1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang menjadi pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan dan pusat kegiatan lainnya. Luas
wilayah Kota Denpasar 127,78 km2 atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Provinsi Bali yaitu 5.632,86 Km2. Jumlah penduduk Kota Denpasar pada tahun
2010 sebanyak 788.589 jiwa yang terbagi dalam 4 kecamatan yaitu, Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan,
Kecamatan Denpasar Utara.
1
Hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Denpasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas
pelayanan publik. Pertumbuhan masyarakat dan perkembangan usaha di Kota Denpasar
sangat pesat terjadi, hal ini dikarenakan Denpasar merupakan pusat kegiatan ekonomi di pulau Bali dan juga merupakan salah satu pusat pariwisata di
Indonesia. Oleh karenanya Kota Denpasar memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar negeri maupun masyarakat dalam negeri, yang mengakibatkan
menumpuknya masyarakat di Kota Denpasar, entah sebagai wisatawan maupun ingin mengadu nasib mencari pekerjaan.
1
Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar, 2015, Luas Wilayah, Jumlah Rumahtangga, dan Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk 2010 Menurut KabupatenKota di Bali, Badan
Pusat Statistik
Kota Denpasar,
URL: http:denpasarkota.bps.go.idweb2015frontend
linkTabelStatisview id13,diakses tanggal 18 September 2015.
2
Pemerintah Kota Denpasar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam melaksanakan kepentingan umum, dibekali dengan instrumen wewenang
pemerintah untuk melakukan perbuatan pemerintahan, yang dalam konsep hukum administrasi di Belanda dikenal dengan istilah
“besturhandeling” atau dalam hukum administrasi di Indonesia dikenal dengan istilah perbuatan pemerintahan
atau tindakan pemerintahan.
2
Tindakan pemerintah tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk pelayanan publik. Pelayanan publik yang merupakan kewajiban dari
pemerintah kepada setiap warga negara dan penduduk sehingga metode dan prosedur serta senantiasa harus diaktualisasikan sesuai dengan kebutuhan dan
harapan masyarakat. Salah satu pelayanan publik yang paling sering dijumpai dalam lalu lintas antara pemerintah dan masyarakat adalam berkaitan dengan
perizinan. Pelayanan perizinan dewasa ini masih dirasakan kurang memuaskan dalam berbagai sektor perizinan.
Izin merupakan keputusan tata usaha Negara atau dikenal dengan istilah beschikking. Beschikking memiliki definisi,
“Onder „beschikking’ kan in zijn algemeenheid worden verstaan: een besluit afkomstig van een bestuursorgaan,
dat gericht is op rechtsgevolg”
3
. Secara umum, beschikking dapat diartikan;
2
Kuntjoro Purbopranoto, 1972, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, h.44.
3
R.J.H.M. Huisman, Algemeen Bestuursrecht, een Inleiding. Kobra, Amsterdam, tt. h.14.
3
keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintahan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
4
Menurut L.P. Sinambela menyatakan bahwa masyarakat selalu menuntut adanya pelayanan publik yang terbaik dan berkualitas dari pemerintah, walaupun
tuntutan tersebut tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat, karena secara empiris di masyarakat pelayanan perizinan masih terkesan lambat, berbelit-belit,
mahal dan melelahkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan masyarakat yang masih diposisikan sebagai yang melayani bukan yang dilayani.
5
Masyarakat umum termasuk kalangan pengusaha atau swasta masih merasakan bahwa proses pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh aparatur
pemerintahan masih terkesan kurang baik di mata masyarakat, seperti proses yang berbelit-belit, tidak adanya transparansi dan juga melelahkan. Masyarakat yang
mangajukan permohanan izin sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lainnya hanya untuk mengurus 1 jenis pelayanan perizinan, sehingga masyarakat menjadi
malas untuk mengurus izin mereka, maka pelayanan perizinan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan di cap buruk oleh masyarakat. Bagi kalangan usaha
permasalahan izin seperti ini tentu saja sangat menghambat, sehingga kepercayaan dari masyarakat dan kalangan usaha terhadap pemerintah akan menurun.
Merespon permasalahan tersebut sebenarnya pengaturan mengenai Pelayanan Publik itu sendiri telah diatur dalam Undang-undang Republik
4
Ridwan HR, 2007, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.142.
5
L.P. Sinambela, 2006, Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta, h.4.
4
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik UU Pelayanan Publik pada Pasal 1
menyatakan bahwa “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, danatau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. ” Yang bertujuan untuk memberikan acuan
kepada aparatur pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.
Keseriusan pemerintah akan pentingnya pelayanan publik khususnya di bidang perizinan itu sendiri juga di perkuat dengan Pasal 350 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa kepala daerah diwajibkan untuk memberikan pelayanan perizinan. Pasal ini
menegaskan bahwa pelayanan perizinan juga merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah, sehingga pelayanan perizinan dapat dilakukan dari lapisan
terdekat yaitu Kepala Daerah. Kota Denpasar telah mengakomodir aturan dalam UU Pelayanan Publik
kedalam bentuk Peraturan Walikota yang bertujuan agar mempermudah regulasi pelayanan publik di bidang perizinan yaitu Peraturan Walikota Denpasar Nomor
21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Selanjutnya disebut Perwali Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan, yakni dalam Pasal 2 pada
pokoknya menyatakan bahwa, Walikota Denpasar disini menjadi penyelenggara pelayanan perizinan yang mencakup verifikasi permohonan, penandatangan,
5
penerbitan,pengawasan, pembatalan dan pencabutan izin. Selain itu Walikota Denpasar juga menyelenggarakan pelayanan perizinan yang meliputi 75 jenis izin.
