8
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Dalam rangka menghindari terjadinya penyimpangan dalam pembahasan dan juga untuk mendapatkan gambaran umum mengenai apa yang penulis uraikan
dalam skripsi ini, maka perlu untuk ditentukannya ruang lingkup pemasalahan, yaitu :
a. Dalam permasalahan pertama akan dibahas mengenai bagaimana
mekanisme perizinan klinik di Kota Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik. Mekanisme tersebut meliputi aturan hukum yang digunakan, proses permohonan izin dan pengawasan yang dilakukan
setelah diterbitkannya izin. b.
Dalam permasalahan kedua akan dibahas mengenai hambatan dan upaya pemerintah dalam pelaksanaan perizinan pendirian klinik di Kota
Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan
orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun
dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan skripsi atau disertasi yang pembahasannya berkaitan dengan Pelaksanaan Perizinan Pendirian Klinik Di Kota
9
Denpasar Setelah Dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
1.5.Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dalam penelitian skripsi ini terdapat dua jenis yaitu tujuan umum dan tujuan khusus adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi dan informasi kepada masyarakat mengenai perizinan pendirian klinik dan
pelaksanaan perizinan pendirian klinik setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik di Kota Denpasar. b.
Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme perizinan pendirian klinik di Kota Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam
pelaksanaan perizinan pendirian klinik di Kota Denpasar setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik.
10
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khusunya Hukum Administrasi Negara.
Selain itu juga diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah Kota Denpasar dalam melaksanakan pelayanan publik khususnya dalam bidang
perizinan dan memberikan informasi mengenai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai pelayanan perizinan.
b. Manfaat Praktis
Untuk memberikan sumbangsih kepada yang membutuhkan informasi mengenai bagaimana aturan mengenai pelayanan publik di Kota
Denpasar khususnya dibidang Perizinan Mendirikan Klinik. Selain itu juga untuk mengetahui pelaksanaan perizinan
mendirikan klinik di Kota Denpasar Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik.
1.7.Landasan Teoritis
a. Teori Negara Hukum
Konsep mengenai Negara Hukum merupakan konsep yang dianggap universal oleh beberapa orang namun dalam implementasinya konsep Negara
Hukum memiliki karakteristik yang beragam. Jika di perhatikan secara historis dan praktis, konsep Negara hukum ini dapat dilihat dalam beberapa model
seperti Negara hukum menurut Sunnah atau namokrasi Islam dan Al- Qur’an,
11
Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang lebih dikenal dengan Rechtsstaat, Negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon Rule Of Law,
konsep Sosialist legality, dan konsep Negara hukum Pancasila.
6
Negara Republik Indonesia merupakan Negara Hukum, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Pengertian Negara hukum menu
rut D.Mutiara’as adalah sebagai berikut: “Negara hukum ialah Negara yang susunannya diatur dengan sebaik-baiknya
dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan hukum. rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri menurut
semaunya yang bertentangan dengan hukum. ”
7
Prinsip-prinsip Negara hukum yang dikemukakan oleh J.B.J.M. ten Berge adalah sebagai berikut :
8
1 Asas Legalitas.
2 Perlindungan Hak-hak asasi.
3 Pemerintah terikat pada hukum
4 Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum.
5 Pengawasan oleh hakim yang merdeka.
Dalam Negara Hukum harus memenuhi dua syarat, syarat pertama adalah supremacy before the law yaitu hukum diberikan kedudukan tertinggi, berkuasa
6
Tahir Azhary, 1992, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, h.63
7
D.Mutiara ’as, 1955, Ilmu Tata Negara Umum,Pustaka Islam, Jakarta, h.20.
8
Ridwan HR, op.cit, h.9.
12
penuh dalam suatu negara dan rakyat. Syarat kedua adalah equality before the law yaitu semua orang pejabat pemerintahan maupun masyarakat biasa adalah
sama statusnya atau kedudukannya didalam hukum.
9
b. Teori Penegakan Hukum
Indonesia merupakan Negara hukum sehingga dalam penyelenggaraan Negara harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum. Dalam negara hukum juga memperhatikan mengenai kedaulatan hukum supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahannya, namun tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Pancasila.
Secara konsepsional, inti dan arti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup.
10
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
11
9
C.S.T. Kansil, 2000, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h.88.
10
Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I, h. 5.
13
Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal” nilai, kaidah, dan pola perilaku. Gangguan
tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan
pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan.
12
c. Good Governance
Pengertian Good Governance menurut Bintoro Tjokroamidjojo, dalam bukunya yang berjudul “Reformasi Nasional Penyelenggaraan Good
Governance d
an Perwujudan Masyarakat Mandiri” adalah sebagai sharingpartnership pengelolaan Negara antara sektor publik yaitu pemerintah
dengan sektor swasta usaha dan sektor organisasi masyarakat.
13
United Nations Development Program tahun 1997 mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam
praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, adalah meliputi
14
: a.
