Universitas Kristen Maranatha
sedang bekerja, ia tidak merasakan lapar, meskipun sebelumnya ia belum makan. Hal ini sangat sering ia rasakan, hingga berdampak pada ketidakteraturan pola
makan setiap harinya. Dari seluruh karyawan yang di survey awal, terdapat dua orang Karyawan
Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang tidak mengungkapkan masalah fisik, psikologis, maupun perilaku. Selama bekerja sebagai karyawan divisi RFM,
karyawan jarang merasakan adanya masalah-masalah yang merupakan gejala stres kerja. Mereka dapat menjalankan tugasnya setiap hari tanpa ada masalah berarti
dari segi fisik, psikis maupun perilaku. Hal ini menunjukkan dalam situasi pekerjaan yang sama karyawan dapat meghayatinya secara berbeda-beda.
Karyawan yang jarang mengalami masalah sebagai gejala stres dapat menghadapi tuntutan pekerjaannya sebagai suatu tantangan.
Berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah diutarakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Studi Deskriptif mengenai tingkat stres
kerja pada karyawan di visi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui stres kerja yang dialami oleh Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Universitas Kristen Maranatha
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja yang dialami Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat stres kerja pada Karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang ditunjukkan secara fisik, psikologis,
dan atau perilaku.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat stres kerja kerja.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada PT. ‘X’ Kota Tangerang mengenai tingkat stres kerja karyawan divisi RFM dan gambaran gejala yang ditunjukkan karyawan
serta penyebab dari stres kerja tersebut. Perusahaan dapat melakukan langkah- langkah guna meminimalisir stresor dan mengatasi gejala stres yang muncul pada
karyawan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Perusahaan ‘X’ merupakan perusahaan telekomunikasi swasta terbesar ketiga di Indonesia. Berbagai layanan jasa telekomunikasi diberikan oleh
Universitas Kristen Maranatha
perusahaan, termasuk layanan suara, pesan singkat, internet, blackberry dan sejumlah aplikasi dan fitur telekomunikasi lainnya. Teknologi tersebut masih terus
berkembang setiap saatnya. Visi misi perusahaan ‘X’ adalah menjadi penyedia
jasa teknologi informasi dan komunikasi terpilih di seluruh Indonesia, baik bagi pelanggan individu maupun kalangan bisnis dan pemerataan teknologi
komunikasi seluler ke seluruh pelosok nusantara, demi peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik di segala bidang. Untuk mencapai
visi misi tersebut perusahaan berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas dan cangkupan wilayah selulernya di masa yang akan datang, agar kebutuhan
komunikasi para pelanggan dapat senantiasa berjalan kapanpun, dan di manapun. Sebagai upaya mewujudkan visi dan misinya tersebut, perusahaan
memiliki divisi RFM yang bertugas untuk melakukan monitoring alarm. Divisi RFM berperan dalam menjaga stabilitas jaringan sehingga kualitas jaringan yang
diterima pelanggan tetap terjaga. Monitoring alarm merupakan pekerjaan yang harus terus menerus dilakukan. Karyawan divisi RFM harus bekerja delapan jam
setiap harinya dengan sistem kerja shift. Tugas pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk mencermati komputer secara terus menerus. Karyawan divisi RFM dituntut
untuk bekerja dengan cepat agar pelanggan tidak mengalami gangguan aktifitas telekomunikasi akibat kerusakan jaringan yang terlalu lama.
Universitas Kristen Maranatha
Tuntutan pekerjaan karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang yang harus dilakukan setiap harinya adalah menyelesaikan enam tugas utamanya sesuai
batas waktu yang telah ditentukan. Tugas pertama adalah melakukan preventive maintanance yaitu karyawan harus memantau seluruh BTS aktif yang ada pada
regionnya dan menganalisis sejauhmana performa BTS tersebut. Kedua, corrective maintanance yaitu memantau alarm yang muncul dari setiap BTS
akibat adanya kesalahan teknis atau gangguan lain seperti mati lampu, site yang jatuh, atau terbakarnya sebuah komponen teknis. Hal tersebut akan muncul pada
sistem dalam komputer yang kemudian harus karyawan analisis dan eksekusikan. Ketiga, reporting yaitu melaporkan hasil analisis dari corrective maintanance
pada field operator sebagai teknisi lapangan yang akan melakukan perbaikan langsung pada BTS yang dilaporkan.
Tuntutan tugas yang
keempat adalah update database yaitu
mengumpulkan semua informasi yang telah dikerjakan pada tiga tugas sebelumnya dan memasukannya pada daftar database pusat. Kelima,
administration yaitu memasukan data mengenai semua kegiatan yang telah dikerjakan tugas satu sampai empat kedalam lembar kerja pribadi, sebagai
laporan harian mengenai tugas pekerjaan yang telah dikerjakan. Hal ini juga bisa menjadi tolak ukur performa kerja setiap karyawan dan sejauhmana karyawan
tersebut memenuhi target kecepatan kerja yang diharapkan perusahaan. Keenam,
Universitas Kristen Maranatha
controlling and analyze yaitu karyawan harus memantau hasil kerja field operator yang menangani hasil corrective maintanance yang telah karyawan laporkan. Jika
setelah dianalisis dan dilaporkan pada field operator tetapi masih belum ada perbaikan, maka karyawan harus menganlisis ulang masalah yang terjadi untuk
bisa dieksekusikan kemudian. Karyawan Divisi RFM harus melaksanakan keenam tugas pekerjaan
mereka setiap harinya. Keenam tugas tersebut dilaksanakan dalam sistem kerja shift. Shift pertama mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Shift
kedua mulai pukul 15.00 sampai dengan 23.00. Sedangkan shift ketiga mulai dari pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Karyawan Divisi RFM dituntut secara fisik dan
psikis agar dapat prima setiap saat guna melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut. Karyawan Divisi RFM yang menghayati tuntutan fisik dan psikis dari
pekerjaannya sebagai tuntutan yang terlalu tinggi bagi dirinya, memiliki kemungkinan untuk dapat mengalami stres kerja.
Menurut Luthans 2006, stres kerja didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang yang menghasilkan penyimpangan fisik,
psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Stres kerja dapat disebabkan oleh empat macam faktor yaitu Stresor ekstraorganisasi, Stresor
organisasi, Stresor Individu, dan Stresor Kelompok. Stresor ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosialteknologi, keluarga, relokasi, kondisi
Universitas Kristen Maranatha
ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat Luthans, 2006. Relokasi dapat menjadi penyebab munculnya stres
kerja pada Karyawan Divisi RFM. Karyawan yang dipindahkan dari daerah Bandung, Surabaya dan Lampung ke Kota Tangerang harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat tinggal baru juga penyesuaian diri dengan tempat kerja yang baru.
Stresor organisasi mencakup kebijakan dan strategi administratif, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kondisi kerja. Stresor organisasi
adalah stresor yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri yang berpengaruh terhadap munculnya stres kerja pada Karyawan Divisi R
FM PT.’X’ Kota Tangerang Luthans, 2006. Seperti sistem kerja shift yang diterapkan perusahaan
terhadap Karyawan Divisi RFM. Pengaturan rotasi shift sepenuhnya menjadi hak dari supervisor tanpa ada keikutsertaan karyawan dalam penyusunan jadwalnya.
Karyawan yang mendapatkan jadwal kerja shift malam lebih banyak, harus merubah pola tidur yang biasa ia jalani. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari
karena merupakan konsekuensi dari pekerjaannya. Karyawan perlu terjaga di malam hari dengan tingkat konsentrasi yang tinggi karena harus tetap memantau
alarm yang muncul. Ketika karyawan menghayati sistem rotasi shift kerja sebagai stresor yang kuat, makan akan mempengaruhi tingkat stres kerjanya yang dilihat
dari frekwensi penghayatan masalah fisik, psikologis dan atau perilaku karyawan.
Universitas Kristen Maranatha
Misalnya akibat sistem kerja shift tersebut karyawan menjadi sering merasakan gangguan pencernaan seperti sakit maag sebagai gejala fisik. Saat bekerja, tanpa
ada penyebab yang jelas, karyawan merasakan perih di lambungnya. Hal tersebut menjadi mengganggu konsentrasi karyawan saat memantau alarm. Karyawan
yang merasakan sakit maag menjadi fokus pada rasa sakit yang ia alami, sehingga ia melalaikan tugasnya dalam melakukan monitoring.
Stressor kelompok dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial Luthans, 2006: 445.
