5
a. Mengotori atau merusak jalan jalur-jalur hijau, taman dan tempat umum;
b. Membuang atau menumpuk kotoransampah dijalan, jalur hijau, taman dan
tempat umum kecuali, ditempat-tempat yang telah diijinkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya;
c. Membakar kotoransampah dijalan, jalur hijau, taman dan tempat umum,
sehingga mengganggu keindahan kota; d.
Menjemur, memasang, menempelkan atau menggantungkan benda-benda di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum kecuali tempat-tempat yang telah
diijinkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya; e.
Berada dijalur hijau, taman dan tempat umum dengan cara apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan taman dan kelengkapannya;
f. Berbuat bertingkah laku yang tidak sopan didalam taman, ditepi jalan, jalur
hijau, dan tempat umum sehingga menggangu keindahan; g.
Memanjat, memotong, menebang pohon dan tanaman yang tumbuh disepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum kecuali apabila hal
tersebut dilaksanakan oleh petugas untuk kepentingan dinas; h.
Bertempat tinggal atau tidur ditepi jalan, jalur hijau, taman, tempat umum dan tempat-tempat lain yang dilarang oleh Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuknya. Pasal 13 ayat 3 menunjukkan bahwa terdapat larangan-larangan yang
ditentukan oleh pemerintah untuk menjaga keindahan kota melalui kelestarian dan jalur hijau. Pasal ini menekankan perlindungan maupun pengayoman dalam menjaga
kelestarian lingkungan yang terdapat disekitar wilayah masyarakat. Materi pengaturan pasal-pasal yang terdapat dalam Perda No 29 Tahun 1981,
mengatur mengenai tanggung jawab keindahan yang terdapat dalam bangunan dan jalur hijau. Perlindungan dan pengayoman oleh pemerintah dalam peraturan daerah
ini menekankan pada aspek penataan bangunan di kota Surakarta dengan menciptakan keindahan secara tertata dari aspek bangunan dan jalur hijau.
b. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.
6
Dalam melakukan analisis muatan dan tujuan yang terkandung dalam peraturan dapat dilihat melalui konsideran-konsideran yang ada, yakni:
a Bahwa Pedagang Kaki Lima PKL adalah usaha perdagangan sektor informal
yang merupakan perwujudan hak masyarakat dalam berusaha dan perlu diberi kesempatan untuk berusaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya;
b Bahwa keberadaan PKL yang merupakan usaha perdagangan informal akan
mempengaruhi kondisi lingkungan disekitarnya; c
Bahwa keberadaan PKL perlu dikelola, ditata dan diberdayakan sedemikian rupa agar keberadaannya memberikan nilai tambah atau manfaat bagi
pertumbuhan perekonomian dan masyarakat kota serta tercipta adanya lingkungan yang baik dan sehat.
Mencermati konsideran menimbang huruf b dapat dijelaskan bahwa Pedagang Kaki Lima dapat mempengaruhi kondisi sekitar yang harus melihat bahwa
perlu adanya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban terhadap kepentingan kota ataupun kepentingan masyarakat luas, misalnya terjaganya
kenyamanan, keamanan, dan ketertiban umum, terpeliharanya kebersihan dan keindahan kota.
Perda tentang pengelolaan pedagang kaki lima Kota Surakarta terdiri dari beberapa Bab, yaitu Bab I Ketentuan Umum, Bab II Ruang Lingkup dan Tujuan, Bab
III Penataan Tempat Usaha, Bab IV Perijinan, Bab V Pemberdayaan, Bab VI Pengawasan dan Penertiban, Bab VII Sanksi Administrasi, Bab VIII Ketentuan
Penyidikan, Bab IX Ketentuan Pidana, Bab X Ketentuan Peralihan, Bab XI Ketentuan Penutup. Untuk mencermati lebih lanjut, Perda tentang PKL, Penulis akan
menguraikan beberapa pasal yang terdapat dalam Perda ini, yakni: Pasal 3, “Pengelolaan PKL bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan PKL
menjaga ketertiban umum dan kebersihan lingkungan”. Dalam muatan pasal ini dapat dijelaskan bahwa pemerintah daerah melakukan
pengelolaan dan penataan pedagang kaki lima, hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat lain diluar pedagang kaki lima juga dapat menikmati kebersihan
lingkungan disekitar tempat berdagang para PKL. Ini menunjukkan bahwa
7
pemerintah selain memperhatikan pengelolaan PKL disisi lain ikut melindungi kepentingan masyarakat umum untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan
tertib. Pasal 7, “ Dalam memberikan ijin penempatan PKL, Pemerintah Daerah tidak
memungut biaya”. Muatan pasal 7 Perda tentang PKL ini memberikan keringanan kepada para
pedagang kaki lima yang akan mengurus ijin penempatan dengan tidak memungut biaya. Hal ini menunjukkan pemerintah daerah memberikan kemudahan pedagang
untuk mendapatkan ijin. Ketentuan tersebut selaras dengan semangat melindungi masyarakat dalam menuju kesejahteraan.
Pasal 8, ”Untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang ijin penempatan PKL berhak: a. mendapatkan perlindungan, kenyamanan dan keamanan dalam
menjalankan usahanya; b. menggunakan tempat usaha sesuai dengan ijin penempatan”.
Muatan Pasal 8 menjelaskan mengenai hak-hak yang dimiliki oleh PKL yang mempunyai ijin penempatan PKL. Dengan pemberian hak-hak tersebut menunjukkan
bahwa pemerintah tidak serta merta melepas tanggung jawab perlindungan maupun pengelolaam terhadap PKL yang mempunyai ijin penempatan PKL. Namun disisi
lain, dalam realitasnya masih banyak terdapat PKL yang tidak memiliki ijin penempatan. Ini menunjukkan bahwa perlindungan dan pengayoman pemerintah
dalam peraturan daerah pengelolaan pedagang kaki lima masih bersifat sektoral kepada pedagang pemilik ijin penempatan dan kurang dapat mengayomi pedagang
kaki lima yang tidak memiliki ijin penempatan. Pasal 12 ayat 1, “Untuk pengembangan usaha PKL, Walikota berkewajiban
memberikan pemberdayaan berupa: a. bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha; b. pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku usaha ekonomi yang lain;
c. bimbingan untuk memperoleh peningkatan permodalan; d. peningkatan sarana dan prasarana PKL”.
8
Pasal 12 ayat 2, ”Pemberdayaan sebagai mana dimaksud ayat 1 dilaksanakan oleh Pejabat yang ditunjuk dengan memperhatikan pertimbangan dari
instansi dan aspirasi masyarakat sekitar lokasi usaha PKL”. Dalam Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2, dapat diketahui bahwa pemerintah
melalui Walikota mempunyai kewajiban untuk memberdayakan PKL, hal tersebut menunjukkan pemerintah memberikan perlindungan maupun pengayoman terhadap
PKL dengan memperhatikan pertimbangan dari aspirasi masyarakat sekitar lokasi usaha PKL.
c. Peraturan Daerah No 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah.