahan Lanskap Ekologi, Kerentanan, Dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani Di Sekitar Hutan Di Kalimantan Timur

PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI, KERENTANAN,
DAN RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI
DI SEKITAR HUTAN DI KALIMANTAN TIMUR

RIZKA AMALIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Perubahan Lanskap
Ekologi, Kerentanan, dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Sekitar Hutan
di Kalimantan Timur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Rizka Amalia
P052130301

RINGKASAN
RIZKA AMALIA. Perubahan Lanskap Ekologi, Kerentanan, dan Resiliensi
Nafkah Rumahtangga Petani di Sekitar Hutan di Kalimantan Timur. Dibimbing
oleh ARYA HADI DHARMAWAN dan EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mengarah pada
pemanfaatan lahan-lahan di Pulau Kalimantan. Menurut data dari Dinas
Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2014), pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur telah mengeluarkan ijin lokasi pada 338 Perkebunan Besar Swasta (PBS),
38 PBS diantaranya diberikan ijin seluas 283.954,80 Ha di Kabupaten Berau.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit dilaksanakan di kawasan Budidaya Non
Kehutanan(KBNK), namun ada kawasan KBNK yang statusnya ditetapkan dari
pengubahan kawasan hutan primer dan sekunder. Diubahnya kawasan hutan
menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit menjadikan perubahan lanskap ekologi
kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Di sisi lain, terdapat masyarakat
asli dan lokal yang tinggal di sekitar hutan di Kabupaten Berau. Pada dasarnya

rumahtangga petani di sekitar hutan sangat tergantung pada lahan dan hutan,
namun dengan adanya perkebunan kelapa sawit diduga memicu risiko guncangan
pada sistem penghidupan (livelihood system) rumahtangga petani. Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana tingkat kerentanan dan
resiliensi nafkah rumahtangga petani di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
akibat adanya ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi
di Desa Merapun, menganalisis dampak perubahan lanskap ekologi terhadap
perubahan struktur livelihood rumahtangga petani di Desa Merapun,
mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi yang berdampak pada kerentanan
nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun dan mengidentifikasi perubahan
lanskap ekologi yang berdampak pada resiliensi nafkah rumahtangga petani di
Desa Merapun. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan mix method yaitu
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dimana pendekatan kuantitatif
menggunakan kuesioner dengan pemilihan responden melalui teknik sampel
random sederhana (simple random sampling). Sementara, pendekatan kualitatif
menggunakan slip dan indepth interview. Data-data dari survey tersebut kemudian
dianalisis dengan metode regresi berganda, livelihood vulnerability index, loss of
earning dan analisis deskriptif kualitatif.
Wilayah Desa Merapun pada awalnya dikelilingi oleh kawasan hutan yang

kemudian mengalami perubahan lanskap ekologi bermula dengan adanya Hak
Pengusahaan Hutan yang mulai beroperasi di Desa Merapun pada tahun 19772000. Kemudian, pada tahun 2005 perkebunan kelapa sawit mulai beroperasi di
Desa Merapun. Terjadi ekspansi perkebunan kelapa sawit di Desa Merapun yang
terbukti bertambahnya jumlah perkebunan besar swasta yang beroperasi di Desa
Merapun. Perubahan lanskap ekologi yang terjadi di Desa Merapun sampai tahun
2013 yaitu 27,6%. Jika semua ijin lokasi yang didapatkan oleh keempat
perkebunan swasta besar direalisasikan maka perubahan lanskap ekologi yang
terjadi di Desa Merapun yaitu 51,9% dari total luas wilayah Desa Merapun.

Perubahan lanskap ekologi dari kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa
sawit mengakibatkan perubahan struktur nafkah pada semua lapisan rumahtangga
petani yaitu rata-rata pendapatan per tahun rumahtangga petani di Desa Merapun
didominasi oleh pendapatan sektor non pertanian yang bertumpu pada perkebunan
kelapa sawit. Dominasi pendapatan yang berasal dari sektor non pertanian
menjadikan semua lapisan rumahtangga petani semakin mengalami kerentanan
nafkah. Kerentanan nafkah paling tinggi yaitu pada rumahtangga petani lapisan
atas karena terjadi homogenitas pendapatan rumahtangga petani. Hal tersebut juga
dibuktikan nilai LVI pada rumahtangga petani lapisan atas jauh lebih tinggi yaitu
0,72 dibanding dengan nilai LVI rumahtangga petani lapisan menengah dan
bawah.

Perkebunan kelapa sawit yang meluas menimbulkan shock bagi
rumahtangga petani. Shock tersebut mampu dihadapi dengan cara memanfaatkan
lima modal nafkah (modal alam, SDM, sosial, fisik dan finansial). Rumahtangga
di Desa Merapun berusaha mengurangi kerentanan dengan meningkatkan
resiliensi rumahtangga dengan melakukan strategi-strategi adaptasi dan
diversifikasi pendapatan. Strategi-strategi adaptasi dilakukan oleh semua lapisan
rumahtangga petani dengan memanfaatkan lima modal nafkah yang mereka miliki.
Sementara itu, diversifikasi nafkah mampu dilakukan oleh rumahtangga petani
lapisan bawah. Sehingga dapat dikatakan rumahtangga petani lapisan bawah
mempunyai tingkat resiliensi nafkah paling tinggi dibanding rumahtangga petani
lapisan menengah dan atas. Dimana semakin tinggi tingkat kepercayaan pada
jaringan, tingkat modal finansial, tingkat modal sumberdaya manusia, luas lahan
petani yang ditanami kelapa sawit dan jenis kelamin kepala rumahtangga petani
adalah laki-laki maka dapat meningkatkan resiliensi nafkah rumahtangga petani.
Sementara itu, semakin tinggi tingkat modal alam dan rata-rata pendapatan
rumahtangga maka semakin menurunkan tingkat resiliensi nafkah rumahtangga
petani.
Kata kunci: kerentanan nafkah, resiliensi nafkah, perubahan lanskap ekologi.