Salah satu dari 75 jenis izin yang diselenggarakan oleh Kota Denpasar adalah ijin penyelenggaraan balai pengobatan klinik. Dengan jumlah penduduk
yang padat tentu saja permasalahan kesehatan juga tinggi di Kota Denpasar, hal ini mendorong banyak bermunculannya Klinik di Kota Denpasar.
Klinik merupakan pilihan tempat pengobatan bagi masyarakat di Kota Denpasar. Hal tersebut menyebabkan banyaknya jumlah klinik yang tersebar di
Kota Denpasar yang mempermudah masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan tanpa harus pergi ke Rumah Sakit Daerah, yang mungkin bagi beberapa
orang jaraknya cukup jauh. Begitu pesatnya pertumbuhan klinik di Kota Denpasar tentu saja harus
didasarkan Izin penyelenggaraan dari klinik tersebut. Secara khusus pengaturan mengenai perizinan klinik diatur melalui Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor
4 Tahun 2003 tentang Retribusi Perijinan di Bidang Kesehatan Selanjutnya disebut Perda Denpasar Nomor 4 Tahun 2003 dan diuraikan lebih rinci dalam
Keputusan Walikota Denpasar Nomor 339 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Retribusi Perijinan di Bidang Kesehatan di Kota Denpasar Selanjutya disebut Keputusan Walikota Nomor 339 Tahun 2003.
Pada tahun 2014 dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik Permenkes tentang Klinik, dan
6
dalam aturan ini mengatur mengenai persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan klinik. Dalam beberapa persyaratan yang diatur oleh Peraturan
Menteri Kesehatan ini tidak diatur dalam Keputusan Walikota tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Retribusi Perijinan di Bidang Kesehatan di Kota Denpasar. Dalam Permenkes tentang Klinik terdapat persyaratan izin mendirikan
Klinik yang terdapat dalam Pasal 26. Begitu pula dalam Keputusan Walikota Nomor 339 Tahun 2003, dalam Pasal 5 ayat 1 menyatakan
bahwa “Permohonan ijin kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3
keputusan ini wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini
”. Namun dalam lampiran Keputusan Walikota Denpasar ini terdapat perbedaan mengenai persyaratan Izin mendirikan klinik yaitu dalam
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik mempersyaratkan adanya dokumen SPPL Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan untuk Klinik Rawat Jalan atau
dokumen UKL-UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan
Lingkungan untuk Klinik Rawat Inap, sedangkan di dalam Keputusan Walikota ini tidak mengharuskan adanya dokumen SPPL atau UKL-UPL. Pengurusan izin
mendirikan Klinik di Kota Denpasar sebelum dikeluarkannya Permenkes tentang Klinik, beracuan kepada Keputusan Walikota Nomor 339 Tahun 2003, yang
menjadi dasar hukum dalam pengurusan izin mendirikan Klinik. Dari perbedaan persyaratan perizinan mengenai klinik tersebut tentu saja
menimbulkan permasalahan di masyarakat. Adapun permasalahan tersebut seperti bingungnya masyarakat yang hendak mengajukan izin mendirikan Klinik di Kota
7
Denpasar mengenai aturan hukum mana yang digunakan, bagaimana mekanisme dalam permohonan perizinan pendirian klinik. Kebingungan lain para pengelola
Klinik adalah untuk memperpanjang izin kliniknya dikarenakan adanya persyaratan-persyaratan baru yang menyebabkan beberapa klinik tidak dapat
melengkapi persyaratan tersebut. Dari latar belakang tersebut timbul keinginan untuk membahas dan
menulis tugas akhir atau Skripsi dengan judul
“Pelaksanaan Perizinan Pendirian Klinik Di Kota Denpasar Setelah Dikeluarkannya Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik
”
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah mekanisme perizinan pendirian klinik di Kota Denpasar
setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik ?
2. Hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan perizinan pendirian
klinik di Kota Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik ?
8
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Dalam rangka menghindari terjadinya penyimpangan dalam pembahasan dan juga untuk mendapatkan gambaran umum mengenai apa yang penulis uraikan
dalam skripsi ini, maka perlu untuk ditentukannya ruang lingkup pemasalahan, yaitu :
a. Dalam permasalahan pertama akan dibahas mengenai bagaimana
mekanisme perizinan klinik di Kota Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik. Mekanisme tersebut meliputi aturan hukum yang digunakan, proses permohonan izin dan pengawasan yang dilakukan
setelah diterbitkannya izin. b.
Dalam permasalahan kedua akan dibahas mengenai hambatan dan upaya pemerintah dalam pelaksanaan perizinan pendirian klinik di Kota
Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
1.4. Orisinalitas Penelitian