Kurangnya kohesitivitas kelompok artinya adalah kurangnya waktu kebersamaan yang dimiliki oleh para Karyawan Divisi RFM. Desain pekerjaan yang
mengharuskan karyawan untuk bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing dengan target waktu tertentu, membuat setiap karyawan sibuk sendiri dengan
pekerjaannya. Tingkat konsentrasi tinggi yang dibutuhkan dalam memantau alarm juga membuat suasana kerja yang serius dan tenang tanpa banyak keterlibatan
komunikasi antar karyawan. Kebersamaan yang terjalin antar karyawan divisi RFM hanya bersifat seadanya saja, terbatas pada relasi formal yang terkait dengan
pekerjaan. Situasi rendahnya tingkat kebersamaan antar karyawan divisi RFM dapat menjadi salah satu penyebab stres kerja. Karyawan yang menghayati
kelompok sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah sebagai gejala stres kerjanya seperti muncul perasaan bosan berada di tempat kerja pada
Universitas Kristen Maranatha
karyawan divisi RFM. Karyawan jenuh dengan rutinitas pekerjaan yang tidak disertai dengan interaksi hangat dengan rekan kerja.
Stresor kelompok lainnya adalah kurangnya dukungan sosial. Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan
berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stres
kerja Luthans, 2006: 445. Kurangnya waktu yang dimiliki Karyawan Divisi RFM dengan keluarganya karena harus berada berjauhan dan sulit mendapatkan
waktu libur kerja seperti waktu libur kerja normal di hari sabtu dan minggu dapat memberi peluang untuk mengalami stres kerja saat bekerja sebagai Karyawan
Divisi RFM. Karyawan yang menghayati kurangnya dukungan sosial sebagai stresor yang kuat dapat menunjukkan masalah-masalah fisik, psikologis dan atau
perilaku sebagai gejala stresnya. Misalnya karyawan menjadi lamban dan suka menunda-nunda pekerjaan akibat mereka tidak dapat berkonsentrasi saat bekerja.
Sedangkan stressor individu terdiri dari disposisi individu karakteristik tipe A, kontrol personal, ketidakberdayaan yang dipelajari, dan daya tahan
psikologis Luthans, 2006. Disposisi individu personal disposition artinya sifat individual yang khas pada masing-masing individu, tidak bersifat umum Alport
dalam Supratiknya, 1993. Setiap karyawan akan menghayati situasi pekerjaan secara berbeda-beda dipengaruhi oleh disposisi individu masing-masing.
Universitas Kristen Maranatha
Ketika menjalankan tugas harian dengan target waktu, karyawan dengan kepribadian Tipe A terus menerus merasa dalam tekanan. Mereka bekerja dengan
cepat dan berusaha menyelesaikan alarm sebanyak mungkin. Hal ini karena bagi mereka, ukuran kesuksesan dilihat dari kuantitas pekerjaan yang mampu mereka
selesaikan. Profil kepribadian yang serba cepat, kompetitif, dan agresif dalam bekerja inilah yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi RFM.
Ketika karyawan tidak dapat mencapai target yang mereka tetapkan sendiri karena menetapkan standar produktivitas yang terlalu tinggi, karyawan mengalami
frekwensi masalah-masalah gejala stres yang tinggi. Hal lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan divisi
RFM adalah daya tahan psikologis. Karyawan yang memiliki daya tahan psikologis tinggi akan menghayati site down condition sebagai suatu tantangan
pekerjaan yang harus ia selesaikan. Karyawan menanggapi situasi tersebut dengan aktif mencari jalan keluar dan pemecahan masalah. Ia memiliki keyakinan bahwa
dirinya mampu menyelesaikan masalah dan ia mampu mengendalikan dirinya dan orang lain secara terarah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sementara
karyawan dengan daya tahan psikologis rendah akan yang menghayati site down condition sebagai rintangan yang tidak mampu ia hadapi. Karyawan menunjukkan
sikap menyerah pada keadaan dan tidak memiliki keyakinan diri untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Ketidakmampuannya untuk bertahan dan
Universitas Kristen Maranatha
menyelesaikan masalah dapat berpotensi meningkatkan stres kerja yang karyawan rasakan.