SUMMARY

RIZKA AMALIA. Landscape Ecological Change, Livelihoods Vulnerability and
Livelihoods Resilience of Farmers Household Around Forest in East Kalimantan.
Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN and EKA INTAN KUMALA
PUTRI.
Oil palm plantations expansion in Indonesia exploit to Borneo island.
According the data of the Department of Plantation East Kalimantan Province
(2014), East Kalimantan government has issued licenses 338 locations for Large
Private Plantation. Oil palm plantations expansion carried out in Non Forestry
Region (KBNK), but KBNK region is determined from conversion of primary and
secondary forests. Conversion of forest to be oil palm plantation area make
changes in forests ecological landscape into oil palm plantations. On the other
hand, there are local communities who live around forest in the Berau district.
Basically farmers households around forest is extremely dependent on forest, but
oil palm plantations trigger a risk and shocks to farmers household livelihood
system. So, this research want to see how far the level of vulnerability and
resilience livelihood of farmer households in Berau, East Kalimantan due to
expansion of oil palm plantations.
The purpose of this study is to identify landscape ecological change in the
village Merapun, to analyz landscape ecological change impact on livelihood
structure of farmer households in the Merapun village, to identify landscape

ecological change impact on livelihood vulnerability of farmers household in the
Merapun village and identify landscape ecological change impact on livelihood
resilience of farmer households in the Merapun village. This research using a mix
approach, quantitative and qualitative. Quantitative approach using questionnaire
with respondent selection through random sampling techniques. Qualitative
approach using slip and indepth interview. The data analyzed by multiple
regression method, livelihood vulnerability index, loss of earnings and qualitative
descriptive analysis.
Merapun Village was originally enclosed by forest area then that to be
change with forest concession in 1977-2000. Afterward, in 2005, oil palm
plantations began operating in the village Merapun. Expansion of oil palm
plantations in the village of Merapun which proved increasing number of private
plantation in Merapun village. Landscape ecological change occurred in Merapun
village until 2013 that is 27,6%. If all location permits obtained by the four large
private plantation realized the landscape ecological changes that occurred in the
village of Merapun is 51,9% of the total Merapun village area.
Landscape ecological changes of forests into oil palm plantations result in
changes in livelihood structure of all level farmer households that dominate non
farm income which is based on oil palm plantations. Dominance non farm
income make all levels farmers household to be more vulnerable. The more

vulnerable is up level of farmers households due to the homogeneity income. It
also proved the value of Livelihood Vulnerability Index (LVI) of up level farmers
household is 0,72 compared with the value of LVI farmer household in middle
and lower levels.

Expansion of oil palm plantations impact on widespread shock for farmers
households. Shock is able faced by utilizing five living capital (natural capital,
human, social, physical and financial). Farmers household in Merapun trying
reduce vulnerability by increasing resilience of livelihood farmers households
undertake adaptation strategies and diversify income. Adaptation strategies by all
level farmers household by utilizing the five capital that they have. Meanwhile,
income diversification can be done by the farmer households bottom layer. So it
can be said bottom level of farmers household have the highest levels of resiliency
than household income of upper and middle level. Where the higher level of
confidence in the network, the level of financial capital, the level of human capital,
land area planted with oil palm and sex of the household head is male farmers, it
can improve the livelihood resilience of farmer household. Meanwhile, the higher
level of natural capital and the average household income, so decrease livelihood
resilience.
Keywords: livelihood vulnerability, livelihood resilience, landscape ecological

changes

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI, KERENTANAN,
DAN RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI
DI SEKITAR HUTAN DI KALIMANTAN TIMUR

RIZKA AMALIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Titik Sumarti

Judul tesis

Nama
NIM

: Perubahan Lanskap Ekologi, Kerentanan, dan Resiliensi
Nafkah Rumahtangga Petani di Sekitar Hutan di
Kalimantan Timur
: Rizka Amalia

: P052130301

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc Agr
Ketua

Dr Eka Intan Kumala Putri, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:
21 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Januari 2015 ini ialah “Perubahan
Lanskap Ekologi, Kerentanan, dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di
Sekitar Hutan di Kalimantan Timur”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Nur Cholis,
Alm dan Ibunda Junaidah serta suami tercinta Mas Muhammad Muhib Febria
yang memberikan dukungan dan kasih sayang pada penulis; Bapak Dr Arya Hadi
Dharmawan, MSc dan Ibu Dr Eka Intan Kumala Putri, MSi selaku komisi
pembimbing; Ibu Dr Titik Sumarti selaku penguji serta Mbak Dyah Ita
Mardianingsih, MSi dan Faris Rahmadian yang telah banyak mencurahkan waktu
untuk berdiskusi dan memberi saran. Penghargaan juga penulis berikan kepada
DIKTI yang telah memberikan beasiswa selama empat semester kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Rizka Amalia

DAFTAR ISI
Ringkasan
Lembar pengesahan
Prakata
Daftar isi
Daftar tabel
Daftar gambar
Daftar box
Daftar lampiran

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Lanskap Ekologi

iii
x
xi
xii
xiv
xiv
xvi
xvi
1
1
2
4
4
4
8
8

Perubahan Lanskap Ekologi di Kalimantan

9

PengertianNafkah
Kerentanan (Vulnerability) Nafkah
Resiliensi Nafkah

10
12
13

Sistem Pertanian Fallow System dan Ladang Berpindah
Sistem Pertanian Kelapa Sawit

14
15

3 PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
4 METODE PENELITIAN
Pendekatan Pnelitian
Jenis Penelitian

Pemilihan Lokasi Penelitian
Pemilihan Responden dan Informan
Jenis Data, Metode Pengumpulan Data, Teknik pengolahan data dan Metode
Analisis Data
Waktu Penelitian
5 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Gambaran umum Desa Merapun, Kecamatan Kelay

16
21
21
21

21
22
23
30
31
31

Gambaran umum komunitas petani di Desa Merapun

32

Gambaran Responden

33

Ikhtisar

37

6 PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI DI DESA MERAPUN
Tinjauan Terhadap Perubahan Ekologi Kawasan

38
38

Perubahan struktur agraria dan penguasaan lahan
Ikhtisar
7 DAMPAK PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI TERHADAP KERENTANAN
NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI
Perubahan Lanskap Ekologi dan Kerentanan Sosio-Ekonomi Rumahtangga Petani

46
47
50

Analisis Perhitungan Livelihood VulnerabilityIndex di Desa Merapun
Ikhtisar

50

56
66

8 DAMPAK PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI TERHADAP STRUKTUR
LIVELIHOOD RUMAHTANGGA PETANI
Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani di Desa Merapun
Perubahan Penghasilan Rumahtangga Petani Akibat Perubahan Lanskap Ekologi
Transformasi Sistem Nafkah Akibat Perkebunan Kelapa Sawit
Ikhtisar

68
68
72
73
75

9 DAMPAK PERUBAHAN LANSKAP EKOLOGI TERHADAP TINGKAT
RESILIENSI RUMAHTANGGA PETANI
Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Desa Merapun
Analisis Faktor-Faktor Kelentingan (Resilience) Rumahtangga Petani

77

Ikhtisar
10 KONSEPTUALISASI GAGASAN
Perubahan sistem nafkah
Lingkaran Setan Antara Perubahan Lanskap Ekologi, Kerentanan Nafkah dan
penyempitan penguasaan lahan rumahtangga petani

88
90
90
94

11 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

97
97
98
100

77
86

DAFTAR TABEL
Tabel 1 .
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.

Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Tabel 16.

Ringkasan penelitian terdahulu yang relevan dengan topik
penelitian
Tujuan penelitian, jenis data, metode pengumpulan data, dan
metode analisis
Definisi operasional indikator-indikator penelitian
Definisi operasional faktor-faktor resiliensi

16

Luas perkebunan kelapa sawit di DesaMerapun berdasarkan perusahaan,
2014
Perbedaan bundle of rights rumahtangga petani di Desa Merapun,
sebelum dan setelah hadirmya perkebunan kelapa sawit, 2014

38

Rata-rata waktu yang dihabiskan oleh rumahtangga petani untuk
mengambil hewan, sayur, kayu, obat dan buah di hutan (jam per
minggu)
Rata-rata waktu yang dihabiskan oleh rumahtangga petani untuk
mengambil madu (hari per tahun)
Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani di Desa
Merapun, 2014

51

Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani lapisan atas di Desa
Merapun, 2014
Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani lapisan menengahdi
Desa Merapun, 2014
Livelihood Vulnerability Index rumahtangga petani lapisan bawahdi Desa
Merapun, 2014
Rata-rata penghasilan, biaya produksi, pendapatan, pengeluaran dan
saving rumahtangga petani berdasarkan lapisan rumahtangga petani di
Desa Merapun, 2014
Rata-rata pendapatan per kapita per hari berdasarkan lapisan
rumahtangga petani di Desa Merapun, 2014

60

Loss of Earning(LoE) penghasilan pertanian, perikanan dan hasil
hutan rumahtangga petani di Desa Merapun, 2014
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Rumahtangga terkait
perubahan lanskap ekologi di Merapun, 2014

73

24
25
28
51

52
57

62
64

71
72

86

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.

Kerangka konseptual penelitian
Kerangka pemikiran penelitian
Luas perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di Indonesia
tahun 1968-2014
Luas perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di Kalimantan
Timur tahun 2008-2014
Lokasi Penelitian
Kurva normal pelapisan ekonomi rumah tangga petani
Presentase jenis kelamin kepala rumahtangga respondendi Desa Merapun,
2014
Presentase tingkat pendidikan kepala rumahtangga responden di Desa
Merapun, 2014

5
6
9
10

22
25
34
34

Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
Gambar 33.
Gambar 34.

Presentase jenis suku kepala rumahtangga responden di Desa Merapun,
2014
Presentase pekerjaan utama kepala rumahtangga responden di Desa
Merapun, 2014
Presentase pekerjaan sampingam kepala rumahtangga responden di Desa
Merapun, 2014
Presentase rumahtangga responden yang menanam tanaman kelapa sawit
di Desa Merapun, 2014
Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Berau pada tahun 2008-2014
dan rencana sasaran perluasannya sampai tahun 2018
Perbedaan lanskap ekologi di perbatasan Desa Merabu dam Desa
Merapun, 2014
Rata-rata luas penguasaan lahan (Ha) rumahtangga petani di Desa
Merapun, 2014
Dampak akibat perubahan lanskap ekologi di Desa Merapun
Jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh rumahtangga petani sebelum
adanya perkebunan kelapa sawit di Merapun, 2014
Jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh rumahtangga petani setelahadanya
perkebunan kelapa sawit di Merapun, 2014
Pohon Manggris tempat lebah madu bersarang dan hutan perbatasan Desa
Merabu dan Desa Merapun, 2014
Struktur pendapatan rumahtangga petani menurut sumber nafkah dan
lapisan rumahtangga petani, dihitung dalam angka mutlak, Desa Merapun
2014
Struktur pendapatan rumahtangga petani menurut sektor dan lapisan
rumahtangga petani, dihitung dalam prosentase, di Desa Merapun, 2014
Struktur pengeluaran rumahtangga petani menurut lapisan rumahtangga
petani, dihitung dalam angka mutlak di Desa Merapun, 2014
Struktur pengeluaran rumahtangga petani menurut lapisan rumahtangga
petani, dihitung dalam prosentase di Desa Merapun, 2014
Lima modal nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun, 2014
Lima modal nafkah rumahtangga petani berdasarkan lapisan rumahtangga
di Merapun, 2014
Aktivitas masyarakat mengumpulkan anjing (a) dan mengajak anjing (b)
untuk berburu di hutan dengan menggunakan motor, 2014
Strategi adaptasi ekonomi rumahtangga petani lapisan atas di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi ekonomi rumahtangga petani lapisan menengah di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi ekonomi rumahtangga petani lapisan bawah di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi ekologi rumahtangga petani lapisan atas di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi ekologi rumahtangga petani lapisan menengah di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi ekologi rumahtangga petani lapisan bawah di Desa
Merapun, 2014
Strategi adaptasi sosial rumahtangga petani lapisan atas di Desa Merapun,
2014
Strategi adaptasi sosial rumahtangga petani lapisan menengah di Desa
Merapun, 2014

35
35
36
36

38
39
47
48
53
54
59
68
70
70
71
77
78
78
80
81
82
83
83
83
84
84

Gambar 35.
Gambar 36.
Gambar 37.
Gambar 38.

Strategi adaptasi sosial rumahtangga petani lapisan bawah di Desa
Merapun, 2014
Persepsi tingkat kebertahanan strategi ekonomi, ekologi dan sosial
menurut rumahtangga petani lapisan atas (a) menengah (b) dan bawah (c)
di Desa Merapun, 2014
Konseptualisasi gagasan perubahan sistem nafkah
Konseptualisasi gagasan lingkaran setan antara perubahan lanskap
ekologi, kerentanan nafkah dan penciptaan penyempitan lahan di Desa
Merapun, 2014

85
85
92
95

DAFTAR BOX
Box 1 .
Box 2.
Box 3.
Box 4.
Box 5.
Box 6.
Box 7.
Box 8.

