1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat pesat, ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan
telekomunikasi yang terus meningkat. Ketua Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia ATSI, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa hingga Juni 2010
jumlah pengguna seluler di Indonesia menyentuh angka 180 juta yang dilayani 10 operator telekomunikasi. Berdasarkan data ATSI tahun 2010, total nilai investasi
di bisnis telekomunikasi sudah mencapai angka US 4 miliar. Persaingan dalam industri bisnis telekomunikasi menuntut perusahaan telekomunikasi untuk terus
membuat strategi agar tetap dapat bertahan dalam industri ini. Terdapat lima
parameter kebutuhan pokok pengguna seluler di Indonesia yang dapat dijadikan acuan penyusunan strategi bisnis telekomunikasi. Diantaranya adalah pengadaan
jaringan hingga pelosok, menghadirkan jaringan berkualitas didukung teknologi terkini, inovasi produk dan layanan, pelayanan pelanggan berstandar mutu
internasional ISO, dan tarif yang semakin terjangkau Kompas. 14 Juli 2010. Jumlah Pelanggan Indonesia 180 juta, hlm.3.
Salah satu strategi perusahaan telekomunikasi untuk dapat bertahan pada industri ini adalah dengan memperluas coverage atau jangkauan daerah jaringan
operator mereka. Saat ini tiap operator telekomunikasi sedang gencar melakukan penambahan BTS di seluruh daerah yang bertujuan untuk memperluas jaringan
Universitas Kristen Maranatha
operator tersebut. BTS adalah singkatan dari Base Transceiver Station, yaitu pemancar sinyal suatu operator. Jika seseorang melakukan aktivitas komunikasi
suara maupun data, sinyalnya akan diterima oleh BTS terdekat dan pesannya akan diteruskan kemudian. Penambahan BTS berdampak positif terhadap peningkatan
luas coverage, tapi disisi lain penambahan BTS menuntut frekuensi aktifitas yang tinggi. Penggunaan frekuensi yang terlalu banyak tanpa diikuti oleh pengaturan
yang baik akan memicu timbulnya interferensigangguan yang secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas sinyal. Hal ini secara langsung berdampak
terhadap kualitas sinyal yang dirasakan pelanggan. PT.
‘X’ merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah pelanggan sebanyak 37,6 juta pelanggan pada akhir
kuartal ketiga Minggu keempat bulan November tahun 2011. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh perusahaan, termasuk layanan suara, pesan
singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Banyaknya jumlah pelanggan dan beragamnya produk layanan yang
tersedia membuat traffic layanan telepon, sms, maupun data menjadi sangat padat. Kepadatan traffic dapat mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan kepada
pelanggan, seperti menurun atau bahkan menghilangnya signal telepon pada area tertentu yang menyebabkan pelanggan menjadi sulit untuk melakukan aktifitas
telekomunikasi. Sebagai upaya pengaturan network pada BTS yang ada, perusahaan perlu terus menerus melakukan maintanance dan monitoring seluruh
perangkat komunikasi demi menjaga kualitas layanan yang diterima pelanggan tetap pada standar perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik bersumber dari
Universitas Kristen Maranatha
perangkat-perangkat pendukung komunikasi yang berteknologi tinggi dan jaringan luas yang stabil. Serta kualitas sumber daya manusia karyawan yang
kompeten dalam bidang pengaturan network. www.pt’x’.co.id, diakses tanggal
11 Agustus 2011. Pada PT.
‘X’ terdapat divisi yang khusus menangani pengawasan
perangkat telekomunikasi yaitu Divisi Regional Fault Monitoring RFM. Karyawan divisi RFM memegang peranan vital dalam keberlangsungan
perusahaan di industri bisnis telekomunikasi ini. Karena berdasarkan hasil survey dari Erricson 2009 yang merupakan salah satu perusahaan perangkat
telekomunikasi, Indonesia merupakan negara tertinggi di Asia Tenggara dimana pelanggannya sering melakukan pergantian simcard. Tingkat pergantian simcard
pelanggan Indonesia mencapai 26. Sementara negara-negara lain seperti Singapura 17, Filiphina 14, dan Malaysia 9. Terdapat 12 pelanggan
Indonesia yang mengganti simcard tersebut merupakan pelanggan dari PT.”X”.