Notosoedirjo dan Latipun 2005, mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat
stressor sumber stres kerja. Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian
ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya. Karyawan Divisi RFM yang tidak mengalami masalah fisik, psikologis dan atau
perilaku walaupun mendapatkan tekanan dari sumber-sumber stres kerja merupakan karyawan yang sehat mentalnya. Sementara karyawan mengalami
masalah akibat stres kerja dapat dikatakan sebagai karyawan yang kurang sehat secara mental. Kesehatan mental yang kurang baik membuat fungsi kepribadian,
emosional, intelektual, dan fisik karyawan tidak dapat berfungsi secara optimal. Situasi pekerjaan karyawan divisi RFM dihayati secara berbeda-beda oleh
setiap karyawan. Terdapat karyawan yang menghayati pekerjaan sebagai tantangan, hal ini membuat mereka meningkatkan kegiatan, perubahan, dan secara
keseluruhan performa kerja meningkat Luthans, 2006: 455. Sementara terdapat karyawan lain yang menghayati pekerjaan sebagai sesuatu yang menekan, sebagai
beban yang terlalu berat untuk mereka. Karyawan dengan penghayatan tersebut menunjukkan gejala-gejala masalah fisik, psikologis, maupun perilaku.
Universitas Kristen Maranatha
Tingkat stres kerja yang dialami karyawan Divisi RFM dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada diri karyawan tersebut. Salah gejala dari stres
kerja adalah munculnya masalah fisik yang dialami karyawan Divisi RFM. Diantaranya adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh. Seperti Karyawan
Divisi RFM yang menjadi lebih mudah terserang penyakit. Masalah pada sistem cardiovascular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Masalah pada
musculoskeletal sakit kepala dan migren, seperti Karyawan Divisi RFM yang mengalami sakit kepala yang sering dan relatif mentap saat ia harus terus menerus
menatap layar komputer sebagai konsekuensi pekerjaannya di Divisi RFM. Dan masalah pada pencernaan seperti diare dan sembelit.
Gejala lain yang muncul adalah masalah psikologis seperti Karyawan Divisi RFM yang menjadi mudah marah saat ditanya ketika sedang bekerja.
Kemudian juga munculnya kecemasan pada diri karyawan Divisi RFM saat muncul alarm yang harus dieksekusi. Selain itu juga munculnya perasaan
jenuhbosan saat karyawan Divisi RFM menjalani rutinitas pekerjaaannya. Serta masalah psikologis lain seperti depresi, ketegangan, tekanan, sulit berkonsentrasi,
kejenuhan kebosanan, sulit mengambil keputusan, dan tindakan agresi oleh karyawan Divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang. Sedangkan masalah tingkah laku
yang ditunjukan adalah gangguan makan, gangguan tidur, meningkatnya perilaku
Universitas Kristen Maranatha
merokok dan penggunaan zat-zat adiktif, kelambatan dalam bekerja, absenteeism, dan turnover.
Konsekuensi dari semua hal diatas adalah tingkat stres kerja kerja pada Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang dapat dikatakan tinggi atau rendah.
Tingkat stres kerja dikatakan tinggi apabila Karyawan Divisi RFM dalam menanggapi situasi pekerjaan sebagai Karyawan Divisi RFM, individu
menghayati adanya masalah-masalah akibat stres kerja secara fisik, psikologis, dan atau perilaku. Misalnya, Karyawan divisi RFM yang mengalami stres kerja
dengan tingkat yang tinggi akan lebih mudah mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan sakit kepala. Masalah psikologis misalnya merasa
selalu cemas, tegang, jenuh, dan mudah marah. Masalah perilaku misalnya menjadi perokok, minum minuman beralkohol, keluar dari pekerjaan, dan tidur
tidak nyenyak. Sedangkan tingkat stres kerja dapat dikatakan rendah bila individu dalam menanggapi situasi pekerjaan jarang atau bahkan tidak merasakan masalah-
masalah yang diakibatkan oleh stres kerja. Misalnya, Karyawan divisi RFM PT.’X’ Kota Tangerang sangat sedikit sekali merasakan gangguan baik fisik,
psikologis, maupun perilaku. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana tingkat stres kerja
kerja pada Karyawan divisi RFM PT. ‘X’ Kota Tangerang yang dapat
digambarkan dalam bagan berikut :
Universitas Kristen Maranatha
Bagan 1.1 Kerangka pikir Tingkat stres
kerja kerja
Tinggi
Rendah
Gejala Stres kerja: - Masalah fisik
- Masalah psikologis - Masalah perilaku
Karyawan divisi RFM PT.
‘X’ Kota Tangerang
Stresor - Stresor ekstraorganisasi
- Stresor organisasi - Stresor kelompok
- Stresor Individu
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Asumsi