Perubahan lanskap ekologi di Desa Merapun
Dampak positif adanya perkebunan kelapa sawit
Dampak perubahan lanskap ekologi terhadap relung kehidupan
Dampak perubahan lanskap ekologi terhadap lingkungan
Dampak perubahan lanskap ekologi terhadap sosial
Penurunan alokasi waktu untuk pergi ke hutan
Strategi Ekonomi Rumahtangga Petani Lapisan Atas
Strategi Ekonomi Rumahtangga Petani Lapisan Menengah

40
42
43
44
45
52
80
81

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 .
Lampiran 2.

Dokumentasi Penelitian di Lapang
Hasil regresi data

104
105

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun
1911 oleh warga negara Belgia yaitu Adrien Hallet dan K Schadt dengan cara
menanamnya secara komersial di Sumatera Utara (Dewanto, 2013). Kemudian
pada tahun 1980 terjadi perkembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia, sehingga pada tahun 2007 negara Indonesia tercatat sebagai penghasil
dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia (Malau, 2014). Semakin
tingginya potensi permintaan pasar internasional pada minyak nabati dari kelapa
sawit untuk kebutuhan industri pangan, industri kosmetik, dan kebutuhan energi
maka dilakukan perluasan perkebunan kelapa sawit. Bahkan sampai tahun 2020
pemerintah Indonesia berencana melakukan perluasan perkebunan kelapa sawit
dengan luasan mencapai 22juta Ha (Prabowo, 2014).Di sisi lain, ekspansi kelapa
sawitmemanfaatkan lokasi yang kaya biodiversitas pada wilayah hutan hujan
tropis(Sayer, 2012).
Terdapat ketimpangan proporsi luasan perkebunan antar pulau serta
ketimpangan antara perusahaan swasta dan masyarakat. Jumlah perusahaan
perkebunan kelapa sawitdi Indonesia berjumlah 1571 perusahaan yang tersebar di
23 provinsi di seluruh Indonesia. Persebaran perusahaan perkebunan kelapa sawit
menurut pulau yaitu sebanyak 62 persen perusahaan perkebunan kelapa sawit
berada di Pulau Sumatera, sebanyak 33 persen perusahaan perkebunan berada di
Pulau Kalimantan, sedangkan sisanya berada di Pulau Sulawesi, Jawa, Maluku,
dan Papua (BPS, 2012). Sebagian besar perkebunan kelapa sawit yang ada di
Indonesia dikuasai oleh 10 perusahaan swasta berskala besar, sehingga hal ini
menimbulkan ketidakadilan lingkungan dimana ketika terjadi kerusakan
lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit maka yang pertama kali terkena
dampak dan yang paling rentan adalah masyarakat lokal yang tinggal di sekitar
perkebunan kelapa sawit tersebut. Secara umum, perkebunan kelapa sawit
membawa dampak positif berupa peningkatan pendapatan rumahtangga,
keamanan pekerjaan, peningkatan akses terhadap insfrastruktur/layanan sosial,
dan peningkatan nilai lahan (Wicke et al 2011). Namun, pembukaan perkebunan
kelapa sawit dalam skala besar berimbas pada perubahan sistem pertanian desadesa sekitar (Widiono, 2008), kemudian Ujan et al (2013) menyebutkan bahwa
perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan deforestasi, hilangnya area tanaman
pangan dan hilangnya biodiversity, serta hilangnya akses pada lahan dan
hilangnya hutan alami tanpa adanya kompensasi yang memadai. Dengan demikian,
dapat diartikan bahwa selain perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan
pendapatan rumahtangga petani di sekitar hutan, tetapi juga adanya perkebunan
kelapa sawit menyebabkan perubahan lanskap ekologi. Perubahan lanskap ekologi
ini menjadi sumber gangguan besar bagi masyarakat petani karena menyebabkan
perubahan pada akses hutan yang pada akhirnya juga merubah sistem nafkah
rumahtangga petani.
Terjadi perluasan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur,
hal tersebut terlihat adanya agenda pemerintah di Provinsi Kalimantan
Timurdalam memperluas perkebunan kelapa sawit mencapai 1,2 juta Ha

2

(Prabowo, 2014). Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan
Timur (2014), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan ijin
lokasi pada 338 Perkebunan Besar Swasta (PBS), 38 PBS diantaranya diberikan
ijin seluas 283.954,80 Ha di Kabupaten Berau. Diubahnya kawasan hutan menjadi
kawasan perkebunan kelapa sawit menjadikan perubahan lanskap ekologi.
Kabupaten Berau merupakan salah satu kabupaten yang hutan alamnya masih
relatif luas dan utuh yaitu dengan tutupan hutan 2.112.025,33 Ha.Pada tahun 1997
luas tutupan hutannya mencapai 99% atau sekitar 1,9 juta Ha. Namun pada tahun
2000 luasannya berkurang menjadi 1,8 juta Ha (86%), hal ini dikarenakan
kegiatan illegal loging, konversi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit,
pembangunan HTI, dan perluasan kawasan pertambangan batubara serta
pemanfaatan kawasan untuk kebutuhan pangan masyarakat (Handoyoat al., 2011).
Di sisi lain, di Kabupaten Berau terdapat masyarakat petani lokal yang tinggal di
sekitar hutan dimana rumahtangga petani yang tinggal di hutan dan sekitar hutan
sangat bergantung pada sumber pangan dan lahan hutan, sehingga dikhawatirkan
dengan adanya ekspansi dan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang
mengakibatkan perubahan lanskap ekologi sehingga berdampak pada sistem
nafkah petani lokal di Kabupaten Berau. Pada dasarnya rumahtangga petani di
sekitar hutan sangat tergantung pada lahan dan hutan, namun dengan adanya
perkebunan kelapa sawit diduga memicu risiko guncangan pada sistem
penghidupan (livelihood system) rumahtangga petani. Sistem penghidupan
rumahtangga petani yang rentan akibat perubahan lanskap ekologi akhirnya
memaksa rumahtangga petani melakukan strategi dalam menggunakan lima
modal (finansial, fisik, sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sosial) agar
rumahtangga petani dapat menurunkan kerentanan yang dihadapinya dan
meningkatkan resiliensinya. Ketika resiliensi nafkah rumahtangga petani berhasil
dibangun dan ditingkatkan maka terciptalah penghidupan yang berkelanjutan.
Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa perubahan lanskap ekologi ini
mengakibatkan perubahan kerentanan dan resiliensi nafkah rumahtangga petani di
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilakukan untuk melihat sejauhmana tingkat kerentanan dan resiliensi
rumahtangga petani di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur akibat adanya
perkebunan kelapa sawit.
Perumusan Masalah
Perkebunan kelapa sawit dibangun di Kawasan Budidaya Non Kehutanan
(KBNK), tetapi penetapan kawasan KBNK ini sering mengancam hutan baik
primer atau sekunder. Terdapat Rencana Tata-Ruang Wilayah (RTRW)
Kalimantan Timur yang belum disahkan oleh Pemerintah Pusat, hal ini terkait
dengan suatu usulan penambahan luasan wilayah Kawasan Budidaya Non
Kehutanan(KBNK) dan wilayah lindung. Pada RTRWP 2005-2025, terjadi usulan
perluasan KBNK dari seluas 5.184.771,10 Ha menjadi 6.551.167,01 Ha. Dari area
seluas 1.366.395,91 Ha yang diusulkan sebagai perluasan KBNK, 845.776,67 Ha
diantaranya masih merupakan hutan primer dan sekunder (Moeliono et al., 2010).
Potensi lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur mencapai 4,7 juta Ha
dan diterbitkannya ijin lokasi di kawasan Kawasan Budidaya Non Kehutanan
(KBNK) di Kalimantan Timur untuk 338 Perkebunan Besar Swasta (PBS) dengan

3

areal seluas ± 3.864.048,23 Ha menjadikan perubahan lanskap semakin meluas
(Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2014). Pengubahan kawasan
hutan primer dan sekunder menjadi KBNK yang akhirnya berujung pada
penggunaan KBNK sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. Pengubahan suatu
status kawasan menjadi awal perubahan lanskap ekologi. Oleh karena itu
penelitian ini menjawab sejauhmana perubahan lanskap ekologi yang terjadi
di Desa Merapun?
Berlanjutnya ekspansi kelapa sawit menimbulkan tekanan pada perubahan
hutan dan tataguna lahan, dimana meningkatkan akses, meningkatkan pelanggaran,
memperluas perkampungan dan meningkatkan konflik (Unjan et al, 2013).Selain
itu, perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan
pada hutan hujan tropis, hutan rawa, dan lahan pertanian. Kemudian perubahan
tata guna lahan berdampak pada lingkungan dan sosial seperti hilangnya
biodiversity, emisi gas rumah kaca, perubahan stok karbon dalam biomass dan
tanah, konflik dan land tenure(Wicke et al 2011).Perubahan lanskap ekologi
akibat terjadinya perubahan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan kelapa
sawit. Adanya perubahan lanskap ekologi ini mengakibatkan ruang penghidupan
serta akses terhadap hutan dan sawah petani menjadi terbatas. Akibat-akibat
tersebut kemudian berdampak pada kerentanan nafkah rumahtangga petani. Oleh
karena itu perlu digali sejauhmana perubahan lanskap ekologi berdampak
pada kerentanan nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun?
Ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadikan rumahtangga petani
melakukan transformasi nafkah yaitu dari berladang berpindah subsisten menjadi
berladang berpindah komersial dengan cara menanami tanaman kelapa sawit.
Serta adanya peristiwa pelepasan lahan oleh sebagian petani akibat aktivitas jual
beli tanah dan pembebasan lahan. Sementara itu, berkembangnya usaha dan
pekerjaan di luar usaha tani kelapa sawit pada dasarnya mampu memperbaiki
ketidakmerataan yang ada akan tetapi belum mengubah distribusi pendapatan
menjadi merata (Widiono, 2008). Pada dasarnya masyarakat petani di sekitar
hutan merupakan masyarakat yang tergantung pada sumberdaya hutan. Adanya
perubahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit ini mengakibatkan perubahan
relung nafkah sehingga berdampak pada struketur nafkah rumahtangga petani.
Oleh karena itu perlu digali, Sejauhmana perubahan lanskap ekologi akan
berdampak pada perubahan struktur livelihood rumahtangga petani di Desa
Mearpun?
Kerentanan (vulnerability) merupakan derajat sebuah sistem pengalaman
dalam mengalami kerugian akibat paparan sebuah bahaya dan gangguan atau
tekanan (Turner et al., 2003 dalam Berkes F., 2007). Sementara itu, resiliensi
merupakan kemampuan yang berhubungan dengan sistem sosio-ekologi untuk
menguraikan bahaya dan penyedia wawasan yang membuat berkurangnya
kerentanan (Berkes F., 2007). Resiliensi muncul ketika kapasitas sebuah sistem
meningkat dalam mengatasi shock dan krisis. Hal tersebut berarti bahwa resiliensi
meningkat ketika kerentanan melemah dan sebaliknya (Adger et. al., 2000 dalam
Dharmawan et. al., 2014). Kerentanan dalam penelitian ini berupa paparan
ekspansi perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan perubahan lanskap ekologi
sehingga menarik untuk dikaji terkaitsejauhmana perubahan lanskap ekologi
berdampak pada resiliensi nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun?

4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkirakan arah transformasi sosial,
ekonomi, dan ekologi sistem penghidupan rumahtangga petani sebagai akibat
pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dengan demikian pengetahuan tentang
sistem bertahan hidup dan penghidupan rumahtangga petani dapat dikuasai dan
menjadi dasar dalam perumusan kebijakan pembangunan ekonomi. Oleh karena
itu, tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi di Desa Merapun.
2. Mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi yang berdampak pada
kerentanan nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun.
3. Menganalisis dampak perubahan lanskap ekologi terhadap perubahan
struktur livelihood rumahtangga petani di Desa Merapun.
4. Mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi yang berdampak pada
resiliensi nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun.
.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak,
antara lain:
1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
pengetahuan dan literatur tentang perubahan lanskap ekologi dalam
kaitannya dengan tingkat resiliensi dan kerentanan masyarakat di sekitar
hutan.
2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi
yang bermanfaat untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan terkait pembangunan ekonomi melalui perubahan lanskap
ekologi.
3. Bagi masyarakat lokal, hasil penelitian ini diharapkan menjadi wahana
pengetahuan dan penyadaran posisi, kerugian, dan keuntungan masyarakat
atas adanya perkebunan kelapa sawit.
Ruang Lingkup Penelitian
Pembangunan ekonomi melalui ekspansi perkebunan kelapa sawit
menyebabkan terjadinya perubahan lanskap ekologi, hal ini dikarenakan
pembangunan perkebunan kelapa sawit biasanya dilakukan di kawasan
hutanhujan tropis yang kaya biodiversitas (Sayer, 2012). Perubahan kawasan dari
kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan adanya
perubahan beberapa aspek yaitu perubahan kawasan, perubahan pada
rumahtangga dan perubahan pada masyarakat. Ketiga perubahan ini saling
berinteraksi dan terkait satu sama lainnya. Dampak dari perubahan kawasan akibat
pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah penurunan stok karbon, penurunan
air, dan hilangnya biodiversitas. Dampak perubahan aspek-aspek rumahtangga
adalah perubahan struktur nafkah, kelentingan nafkah, kerentanan nafkah, saving
capacity, dan struktur pengeluaran rumahtangga. Dampak perubahan di

5

masyarakat adalah konflik sosial, memudar/menguatnya kelembagaan dan
melemah/menguatnya jaringan (Dharmawan, 2014).
a.

