Problem Indentification Casual Interpretation

11 Jokowi bisa menangani masalah itu dengan berkoordinasi bersama pemerintah pusat dan pemerintah wilayah lain. Namun tidak hanya mengutip pendapat dari narasumber saja.Seperti pemberitaan 19 Januari 2014, di mana redaksi hanya sepintas menjelaskan atau menginformasikan terkait 10.530 warga yang mengungsi karena banjir semakin parah. Begitu juga edisi 20 Januari 2014, yang memberikan informasi terkait akses ke Jakarta yang tertutup.

B. Analisis Framing Pemberitaan di

Jawa Pos 1. Problem Indentification Porsi pemberitaan Jawa Pos soal banjir DKI Jakarta sejak tanggal 1 hingga 31 Januari 2014, jauh lebih banyak. Jawa Pos, menerbitkan 35 tulisan. Sebanyak 12 tulisan menjadi headline dengan didukung foto headline 12 buah. Sementara 17 tulisan soal banjir yang menimpa ibu kota itu, non headline dengan didukung oleh 13 foto berukuran kecil. Adapun pihak redaksi, juga mengeluarkan 2 tulisan yang menyinggung banjir DKI Jakarta, dalam kolom Jati Diri tajuk rencana, red yakni pada terbitan 15 Januari 2014 berjudul “Mendorong Jokowi Mewujudkan Mimpi”, dan 18 Januari 2014 dengan judul “Banjir, Kapan Kita Belajar?”. Begitu juga redaksi menerbitkan tulisan menggelitik dan kritik dalam kolom Gagasan pada 21 Januari 2014, berjudul “Mengubah Jakarta Menjadi Venesia”. Koran yang berbasis di Jawa Timur dengan bahasa lugas tersebut, juga menurunkan tiga tulisan yang dikirimkan oleh penulis. Selama Januari itu, redaksi mengeluarkan tiga tulisan di rubrik Opini. Pertama pada 16 Januari 2014 dengan judul “Mengakhiri Tradisi Banjir”, 20 Januari 2014 “Pengalaman Jadi Korban Banjir” dan 24 Januari 2014 berjudul “Jakarta Butuh Jokowi” yang juga berisi tentang banjir. Sementara tentang sosok Jokowi dan isu pencapresannya, hanya 3 tulisan. Berbeda dengan sosokDahlanIskan DI, Menteri BUMN kala SBY-Boediono yang paling kuat dalam KonvensiCapres dari Partai Demokrat, redaksi menerbitkan 12 berita dilengkapi foto saat orasi.

2. Casual Interpretation

Pemberitaan yang diterbitkan Jawa Pos dari tanggal 1-31 Januari 2014, yang menjadi sorotan adalah langkah kerja Gubernur DKI Jakarta, Jokowi yang dinilai tidak cepat dalam mengatasi banjir. Bahkan Jokowi menjadi orang yang paling “diburu” karena harus bertanggung jawab dalam meraslisasikan janji akan menuntaskan ibu kota dari masalah banjir. Disebutkan, banjir tidak hanya soal cuaca, tetapi penanggulangan jauh-jauh hari yang dikomando Gubernur Jokowi dinilai kurang siap. Saat tiga bulan setelah dilantik akhir 2012, ibu kota kebanjiran. Diawali dari berita tertanggal 13 Januari 2014 berjudul “Jakarta Masih Banjir” itu, tampak