Pengaruh sampah terhadap kandungan klorofil daun dan regenerasi hutan mangrove di kawasan hutan lindung angke kapuk, jakarta utara

PENGARUH SAMPAH TERHADAP KANDUNGAN
KLOROFIL DAUN DAN REGENERASI HUTAN MANGROVE
DI KAWASAN HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK,
JAKARTA UTARA

FARIDAH LESTARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Sampah
terhadap Kandungan Klorofil Daun dan Regenerasi Hutan Mangrove di Kawasan
Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Faridah Lestari
NIM E4410062

ABSTRAK
FARIDAH LESTARI. Pengaruh Sampah terhadap Kandungan Klorofil Daun dan
Regenerasi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta
Utara. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA.
Ekosistem mangrove merupakan peralihan antara daratan dan lautan. Saat
ini hutan mangrove di kawasan lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara terdegradasi
diantaranya karena tumpukan sampah yang masuk ke kawasan hutan tersebut.
Sehubungan dengan itu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji
sejauh mana pengaruh keberadaan sampah terhadap kandungan klorofil daun
pohon mangrove dan regenerasi hutan mangrove di kawasan lindung Angke
Kapuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan sampah tidak
berpengaruh terhadap kandungan klorofil daun pohon mangrove, tetapi
berpengaruh terhadap regenerasi hutan mangrove. Hal ini ditunjukkan dengan

kerapatan anakan pohon (semai) pada kawasan hutan tidak ada sampah lebih besar
dibandingkan kerapatan anakan mangrove di kawasan sedikit sampah dan
kawasan banyak sampah.
Kata kunci : ekosistem mangrove, kandungan klorofil daun, regenerasi hutan,
sampah

ABSTRACT
FARIDAH LESTARI. The Effect of Waste on Chlorophyll Content of Leaves and
Regeneration of Mangrove Forest at Angke Kapuk Protection Forest, North
Jakarta. Supervised by CECEP KUSMANA.
Mangrove ecosystem is a transition ecosystem between land and sea.
Currently the mangrove forests at Angke Kapuk Protection Forest, North Jakarta
has been degraded by large amount waste. In connection with this situation, the
forest research was carried out with the aim to consider the effect of waste
existence on the chlorophyll content of tree’s leaf and the regeneration of
mangrove forests in Angke Kapuk Protection Forest. The results showed that the
existence of the waste has no effect on the chlorophyll content of leaves, but it has
significant by effect on the regeneration of mangrove forest. This is shown with a
density of mangrove seedlings in the less waste-occupied mangrove area is bigger
than that of medium and high waste-occupied mangrove areas.

Keywords: chlorophyll content of leaves, forest regeneration, mangrove
ecosystems, waste

PENGARUH SAMPAH TERHADAP KANDUNGAN
KLOROFIL DAUN DAN REGENERASI HUTAN MANGROVE
DI KAWASAN HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK,
JAKARTA UTARA

FARIDAH LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pengaruh Sampah terhadap Kandungan Klorofil Daun dan
Regenerasi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Lindung Angke
Kapuk, Jakarta Utara
Nama
: Faridah Lestari
NIM
: E44100062

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
Pengaruh Sampah terhadap Kandungan Klorofil Daun dan Regenerasi Hutan
Mangrove di Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana,
MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Karsa, Bapak Sigit beserta staf dari Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi
DKI Jakarta yang telah membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2014
Faridah Lestari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove

2

Jenis-Jenis Akar pada Tegakan Mangrove

3

Faktor Penyebab Kerusakan

4

Karakteristik Sampah

4

Klorofil : Pigmen Utama pada Tanaman

4


Regenerasi Hutan

5

KONDISI UMUM

6

METODE

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Alat dan Bahan

7


Metode

7

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

10
10

Kandungan Klorofil Daun

10

Kondisi Tanah


10

Regenerasi Hutan

11

Indeks Keanekaragaman Jenis, Kekayaan Jenis dan Kemerataan Jenis

12

Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

12
18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1 Unsur kimia tanah pada masing-masing kawasan penelitian
2 Rekapitulasi analisis vegetasi pada kawasan penelitian
3 Indeks Keanekaragaman Jenis (H’), Kekayaan Jenis (
dan
Kemerataan Jenis (E’) setiap tingkat pertumbuhan pada kawasan
penelitian
4 Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah
5 Kriteria baku kerusakan mangrove