Kawasan
Lanscape ecological
change

Perubahan
kawasan hutan

Rumahtangga
Rural livelihood
change

a. Struktur pendapatan
rumahtangga
b. Struktur
pengeluaranrumahtangga
c. Saving
d. Kelentingan nafkah
e. Kerentanan nafkah

b.
c.
d.

Konversi lahan hutan
menjadi perkebunan kelapa
sawit
Penurunan stok karbon
Penurunan air
Hilangnya biodiversitas

Masyarakat
Social, economic,
cultural change

a. Konflik sosial
b. Melemah/menguatnya
jaringan

Keterangan:
: saling mempengaruhi
: batas kajian penelitian
Sumber: diadopsi dari penjelasan Dharmawan, 2014

Gambar 1. Kerangka konseptual penelitian
Perubahan lanskap ekologi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit
menimbulkan berbagai masalah yaitu: pencemaran tanah, penurunnya daya ikat
tanah terhadap air, hilangannya biodiversitas, hilangnya banyak hutan, degradasi
lahan, konflik sosial, konflik lahan, emisi gas rumah kaca, dan perubahan stok
karbon.Perubahan lanskap ekologi dari kawasan hutan menjadi kawasan
perkebunan kelapa sawit dianggap sebagai stressor yang berpotensi sebagai
sumber kerentanan (vulnerability) nafkah suatu rumahtangga. Kerentana nafkah
ini disikapi dengan berbaga strategi-strategi adaptasi nafkah yang dibangun oleh
rumahtangga untuk mengurangi kerentanan nafkah yang ditimbulkan akibat
perububahan lanskap ekologi tersebut. Jika kerentanan nafkah dapat diturunkan
maka peningkatan kelentingan (resilience) nafkah berhasil dibangun oleh
rumahtangga.
Indikator kerentanan nafkahyaitu kapasitas adaptif, sensitivitas, dan
keterpaparan (Schneider et al., 2007 dalam Shahet et al., 2013). Sementara itu,
Resiliensi nafkah diidentifikasi melalui indikator Buffer capacity, Self
organisation,capacity for learning (Speranzaet et al., 2014). Indikator-indikator
resiliensi nafkah merupakan syarat agar terciptanya diversity. Diversity mengacu
pada perbedaan dalam karakteristik nafkah (diversifikasi nafkah, diversifikasi
hasil panen, biodiversitas, keanekaragaman kelompok sosial) dan proses serta
berbagai cara fungsi nafkah (Berkes dan Folke 1998 dalam Berkes, 2007). Nafkah
mempunyai berbagai dimensi di tingkat individu dalam bentuk kapasitas (aset

6

nafkah dan strategi) dan di tingkat struktur dalam bentuk transformasi struktur
dan proses pada konteks kerentanan nafkah (Sallu et al., 2010 dalam Speranza et
al., 2014).
Perkebunan kelapa
sawit

Hutan, Ladang, semak
belukar

a. Hilangannya
biodiversitas
b. Deforestasi,
c. Degradasi lahan,
d. Konflik sosial dan
lahan

(Y) Perubahan lanskap
ekologi
1.
2.
3.

(V) Kerentanan Nafkah
a. Kapasitas adaptif
1. Umur
2. Jenis kelamin kepala
rumahtangga
3. Tingkat pendidikan
4. Jumlah anggota
rumahtangga
5. Strategi nafkah
6. Jaringan sosial
b. Sensitivitas
1. Makanan
2. Air
3. Penguasaan lahan
c. Keterpaparan
1. Ketersediaan hewan
buruan
2. Ketersediaan ikan di
sungai
3. Ketersediaan buah di
hutan
4. Ketersediaan sayur di
hutan
5. Ketersediaan madu
6. Krisis air bersih
7. Polusi udara

Luas perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Berau
Luas perkebunan kelapa
sawit di Desa Merapun
Luas penguasaan lahan
rumahtangga petani

Strategi Adaptasi
1.
2.
3.

Adaptasi
Ekonomi
Adaptasi
Ekologi
Adaptasi
Sosial

(R) Resiliensi Nafkah
a. Buffer Capacity
1. Tingkat modal
fisik
2. Tingkatmodal
finansial
3. Tingkatmodal
alam
4. Tingkatmodal
SDM
5. Tingkatmodal
sosial
b. Self Organisation
1. Tingkat
kepercayaan
pada jaringan
sosial
2. Jenis kepala
rumahtangga
c. Rata-rata pendapatan
rumahtangga
d. Kekonsistenan bertani

(L) Struktur
nafkah
1. Penghasilan
2. Biaya produksi
3. Struktur
pendapatan
4. Struktur
pengeluaran
5. Saving

Keterangan:
: saling mempengaruhi
: mempengaruhi satu arah
: batas kajian penelitian

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
Perubahan lanskap ekologi berdampak pada perubahan aspek-aspek
rumahtangga petani. Perubahan aspek-aspek rumahtangga akan diidentifikasi
melalui struktur pendapatan, struktur pengeluaran dan saving (Dharmawan, 2014).