Salah satu alasan pelanggan melakukan pergantian simcard adalah karena rendahnya kualitas jaringan yang diberikan perusahaan. Manager Region PT.”X”
juga mengatakan bahwa terdapat 7900 keluhan mengenai kualitas jaringan yang tidak memuaskan di akhir Oktober 2011 www.sindonews.com., diakses pada
tanggal 8 April 2012. Secara umum tugas dari Divisi RFM ini adalah melakukan monitoring dan
investigasi terhadap semua perangkat secara maksimal berdasarkan area region yang dimonitor. Peranan Divisi RFM sangat penting bagi perusahaan karena hasil
kerja para karyawannya akan menentukan kualitas signal yang diterima oleh
Universitas Kristen Maranatha
pelanggan yang merupakan salah satu dari lima parameter kebutuhan pokok pelanggan seluler di Indonesia. Karyawan Divisi RFM perlu memiliki dasar ilmu
pengetahuan mengenai teknik telekomunikasi, menguasai penggunaan komputer terutama Microsoft Office, mampu memenuhi target waktu penyelesaian tugas dan
bersedia bekerja secara shift. Kondisi kesehatan yang prima juga menjadi salah satu syarat karyawan Divisi RFM Agenda Kerja ‘PT.X’. 2011. Job Requirement
Regional Fault Monitoring. Seluruhnya Karyawan Divisi RFM berjumlah 35 orang karyawan yang
terbagi kedalam empat region yaitu west, jabodetabek, central, dan east. Masing- masing region terdiri dari 8-9 orang yang harus bergantian bekerja dalam sistem
shift selama delapan jam. Setiap shift terdiri dari empat orang karyawan untuk masing-masing region dan satu orang supervisor untuk seluruh region. Shift
pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00
sampai dengan 07.00. Karyawan mendapatkan jadwal shift kerja secara bergiliran dengan pengaturan dari supervisor.
Divisi RFM yang beroperasi selama 24 jam setiap hari memiliki enam tugas utama yang menjadi tanggung jawab Karyawan Divisi RFM. Tugas pertama
adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau dan menganalisis performa BTS aktif. Kedua, corrective maintanance yaitu memantau
alarm yang muncul dari setiap BTS akibat adanya kesalahan teknis. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance pada field
operator. Keempat, update database yaitu memasukan semua informasi yang
Universitas Kristen Maranatha
telah dikerjakan pada tiga tugas sebelumnya pada daftar database pusat. Kelima, administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah
dikerjakan tugas satu sampai empat ke dalam lembar kerja pribadi. Keenam, controlling and analyze, yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field
operator yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Setiap alarm memiliki batas waktu penyelesaian tertentu. Agenda
Kerja ‘PT.X’. 2011. Standard Operating Procedure Commerce Department; Regional Fault Monitoring.
Tugas pekerjaan yang banyak dan sistem kerja shift yang harus dijalani Karyawan Divisi RFM menuntut karyawan agar senantiasa dalam kondisi fisik
yang sehat, agar mampu mengerjakan tugas-tugas pekerjaannya secara maksimal. Selain itu juga karyawan dituntut untuk berada dalam kondisi psikologis yang
prima, dimana ia harus mampu berkonsentrasi penuh selama delapan jam menjalankan tugasnya. Karyawan yang menghayati tuntutan tersebut terlalu tinggi
memiliki peluang untuk mengalami stres kerja dalam bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM.
Luthans 2006 mendefinisikan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan
atau perilaku pada anggota organisasi. Masalah fisik yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah masalah pada sistem kekebalan
tubuh kurangnya kemampuan tubuh untuk melawan atau menangkal penyakit dan infeksi, masalah pada sistem cardiovascular seperti tekanan darah tinggi dan
penyakit jantung, masalah pada musculoskeletal sepert sakit kepala dan migren,
Universitas Kristen Maranatha
masalah pada pencernaan seperti diare dan sembelit. Sedangkan masalah psikologis yang muncul ketika seseorang mengalami stres kerja antara lain adalah
mudah marah, kecemasan, depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi, kejenuhan kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi. Masalah
tingkah laku yang ditunjukan seperti gangguan makan, gangguan tidur, meningkatnya perilaku merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan
dalam bekerja, absenteeism, dan turnover. Sedangkan bagi perusahaan, akibat stres kerja yang tampak adalah kekacauan, hambatan dan gangguan aktivitas kerja
serta penurunan produktivitas perusahaan dan kerugian bagi perusahaan Luthans, 2006.
Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan pekerjaannya terlalu tinggi adalah karyawan yang memandang pekerjaan di divisi RFM menuntut
dirinya untuk bekerja melebihi kemampuan fisik dan psikologisnya. Karyawan tersebut akan lebih sering mengalami masalah-masalah fisik, psikologis dan atau
perilaku saat bekerja menjalankan tugas sebagai karyawan divisi RFM sebagai gejala stres kerja yang ia rasakan. Seperti karyawan yang menjadi sering merasa
sakit kepala dan sakit punggung saat bekerja menatap komputer, merasa cemas saat menghadapi alarm atau menjadi lamban dalam menyelesaikan tugas-tugas
pekerjaannya. Misalnya saat sedang bertugas untuk melakukan monitoring timbul perasaan khawatir dari diri karyawan mengenai langkah apa yang harus ia lakukan
saat muncul corrective alarm. Karyawan khawatir akan tindakan eksekusi yang dilakukannya bukan merupakan tindakan yang tepat. Target penyelesaian waktu
yang ditentukan, bukan meningkatkan kecepatan kerja mereka. Karyawan justru
Universitas Kristen Maranatha
menjadi tertekan karena takut melakukan kesalahan. Akibatnya, karyawan menjadi terlalu lama saat hendak menentukan langkah eksekusi terhadap suatu
alarm. Hal ini membuat pekerjaan yang mereka lakukan menjadi lebih lamban. Seringnya gejala psikologis seperti perasaan khawatir yang muncul pada diri
karyawan tersebut dapat menyebabkan gangguan signal yang dirasakan pelanggan pun menjadi lebih lama.
Gejala stres yang karyawan tunjukkan melalui masalah fisik, psikologis, dan atau perilakunya saat bekerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Luthans terdapat empat penyebab stres kerja, yaitu stresor ekstraorganisasi, stresor organisasi, stresor kelompok, dan stresor individual. Stresor
ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosialteknologi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat
tinggal atau masyarakat. Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja.
Stresor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. Sedangkan stresor individu terdiri dari
disposisi individu karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan psikologis dan konflik intraindividu yang berakar dari
frustrasi, tujuan dan peranan Luthans, 2006:. Notosoedirjo dan Latipun 2005, mengatakan bahwa orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stresor sumber stres kerja. Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami
tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian
Universitas Kristen Maranatha
ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Kemampuan karyawan Divisi RFM untuk mengatasi sumber-sumber stres kerja
yang dapat menimbulkan masalah fisik, psikis, dan perilaku menentukan kesehatan mental dari karyawan itu sendiri. Karyawan yang sehat secara mental,
mampu mengembangkan fungsi pribadinya secara optimal dan menjadi lebih sejahtera Notosoedirjo dan Latipun, 2005.
Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor, diketahui bahwa kondisi kerja Divisi RFM dianggap sebagai tuntutan pekerjaan yang tinggi oleh beberapa
karyawan. Karyawan Divisi RFM bekerja dengan kondisi 80 aktifitas duduk dan menatap layar monitor secara terus menerus serta harus terus berkonsentrasi
untuk munculnya memantau alarm setiap saatnya dan selalu siaga untuk menindaklanjutinya. Selain itu semenjak bulan Agustus 2011 perusahaan
melakukan perubahan kebijakan atas dasar pertimbangan efisiensi biaya dan efektifitas kerja Divisi RFM. Seluruh karyawan di masing-masing region
disentralisasikan ke pusat yang berkantor di Kota Tangerang. Perpindahan tempat kerja ini juga menyebabkan penurunan kecepatan kerja karyawan, terlihat dari
penurunan target waktu penyelesaian alarm yang dilakukan karyawan. Selain juga muncul keluhan dari karyawan yang telah berkeluarga bahwa mereka kehilangan
semangat kerja karena mereka harus berada jauh dari keluarga. Menurut supervisor setiap karyawan akan berbeda-beda menanggapi tuntutan pekerjaan
dan kondisi kerja Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang tersebut. Karyawan yang menanggapi tuntutan pekerjaan sebagai motivasi, memunculkan produktifitas dan
kecepatan kerja yang tinggi. Karyawan dapat lebih banyak dan lebih cepat
Universitas Kristen Maranatha
mengatasi alarm yang muncul. Sementara karyawan yang merasa tuntutan pekerjaan di Divisi RFM terlalu tinggi atau di luar batas kemampuannya,
memunculkan reaksi berupa keluhan-keluhan fisik, psikologis, dan perilaku. Berdasarkan hasil survei awal dengan kuesioner dan wawancara terhadap
delapan orang karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang didapatkan hasil
bahwa terdapat tiga orang karyawan mengalami masalah fisik selama bekerja sebagai Karyawan
Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang berupa sakit kepala dan sakit punggung. Menurut mereka, ketika bekerja sebagai karyawan divisi RFM,
karyawan merasakan frekwensi sakit kepala dan sakit punggung yang tinggi. Saat menjalankan tugasnya, karyawan sering merasakan sakit kepala dan sakit
punggung yang terkadang bisa mengganggu aktifitas pekerjaan mereka memonitor alarm. Tugas monitoring alarm mengharuskan mereka melihat
monitor komputer secara terus menerus. Ketika terjadi urgent alarm, karyawan harus dengan segera memutuskan akan melakukan tindakan apa untuk
menyelesaikannya. Proses monitoring hingga eksekusi pengambilan keputusan memiliki target waktu tertentu. Ketika karyawan sering merasakan sakit kepala,
pekerjaannya untuk memonitoring menjadi terganggu. Sakit kepala yang dirasakan membuat karyawan tidak fokus pada pekerjaannya memonitor alarm.
