Latar belakang masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Perkembangan infeksi jamur di negara tropis seperti Indonesia terutama disebabkan oleh udara yang lembab, sanitasi yang kurang dengan lingkungan yang padat penduduknya. Candida albicans adalah jamur penyebab infeksi yang berbentuk lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat serta merupakan anggota flora normal selaput mukosa saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan genitalia wanita yang menyebabkan vulvovaginitis dan menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran secret. Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya vulvovaginitis kandida Jawetz, et al., 1996. Kandidiasis adalah suatu penyakit jamur yang bersifat akut dan sub akut yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kuku, kulit, bronki, atau paru-paru. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan semua umur Kuswadji, 1987. Penyakit jamur pada genitalia wanita ini dikenal dengan nama keputihan atau “pek tay”. Untuk mengobati penyakit infeksi jamur maka digunakan obat antijamur seperti klotrimazol, mikonazol, ekonazol, bifonazol, isokonazol, tiokonazol dan ketotokonazol derivat azol Gandahusada, 2004. Rimpang temu giring Curcuma heyneana ValV.Zijp secara tradisional digunakan untuk pengobatan cacar air, cacingan, pelangsing, jantung berdebar debar, kudis, koreng, luka, dan penyakit kulit Hariana, 2006. Penelitian oleh Nurcahyo 2003 menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang temu giring mempunyai daya antijamur terhadap Candida albicans dengan Kadar Hambat Minimum KHM sebesar 0,25 vv. Minyak atsiri bersifat mudah menguap Guenther, 1987 sehinggga tidak bisa digunakan secara langsung. Minyak atsiri ini juga akan lebih bermanfaat bila diformulasikan dalam sebuah bentuk sediaan. Sediaan yang cocok untuk pengobatan topikal adalah salep Ansel, 1990. Penggunaan salep dapat memungkinkan kontak dengan tempat aplikasi lebih lama sehingga pelepasan zat aktif minyak atsiri akan lebih maksimal. Pelepasan zat aktif dalam sediaan salep tidak lepas dari pemilihan basis yang cocok karena basis salep juga turut berperan pada keberhasilan terapi pemakaian salep. Basis vaselin merupakan basis yang berminyak dan bebas air sehingga dapat bertahan pada kulit untuk waktu yang lama. Oleh karena itu efektifitasnya juga akan lebih lama. Basis vaselin juga mudah bercampur dengan bahan obat dan stabil dalam penyimpanan. Bahan yang paling banyak digunakan sebagai basis adalah vaselin mengingat konsistensi, kelunakan dan sifatnya yang netral serta kemampuan menyebarnya yang mudah pada kulit Idzon dan Lazarus, 1986. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif dari salep adalah viskositas. Penambahan cera alba dapat meningkatkan viskositas salep karena dalam sediaan topikal cera alba berfungsi sebagai bahan pengeras Kibbe, 2006, sedangkan penambahan parafin cair dapat menurunkan viskositas salep Owen, 2006. Cera alba berfungsi sebagai agen peningkat stabilitas sehingga sediaan salep yang dihasilkan stabil Kibbe, 2006. Penambahan cera alba pada sediaan salep dapat menyebabkan salep memiliki sifat fisik yang baik, meliputi daya sebar salep yang besar pada kulit lama melekat pada kulit dan memberikan proteksi pada kulit Pasroni, 2003. Perbedaan viskositas ini berpengaruh pada konsistensi salep dan kemampuan difusi minyak atsiri dalam sediaan salep. Berdasarkan hukum Stokes–Einstein, viskositas berbanding terbalik dengan laju difusi, semakin tinggi viskositas salep maka semakin besar tahanan basis untuk melepaskan minyak atsiri dan semakin kecil laju difusinya Aiache, 1993. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh penambahan cera alba dan parafin cair pada salep minyak atsiri rimpang temu giring Curcuma heyneana Val. dengan basis vaselin terhadap sifat fisik dan uji aktivitas antijamur secara in vitro.

B. Perumusan Masalah