7

Penelitian ini mencoba meneliti perubahan lanskap ekologi yang diukur
menggunakan beberapa indikator yaitu peningkatan luas perkebunan kelapa sawit
dan luas penguasaan lahan. Dimana perubahan lanskap ekologi ini berpengaruh
pada kerentanan dan kelentingan nafkah rumahtangga petani. Kerentanan nafkah
suatu rumahtangga diukur menggunakan kapasitas adaptif, sensitivitas, dan
keterpaparan. Kapasitas adaptif yang diukur meliputi umur kepala rumahtangga,
jenis kelamin kepala rumahtangga, tingkat pendidikan kepala rumahtangga,
strategi nafkah dan jaringan sosial. Sensitivitas yang diukur meliputi: makanan,
minuman dan penguasaan lahan. Keterpaparan yang diukur meliputi ketersediaan
hewan buruan, buah-buahan, sayur-sayuran, dan madu yang berasal dari hutan
serta krisis air dan udara. Kerentanan nafkah ini akan disikapi oleh rumahtangga
dengan strategi-strategi adaptasi untuk menurunkan kerentanan nafkah yang
dialami oleh rumahtangga. strategi-strategi adaptasi yang diukur meliputi strategi
adaptasi ekonomi, ekologi dan sosial. Ketiga strategi adaptasi tersebut
mempengaruhi resiliensi nafkah rumahtangga. Resiliesi nafkah diukur
menggunakan buffer capacity, self organization, rata-rata pendapatan dan
kekonsistenan dalam bertani. Buffer capacity yang diukur meliputi tingkat modal
fisik, finansial, SDA, SDM dan sosial. Self organization yang diukur meliputi
tingkat kepercayaan jaringan dan jenis kelamin kepala rumahtangga. semenetara
itu, perubahan lanskap ekologi juga berdampak pada struktur nafkah rumahtangga.
struktur nafkah rumahtangga yang diukur meliputi penghasilan, biaya produksi,
struktur pendapatan, struktur pengeluaran dan saving. Dimana keberagaman
struktur pendapatan akan mencerminkan kerentanan nafkah suatu rumahtangga.
Berdasarkan latarbelakang, perumusan permasalahan, dan indikatorindikator yang telah dijelaskan, penelitian ini mencoba mendeteksi tingkat
kerentanan dan kelentingan nafkah rumahtangga petani dalam menghadapi
stressor berupa perubahan lanskap ekologi dan menganalisis dampak perubahan
lanskap terhadap perbubahan struktur nafkah rumahtangga petani.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Lanskap Ekologi
Definisi lanskap memiliki berbagai arti, tergantung latar belakang keilmuan
seseorang yang memberikan arti. Seorang ahli sejarah mengartikan lanskap
sebagai sebuah situs sejarah tempat peristiwa penting terjadi atau tempat
peninggalan benda bersejarah, sedangkan arti lanskap bagi ahli ekologi adalah
bentang lahan yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap
yang disebut Patch, yang saling berinteraksi (Forman and Godron, 1986 dalam
Prasetyo, 2006). Lanskap juga diartikan suatu sistem yang menyeluruh yang di
dalamnya terdapat hubungan antara komponen biotik dan abiotik, termasuk
komponen pengaruh manusia (Rob, 1979 dalam Fandeli dan Muhammad, 2009).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lanskap merupakan
suatu sistem yang menyeluruh, yang memiliki elemen-elemen yang saling
berinteraksi.
Sementara itu, istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest
Haeckel yang merupakan seorang ahli biologi (Adiwibowo, 2007). Ekologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar organisme yang satu dengan
organisme yang lain serta lingkungannya (Kendeigh, 1980; Indriyanto, 2008).
Ekologi mempelajari cara-cara makluk hidup berinteraksi timbal balik dengan
lingkungan hidupnya, baik yang bersifat hidup (biotik) maupun tidak hidup
(abiotik), sehingga terbentuk suatu jaring-jaring sistem kehidupan pada berbagai
tingkatan organisasi (Adiwibowo, 2007). Berdasarkan istilah ekologi yang
dikembangkan oleh ahli biologi, istilah ekologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari hubungan dan interaksi timbal balik makluk hidup dengan
lingkungannya dalam sebuah sistem. Oleh karena itu, terdapat istilah ekologi
lanskap (landscape ecology)dikembangkan oleh ahli-ahli biologi dan geografi
yang dipergunakan untuk melakukan interpretasi foto udara untuk suatu
permukaan bumi dan untuk memperhitungkan daya dukung permukaan bumi
(Fandeli dan Muhammad, 2009). Dalam konsep ekologi lanskap, struktur lanskap
dibedakan berdasarkan luasannya (dominansi) yaitu matriks, patch dan koridor.
Matriks adalah elemen lanskap homogen yang paling dominan dalam suatu
lanskap. Patch adalah elemen lanskap homogen yang dapat dibedakan dengan
area di sekelilingnya. Koridor adalah patch yang memanjang. Ekologi lanskap
berfokus pada tiga hal yaitu: struktur, fungsi dan perubahan lanskap (Prasetyo,
2006).
1. Struktur (Structure): hubungan spasial diantara patch atau patch dengan
matriks. Struktur mempunyai arti yang lebih spesisfik yaitu : distribusi
energi, materi, dan spesies konfigurasi lanskap.
2. Fungsi (Function): interaksi diantara elemen spasial (diantara patch atau
patch dengan matriks) yaitu aliran energi, materi, dan spesies diantara
komponen ekosistem/elemen lanskap
3. Perubahan (Change): alterasi struktur dan fungsi dari lanskap, baik
karena gangguan manusia ataupun karena alam.
Lanskap perkebunan kelapa sawit merupakan lanskap buatan, di dalamnya
terdapat kompleks fasilitas perkebunan dan belukar yang dapat diklasifikasikan

9

sebagai Patch. Jalan perkebunan, dan vegetasi sepanjang jalan dikategorikan
sebagai koridor. Perkebunan kelapa sawit diklasifikasikan sebagai matriks
(Prasetyo, 2006). Bentuk/struktur lanskap merupakan hasil dari proses
gangguan/interaksi manusia dan proses alam. Interaksi ini menimbulkan beragam
bentuk, ukuran, tipe dan luasan elemen lanskap. Dari hal tersebut dapat diartikan
bahwa perubahan lanskap ekologi dihasilkan oleh interaksi timbal balik manusia
dengan sistem lingkungannya dengan memanipulasi unsur-unsur ekologi
menggunakan teknologi.
Perubahan Lanskap Hutan di Kalimantan

Dalam jutaan (Ha)

Perubahan lanskap ekologi merupakan kondisi dimana terjadi perubahan
bentang alam yang heterogen menjadi homogen, serta adanya perubahan interaksi
antara komponen biotik dan abiotik. Perubahan lanskap ekologi disebabkan oleh
beberapa faktor salah satu faktor tersebut yaitu adanya ekspansi perkebunan
kelapa sawit. Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Indonesia
diakibatkan meluasnya jumlah lahan perkebunan kelapa sawit yang diusahakan
oleh perkebunan besar swasta, perkebunan besar negara, dan perkebunan rakyat
dari tahun ke tahun.
25
20
Total
15

Perkebunan Besar
Swasta

10

Perkebunan Besar
Negara

5

Perkebunan Rakyat/
Smallholder

1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014

0

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2014
Gambar 3. Luas perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di
Indonesia tahun 1968-2014
Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi ekspansi perkebunan kelapa sawit di
Indonesia yang dimulai pada tahun 1990 sampai tahun 2014. Ekspansi
perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Indonesia akibat adanya permintaan
global atas minyak kelapa sawit (Sayer et al., 2012).Pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia sudah mengarah pada pemanfaatan lahan-lahan di Pulau
Kalimantan. Bahkan pada rencana perluasan perkebunan kelapa sawit yang akan
dilakukan pemerintah Indonesia diagendakan juga perluasan perkebunan kelapa
sawit di provinsi-provinsi yang ada di Pulau Kalimantan. Salah satu provinsi yang
akan menjadi kawasan perluasan perkebunan kelapa sawit adalah Provinsi
Kalimantan Timur. Perluasan perkebunan kelapa sawit yang diagendakan
pemerintah di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 1,2 juta Ha (Prabowo, 2014).

Dalam ribuan (Ha)

10

1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

Total
Perkebunan
Besar Swasta
Perkebunan
Besar Negara
Perkebunan
Rakyat/
Smallholder
2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2014
Gambar 4. Luas perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di
Kalimantan Timur tahun 2008-2014
Gambar 4 menunjukkan bahwa ekspansi perkebunan kelapa sawit terjadi di
Kalimantan Timur paling masif diusahakan oleh perkebunan besar swasta yaitu
luas perkebunan kelapa sawit yang diusahakan oleh perkebunan swasta besar
meningkat tajam dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Sementara itu, perkebunan
kelapa sawit yang diusahakan oleh perkebunan besar negara dan perkebunan
rakyat meningkat secara perlahan-lahan.
Tahun 1997 luas tutupan hutan di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan
Timur berkurang dikarenakan kegiatan illegal loging, konversi kawasan hutan
menjadi perkebunan sawit, pembangunan HTI, dan perluasan kawasan
pertambangan batubara serta pemanfaatan kawasan untuk kebutuhan pangan
masyarakat, sedangkan masyarakat di sekitar hutan menggantungkan
kehidupannya dari bertani dan berburu (Handoyo et al., 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Moeliono et al., (2010) menyatakan bahwa di daerah hulu dan hilir
Daerah Aliran Sungai (DAS) Segah dan Kelay Kabupaten Berau, Provinsi
Kalimantan Timur, semua kampungnya berada di wilayah konsesi kehutanan dan
perkebunan. Sebagian besar kampung di daerah hilir sungai berada di wilayah
KBNK, dan sebagian dari wilayah tersebut adalah bekas areal HPH yang sudah
tidak berhutan lagi. Sejak masuknya perkebunan-perkebunan sawit pada tahun
2004, ada kampung-kampung yang berada di wilayah perkebunan, bahkan ada
yang sepenuhnya dikelilingi perkebunan sawit.
Pengertian Nafkah
Conway dan Cambers (1992) dikutip oleh Scoones (2015) menyatakan
bahwa sebuah nafkah berisi beberapa kapabilitas, aset-aset (termasuk material dan
sumberdaya sosial) dan aktivitas-aktivitas untuk hidup. Nafkah akan berkelanjutan
jika dapat mengatasi dan pulih
dari beberapa tekanan dan gangguan,
mempertahankan atau meningkatkan kapabilitas dan aset ketika basis sumberdaya
alam berkurang. Kerangka berfikir nafkah berkelanjutan yaitu berhubungan
dengan input (berupa kapital, asetdan sumberdaya) dan output (berupa strategi-

11

strategi nafkah) yang berhubungan dengan keluaran (outcomes) yang
menggabungkan wilayah umum (dari garis kemiskinan dan level pekerja) dengan
kerangka yang lebih luas (dari kesejahteraan dan keberlanjutan). Scoones (2015)
menyatakah bahwa nafkah mempunyai beberapa dimensi yang komplek. Nafkah
pedesaan erat kaitannya dengan pertanian dan aktivitas off farm termasuk pekerja
di pedesaan serta keterhubungan dengan perkotaan seperti adanya migrasi. Dapat
disimpulkan bahwa aktifitas nafkah sangat bergantung pada konteks, kapabilitas,
dan keberadaan aset.
Basis nafkah rumah tangga petani adalah segala aktivitas ekonomi pertanian
dan ekonomi non-pertanian, yang mana setiap individuatau rumah tangga dapat
memanfaatkan peluang nafkah
dengan “memainkan” kombinasi “modalkeras/hard capital” (tanah, finansial, dan fisik) dan “modal-lembut/soft capital”
berupa intelektualitas dan keterampilan sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia,
untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan (Dharmawan 2007; Amalia
2013). Terdapat lima kategori modal utama sebagai basis nafkah yaitu: (1) modal
alam mengacu pada sumber daya alam (tanah, air, pohon) yang menghasilkan
produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka;
(2) modal fisik mengacu pada aset dibawa untuk mengeksistensikan proses
produksi ekonomi; (3) modal manusia mengacu pada tingkat pendidikan dan
status kesehatan individu dan populasi; (4) modal finansial mengacu pada stok
uang tunai yang dapat diakses untuk membeli barang; (5) modal sosial mengacu
pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan mereka dapat
memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi untuk mata pencaharian
mereka(Scoones, 1998 dalam Ellis, 2000). Modal-modal nafkah yang dimiliki
individu atau rumahtangga dimanfaatkan untuk mempertahan kehidupan.
Kehidupan akan terus berlanjut sejauh individu atau rumahtangga dapat
menggunakan dan mengkombinasikan kelima modal nafkah secara berkelanjutan.
Bentuk nafkah yang mungkin bisa dilakukan untuk menambah dan
meningkatkan pendapatan rumahtangga, yaitu mulai dari strategi paling ringan
dan sederhana sampai strategi yang membutuhkan modal dan spekulasi dari
pelaku, yang terkait dengan ketersediaan waktu dan tenaga (Iqbal, 2004).Sistem
nafkah yang dibangun petani dipengaruhi oleh etika moral petani baik pada level
individu, rumahtangga, hingga komunitas.Terdapat dua pijakanetika moral dalam
membentuk strategi nafkah petani yaitu etika moral berbasis sosial-kolektif dan
individual materialism (Widiyanto, 2009). Taktik dan aksi yang dibangun oleh
individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan
tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai
budaya yang berlaku disebut sebagai strategi nafkah. Nafkah dan strategi nafkah
t