Partisipasi Participation: setiap orang atau setiap warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama
dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun
11
Jimly Asshiddiqie,
“Penegakan Hukum”
tersedia dalam
URL: http:jimly.commakalah namafile56Penegakan_Hukum.pdf diakses tanggal 20 Oktober 2015.
12
Soerjono Soekanto, op. cit, h.7.
13
I Gusti Ngurah Wairocana, 2005, “Good Governance Kepemerintahan yang Baik
Dalam PenyelenggaraanPemerintahan Daerah di Bali”, Desertasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.12.
14
Srijanti, A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K, 2009, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, Graha Ilmu Yogyakarta, h.220.
14
melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
b. Aturan Hukum Rule of Low: kerangka aturan hukum dan perundang-
undangan harus berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.
c. Transparansi Transparency: Transparansi harus dibangun dalam
kerangka kebebasan aliran informasi. d.
Daya tanggap Responsiveness: setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang
berkepentingan Stakeholders. e.
Berorientasi Konsensus Consensus Orientation: pemerintahan yang baik good governance akan bertindak sebagai penengah mediator
bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak,
dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
f. Berkeadilan Equity: pemerintahan yang baik akan memberikan
kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas
hidupnya.
g. Efektivitas dan Efesiensi Effectiveness and Efficiency: setiap proses
kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang
sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.
h. Akuntabilitas Accountabilty: para pengambil keputusan dalam
organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban akuntabilitas kepada publik masyarakat
umum, sebagaimana halnya kepada para pemilik kepentingan stakeholders.
i. Visi Strategis Strategic Vision: para pemimpin dan masyarakat
memiliki persepktif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik good governance dan
pembangunan manusia human development, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Keseluruhan prinsip-prinsip Good Governance diatas memiliki keterkaitan yang sangat erat dan memiliki hubungan antara prinsip satu dengan yang
lainnya. Seperti halnya partisipasi masyarakat akan sangat berpengaruh dengan efektivitas dan efesiensi dari tindakan pemerintah, dengan baiknya partisipasi
masyarakat maka semakin efektif pula suatu tindakan pemerintah karena
15
mempermudah pemerintah dalam mengambil keputusan untuk mencapai Good Governance.
d. Teori Hukum Perizinan
Menurut Ateng Syafrudin mengatakan, izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan di mana hal yang dilarang menjadi diperbolehkan
15
. Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen Pemerintah
yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat
16
. Juniarso Ridwan mengutip buku Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi empat
macam:
17
a Izin, bertujuan dan berarti menghilangkan halangan; hal dilarang
menjadi boleh penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan yang limitatif.
b Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya
secara formal tidak diizinkan, jadi dispensasi hal yang khusus. c
Lisensi, adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan suatu perusahaan.
d Konsesi, merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar
berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi
15
Ridwan HR, op.cit, h.198.
16
Juniarso Ridwan, 2010, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, h. 31.
17
Ibid.
16
tugas Pemerintah, namun oleh Pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat
Pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual, atau bentuk kombinasi atau lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak
dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. Izin dimaksudkan untuk menciptakan kegiatan yang positif terhadap
aktivitas pembangunan. Suatu izin yang dikeluarkan Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan keadaan yang tertib dan aman sehingga yang menjadi
tujuannya akan sesuai dengan yang menjadi peruntukannya pula. Juniarso Ridwan memberi pengertian tentang izin yaitu:
18
”Izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol
berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.” Dapat dikatakan, bahwa izin adalah perangkat
hukum administrasi
yang digunakan
Pemerintah untuk
mengendalikan warga agar berjalan dengan teratur dan untuk tujuan ini digunakan perangkat administrasi.
e.
Teori Efektivitas Hukum
Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan
efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Dalam suatu istansi tujuan yang dimaksud berupa keberhasilan dalam melaksanakan
program atau kegiatan menurut tugas, wewenang dan fungsi instansi tersebut.
18
Ibid.
17
Melihat efektivitas dalam bidang hukum, Achmad Ali berpendapat bahwa
ketika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka hal pertama yang dapat dilakukan adalah harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum
itu ditaati atau tidak ditaati.
19
Selanjutnya Achmad Ali juga berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-
undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang
dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-
undangan tersebut.
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif
atau tidaknya suatu hukum dapat ditentukan oleh 5 lima faktor, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum. 3.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4.
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
20
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
19
Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, Kencana, Jakarta, h.375.
20
Soerjono Soekanto I, op.cit, h.8.
18
efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung
dari aturan hukum itu sendiri. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif,
pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan
persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun
merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan
efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum. Jika suatu aturan hukum tidak efektif dapat dikarenakan ancaman paksaan dari hukum tersebut
yang kurang berat, atau karena ancaman paksaan itu tidak terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat.
21
Berbicara mengenai efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap
hukum. Hukum dapat efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya
suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif
apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau
21
Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, h.186.
19
dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan
tersebut telah dicapai.
1.8. Metode Penelitian