10
11

12
13
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Perakaran Mangrove
Zonasi Vegetasi Hutan Mangrove di Indonesia
Kawasan Penelitian
Desain plot pengamatan
Rata-rata kandungan klorofil daun (%) pada masing-masing kawasan
penelitian
6 Kondisi perakaran pada masing-masing kawasan penelitian
7 Rata-rata kerapatan pada tingkat semai dan pancang di masing-masing
kawasan penelitian
8 Buah Mangrove yang Jatuh

4
6
7
7
10
13
15
16

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan peralihan antara daratan dan lautan
sehingga ekosistem ini memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan
kondisinya (Kustanti 2011). Namun, luas hutan mangrove di Indonesia terus
mengalami penurunan. Penurunan luasan ini salah satunya terjadi akibat
kerusakan ekosistem.
Menurut Saenger et al. (1983) dan Kusmana (1993a) dalam Kusmana
(1996), tiga sumber utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu pencemaran,
penebangan yang berlebihan/tidak terkontrol, dan konversi hutan mangrove
menjadi bentuk lahan yang berfungsi non-hutan seperti pelabuhan, pemukiman,
pertanian dan pertambangan yang kurang mempertimbangkan faktor kelestarian
lingkungan.
Pencemaran yang terjadi salah satunya disebabkan oleh adanya sampah
pada kawasan mangrove tersebut. Sampah ini terdiri dari sampah organik maupun
anorganik dan lebih didominasi oleh jenis sampah anorganik. Sampah anorganik
tidak ter-biodegradasi yang menyebabkan lapisan tanah tidak dapat ditembus oleh
akar tanaman dan tidak tembus air sehingga peresapan air dan mineral yang dapat
menyuburkan tanah hilang dan jumlah mikroorganisme didalam tanah pun akan
berkurang. Mandura (1997) dalam Kusmana (2010) menemukan bahwa
pembuangan sampah ke habitat mangrove telah mematikan banyak akar pasak
yang tumbuh di laut merah. Hilangnya banyak akar pasak tersebut akan
menurunkan luasan permukaan respirasi dan permukaan pengambilan unsur hara
oleh tanaman yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan pohon.
Setiap tanaman memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk tumbuh,
berkembang dan beregenerasi. Kemampuan regenerasi merupakan salah satu
persyaratan suatu hutan untuk mempertahankan kelestariannya. Oleh karena itu,
melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana sampah
mempengaruhi regenerasi dan pertumbuhan pohon mangrove.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, permasalahan yang akan
dipecahkan dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh sampah terhadap
pertumbuhan pohon mangrove dan regenerasi hutan mangrove.

Perumusan Masalah
Luas hutan mangrove yang semakin berkurang setiap tahunnya salah
satunya terjadi akibat kerusakan ekosistem. Sampah yang terdapat di sekitar area
hutan mangrove merupakan salah satu penyebab kerusakan karena keberadaan
sampah mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar mangrove.
Sampah yang mendominasi berasal dari sampah rumah tangga seperti
plastik, kaleng, kaca, dll. Jenis sampah ini sulit untuk terdekomposisi sehingga

2
akan menyebabkan penumpukan pada bagian akar tanaman mangrove. Akar
tanaman mangrove berfungsi tidak hanya menunjang pohon, tetapi juga untuk
mendapatkan oksigen dan bahan nutrisi yang penting. Apabila terus terjadi
penumpukan sampah seperti itu, maka nutrisi yang dibutuhkan tanaman pada
proses fotosintesis tidak tersalur dengan baik.
Klorofil merupakan faktor utama pada proses fotosintesis, sehingga
kandungan klorofil dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui seberapa
jauh sampah mempengaruhinya. Penumpukan sampah yang terjadi juga dapat
menghambat tumbuhnya anakan-anakan baru, sehingga proses regenerasi hutan
pun terhambat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh sampah terhadap
kandungan klorofil daun dan regenerasi hutan mangrove.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu dasar pertimbangan
dalam pengelolaan hutan mangrove yang lestari.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengukuran regenerasi hutan mangrove
meliputi jumlah semai, pancang, pohon, diameter dan tinggi pohon, serta
kandungan klorofil daun pohon mangrove.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat

3
surut dengan komunitas tumbuhan yang mampu bertoleransi terhadap garam
(Kusmana et al. 2005).
Lubis (1999) dalam Fatimah (2012) menyatakan bahwa hutan mangrove
memiliki fungsi utama baik secara fisik, biologis maupun ekonomi. Fungsi fisik
hutan mangrove, antara lain menyerap
melalui proses fotosintesis, mencegah
intrusi air laut ke darat, melindungi pantai dari penggerusan ombak, menyaring
dan menguraikan bahan-bahan organik yang datang dari darat di bawah
permukaan air hujan dan air sungai, serta pada pantai tempat sungai bermuara
yang membawa endapan lumpur dalam jumlah besar, selain itu hutan mangrove
juga dapat mempercepat proses pembentukan daratan. Secara biologis, hutan
mangrove digunakan sebagai tempat berpijah berbagai jenis biota, habitat alami
berbagai jenis burung, reptilian dan kera, selain itu hutan mangrove juga
merupakan subsistem yang memiliki tingkatan produktivitas bahan pelapukan dan
bahan organik mati yang sangat tinggi. Bahan pelapukan dan organik mati ini
merupakan sumber makanan yang sangat baik dan penting bagi hewan-hewan
seperti udang, kepiting dan kerang. Hewan tersebut kemudian menjadi makanan
bagi hewan pemakan daging termasuk ikan.
Hutan mangrove secara ekonomi berfungsi sebagai sumber kayu untuk kayu
bakar, arang, bahan bangunan, alat-alat rumah tangga dan bahan pertanian,
sebagai bahan industri (makanan, obat-obatan, tekstil, penyamak kulit, pulp, rayon
dan kertas), sebagai tempat pertambakan udang dan ikan, tempat pembuatan
garam serta sebagai tempat rekreasi.

Jenis-Jenis Akar pada Tegakan Mangrove

Tumbuhan mangrove mengembangkan perakaran yang unik, yakni
pneumatophore (akar nafas) yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara
dan bertahan pada substrat yang berlumpur. Pembentukan akar ini merupakan
tindakan adaptasi tegakan tersebut agar mampu melangsungkan kehidupannya.
Bentuk-bentuk perakaran tegakan mangrove tersebut antara lain, akar tunjang,
akar lutut, dan akar pasak atau tunggak. Akar tunjang yakni akar yang mencuat
dari batang bercabang-cabang ke bawah permukaan lumpur dan menggantung
bagaikan busur panah. Jenis akar tunjang terdapat pada mangrove jenis
Rhizophora sp. (bakau-bakauan). Akar lutut merupakan akar yang tumbuh
mendatar dan bergelombang, di atas dan di bawah permukaan air. Jenis akar lutut
terdapat pada mangrove jenis Bruguiera sp. Adapun, akar pasak atau tunggak
yakni akar yang tumbuh terpencar dengan anak-anak akar muncul di permukaan
air bagaikan tombak yang diberdirikan. Jenis akar pasak terdapat pada mangrove
jenis Avicennia sp. (api-api) dan Sonneratia sp. (pedada) (Arief 2003). Bentuk
perakaran tegakan mangrove secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

4

a

b

c

Gambar 1 Perakaran Mangrove ; (a)akar tunjang, (b)akar Lutut dan (c)akar pasak

Faktor Penyebab Kerusakan

Hutan mangrove sangat peka terhadap gangguan dari luar, menurut Saenger
et al. (1983) dan Kusmana (1993a) dalam Kusmana (1996), tiga sumber utama
penyebab kerusakan mangrove, yaitu pencemaran, penebangan yang
berlebihan/tidak terkontrol, dan konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan
non-hutan seperti pelabuhan, pemukiman, pertanian, dan pertambangan yang
kurang mempertimbangkan faktor kelestarian lingkungan.

Karakteristik Sampah

Jenis sampah berdasarkan sifat kimia dibedakan menjadi dua, yaitu sampah
organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sesuatu yang mengandung
senyawa-senyawa organik dan tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikroba. Bahanbahan yang termasuk dalam jenis sampah ini, antara lain daun-daunan, kayu,
tulang, sisa makanan, sayuran, buah-buahan dan sebagainya. Adapun sampah
anorganik terdiri dari kaleng, plastik, besi, dan logam-logam lainnya seperti gelas,
mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa organik. Sampah ini
sulit didegradasi oleh mikroorganisme di alam.
Pembuangan sampah dapat dilakukan secara open dumping maupun
pembuangan ke laut. Akibat masalah lingkungan yang ditimbulkannya, metode ini
seharusnya tidak dilakukan (Gultom 2010).