Mereka membutuhkan waktu untuk beristirahat dan meredakan rasa sakit yang mereka rasakan. Menurut tiga orang tersebut, ketika mereka sedang merasakan
sakit kepala ataupun sakit punggung, banyak alarm yang tidak mampu mereka eksekusi dengan cepat.
Universitas Kristen Maranatha
Sementara terdapat dua orang karyawan lainnya yang menyatakan bahwa ia mengalami masalah sakit punggung yang sering dan disertai dengan masalah
psikologis yaitu karyawan sering merasa cemas selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM. Alarm yang akan mereka hadapi, berbeda-beda setiap waktunya, dan
setiap alarm memiliki langkah penyelesaian yang berbeda satu sama lain. Tingkat kesulitan penyelesaian alarm tersebut juga berbeda-beda, dari yang mudah hingga
yang sulit. Saat memantau alarm karyawan yang mengalami masalah psikologis ini merasa khawatir akan apa yang harus dilakukannya, ia takut melakukan
kesalahan dalam penanganan alarm yang hendak ia hadapi. Perasaan cemas juga terkadang terbawa sampai ke rumah setelah ia pulang bekerja. Karyawan masih
memikirkan apakah yang telah ia lakukan merupakan tindakan yang tepat sesuai prosedur, atau ia justru memikirkan pekerjaan memantau alarm yang akan
dilakukan keesokan harinya. Kecemasan yang dirasakan karyawan tersebut dapat menghambat dalam kecepatan kerjanya mengatasi alarm. Karyawan yang cemas
menjadi ragu-ragu dan takut mengambil keputusan, sehingga ia menjadi lamban saat harus melakukan eksekusi alarm.
Disisi lain, terdapat satu orang karyawan yang mengungkapkan bahwa ia mengalami masalah perilaku selama bekerja sebagai Karyawan Divisi RFM.
Karyawan tersebut mengungkapkan bahwa semenjak bekerja di Divisi RFM, ia mengalami penurunan nafsu makan. Enam tugas harian yang harus diselesaikan
karyawan setiap harinya membuat aktifitas kerja mereka sangat padat. Selain karyawan harus fokus secara terus menerus memantau alarm, ia juga harus
melakukan tugas-tugas lain seperti membuat report dan update database. Saat ia
Universitas Kristen Maranatha
sedang bekerja, ia tidak merasakan lapar, meskipun sebelumnya ia belum makan. Hal ini sangat sering ia rasakan, hingga berdampak pada ketidakteraturan pola
makan setiap harinya. Dari seluruh karyawan yang di survey awal, terdapat dua orang Karyawan
Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang tidak mengungkapkan masalah fisik, psikologis, maupun perilaku. Selama bekerja sebagai karyawan divisi RFM,
karyawan jarang merasakan adanya masalah-masalah yang merupakan gejala stres kerja. Mereka dapat menjalankan tugasnya setiap hari tanpa ada masalah berarti
dari segi fisik, psikis maupun perilaku. Hal ini menunjukkan dalam situasi pekerjaan yang sama karyawan dapat meghayatinya secara berbeda-beda.
Karyawan yang jarang mengalami masalah sebagai gejala stres dapat menghadapi tuntutan pekerjaannya sebagai suatu tantangan.
Berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diutarakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Studi Deskriptif mengenai tingkat stres
kerja pada karyawan di visi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.
1.2 Identifikasi Masalah