Klorofil sebagai Pigmen Utama pada Tanaman

Klorofil merupakan pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga, dan
bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan
dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil
merupakan faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis. Fotosintesis merupakan
proses perubahan senyawa anorganik (CO2 dan H2O) menjadi senyawa organik
(karbohidrat) dan O2 dengan bantuan cahaya matahari. Air yang diserap oleh akar
diangkut ke daun melalui pembuluh (Campbell et al. 2008). Faktor-faktor yang

5
mempengaruhi pembentukan klorofil diantaranya yaitu, faktor pembawa, sinar
matahari, oksigen, karbohidrat, nitrogen, magnesium, besi, unsur Mn, Cu, Zn, air,
dan temperatur.
Pembentukan klorofil pada pembentukan pigmen-pigmen seperti hewan dan
manusia dibawa oleh suatu gen tertentu didalam kromosom. Begitu pula dengan
tanaman, jika tidak ada klorofil, maka tanaman tersebut akan tampak putih
(albino), contohnya seperti tanaman jagung. Klorofil dapat terbentuk dengan
adanya sinar matahari yang mengenai langsung ke tanaman. Pada tanaman yang
dihasilkan dalam keadaan gelap meskipun diberikan sinar matahari tidak dapat
membentuk klorofil, jika tidak diberikan oksigen. Karbohidrat ternyata dapat
membantu pembentukan klorofil dalam daun-daun yang mengalami pertumbuhan.
Tanpa adanya karbohidrat , maka daun-daun tersebut tidak mampu menghasilkan
klorofil. Nitrogen, Magnesium, dan Besi merupakan suatu keharusan dalam
pembentukan klorofil, jika kekurangan salah satu dari zat-zat tersebut akan
mengakibatkan klorosis pada tumbuhan. Unsur Mn, Cu, dan Zn meskipun jumlah
yang dibutuhkan hanya sedikit dalam pembentukan klorofil, namun jika tidak ada
unsur-unsur tersebut maka tanaman akan mengalami klorosis. Kekurangan air
pada tumbuhan mengakibatkan desintegrasi dari klorofil seperti terjadi pada
rumput dan pohon-pohon di musim kering. Temperatur 30-40 ˚C merupakan suatu
kondisi yang baik untuk pembentukan klorofil pada kebanyakan tanaman, akan
tetapi yang paling baik ialah pada temperatur antara 26-30 ˚C.

Regenerasi Hutan

Perubahan kondisi komunitas tumbuhan hutan disebabkan oleh banyak
faktor, maka dalam periode waktu tertentu komunitas tumbuhan hutan perlu
dievaluasi agar faktor-faktor yang dapat menyebabkan rusaknya komunitas
tumbuhan hutan dapat dikendalikan dan kerusakan hutan dapat ditanggulangi.
Evaluasi kondisi komunitas tumbuhan di hutan sangat berguna dalam memantau
proses regenerasi tegakan hutan.
Regenerasi merupakan suatu proses peremajaan tumbuhan hutan secara
alami atau atas buatan manusia. Sesudah kegiatan penebangan atas pohon yang
telah masak tebang, maka perlu diganti dengan tanaman baru untuk
mempertahankan kelestarian hasil. Oleh karena itu, regenerasi adalah usaha yang
mutlak dilakukan untuk keberlanjutan hutan di masa datang.
Regenerasi secara alami dari tegakan hutan dapat terjadi dengan penyebaran
biji secara alami oleh tegakan tersebut atau dengan terubusan (coppies) atau
dengan tunas akar. Dengan demikian, regenerasi dapat dilakukan dengan biji atau
bagian vegetatif dari tumbuhan tersebut. Hasil yang diperoleh dari biji disebut
semai atau anakan (seedling), sedangkan yang berasal dari tunas batang disebut
hasil terubusan (Wanggai 2009). Keberadaan anakan spesies pohon dalam hutan
akan mencerminkan kemampuan hutan untuk beregenerasi (Indriyanto 2005).

6

KONDISI UMUM

Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) secara geografis terletak
diantara 6º05’-6º10’ LS dan 106º43’-106º48’ BT. Hutan Lindung Angke Kapuk
memiliki luas 44.76 ha dan merupakan satu-satunya kawasan lindung ekosistem
mangrove di wilayah DKI Jakarta (Dinas Kehutanan 1995 dalam Miralka 2006).
Kawasan HLAK disusun oleh 15 jenis pohon mangrove, 8 jenis
merupakan jenis asli setempat dan sisanya merupakan jenis yang ditanam yang
berasal dari kawasan lain dengan zonasi vegetasi hutan mangrove seperti pada
Gambar 2. Jenis-jenis pohon mangrove asli kawasan HLAK terbagi atas dua grup,
yakni (i) mangrove sejati yang terdiri atas 7 jenis, yaitu Avicennia officinalis L.
(Avicenniaceae), Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Lamarck, R. stylosa
Griff (Rhizophoraceae), Sonneratia caseolaris (L.) Engler (Sonneratiaceae) yang
merupakan komponen mayor/utama, Excoecaria agallocha L., (Euphorbiaceae)
dan Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. (Meliaceae) yang merupakan
komponen minor/tambahan, dan (ii) sisanya sebagai asosiasi mangrove, yaitu
Terminalia catappa L. Sedangkan 7 jenis pohon mangrove yang merupakan jenis
introduksi terdiri atas 1 jenis mangrove sejati, yaitu Bruguiera gymnorrhiza (L.)
Lamarck (Rhizophoraceae), dan 6 jenis asosiasi mangrove, yakni Calophyllum
inophyllum L. (Guttiferae), Cerbera manghas L. (Apocynaceae), Paraserianthes
falcataria (L.) Nielsen, Tamarindus indica, Acacia mangium, dan A.
auriculiformis
(Leguminosae).
Berdasarkan
tingkat
pertumbuhannya,
B.gymnorrhiza, C. inophyllum dan C. manghas baru sampai pancang, sedangkan
P. falcataria, T. indicus, A. mangium, dan A. auriculiformis sudah ada yang
mencapai tingkat pohon (Onrizal et al. 2005).

Gambar 2 Zonasi vegetasi hutan mangrove di Indonesia

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan Maret-Mei 2014 di
Kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta Utara.

7
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain phiband, haga
hypsometer, kompas, patok kayu, tally sheet, kamera digital dan alat tulis.
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah label, plastik ukuran ¼
kg, tali raffia dan spesimen tumbuhan berupa daun.

Metode

Pembuatan Plot Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan kadar
klorofil daun dan regenerasi tumbuhan mangrove dengan tebal sampah yang
berbeda. Lokasi penelitian ini dibagi ke dalam tiga kawasan, yaitu :
1. Kawasan tidak ada sampah (KTS): kawasan mangrove yang tidak terdapat
sampah;
2. Kawasan sedikit sampah (KSS): kawasan mangrove yang memiliki tebal
sampah 5-30 cm;
3. Kawasan banyak sampah (KBS): kawasan mangrove yang memiliki tebal
sampah ≥30 cm.
Kondisi ketiga kawasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

1

2

3

Gambar 3 Kawasan Penelitian; (1)KTS, (2)KSS dan (3)KBS

Setiap kawasan dibuat lima plot pengamatan berukuran masing-masing 10
m x 10 m yang diletakkan secara acak. Desain plot pengamatan dalam setiap
kawasan dapat dilihat pada Gambar 4.
10 m

10 m

Gambar 4 Desain plot pengamatan

8
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan pada setiap plot pengamatan yang berukuran 10
m x 10 m dengan melakukan identifikasi jenis dan jumlah individu pada tingkat
semai, pancang dan pohon, sedangkan untuk tingkatan pohon dilakukan
pengukuran tinggi dan diameter batang pohon.

Pengambilan dan Pengujian Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak sebanyak satu ulangan
pada setiap plot pengamatan. Sampel tanah diambil di tengah plot dengan
kedalaman ±30 cm menggunakan metode terusik untuk menguji kandungan kimia
tanahnya. Selanjutnya sampel tanah dari masing-masing ulangan pada plot
pengamatan dikompositkan berdasarkan ketiga kondisi kawasan (KTS, KSS dan
KBS). Pengujian sampel tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Pengambilan dan Pengujian Sampel Daun
Pengambilan sampel daun dilakukan pada pukul 06.00 WIB. Sampel daun
diambil dari semua pohon yang terdapat pada setiap plot pengamatan dengan
komposisi daun bagian atas, tengah dan bawah. Jumlah daun yang diambil dari
masing-masing bagian adalah 3 helai. Setelah semua daun terkumpul, daun
tersebut dilakukan pengambilan secara acak sebanyak 3 helai untuk dilakukan
pengujian kandungan klorofil daunnya. Pengujian sampel daun dilakukan di
Laboratorium BALITRO, Kementerian Pertanian.

Prosedur Analisis Data
Kandungan Klorofil Daun
Data perhitungan kandungan klorofil daun yang telah diperoleh pada
masing-masing kawasan diolah menggunakan program SPSS 16.0. Data tersebut
dilakukan uji beda independent sampel t-test antara KTS dengan KSS, KSS
dengan KBS dan KTS dengan KBS. Uji beda independent sampel t-test dilakukan
untuk mengetahui perbedaan antara masing-masing kawasan dengan hipotesis
sebagai berikut:
H0: tidak ada perbedaan kandungan klorofil daun pohon mangrove antar kawasan
H1: minimal ada satu perbedaan kandungan klorofil daun pohon mangrove antar
kawasan.
Apabila p-value > 0.05, maka terima H0, sedangkan apabila p-value